ERIKSON BUTARBUTAR
Erikson Butarbutar
NIM A34120003
ABSTRAK
ABSTRACT
ERIKSON BUTARBUTAR
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih
karunia dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini
yang berjudul “Identifikasi Nematoda Parasit pada Beberapa Spesies Gulma yang
Berpotensi Sebagai Inang Alternatif”. Penelitian telah dilaksanakan di Kebun
Percobaan Pasir Sarongge, Desa Ciputri, Kabupaten Cipanas dan Laboratorium
Nematologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai
Oktober 2016.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Abdul Munif, MScAgr
selaku dosen pembimbing skripsi dan Ir Djoko Prijono, MAgrSc yang telah
banyak memberikan penjelasan, pengarahan, perbaikan dan motivasi dalam
penyelesaian tugas akhir ini dan juga kepada Prof Dr Ir Meity S. Sinaga, MSc
selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan dukungan
kepada penulis selama masa perkuliahan di Departemen Proteksi Tanaman.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Ayahanda Elbin Butarbutar,
Ibunda Ratna Samosir, dan kakak tercinta Ernita Butarbutar, S.Pd. keluarga kecil
yang selalu memberikan cinta, semangat dan motivasi kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Mea Fitri
Kartika Sari Silaban yang selalu memberikan motivasi, canda dan dukungan
penuh cinta dan kasih sayang, keluarga besar diaspora PMK IPB, teman-teman
PTN 49, keluarga besar IKANMASS IPB, Entomology Club Proteksi Tanaman,
panitia Natal CIVA PMK-Kemaki 2015, keluarga Laboratorium Nematologi
Tumbuhan (Tipa, Azizi, Salim, Elvina, Kiki, Mila, Ainun, Mely, Ilmi, Yuli,
Agung, Kak Dinul, Bu Cici, Mas Pandu, Kak Daus, Bu Didit, Pak Slamet, Kak
Nela) yang senantiasa memberikan bantuan, canda, cinta dan semangat kepada
penulis serta kepada penanggungjawab Laboratorium Nematologi Ibu
Fitrianingrum Kurniawati, SP MSi.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir
ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk mendukung penulis dalam menyempurnakan karya tulis ini.
Penulis berharap hasil penulisan tugas akhir ini dapat bermanfaat sebagai
informasi kepada petani dan juga pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang
hama dan penyakit tumbuhan.
Erikson Butarbutar
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
BAHAN DAN METODE 3
Waktu dan Tempat Penelitian 3
Alat 3
Bahan 3
Metode Penelitian 3
Survei 3
Pengambilan Sampel Tanah dan Gulma 3
Ekstraksi Nematoda dari Tanah 4
Ekstraksi Nematoda dari Akar 4
Penghitungan Nematoda 5
Pembuatan Preparat Nematoda Semipermanen 5
Identifikasi Nematoda Berdasarkan Morfologi 5
Identifikasi Meloidogyne Berdasarkan Pola Perineal 5
Pewarnaan Nematoda pada Jaringan Akar Tanaman 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Keadaan Umum Kabupaten Cianjur 7
Keadaan Umum Kebun Percobaan Pasir Sarongge 7
Gejala Penyakit dan Distribusi Gulma yang Terinfeksi Nematoda Parasit 7
Gejala Penyakit 7
Distribusi Gulma 9
Fitonematoda Hasil Ekstraksi yang Ditemukan 10
Nematoda pada Sampel Tanah 10
Nematoda pada Sampel Akar 11
Meloidogyne 13
Pratylenchus 14
Helicotylenchus 15
Rotylenchulus 16
Hoplolaimus 17
Scutellonema 17
Tylenchulus 18
Nematoda Non-Parasit 19
Siklus Hidup Nematoda Puru Akar Meloidogyne Hasil Pewarnaan Akar 20
Spesies Meloidogyne Berdasarkan Identifikasi Pola Perineal 21
KESIMPULAN DAN SARAN 23
Kesimpulan 23
Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
RIWAYAT HIDUP 31
xix
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu bor tanah, kantung plastik, botol
film, kotak penyimpanan tanah, saringan kasar, saringan nematoda bertingkat (20,
50, 400 dan 500 mesh), tabung sentrifus, sentrifus, mikroskop stereo, mikroskop
majemuk dan kamera digital.
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu sampel tanah di sekitar gulma yang terinfestasi
nematoda, perakaran gulma yang memiliki gejala puru (gall), akuades, laktofenol
0.03%, larutan gula 40%, FAA, cincin parafin, NaOCl dan larutan Phloxine B.
Metode Penelitian
Survei
Survei dilakukan di kebun percobaan IPB Pasir Sarongge, Desa Ciputri,
Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Pengambilan sampel gulma dilakukan di
beberapa lahan budidaya yaitu tomat, seledri, wortel dan pembibitan wortel.
Gulma yang digunakan sebagai sampel adalah gulma yang menunjukkan gejala
puru (gall) pada akar.
