Anda di halaman 1dari 65

HAMA DAN PENYAKIT PISANG (Musa spp.

) DI KEBUN
PTPN VIII PARAKANSALAK SUKABUMI

DWI ANDINI SHIAMI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hama dan Penyakit
Pisang (Musa spp.) di Kebun PTPN VIII Parakansalak, Sukabumi adalah benar
karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2017

Dwi Andini Shiami


NIM A34130077
ABSTRAK

DWI ANDINI SHIAMI. Hama dan Penyakit Pisang (Musa spp.) di Kebun PTPN
VIII Parakansalak, Sukabumi. Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO dan EFI
TODING TONDOK.

Tanaman pisang merupakan salah satu tanaman hortikultura yang buahnya


banyak digemari dan dikonsumsi oleh masyarakat indonesia. Tanaman pisang
biasanya ditanam di sekitar halaman rumah atau lahan campuran. Pada tahun 2012
PTPN VIII mulai melakukan pengembangan komoditas buah-buahan terutama
pisang. Penanaman pisang dalam jumlah banyak dengan pola monokultur seperti di
kebun PTPN VIII menyebabkan timbulnya hama dan penyakit pada pisang.
Penelitian ini bertujuan mengetahui jenis hama dan penyakit pada tanaman pisang,
kejadian dan keparahan penyakit pada berbagai spesies tanaman pisang, serta
budidaya dan cara pengendalian hama dan penyakit tanaman pisang. Penelitian
dimulai pada awal bulan Oktober 2016 sampai Januari 2017 pada tiga blok di PTPN
VIII Parakansalak, Sukabumi. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode
survei, yaitu pengamatan langsung di lapangan, identifikasi OPT serta wawancara
secara langsung dengan pengelola perusahaan. Pengamatan langsung dilakukan
dengan cara mengambil sampel tanaman yang terserang OPT secara acak terstuktur
pada setiap spesies tanaman pisang. Tahap identifikasi dilakukan di Laboratorium
Klinik Tanaman dan Laboratorium Nematologi Tumbuhan, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hama yang ditemukan
menyerang tanaman pisang selama pengamatan, yaitu: Erionota thrax (L)
(Lepidoptera: Hespiriidae), (Meyr.) (Lepidoptera: Pyralidae), dan Cosmopolites
sordidus (Germ.) (Coleoptera: Curculionidae). Sedangkan penyakit yang
ditemukan di kebun PTPN VIII Parakansalak adalah bercak sigatoka yang
disebabkan oleh Mycospherellla musicola, dan layu Fusarium yang disebabkan
oleh Fusarium oxysporum f.sp. cubense. Fitonematoda yang ditemukan pada
tanaman ini merupakan genus Radopholus sp. dan Helicotylenchus sp. Ada
perbedaan yang signifikan dalam peningkatan keberadaan hama dan keparahan
penyakit pada setiap varietas dan umur. Namun tidak ada perbedaan yang nyata
terhadap kejadian penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang.

Kata kunci: hama, monokultur, penyakit, tanaman pisang, varietas


ABSTRACT

DWI ANDINI SHIAMI. Pests and Diseases of Banana (Musa sp.) at PTPN VIII
Plantation, Parakansalak, Sukabumi. Supervised by HERMANU TRI WIDODO
and EFI TODING TONDOK.

Banana (Musa spp.) is a very popular fruit in Indonesia and consumed by


many Indonesian. Banana usually grows around the house or in the mix cropping
fields. PTPN VII has expanded to plan fruit commodity i.e banana fruit since 2012.
Due to increasing demand and economic prospect, PTPN VIII Parakansalak grows
bananas in monoculture system but it may increase problems of pests and diseases.
The objective of this study is to provide information about pests and disease of
banana plantation, cultivation system, and pests and diseases management in PTPN
VIII. The research was conducted on October 2016 to January 2017 in three blocks
at PTPN VIII Parakansalak, Sukabumi. The methods of research are direct
observation in field, identification of pests and diseases, and interview. Direct
observation was using structured random samples on each species of banana plant.
The identification process was in Plant Clinical and Laboratory of Plant Nematodes,
Department of Plant Protection, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural
University. The pests found during observation periode in PTPN VIII were
Erionota thrax (L) (Lepidoptera: Hespiriidae), Nacoleia octasema (Meyr.)
(Lepidoptera: Pyralidae), and Cosmopolites sordidus (Germ.) (Coleoptera:
Curculionidae). Meanwhile the diseases found in PTPN VIII were sigatoka spot
caused by Mycospherellla musicola, fusarium wilt caused by Fusarium oxysporum
f.sp cubense and nematodes i.e Radopholus sp. and Helicotylenchus sp. There is a
significantly different between the increase of pests and disease severity with
varieties and age of banana plant. However, there is not a significantly different
between Fusarium wilt severity to banana varieties.

Key word : banana plant, diseases, monoculture, pest, varieties


©Hak Cipta Milik IPB, tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam
bentuk apapun tanpa izin IPB
HAMA DAN PENYAKIT PISANG (Musa spp.) DI KEBUN
PTPN VIII PARAKANSALAK, SUKABUMI

DWI ANDINI SHIAMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala
karena hanya atas limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya yang diberikan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir yang
berjudul “Hama dan Penyakit pada Pisang (Musa spp.) di Kebun PTPN VIII
Parakansalak, Sukabumi”.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, MSc dan
Dr. Efi Toding Tondok, SP MScAgr selaku pembimbing skripsi atas bantuan,
bimbingan, masukan serta dukungannya dalam pelaksanaan tugas akhir, kepada
Fitrianingrum Kurniawati, SP MSi selaku dosen penguji tamu yang telah
memberikan arahan dan saran yang bermanfaat, direktur serta para pegawai PTPN
VIII Parakansalak, Sukabumi.
Terimakasih penulis sampaikan kepada seluruh dosen dan tenaga
kependidikan Departemen Proteksi Tanaman, rekan-rekan Proteksi Tanaman 50,
Agus Umardani selaku paman penulis yang telah membantu penulis dalam
penelitian di PTPN VIII Parakansalak, Sukabumi, sahabat penulis Maya Eka Sari,
Juliana Sani, Erci Eli Hayati, Eni Yuniasih, Ratna Nengsih, Desy Nur Avifah,
Winda Asih Mitrasari, Rafika Ridwan Wulandari, Fatimah Siddikah, Annisa Dwini,
Ivan arif, Yulianto, Gusti, Kholil, Prayogo, Ulfa Rafidatillah, Cindy Aprilla, Ade
Nendi Mulyana, Rizki Purnamasari dan rekan lain yang telah membantu dan
memberikan dukungan serta semangat selama perkuliahan hingga menyelesaikan
tugas akhir.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ayahanda Supriatna dan
Ibunda Surtiyanah, serta saudara penulis Eka Ferdian Juniarsah, Anida Rahmi
Damanik, dan Farihah Adhwa Ferdian yang tak henti-hentinya memberi perhatian
dan bantuan moril maupun spiritual, yang mana setiap langkah, gerak, dan ucapnya
merupakan do’a bagi penulis. Semoga penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2017

Dwi Andini Shiami


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 1
Manfaat 2
BAHAN DAN METODE 3
Waktu dan Tempat 3
Metode Penelitian 3
Penentuan Petak Pengamatan 3
Perhitungan Kejadian dan Keparahan Penyakit 3
Perhitungan Intensitas Serangan 4
Ekstraksi Nematoda dari Sampel Tanah 4
Wawancara 5
Identifikasi 5
Analisis Data dan Rancangan Percobaam 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 6
Sistem Budidaya Pisang 7
Hama pada Tanaman Pisang 8
Pengaruh Varietas, Umur, dan Blok terhadap Populasi dan Serangan 10
E. thrax
Pengaruh Varietas, Umur, dan Blok terhadap Populasi dan Serangan 12
N. octasema
Penyakit pada Tanaman Pisang 13
Kejadian dan Keparahan Penyakit Utama 14
Bercak sigatoka 14
Layu Fusarium 16
Keberadaan Fitonematoda 17
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 23
RIWAYAT HIDUP 43
DAFTAR TABEL

1 Nilai numerik penyakit bercak Sigatoka pada tanaman pisang 4


2 Keberadaan E. thrax pada tanaman pisang di kebun PTPN VIII 11
Parakansalak
3 Serangan E. thrax pada tanaman pisang di kebun PTPN VIII 11
Parakansalak
4 Keberadaan N. octasema pada tanaman pisang di kebun PTPN VIII 12
Parakansalak
5 Serangan N. octasema pada tanaman pisang di kebun PTPN VIII 12
Parakansalak
6 Kejadian penyakit bercak Sigatoka pada tanaman pisang di kebun 15
PTPN VIII Parakansalak
7 Keparahan penyakit bercak Sigatoka pada tanaman pisang di kebun 16
PTPN VIII Parakansalak
8 Kejadian penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang di kebun PTPN 16
VIII Parakansalak
9 Keberadaan fitonematoda pada tanaman pisang di kebun PTPN VIII 17
Parakansalak

