Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMULIAAN TANAMAN

ACARA III
HIBRIDISASI TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

Semester:
Genap 2017

Oleh :
Listiana Novitasari
NIM A1D015180
Rombongan 8

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hibridisasi termasuk salah satu metode yang ada dalam pemuliaan tanaman

dengan tujuan memperoleh kombinasi genetik yang diinginkan melalui

persilangan dua atau lebih tetua yang berbeda genotipenya. Hibridisasi merupakan

perkawinan antara berbagai varietas atau spesies diharapkan dapat menghasilkan

kombinasi baru genetika dari tanaman tetua yang diharapkan sifat unggulnya.

Salah satu macam hibridisasi yaitu hibridisasi menyerbuk sendiri. Hibridisasi jenis

ini dilakukan pada tanaman yang memiliki tipe penyerbukan sendiri. Penyerbukan

yang terjadi pada tanaman dapat digunakan sebagai dasar untuk dilakukannya

proses hibridisasi. Penyerbukan merupakan proses bertemunya antara serbuk sari

dengan kepala putik, jika proses ini berhasil maka akan menghasilkan biji.

Penyerbukan sendiri terjadi apabila putik dan benangsari berasal dari satu

bunga yang sama. Penyerbukan sendiri dapat dilakukan dengan cara buatan yaitu

dengan cara mengumpulkan serbuk sari dari kepala sari suatu tanaman dan

kemudian mengoleskannya atau menaruhnya pada putik bunga yang sejenis atau

bunga pada tanaman yang sama namun belum diserbuki. Penyerbukan dengan

rekayasa manusia sering disebut dengan persilangan sendiri atau selfing.

Pengetahuan menggenai tanaman menyerbuk sendiri sangat penting bagi seorang

pemulia tanaman karena diperlukan saat perakitan varietas. Perakitan varietas

sangat ditentukan oleh sistem penyerbukan ataupun cara perkembangbiakan

tanaman. Metode untuk tanaman menyerbuk sendiri berbeda dengan metode


untuk tanaman menyerbuk silang. Metode yang dikembangkan secara seksual

berbeda dengan yang dikembangkan secara aseksual.

Persilangan padi secara buatan dilakukan dengan campur tangan manusia.

Persilangan padi secara buatan pada umumnya menghasilkan tanaman yang relatif

pendek, berumur genjah, anakan produktif banyak, dan hasil tinggi. Sementara itu

persilangan secara alami menghasilkan tanaman yang relatif tinggi, berumur

panjang, anakan produktif sedikit, dan produktivitas rendah. Persilangan pada

tanaman padi merupakan proses penggabungan sifat melalui pertemuan tepung

sari dengan kepala putik dan kemudian embrio berkembang menjadi benih. Secara

teknis persilangan padi secara buatan dimulai dengan pemilihan tetua pada

pertanaman petak hibridisasi, dilanjutkan dengan kastrasi, hibridisasi, isolasi, dan

pemeliharaan.

B. Tujuan

Tujuan dilaksanakan praktikum ini adalah untuk:

1. Menghilangkan kepala sari sebelum bunga membuka dengan maksud untuk

mencegah terjadinya pembuahan sendiri.

2. Menyerbuki bunga-bunga yang telah dikastrasi dengan tepung sari dari jenis

tanaman yang kita hendaki sebagai induk jantan.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Berbagai metode pemuliaan tanaman dapat dilakukan pada tanaman

menyerbuk sendiri. Penyerbukan sendiri pada tanaman akan memunculkan galur-

galur. Galur yang terbentuk pada dasarnya adalah kelompok populasi yang secara

genetik berbeda. Penerapan atau pemilihan suatu metode pemuliaan untuk suatu

komoditas tanaman memerlukan pengetahuan dasar yang cukup karena banyak

faktor atau hal yang perlu diketahui, seperti keragaman genetik. Keragaman

genetik tanaman dapat diupayakan melalui cara introduksi, hibridisasi, dan mutasi

(Soegianto et al., 2014).