Survei dilakukan sebagai pendataan untuk mendapatkan informasi awal
mengenai lokasi lahan, luas lahan, ketinggian lokasi, sejarah tanaman, produksi
lahan, teknik olah tanam dan budidaya tanaman, jenis tanah, sebaran gulma dan
keberadaan gulma yang menunjukkan gejala puru (gall) pada akar. Hasil survei
diharapkan dapat menjadi informasi dasar mengenai kondisi wilayah serta
keberadaan gejala penyakit di lokasi penelitian.
adanya gejala puru (gall). Sampel yang digunakan sebanyak lima gulma untuk
masing-masing spesies dikomposit dari keempat lahan pengamatan.
Sampel tanah diambil sebanyak 100 gram dengan menggunakan bor tanah
pada kedalaman 10 cm. Sampel tanah diambil pada jarak 20 cm dari gulma yang
menunjukkan gejala. Sampel tanah dimasukkan ke dalam kantung plastik dan
disimpan ke dalam kotak penyimpanan. Penyimpanan sampel diharapkan dapat
menghindari terjadinya benturan terhadap sampel sehingga tidak terjadi
pemadatan tanah yang dapat menyebabkan kematian nematoda. Sampel akar
disimpan dalam keadaan lembap pada kantung plastik yang dilapisi koran. Sampel
tersebut kemudian disimpan dalam kotak berpendingin secara terpisah untuk
menjaga kestabilan suhu.
Penghitungan Nematoda
Suspensi nematoda diletakkan pada cawan sirakus, kemudian jumlah
nematodanya dihitung di bawah mikroskop stereo dengan perbesaran 40x.
Nematoda yang dihitung adalah yang bersifat parasit. Jumlah sampel diambil 1 ml
tiap perhitungan dan dilakukan lima kali ulangan. Data yang diperoleh merupakan
hasil penghitungan jumlah nematoda per 5 gram akar gulma dan jumlah nematoda
per 100 gram tanah.
Kabupaten Cianjur secara geografi terletak pada koordinat 106o 42’ – 107o
25’ BT dan 6o 21’ – 7o 25’ LS dengan luas wilayah 361.434.98 hektar. Kabupaten
Cianjur berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta di
sebelah utara, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut di sebelah timur,
Samudera Hindia di sebelah selatan serta Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten
Bogor di sebelah barat. Ketinggian wilayah Kabupaten Cianjur berkisar dari 7
hingga 2 962 m dpl. Wilayah dengan letak tertinggi yaitu Kecamatan Cipanas dan
Pacet dengan ketinggian berkisar dari 1 080 hingga 2 962 m dpl.
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu sentra pertanian di provinsi Jawa
Barat. Luas lahan pertanian pada tahun 2013 mencapai 350 148 hektar yang
terdiri atas 65 909 hektar lahan sawah dan 284 329 hektar lahan bukan sawah.
Wilayah Cianjur Selatan (Kecamatan Kadupandak, Pagelaran, Agrabinta dan
Cibeber) didominasi oleh lahan sawah. Wilayah Cianjur Utara (kawasan Puncak,
Kecamatan Pacet dan Cipanas) didominasi oleh lahan tanaman hortikultura.
Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kemiringan dan ketinggian wilayah.
Wilayah Cianjur Selatan terletak pada ketinggian 7 hingga 1 250 m dpl sedangkan
wilayah Cianjur Utara terletak pada ketinggian 1 080 hingga 2 962 m dpl (BPS
2015).
Gejala Penyakit
Asosiasi nematoda dengan tanaman dapat memengaruhi proses fotosintesis,
transpirasi, dan status hara tanaman (Melakeberhan et al. 1987). Serangan pada
gulma menunjukkan pengaruh yang sama seperti pada tanaman budidaya
umumnya yang terinfestasi oleh nematoda parasit. Infestasi nematoda pada gulma
mengakibatkan munculnya gejala primer dan sekunder. Gejala primer yang timbul
pada akar gulma berupa puru akar (root knot). Hasil pengamatan di lahan
8
menunjukkan gejala dominan pada gulma yaitu adanya puru akar yang disebabkan
oleh nematoda puru akar Meloidogyne spp. (Gambar 2a). Dominasi gejala puru
pada gulma memiliki korelasi dengan populasi nematoda puru akar yang lebih
tinggi di antara seluruh genus nematoda parasit yang ditemukan. Tipe puru yang
muncul berbentuk bulat dan berukuran kecil. Gejala ini memiliki kesamaan
dengan gejala yang terdapat pada tanaman wortel di Desa Ciputri (Trianada
2015). Gejala sekunder di atas permukaan yang terlihat yaitu daun menguning dan
layu (Dropkin 1991). Gambar 2b menunjukkan daun gulma menguning dan layu.
Gejala sekunder yang terlihat disebabkan oleh Meloidogyne spp. dan nematoda
parasit lainnya.
a b c d
a
e f g h
Gambar 2 Gejala yang ditemukan pada gulma babadotan. a) Puru akar (root knot)
pada A. conyzoides, b) daun menguning dan layu, c) puru akar pada A.
haustonianum, d) puru akar pada P. orelacea, e) puru akar pada E.
indica, f) puru akar pada A. spinosus, g) puru akar pada B. alata, h)
puru akar pada B. laevis.
