Anda di halaman 1dari 15

PENGAWETAN DAN PEMBUATAN PREPARAT NEMATODA

(Laporan Praktikum Nematologi Tumbuhan)

Oleh:

Kelompok 5

Elisa Amelia Pramesti (2014191017)


Eva Rahmawati (2014191003)
Fatimah Az Zahra (2014191006)
Holy Martin Rubintang HT (2014191019)
Dinda Putri Asya (2014191046)

JURUSAN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fitonematoda atau nematoda parasit tumbuhan merupakan salah satu


organisme pengganggu tanaman (OPT) penting yang menyerang berbagai
jenis tanaman budidaya. Meloidogyne, Rotylenchulus, dan Pratylenchus
merupakan nematoda parasit penting pada tanaman. Kerusakan tanaman
karena nematoda parasit, kurang disadari baik oleh para petani maupun para
petugas yang bekerja di bidang pertanian. Hal ini dapat disebabkan oleh gejala
serangan nematoda yang sulit diamati secara visual karena ukuran nematoda
yang sangat kecil. Selain itu, gejala serangan nematoda berjalan sangat lambat
dan tidak spesifik, mirip atau bercampur dengan gejala kekurangan hara dan
air, kerusakan akar dan pembuluh batang. Serangan nematoda dapat
mempengaruhi proses fotosintesis dan transpirasi serta status hara tanaman
(Mirsam dkk, 2015).

Nematoda memiliki struktur tubuh yang rapuh sehingga mudah rusak. Untuk
memudahkan dalam proses pengamatan nematoda dapat dilakukan dengan
membuat preparat awetan. Preparat Awetan adalah tindakan atau proses
pembuatan maupun penyiapan sesuatu menjadi tersedia sampel patologi
maupun anatomi yang siap dan diawetkan untuk penelitian dan pemeriksaan.
Pembuatan preparat nematoda dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu preparat
semipermanen dan preparat polaperineal (Mirsam dan Kurniawati, 2018).

Adapun cara dalam pembuatan preparat nematoda semipermanen. Preparat


semipermanen dibuat mengikuti metode Goodey yang telah dimodifikasi yaitu
tanpa menggunakan glass woll. Lingkaran parafin dibuat di atas gelas obyek
menggunakan bor gabus dengan ketebalan yang sama, kemudian diteteskan
laktofenol pada bagian tengah lingkaran parafin. Sebanyak 3–5 ekor nematoda
juvenil 2 diletakkan pada larutan laktofenol dengan posisi yang sama sejajar,
selanjutnya ditutup dengan gelas penutup. Preparat kemudian dipanasi sampai
cincin parafin meleleh kembali dan kaca penutup merekat bersama (Mirsam
dan Kurniawati, 2018).

Mirsam, Hisnar., Supramana., dan Suastika, Gede. 2015. Identifikasi


Nematoda Parasit pada Tanaman Wortel di Dataran Tinggi Malino, Sulawesi
Selatan Berdasarkan pada Ciri Morfologi dan Morfometrik. Jurnal
Fitopatologi Indonesia. Vol 11 (3): 85- 90
Mirsam, Hisnar dan Kurniawati, Fitrianingrum. 2018. Laporan Pertama di
Sulawesi Selatan: Karakter Morfologi dan Molekuler Nematoda Puru Akar
yang Berasosiasi dengan Akar Padi di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia. Vol. 22 (1) : 58–65

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini ialah untuk mengetahui cara membuat
preparat awetan (spesimen awetan) nematoda
II. TINJAUAN PUSTAKA

Preparat merupakan sediaan awetan yang dibuat dari objek tumbuhan,


hewan atau organisme lain. Pembuatan preparat awetan dapat dilakukan dengan
suatu teknik pembuatan yang dilakukan secara mikroskopis atau disebut
mikroteknik (Harijati et al., 2017). Pembuatan preparat harus dilakukan sesuai
dengan langkah-langkah atau prosedur yang sesuai dengan metode pembuatan
preparat yang digunakan.

