MIKROBIOLOGI
(EDISI REVISI)
OLEH:
Bernadetta Octavia
Anna Rakhmawati
Pedoman Praktikum ini dapat menjadi pelengkap perkuliahan dan juga merupakan
pelatihan nyata bagi mahasiswa yang berminat mengembangkan penelitian dalam bidang
mikrobiologi. Semoga Pedoman Praktium ini bermanfaat bagi mahasiswa.
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Daftar Lampiran iv
Rangkaian Kegiatan Praktikum Mikrobiologi v
Acara Praktikum 1: Pengenalan Alat dan Media/ Reagen yang digunakan dalam 4
Praktikum Mikrobiologi
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 26
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Cara sterilisasi (tergantung macam bahan dan sifat bahan yang disterilkan)
Lampiran 2. Metode streak plate, model-modelnya
Lampiran 3. Metode pour plate (cara pengenceran sampel, pengambilan dan pencampuran
dengan media serta penuangan ke dalam petridish)
Lampiran 4. Metode spread plate (prinsipnya adalah pengenceran sampel)
Lampiran 5. Pengecatan negatif
Lampiran 6. Pengecatan spora
Lampiran 7. Pengujian daya hambat antimikroba dengan “disk diffusion method”
(peletakan filter pada plate)
Lampiran 8. Pengenceran berseri untuk penghitungan jumlah bakteri dalam sampel
Lampiran 9. Cultural characteristics of bacteria
iv
RANGKAIAN KEGIATAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI
Minggu Kegiatan
1 Asistensi dan Tes Pendahuluan
2, 3 Pengenalan alat dan bahan/ media/ reagent yang digunakan dalam praktikum
v
6 Klasifikasi Bakteri dengan Metode Taksonomi Numerik-Fenetik Berdasarkan
Data Sifat Fenotipik
I. Isolasi Bakteri dengan Metode Streak Plate
Dari hasil isolasi akan diperoleh biakan murni bakteri untuk karakterisasi dan
identifikasi bakteri.
Media agar plate yang telah ditumbuhi koloni bakteri yang terpisah, disimpan dalam
kulkas, 0-50C.
(Bila ada yang belum selesai dengan acara praktikum pada minggu ke-5, dapat
diselesaikan pada minggu ini (ke-6), dengan mendaftarkan diri paling lambat 3 hari
sebelum praktikum minggu ke-6)
7 Membuat biakan murni bakteri dari hasil isolasi bakteri isolat bakteri
Presentasi hasil praktikum (minggu ke-3 s.d. 6)
vi
Presentasi hasil praktikum (Minggu ke-7 s.d. 8)
11 Pengumpulan hasil karakterisasi isolat bakteri dan identifikasi awal dengan pembuatan
dendogram berdasarkan karakter fenetik
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1. TEKNIK ASEPTIK
Teknik aseptik merupakan teknik dasar yang harus dikuasai bila berkecimpung
dalam bidang Mikrobiologi. Pada prinsipnya teknik aseptik adalah usaha menghindarkan
setiap kontak antara kultur murni (pure culture), medium steril dan semua wadah steril
serta permukaan meja kerja, dengan mikroba kontaminan/ kompetitor (mikroba yang
tidak diinginkan). Teknik aseptik dibutuhkan misalnya, pada saat melakukan kultivasi
mikroba dan pemindahan (transfer) kultur murni dari satu wadah (misalnya tabung
reaksi) ke tabung reaksi yang lain. Ancaman kontaminasi mikroba “kompetitor” selalu
ada (mungkin terjadi) karena mikroba terdapat dimana-mana dan karena ukurannya kecil
maka mudah tersebar melalui udara dan mudah ditemukan pada berbagai permukaan
peralatan laboratorium dan media pertumbuhan mikroba.
Oleh karena itu, penguasaan akan teknik aseptik sangat diperlukan untuk
mendukung keberhasilan eksperimen (praktikum) di Laboratorium Mikrobiologi. Prinsip-
prinsip dasar teknik aseptik yang harus ditegakkan adalah: (1) Media pertumbuhan dalam
wadah (misalnya Erlenmeyer atau tabung reaksi) harus disterilisasi segera setelah dibuat.
(2) Wadah (misalnya petridish) yang akan digunakan untuk kultivasi mikroba sebaiknya
dibungkus dan kemudian disterilkan (3) Semua alat, misalnya jarum inokulasi (ose)
ataupun pipet dan berbagai larutan serta aquadest yang akan menyentuh sisi sebelah
dalam petridish dan tabung reaksi yang sudah disterilkan, medium steril dan kultur
mikroba, pertama-tama harus disterilkan terlebih dahulu (4) Area kerja atau meja kerja
harus bersih (disemprot dengan alkohol 70%) sebelum dipakai dan selalu dijaga
sterilitasnya sepanjang pemakaiannya (misalnya tidak meletakkan jarum inokulasi dan
pipet yang telah digunakan untuk transfer mikroba, di atas meja kerja). Jarum inokulasi
harus disterilkan kembali (dengan dibakar pada nyala api Bunsen) sebelum diletakkan di
tempatnya dan pipet bekas harus diletakkan pula dalam tempatnya (5) Mulut tabung
reaksi harus selalu dipanaskan dahulu sebelum maupun sesudah transfer/ kultivasi
mikroba. Tutup/ sumbat kultur tidak boleh diletakkan di atas meja kerja, hal ini untuk
mencegah kontaminasi ulang alik antara tabung kultur dan meja kerja (6) Biasakan untuk
memisahkan (mengkategorikan) segala macam peralatan dan medium antara yang steril
dan belum disterilkan/ sudah digunakan agar pekerjaan berjalan lancar (7) Transfer
kultur dan kultivasi mikroba harus dilakukan di dekat nyala api Bunsen pada meja
kerja yang bersih atau dalam Laminar Air Flow cabinet.