Gulma yang terinfeksi oleh nematoda puru akar (NPA) ditemukan pada
keempat lahan tanaman budidaya yang diamati. Gulma yang ditemukan
berasosiasi dengan NPA adalah Ageratum conyzoides, Ageratum haustonianum,
Portulaca orelacea, Eleusine indica, Amaranthus spinosus, Borreria laevis, dan
Borreria alata (Gambar 3). Gejala puru akar yang diamati pada ketujuh spesies
gulma yang berasosiasi dengan nematoda parasit berukuran kecil. Ukuran puru
yang timbul pada akar dipengaruhi oleh umur gulma dan lama asosiasi gulma
dengan nematoda parasit yang berkisar 3 minggu. Waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan satu siklus hidup dari larva stadia dua ke generasi selanjutnya
berkisar dari 6 hingga 8 minggu (Singh 2009).
9
a b c d
e f g
a
Gambar 3 Spesies gulma yang berasosiasi dengan nematoda parasit tanaman. a)
A. conyzoides, b) A. haustonianum, c) P. orelacea, d) E. indica, e) A.
spinosus, f) B. alata. g) B. laevis.
Distribusi Gulma
Keragaman gulma yang berasosiasi dengan NPA tertinggi ditemukan pada
lahan seledri. Gulma yang ditemukan berasosiasi dengan NPA pada lahan seledri
yaitu Ageratum conyzoides, Portulaca orelacea, Eleusine indica, Amaranthus
spinosus, dan Borreria alata. Keragaman gulma yang paling rendah terdapat pada
lahan wortel. Gulma yang ditemukan berasosiasi dengan NPA pada lahan wortel
yaitu Ageratum conyzoides, Borreria alata, dan Borreria laevis (Tabel 1).
Tabel 1 Distribusi gulma yang terinfeksi nematoda parasit pada lahan tomat,
seledri, wortel, dan pembibitan wortel di kebun percobaan Pasir
Sarongge
Lahan Gulma yang terinfeksi nematoda parasit
Tomat A. conyzoides, A. haustonianum, P. orelacea, A. spinosus,
Seledri A. conyzoides, P. orelacea, A. spinosus, E. indica, B. alata
Wortel A. conyzoides, B. alata, B. laevis
Pembibitan wortel A. conyzoides, A. haustonianum, P. orelacea, B. laevis
mendukung (Sembodo 2010). Menurut Siahaan et al. (2014) kedalaman seed bank
memengaruhi jumlah gulma yang tumbuh. Seed bank gulma A. conyzoides yang
berasal dari kedalaman 0-5 cm menunjukkan tingkat perkembangan yang tinggi
menjadi individu gulma.
Penyebaran dan dominasi gulma di suatu areal pertanian dipengaruhi oleh
kegiatan budidaya pertanian yang dilakukan di lahan pengamatan. Aktivitas
budidaya seperti olah tanah yang dilakukan oleh petani membantu mengangkat
biji gulma ke atas permukaan tanah. Menurut Fadhly dan Tabri (2008)
perkecambahan gulma meningkat dengan terangkatnya biji gulma ke atas
permukaan tanah dan kelembapan yang sesuai. Lahan wortel menunjukkan
kondisi dengan sebaran gulma yang rendah (Gambar 4). Hal ini dipengaruhi oleh
intensitas penyiangan yang dilakukan oleh petani dalam periode 2 minggu.
Perbedaan yang kontras terlihat pada lahan tomat, seledri, dan pembibitan wortel
dengan sebaran gulma lebih merata di permukaan lahan (Gambar 4). Penyebaran
gulma yang merata disebabkan oleh intensitas penyiangan yang dilakukan oleh
petani dalam periode 1 bulan.
a b
c d
Tabel 2 Jumlah nematoda per 100 gram sampel tanah pada gulma di lahan tomat,
seledri, wortel, dan pembibitan wortel dengan metode flotasi-sentrifugasi
dan modifikasi corong Baermann
Jumlah nematoda
Metode flotasi-sentrifugasia Metode corong Baermanna
Nematoda
Lahan Lahan
a
T S W PW T S W PW
Meloidogyne 52 65 43 22 45 48 32 26
Helicotylenchus 16 8 13 6 5 6 6 7
Pratylenchus 4 3 2 2 1 2 1 0
Rotylenchulus 11 13 16 11 14 4 10 5
Hoplolaimus 4 15 8 13 8 9 5 9
Criconemoides 7 1 5 3 1 0 1 0
Scutellonema 2 0 0 1 0 0 0 0
a
T = tomat, S = seledri, W = wortel, PW = pembibitan wortel
Gambar 5 Jumlah nematoda dalam 5 gram akar pada beberapa spesies gulma di
lahan tomat, seledri, wortel, dan pembibitan wortel yang ada di kebun
percobaan Pasir Sarongge.