Preparat organisme adalah sediaan berupa organ,jaringan, sel, dan atau tubuh
organisme yang diawetkan didalam suatu media sehingga memberi kemudahan
seseorang untuk mempelajari, mengamati, atau meneliti. Berdasarkan ukurannya,
preparat organisme dibagi menjadi dua yaitu, preparat mikroskopis (preparat
apus, preparat rentang, preprat pollen,preparat squash, preparat whole mounth
dan preparat section) dan preparat mikroskopis (preparat kering dan
preparat basah/ segar) (Holil, K., Rofieq, A., & Wahyuni, S. 2004)

Pembuatan preparat untuk pengamatan sel atau jaringan pada kegiatan


praktikum membutuhkan bahan pewarna. Bahan pewarna yang sering
dugunakan adalah bahan kimia sintetik. Eksplorasi pemanfaatan bahan
pewarna alternatif yang murah dan mempunyai afinitas tinggi terhadap
komponen sel dilakukan dengan pemanfaatan pewarna alami yang
dihasilkan oleh antosianin yang terdapat pada buah senduduk dan ubi jalar
ungu. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1
faktor perlakuan yaitu waktu pewarnaan 60, 90, dan 120 menit. Analisis
data dilakukan dengan deskriptif kualitatif terhadap kualitas preparat dan
kelayakan preparat (Dafrita, I. E., & Sari, M. (2020).
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum berjudul ”Pengawetan Dan Pembuatan Preparat Nematoda” dilakukan
pada hari Rabu, 10 November 2021 pukul 08.00 – 09.40 WIB secara daring
melalui aplikasi zoom meeting.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini, diantaranya cawan petri/counting dish,
oven/desikator, gelas objek/glass slide, kaca penutup, dan hot plate. Sedangkan
bahan yang digunakan, yaitu larutan gliserol 2 -5%, air destilasi, dan cat
kuku/lilin.

3.3 Cara Kerja


Cara kerja dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Dimasukkan spesimen ke dalam cawan petri atau cawan hitung (counting dish)
yang sudah diisi larutan gliserol 2-5% + air destilasi.
2. Dibiarkan air di dalam larutan menguap secara perlahan selama satu minggu
dengan memasukkan cawan petri ke dalam oven pada suhu  40oC, atau
meletakkannya di dalam desikator. Agar penguapan berjalan lambat, maka
cawan petri harus ditutup, namun tidak terlalu rapat.
3. Pembuatan preparat dilakukan dengan dimasukkannya spesimen nematoda ke
dalam larutan gliserol yang mengandung air (anhydrous glyserol) pada gelas
objek (glass slide) yang bersih. Sebaiknya setiap glass slie diisi lebih dari satu
nematoda.
4. Untuk menjaga agar spesimen tidak rusak maka diantara glass slide dengan
kaca penutup dipasang 3-4 potong serat kaca (berfungsi untuk mengganjal kaca
penutup supaya tidak menekan nematoda).
5. Selanjutnya disekeliling kaca penutup diberi perekat berupa cat kuku atau lilin.
Jika menggunakan lilin sebagai perekat, maka ditaburkan serbuk lilin
disekeliling spesimen atau disekeliling larutan gliserol, kemudian diletakkan
kaca penutup di atasnya.
6. Selanjutnya diletakkan gelas objek tadi di atas piringan pemanas (hot plate)
dengan suhu  60 oC hingga serbuk lilin mencair. Jika sudah mencair, gelas
objek harus segera diangkat atau dijauhkan dari api.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan


Judul : Laporan Pertama di Sulawesi Selatan: Karakter Morfologi dan Molekuler
Nematoda Puru Akar yang Berasosiasi dengan Akar Padi di Kabupaten Wajo,
Sulawesi Selatan.
Tahun: 2018
Jurnal: Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia
Vol (No): 22 (1): 58-65
Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi NPA
pada tanaman padi asal Kabupaten Wajo, Sulawesi
Selatan berdasarkan karakter morfologi juvenil 2, pola perineal, dan
molekuler,serta mengetahui tingkat kekerabatan NPA asal Wajo dengan isolat
pada Gen-Bank melalui analisis filogenetika.
Pendahuluan:
Nematoda Puru Akar (NPA) merupakan salah satu jenis nematoda parasit penting
yang bersifat kosmopolit atau memiliki tanaman inang yang luas. Salah satu
tanaman inang yang dapat diserang olehnamatoda ini adalah tanaman padi. Pada
tanaman padi, nematoda ini dapat menyebabkan gejala primer berupa puru akar.
Gejala khas tanaman padi yang terinfeksi oleh nematoda puru akar ialah
terbentuk-nya puru yang terletak di bagian ujung akar padi yang bengkak dengan
membentuk seperti pengait (hook). NPA yang berasasoasi dengan akar tanaman
padi di Indonesia, yaitu spesies Meloidogyne graminicola. Penyakit puru akar
ditemukan menyerang tanaman padi di Kecamatan Bola, Kabupaten Wajo dan
diduga disebabkan oleh NPA. Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan,
serangan NPA di Kabupaten Wajo masih tergolong rendah atau di bawah ambang
luka ekonomi. Namun demikian, kondisi ini dapat menjadi buruk jika tidak
dilakukan pengendalian sejak dini. Oleh karena itu, perlu dilakukan observasi dan
identifikasi lebih lanjut tetang keberadaan NPA yang berasosiasi dengan akar
tanaman padi di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan sebagai upaya pencegahan
dan pengendalian NPA tersebut.