DAFTAR GAMBAR

1 Pola pengambilan sampel pada setiap blok 3


2 Peta lokasi kebun PTPN VIII Parakansalak 6
3 Pertanaman pisang di lokasi PTPN VIII Parakansalak 6
4 Bibit tanaman pisang (a) dan pembibitan pisang di PTPN VIII 7
Parakansalak dengan cara disungkup (b)
5 Hama yang ditemukan pada tanaman pisang di kebun PTPN VII. Ulat 8
penggulung daun pisang Erionota thrax (a), Ulat kudis pisang
Nacoleia octasema (b), Kumbang pisang Cosmopolites sordidus (c)
6 Telur Erionota thrax (a), Pupa Erionota thrax (b), Imago Erionota 9
thrax (c)
7 Gejala serangan Erionota thrax 9
8 Gejala serangan Nacoleia octasema 10
9 Gejala bercak Sigatoka (a), Mikroskopis Mycosphaerella musicola 14
perbesaran (40 X 10) (b)
10 Gejala layu Fusarium (a) pada batang palsu (b), daun (c), 14
Mikroskopis Fusarium oxysporum perbesaran (40 X 10) (d)
11 Nematoda Helicotylenchus sp. (a); dan Radopholus sp. (b) yang 18
ditemukan pada ekstrasi tanah tanaman pisang di PTPN VIII
Parakansalak
DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner wawancara pengelolaan tanaman dan organisme pengganggu 25


tanaman (OPT) pisang di Kabupaten Sukabumi
2 Hasil ANOVA terhadap populasi E. thrax di kebun PTPN VIII 28
Parakansalak
3 Hasil ANOVA terhadap persentase serangan E. thrax di kebun PTPN 28
VIII Parakansalak
4 Hasil ANOVA terhadap populasi N. octasema di kebun PTPN VIII 28
Parakansalak
5 Hasil ANOVA terhadap persentase serangan N. octasema di kebun 28
PTPN VIII Parakansalak
6 Hasil ANOVA terhadap kejadian penyakit bercak Sigatoka di kebun 29
PTPN VIII Parakansalak
7 Hasil ANOVA terhadap keparahan penyakit bercak Sigatoka di kebun 29
PTPN VIII Parakansalak
8 Hasil ANOVA terhadap kejadian penyakit layu Fusarium di kebun 29
PTPN VIII Parakansalak
9 Peta lokasi kebun PTPN VIII Parakansalak 31
10 Peta Par I Cikareo 33
11 Peta Par II Kalorama 35
12 Peta areal Pakuwon 37
13 Data analisis usaha tani PTPN VIII Parakansalak 39
14 Populasi tanaman pisang per blok 41
1
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman pisang (Musa spp.) tergolong ke dalam famili Musaseae. Pisang


merupakan salah satu tanaman hortikultura yang buahnya banyak digemari dan
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Pisang memiliki kandungan gizi, seperti
vitamin C, B kompleks, B6 dan serotonin yang aktif sebagai neurotransmiter dalam
kelancaran fungsi otak (Syifa 2014). Tanaman pisang biasanya ditanam di sekitar
halaman rumah atau lahan campuran. Tanaman pisang dapat tumbuh subur di
dataran tinggi atau dataran rendah serta pada iklim basah atau kering. Tanaman
pisang umumnya ditanam dengan input produktivitas rendah dan budidaya yang
kurang baik. Padahal tanaman pisang mempunyai potensi dan nilai ekonomi yang
cukup tinggi jika dibudidayakan dengan baik (Simmonds 1959).
Permintaan konsumen tinggi terhadap pisang. Pada tahun 2012 PTPN VIII
mulai melakukan pengembangan komoditas buah-buahan terutama pisang. Terlihat
dari data BPS (2017), produksi pisang mengalami peningkatan dari tahun 2011
sampai 2015. Rataan produksi pisang per tahun di Indonesia adalah 6.55 juta ton.
Produksi terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu 6.13 juta ton dan produksi tertinggi
terjadi pada tahun 2015 yaitu 7.3 juta ton. Produksi tersebut sebagian besar dipanen
dari pertanaman kebun rakyat seluas 269 000 ha.
Penanaman pisang dalam jumlah banyak dengan pola monokultur seperti di
kebun PTPN VIII menyebabkan timbulnya hama dan penyakit. Kerugian yang
ditimbulkan oleh serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) tersebut yaitu
penurunan hasil produksi secara kualitas maupun kuantitas. Menurunnya kualitas
dan kuantitas dapat menurunkan harga jual buah pisang. Tanaman pisang termasuk
tanaman yang peka terhadap adanya suatu serangan hama atau patogen.
Serangan hama yang biasa dijumpai yaitu penggerek bonggol (Cosmopolitus
sordidus), penggerek batang (Odoiparus longicolis), ngengat kudis pisang
(Nacoleia octasema), serta penggulung daun pisang (Erionota thrax) (Suhartanto
et al. 2012). Penyakit yang sering dijumpai pada tanaman pisang adalah layu
Fusarium (Fusarium oxysporum f.sp cubense), blood disease (Ralstonia
solanacearum), dan kerdil (Banana Bunchy Top) (Ploetz RC et al. 2003).
Untuk mencegah kerusakan tanaman akibat hama dan penyakit maka
diperlukan upaya pengendalian. Pengendalian dibedakan menjadi lima yaitu
pengendalian mekanis, fisik, kultur teknis, kimiawi, dan hayati. Pengendalian
secara mekanis dapat dilakukan dengan memusnahkan hama dan penyakit yang
menyerang tumbuhan tersebut. Pengendalian secara kultur teknis dengan cara
sanitasi kebun dan membersihkan pelepah. Pengendalian secara kimiawi biasanya
menggunakan pestisida dan dilakukan apabila hama dan penyakit tanaman sudah
melewati garis ambang ekonomi. Pengendalian secara hayati biasanya
menggunakan musuh alami (Suhartanto et al. 2012).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui hama dan penyakit, mengetahui kejadian


dan keparahan penyakit, serta budidaya dan cara pengendalian hama dan penyakit
tanaman pisang.
2
Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hama


dan penyakit pisang dan pengelolaannya, memberikan informasi mengenai
kelimpahan hama serta kejadian dan keparahan penyakit pisang yang berada pada
kebun PTPN VIII Parakansalak.
3
BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dimulai Oktober 2016 sampai Januari 2017. Penelitian dilakukan


di kebun pisang PTPN VIII Parakansalak, Kecamatan Parakansalak, Kabupaten
Sukabumi. Identifikasi hama dan penyakit dilakukan di Klinik Tanaman, dan
Laboratorium Nematologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor .

Metode Penelitian

Penentuan Petak Pengamatan


Pengambilan sampel di kebun PTPN VIII diambil dari tiga blok dari empat
blok yang ada di PTPN VIII. Pengambilan sampel dilakukan secara acak terstruktur
pada setiap blok tanaman pisang. Tiap-tiap blok diambil tiga varietas dari empat
varietas yang ada. Varietas yang diamati adalah Barangan, Cavendis, dan Mas
Kirana. Masing-masing vaietas diambil lima rumpun tanaman pisang (Gambar 1).
Satu rumpun tanaman pisang terdiri dari umur muda (0-4 bulan), sedang (5-8 bulan)
dan tua (9-12 bulan).

Gambar 1 Pola pengambilan sampel pada setiap blok

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan


dengan mengamati hama dan penyakit apa saja yang terdapat dalam satu tanaman
tersebut. Pengamatan meliputi jenis hama, tingkat serangan populasi hama, jenis
penyakit, intensitas dan kejadian penyakit serta pengambilan sampel tanah untuk
mengetahui keberadaan fitonematoda.

Perhitungan Kejadian dan Keparahan Penyakit


Pengamatan kejadian penyakit dilakukan terhadap tanaman-pisang pada
kebun PTPN VIII. Pengamatan kejadian penyakit layu Fusarium dapat dihitung
dengan rumus Cooke (2006):
𝑛
𝐾𝑃 = × 100%
𝑁
Keterangan :
KP : kejadian penyakit (%)
n : jumlah tanaman sakit
N : jumlah tanaman contoh
4
Keparahan Penyakit. Pengamatan penyakit bercak Sigatoka menggunakan
tabel nilai numerik 1 (Sastrahidayat 2011).

Tabel 1 Nilai numerik penyakit bercak Sigatoka pada tanaman pisang


Nilai Numerik Kriteria/keterangan
0 Tanaman sehat
1 >0 sampai < 10% bagian daun terserang
2 >10% sampai <20% bagian daun terserang
3 >20% sampai <40% bagian daun terserang
4 >40% sampai <60% bagian daun terserang
5 >60% sampai <100% dari bagian daun terserang

Keparahan penyakit bercak Sigatoka dapat dihitung berdasarkan gejala


dengan rumus Townsend dan Heuberger 1963 dalam Agrios 2005:
∑𝑘1=1 𝑛𝑖 × 𝑣𝑖
𝑆= × 100%
𝑁×𝑉
Keterangan:
S : keparahan penyakit (%)
ni : jumlah tanaman yang terserang
N : jumlah tanaman yang diamati
vi : nilai skor tanaman yang terserang
V : nilai skor tertinggi

Perhitungan Intensitas Serangan Hama


Pengamatan hama dilakukan dengan melihat jumlah populasi hama utama
yang berada pada tanaman sampel yang diamati serta menghitung persentase
tanaman yang terserang oleh hama dengan rumus:
𝑛
I = × 100%
𝑁
Keterangan:
I : intensitas serangan hama (%)
n : jumlah tanaman yang terserang
N : jumlah tanaman contoh

Ekstraksi Nematoda dari Sampel Tanah


Proses ekstraksi nematoda dari sampel tanah dilakukan dengan metode
Flotasi-sentrifugasi. Tanah dibersihkan dari sampah dan kotoran-kotoran lainnya
kemudian tanah ditakar sebanyak 100 ml. Setiap sampel tanah dimasukkan ke
dalam wadah berisi 800 ml air bersih, diaduk hingga merata kemudian didiamkan
selama 20 detik. Cairan dituangkan melalui saringan bertingkat (saringan 20, 50
dan 500 mesh). Hasil penyaringan dimasukan ke tabung sentifus. Suspensi
disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1700 rpm. Cairan dibuang secara
hati-hati hingga menyisakan endapan, kemudian endapan dicampur dengan air gula
40% dan diaduk. Suspensi disentifugasi selama 1 menit. Larutan gula berisi
nematoda disaring dan dicuci dengan saringan 500 mesh. Hasil saringan
dimasukkan ke botol koleksi untuk dilakukan pengamatan dan diidentifikasi.
5
Wawancara
Wawancara dilakukan kepada pihak pengelola PTPN VIII Parakansalak
dengan kuisioner terstruktur (Lampiran 1). Hasil kuisioner tersebut bertujuan untuk
mengetahui bagiamana cara budidaya di PTPN VIII Parakansalak, Sukabumi.