Genus Tylenchulus menunjukkan jumlah rata-rata paling rendah di antara
ketujuh genus nematoda parasit yang ditemukan pada sampel akar gulma (Gambar
5). Penyebaran Tylenchulus terbatas dan bergantung pada keberadaan inang
utama. Menurut Dropkin (1991) terdapat beberapa ras Tylenchulus dengan kisaran
inang berbeda dan satu di antaranya hanya dapat berbiak pada rumput. Niko et al.
(2002) melaporkan penyebaran Tylenchulus yang sangat terbatas di daerah
Spanyol bagian selatan. Faktor lain yang memengaruhi kepadatan populasi
Tylenchulus yaitu temperatur. Temperatur udara di kebun percobaan berkisar 15
hingga 25 oC. Rahman et al. (2008) melaporkan penurunan kepadatan populasi
Tylenchulus di New South Wales pada musim dingin.
Ektraksi sampel akar dilakukan dengan mencampur akar beberapa gulma
dalam satu spesies yang sama secara komposit dari keempat lahan pengamatan.
Pencampuran sampel akar ini diharapkan dapat memberikan informasi
penyebaran dan asosiasi spesies gulma dengan nematoda parasit secara spesifik.
A. conyzoides, A. spinosus, dan B. laevis menunjukkan tingkat asosiasi yang
13
Meloidogyne
Meloidogyne disebut nematoda puru akar (root knot nematode) karena
menimbulkan gejala puru atau bengkak pada tanaman inang yang diserang
(Mulyadi 2009). Menurut Dropkin (1991) nematoda betina dewasa memiliki
bentuk khas menyerupai botol, leher pendek, dan tidak memiliki ekor. Nematoda
jantan dewasa berbentuk silindris memanjang (vermiform) dan bergerak lambat di
dalam tanah.
b c
Pratylenchus
Pratylenchus disebut sebagai nematoda luka akar (root-lesion nematodes).
Serangan pada tanaman inang menimbulkan luka berwarna kuning yang akan
berubah menjadi cokelat dan pembusukan akar lateral (Mulyadi 2009). Gejala
serangan Pratylenchus tidak terlihat pada akar gulma. Hal ini disebabkan karena
kerusakan tanaman di dalam jaringan relatif sulit untuk diamati dan kelimpahan
populasi Pratylenchus yang rendah. Pratylenchus yang ditemukan berasosiasi
dengan gulma menunjukkan ciri morfologi yang khas pada bagian ujung anterior
kepala (bibir) yang mendatar, stilet pendek dan kuat dengan basal knob yang jelas
(Gambar 7).
b c
Helicotylenchus
Helicotylenchus disebut juga sebagai nematoda spiral karena memiliki
bentuk spiral setelah diberi perlakuan panas (kondisi mati), namun terkadang juga
berbentuk seperti huruf C (Luc et al. 2001). Helicotylenchus yang ditemukan
berasosiasi dengan akar gulma menunjukkan ciri morfologi berbentuk spiral pada
fase istirahat, bagian kepala berbentuk kerucut tumpul, stilet panjang dan kuat
dengan knob berbentuk bulat atau seperti mangkuk, ekor pendek dengan bagian
dorsal seperti kerucut, ujung ekor terdapat tonjolan, dan vulva terletak pada 70%
terhadap total panjang tubuh (Gambar 8).
b c
Rotylenchulus
Rotylenchulus disebut juga nematoda reniform karena bentuk betina yang
menyerupai ginjal dan bersifat semiendoparasit menetap (Dropkin 1991).
Rotylenchulus yang ditemukan berasosiasi dengan akar gulma merupakan larva
stadia dua. Larva stadia dua Rotylenchulus yang ditemukan memiliki bentuk
melengkung ke arah ventral seperti huruf C pada saat istirahat. Bentuk kepala
berbentuk kerucut dengan ujung yang membulat dan tidak ada batasan lekukan
antara kepala dengan tubuh posterior (not set off). Rotylenchulus memiliki stilet
tipe stomato stylet yang berukuran pendek dengan basal knob membulat. Bagian
posterior menunjukkan ekor yang meruncing agak membulat (Gambar 9).
b c
Gambar 9 Morfologi Rotylenchulus juvenil. a) Bentuk tubuh keseluruhan, b)
bagian tubuh anterior, c) bagian tubuh posterior.
Menurut Dropkin (1991) Rotylenchulus memiliki kisaran inang yang luas
dan menyebar di negara-negara beriklim tropis. Gejala yang ditimbulkan secara
mikroskopis tampak adanya perkembangan sinsitas di jaringan akar tempat
nematoda makan (feeding site) dan akar terinfeksi mengalami nekrosis (Mulyadi
2009). Hasil pengamatan pada akar gulma tidak menunjukkan adanya gejala
makroskopis berupa nekrosis akar. Hal ini dipengaruhi oleh kelimpahan populasi
Rotylenchulus yang rendah pada akar gulma. Kelimpahan populasi Rotylenchulus
dipengaruhi oleh tipe tanah (berlempung), kedalaman tanah tempat perakaran
gulma berkembang, dan temperatur udara di kebun percobaan yang tidak
mendukung perkembangan dan penyebaran nematoda. Tanah di kebun percobaan
memiliki tipe andosol (berlempung) dan akar gulma berada pada kedalaman 20
cm. Robinson et al. (2005) melaporkan kelimpahan populasi Rotylenchulus yang
rendah pada tanah berlempung dan kelimpahan populasi Rotylenchulus yang
tinggi pada kedalaman tanah kurang dari 30 cm.