Hibridisasi adalah persilangan antar tanaman (dalam spesies sama) yang

memiliki sifat-sifat genetik yang berbeda. Tujuan diadakannya proses hibridisasi

adalah agar menghasilkan perpaduan genetik antara kedua tanaman sehingga

diharapkan akan menghasilkan rekombinasi baru (Soeranto, 2003). Secara

genetik, persilangan akan menaikkan persentase heterosigositas dan variansi

genetik. Tujuan lain persilangan adalah pembentukan bangsa baru, grading up,

dan pemanfaatan heterosis. Melakukan persilangan harus betul-betul diperhatikan

keunggulan dan kelemahan dari kedua tetua yang akan disilangkan serta tujuan

yang ingin dicapai. Selain itu hal penting dalam melakukan persilangan yaitu

menjaga kelestarian plasma nutfah (Matondang dan Rusdiana, 2013).

Padi merupakan bahan makanan pokok sehari-hari pada kebanyakan

penduduk di negara Indonesia. Komoditas padi memiliki peranan pokok sebagai

pemenuhan kebutuhan pangan utama yang setiap tahunnya meningkat sebagai


akibat pertambahan jumlah penduduk yang besar, serta berkembangnya industri

pangan dan pakan (Wahid, 2003). Tanaman padi merupakan tanaman jenis

rumput-rumputan. Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Poales

Famili : Graminae

Genus : Oryza Linn

Spesies : Oryza sativa (Herawati, 2012).

Padi secara alami merupakan tanaman menyerbuk sendiri yang kemampuan

menyerbuk silangnya (outcrossing) sangat rendah (0,5-6,8%). Pada pemuliaan

padi hibrida peningkatan kemampuan menyerbuk silang antara tetua diharapkan

dapat meningkatkan produksi benih. Keberhasilan produksi benih hibrida antara

lain ditentukan oleh karakter bunga, kesesuaian waktu pembungaan kedua tetua,

dan karakter morfologi yang lain yang mempengaruhi transfer tepungsari dari

tetua jantan (galur B atau R) ke tetua betina (galur A). Beberapa karakter

agronomi padi seperti jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah spikelet per

malai, tinggi tanaman, daun bendera yang sempit dan pendek, serta eksersi malai

juga dapat mempengaruhi tingkat serbuk silang padi (Widyastuti et al., 2012).

Penyerbukan sendiri adalah jatuhnya serbuk sari dari anter ke stigma pada

bunga yang sama atau stigma dari bunga yang lain pada tanaman yang sama atau

klon yang sama. Prinsip yang memungkinkan terjadinya penyerbukan sendiri


adalah kleistogami. Kleistogami yaitu kondisi saat terjadi penyerbukan pada

bunga yang belum mekar atau tidak terbuka, misalnya pada kedelai, padi,

tembakau dan lain-lain. Jumlah penyerbukan silang yang mungkin terjadi pada

tanaman-tanaman tersebut berkisar antara 0%-4 atau 5% (Nasir, 2001).

Penyerbukan silang pada tanaman menyerbuk sendiri terjadi di alam secara

spontan. Penyerbukan tersebut terjadi dengan bantuan angin, serangga pollination

dan binatang lainnya. Penyerbukan alami tidak diketahui sifat-sifat dari pohon

induk apakah sifat dari pohon induk baik atau buruk sehingga tidak dapat

dilakukan pengontrolan akibatnya hasilnya seringkali mengecewakan. Persilangan

dapat dikontrol dan hasilnya sesuai dengan diharapkan dengan dilakukan

penyerbukan silang buatan (Welsh, 1991).


III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu tanaman padi. Alat yang

digunakan yaitu gunting, peniti atau tusuk gigi, senter, crossing set, label

persilangan dan kantong kertas.

B. Prosedur Kerja

Hibridisasi buatan akan dilakukan pada tanaman padi dengan cara kerja

sebagai berikut:

1. Beberapa malai yang masih tertutup oleh daun bendera yang akan digunakan

sebagai tetua betina dipilih dengan ketentuan bahwa malai yang keluar dari

daun bendera baru sekitar 10%-20%. Bunga yang sudah diserbuki atau belum

siap diserbuki dibuang.

2. Benang sari di emaskulasi. Sepertiga bagian dari palea dan lemma digunting,

kemudian gunting didorong ke atas sehingga anternya terbuang semua dan

tinggal kepala putiknya saja. Benang sari yang tersisa dibuang dengan

gunting.