Identifikasi Hama dan Patogen


Tanaman yang bergejala penyakit diambil untuk diidentifikasi dengan
dibungkus koran dan plastik. Bagian yang diambil seperti helai daun, pelepah daun,
dan akar. Patogen yang terdeteksi diidentifikasi menggunakan pustaka Barnett dan
Hunter (1972), Malloch (1997), serta Barners dan Ervin (1997). Serangga yang
ditangkap kemudian dimasukkan ke botol berisi alkohol 70% untuk diidentifikasi.
Identifikasi hama menggunakan pustaka Chapman (1982), serta Borror dan White
(1970). Identifikasi fitonematoda menggunakan pustaka Mai dan Lyon (1975).

Analisis Data dan Rancangan Percobaan


Data jenis hama dan penyakit diolah menggunakan Microsoft Excel 2016.
Data keberadaan hama, tingkat serangan hama, kejadian penyakit dan keparahan
penyakit diolah menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) versi
9.13 portebel dan uji lanjut dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata α
= 0.5, dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF) dengan
3 blok ulangan. Faktor pertama merupakan jenis varietas dan faktor kedua
merupakan umur tanaman. Variabel yang digunakan adalah populasi hama dan
persentase tanaman terserang.
6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

PTPN VIII Parakansalak memiliki curah hujan rata-rata 507.667 mm3 dengan
hari hujan rata-rata 20 hari. Suhu rata-rata selama pengamatan adalah 22 oC.
Menurut Simmonds (1959), suhu ideal untuk tanaman pisang adalah 21 oC sampai
29 oC dengan curah hujan 101 mm per bulan atau sekitar 1270 mm3 per tahun.
Lahan tanaman pisang dibagi menjadi tiga blok. Blok pertama berada pada
areal Pakuwon (Lampiran 12) dengan luas lahan sekitar 15 ha, blok kedua berada
pada areal Cikareo (Lampiran 10) dengan luas lahan sekitar 41.04 ha, dan blok
ketiga berada pada areal Kalorama (Lampiran 11) dengan luas lahan sekitar 29.33
ha. Masing masing daerah ditanami dengan tiga jenis varietas pisang yaitu varietas
Barangan, Mas Kirana, dan Cavendis. Jumlah populasi pisang di Pakuwon
sebanyak 31 049 tanaman, Cikareo sebanyak 51 617 tanaman, dan Kalorama
sebanyak 34 517 tanaman. Lahan tersebut dahulunya merupakan lahan bekas
tanaman teh, pepaya dan kelapa sawit yang dialih fungsikan menjadi lahan tanaman
pisang (Gambar 3).

Pakuwon

Gambar 2 Peta lokasi kebun PTPN VIII Parakansalak

Gambar 3 Pertanaman pisang di kebun PTPN VIII Parakansalak


7
Sistem Budidaya Pisang

Tanaman pisang ditanam menggunakan dua pola tanam yaitu monocrop dan
intercrop. Tanaman yang ditanam secara intercrop adalah tanaman pisang dengan
tanaman teh. Varietas pisang yang digunakan adalah Barangan, Mas Kirana,
Cavendis, dan raja bulu. Bibit berasal dari pembibitan sendiri oleh PTPN VIII
(Gambar 4). Varietas Mas Kirana dan Cavendis dilakukan pembibitan dari tanaman
induk, sedangkan bibit varietas Barangan dan Raja Bulu merupakan bibit dari kultur
jaringan. Jarak tanam yang digunakan adalah 2 m x 2.5 m. Suhartanto et al. (2012)
menyatakan bahwa jarak tanam varietas ukuran kecil sekitar 2 x 2.5 m dan varietas
ukuran besar 3 m x 3 m. Varietas barangan Cavendis dan Raja Bulu seharusnya
memakai jarak tanam 3 x 3 m agar mengurangi serangan penyakit bercak Sigatoka
yang penularannya dapat melalui gesekan antar daun.
Pemupukan dilakukan pada awal pertanaman. Pupuk yang digunakan
merupakan pupuk kandang yang berasal dari kotoran kambing dan pupuk kimia
yaitu NPK 16-16-16, NPK 12-6-6-16, dan NPK 12-6-18. Dosis pupuk kandang
yang digunakan adalah 10 sampai 20 kg/ pohon diaplikasikan saat awal penanaman.
Simmonds (1959) menyatakan bahwa pupuk kandang yang digunakan sebanyak 8
sampai 10 kg bagi lubang tanam ukuran kecil dan 13 sampai 15 kg dengan ukuran
lubang tanam besar. Dosis untuk pupuk NPK 16-16-16 adalah 100 gr/pohon
diaplikasikan pada minggu pertama dan kedua setelah tanam. Dosis pupuk NPK
12-6-6-16 pada umur 4 bulan sekitar 150 gr/pohon dan umur 6 bulan sekitar 150
sampai 200 gr/pohon. Dosis pupuk NPK 12-6-18 diaplikasikan pada umur tanaman
8 bulan sekitar 250 gr/pohon dan pada umur tanaman 10 bulan sekitar 300 gr/pohon.
Tanaman yang diberi pupuk NPK 12-6-18 hanya jenis Cavendis, Raja Bulu, dan
Barangan saja.
Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dilakukan secara
mekanik dan kimia. Secara mekanik dilakukan dengan cara eradikasi yaitu
penebangan tanaman pisang yang terkena penyakit. Tanaman pisang yang ditebang
tidak langsung dimusnahkan, tandan pisang dibiarkan membusuk. Padahal kondisi
ini membiarkan sumber inokulum tetap ada dan memudahkan penyebaran suatu
patogen terhadap tanaman lainnya. Kondisi ini didukung dengan kondisi iklim
setempat dengan curah hujan tinggi. Sanitasi yang kurang tepat dan kondisi iklim
dapat menyebabkan kejadian dan keparahan penyakit semakin meningkat.

a b

Gambar 4 Bibit tanaman pisang (a) dan pembibitan pisang di PTPN VIII
Parakansalak dengan cara disungkup (b)
8
Pengendalian secara kimia menggunakan pestisida Agrimex 1.44 cc (Abamektin),
Dithane M-45 80 WP (Mankozeb), Suncord 50 EC (Sipermetin). Anvil 50 EC
(Heksakonazol), Folicur 25 WP (Tebuconazole), Bravo 500 SC (Sipermetrin),
Rudor 5 WP (Imidakloprid), Nativo 75 WG (Tebukonazole dan Trifloksistrobin),
dan Furadan 3 GR (Karbofuran). Aplikasi pestisida ini dilakukan satu minggu
sekali untuk patogen, sedangkan untuk hama aplikasi pestisida dilakukan satu kali
pada saat hama muncul. Dosis yang digunakan adalah 1sampai 2 gr/pohon dengan
aplikasi pada pagi hari. Pengendalian gulma dilakukan dengan menggunakan
herbisida dengan frekuensi penyemprotan 4 kali dalam setahun.

Hama pada Tanaman Pisang

Hama yang ditemukan menyerang tanaman pisang selama pengamatan di


kebun PTPN VIII Parakansalak yaitu Erionota thrax (L.) (Lepidoptera:
Hesperiidae), Nacoleia octasema (Meyr.) (Lepidoptera: Pyralidae), dan
Cosmopolites sordidus (Germ.) (Coleoptera: Curculionidae) (Gambar 5). Hama E.
thrax digolongkan sebagai hama utama karena memiliki luasan serangan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan C. sordidus dan N. octasema pada blok pengamatan di
kebun PTPN VIII Parakansalak. N. octasema dan C. sordidus juga menyerang
tanaman pisang akan tetapi tingkat serangan dan keberadaanya sangat jarang
ditemukan selama pengamatan serta hanya berada pada varietas Mas Kirana dan
Barangan .

a b c

Gambar 5 Hama yang ditemukan pada tanaman pisang di kebun PTPN VIII. Ulat
penggulung daun pisang Erionota thrax (a), Ulat kudis pisang Nacoleia
octasema (b), Kumbang pisang Cosmopolites sordidus (c)