17
Hoplolaimus
Nematoda ini sering disebut sebagai nematoda lembing karena memiliki
stilet dan kerangka kepala yang kuat (Dropkin 1991). Hoplolaimus yang
ditemukan berasosiasi dengan akar gulma berbentuk silindris, agak gemuk, dan
panjang. Bagian anterior memiliki ciri khas kerangka kepala yang tebal dengan
bibir yang berlekuk, stilet kuat dan panjang dengan knob yang besar serta kelenjar
esofagus tumpang tindih dengan usus pada bagian dorsal dan lateral. Anulasi
kutikula tampak jelas dengan empat atau beberapa garis lateral. Bagian posterior
menunjukkan ciri ekor yang membulat dengan anulasi yang meluas sampai ke
ujung (Gambar 10).
Menurut Dropkin (1991) sebagian besar anggota genus Hoplolaimus
merupakan nematoda yang bersifat ektoparasit. Hoplolaimus memiliki kisaran
inang yang luas termasuk gulma. Hasil ekstraksi nematoda menunjukkan populasi
yang rendah sesuai dengan yang dilaporkan oleh Gazaway dan McClean (2003).
Kelimpahan populasi yang rendah memengaruhi tingkat kerusakan serangan pada
akar gulma. Akar gulma tidak menunjukkan adanya gejala serangan yang
diakibatkan oleh Hoplolaimus. Settle et al. (2006) melaporkan adanya pengaruh
temparatur terhadap kelimpahan populasi Hoplolaimus. Kelimpahan populasi
Hoplolaimus mengalami penurunan yang tajam pada temparatur rendah.
b c
Scutellonema
Scutellonema yang ditemukan berasosiasi dengan akar gulma yaitu dewasa
betina. Nematoda ini umumnya berbentuk seperti huruf C atau spiral terbuka pada
kondisi mati atau fase istirahat. Bagian anterior menunjukkan ciri kepala berlekuk
berbentuk setengah bola. Stilet kuat dan panjang dengan knob yang jelas
berbentuk bulat. Anulasi kutikula terlihat jelas dengan garis lateral. Kelenjar
esofagus sedikit tumpang tindih dengan usus bagian dorsal. Bagian posterior
menunjukkan ciri ekor yang lebar membulat dengan anulasi yang melingkari
18
b c
Tylenchulus
Tylenchulus yang ditemukan berasosiasi dengan akar gulma memiliki
ukuran tubuh yang kecil berbentuk silindris seperti cacing. Bagian anterior
menunjukkan ciri kepala lurus membulat. Stilet berukuran sedang dengan basal
knob yang membulat. Bagian posterior menunjukkan ciri ekor berbentuk kerucut
dan meruncing. Spikula sedikit melengkung tanpa bursa (Gambar 12).
Tylenchulus dikenal sebagai parasit utama pada tanaman jeruk (Mulyadi
2009). Berdasarkan hasil pengamatan tidak ditemukan gejala yang ditimbulkan
oleh asosiasi Tylenchulus dengan akar gulma. Hal ini dipengaruhi oleh
kelimpahan populasi Tylenchulus yang paling sedikit di antara seluruh genus yang
ditemukan pada akar gulma. Tingkat populasi yang rendah dipengaruhi oleh
keberadaan inang utama dan temperatur di kebun percobaan. Keberadaan satu
pohon jeruk di tepi lahan wortel diduga menjadi tempat makan (feeding site) asal
Tylenchulus. Perkembangbiakan Tylenchulus tidak didukung oleh keadaan
19
b c
Gambar 12 Morfologi Tylenchulus dewasa. a) Bentuk tubuh keseluruhan, b)
bagian tubuh anterior, c) bagian tubuh posterior.
Nematoda Non-Parasit
Hasil ekstraksi pada sampel tanah dan akar gulma dengan menggunakan
teknik flotasi-sentrifugasi, pengabutan (mist chamber), dan modifikasi corong
Baermann ditemukan nematoda yang bersifat parasit dan non-parasit. Menurut
Mulyadi (2009) nematoda yang bersifat sebagai non-parasit berjumlah sekitar
25% dari jumlah total nematoda yang ada. Nematoda non-parasit berperan sebagai
predator bakteri dan cendawan serta entomopatogen. Steinernema dan
Heterorhabditis merupakan 2 genus nematoda predator yang telah banyak
dimanfaatkan dalam pengendalian hayati hama tanaman. Nematoda non-parasit
memiliki ciri khas yaitu pergerakan yang lebih aktif dan cepat dibandingkan
dengan nematoda parasit yang bergerak lebih lambat. Bentuk tubuh dan alat mulut
merupakan ciri morfologi yang membedakan nematoda non-parasit dan nematoda
parasit. Nematoda non-parasit memiliki bentuk tubuh yang lebih besar dan alat
mulut berbentuk seperti corong yang tidak memiliki stilet (Gambar 13).