3. Beberapa malai yang sudah mekar yang akan digunakan sebagai tetua jantan

dipilih.

4. Penyerbukan dilakukan dengan menggoyang-goyangkan malai bunga jantan

di atas bunga betina yang telah diemaskulasi.

5. Malai (bunga-bunga) hasil persilangan ditutup dengan kantong kertas,


kemudian label mengenai informasi yang diperlukan dari persilangan tersebut

dicantumkan.

6. Keberhasilan persilangan diamati dan tingkat keberhasilan dihitung dengan

rumus sebagai berikut:

7. Keberhasilan persilangan diamati dan tingkat keberhasilan dihitung dengan

rumus sebagai berikut :

Jumlah persilangan yang berhasil


Tingkat Keberhasilan (%) = x 100%
Jumlah total persilangan yang dilakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

Tanggal Polinasi : 11 Mei 2017

Tanggal Pengamatan : 1 Juni 2017

Tetua : Tetua Betina x Tetua Jantan


Ciherang Inpago Unsoed 1

Jumlah persilangan yang berhasil


Keberhasilan = x 100%
Jumlah total persilangan yang dilakukan

5
×100 %
= 15

= 33,33%

Kesimpulan: Jadi, tingkat keberhasilan dari menyerbuk silang ini sebesar 33,33%.

Gambar hasil persilangan:

B. Pembahasan

Hibridisasi merupakan suatu perkawinan silang antara berbagai jenis spesies


pada setiap tanaman yang mempunyai tujuan untuk memperoleh organisme

dengan sifat-sifat yang diinginkan dan dapat bervariasi jenisnya (Tanto, 2002).

Hibridisasi merupakan teknik yang potensial dalam upaya meningkatkan daya

hasil suatu komoditas tanaman dengan karakter yang dikehendaki. Pendugaan

daya gabung (combining ability) merupakan cara yang efektif dan efesien dalam

menyeleksi suatu galur/tetua dalam hibridisasi sehingga dapat diperoleh hibrida

dengan daya hasil tinggi serta memiliki karakter baik lainnya sesuai yang

dikehendaki (Dogra dan Kanwar, 2011). Soenarto (1997) menyatakan bahwa

hibridisasi merupakan suatu perkawinan silang antara berbagai jenis spesies setiap

tanaman yang bertujuan untuk memperoleh organisme dengan sifat-sifat yang

diinginkan.

Tahapan dalam melakukan proses kegiatan hibridisasi tanaman menyerbuk

sendiri dari tetua betina varietas Ciherang dengan tetua jantan varietas Inpago

Unsoed 1 dengan menggunakan teknik tempel, yaitu sebagai berikut:

1. Kastrasi

Kastrasi dilakukan dengan cara membersihkan tanaman padi yang

digunakan sebagai tetua betina dari serangga, kotoran dan selanjutnya

dilakukan pemotongan bunga padi yang tidak dipakai sehingga hanya

menyisakan 15 butir padi. Sepertiga bagian bunga padi dipoting miring

menggunakan gunting sehingga dapat terlihat bagian benang sari dan putik.

Hal tersebut sangat membantu dalam pembuangan benang sari. Kegiatan

katrasi dikakukan pada pukul 5 pagi sebelum tanaman padi melakukan

penyerbukan sendiri.
Gambar 1. Kegiatan kastrasi

2. Emaskulasi

Emaskulasi dilakukan setelah proses kastrasi dengan cara membuang alat

kelamin jantan (benang sari). Masing-masing bunga padi memiliki enam

benang sari yang harus dibuang. Pembuangan harus dilakukan secara hati-hati

agar tidak merusak bagian putik. Emaskulasi bertujuan agar tidak terjadi

penyerbukan sendiri dan dilakukan pagi hari sebelum bunga padi mekar.

Gambar 2. Kegiatan emaskulasi

3. Penyungkupan
Bunga yang telah bersih disungkup dengan kantong kertas transparan

yang bertujuan agar menghindarkan putik diserbuki oleh serbuk sari dari

tanaman lain yang tidak dikehendaki.