E. thrax
E. thrax merupakan hama yang paling sering ditemukan keberadaannya dan
menjadi hama utama dengan tingkat serangan tertinggi dibandingkan hama lainnya.
Stadia yang merusak dari hama ini adalah stadia larva. Larva ini memiliki tubuh
berwarna putih yang sangat lembut dengan pembagian ruas yang samar dan bentuk
kepala seperti kapsul berwarna hitam, serta tubuh larva ditutupi oleh lilin halus (Hill
2009). Larva muda yang baru menetas memotong daun pisang secara miring mulai
dari bagian tepi daun lalu menggulung potongan tersebut (Kalshoven 1981). Satu
larva hidup dalam satu gulungan daun (Feakin 1971). Larva makan dari bagian
dalam gulungan tersebut, kemudian membentuk gulungan yang lebih besar sesuai
dengan perkembangan larva sampai instar akhir (Kalshoven 1981). Stadia larva
berlangsung selama 28 hari. Pupa berada di dalam gulungan daun, berwarna
kehijauan dan dilapisi lilin. Stadium prapupa lamanya adalah tiga hari, sedangkan
stadium pupa selama tujuh hari. Serangga berkepompong dalam gulungan daun
(Samoedi dan Indarto 1969 dalam Nurzaizi 1986). Panjang pupa lebih kurang 6 cm
9
dan mempunyai belalai (probosis). Serangga dewasa terbang pada malam hari dan
pagi hari. Serangga betina meletakkan telur pada malam hari pada bagian daun yang
tidak terserang. Telur diletakkan secara berkelompok dengan 25 butir per kelompok
(Gambar 6).
Gejala serangan hama ini berupa gulungan pada daun pisang menyerupai
batang dan apabila gulungan dibuka akan ditemukan larva di dalamnya (Gambar
7). Lama kelamaan gulungan daun akan menjadi layu (Feakin 1971). Serangan
berat E. thrax terjadi pada jenis pisang barangan blok kedua Parakansalak, karena
hampir seluruh daun pisang terdapat gulungan daun. Apabila serangan berat, daun
akan habis dan tinggal pelepah daun yang penuh dengan gulungan daun sehingga
dapat menurunkan produksi pisang.

a b c

Gambar 6 Telur Erionota thrax (a); Pupa Erionota thrax (b); Imago Erionota thrax
(Sumber:http://www.butterfliesofamerica.com/L/erionota_t_thrax.htm)
(c)

Gambar 7 Gejala serangan Erionota thrax

N. octasema
N. octasema merupakan ulat kudis pisang yang menyerang perkembangan
bunga dan kulit buah pisang. Stadia yang membahayakan adalah stadia larva. Larva
dari N. octasema ini menyerang perbungaan tanaman pisang saat berkembang.
Imago betina dapat bertelur sebanyak 80-120 telur. Telur hama ini diletakkan di
dalam tandan atau di dekat daun bendera sebelum adanya kerusakan pada tandan
buah. Telur menetas sekitar 4-6 hari, larva yang sudah keluar akan melangkah ke
bawah jantung pisang untuk makan. Lebih dari 70 ekor larva dapat ditemukan pada
satu jantung pisang. Larva ini memiliki 5 tahap instar dengan 12-21 hari untuk
menjadi imago (Hill 2009). Pupa diletakkan di bawah daun yang lebih tua di dekat
batang. Lama larva berpupa sekitar 10-12 hari untuk menjadi imago (Kalshoven
1981).
Serangan N. octasema menyebabkan perkembangan buah menjadi terlambat
dan menimbulkan terjadinya kudis pada kulit buah pisang (Gambar 8). Serangan
berat akan menurunkan kualitas buah dan buah menjadi abnormal. Serangga ini
10
juga dapat menjadi vektor penyakit layu bakteri (penyakit darah). Serangan
biasanya tidak meluas tetapi batang utama tandan akan mengalami rusak berat.
Tandan akan menjadi mudah patah, serta bagian dalam tandan akan berlubang.

Gambar 8 Gejala serangan N. Octasema

C. sordidus
C. sordidus merupakan penggerek bonggol pisang yang menyerang bagian
batang pisang. Stadia yang membahayakan adalah stadia larva. Larva kumbang
moncong menggerek dan membuat lorong-lorong pada bonggol pisang. Lorong-
lorong tersebut digunakan sebagai tempat menyelesaikan siklus hidup hama ini dari
mulai larva hingga menjadi pupa (Kalshoven 1981). Serangga dewasa aktif pada
malam hari dan bersembunyi di dalam dan di sekitar bonggol pisang atau di antara
pelepah batang semu pisang. Serangga dewasa dapat hidup 1-3 tahun, akan tetapi
produksi telur relatif sedikit yaitu 1-3 butir per minggu. Kebanyakan telur
diletakkan pada tanaman pisang terutama dekat pelepah dan dasar batang semu
kira-kira 5 cm di bawah permukaan tanah. Stadia telur berlangsung kira-kira satu
minggu, larva masuk ke dalam bonggol pisang dengan cara membuat terowongan
menuju bonggol pisang. Stadia larva berlangsung 14-21 hari. Masa pupa
berlangsung di dalam lubang gerekan berkisar 5-7 hari. Siklus hidup hama ini
selama 1-2 bulan dari telur hingga imago (Gold et al. 2002).
Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini adalah terdapatnya terowongan pada
bonggol pisang. Larva hama ini memakan ujung akar dan jaringan pengangkut.
Sebagian jaringan akan rusak mengakibatkan turunnya kemampuan pengambilan
air dan unsur hara sehingga daun pisang akan layu dan pelepah mudah patah.
Gerekan yang dibuat oleh larva merupakan tempat untuk masuknya patogen lain
seperti Fusarium, sehingga dapat menyebabkan kerusakan dan busuknya jaringan
bonggol pisang. Pada serangan berat, bonggol pisang dipenuhi lubang gerekan yang
kemudian menghitam dan membusuk. Kerusakan oleh hama ini mengakibatkan
tanaman mudah mati, lemahnya sistem perakaran, dan ukuran tandan berkurang
sehingga produksi menurun (Gold et al. 2002).

Pengaruh Varietas, Umur, dan Blok terhadap Populasi dan Serangan E.


thrax

Tingkat serangan E. thrax dipengaruhi oleh varietas dan umur tanaman.


Pengaruh perbedaan varietas terhadap populasi E. thrax dapat dilihat dari dua
variabel, yaitu jumlah populasi E. thrax yang menyerang tanaman pisang, dan
persentase tanaman yang terserang oleh E. thrax. Hasil dari analisis sidik ragam
11
menunjukkan varietas berpengaruh terhadap serangan E. thrax pada tanaman
pisang.
Jumlah populasi E. thrax pada varietas Barangan lebih tinggi dibandingkan
dengan varietas Cavendis dan Mas Kirana (Tabel 2). Terlihat dari tingkat persentase
tanaman terserang yang tinggi. Semakin banyak jumlah populasi dalam suatu
tanaman maka semakin tinggi tingkat kerusakan (Tabel 3). Varietas Barangan
memiliki lembaran daun pisang yang lebar berurat sejajar dan tegak lurus pada
pelepah daun. Urat daun ini tidak memiliki ikatan daun yang kuat ditepinya
sehingga daun mudah robek, hal ini membuat E. thrax lebih menyukai varietas
Barangan daripada Cavendis dan Mas Kirana. Serangan E. thrax tidak ditemukan
pada varietas Mas Kirana sejalan dengan Praharidini et al. (2010) yang menyatakan
bahwa varietas yang tahan terhadap serangan E. thrax adalah Mas Kirana. Hal ini
terlihat dari jumlah populasi dan tanaman yang terserang tidak ada sama sekali
terlihat adanya gejala atau hama tersebut pada varietas ini.
Berdasarkan umur tanaman jumlah populasi E. thrax pada umur muda lebih
sedikit dibandingkan umur tanaman sedang dan tua. Hal ini disebabkan hama E.
thrax lebih memilih tanaman yang sudah memiliki daun yang cukup lebar dan besar
untuk di gulung serta dimakan. Setiap individu E. thrax hanya dapat menggulung
bagian yang belum terserang sehingga hama ini membutuhkan daun yang sangat
lebar dan banyak untuk mempertahankan siklus hidupnya. Morfologi daun pada
varietas Barangan lebih lebar dan rimbun diduga menyebabkan hama ini lebih
menyukai varietas Barangan dibandingkan varietas Cavendis dan Mas Kirana.