Gambar 13 Nematoda non-parasit hasil ekstraksi sampel tanah dan akar gulma.
20
Gambar 14 Siklus hidup nematoda puru akar Meloidogyne spp. (Eisenback 2003).
Meloidogyne meletakkan telur di dalam kantung telur yang mengandung
gelatin untuk melindungi massa telur dari kekeringan dan jasad renik (Dropkin
1991). Kantung telur yang baru terbentuk biasanya tidak berwarna dan berubah
menjadi cokelat. Menurut Mulyadi (2009) tiap massa telur dapat berisi sampai
1000 butir telur. Hasil pewarnaan menunjukkan telur Meloidogyne yang memiliki
zigot sel tunggal (Gambar 15a). Telur yang mengandung sel tunggal akan
mengalami pembelahan mitosis dalam beberapa jam menjadi larva stadia satu di
dalam telur (Taylor dan Sasser 1978). Perkembangan telur menjadi larva stadia
satu dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Levin (2005) temperatur optimal untuk
perkembangan telur M. javanica, M. incognita, dan M. arenaria berada di kisaran
10 sampai 15 oC sedangkan pada M. hapla sebesar 9 oC.
Larva stadia satu mengalami pergantian kulit (moulting) pertama di dalam
telur dan berkembang menjadi larva stadia dua (Mulyadi 2009). Larva stadia dua
21
berbentuk memanjang seperti cacing silindris, stilet pendek dengan knob yang
membulat jelas dan ekor meruncing dengan ujung yang jelas. Hasil pewarnaan
akar tidak ditemukan larva stadia dua. Hal ini dipengaruhi oleh bioekologi larva
yang bersifat infektif dan aktif bergerak di dalam tanah dan jaringan tanaman.
Larva stadia dua mengalami pergantian kulit kedua menjadi larva stadia
tiga. Selama proses perkembangan menjadi stadia larva tiga, larva kehilangan
stilet dan katup median bulb serta ujung ekor membulat (Levin 2005). Hasil
pewarnaan akar ditemukan larva stadia tiga dengan ciri morfologi silindris
memanjang dengan ekor yang membulat (Gambar 15c). Larva stadia tiga dalam
beberapa jam kemudian berkembang menjadi larva stadia empat. Larva stadia
empat merupakan fase perkembangan yang paling lama sebelum menjadi
nematoda betina (Levin 2005). Pada fase ini stilet dan katup median bulb
terbentuk kembali serta pola perineal nematoda betina sudah terlihat. Hasil
pewarnaan akar ditemukan larva stadia empat dengan ciri morfologi tubuh
membulat lebih gemuk dibandingkan dengan larva stadia tiga (Gambar 15d).
Larva stadia empat setelah mengalami ganti kulit berkembang menjadi
nematoda betina. Nematoda betina dewasa bersifat menetap di daerah tempat
makan (feeding site) di dalam stele (Dropkin 1991). Menurut Mulyadi (2009)
nematoda betina dewasa mempunyai dua buah indung telur (ovarium). Hasil
pewarnaan akar ditemukan nematoda betina dengan ciri morfologi tubuh
berbentuk membulat seperti buah alpukat berwarna putih kekuningan (Gambar
15e).
a b c d e
Meloidogyne berdasarkan ciri khas dari pola perineal yang dimiliki oleh nematoda
betina dewasa.
M. incognita memiliki ciri khas yaitu lengkung dorsal yang tinggi seperti
persegi empat dan menyempit, sedangkan bagian dorsal paling luar sedikit
melebar dan agak mendatar. Pola striasi kasar, bergelombang atau zigzag dan
terlihat jelas yang ditandai dengan adanya bagian yang patah. Bagian ujung ekor
terlihat mempunyai alur-alur melingkar jelas (distinct whorl) (Gambar 16e). M.
javanica mempunyai lengkung dorsal yang rendah membulat. Ciri khas yang
ditunjukkan berupa garis lateral yang terputus seperti memisahkan bagian
lengkung dorsal dan ventral. Pola striasi terlihat kasar, halus sampai sedikit
bergelombang. Bagian ujung ekor terlihat dengan alur melingkar jelas (Gambar
16f). M. arenaria mempunyai lengkung dorsal yang rendah membulat dan tidak
terdapat garis pada bidang lateral. Ciri khas yang ditunjukkan berupa adanya
lengkung stria bercabang di dekat garis lateral dengan bagian stria yang lebih
mendatar. Pola striasi terlihat sama dengan M. javanica yaitu kasar, halus atau
terkadang sedikit bergelombang. Bagian ujung ekor umumnya tidak mempunyai
alur melingkar yang jelas (Gambar 16g). M. hapla mempunyai lengkung dorsal
yang rendah membulat dan tidak terdapat garis pada bidang lateral. Pola striasi
halus atau sedikit bergelombang. Bagian ujung ekor tidak mempunyai alur
melingkar yang jelas ditandai dengan ciri khas berupa adanya bintik-bintik
(punctations) (Gambar 16h).
a b c d
e f g h
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
of Florida.