2. STERILISASI
Sterilisasi dalam Mikrobiologi merupakan proses destruksi atau pembersihan
terhadap semua bentuk kehidupan mikroba (eukariot, prokariot dan virus) pada medium
dan peralatan yang dipakai. Dengan demikian sterilisasi merupakan pilar penyangga
teknik aseptik untuk kesuksesan kerja di laboratorium Mikrobiologi. Dalam praktek,
sterilisasi alat-alat atau medium dapat dikerjakan secara mekanis (misalnya penyaringan),
1
secara kimiawi (misalnya desinfektan) dan secara fisikawi (misalnya pemanasan, sinar
UV). Cara sterilisasi yang dipakai tergantung pada macam bahan dan sifat bahan yang
disterilkan (Lampiran 1).
2
4. TEKNIK PENYIMPANAN KULTUR MURNI
Teknik yang dibahas ini merupakan prosedur penyimpanan pure culture yang
diisolasi dari discreate colonies, dan diperoleh melalui ketiga metode isolasi mikroba
yaitu streak plate, pour plate atau spread plate. Prinsip penyediaan kultur murni (pure
culture) adalah mengambil satu koloni bakteri yang terpisah dari yang lain, dengan ose
steril secara aseptis, dan memindahkannya ke medium agar miring (agar slope/ agar
slant), sehingga kultur bakteri pada agar miring ini mewakili satu strain bakteri (single
strain of bacteria). Setiap koloni yang terpisah merupakan keturunan dari satu sel tunggal
(single cell). Namun demikian tidak setiap koloni berasal dari single cell, sebagai contoh
adalah bakteri Streptococcus yang beberapa selnya saling berlekatan membentuk rantai.
Oleh karena itu, koloni Streptococcus berkembang dari beberapa sel yang berlekatan ini,
jadi bukan single cell tetapi dari cell cluster.
Untuk kepentingan penelitian atau praktikum maka kultur murni disimpan sebagai
stock culture. Khusus untuk kultur mikroba yang berharga (valuable) dan telah
dikarakterisasi fenotipik dan molecular maka dapat didepositkan di tempat penyimpanan
kultur, misalnya: American Type Culture Collection (ATCC) di Rockville, Maryland
USA. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam teknik penyimpanan kultur murni (pure
culture preservation) adalah : (1) tidak menurunkan daya hidup kultur mikroba (2)
mampu mencegah terjadinya perubahan-perubahan genetik dan fisiologis. Ada beberapa
teknik penyimpanan kultur murni, yaitu: (a) pemindahan kultur ke medium baru secara
periodik (b) penyimpanan pada suhu rendah dalam refrigerator atau dibekukan (c)
pengeringan, misalnya: lyofilisasi (freeze-drying). Metode yang memenuhi kedua
persyaratan teknik penyimpanan kultur murni adalah lyofilisasi, yang digunakan oleh
berbagai tempat penyimpanan kultur di dunia. Metode penyimpanan kultur yang paling
sederhana adalah dengan pemindahan kultur ke medium baru secara periodik. Tetapi
metode ini beresiko tinggi (high risk) karena pemindahan kultur yang berulang kali akan
mengakibatkan terjadinya perubahan genetik dan fisiologis kultur mikroba,. Di samping
itu metode ini seringkali memakan waktu (time consuming) terutama bila sejumlah besar
kultur harus dipindahkan. Kelemahan lain metode ini adalah waktu simpannya relatif
pendek artinya memerlukan pemindahan setiap beberapa minggu. Oleh karena itu metode
ini hanya disarankan untuk kegiatan praktikum mahasiswa. Apabila menginginkan waktu
simpan yang lebih panjang, misalnya 3-5 bulan, maka disarankan untuk menyimpan
kultur dalam refrigerator pada temperatur 0-50C. pada kondisi ini metabolisme bakteri
direduksi secara signifikan.
5. PERALATAN LABORATORIUM
Memilih peralatan yang sesuai untuk Laboratorium Mikrobiologi dan memahami
cara kerja semua peralatan di Laboratorium wajib diterapkan karena selain untuk
keamanan diri, dapat pula memperpanjang usia pemakaian alat tersebut, serta dapat
memberikan hasil yang akurat.
Bagi semua peralatan Laboratorium berlaku motto ini:
“The best is not always the most expensive, but it is rarely the cheapest”
3
Acara Praktikum 1: Pengenalan alat dan media/ reagen yang digunakan dalam
praktikum Mikrobiologi.
Tujuan Praktikum:
Setelah menyelesaikan acara praktikum ini, mahasiswa dapat:
1. Mengenal alat dan media/ reagent yang digunakan dalam praktikum Mikrobiologi.
2. Memahami fungsi/ cara kerja alat dan media/ reagen yang digunakan dalam
praktikum Mikrobiologi, serta cara pemeliharaan dan penyimpanan alat dan media/
reagen teresebut.
Prosedur kegiatan :
1. Penjelasan secara singkat cara kerja dan penggunaan alat dan media/ reagent yang
terdapat di Laboratorium Mikrobiologi.
2. Mahasiswa memilih satu alat dan media dan reagent, selanjutnya dipelajari secara
rinci, segala hal yang berkaitan dengan cara kerja atau pemakaiannya atau
pembuatannya atau fungsinya, serta pemeliharaan dan penyimpanannya.
3. Mencatat/ menggambar/ memfoto hasil pengamatan.
4
BAB II
DUNIA MIKROBA
Sejauh ini diskusi tentang dunia mikroba dalam praktikum mikrobiologi selalu
difokuskan pada bakteri (prokariot). Beberapa teknik dalam Bab Pendahuluan yaitu teknik
isolasi dan teknik penyimpanan kultur murni terutama juga ditujukan untuk bakteri.
Selain bakteri terdapat beberapa kelompok eukariot yang merupakan anggota dunia
mikroba. Kelompok mikroba eukariot ini adalah: Fungi, Protozoa, Algae dan Cacing
Parasit. Keberadaan mikroba eukariot ini telah membuat keanekaragaman dunia mikroba
semakin menakjubkan karena hampir segala macam bentuk, ukuran, sifat fisiologis dan
biokimia, serta “life style” dapat ditemukan dalam dunia mikroba ini.
