Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI TANAH

ACARA 2

Nama : Yozi Muzennorta


NPM : E1F016020
Judul Acara : Isolasi Fungi Pelarut Fosfat
Hari dan Tanggal Praktikum :
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. RR. Yudhy Harini Bertham, MP.
Asisten : Zainal Arifin, SP.
Dewi Septiani
Nur Aini

A. Tujuan
Adapun tujuan pada praktikum yang dilakukan, yaitu: Mengetahui cara
mengisolasi fungi pelarut fosfat.
B. Dasar Teori
Fosfor (P) merupakan hara makro yang bersifat esensial bagi tanaman. Fosfor
berperan sebagai sumber energi utama dalam proses fisiologis tanaman serta dalam
reaksi metabolisme dan biosintesis. Kekurangan P dapat menyebabkan gangguan pada
sistem fisiologis tanaman. Kekurangan unsur hara P dapat diatasi dengan penggunaan
pupuk kimia, namun penggunaan pupuk kimia yang terus menerus dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada tanah dan tingginya residu pupuk P di dalam tanah. Efisiensi
penggunaan pupuk P jarang yang melebihi 30% karena fiksasi, baik oleh aluminium
(Al) atau besi (Fe) pada tanah masam atau kalsium (Ca) pada tanah netral atau alkalin,
sehingga lebih dari 70% sisanya tertinggal di dalam tanah (Chang dan Yang, 2009;
Oliveira et al., 2009; Deepa et al., 2010; Malviya et al., 2011; Tallapragada dan
Seshachala, 2012; Sharma et al., 2012; Mardad et al., 2013; Yasser et al., 2014).
Fungi pelarut fosfat merupakan salah satu anggota mikroba tanah yang dapat
meningkatkan ketersediaan fosfor di dalam tanah dan dapat diserap oleh tanaman.
Beberapa fungi yang dapat melarutkan fosfat antara lain adalah dari genus Aspergillus,
Penicillium, Fusarium dan Sclerotium (Rodriguez et al., 1996; Reddy et al., 2002; Patil
et al., 2012; Jayadi et al., 2013; Sharma et al,. 2013; Elfiati dan Hanum, 2013). Efek
pelarutan umumnya disebabkan oleh adanya produksi asam organik seperti asam asetat,
asam format, asam laktat, asam oksalat, asam malat dan asam sitrat yang dihasilkan oleh
mikroba tersebut (Mattey, 1992; Illmer dan Schinner, 1995; Whitelaw et al., 1999;
Richardson, 2001; Sharma et al,. 2013). Mekanisme mikroorganisme dalam melarutkan
P tanah yang terikat dan P yang berasal dari alam disebabkan oleh asam-asam organik
yang dihasilkan akan bereaksi dengan AlPO4, FePO4, dan Ca3(PO4)2, dari reaksi
tersebut terbentuk khelat organik dari Al, Fe, dan Ca sehingga P terbebaskan dan larut
serta tersedia untuk tanaman (Illmer dan Schinner., 1995; Sudadi et al., 2013; Sharma et
al,. 2013). Luas zona bening di sekitar koloni menjelaskan kemampuan bakteri dan
fungi secara kualitatif dalam melarutkan P bervariasi tergantung sifat genetik dari
masing-masing mikrob dalam memproduksi asam organik yang berperan dalam
menentukan kemampuan pelarutan P (Chen et al., 2006;Mittal et al., 2008).
Bakteri pelarut fosfat (BPF) berperan dalam melarutkan fosfat organik dan
anorganik menjadi fosfat terlarut sehingga dapat digunakan oleh akar tanaman dan
mikroba tanah lainnya yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Beberapa bakteri
yang termasuk dalam kelompok BPF, seperti Pseudomonas sp., Bacillus sp., Bacillus
megaterium, dan Chromobacterium sp. dapat dimanfaatkan sebagai biofertilizer dengan
menghasilkan asam-asam organik yang dapat menggantikan P dalam ikatannya dengan
Al ataupun Fe sehingga unsur P akan dilepaskan menjadi P larut yang dapat
dimanfaatkan tanaman (Niswati et al. 2008). Santosa (2007) Mengatakan bahwa fosfat
dimanfaatkan oleh bakteri untuk aktivitas dan pembentukan sel-sel baru.