Gambar 3. Penyungkupan tanaman tetua betina

4. Pengumpulan serbuk sari

Pengumpulan serbuk sari dari tanaman padi varietas Inpago Unsoed 1

dilakukan pada siang hari dengan cara menggoyang-goyangkan malai padi

yang serbuk sarinya telah pecah di atas kertas.

Gambar 4. Pengumpulan serbuk sari tanaman padi varietas Inpago Unsoed 1

5. Hibridisasi
Hibridisasi atau persilangan adalah suatu teknik mengawinkan bunga

dengan meletakkan serbuk sari pada stigma pada waktu polinasi. Kegiatan

hibridisasi dilakukan pukul 12.00 dengan memasukkan serbuk sari dari tetua

jantan (Inpago Unsoed 1) menggunakan jarum pada tetua betina (Ciherang).

Gambar 5. Hibridisasi varietas Ciherang dan Inpago Unsoed 1

6. Penyungkupan

Bunga yang telah dilakukan hibridisasi selanjutnya disungkup

menggunakan kantong kertas agar lingkungan bunga padi sesuai saat masih

mempunyai lemma dan palea yang utuh.

Gambar 6. Penyungkupan tetua betina setelah dilakukan hibridisasi

7. Pelabelan dan pemberian etiket


Etiket berisi data nama penyerbuk, tanggal mengerjakan, dan

nama/nomor jenis tanaman betina dan jantan. Kegiatan ini bertujuan untuk

menjaga kekeliruan setelah melakukan persilangan.

Gambar 7. Pelabelan dan pemberian etiket

Proses persilangan tanaman padi secara buatan menurut Masniawati et al

(2015) yaitu:

1. Kastrasi

Kastrasi dilakukan sehari sebelum penyerbukan agar putik menjadi

masak sempurna saat penyerbukan sehingga keberhasilan penyilangan lebih

tinggi. Setiap bunga (spikelet) terdapat enam benang sari. Bunga pada malai

yang akan dikastrasi dijarangkan hingga tinggal 15-50 bunga. Sepertiga

bagian dari palea dan lemma bunga padi, dipotong miring menggunakan

gunting. Waktu yang tepat untuk melakukan kastrasi adalah setelah pukul

05.00 atau 15.00. Stadia bunga yang baik untuk dikastrasi adalah pada saat

ujung benang sari berada pada pertengahan bunga.

2. Emaskulasi
Emaskulasi merupakan proses pembuangan serbuk sari pada tetua betina

yang dilakukan pada pagi hari hingga pukul 08.00 dengan suhu rendah dan

udara yang cukup lembab. Kepala sari pada saat itu biasanya masih tertutup

rapat sehingga mudah untuk membuang benang sari dalam keadaan utuh.

Pengambilan kepala sari memerlukan kehati-hatian dan ketelitian yang tinggi

agar tidak terjadi kerusakan pada stigma.

3. Penutupan

Bunga yang telah bersih dari benang sari ditutup dengan glacine bag atau

kertas transparan untuk menghindari jatuhnya serbuk sari yang tidak

diinginkan.

4. Pengumpulan serbuk sari

Bunga jantan diambil dari lapangan sekitar pukul 09.00 pagi kemudian

disimpan dalam bak plastik yang telah disiapkan, selanjutnya ditunggu hingga

kepala sari membuka.

5. Hibridisasi

Bunga betina yang sudah dikastrasi dibuka tutupnya lalu dikakukan

hibridisasi pada siang hari sekitar pukul 10.30 siang. Hibidisasi dilakukan

dengan menabur tetua jantan ke kepala putik dengan cara menggoyangkan

bunga jantan di atas bunga betina.

6. Pembungkusan

Setelah tanaman selesai dihibridisasi selanjutnya pembungkusan (cover

off) pada malai. Pembungkusan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak

mengganggu pembuahan dan perkembangan embrio. Pembungkusan


dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang diharapkan menyerupai saat

putik terbungkus oleh lemma dan palea.