Tabel 2 Keberadaan E. thrax pada tanaman pisang di Kebun PTPN VIII


Parakansalak
Varietas
Umur Mas Rata-rata
Barangan Cavendis
kirana
Muda 0.00 ± 0.00 0.33 ± 0.57 0±0 0.11 ± 0.19b
Sedang 24.00 ± 23.52 9.33 ± 8.14 0±0 11.11 ± 10.55a
Tua 12.33 ± 12.50 0.00 ± 0.00 0±0 4.11 ± 4.17ab
Rata-rata 12.11 ± 12.01A 3.22 ± 2.91B 0 ± 0B
a
Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dan angka pada baris yang
sama yang diikuti huruf besar yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata berdasarkan uji
selang berganda Duncan α= 5%

Tabel 3 Serangan E. thrax pada tanaman pisang di Kebun PTPN VIII Parakansalak
Varietas
Umur Mas Rata-rata
Barangan Cavendis
kirana
Muda 0.00 ± 0.00 6.67 ± 11.55 0±0 2.22 ± 3.85b
Sedang 53.33 ± 30.55 13.33 ± 11.55 0±0 22.22 ± 14.03a
Tua 46.67 ± 41.63 0.00 ± 0.00 0±0 15.56 ± 13.87ab
Rata-rata 33.33 ± 34.06A 6.67 ± 7.69B 0 ± 0B
a
Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dan angka pada baris yang
sama yang diikuti huruf besar yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata berdasarkan uji
selang berganda Duncan α= 5%
12
Pengaruh Varietas, Umur, dan Blok terhadap Populasi dan Serangan N.
octasema

Populasi N. octasema hanya ditemukan pada varietas Mas Kirana, dan tidak
ditemukan pada varietas Barangan dan Cavendis. Menurut Praharidini et al.
(2010), varietas Mas Kirana mudah terserang N. octasema walaupun
keberadaannya sangat sedikit dibanding yang lain. Berdasarkan data tersebut dapat
dilihat bahwa varietas dapat mempengaruhi keberadaan populasi N. octasema
(P=0.0592). Tidak terjadi interaksi secara signifikan antara varietas dan umur
tanaman yaitu P=0.1857. Hal ini terlihat dari jumlah populasi pada setiap umur
tanaman tidak berbeda nyata.
Umur tanaman sama sekali tidak mempengaruhi keberadaan N. octasema. Hal
ini ditunjukkan oleh data bahwa umur tanaman tidak berbeda nyata terhadap jumlah
populasi N. octasema (Tabel 4). Keberadaan hama ini pada setiap umur tanaman
pun hampir sama, dikarenakan hanya ditemukan pada umur sedang dan tua pada
varietas Mas Kirana. Pada umur sedang tanaman ini sudah termasuk kedalam fase
generatif yang memiliki bunga, sehingga hama ini sudah mulai menyerang tanaman
pada umur sedang. Serangga ini aktif pada malam hari untuk meletakkan telurnya
pada bagian jantung pisang yang sudah tumbuh, sehingga keberadaan hama ini pada
umur sedang dan tua tidak berbeda nyata.

Tabel 4 Keberadaan N. octasema pada tanaman pisang di Kebun PTPN VIII


Parakansalak
Varietas
Umur Rata-rata
Barangan Cavendis Mas kirana
Muda 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00a
Sedang 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.33 ± 0.57 0.11 ± 0.19a
Tua 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 1.33 ± 1.53 0.44 ± 0.51a
Rata-rata 0.00 ± 0.00B 0.00 ± 0.00B 0.56 ± 0.70A
a
Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dan angka pada baris yang
sama yang diikuti huruf besar yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata berdasarkan uji
selang berganda Duncan α= 5%

Tabel 5 Serangan Nacoleia octasema pada tanaman pisang di Kebun PTPN VIII
Parakansalak
Varietas
Umur Rata-rata
Barangan Cavendis Mas kirana
Muda 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 a
Sedang 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 6.67 ± 11.55 2.22 ± 3.85 a
Tua 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 20.00 ± 20.00 6.67 ± 6.67 a
Rata-rata 0.00 ± 0.00B 0.00 ± 0.00 B 8.89 ± 10.52 A
a
Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dan angka pada baris yang
sama yang diikuti huruf besar yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata berdasarkan uji
selang berganda Duncan α= 5%

Berdasarkan hasil dari sidik ragam, persentase tanaman terserang N. octasema


dipengaruhi oleh perbedaan varietas (P=0.0297). Serangan N. octasema pada
varietas Mas Kirana berbeda nyata dengan varietas Barangan dan Cavendis (Tabel
13
5). Kerusakan akibat serangan N. octasema pada varietas mas kirana lebih tinggi
dibandingkan kedua varietas lainnya.

Penyakit pada Tanaman Pisang

Penyakit yang ditemukan menyerang tanaman pisang selama pengamatan


adalah bercak Sigatoka yang disebabkan oleh Mycospherellla musicola, dan layu
Fusarium yang disebabkan oleh patogen Fusarium oxysporum f.sp. cubense.
Kejadian penyakit yang tinggi adalah bercak Sigatoka. Penyakit layu Fusarium pun
menyerang tanaman pisang hanya saja tingkat serangan yang tinggi hanya pada
varietas Mas Kirana saja.

Bercak Sigatoka
Bercak Sigatoka merupakan penyakit paling penting pada pisang. Bercak
yang ditemukan di lapangan adalah bercak Sigatoka kuning. Penyakit ini
disebabkan oleh cendawan Mycosphaerella fijiensis (Sigatoka hitam) dan
Mycosphaerella musicola (Sigatoka kuning). Mycosphaerella musicola biasanya
ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia. Sumber inokulum adalah konidia
(Gambar 9b) dan askospora. Di Indonesia sumber inokulum penyakit ini biasanya
berbentuk konidia. Konidia dapat disebarkan melalui angin dan percikan air dari
tanaman sakit. Sedangkan askospora terlibat dengan gerakan patogen yaitu dapat
menyebarkan penyakit dari jarak jauh melalui aliran udara (Stover 1971).
Askospora ini mengakibatkan pola khas infeksi pada ekstremitas daun. Ketika
konida adalah sumber inokulum dan lepas oleh air hujan sebagian air menetes ke
bawah helai daun (Jones 2000). Suhu optimal untuk perkecambahan konidia adalah
antara 25-29 oC dan untuk askospora 25-26 oC selama sekitar lima hari sebelum
menembus daun melalui stomata. Setelah masuk daun hifa akan berinvasi
membentuk vesikel dan hifa tumbuh melalui lapisan mesofil (Strover 1971).
Penyakit ini menyebabkan permukaan daun menjadi rusak dan mati sehingga
menggangu proses fotosintesa (pemasakan makanan di daun), akibatnya produksi
(kualitas dan kuantitas) menjadi menurun, buah masak sebelum waktunya, bahkan
pada serangan berat mengakibatkan kematian tanaman.
Gejala bercak Sigatoka kuning berupa bercak kecil berwarna kuning terang
sejajar dengan tulang daun. Bercak berwarna coklat tua dengan abu-abu terang di
tengahnya. Bercak yang berdekatan menyatu, kemudian bercak membesar
menyebabkan jaringan daun menjadi kering (Arseni dan Nugrahini 2016). Gejala
bercak Sigatoka hitam berupa bintik kecil berwarna coklat kemerah-merahan pada
bagian permukaan bawah daun. Bercak sejajar dengan tulang daun. Warna dari
garis di permukaan daun mejadi coklat tua sampai hitam. Pada serangan yang berat,
seluruh daun dapat menghitam dan menyebabkan tanaman meranggas (Stover dan
Buddenhagen 1986). Gejala awal yang terlihat di lapangan adalah lesio kecil pada
daun yang berwarna kuning kecoklatan atau kelabu muda yang muncul di kedua
sisi daun dengan tepi berwarna coklat tua dan dikelilingi oleh halo berwarna kuning
cerah (Gambar 9a). Bercak pada daun semakin meningkat dengan ditandai bercak
berwarna coklat gelap. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Reddy 2010
bahwa daun berwarna kuning kecoklatan atau kuning kehijauan yang muncul di
kedua sisi daun sejajar dengan vena daun.
14

a b

Gambar 9 Gejala bercak Sigatoka (a), Mikroskopis Mycosphaerella musicola


perbesaran (40 X 10) (b)

Layu Fusarium
Penyakit layu Fusarium disebabkan oleh Fusarium oxysporum f. sp. cubense
(Gambar 10d). F. oxysporum f. sp. cubense merupakan cendawan patogenik
tumbuhan dari spesies F. oxysporum Schl., genus Fusarium (Link ex Fr.) (Booth
1985) yang merupakan fase anamorf dan Gibberella sebagai fase telomorf. F.
oxysporum termasuk ke dalam subdivisi Deuteromycotina, kelas Hyphomycetes,
ordo Hyphales (Moniliales), genus Fusarium (Agrios 1996).
Gejala layu Fusarium yaitu pada daun-daun bagian bawah berwarna kuning
orange lalu menjadi cokelat dan mengering, tangkai daun patah di sekeliling batang
palsu (Gambar 10a).BGejala lain pada organ daun yaitu perubahan bentuk dan
ukuran ruas daun yang baru muncul lebih pendek (Gambar 10c). Kadang-kadang
lapisan luar batang terbelah dari permukaan tanah. Gejala yang paling khas adalah
gejala pada bagian dalam. Jika pengkal batang dibelah membujur, terlihat garis-
garis cokelat kehitaman menuju ke semua arah, dari batang (bonggol) ke atas
melalui jaringan pembuluh ke pangkal daun dan tangkai (Gambar 10b). Berkas
pembuluh akar biasanya nekrotik, sehingga seringkali akar tanaman sakit berwarna
hitam dan membusuk. Tergantung dari keadaan tanaman dan lingkungannya.
Gejala penyakit layu Fusarium dapat sangat bervariasi dan dapat mulai tampak pada
tanaman pisang yang berumur 5-10 bulan (Semangun 2007).

a b c d

Gambar 10 Gejala layu fusarium (a) pada batang palsu(b); daun (c); dan
Mikroskopis Fusarium oxysporum perbesaran (40 X 10) (d)

