Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penggunaan nematoda patogen serangga (NPS) di Indonesia belum
populer dibandingkan dengan bakteri, cendawan, dan virus. NPS adalah jenis
nematoda yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hama, dikarenakan
dalam mekanisme infeksinya NPS bersimbiosis dengan bakteri simbion.
Terdapat dua genus NPS yang berperan sebagai agens pengendali hayati
yaitu genus Steinernema dan Heterorhabditis. NPS menginfeksi inangnya
memalui simbiosis dengan bakteri yang ada pada saluran pencernaannya.
Nematoda famili

Steinernematidae

bersimbiosis dengan bakteri

genus

Xenorhabdus dan nematoda famili Heterorhabditidae bersimbiosis dengan


bakteri genus Photorhabdus (Smart., 1995).
Nematoda patogen serangga dari family Steinernematidae dan
Heterohabditidae dapat diisolasi dari berbagai daerah dan jenis tanah, karena
habitat NPS tersebut berada di dalam tanah, sehingga NPS mampu membunuh
hama yang berada didalam tanah (Smart., 1995). Hasil penelitian Chaerani.,
dkk (2007) menunjukkan bahwa Heterorhabditis ditemukan pada tanah pantai
dengan tekstur tanah berpasir dan kelembapan tanah yang tinggi,

sedangkan

Steinernema ditemukan pada tanah pantai dengan tekstur tanah berpasir yang
lembap, dan pada habitat pertanian dengan tekstur tanah lempung berpasir yang
lembap, sedangkan pada tekstur tanah berpasir yang bercampur kerikil serta
kelembapan tanah yang kering, lempung basah, lempung lembap, dan berpasir
agak kering tidak ditemukan Heterorhabditis maupun Steinernema.
Isolasi dan identifikasi dilakukan untuk mengetahui jenis nematoda,
sedangkan untuk menentukan keefektifan nematoda sebagai biopestisida perlu
dilakukan uji patogenesitas. NPS baik Steinernema maupun Heterorhabditis
memiliki beberapa kelebihan sebagai agens pengendali hayati, antara lain
mempunyai sifat selektif terhadap serangga dengan spektrum inang yang luas,
tidak berbahaya bagi mamalia dan vertebrata, memiliki virulensi tinggi,
berkisaran inang luas, mudah diaplikasikan, dan kompatibel dengan beberapa
jenis pestisida kimiawi (Gaugler dan Kaya., 1990 dalam Chaerani dkk., 2001).
B. TUJUAN

1. Mengetahui jumlah agens pengendali hayati berupa NPS yang berasal dari
tanah gambut alami, gambut lahan pertanian dan tanah mineral.
2. Mengetahui cara perbanyakan NPS (isolasi dan white trap)

II. METODOLOGI
A. TEMPAT DAN WAKTU

Tempat dilakukannya peratikum yaitu di labolatorium hama fakultas


pertanian universitas tanjung pura
B. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan dalam praktikum nematoda patogen serangga
adalah:
- Petri
- Alat tulis
- Kertas saring
- Pipet tetes
- Gunting
- Kamera
- Tisu
- label
- Pinset
- Solasi
Bahan yang digunakan dalam praktikum namatoda patogen serangga

C.
a.
1.
2.

adalah:
- Nematoda
- Ulat hongkong
- Alcohol
- akuades
CARA KERJA
isolasi
Persiapkan bahan serta sterilisasi alat menggunakan alcohol
Potong kertas saring selebar ukuran Petri yang akan digunakan, kertas

tersebut kemudian di letakan didalam 8petri


3. Teteskan air yang berisi nematode pada Petri sampai jenuh air
4. Masukan ulat hongkong sebanyak 50 ekor ke dalam Petri yang telah
ditetesi air yang berisi nematoda.
5. Tutup Petri kemudian disolasi agar rapatsehingga serangga lain tidak
dapat mengkontaminasi perlakuan.
6. Lakukan pengamatan 5-7 hari, jika terdapat ulat hongkong yang mati
karena terinfeksi nematoda maka bisa dilanjutkan dengan melakukan
whitetrap
b. Whitetrap (perangkap putih)
1. Siapkan Petri besar dan petri kecil
2. Letakkan petri kecil kedalam petri besar, kemudian tutup dengan kertas
saring
3. Tuang air akuades pada kertas saring tersebut lebih kurang 60 ml
(secukupnya)
4. Letakkan larva ulat hongkong yang telah terinfeksi NPS setelah itu
tutup kembali petri agar tidak terkontaminasi
5. Letakkan Whitetrap pada tempat yang gelap, sehingga NPS dapat
dipanen setelah 10-14 hari kemudia.