Bakteri pelarut fosfat berkembang baik pada tanah yangmengandung banyak
bahan organik dan mineral tersedia sebagai karbon. Akar tanaman akan mengeluarkan
senyawa metabolit (eksudat) ke dalam tanah, seperti senyawa gula, asam amino, asam
organik, glikosida, senyawa nukleotida, enzim, vitamin, dan senyawa indol yang dapat
dimanfaatkan sebagai nutrisi untuk bakteri tanah sehingga dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya (Purwantari 2008).
Fosfat sangat penting dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan, serta
berperan dalam pembentukan energi bagi tanaman sepanjang musim tanam. Fungsi lain
P adalah untuk merangsang perkembangan akar muda dan dalam mempercepat proses
pembuahan. Selain itu, P berperanan dalam mengontrol fotosintesis, respirasi, dan
pembelahan sel. P sangat mempengaruhi pembentukan biji dan terkonsentrasi dalam
benih maupun buah. Fungsi utama P berkaitan dengan ketersediaan energi dalam
pertumbuhan, sehingga kekurangan P dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetatif suatu
tanaman (Hodges, 2013).
Menurut Rao (1994) dalam Fitriatin et al. (2009) bahwa mikroba pelarut fosfat
menyekresikan sejumlah asam organik sehingga berpengaruh terhadap pelarutan fosfat
yang efektif. Penurunan konsentrasi P pada waktu 24 jam setelah inokulasi diduga
disebabkan adanya pemakaian kembali fosfat terlarut oleh kultur isolat BPF sebagai
nutrisi untuk aktivitas metabolismenya. Adanya fosfat terlarut yang tinggi dalam
medium dapat meningkatkan pertumbuhan isolat BPF karena dimanfaatkan untuk
aktivitas metabolisme sel bakteri yaitu untuk melakukan respirasi dan pertumbuhannya.
Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran pH media, karena isolat BPF dalam
bermetabolisme mengekskresikan sejumlah asam organik yang dapat mempengaruhi
perubahan pH media.
Pemanfaatan fosfat tanah yang kurang efisien oleh tanaman dapat diatasi dengan
cara memanfaatkan bakteri pelarut P sebagai pupuk hayati. Penggunaan bakteri pelarut
P sebagai pupuk hayati mempunyai keunggulan antara lain hemat energi, tidak
mencemari lingkungan, mampu membantu meningkatkan kelarutan P yang terjerap,
menghalangi terjerapnya P dari pupuk oleh unsur-unsur penjerap, serta mengurangi
toksisitas Al+3, Fe+3, dan Mn-3 terhadap tanaman, khususnya di daerah masam
(Novriani, 2010).
Peningkatan asam-asam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH. Perubahan
pH inilah yang berperan penting dalam meningkatkan kelarutan fosfat. Aktivitas isolat
BPF sangat tergantung pada pH lingkungan. Kemasaman atau pH sangat mempengaruhi
aktivitas fosfatase (Vepsalainen & Niemi (2002) dalam Fitriatin et al. 2009). Kecepatan
mineralisasi akan meningkat seiring dengan nilai pH yang sesuai bagi mikroorganisme
dan pelepasan fosfat akan meningkat dengan meningkatnya nilai pH dari asam ke netral.
Aktivitas pelarutan P oleh isolat BPF meningkat pada waktu 48 jam setelah inokulasi,
karena adanya pembentukan kembali asam organik (Fitriatin et al. 2009; Ginting et al.
2001). Hasil penelitian Yasmin & Bano (2011) menunjukkan bahwa pH medium
mempengaruhi aktivitas fosfatase dan dijelaskan lebih lanjut bahwa aktivitas
fosfatasenya lebih dominan pada pH masam.
C. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum antara lain:
 Bahan : sampel tanah rizosfer kedelai tanah pesisir (tanah bagian top dan sub soil),
medium fikofkaya-Ca, air steril, alkohol, label dan slotip.
 Alat : cawan petri, botol kaca steril, pipet mikro, gelas ukur, shaker, mixser, LAF
(Laminar Air Flow), bunsen, kerek api dan rak gelas ukur.