Pada praktikum mikrobiologi ini kelompok mikroba eukariot yang akan diamati
adalah Fungi. Cendawan (mushroom), jamur benang/ kapang (mold) dan khamir (yeast)
adalah fungi. Organisme dalam kelompok fungi dapat bersifat uniseluler dan multiseluler.
Yeast adalah fungi uniseluler. Yeast digunakan secara luas dan komersial dalam berbagai
produk fermentasi, baik berupa minuman maupun makanan. Cendawan dan kapang
merupakan fungi multiseluler yang berfilamen. Baik cendawan yang dapat dikonsumsi
manusia maupun kapang yang dijumpai sebagai kontaminan dapat dikenali secara umum dari
kenampakan koloninya (misal warna dan ukuran). Apabila akan dilakukan identifikasi maka
perlu ditambahkan pengamatan tentang organisasi hifa (septa atau coenocytic), serta struktur
dan organisasi spora reproduksi.
Prosedur kegiatan:
1. Mahasiswa mengamati morfologi koloni kapang dan khamir yang ditumbuhkan pada
media agar plate serta mengamati morfologi cendawan yang sudah tersedia.
2. Mahasiswa mengamati dengan mikroskop beberapa slide preparat cendawan, khamir,
dan kapang yang sudah disiapkan asisten dalam praktikum ini.
3. Mencatat/ menggambar/ memfoto hasil pengamatan.
Dari semua anggota dunia mikroba maka bakteri adalah yang paling luas
terdistribusi, paling sederhana morfologinya, paling kecil ukurannya, dan paling sulit
diklasifikasikan dan diidentifikasikasi. Pada kegiatan pengenalan bakteri akan dilakukan
5
pengamatan bentuk dasar sel bakteri melalui beberapa pengecatan. Ada 3 macam bentuk
dasar sel bakteri yaitu: bulat (coccus/ spheris/ oval), batang (rod/ bacillus), spiral (vibrio/
comma/ spirillum/ spirochete).
Tujuan Praktikum:
1. Membuat slide preparat bakteri (olesan bakteri) yang baik yaitu tipis merata untuk
bahan dasar pengecatan bakteri.
2. Mengamati bentuk dasar sel bakteri melalui beberapa macam pengecatan.
3. Menjelaskan perbedaan mekanisme pengecatan antara pengecatan sederhana, negatif,
Gram dan Pengecatan Endospora.
4. Menjelaskan perbedaan hasil pengecatan bakteri antara pengecatan sederhana, negatif,
dan Gram.
Prosedur Kegiatan:
2. Pengecatan Sederhana
Pengecatan ini hanya menggunakan satu jenis cat (single stain), yaitu metilen
biru atau basic fuchsin atau Kristal violet. Pengecatan sederhana ini mengecat hanya
sel bakteri dan bukan latar belakangnya. Semua jenis cat tersebut bermuatan positif
(kation), sedangkan bakteri bermuatan negatif (anion), sehingga menghasilkan daya
tarik menarik antara kation dan anion. Pengecatan sederhana digunakan untuk
memastikan bentuk sel, ukuran dan susunan selnya.
Teknik pengecatan:
a. Slide preparat bakteri yang telah disiapkan ditetesi dengan cat metilen biru dan
dibiarkan selama 1 menit.
b. Dicuci dengan air mengalir, sampai tetesan airnya jernih.
c. Selanjutnya sisa airnya diserap dengan kertas penyerap dan dibiarkan kering.
d. Slide preparat diamati dengan mikroskop, ditetesi dengan minyak imersi. Slide
preparat ini selanjutnya dapat disimpan dalam slide box setelah minyak imersinya
diserap dengan kertas penyerap.
6
3. Pengecatan Gram
Teknik pengecatan gram dikembangkan pada tahun 1884 oleh seorang dokter
berkebangsaan Denmark, Hans Christian Gram. Pengecatan Gram merupakan langkah
pertama mengidentifikasi sel bakteri karena teknik pengecatan ini memisahkan
bakteri menjadi 2 kelompok yaitu bakteri Gram positif (berwarna ungu/ biru) dan
bakteri Gram negatif (berwarna merah). Perbedaan 2 kelompok bakteri ini didasarkan
pada kemampuan sel tersebut menahan (mengikat) warna ungu (purple) kristal violet
selama proses dekolorisasi oleh etil alkohol. Bakteri gram negatif mengalami
dekolorisasi oleh alcohol yaitu hilangnya warna purple kristal violet. Selanjutnya pada
tahap akhir pengecatan, sel bakteri ini akan terwarnai menjadi merah oleh safranin
(basic fuchsin). Sebaliknya sel bakteri gram positif tidak mengalami dekolorisasi jadi
tetap mengikat warna purple kristal violet, shingga pada tahap akhir tidak terwarnai
oleh safranin.
Tahap dekolorisasi merupakan tahap kritis/ genting (critical point) dalam
teknik pengecatan Gram. Sel bakteri Gram positif mungkin nampak menjadi Gram
negatif bila waktu dekolorisasi terlalu lama sedangkan sel bakteri Gram negatif akan
nampak menjadi Gram positif bila waktu dekolorisasi terlalu pendek. Penentuan suatu
bakteri tergolong ke dalam Gram positif ataukah Gram negatif merupakan tahap
pertama identifikasi bakteri, oleh karena itu apabila penentuan ini tidak benar maka
keakuratan identifikasi dapat diragukan.