6. Apabila NPS sudah dipanen dilakukan penghitungan populasi NPS di


bawah mikroskop.
c. Pemanenan NPS
1. Bersihkan cawan petri dari belatung-belatung yang ada
2. Tambahkan sedikit aquades pada cawan petri bagian atas agar NPS
turun kebawah sehingga dapat di panen.
3. Kemudian NPS yang telah dipanen diamati di bawah mikroskop,
serta dihitung jumlahnya
4. Perhitungan NPS dapat dilakukan dengan cara mengambil
nematoda+air sebanyak o,1 ml lalu di teteskan pada petri yang telah
digaris kedalam 16 bagian (agar mudah dalam melakukan
perhintungan)
5. Hal ini diulang sebanyak 5 kali pada 2 kali pemanenan
6. Setiap hasil dari ulangan-ulangan
tersebut dijumlahkan dan
direratakan
7. Untuk menghitung jumlah NPS yang ada disetiap ulat hongkong
dilakukan dengan cara
jumlah NPS per ulat hongkong=

Rerata
jumlah ulat hongkong

III. PEMBAHASAN
A. perhitungan jumlah HASIL PRAKTIKUM
Tabel hasil NPS pada tanah gambut
panen 1
ulangan
1
2
3
4
5
total

jumlah
2741
1982
1739
1794
1154
9410

panen 2
ulangan
1
2
3
4
5
total

jumlah
1400
3400
2200
2100
2000
11100

rata - rata

1882

rata - rata

2220

Rata- rata jumlah panen 1 + panen 2 = 1882 + 2220 = 4102


Total
50

Jumlah nematode per ulat hongkong =

4102
50

= 82.04

Tabel hasil perhitungan jumlah NPS pada tanah Berpasir


panen 1
ulangan
1
2
3
4
5
Total
rata-rata

jumlah
293
303
374
440
341
1751
350.2

panen 2
ulangan
1
2
3
4
5
total
rata-rata

jumlah
313
373
352
265
316
1619
323.8

Rata- rata jumlah panen 1 + panen 2 = 350.2 + 323.8 = 674


Total
50

Jumlah nematode per ulat hongkong =

674
50

= 13.48

Tabel hasil perhitungan jumlah NPS pada tanah PMK


panen 1
ulangan
1
2
3
4

jumlah
399
233
98
103

panen 2
ulangan
1
2
3
4

jumlah
165
380
256
100

120

228

total
rata-rata

953
190.6

total
rata-rata

1129
225.8

Rata- rata jumlah panen 1 + panen 2 = 190.6 + 225.8 = 416.4


Jumlah nematoda per ulat hongkong =

Total
50

416.4
50

= 8.328

B. PEMBAHASAN
Hasil isolasi Nematoda Patogen Serangga (NPS) dengan menggunakan
umpan larva ulat hongkong yang terparasit nematoda memiliki cirri-ciri warna
berubah menjadi coklat karamel agak kehitaman, serta tubuhnya agak lembek
dan agak bau. Selain itu juga larva yang terinfeksi NPS mengalami penurunan
aktivitas gerak yang semula aktif menjadi agak lambat dan akhirnya akan mati.
Gejala tersebut sesuai dengan hasil penelitian Nugrohorini (2007) bahwa
larva S. litura yang terinfeksi NPS

Steinernema sp. tubuhnya tidak

bergerak dan kaku serta terjadi perubahan warna pada kutikula.