7. Pemberian etiket

Malai yang telah terbungkus dipasang etiket yang mencantumkan tanggal

silang, nama tetua, jumlah malai yang disilangkan, dan dapat juga

dicantumkan nama yang menyilangkan. Penulisan identitas sangat penting

untuk legitimasi genotipe baru yang dihasilkan.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi dikelompokkan menjadi tiga

fase yaitu:

1. Fase vegetatif (vegetative stage)

Fase vegetatif merupakan fase pada awal pertumbuhan hingga

pembentukan bakal malai (primordia). Fase ini dimulai saat benih padi

berkecambah hingga fase pertumbuhan organ-organ vegetatif, seperti

pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, bobot dan luas daun. Lama fase

ini yang menyebabkan perbedaan umur tanaman. Kelembaban yang cukup

diperlukan pada fase ini untuk pertumbuhan akar-akar baru (Kalsim, 2007).

Tubur et al (2012) menyatakan bahwa kekeringan pada fase vegetatif dapat

menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan,

tetapi penggenangan lahan yang dilakukan terus menerus akan menghambat

peningkatan jumlah anakan.

2. Fase reproduktif (reproductive stage)


Fase reproduktif adalah fase dimana tanaman mengalami pemanjangan

beberapa ruas teratas batang tanaman, berkurangnya jumlah anakan,

munculnya daun bendera, bunting, dan pembungaan. Inisiasi primodia malai

dimulai 30 hari sebelum heading dan waktunya hampir bersamaan dengan

pemanjangan ruas-ruas batang yang terus berlanjut hingga tanaman padi

berbunga (Makarim dan Suhartatik, 2009). Penyediaan nitrogen yang cukup

pada fase generatif sangat penting juga dalam memperlambat proses penuaan

daun mempertahankan fotosintesis selama fase pengisian gabah dan

peningkatan protein dalam gabah (Patty et al., 2013).

3. Fase pemasakan/pematangan (ripening stage)

Fase pematangan merupakan fase tanaman berbunga hingga gabah siap

panen. Fase ini terdiri dari pembentukan bunga, pembentukan pasta, matang

kuning, dan matang penuh. Hasil asimilasi selama fase pemasakan akan

mempengaruhi bernas atau tidaknya gabah (Mungara et al., 2013). Arafah

(2009) menyatakan bahwa periode pemasakan bulir terdiri dari empat stadia

masak yaitu:

a. Stadia masak susu ditandai dengan tanaman padi masih berwarna hijau,

tetapi malai-malainya sudah terkulai. Ruas batang bawah kelihatan

kuning. Gabah bila dipijit dengan kuku keluar cairan seperti susu.

b. Stadia masak kuning ditandai dengan seluruh tanaman yang tampak

kuning dan hanya buku-buku sebelah atas yang masih hijau. Isi gabah

sudah keras, tetapi mudah pecah dengan kuku.


c. Stadia masak penuh ditandai dengan buku-buku sebelah atas berwarna

kuning, sedangkan batang-batang mulai kering. Isi gabah sukar

dipecahkan. Varietas-varietas yang mudah rontok saat masuk stadia ini

belum terjadi kerontokan.

d. Stadia masak mati ditandai dengan isi gabah keras dan kering. Varietas-

varietas yang mudah rontok saat masuk stadia ini sudah mulai rontok.

Stadia masak mati terjadi setelah ± 6 hari setelah masak penuh.

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh tingkat

keberhasilan persilangan padi antara varietas Ciherang dengan Inpago Unsoed 1

tergolong rendah. Teknik yang digunakan dalam praktikum yaitu teknik tempel

dengan total bunga yang diserbuki sebanyak 15 bunga dan total biji yang

terbentuk 5 biji dengan presentase keberhasilan sebesar 33,33%. Persilangan yang

dilakukan dapat dikatakan berhasil karena terdapat bunga yang berhasil dibuahi

walaupun presentasenya sangat rendah. Ardian et al (2012) menyatakan bahwa

persilangan yang berhasil ditandai dengan terbentuknya biji pada bunga yang

telah diserbuki.