D. Prosedur Kerja
Langkah-langkah kerja yang dilakukan sebagai berikut:
 Kadar lengas:
1. Berat wadah ditimbang untuk medapat nilai a
2. Tanah ditimbang 20 g dan dimasukan kedalam wadah untuk dapat nilai b
3. Wadah yang berisi tanah dimasukan kedalam oven selama 24 jam
4. Setelah 24 jam tanah tersebut ditimbang untuk mendapat nilai c
b−a b−a
5. Kadar lengas dihitung dengan rumus : ka=
c−a c−a
 Pembiakan mo
1. Tanah ditimbang sebanyak 10 g dan dimasukan kedalam botol teril yang
berisi air steril 90 ml
2. Digojok hingga homogen dengan alat penggojok otomatis selama 5 menit
dengan kecepata 250 rpm
3. Dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukan kedalam tabung reaksi yang berisi air
9 ml
4. Gojok lagi selama 30 detik hingga homogeny
5. Pengenceran dibuat dengan kelipatan 10-4
6. pengenceran ke tiga dimasukan kedalam cawan petri sebanyak 1 ml dan
diberi media pickofkaya Ca lakukan di dalam ruang isolasi setelah
tercampur biakan tersebut ditutup dan diputar-putar beberapa kali agar
biakan merata
7. Cawan petri yang sudah berisi biakan di buka sedikit dan tetap di letakan
diruang isolasi diamkan hingga biakan tersebut membeku.
8. Setelah membeku cawan petri ditutup dan dibungkus kertas dimasukan
kedalam ruang biakan atau incubator selama 2 hari
9. Koloni biakan yang sudah tumbuh diamati yang mana yang terdapat
lingkaran zona bening dan dihitung dihitung berapa jumlah mikrobanya.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, C.H., Yang, S.S. 2009. Thermo-tolerant phosphate solubilizing microbes for multi-
functiononal biofertilizer preparation. Bioresource Technology 100: 1648-
1658.
Chen, Y.P., P.D. Rekha, A.B. Arun, F.T. Shen, W.A. Lai, C.C. Young. 2006. Phosphate
solubilizing bacteria from subtropical soil and their tricalcium phosphate
solubilizing ability. App. Soil Ecol. 34:33-41.
Deepa, A., A. Prasanna, M.P. Balakrisna, R, Sridhar. 2010. Efficient phosphate
solubilization by fungal strains isolated from Rice-rizhosphere soils for the
phosphorus release. Research Journal of Agriculture and Biological
Sciences, 6(4): 487-492.
Elfiati, D dan H. Hanum. 2013. Jenis jamur pelarut fosfat yang diisolasi dari tanah gambut.
Dalam Prosiding Seminar Nasional Biologi : Optimalisasi penerapan riset
biologi dalam membangun kemandirian bangsa. Editor : Manihar S et al.
USU Press. Medan. Hal. 380-385.
Fitriatin, BN, Yuniarti, A, Mulyani, O, Fauziah, FS & Tiara, MD 2009, Pengaruh
mikroorganisme pelarut fosfat dan pupuk P terhadap P tersedia, aktivitas
fosfatase, populasi mikroorganisme pelarut fosfat, konsentrasi P tanaman
dan hasil padi gogo (Oryza sativa L.) pada Ultisols, Jurnal Agrikultura
20(3):210–215.
Hodges, SC 2013, Soil fertility basics, Soil Science Extension. North Carolina State
University.
Illmer, P and F. Schinner. 1995. Solubilization on inorganic calcium phosphate:
Solubilization mechanisms. Soil Bio. Biochem. 27:257-263.
Jayadi, M., Baharuddin, B. Ibrahim. 2013. In vitro selection of rock phosphate solubility
by microorganism from Ultisols in South Sulawesi, Indonesia. American
Journal of Agriculture and Forestry 1(4): 68-73.
Malviya, J., K. Singh, V. Joshi. 2011. Effect of phosphate solubilizing fungi on growth and
nutrient uptake of ground nut (Arachis hypogaea) plants. Advances in
Bioresearch Vol. 2. Issue 2 : 110-113.
Mardad, I., A.Serrano, A.Soukri. 2014. Solubilization of inorganic phosphate and
production of organic acids by bacteria isolated from a Moroccan mineral
phosphate deposit. Afr. J. Microbial. Res. 7(8):626-635.