Nematoda yang dapat menginfeksi ulat hongkong adalah nematoda pada
fase instar 3 yang di sebut infektiv juvenil. Pada umumnya dalam perbanyakan
nematoda, nematoda menginfeksi inangnya dalam waktu sekitar 5 hari, namun
untuk baiting di

tanah dengan menggunakan umpan ulat hongkong dapat

terjadi dalam waktu sekitar 2 minggu. Setelah ulat hongkong terinfeksi oleh
nematoda, kemudian ulat hongkong tersebut di white trap.
Dari hasil perhitungan yang dilakukan pada ketiga lahan tersebut,
dilakukan 5 ulangan penghitungan NPS, maka didapatkan jumlah rata-rata NPS
tiap lahan yaitu pada lahan gambut sebesar 4102, pada lahan tanah berpasir
sebesar 674 dan pada tanah PMK sebesar 416,4.
Beberapa faktor lingkungan pada lahan gambut yang ada kualitasnya
sangat beragam tergantung dari susunan kimia dan mineralogi tanah di
bawahnya (Hardjowigeno, 1995) dan mempengaruhi kemampuan nematoda
entomopatogen untuk menyebar, mempertahankan diri, menemukan inang, dan
repoduksi dalam tanah (Kaya, 1990). Pada lahan yang berpasir nematoda

entomopatogen lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan lahan yang


bertekstur liat dan abu. Menurut Kaya dan Gaugler (1990) Nematoda
entomopatogen umumnya lebih menyukai tanah bertekstur pasir karena
porositasnya besar, aerasi tanah, dan kandungan oksigennya cukup memadai
sehingga akan memudahkan pergerakannya.
Kelembaban adalah hal yang paling utama berpengaruh terhadap
aktivitas nematoda di dalam tanah. Kelembaban tanah dinyatakan sebagai
kehadiran sejumlah air dalam gram untuk setiap 100 g tanah kering (Kaya,
1990). Wagiman et al. (2001) melaporkan bahwa nematoda Steinernema ini
efektif mengendalikan serangga hama pada kondisi lingkungan tanah dan udara
yang lembab.
Pada dasarnya perbanyakan nematoda dapat dilakukan dengan berbagai
tahapan, yaitu eksplorasi yaitu mengambil tanah yang akan di ambil
nematodanya.

Kemudian tahap isolasi yaitu dengan menggunakan metode

baiting, yaitu memerangkap nematoda yang ada di dalam tanah tersebut dengan
menggunakan umpan seperti ulat hongkong. Setelah ulat hongkong terinfeksi
oleh nematoda dengan ditandai munculnya perubahan-perubahan fisik dari ulat
hongkong tersebut maka masuk kedalam tahap white trap, yaitu tahapan dimana
nematoda yang telah terperangkap kedalam tubuh ulat hongkong di pelihara
sampai nematoda keluar dari tubuh nematoda.
IV. PENUTUP
a. Kesimpulan
1. Jumlah rata-rata NPS pada lahan gambut sebesar 4102.
2. Jumlah rata-rata NPS pada tanah berpasir sebesar 674.
3. Jumlah rata-rata NPS pada tanah PMK sebesar 416,4.
4. Jumlah rerata NPS tertinggi pada lahan gambut dan yang terendah
pada tanah PMK.
b. Saran
Perhitungan pemanenan NPS sebaiknya dilakukan secara teliti dan hatihati

DAFTAR PUSTAKA
Chaerani dan M. Kardin. 1999. Prospek nematoda sebagai pengendali
hayati hama. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV. Bogor. pp.
156-165.
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Edisi Revisi. Cetakan Keempat.
Akademika Pressindo. Jakarta
Kaya, H. K dan R. Gaugler. 1990. Entomopathogenic Nematodes in
Biological Control. CRC Boca Raton Ann Arbor. Boston.82 Makalah Oral
Kaya, H. K. 1990. Soil Ecology In Entomopathogenic Nematodes In
Biological Control. CRC Press Boca Raton Ann Arbor. Boston
Smart, G. C. 1995. Entomopathogenic nematodes for the biological
control of insects. Journal of Nematology 27: 529-534.

Wagiman, F. X., B. Triman, T. S. Uhan, dan T. K. Moekasan. 2001.


Evaluasi Penggunaan Nematoda Steinernema carpocapsae dalam Pengendalian
Hama Spodoptera spp. pada Tanaman Bawang. Lemlit UGM-BP3. Yogyakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM
Teknik Pemanfaatan Agen Hayati
NPS pada Lahan Gambut, Tanah Berpasir dan Tanah PMK

OLEH

CHANDRIKA PUTRI
DEWI RATNASARI
HARYATI

AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2015

Anda mungkin juga menyukai