Teknik pengecatan:
a. Slide preparat bakteri yang telah disiapkan, ditetesi dengan kristal violet (Gram A,
cat utama/ primer) dan dibiarkan selama 30 detik kemudian cuci dengan air
mengalir.
b. Selanjutnya olesan bakteri ditetesi dengan larutan iodine (Gram B, larutan
mordan), dibiarkan selama 10 detik dan cuci dengan air mengalir.
c. Kemudian dilakukan dekolorisasi dengan membubuhi olesan tersebut dengan etil
alcohol 95% selama 10-20 detik. Waktu dekolorisasi ini tergantung pada
ketebalan olesan bakteri. Tahap ini merupakan langkah yang kritis. Do not over
decolorize. Practice makes perfect!
d. Segera aliri dengan air selama beberapa detik untuk menghntikan aktivitas
dekolorisasi.
e. Selanjutnya ditambahkan Safranin (counterstain) dan dibiarkan 30 detik.
f. Dicuci dengan air mengalir selama bberapa detik untuk membersihkan semua
sisa-sisa cat (dye), selanjutnya air dihisap dengan kertas penghisap dan kering
anginkan.
g. Amati hasil pengecatan ini dngan mikroskop dan untuk memperbesar indeks bias
dibubuhi minyak imersi.
h. Bakteri Gram positif berwarna ungu dan bakteri Gram negatif berwarna merah.
7
4. Pengecatan Negatif
Teknik pengecatan ini merupakan cara yang lebih baik untuk menentukan
morfologi dan ukuran sel, dibandingkan dengan prosedur pengecatan yang lain. Pada
teknik pengecatan negatif, bakteri relatif tidak mengalami kerusakan karena tidak ada
proses fiksasi dengan pemanasan, juga tidak ada penggunaan bahan kimia yang
bersifat merusak dinding sel, di samping itu juga partikel cat (±1,0 µm) dalam bahan
pengecatan negatif tidak masuk ke dalam bakteri dan hanya mengecat latar belakang
slide bakteri tersebut.
Teknik pengecatan:
a. Disiapkan 2 buah gelas benda yang besih dan bebas lemak/ minyak.
b. Pada gelas benda yang pertama, cat nigrosin diletakkan dekat salah satu ujung
gelas benda.
c. Dengan menggunakan jarum ose, ambil kultur cair bakteri dan campur dengan cat
nigrosin. Bila kultur bakteri dari media padat, maka ambil sedikit biakan bakteri
dengan ose, campurkan dengan cat nigrosin, dan tambahkan satu ose aquadest
steril, campur merata.
d. Selanjutnya gelas benda kedua diletakkan membentuk sudut ±300, serta
menyentuh/ kontak dengan campuran car dan kultur bakteri pada gelas benda
pertama.
e. Dorong dengan mantap gelas benda kedua ini ke arah kiri sehingga akan terbentuk
olesan yang merata (Lampiran 5).
f. Slide preparat bakteri ini hanya dikeringanginkan, dan kemudian diamati dengan
mikroskop dan dibubuhi minyak imersi.
8
e. Kemudian bubuhi olesan bakteri dengan safranin, diamkan selama 30 detik.
f. Olesan bakteri kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringanginkan.
g. Amati slide preparat endopora bakteri dengan mikroskop.
Bila kita bermaksud untuk mempelajari secara rinci satu isolat bakteri dalam hal
karakteristik kultur, morfologi, serta sifat fisiologisnya dan selanjutnya melakukan klasifikasi
bakteri dengan metode taksonomi numerik fenetik maka kita harus mempunyai kultur murni
bakteri (pure culture).
Tujuan Praktikum:
1. Melakukan isolasi bakteri dengan metode streak plate dan mendapatkan kultur murni
bakteri.
Pada Bab 1 kita telah mempelajari tiga metode isolasi bakteri untuk mendapatkan
kultur murni yaitu streak plate, pour plate, dan spread plate. Untuk acara praktikum ini maka
isolasi bakteri hanya dilakukan dengan metode streak plate, hal ini untuk penghematan alat,
bahan, dan waktu. Metode streak plate yang dikerjakan sesuai dengan prosedur akan
memberikan hasil isolasi yang baik sesuai dengan yang diinginkan (Lampiran 2).
Prosedur Kegiatan:
1. Bagian dasar dari Nutrient Agar plate diberi label (tanggal, sumber inokulum,
kelompok praktikan).
2. Kemudian secara aseptik diambil satu ose kultur cair bakteri (kultur bakteri dari
medium agar miring), dan digoreskan beberapa kali pada satu sektor. Pijarkan segera
ose yang telah dipakai itu.
3. Putar plate sehingga sektor berikutnya untuk digores berada di bagian atas. Buat
goresan lagi beberapa kali pada sektor ini.
4. Lakukan lagi pemijaran ose dan pemutaran plate serta penggoresan sehingga seluruh
4 sektor tergores dengan baik dan lengkap.
5. Inkubasikan agar plate ini dengan posisi terbalik (bagian dasar di atas, dan tutup di
bawah) pada temperatur ruang, selama 24-48 jam.
9
2. Karakterisasi Isolat Bakteri
Karakterisasi merupakan langkah pertama identifikasi isolat bakteri. Sedangkan
karakteristik kultur bakteri yang mudah diamati/ dilihat adalah morfologi koloni pada
berbagai macam media. Karakter fenotipik isolat bakteri yang perlu diamati/ diuji
meliputi 4 kelompok yaitu morfologi koloni, morfologi sel, sifat fisiologis (biokimiawi)
dan pengaruh faktor lingkungan. Semua informasi ini merupakan titik awal melakukan
pengkategorian isolat bakteri.
MORFOLOGI KOLONI
MORFOLOGI SEL
Morfologi sel bakteri dapat diamati dengan dua cara, yaitu mengamati sel bakteri
hidup, yang tidak dicat dan mengamati sel bakteri mati yang sudah dicat. Bakteri yang
masih hidup hampir colorless dan tidak cukup kontras dengan air sehingga tidak dapat
dilihat dengan jelas. Sebaliknya, pengecatan meningkatkan kontras bakteri dengan
lingkungannya sehingga dapat lebih terlihat.Dengan demikian pengecatan bakteri
memberikan 2 keuntungan utama yaitu dapat digunakan untuk membedakan berbagai tipe
sel bakteri dan untuk melakukan studi struktur internal sel seperti dinding sel, vakuola
dan endospora.