Kejadian dan Keparahan Penyakit Utama

Bercak Sigatoka
Penyakit bercak Sigatoka pada tanaman pisang di kebun PTPN VIII
Parakansalak terlihat sejak awal pengamatan. Kejadian penyakit pada setiap umur
15
tanaman sangat berbeda nyata. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa
umur tanaman memberikan pengaruh terhadap kejadian penyakit yang disebabkan
oleh patogen Mycosphaerella musicola (P=<0.0001). Varietas dan umur
memberikan pengaruh terhadap tingkat keparahan penyakit ini (P=<0.0001;
P=0.0010). Terjadi interaksi antar varietas dan umur dalam peningkatan keparahan
penyakit bercak (P=0.0254).
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui rata-rata kejadian penyakit antar umur
tanaman semakin meningkat. Kecenderungan peningkatan kejadian penyakit yang
disebabkan oleh M. musicola diduga karena semakin tua umur tanaman maka
jumlah daun pun semakin meningkat. Hal ini dapat menyebabkan semakin
meningkatnya tanaman yang terserang oleh patogen ini. Menurut Ploetz et al.
(2003), konidia dari patogen ini dapat berkecambah pada musim hujan yang
menyebabkan konidia dapat menyebar dari percikan air hujan ke daun lainnya yang
tidak terinfeksi. Kondisi cuaca pada daerah tersebut sering terjadi hujan sehingga
konidia dari patogen ini dapat dengan mudah menyebar ke lahan-lahan sekitarnya.
Selain itu, tingkat kejadian penyakit Sigatoka pada berbagai varietas tidak
berbeda nyata. Suhu dan kelembapan juga memengaruhi keberadaan penyakit ini.
Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan pertumbuhan patogen ini. Hasil
pengamatan ini pun menyatakan bahwa ketiga varietas ini tidak memengaruhi
kejadian penyakit bercak Sigatoka serta ketiga varietas ini pun termasuk ke dalam
varietas yang rentan terhadap penyakit ini.
Tingkat keparahan penyakit bercak Sigatoka pada varietas Barangan sangat
tinggi dan berbeda nyata dengan kedua varietas lainnya (Tabel 7). Hal ini
disebabkan oleh sanitasi pada varietas barangan yang kurang baik dan ukuran daun
lebih lebar sehingga daun antar tanaman saling menutupi dan menyebabkan kondisi
lingkungan menjadi lebih lembap. Patogen dapat dengan mudah menyebar ke
tanaman yang belum terserang.

Tabel 6 Kejadian penyakit bercak Sigatoka pada tanaman pisang di Kebun PTPN
VIII Parakansalak
Varietas
Umur Rata-rata
Barangan Cavendis Mas kirana
Muda 13.33 ± 11.55 40.00 ± 40.00 13.33 ± 11.55 22.22 ± 21.03c
Sedang 86.67 ± 11.55 60.00 ± 20.00 60.00 ± 34.64 68.89 ± 22.06a
Tua 100.00± 0.00 93.33 ± 11.55 100.00 ± 0.00 97.78 ± 3.85b
Rata-rata 66.67±7.66A 64.44 ±23.85A 57.78 ± 15.4A
a
Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dan angka pada baris yang
sama yang diikuti huruf besar yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata berdasarkan uji
selang berganda Duncan α= 5%

Menurut Ploetz et al. (2003), ada beberapa varietas yang rentan terhadap
serangan Sigatoka, salah satunya adalah varietas Cavendis. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa umur sedang dan tua tidak memberikan pengaruh terhadap
tingkat keparahan penyakit bercak pada daun pisang, sedangkan umur tanaman
muda memberikan pengaruh terhadap tingkat keparahan penyakit ini Hal ini
mengindikasikan bahwa akumulasi dari awal sejak tanaman berumur muda, akan
mempengaruhi keparahan penyakit pada tanaman tua.
16
Tabel 7 Keparahan penyakit bercak Sigatoka pada tanaman pisang di Kebun PTPN
VIII Parakansalak
Varietas Rata-rata
Umur
Barangan Cavendis Mas kirana
Muda 12.00 ± 10.58 5.67 ± 6.03 2.33 ± 2.08 6.67 ± 6.23b
Sedang 65.33 ± 6.11 10.00 ± 2.65 11.33 ± 9.29 28.89 ± 6.02a
Tua 55.00 ± 29.71 19.33 ± 6.43 19.00 ± 3.60 31.11 ± 13.25a
Rata-rata 44.11 ± 15.47A 11.67 ± 5.03B 10.89 ± 4.93B
a
Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dan angka pada baris yang
sama yang diikuti huruf besar yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata berdasarkan uji
selang berganda Duncan α= 5%

Layu Fusarium
Penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang di kebun PTPN VII
Parakansalak terlihat sejak awal pengamatan. Hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa varietas tanaman tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
kejadian penyakit yang disebabkan oleh patogen Fusarium oxysporum f.sp. cubense
(P= 0.0591). Varietas tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap
tingkat keparahan penyakit ini (P=<0.0666). Hal ini menyebabkan tidak adanya
interaksi antara varietas dan umur pada tingkat keparahan dan kejadian penyakit
(P=0.01844; P=0.01998).
Rata-rata kejadian penyakit antar umur tanaman semakin meningkat, tetapi
perbandingan ini tidak nyata (Tabel 8). Kejadian penyakit Fusarium dipengaruhi
oleh varietas tanaman. Varietas Barangan tidak terserang penyakit layu Fusarium
sehingga berbeda nyata dengan varietas Cavendis. Hal ini dipengaruhi oleh bibit
yang digunakan oleh PTPN VIII Parakansalak.Varietas Barangan menggunakan
bibit dari kultur jaringan yang bebas patogen ini, sedangkan varietas Cavendis dan
Mas Kirana menggunakan bibit yang didapatkan dari anakan pisang oleh PTPN
VIII Parakansalak yang berpeluang telah terinfeksi patogen ini. Menurut Reddy
(2010), penularan patogen ini melalui akar yang terserang oleh nematoda sehingga
patogen dapat masuk ke dalam jaringan tumbuhan. Patogen ini dapat menghambat
sistem vaskular dan menyebabkan layu.

Tabel 8 Kejadian penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang di kebun PTPN
VIII Parakansalak
Varietas
Umur Rata-rata
Barangan Cavendis Mas kirana
Muda 0±0 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00a
Sedang 0±0 20.00 ± 34.64 13.33 ± 11.55 11.11 ± 15.39a
Tua 0±0 46.67 ± 50.33 0.00 ± 0.00 15.56 ± 16.77a
Rata-rata 0 ± 0B 22.22 ± 28.32A 4.44 ± 3.85AB
a
Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dan angka pada baris yang
sama yang diikuti huruf besar yang sama menunjukan hasil berbeda nyata berdasarkan uji selang
berganda Duncan α= 5%
17
Keberadaan Fitonematoda
Hasil ekstraksi tanah dari berbagai varietas dan blok ditemukan fitonematoda
(Tabel 9). Hasil yang didapat dalam sampel tanah yang diekstrak adalah
Radopholus sp. dan Helicotylenchus sp. Hal ini sesuai dengan pendapat Luc et al.
(1995) menyatakan bahwa di daerah tropis tidak terdapat daerah perkebunan pisang
yang bebas dari Helicotylenchus sp., Pratylenchus sp., Meloidogyne sp., dan
Radopholus sp.
Radopholus sp. termasuk ke dalam Ordo Tylenchida, Subordo Tylenchina,
Superfamili Tylenchoidea, Famili Pratylenchidae, Subfamili Radopholinae
(Dropkin 1991). Menurut O’banon (1977), daerah infeksi R. similis pada tanaman
pisang sudah menyebar ke seluruh dunia, dan dilaporkan menyebabkan kehilangan
produktivitas pisang sebesar 12.5 ton per ha. R. similis merupakan spesies nematoda
endoparasit berpindah dan mampu menyelesaikan daur hidupnya di dalam jaringan
korteks akar (Luc et al. 1995). Nematoda ini disebut “nematoda penggugus”
sehubungan dengan aktivitas gerak dan kemampuannya merusak sel jaringan akar.
Baik larva maupun nematoda betina dewasanya menyerang akar. Nematoda betina
tinggal di dalam akar sampai sel-sel jaringan akar rusak berat (Dropkin 1991).
Nematoda jantan secara morfologi mengalami degenerasi (tidak mempunyai stilet)
dan mungkin tidak bersifat parasitik (Luc et al. 1995). Morfologi nematoda jantan
dan betina berbentuk memanjang (vermiform). Pada nematoda betina, bagian bibir
membulat (rounded), dicirikan dengan adanya striasi sebanyak tiga buah, dan
adanya lekukan (set off). Anulasi pada kutikula jelas, pada daerah lateral terdapat
empat incisures. Ekor konoid sampai tumpul dengan bagian ujung membulat. Stilet
kuat dengan basal knob yang berkembang baik. Median bulbus esofagus
subsperical, isthmus kurang lebih panjangnya sama dengan lebar tubuh (Gambar
11A).