Luc M, Sikora RA, Bridge J. 2001. Nematoda Parasit Tumbuhan di Pertanian
Subtropik dan Tropik. Supratoyo, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Press. Terjemahan dari: Plant Parasitic Nematodes in
Subtropical and Tropical Agriculture.
May WF, Lyon HH. 1996. Pictorial Key to Genera of Plant Parasitic
Nematodes. Edisi ke-5. New York (US): Cornel University.
Melakeberhan H, Webster JW, Brooke RC, D’Auria JM, Cackette M. 1987.
Effect of Meloidogyne incognita on plant nutrient concentration and its
influence on the physiology of beans. J Nematol. 19: 324-330.
Milberg P, Hallgren E. 2004. Yield loss due to weeds in cereals and its large-
scale variability in Sweden. Field Crop Res. 86(2004):199-209. doi:
10.1016 /j.fcr.2003.08.006.
Moenandir J. 2010. Ilmu Gulma. Malang (ID): Universitas Brawijaya Press.
Morris KS, Horgan FG, Downes MJ, Griffin CT. 2011. The effect of temperature
on hatch and activity of second-stage juveniles of the root-knot nematode,
Meloidogyne minor, an amerging pest in north-west Europe. Nematology.
13(8):985-993. doi: 10.1163/138855411X571902985.
Mulyadi. 2009. Nematologi Pertanian. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press.
Nico AI, Rapoport HF, Diaz RMJ, Castillo P. 2002. Incidence and population
density of plant-parasitic nematodes associated with Olive planting stocks
at nurseries in Southern Spain. Plant Dis. 96(10).1075-1079.
Queneherve P, Chabrier C, Auwerkerken A, Topart P, Martiny B, Luce SM.
2006. Status of weeds as reservoirs of plant parasitic nematodes in banana
fields in Martinique. Crop Prot. 25(2006):860-867. doi: 10.1016/ j.
cropro.2005.11.009.
Rahman L, Creecy H, Orchard B. 2008. Impact of citrus nematode (Tylenchulus
semipenetrans) densities in soil on yield of grapevines (Vitis vinifera
Shiraz) in south-eastern New South Wales. Vitis. 47(3):175-180.
Robinson AF, Akridge R, Bradford JM, Cook CG, Gazaway WS, Kirkpatrick
TL, Lawrence GW, Lee G, McGawley EC, Overstreet C et al. 2005.
Vertical ditribution of Rotylenchulus reniformis in cotton fields. J
Nematol. 37(3):265-271.
Sembodo DRJ. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Settle DM, Fry JD, Todd TC, Tisserat NA. 2006. Population dynamics of lance
nematode (Hoplolaimus galeatus) in creeping bentgrass. Plant Dis.
90(1):44-50. doi: 10.1094/PD-90-0044.
Siahaan MP, Purba E, Irmansyah T. 2014. Komposisi dan kepadatan seed bank
gulma pada berbagai kedalaman tanah pertanaman palawija balai benih
induk Tanjung Selamat. J Agrotek. 2(3):1181-1189.
Singh SK. 2009. Morphological and molecular characterization of root knot
nematode (Meloidogyne spp.) diversity in Fiji [tesis]. Suva (FJ): The
University of The South Pacific.
Singh SK, Khurma UR, Lockhart PJ. 2010. Weed hosts of root-knot nematodes
and their distribution in Fiji. Weed Tech. 24(4):607-612. doi: 10.1614/WT-
D-09-00071.1.
26
Taylor AL, Sasser JN. 1978. Biology, Identification and Control of Root-Knot
Nematodes (Meloidogyne species). Raleigh (US): Cooperative Publication
Departement of Plant Pathology and Genetic North Carolina University and
The United States Agency for International Development.
Tedford EC, Fortnum BA. 1998. Weed hosts of Meloidogyne arenaria and
Meloidogyne incognita common in tobacco fields in South Carolina.
Annals Applied Nematol. 2(1998):102-105.
Trianada F. 2015. Identifikasi nematoda parasit utama pada wortel (Daucus
carota L.) di Kabupaten Cianjur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Tzortzakakis EA. 2008. Plant parasitic nematodes associated with banana crop in
Crete, Grece. Acta Agric Slov. 91(1):97-101.
[UF IPB]. University Farm Institut Pertanian Bogor. 2016. Peta unit lapangan
Pasir Sarongge. [Internet]. [diunduh 2016 Nopember 10]. Tersedia pada:
http://uf.ipb.ac.id/index.php/pasir-sarongge.html.