Ada berbagai teknik pengecatan dengan variasi jenis cat (dye) untuk mengamati
morfologi sel ataupun struktur internal sel.
10
Pengecatan sederhana untuk visualisasi bentuk
menggunakan cat tunggal: morfologi dan susunan
mis. Metilen blue, carbol fuchsin
Teknik
Pengecatan
Pemisahan Pengecatan Gram
Pengecatan acid fast
Pengecatan bertingkat
Pengecatan flagella
Visualisasi
Struktur Pengecatan nucleus
Internal sel
Pengecatan endospora
Pengecatan kapsula
Identifikasi suatu biakan murni bakteri yang belum diketahui jenisnya tidak cukup
hanya berdasarkan karakter morfologi dan sel. Akan tetapi masih diperlukan penentuan
karakter-karakter yang lain misalnya aktivitas fisiologis (biokimiawi). Karakter tersebut
meliputi fermentasi karbohidrat, hidrolisis lemak, peruraian protein, reduksi bermacam-
macam unsur, pembentukan pigmen, dan pengujian aktivitas biokimiawi khusus lainnya.
Aktivitas-aktivitas tersebut dapat terjadi di dalam maupun di luar sel serta dikatalisis oleh
enzim. Beberapa aktivitas fisiologis (biokimiawi) yang dilakukan mikroba (bakteri) yang
melibatkan enzim ekstraseluler dan intraseluler dapat disederhanakan dengan skema
berikut:
Hidrolisa pati
Enzim ekstraseluler
Hidrolisa lipid
Hidrolisa kasein
Hidrolisa gelatin
Fermentasi karbohidrat
Reaksi litmus milk
Produksi H2S
Reduksi nitrat
Reaksi katalase
Uji Urease
Uji oksidase
Enzim intraseluler
Fermentasi Karbohidrat
Reaksi-reaksi enzimatik yang dimasukkan dalam kategori ini berkaitan dengan proses
respirasi dan fermentasi. Banyak mikroba dapat memfermentasi karbohidrat seperti glukosa,
laktosa, dan sukrosa. Karbohidrat digunakan oleh sebagian mikroba sebagai sumber karbon
dan energi. Sifat-sifat fermentasi karbohidrat dapat diketahui dengan menginokulasikan
bakteri ke dalam medium karbohidrat (Nutrient Broth+0,5% karbohidrat tertentu) yang telah
diberi indikator pH (bromothymblue, fenol red) dan tabung durham. Tabung durham adalah
suatu tabung kecil yang diletakkan terbalik dalam medium karbohidrat.
Glukosa merupakan suatu monosakarida yang dapat difermentasi oleh banyak bakteri.
Produk akhir yang dihasilkan dapat berupa asam piruvat, asam laktat, hydrogen, CO2, dan
etanol tergantung pada jalur reaksinya. Laktosa merupakan disakarida yang terdiri dari
glukosa dan galaktosa. Fermentasi laktosa memerlukan enzim β-galaktosidase yang memecah
ikatan antara glukosa dan galaktosa kemudian baru terjadi fermentasi glukosa dan galaktosa.
Hidrolisa Amilum
Pati (amilum) merupakan molekul dengan BM besar yang terdiri dari molekul-
molekul glukosa. Degradasi molekul ini awalnya memerlukan enzim ekstraseluler amylase
yang mengubahnya menjadi polisakarida lebih pendek (dextrin) dan akhirnya menjadi
maltose. Akhir hidrolisa memrlukan enzim maltase yang mengkatalisa maltose menjadi
glukosa. Deteksi aktivitas hidrolitik ini dilakukan dengan menginokulasikan bakteri pada
medium pati agar. Hidrolisa pati dapat diketahui dengan menambahkan iodin di atas medium.
Apabila pati telah dihidrolisa maka akan terbentuk zona jernih di sekeliling pertumbuhan
bakteri.
12
Uji Katalase
Uji Sitrat
Produksi H2S
Beberapa bakteri, seperti Proteus vulgaris menghasilkan hydrogen sulfit (H2S) dari
asam amino yang mengandung sulfur misalnya: Cysteine. Bakteri seperti Proteus vulgaris
mempunyai enzim cysteine desulfhydrase yang mengkatalisis deaminasi cysteine sehingga
dihasilkan H2S. Produksi H2S dapat dideteksi melalui terbentuknya presipitat hitam yang
berasal dari Ferro Sulfida (FeS), yang terbentuk dari reaksi Ferro Sulfat (FeSO4) dengan H2S.
Prosedur Kegiatan:
2.1. Pengujian untuk pengamatan kultural karakteristik
Dengan teknik aseptik, inokulasi setiap media yang sudah diberi label dengan cara
sebagai berikut:
a. Nutrient agar plate: inokulasikan isolat bakteri dengan metode titik pada dua atau
tiga tempat pada permukaan medium agar plate.
13
b. Nutrient agar slant: inokulasikan isolat bakteri dengan ose/ jarum inokulasi,
membentuk satu goresan garis lurus di bagian tengah medium, mulai dari pangkal
agar miring sampai ke ujungnya.
c. Nutrient cair: inokulasikan isolat bakteri dengan ose kolong dan gerakkan ose
beberapa kali dalam medium nutrient cair agar isolat bakteri terlepas dari ose.
d. Inkubasikan semua kultur pada suhu kamar selama 24-48 jam.
e. Pengamatan disesuaikan dengan gambar karakteristik kultur pada Lampiran 9.
Catat dan gambar.