Rendahnya persentase keberhasilan persilangan disebabkan banyak faktor

diantaranya yaitu kurangnya kemahiran dari penyilang, ketepatan waktu

persilangan, keadaan lingkungan, dan kesuburan dari tanaman. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Lubis dan Hanafiah (2015) bahwa keberhasilan penyerbukan

buatan yang kemudian diikuti pembuahan dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya adalah kompatibilitas tetua, ketepatan waktu reseptif betina dan

antesis jantan, kesuburan tanaman serta faktor lingkungan. Masniawati et al


(2015) menyatakan bahwa metode penyerbukan menentukan keberhasilan

persilangan. Serbuk sari digoyang-goyang diatas putik yang siap diserbuki dengan

harapan serbuk sari dapat mencapai putik sari dan membuahi. Putik yang matang

atau siap diserbuki apabila diserbuki dengan serbuk sari yang matang akan

menghasilkan embrio. Persilangan terkadang tidak terjadi pembuahan walaupun

stigma telah diserbuk oleh serbuk sari dari bunga yang sama dikarenakan adanya

ketidakserasian fisiologis atau ketidakserasian sendiri (Syukur et al., 2009).

Brar dan Khush (1986) menyatakan bahwa penyebab rendahnya

keberhasilan persilangan padi karena adanya hambatan dalam persilangan yang

terjadi sebelum dan sesudah penyerbukan. Beberapa kendala yang dihadapi

sebelum penyerbukan adalah genom yang berbeda, tingkat ploidi yang berbeda,

kegagalan serbuk sari atau polen berkecambah, pertumbuhan serbuk sari yang

lambat, serta kegagalan dalam menghasilkan hibrida seksual. Kendala setelah

penyerbukan dalam persilangan adalah biji hibrida yaitu hasil persilangan yang

lemah atau sulit untuk tumbuh, matinya tanaman F 1, terjadinya eliminasi

kromosom, dan hibrida yang steril.

Gambar 8. Hasil proses hibridisasi tanaman padi varietas Ciherang


dengan Inpago Unsoed 1
Gambar 9. Hasil persilangan padi varietas Pare Mandoti dan Ciherang
Sumber: Masniawati et al., 2015

Keberhasilan dalam pelaksanaan persilangan ditentukan oleh faktor

manusia, alat yang digunakan serta faktor lingkungan. Peran pelaksana (manusia)

dalam memperbesar keberhasilan persilangan terutama ditentukan oleh

keterampilan dan pengetahuan. Faktor alat lebih berhubungan pada kebersihan

alat, sedangkan faktor lingkungan adalah seperti adanya serangan hama dan

penyakit serta sifat genetik dari tanaman yang akan disilangkan (Ambarwati et al.,

2015). Selain itu suhu, curah hujan, serta hama dan penyakit merupakan faktor

lingkungan yang dapat menginfeksi bunga (Widiastuti et al., 2008).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyerbukan padi sangat

dipengaruhi oleh suhu. Pembungaan, pembuahan, dan fase bunting merupakan

fase yang paling sensitif terhadap suhu. Suhu tinggi saat pembungaan dapat

menghambat pembengkakan tepung sari sedangkan suhu rendah pada saat fase

bunting dapat menghambat pertumbuhan benang sari (Matsui et al., 2000). Oleh

karena itu, faktor yang menyebabkan pecahnya kotak sari adalah pembengkakan

butiran tepung sari. Cekaman suhu dengan suhu >350C atau <200C dapat

menurunkan persentase pecahnya kotak sari pada saat pembungaan yang

menyebabkan penyerbukan bunga akan terhambat (Matsui dan Kagata, 2003).


Syukur et al (2009) menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi

hibridisasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Faktor internal

a. Pemilihan Tetua

Ada lima kelompok sumber plasma nutfah yang dapat dijadikan tetua

persilangan yaitu 1) varietas komersial, 2) galur-galur elit pemuliaan, 3)

galur-galur pemuliaan dengan satu atau beberapa sifat superior, 4)

spesies introduksi tanaman dan, 5) spesies liar. Peluang menghasilkan

varietas unggul yang dituju akan menjadi besar bila tetua yang digunakan

merupakan varietas-varietas komersial yang unggul yang sedang beredar,

galur-galur murni tetua hibrida, dan tetua-tetua varietas sintetik.