Tabel 9 Keberadaan fitonematoda pada tanaman pisang di Kebun PTPN VII


Parakansalak
Varietas
Blok
Barangan Cavendis Mas kirana
1 Tidak ada Ada Ada
2 Tidak ada Ada Ada
3 Ada Ada Ada

Helicotylenchus disebut juga sebagai nematoda spiral karena memiliki


bentuk spiral setelah diberi perlakuan panas (kondisi mati), namun terkadang juga
berbentuk seperti huruf C (Luc et al. 2001). Helicotylenchus yang ditemukan
berasosiasi dengan akar pisang menunjukkan ciri morfologi berbentuk spiral pada
fase istirahat, bagian kepala berbentuk kerucut tumpul, stilet panjang dan kuat
dengan knob berbentuk bulat atau seperti mangkuk, ekor pendek dengan bagian
dorsal seperti kerucut, ujung ekor terdapat tonjolan, dan vulva terletak pada 70%
terhadap total panjang tubuh (Gambar 11B).
18

a b

Gambar 11 Nematoda Helicotylenchus sp. (a); dan Radopholus sp. (b) yang
ditemukan pada ekstrasi tanah tanaman pisang di PTPN VIII
Parakansalak

Keberadaan fitonematoda ini memengaruhi terjadinya serangan penyakit layu


Fusarium. Hal ini disebabkan karena terjadinya asosiasi antara fitonematoda
dengan penyakit layu Fusarium. Fitonematoda menyebabkan terjadinya pelukaan
pada akar pisang yang akan menjadi jalan masuknya layu Fusarium. Menurut
Newhall (1958) dan Loos (1959), fitonematoda menyebabkan luka yang merupakan
jalan masuk organisme lain, khususnya cendawan-cendawan yang berpenetrasi
hanya melalui luka. Menurut Sasser (1971 dalam Lisnawita 1998), serangan
fitonematoda dapat menyebabkan perubahan fisiologis pada jaringan tanaman
sehingga memudahkan penyerangan oleh patogen-patogen lainnya. Fitonematoda
banyak ditemukan pada tanaman pisang varietas Mas Kirana. Hal ini sebanding
dengan data tingkat kejadian layu Fusarium yang menyerang tanaman pisang ini,
karena semakin tinggi jumlah populasi fitonematoda maka semakin rentan tanaman
pisang terinfeksi penyakit layu Fusarium.
19
SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Hama tanaman pisang yang ditemukan di PTPN VIII Parakansalak yaitu


Erionota thrax (L.) (Lepidoptera: Hesperiidae), Nacoleia octasema (Meyr.)
(Lepidoptera: Pyralidae), dan Cosmopolites sordidus (Germ.) (Coleoptera:
Curculionidae). Populasi hama E. thrax paling banyak ditemukan pada varietas
Barangan pada umur sedang dan N. octasema paling banyak ditemukan pada
varietas Mas Kirana pada umur tua, varietas dan umur berpengaruh nyata terhadap
jumlah populasi dan serangan E. thrax. Penyakit yang ditemukan di PTPN VIII
Parakansalak yaitu bercak Sigatoka yang disebabkan oleh Mycospherellla fijiensis,
dan layu Fusarium yang disebabkan oleh patogen Fusarium oxysporum f.sp.
cubense. Kejadian dan keparahan penyakit bercak Sigatoka tertinggi pada saat umur
tanaman tua. Kejadian penyakit Fusarium dipengaruhi oleh varietas. Varietas yang
memiliki tingkat kejadian penyakit tertinggi ada pada varietas Cavendis.
Keberadaan fitonematoda dapat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit layu
fusarium. Hasil yang didapat dalam sampel tanah yang diekstrak adalah genus
fitonematoda Radopholus sp. dan Helicotylenchus sp..

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh


keberadaan musuh alami dari hama dan patogen yang menyerang pada tanaman
pisang di PTPN VIII Parakansalak terhadap tingkat serangan hama dan penyakit
pada tanaman pisang.
20

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Produksi Tanaman Pisang di Indonesia


[internet]. [diunduh 2017 Juni 4]. Tersedia: http://bps.go.id/site/resultTab.
Agrios GN. 1996. Plant Pathology 3rd ed. California (US): Academic Press Inc.
Agrios GN. 2005. Plant Pathology 3rd ed. California (US): Academic Press Inc.
Arseni I, Nugrahini T. 2016. Jamur Mycosphaerella musicola patogen bercak daun
pada pisang rutai (Musa borneensis).Ziraa’ah 41 (2): 285-289.
Barners, Ervin H. 1997. Atlas and Manual of Plant Pathology. New York (US):
Apleton Century Crofts.
Barnett HL, BB Hunter. 1972 Illustrated Genera of Inperfect Fungi. Minneapolis
(AS): Burgess Publ. Co.
Booth S. 1985. The Genus Fusarium. England. The Lavenham Press Ltd.
Bordelon C, Knudson Ed. 2008. Erionota t. thrax (Linnaeus, 1767) (Banana
Skipper) [internet]. [diunduh 2017 Juli 26]. Tersedia:
http://www.butterfliesofamerica.com/L/erionota_t_thrax.htm.
Borror DJ. White RE. 1970. A Field Guide to Insects: America North of Mexico.
New York (US): Houghton Mifflin Company.
Chapman RF. 1982. The Insect : Structur and Function. Third Edition. Masschusett
(UK): Harvard University press.
Cooke BM. 2006. Disease assessment and yield loss. Di dalam: Cooke BM, Jones
DG, Kaye B, editor. The Epidemiology of Plant Diseases. 2nd Ed.
Dordrecht (NL): Springer.
Dropkin VH. 1991. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Edisi ke-2. Supratoyo,
penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan
dari: Introduction to Plant Nematology
Feakin SD. 1971. Pest Control in Bananas Pans Manual No.1. London (UK).
England
Gold CS, Pinese B, Pena JE. 2002. Pest of Banana. In J.E. Pena, J.L. Sharp, and M.
Waysoki (Eds). Tropical Fruit Pest and Pollinator. London(UK):CABI
publishing.
Hill DS. 2009. Pest of Crops in Warmer Climates and Their Control. Linos (UK):
Springer.
Jones DR. 2000. Sigatoka In 'Diseases of Banana, Abacá and Enset'. Wallingford
(UK): CABI Publishing.
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Revised And Translated
by Van Der Laan PA, University of Amsterdam With The Assistance of
GHL Rothschild, CSIRO, Canberra. Jakarka (ID): P.T. Ichtiar Baru-Van
Hoeve.
Lisnawita. 1998. Analisis Potensi Sinergisme Radopholus similis Cobb. dan
Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp cubense (E. F. Smith) Snyd. & Hans.
dalam Perkembangan Layu Fusarium pada Pisang [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Loos CA. 1959. Symptom expression of fusarium wilt of the Gros Michel banana
in the presence of Radopolus similis (Cobb 183) Thome, 1949 and
21
Meloidogyne incognita acrita Chitwood 1949. Proc. Helminthol. Soc.
Wash., DC 26:103-111.
Luc M, Sikora RA, Bridge J. 1995. Nematoda Parasitik Tumbuhan di Pertanian
Subtropik dan Tropik. Supratoyo, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Terjemahan dari: Plant Parasitic Nematodes in
Subtropical and Tropical Agiculture.
Malloch D. 1997. Moulds Isolation, Cultivation, Identification, Mycology. Toronto
(CA): Departement of Botany, University of Toronto.
Mai WF, Lyon HH. 1975. Pictorial Key to Genera of Plant-Parasitic Nematodes.
Fourt Edition, Revised. Ney York (US): Cornell University Press.
Newhall AG. 1958. The incidence of Panama disease of banana in the presence of
the root knot and burrowing nematodes. Plant.Dis. Reprtr 42: 853-856.
Nurzaizi H. 1986. Pengamatan hama Nacoleia octasema Meyrick (Lepidoptera:
Pyralidae) dan Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperidae) pada
tanaman pisang di Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon Jawa Barat
[Laporan Praktek Lapang]. Bogor: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
O’Bannon JH. 1977. Worldwide dissemination of Radopholus similis and Its
importance in crop production 1. Journal of Nematology 9:1.
Ploetz RC, et al. 2003. Dieseases Of Tropical Fruit Crops. London (UK): CABI
Publishing.
Praharidini PER, Yuniarti, Krismawati A. 2010. Karakterisasi Varietas Unggul
Pisang Mas Kirana dan Agung Semeru di Kabupaten Lumajang. Bul.
Plasma Nutfah16 (2): 126-133
Reddy PP. 2010. Plant Protection in Horticulture volume 2. Jodhpur (IN):
Scientific Publishers
Sastrahidayat RI. 2011. Epidemiologi Teoritis Penyakit Tumbuhan. Malang (ID):
UB Press Universitas Brawijaya.
Semangun H. 2007. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.
Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Simmonds NW. 1959. Bananas. London (UK): Longmans Ltd.
Stover RH. 1971. Leaf spot of bananas caused by Mycosphaerella musicola: Role
of conidia in epidemiology. Phytopathology 60 : 856-860.
Stover RH, Buddenhagen IW. 1986. Banana breeding: polyploidy, disease
resistance and productivity. Fruits 41:176-191.
Suhartanto MR, Sobir, Harti H. 2012. Teknologi Sehat Budidaya Pisang: Dari
Benih Sampai Pasca Panen. Bogor (ID): Pusat Kajian Hortikultura Tropika,
LPPM-IPB.
Syifa F. 2014. Penggunaan giberelin dalam pembibitan tiga jenis pisang (Musa
paradisiaca L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
22
23

LAMPIRAN
24
25
Lampiran 1 Kuisioner wawancara pengelolaan tanaman dan organisme pengganggu
tanaman (OPT) pisang

KUISIONER WAWANCARA PENGELOLAAN TANAMAN


DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT)
PISANG DI KABUPATEN SUKABUMI

KABUPATEN : Sukabumi (Jabar) Pewawancara : Dwi Andini S


KECAMATAN :Parung Kuda Tgl. Wawancara :.8 Maret 2017
DESA : Parakansalak Tempat : [ ] Di Lahan
[V] Di Kantor
Waktu :10.00-11.00 WIB