Mittal,V., O. Singh, H. Nayyar, J. Kaura, R. Tewari. 2008. Stimulatory effect of phosphate-
solubilizing fungal strains (Aspergillus awamori and Penicilliumcitrinum)
on the yield of chickpea (Cicer arietinum L. cv. GPF2). Soil Biol.
Biochem. 40:718-727.
Niswati A,Yusnaini S, Arif MAS. 2008. Populasi mikroba pelarut fosfat dan P-tersedia
pada rhizosfer beberapa umur dan jarak dari pusat perakaran jagung (Zea
mays L.). Jurnal Tanah Trop 13 (2): 123-130.
Novriani. 2010. Alternatif pengelolaan unsur hara P (fosfor) pada budidaya jagung.
Agronobis 2 (3): 42-49.
Oliveira, C.A, V.M.C. Alves, I.E. Mariel, E.A. Gomes, M.R. Scotti, N.P. Carneiro, C.T.
Gumaires, R.E. Scaffert, N.M.H. Sa. 2009. Phosphate solubilizing
microorganisms isolated from rhizosphere of maize cultivated in an Oxisol
of Brazilian Cerrado Biome. Soil Biology and Biochemistry. 41: 1782-
1787.
Patil, P.M., V.B. Kuligod, N.S. Hebsur, C.R. Patil, and G.N. Kulkarni. 2012. Effect of
phosphate solubilizing fungi and phosphorus level on growth, yield and
nutrient content in maize (Zea mays). Karnataka J. Agric. Sci. 25(1) : 58-
62.
Purwantari ND. 2008. Penambatan nitrogen secara biologis: Perspektif dan
keterbatasannya. Wartazoa 18 (1): 9-17.
Reddy, M.S., S.Kumar, K.Babita and M.S.Reddy. 2002. Biosolubilization of poorly soluble
rock phosphates by Aspergillus tubingensis and Aspergillus niger.
Bioresour. Technol., 84:187-189.
Richardson.A.E. 2001. Prospect for using soil microorganisms to improve the a quisition
of phosphorus by plants. Aust. J. Plant Physiol. 58: 797- 906.
Rodriguez, H., and R. Fraga. 1999. Phosphate solubilizing bacteria and their role in plant
growth promotion. Biotechnol. Adv., 17:319-339.
Santosa, E. 2007. Metoda Analisa Biologi Tanah. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Sharma, S.B., R.Z. Sayyed, M.H. Trivedi, and T.A. Gobi. 2013. Phosphate solubilizing
microbes : sustainable approach for managing phosphorus deficiency in
agricultural soils. Springerplus 2: 587.
Sharma, B.C., Subba R, and Saha, A. 2012. In vitro solubilization of tricalcium phosphate
and production of IAA by phosphate solubilizing bacteria isolated from tea
rizhosphere of Darjeling Himalaya. Plant Sciences Feed 2(6): 96-99.
Sudadi, H. Widijanto, L.A.E. Putri. 2013. Isolasi mikroba asli tanah Andisol Dieng dan
kajian potensinya sebagai inokulan pupuk hayati pelarut fosfat. Jurnal Ilmu
Tanah dan Agroklimatologi 10(2): 81-89.
Tallapragada, P., and U. Seshachala. 2012. Phosphate solubilizing microbes and their
occurrence in the rhizosphere of Piper betle in Karnataka, India. Turk J
Biol 36 : 25-25.
Whitelaw, M.A., T.J. Harden, K.R. Helyar. 1999. Phosphate solubilisation in solution
culture by the soil fungus Penicillium radicum. Soil Biology and
Biochemistry 31: 655-665.
Yasser, M.M; A.S.S. Mousa, O.N. Massoud, S.H. Nash. 2014. Solubilization of inorganic
phosphate by phosphate solubilizing fungi isolated from Egyptian Soils.
J.Biol.Earth Sci. 4(1):B83-B90.
Yasmin, H & Bano, A 2011, Isolation and characterization of phosphate solubilizing
bacteria from rhizosphere soil of weeds of khewra salt range and attock,
Pak. J. Bot., 43(3):1663–1668.

Anda mungkin juga menyukai