Bahan dan Metode


Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada pertanaman padi di Desa Lempong,
Kecamatan Bola, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Pengambilan sampel
dilakukan secara purposif dengan memilih sampel berdasarkan pada kriteria gejala
spesifik penyakit puru akar. Sampel yang diambil berupa akar padi yang bergejala
puru akar. Sampel disimpan dalam kantong plastik secara terpisah dan dibungkus
dengan pelepah pisang agar kelembapannya terjaga sehingga nematoda dapat
bertahan hidup, kemudian disimpan dalam kotak pendingin (cooling box).
Pengamatan Gejala Serangan NPA
Kegiatan identifikasi gejala penyakit pada pertanaman padi dilakukan terhadap
tanaman bergejala pada bagian tajuk (di atas permukaan tanah) dan terhadap
perakaran tanaman. Gejala pada bagian tajuk yang diamati berupa tinggi tanaman
(kerdil), warna daun (menguning, klorosis), kelayuan pada siang hari, dan
pertumbuhan tanaman padi yang tidak merata, sedangkan gejala pada bagian
perakaran berupa bentuk, dan keberadaan puru yang berbentuk pengait (hook).
Ekstraksi Nematoda dengan Teknik Pengabutan
Ekstraksi nematoda dilakukan dengan metode pengabutan yang merujuk pada
metode Hooper. Akar tanaman padi yang bergejala puru akar dibersihkan dengan
air mengalir, kemudian dipotong-potong sekitar ± 1 cm. Potongan akar padi
tersebut diletakkan di atas saringan kasar yang terletak di atas corong. Gelas
plastik diletakkan di bagian bawah corong untuk menampung nematoda hasil
ekstraksi. Proses ini dilakukan di dalam ruang pengabutan, air melalui nozzle
dialirkan ke potongan akar padi. Proses pengabutan dibiarkan selama 48 jam.
Setelah itu, gelas plastik yang berisi air disaring dengan menggunakan penyaring
500 mesh untuk memper- oleh nematoda. Nematoda yang akan diperoleh adalah
juvenil instar ke-2. Hasil ekstraksi nematoda ini dibuat preparat untuk pengamatan
morfologi.
Inkubasi Nematoda
Inkubasi nematoda dilakukan berdasarkan metode nematoda dibilas menggunakan
air steril pada saringan 500 mesh dan dimasukkan ke dalam botol gelas. Nematoda
diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruangan dan diberi udara menggunakan
aerator. Inkubasi dilakukan agar sistem pencernaan tubuh nematoda bebas dari
sisa-sisa makanan untuk memudahkan pengamatan ciri morfologi dan pengukuran
bagian tubuh nematoda.
Pembuatan Preparat Nematoda
Preparat semipermanen dibuat mengikuti metode Goodey yang telah
dimodifikasi yaitu tanpa menggunakan glass woll. Lingkaran parafin dibuat di
atas gelas obyek menggunakan bor gabus dengan ketebalan yang sama, kemudian
diteteskan laktofenol pada bagian tengah lingkaran parafin. Sebanyak 3–5 ekor
nematoda juvenil 2 diletakkan pada larutan laktofenol dengan posisi yang sama
sejajar, selanjutnya ditutup dengan gelas penutup. Preparat kemudian dipanasi
sampai cincin parafin meleleh kembali dan kaca penutup merekat bersama.
Preparat pola perineral
Pembuatan preparat pola perineal dilakukan berdasarkan metode Mirsam yaitu,
akar dengan gejala puru dicuci untuk membersihkan tanah yang menempel. Puru
dipisahkan dari akar, kemudian direndam selama kurang lebih 24 jam. Setelah
puru melunak, nematoda betina dicongkel perlahan dari puru dan dipindahkan ke
dalam cawan sirakus yang telah berisi asam cuka. Asam cuka berguna untuk
menghilangkan lemak yang berada dalam tubuh nematoda betina. Setelah itu,
nematoda betina dipindahkan ke gelas objek. Bagian anterior dipotong dengan
pisau khusus, kemudian bagian posterior ditekan agar sisa kotoran dan lemak
dalam tubuh nematoda keluar. Potongan direndam dalam laktofenol 0,03% dan
dibiarkan sebentar. Bagian posterior disayat dan jaringan di dalam dibuang secara
hati-hati, kemudian dipindahkan ke gelas objek lain dengan ditetesi laktofenol
dan ditutup dengan gelas penutup. Preparat diamati menggunakan mikroskop
kompon. Identifikasi dilakukan mengikuti panduan Eisenback serta Shurtleff dan
Averre.
Lalu melakukan pengamatan morfologi juvenil 2 dengan melihat ciri dari fase
juvenil. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop dan mendokumentasikan
dengan kamera. Selanjutnya mengidentifikasi karakterk molekul DNA.
Hasil dan Pembahasan
Gejala NPA di Pertanaman Padi
Gejala pada padi terbagi menjadi 2 yaitu gejala sekunder dan gejala primer. Untuk
gejala sekunder oleh NPA umumnya menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak
merata, tanaman kerdil, daunnya menguning, dan tanaman yang bergejala mudah
tercabut. Sedangkan, gejala primer oleh NPA yaitu menyebabkan perubahan
morfologi akar. Pembentukan puru akar menunjukkan gejala khas tanaman padi
terinfeksi oleh NPA.
Karakteristik Morfologi NPA di juvenil 2
Karakteristik NPA juvenil 2 diidentifkasikan sebagai Meloidogyne graminicola.
NPA juvenil 2 memiliki khas pada bagian posterior, yaitu ujung ekor terlihat
runcing, bergelombang, bulat, serta terdapat bbafian hyaline tail terminus. Bagian
anterior ditandai dengan set off dan datar. Bagian rongga mulut dilengkapi
dengan stilet dengan tipe stomatostylet yang dilengkap dengan knob. Pada saluran
pencernaan terdapat faring yang menghubungkan antara stilet dengan median bulb
ke bagian pharyngeal gland lobe. Kelenjar faring ini memiliki posisi tumpang
tindih (overlapping) dengan usus (intestine).
Kesimpulan
Nematoda puru akar (NPA) yang berasosiasi dengan akar tanaman padi asal
Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan teridentifikasi sebagai spesies Meloidogyne
graminicola berdasarkan karakter morfologi juvenil 2, pola perineal NPA betina,
dan runutan nukleotida. Hasil penelitian ini dapat dijadikan data primer
untuk menentukan strategi pengendalian Meloidogyne graminicola yang
berasosiasi dengan akar padi di Kecamatan Bola, Kabupaten Wajo, Sulawesi
Selatan sehingga nematoda parasit ini tidak menyebar lebih
luas di wilayah Kabupaten Wajo lainnya.(Hisbar et al, 2018)
BAB V. KESIMPULAN