27
LAMPIRAN
28
29
Lampiran 1 Hasil uji beda nyata kelimpahan populasi total tujuh spesies
nematoda hasil ekstraksi tanah di lahan wortel dengan metode
flotasi-sentrifugasi dan modifikasi corong Baermann
Modifikasi corong
Flotasi-sentrifugasi
Spesies nematoda Baermann P-value
Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran
Meloidogyne 43.40 ± 1.30 39-46 31.60 ± 5.12 26-39 0.00
Helicotylenchus 12.80 ± 1.64 11-15 6.20 ± 1.78 4-8 0.00
Pratylenchus 1.80 ± 1.30 0-3 0.60 ± 0.89 0-2 0.00
Rotylenchulus 16.40 ± 2.30 13-19 10.20 ± 1.92 8-13 0.00
Hoplolaimus 8.20 ± 1.30 7-10 5.20 ± 1.30 4-7 0.00
Criconemoides 4.80 ± 1.30 4-7 1.00 ± 0.70 0-2 0.13*
Scutellonema 0.20 ± 0.44 0-1 0.00 ± 0.00 0-0 0.34*
* = Nilai p-value lebih besar dari 0.05, hasil ekstraksi metode flotasi-sentrifugasi berbeda nyata
dengan modifikasi corong Baermann pada taraf nyata 5%
Lampiran 2 Hasil uji beda nyata kelimpahan populasi total tujuh spesies
nematoda hasil ekstraksi tanah di lahan pembibitan wortel dengan
metode flotasi-sentrifugasi dan modifikasi corong Baermann
Modifikasi corong
Flotasi-sentrifugasi
Spesies nematoda Baermann P-value
Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran
Meloidogyne 22.00 ± 1.87 20-25 25.60 ± 4.72 18-30 0.00
Helicotylenchus 6.00 ± 1.22 4-7 7.40 ± 1.14 6-9 0.09*
Pratylenchus 1.60 ± 1.34 0-3 0.40 ± 0.54 0-1 0.02
Rotylenchulus 11.40 ± 2.30 8-14 5.20 ± 2.38 2-8 0.17*
Hoplolaimus 12.80 ± 1.48 11-15 9.20 ± 2.38 6-12 0.00
Criconemoides 2.80 ± 0.83 2-4 0.20 ± 0.44 0-1 0.12*
Scutellonema 0.60 ± 0.54 0-1 0.00 ± 0.00 0-0 0.07*
* = Nilai p-value lebih besar dari 0.05, hasil ekstraksi metode flotasi-sentrifugasi berbeda nyata
dengan modifikasi corong Baermann pada taraf nyata 5%
30
Lampiran 3 Hasil uji beda nyata kelimpahan populasi total tujuh spesies
nematoda hasil ekstraksi tanah di lahan tomat dengan metode
flotasi-sentrifugasi dan modifikasi corong Baermann
Modifikasi corong
Flotasi-sentrifugasi
Spesies nematoda Baermann P-value
Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran
Meloidogyne 52.20 ± 4.32 46-57 45.40 ± 3.64 42-51 0.00
Helicotylenchus 16.20 ± 1.48 14-18 5.40 ± 1.94 3-8 0.00
Pratylenchus 4.20 ± 1.30 3-6 0.60 ± 0.89 0-2 0.00
Rotylenchulus 10.60 ± 1.14 9-12 13.80 ± 3.42 9-18 0.02
Hoplolaimus 4.40 ± 1.14 3-6 7.80 ± 1.30 6-9 0.08*
Criconemoides 7.20 ± 1.64 5-9 1.20 ± 1.30 0-3 0.00
Scutellonema 2.20 ± 1.30 0-3 0.00 ± 0.00 0-0 0.02
* = Nilai p-value lebih besar dari 0.05, hasil ekstraksi metode flotasi-sentrifugasi berbeda nyata
dengan modifikasi corong Baermann pada taraf nyata 5%
Lampiran 4 Hasil uji beda nyata kelimpahan populasi total tujuh spesies
nematoda hasil ekstraksi tanah di lahan seledri dengan metode
flotasi-sentrifugasi dan modifikasi corong Baermann
Modifikasi corong
Flotasi-sentrifugasi
Spesies nematoda Baermann P-value
Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran
Meloidogyne 65.00 ± 4.74 59-71 48.00 ± 5.65 42-57 0.07*
Helicotylenchus 8.20 ± 1.48 6-10 6.00 ± 2.00 3-8 0.08*
Pratylenchus 2.60 ± 1.14 1-4 2.00 ± 1.41 0-3 0.00
Rotylenchulus 13.00 ± 2.54 10-16 3.80 ± 2.86 0-7 0.00
Hoplolaimus 14.60 ± 1.67 12-16 8.60 ± 1.94 6-11 0.00
Criconemoides 0.60 ± 0.54 0-1 0.00 ± 0.00 0-0 0.00
Scutellonema 0.00 ± 0.00 0-0 0.00 ± 0.00 0-0 0.48*
* = Nilai p-value lebih besar dari 0.05, hasil ekstraksi metode flotasi-sentrifugasi berbeda nyata
dengan modifikasi corong Baermann pada taraf nyata 5%
31
RIWAYAT HIDUP