BUDIDAYA
1. Varietas pisang yang digunakan: Barangan, Cavendis, Mas Kirana, Raja
Bulu
2. Asal bibit:
[v] membibitkan sendiri (varietas Mas Kirana dan Cavendis)
[v] membeli dari perusahaan pembibitan (Kultur jaringan: Varietas
Barangan dan Rajabulu)
[ ] diberikan oleh dinas atau instansi pemerintah
[ ] membeli dari petani
[ ] membeli dari kios petani
[ ] lainnya .......................
3. Jarak tanam pisang: 2 x 2.5 untuk monocrop; 2.5 x 5 intercrop
4. Pupuk kandang yang digunakan
a. Kotoran kambing 10-20 kg/pohon
b. Kotoran ayam............................kg
c. Pupuk kompos...........................kg
d. Lainnya......................................kg
5. Apakah menggunakan pupuk kimia?
[ ] tidak
[v] ya, jenis pupuk kimia yang digunakan NPK 16-16-16,
NPK 12-6-6-16, dan NPK 12-6-18
Berapa dosis:
NPK 16-16-16: 100 gr/pohon
NPK 12-6-6-16: 150-200 gr/pohon
NPK 12-6-18: 250-300 gr/pohon
26
6. Pemberian pupuk sintetik
Jenis pupuk Frekuensi/tanam Waktu pemupukan Dosis/ha
NPK 16-16-16 Minggu ke 1 dan Pagi hari 100 gr/pohon
2 setelah tanam
Umur tanaman 4 150 gr/pohon
bulan
NPK 12-6-6-16 Pagi hari
Umur tanaman 6 200 gr/pohon
bulan
Umur tanaman 8 250 gr/pohon
bulan
NPK 12-6-18 Pagi hari
Umur tanaman 1o 300 gr/pohon
bulan

7. Bagaimana pola tanam yang digunakan


[v] Satu macam secara terus menerus (setiap musim)
Alasannya..............................................................
[ ] Satu macam (rotasi tiap musim) (sebutkan tanaman)
Alasannya..............................................................
[v] Tumpangsari dengan teh
Alasannya..............................................................
8. Masalah yang sering dihadapi dalam usaha tani
[ ] Hama dan Penyakit
[ ] Modal
[v] Cuaca (Kabut)
[ ] Lainnya:...............................................................
9. Dari serangan hama atau penyakit tersebut, kira-kira bera kehilangan hasil
panen:........%
[v]<20% [ ] 20-4-% [ ]> 40-60% [ ]> 60-80% [ ]>80% [ ]lainnya

PENGENDALIAN OPT
10. Bagaimana cara pengendalian hama dan penyakit:
[v] secara mekanik, dengan .........................
[ ] secara fisik, dengan ............................
[ ] secara hayati, dengan.......................
[v] secara kimia
a. Jenis pestisida: Agrimex 1.44 cc, Dithane M-45 80 WP, Suncord
50 EC, Anvil 50 EC, Folicur 25 WP, Bravo 500 SC, Rudor 5
WP, Nativo 75 WG, dan Furadan 3 GR
b. Dosis 1-2 gr/pohon
c. Waktu aplikasi: pagi hari
d. Frekuensi aplikasi: hama, 1 kali saja kalau sudah ada serangan
Penyakit: bercak Sigatoka 1 minggu sekali
11. Mengapa menggunakan pestisida untuk pengendalian
[ ] Efektif terhadap serangan hama dan penyakit
[ ] Mudah didapatkan
[v] Praktis dalam aplikasi
[v] Harga murah
27
[ ] Saran dari orang lain
[ ] Lainnya.......................
12. Apakah bapa menggendalikan gulma?
[v] ya [ ] tidak
13. Bagaimana cara mengendalikan gulma
[v] mencabut dengan tangan
[v] menggunakan herbisida ( satu kali setahun)
[v] menggunakan alat pemotong
[ ] lainnya...............................

SIKAP PETANI
14. Jika menggunakan pestisida kapan diputuskan untuk melakukan
penyemprotan
[ ] saat menyemprot telah tiba
[ ] serangan hama/penyakit tingkat membahayakan
[v] adanya gejala pada tanaman
[ ] saat cuaca kurang baik
[ ] lainnya..................................
15. Apakah yang dilakukan jika hama dan penyakit tidak dapat dikendalikan
[ ] dibiarkan saja
[ ] penyemprotan lagi dengan konsentrasi sama
[ ] meningkatkan konsentrasi
[ ] mengganti dengan pestisida baru
[v] Lainnya: dimusnahkan

ANALISIS USAHA TANI


16. Di atas telah disebutkan bahwa luasan lahan pisang 98.8 ha.
17. Berapa banyak hasil panen buah pisang (kg)?
Barangan 10 kg/pohon
Mas Kirana 5 kg/pohon
Raja Bulu 11 kg/pohon
Cavendis 13 kg/pohon
28
Lampiran 2 Hasil ANOVA terhadap populasi E. thrax di Kebun PTPN VIII
Parakansalak
Source DF ANOVA SS Mean square F Value Pr > F
varietas 2 708.22 354.11 4.57 0.0270
umur 2 558 279 3.60 0.0513
blok 2 310.89 155.44 2.00 0.1672
varietas*umur 4 474.44 118.61 1.53 0.2410
a
uji selang berganda Duncan α= 5%

Lampiran 3 Hasil ANOVA terhadap persentase serangan E. thrax di Kebun PTPN


VIII Parakansalak

Source DF ANOVA SS Mean square F Value Pr > F


Varietas 2 5600 2800 9.51 0.0019
Umur 2 1866.67 933.33 3.17 0.0692
Blok 2 1155.56 577.78 1.96 0.1729
varietas*umur 4 3466.67 866.67 2.94 0.0533
a
uji selang berganda Duncan α= 5%

Lampiran 4 Hasil ANOVA terhadap populasi N. octasema di Kebun PTPN VIII


Parakansalak
Source DF ANOVA SS Mean square F Value Pr > F
Varietas 2 1.85 0.926 3.39 0.0592
Umur 2 0.96 0.48 1.76 0.2033
Blok 2 0.96 0.48 1.76 0.2033
varietas*umur 4 1.93 0.48 1.76 0.1857
a
uji selang berganda Duncan α= 5%

Lampiran 5 Hasil ANOVA terhadap persentase serangan N. octasema di Kebun


PTPN VIII Parakansalak
Source DF ANOVA SS Mean square F Value Pr > F
varietas 2 474.07 237.04 4.41 0.0297
umur 2 207.41 103.7 1.93 0.1773
blok 2 207.41 103.7 1.93 0.1773
varietas*umur 4 414.81 103.7 1.93 0.1543
a
uji selang berganda Duncan α= 5%
29
Lampiran 6 Hasil ANOVA terhadap kejadian penyakit bercak Sigatoka di Kebun
PTPN VIII Parakansalak

Source DF ANOVA SS Mean square F Value Pr > F


Varietas 2 385.18 192.59 0.52 0.6042
Umur 2 26162.97 13081.48 35.32 < 0.0001
blok 2 1540.74 770.37 2.08 0.1574
varietas*umur 4 2548.15 637.04 1.72 0.1948
a
uji selang berganda Duncan α= 5%

Lampiran 7 Hasil ANOVA terhadap keparahan penyakit bercak Sigatoka di Kebun


PTPN VIII Parakansalak
Source DF ANOVA SS Mean square F Value Pr > F
varietas 2 6470.89 3235.44 21.63 < 0.0001
umur 2 3288.89 1644.44 10.99 0.0010
blok 2 48.22 24.11 0.16 0.8525
varietas*umur 4 2221.56 555.39 3.71 0.0254
a
uji selang berganda Duncan α= 5%

Lampiran 8 Hasil ANOVA terhadap kejadian penyakit layu Fusarium di Kebun


PTPN VIII Parakansalak
Source DF ANOVA SS Mean square F Value Pr > F
Varietas 2 2488.89 1244.44 3.39 0.0591
Umur 2 1155.56 577.78 1.58 0.2373
Blok 2 1866.67 933.333 2.55 0.1097
varietas*umur 4 2488.89 622.22 1.70 0.1998
a
uji selang berganda Duncan α= 5%
30
31
Lampiran 9 Peta Lokasi Kebun PTPN VIII Parakansalak
32
33
Lampiran 10 Peta Par I Cikareo
34
35
Lampiran 11 Peta Par II Kalorama
36
37
Lampiran 12 Peta Areal Pakuwon
38
39
Lampiran 13 Data Analisis Usaha Tani PTPN VIII Parakansalak
40
41
Lampiran 14 Populasi Tanaman Pisang per Blok
42
43
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 08 Februari 1995


sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Supriatna dan Ibu
Surtiyanah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAN
4 Bogor pada tahun 2013 dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur SBMPTN.
Selama masa perkuliahan, penulis mengikuti berbagai kegiatan ekstra kampus
sebagai ketua klub asrama Gravity TPB IPB (2013), Staf Divisi Keprofesian
Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (Himasita) (2014 – 2015), Bendahara
Entomology Club Proteksi Tanaman (2014-2015), Ketua Entomology Club
Proteksi Tanaman (2016-2017).
Penulis juga berkesempatan menjadi asisten Praktikum mata kuliah Ilmu
Penyakit Tumbuhan Dasar (IPTD) (2017). Selain mengikuti kegiatan kampus,
penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan beberapa kegiatan yaitu: National Plant
Protection Event (NPV) (2014 & 2015), Pekan Olahraga dan Seni Proteksi
Tanaman (PORSSITA) (2014), Masa Perkenalan Depatemen (MPD): Poepa
(2015), Turun Lapang Proteksi Tanaman (2015), Pelepasan Wisuda Departemen
Proteksi Tanaman (2015).

Anda mungkin juga menyukai