b. Waktu tanaman berbunga

Kegiatan persilangan yang harus diperhatikan yaitu: 1) penyesuaian

waktu berbunga, waktu tanam tetua jantan dan betina harus diperhatikan

supaya saat anthesis dan represif waktunya bersamaan, 2) waktu

emaskulasi dan penyerbukan, pada tetua betina waktu emaskulasi harus

diperhatikan, seperti pada bunga kacang tanah, padi harus pagi hari, bila

melalui waktu tersebut polen telah jatuh ke stigma, serta waktu

penyerbukan harus tepat ketika stigma reseptif. Jika antara waktu

anthesis bunga jantan dan waktu reseptif bunga betina tidak bersamaan,

maka perlu dilakukan sinkronisasi. Caranya dengan membedakan waktu

penanaman antara kedua tetua, sehingga nantinya kedua tetua akan siap
dalam waktu yang bersamaan. Tujuan sinkronisasi diperlukan informasi

tentang umur tanaman berbunga.

2. Faktor eksternal

a. Pengetahuan tentang organ reproduksi dan tipe penyerbukan

Organ reproduksi yang diketahui maka dapat menduga tipe penyerbukan,

yaitu tipe menyerbuk silang atau menyerbuk sendiri.

b. Keadaan cuaca saat penyerbukan

Kondisi panas dengan suhu tinggi dan kelembaban udara terlalu rendah

menyebabkan bunga rontok, serta jika ada angin kencang dan hujan yang

terlalu lebat.

c. Pelaksanaan

Pemulia yang melakukan hibridisasi harus serius dan bersungguh-

sungguh dalam melakukan kegiatan hibridisasi karena jika pemulia

ceroboh maka hibridisasi akan gagal.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Salah satu langkah dalam hibridisasi tanaman menyerbuk sendiri adalah

emaskulasi. Emaskulasi adalah proses pembersihan kelamin jantan (benang

sari) pada betina agar tidak terjadi penyerbukan sendiri. Tetua betina yaitu

varietas Ciherang diemaskulasi sebelum bunga membuka agar tidak terjadi

penyerbukan sendiri.

2. Bunga betina yang telah diemaskulasi selanjutnya diserbuki dengan benang

sari dari tetua jantan yaitu varietas Inpago Unsoed 1 hingga terkena kepala

putiknya secara hati-hati.

B. Saran

Praktikan seharusnya melakukan persilangan dengan lebih sabar dan teliti

agar serbuk sari tepat masuk ke putik.


DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati A. D., Agus Purwito., M. Herman., S. M. Sumaraow., dan H.


Aswidinnoor. 2015. Analisis Integrasi dan Segregasi Gen Ketahanan
terhadap Hawar Daun pada Progeni F1 Hasil Persilangan Tanaman
Kentang Transgenik dengan Non Transgenik. Jurnal Agro Biogen. Vol
5(1).

Arafah. 2009. Pengelolaan dan Pemanfaatan Padi Sawah. Bumi Aksara, Bogor.

Ardian, Riki., Dewi Indriyanti Roslim., dan Herman. 2012. Persilangan Padi
(Oryza sativa L.) Varietas IR64 dan Siam Siantur. Karya Ilmiah.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Riau,
Riau.

Brar, D. S., dan Khush G. S. 1986. Wide Hybridization and Chromosome


Manipulation in Cereal. Hand Book Of Plant Cell Culture. Vol IV.
Macmillan Publ, UK.

Dogra, B. S., dan M. S. Kanwar. 2011. Exploitation of Combining Ability in


Cucumber (Cucumis sativus L.). Research Journal of Agricultural
Sciences. Vol 2(1): 55-59.

Herawati, D. W. 2012. Budidaya Padi. Javalitera, Yogyakarta.

Kalsim, D. K. 2007. Rancangan Operasional Sistem Irigasi untuk Pengembangan


SRI. Seminar KNI-ICD, Jawa Barat.

Lubis, N. A., Rosmayati., dan D. S. Hanafiah. 2015. Persilangan Genotipe-


Genotipe Kedelai (Glycine max L. Merrill.) Hasil Seleksi pada Tanah
Salin dengan Tetua Betina Varietas Grobogan. Jurnal Online
Agroekoteknologi. Vol 3(1): 291-298.