Fermentasi Karbohidrat:
Hidrolisa Pati:
a. Dengan menggunakan teknik asptis, buatlah inokulasi goresan lurus isolat bakteri
X pada medium pati agar. Inkubasikan terbalik selama 24-48 jam pada temperatur
kamar.
b. Untuk pengujian daya hidrolitik: goresan isolat bakteri ditetesi dengan larutan Iod
dan biarkan selama 30 detik.
c. Amati hasil hidrolisa pati, yaitu terbentuknya zona jernih di sekitar koloni.
Apabila bakteri tidak mampu menghidrolisa pati maka tidak akan terbentuk zona
jernih di sekitar koloni (tetap berwarna biru).
14
Uji Katalase:
a. Bersihkan gelas benda dengan alkohol dan keringkan di atas nyala api Bunsen.
b. Ambil isolat bakteri X secara aseptik dengan jarum ose, dan osleskan di gelas
benda tersebut.
c. Tetesi olesan tersebut dengan 3% hydrogen peroksida.
d. Apabila bakteri dapat menghidrolisis hydrogen peroksida maka akan timbul
gelembung pada olesan bakteri tersebut.
Uji Sitrat:
Produksi H2S
a. Dengan teknik aseptik, ambil isolat bakteri X dan lakukan inokulasi tusukan pada
medium SIM.
b. Inkubasikan pada suhu ruang selama 24-48 jam.
Semua data hasil pengujian ditata dalam bentuk tabel nxt yang dibuat dengan
program MS Excel. Strain bakteri (OTU), Operational Taxonomical Unit adalah n
dimasukkan sebagai kolom dan karakter pengujian (fenotipik) adalah t dimasukkan
sebagai baris. Pengkodean pada tabel nxt menggunakan sistem biner yakni notasi 1 dan 0.
notasi 1 apabila ada kehadiran suatu sifat dan notasi 0 apabila sifat yang dimaksud tidak
ada.
Konstruksi dendogram dengan MVSP 3.1 membutuhkan file input dalam format
.mvs yang dapat dihasilkan melalui program PFE (Programmer’s File Editor) atau
Notepad. Untuk praktikum ini digunakan program PFE. Pada program PFE, buka file baru
“New” dan akan tampil layar. Pada baris pertama layar ini ketik *L <jumlah karakter>
<jumlah strain>. Sebagai contoh, kalau mengkonstruksi dendogram dari 3 spesies dengan
5 karakter, maka diketikkan *L 5 3 pada baris pertama layar PFE.
Selanjutnya, tabel nxt pada MS Excel dimodifikasi dulu dengan menambahkan satu
baris di bawah nama strain (OTU) lalu dituliskan di bawah masing-masing nama spesies,
simbol penggantinya misal: a, b, c dan satu kolom disamping jenis karakter, lalu dituliskan
simbol penggantinya, misal: 1, 2, 3, 4, 5.
15
Kemudian setelah tabel nxt dimodifikasi, maka di-copy ke layar PFE, tapi
yang dicopykan (yang diblok) hanya mulai dari simbol OTU dan simbol karakter
(lihat tabel contoh).
A. Tabel nxt (sebelum dimodifikasi)
OTU / strain
Karakter
V. pelagius V. splendidus V. cholozae
Pertumbuhan pada:
40C 0 1 1
100C 0 1 1
350C 1 0 1
420C 0 1 1
Produksi H2S 0 1 0
OTU / strain
Karakter
V. pelagius V. splendidus V. cholozae
a b C
Pertumbuhan pada:
40C 1 0 1 1
100C 2 0 1 1
350C 3 1 0 1
420C 4 0 1 1
Produksi H2S 5 0 1 0
File tersebut disave dengan menambahkan akhiran .mvs pada nama filenya,
misalnya: dendro.mvs. Selanjutnya buka program MVSP 3.1 dengan membuka aplikasi
mvspw. Pada MVSP, klik File Open dan pilih [dendro.mvs] yang tadi disimpan.
Ketika terbuka, MVSP akan menampilkan layar tambahan mengenai jumlah variabel dan
jumlah sampel dari [dendro.mvs]. Pada program MVSP, nama OTU/ sampel yang berupa
simbol a, b, c diubah menjadi nama spesies. Caranya pilih pada menu Data Edit Data,
dan tuliskan nama spesies yang sesuai dengan hurufnya. Kemudian tutup layar edit data
dan memulai analisis klaster.
16
Analisis klaster dilakukan melalui menu Analyses Cluster Analysis. Pada layar
Cluster Analysis, pilih options dan tentukan jenis perhitungan indeks similaritas dan
analisis klaster yang diinginkan. Untuk jenis perhitungan indeks similaritas dipakai
Simple Matching Coeficient (SSM) dan Jaccard Coeficient (SJ), sedangkan analisis
klaster dengan Avergae linkage UPGMA (Unweighted Pair Group Method with
Arithmatic Average). Selain UPGMA, ada juga analisis pengklateran yang lain yaitu
single linkage/ nearest neighbour atau complete linkage/ farthest neighbour. Setelah
selesai dengan perhitungan indeks similaritas dan analisis klaster, maka dipilih Sub menu
advanced untuk menampilkan result to display. Pilihlah similarity /distance matrix,
clustering report dan text dendogram, lalu klik OK. Maka pada layar akan tampil matriks
similaritas dan analisis klaster serta dendogram dari 3 sampel bakteri dan 5 karakter.
a b c
A 1
B 0 1
C 0.4 0.6 1
UPGMA
c
b
a
0.04 0.2 0.36 0.52 0.68 0.84 1
17
BAB III
PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI
Prosedur Kegiatan:
a. Inokulasikan dengan goresan isolat bakteri X (24 jam) pada beberapa media agar
plate, lalu diinkubasikan pada:
1. Suhu 00C-50C
2. Suhu 450C-650C
3. Suhu 800C
b. Inkubasikan secara terbalik semua plate selama 24-48 jam.
c. Catat dan dokumentasikan hasilnya.