Pada Praktikum ini didapat kesimpulan bahwa pembuatan preparat awetan dapat
dilakukan dengan suatu teknik pembuatan yang dilakukan secara mikroskopis atau
disebut mikroteknik. Pembuatan preparate awetan nematoda harus dilakukan
melalui proses panjang dan dengan ketelitian yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Dafrita, I. E, & Sari, M. (2020). Senduduk dan ubi jalar ungu sebagai pewarna preparat
squash akar bawang merah. JPBIO (Jurnal Pendidikan Biologi), 5(1), 46-55.
Holil, K, Rofieq, A, & Wahyuni, S. (2004). PEMBUATAN PREPARAT SEBAGAI MEDIA
PENDIDIKAN PADA ADA BIDANG STUDI BIOLOGI. Jurnal Dedikasi, 1(1).
Kurniawati, H. M. (2018). Laporan Pertama di Sulawesi Selatan: Karakter Morfologi dan
Molekuler Nematoda Puru Akar yang Berasosiasi dengan Akar Padi di Kabupaten
Wajo, Sulawesi Selatan. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, 22 (1).
Mirsam, H., & Fitrianingrum, K. (2018.). Laporan Pertama di Sulawesi Selatan: Karakter
Morfologi dan Molekuler Nematoda Puru Akar yang Berasosiasi dengan Akar
Padi di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Jurnal Perlindungan Tanaman
Indonesia., Vol. 22 (1) : 58–65.
Mirsam, H., Supramana, & Suastika, G. (2015). Identifikasi Nematoda Parasit pada
Tanaman Wortel di Dataran Tinggi Malino, Sulawesi Selatan Berdasarkan pada
Ciri Morfologi dan Morfometrik. Jurnal Fitopatologi Indonesia, Vol 11 (3): 85- 90.
Nunung, H. (2017). Mikroteknik Dasar. Palembang: UB Press.

Anda mungkin juga menyukai