Makarim, A. K., dan Suhartatik, E. 2009. Morfologi dan Fisiologi Padi. Balai
Besar Tanaman Padi, Subang.

Masniawati, A., Baharuddin., Tri Joko., dan A. Abdullah. 2015. Pemuliaan


Tanaman Padi Aromatik Lokal Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan.
Jurnal Sainsmat. Vol. 4(2): 205-213.

Matondang, R. H., dan Rusdiana, S. 2013. Langkah-Langkah Strategis Dalam


Mencapai Swasembada Daging Sapi Atau Kerbau. Jurnal Litbang
Pertanian. Vol. 32(3):131-139.
Matsui, T. dan H. Kagata. 2003. Characteristic of Floral Organs Related to
Reliable Self-Pollination In Rice (Oryza Sativa). Annals of Botany. Vol.
91: 473-477.

Matsui, T., K. Omasa and T. Horie. 2000. High Temperature at Flowering Inhibit
Swelling of Pollen Grains, a Driving Force for Thecae Dehiscence in
Rice (Oryza sativa L.). Plant Production Sci. Vol 3: 430-434.

Mungara, E., D. Indradewa., dan R. Rogomulyo. 2013. Analisis Pertumbuhan dan


Hasil Padi Sawah (Oryza sativa L.) pada Sistem Pertanian
Konvensional, Transisi Organik dan Organik. Vegetalika. Vol 2(3): 1-
12.

Nasir, M. 2001. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Direktorat Jenderal Pendidikan


Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Patty, P. S., E. Kaya., dan C. H. Silahooy. 2013. Analisis Status Nitrogen Tanah
dalam Kaitannya dengan Serapan N oleh Tanaman Padi Sawah di Desa
Waimital, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat.
Agrologia. Vol 2(1): 51-58.

Soegianto, A., dan S. Purnamaningsih. 2014. Perakitan Varietas Tanaman Buncis


(Phaseolus vulgaris L.) Berdaya Hasil Tinggi dengan Sifat Warna
Polong Ungu dan Kuning. Seminar Nasional. Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya, Malang.

Soenarto. 1997. Pemuliaan Tanaman. IKIP Semarang Press, Semarang.

Soeranto, H. 2003. Peran IPTEK Nuklir dalam Pemuliaan Tanaman untuk


Mendukung Industri Pertanian. Jurnal Pemuliaan Tanaman. Vol 3(1).

Syukur, M., S. Sujiprihati, dan R. Yunianti. 2009. Teknik Pemuliaan Tanaman.


Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan
Hotikultura IPB, Bogor.

Tanto. 2002. Pemuliaan Tanaman dengan Hibridisasi (Allogam). Raja Grafindo


Persada, Jakarta.

Tubur, H. W., M. A. Chozin., E. Santosa., dan Ahmad, J. 2012. Respon Agronomi


Varietas Padi terhadap Periode Kekeringan pada Sistem Sawah. Jurnal
Agronomi Indonesia. Vol 40(3): 167-173.

Wahid, A. S. 2003. Peningkatan Efisiensi Pupuk Nitrogen pada Padi Sawah


dengan Metode Bagan Warna Daun. Jurnal Litbang Pertanian. Vol
22(4): 156-161.
Welsh, J. R. 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Erlangga,
Jakarta.

Widiastuti., Alfin., dan P. E. Retno. 2008. Viabilitas Serbuk Sari dan Pengaruhnya
terhadap Keberhasilan Pembentukan Buah Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.). Biodiversitas. Vol 9(1).

Widyastuti, Y., I. A. Rumanti., dan Satoto. 2012. Perilaku Pembungaan Galur-


galur Tetua Padi Hibrida. Iptek Tanaman Pangan. Vol 7(2): 67-78.
Lampiran 2. Gambar Praktikum

Gambar 1. Kegiatan kastrasi Gambar 2. Kegiatan emaskulasi


tanaman padi varietas Ciherang dilakukan pagi hari
(tetua betina)

Gambar 3. Penyungkupan dan Gambar 4. Hasil persilangan padi


pemberian etiket varietas Ciherang dan Inpago
Unsoed 1

Anda mungkin juga menyukai