Berbagai macam bahan kimia yang merupakan agen antimikroba tersedia di apotek
dan pasar swalayan. Agen antimikroba ini dapat mengendalikan pertumbuhan mikroba
melalui beberapa cara. Sebagai contoh: Disinfektan (misal: alkohol 70%) merupakan bahan
kimia yang digunakan pada obyek yang tidak hidup (misal: permukaan meja kerja) untuk
menekan jumlah mikroba pada permukaan, sedangkan antiseptik (misal: obat kumur mulut)
merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menurunkan jumlah mikroba pada jaringan
makhluk hidup.
18
Acara Praktikum 7: Pengaruh Agen Antimikroba terhadap Pertumbuhan Isolat
Bakteri
Tujuan Praktikum:
Setelah menyelesaikan acara praktikum ini mahasiswa dapat :
1. Merancang pengujian keefektifan berbagai agen antimikroba terhadap penurunan
jumlah mikroba.
2. Menjelaskan mekanisme penghambatan agen antimikroba terhadap pertumbuhan
isolat bakteri uji.
Prosedur Kegiatan:
Pada praktikum ini untuk mengetahui pengaruh agen antimikroba terhadap pertumbuhan
isolat bakteri digunakan “disk-disffusion method”.
a. Kertas filter bentuk bulat dengan diameter ±1 cm, dan sudah steril (blank paperdisk),
dicelupkan ke dalam cairan agen antimikroba. Kemudian kertas filter ditiriskan.
Semua harus dikerjakan secara aseptik.
b. Secara aseptik pipetkan 100 µl kultur bakteri X ke atas media agar plate dan ratakan
dengan drygalsky (sampai rata benar).
c. Letakkan secara aseptik kertas filter tersebut di atas media agar plate tersebut dan
inkubasi dengan cara terbalik pada suhu ruang serta lakukan pengamatan dan
penghitungan zona penghambatan (Lampiran 7).
d2
d1
19
BAB IV
PENGHITUNGAN JUMLAH BAKTERI DALAM SAMPEL
Menentukan jumlah mikroba suatu sampel merupakan salah satu hal yang penting
dalam studi Mikrobiologi. Misalnya penentuan tingkat keamanan produk makanan, minuman,
dan obat-obatan salah satunya ditentukan oleh jumlah mikrobanya. Jumlah mikroba pada
suatu bahan dapat ditentukan dengan bermacam-macam cara, tergantung pada bahan dan
jenis mikroba yang ditentukan. Secara garis besar perhitungan jumlah mikroba dibagi
menjadi 2 metode yaitu secara langsung (direct method) dan tidak langsung (indirect
method).
20
a. Most Probable Number (MPN)
Biasanya digunakan untuk penentuan keberadaan coliform. Cara ini
didasarkan pada pembuatan beberapa ulangan untuk tiap pengenceran. Hasilnya
secara matematik dapat untuk menentukan kemungkinan besar jumlah mikroba.
Untuk penentuan jumlah mikroba yang paling mungkin digunakan daftar MPN.
b. Berdasarkan Kekeruhan
Dasar penentuan cara ini adalah jika seberkas sinar dilalukan pada suatu
suspense mikroba maka makin pekat (keruh) suspensi tersebut makin besar intensitas
sinar yang diadsorpsi sehingga intensitas yang diteruskan makin kecil. Alat yang
sering digunakan adalah spektrofotometer yang menggunakan sinar monokromatik
dengan panjang gelombang tertentu. Konsentrasi sel mikroba dalam suatu suspensi
dapat dinyatakan sebagai absorbansi atau optical density (OD). Jumlah sel dapat
diketahui dengan merujuk kurva standar OD mikroba yang sama.
c. Analisis Kimia
Cara ini didasarkan pada hasil analisis kimia sel-sel mikroba mislanya
kandungan protein, DNA, RNA, fosfor, dll. Semakin banyak sl-sel mikroba maka
semakin besar hasil analisa kuantitatifnya. Jumlah sel dapat diketahui dengan merujuk
kurva standar hasil analisa kimia mikroba yang sama.
d. Berat Kering
Cara ini terutama digunakan untuk penentuan jumlah kapang. Kenaikan berat
kering suatu mikroba berarti juga kenaikan hasil sintesis dan volume sel-sel yang
dapat dipakai untuk menentukan jumlah mikroba. Jumlah sel dapat diketahui dengan
merujuk kurva standar berat kering mikroba yang sama.
e. Berdasarkan Jumlah Koloni (Total Plate Count) atau Viable Plate Count.
Cara ini merupakan cara paling umum yang digunakan untuk perhitungan
jumlah mikroba. Jumlah mikroba yang terhitung hanya jumlah sel yang hidup
(viable). Dasarnya yaitu membuat suatu pengenceran berseri sampel atau kultur
mikroba sebelum menginokulasikan pada medium pertumbuhan yang sesuai. Metode
inokulasi dapat dengan spread plate ataupun pour plate. Agar plate yang telah
diinokulasi kemudian diinkubasi pada temperatur optimum pertumbuhan selama 24-
48 jam. Diasumsikan bahwa setiap koloni bakteri yang tumbuh berasal dari satu
individu sel yang telah mengalami pembelahan sel. Oleh karena itu, dengan
menghitung jumlah koloni dan faktor pengencerannya maka jumlah bakteri dalam
sampel asli dapat ditentukan.
21
Acara Praktikum 8: Penghitungan Jumlah Bakteri dalam Sampel dengan Metode
Viable Plate Count
Tujuan Praktikum:
1. Dengan teknik aseptik, timbang sampel yang berupa bahan padat 1 gr dan dihaluskan,
sedangkan sampel cair diambil 1 ml.
2. Persiapkan pengenceran berseri sampel atau kultur bakteri seperti pada Lampiran 8.
Gunakan pipet yang berbeda untuk setiap pengenceran.
3. Masukkan 1 ml suspensi bakteri hasil pengenceran ke dalam petridish steril. Untuk
masing-masing pengenceran dibuat 2 ulangan.
4. Tuangkan medium Nutrient Agar cair (suhu ±500C) dalam Petridish yang sudah
mengandung suspensi bakteri.
5. Inkubasikan secara terbalik pada temperatur optimum selama 24-48 jam.
1. Dengan teknik aseptik timbang sampel yang berupa bahan padat 1 gr dan dihaluskan,
sedangkan sampel cair diambil 1 ml.
2. Persiapkan pengenceran berseri sampel atau kultur bakteri seperti pada Lampiran 8.
Gunakan pipet yang berbeda untuk setiap pengenceran.
3. Masukkan 0,1 ml suspensi bakteri hasil pengenceran ke dalam petridish steril yang
telah berisi medium nutrient agar padat. Ratakan dengan drygalsky. Untuk masing-
masing pengenceran dibuat 2 ulangan.
4. Inkubasikan secara terbalik pada temperatur optimum selama 24-48 jam.
CARA PENGAMATAN:
1. Hitunglah jumlah koloni pada masing-masing petridish. Baik koloni yang tumbuh
pada permukaan agar maupun koloni yang tumbuh di dalam agar.
2. Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk perhitungan yaitu:
a. Jumlah koloni tiap petridish adalah 30-300 koloni, jika memang tidak ada yang
memenuhi syarat dipilih yang jumlahnya mendekati 30.
b. Tidak ada koloni yang mnutup lebih besar dari setengah luas petridish (spreader)
c. Perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran berturut-turut antara
pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya. Jika sama atau
lebih kecil dari 2 maka jumlah bakteri merupaan hasil rerata dari dua pengenceran
22
tersebut, tetapi jika lebih besar dari 2 maka yang dipakai adalah jumlah bakteri
dari pengenceran sebelumnya.
d. Jumlah sel bakteri yang viable per ml atau gram sampel dinyatakan dalam satuan
Colony Forming Unit (cfu/ ml atau cfu/ gr)
e. Jumlah sel bakteri per ml sampel merupakan hasil perkalian antara jumlah koloni
terhitung (yang telah memenuhi persyaratan) dengan faktor pengenceran
(kebalikan dari pengenceran).
Contoh 1:
Hasil perhitungan jumlah koloni pada masing-masing petridish untuk pengenceran 10-4 dan
10-5 ditampilkan pada tabel di bawah ini:
Pengenceran Ulangan
1 2
10-4 240 250
10-5 70 80
Kontrol 0 0
Karena 7,5 x 106 > 2 maka dipakai jumlah sel bakteri dari pengenceran 10-4
2,4 x 106
Jadi jumlah sel bakteri adalah = 2,4 x 106 cfu/gr atau cfu/ml
23
Contoh 2:
Hasil perhitungan jumlah koloni pada masing-masing petridish untuk pengenceran 10-4, 10-5,
dan 10-6 ditampilkan pada tabel di bawah ini:
Pengenceran Ulangan
1 2
10-4 240 250
10-5 40 50
10-6 30 40
Kontrol 0 0
Ket:
1. Apabila ada tiga pengenceran atau lebih yang memenuhi persyaratan perhitungan
maka jumlah sel bakteri untuk setiap pengenceran dihitung terlebih dahulu dan
selanjutnya diperbandingkan satu demi satu antara hasil pengenceran yang lebih besar
dengan pengenceran sebelumnya.
2. Volume inokulum yang ditambahkan ke plate = 0,1 ml
2,4 x 106 2
Karena 35x 106 > 2 maka jumlah sel bakteri dari perbandingan pengenceran sebelumnya.
3,95 x 106
Jadi jumlah sel bakteri adalah = 3,95 x 106 cfu/gr atau cfu/ml
Karena inokulum yang ditambahkan ke plate 0,1 ml maka hasilnya dikalikan 10 sehingga
jumlah sel bakteri adalah 3,95 x 106x10 = 3,95x107 cfu/gr atau cfu/ml
24
DAFTAR PUSTAKA
Atlas, R.M., Brown, A.E., Debra, K.W., and Miller, L. 1984. Experiment Microbiology:
Fundamental and Applications. Macmillan Publishing Company. New York.
Claus, G.W. 1989. Understanding Microbes, a Laboratory Textbook for Microbiology. W.H.
Freeman and Company. USA.
Colllins, C.H., Lyne, P.M., and Grange, J.M. 1979.Microbiologycal Methods. 6 th edition.
Buttenworths. London
Febrianti, N., Prijambada, L.D., Sembiring, L., dan Widianto, D. 2003. Karakterisasi dan
Identifikasi Isolat Bakteri Pendegradasi Fraksi Aspaltik Hidrokarbon Lumpur Minyak
Bumi.Biology.Vol. 3 No. 2. Desember 2003.
Johnson, J.R. and Case, C.L. 2010. Laboratory Experiments in Microbiology, 9th ed.
Benjamin Cummings. USA.
25
Lampiran 1. Cara sterilisasi tergantung macam bahan dan sifat bahan yang disterilkan
Method Application
Direct flame Small labolatory implements
(incineration) (inoculating loops,etc)
Contaminated wound dressings
Disposable operating gowns
Paper cups and plates
Diseased animal carcasses
26
Lampiran 2. a. Metode streak plate
27
Lampiran 2. b. Model-model Streak Plate
28
Lampiran 3. Metode pour plate (cara pengenceran sampel, pengambilan dan
pencampuran dengan media serta penuangan ke dalam petridish)
29
Lampiran 4. Metode spread plate (prinsipnya adalah pengenceran sampel)
30
Lampiran 5. Pengecatan Negatif
31
Lampiran 6. Pengecatan Spora
32
Lampiran 7. Pengujian daya hambat antimikroba dengan “disk diffusion method”
(peletakan filter pada plate)
33
Lampiran 8. Pengenceran berseri untuk penghitungan jumlah bakteri dalam sampel
34
Lampiran 9. a. Cultural characteristics of bacteria
35
Lampiran 9. b. Cultural characteristics of bacteria
36