Anda di halaman 1dari 16

PERLAKUAN SIFAT MUTAN WHITE EYE PADA LALAT BUAH

(Drosophila sp.)

Oleh:
Kelompok 7
Dita Paramytha A

140210103068

Lalilatur Rahmatika

140210103075

Noviyanti Nurlaily M

140210103081

UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
2015

LAPORAN PROYEK GENETIKA


PERLAKUAN SIFAT MUTAN WHITE EYE PADA LALAT BUAH
(Drosophila sp.)

Disusun oleh :
Dita Paramytha A

140210103068

Lalilatur Rahmatika

140210103075

Noviyanti Nurlaily M

140210103081

Pembimbing :
DosenPembimbingI : Muhammad Iqbal Ali S.Pd, M.Pd
DosenPembimbingII :SlametHariyadiS.Pd, M.Si

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya yang
mana penulis sekalian diberi kesempatan dan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan
laporan yang berjudul Perlakuan Sifat Mutan White Eye pada Lalat Buah (Drosophila sp.)
Laporan proyek ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Genetika. Diharapkan
laporan ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Perlakuan Sifat Mutan
White Eye pada Lalat Buah (Drosophila sp.) Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Bapak Muhammad Iqbal S.Pd M.Pd, selaku dosen
pembimbing mata kuliah Genetika dan Bapak Drs. Slamet Hariyadi M.Pd serta kepada
segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan laporan
proyek ini.
Penyusun menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan laporan ini, maka dari itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan laporan ini.

Jember, 6 Desember 2014

Penulis,

Bab I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Ilmu biologi dewasa ini dalam perkembangannya dapat memberikan efek

pada

cabang keilmuannya salah satunya yaitu genetika. Hal ini bisa dilihat dari semakin
banyaknya penemuan-penemuan dalam bidang genetika. Riset-riset mengenai genetika telah
banyak dilakukan dan akan terus berkembang, mulai dari tingkatan makro hingga saat ini kita
telah mencapai tingkat molekuler.
Dalam perkembangan ilmu genetika dikenal spesies Drosophila melanogaster sebagai
objek percobaan yang sering digunakan. Drosophila melanogaster sering digunakan karena
memiliki karakteristik yang sangat sesuai sebagai objek riset genetika. Penelitian-penelitian
menggunakan Drosophila melanogaster telah menghasilkan pemahaman dasar mengenai
pola penurunan sifat pada makhluk hidup yang kemudian dapat memberi pengaruh besar
dalam perkembangan genetika. Morgan memulai risetnya dengan Drosophila melanogaster
pada tahun 1910 dan tidak berhenti sampai di situ, hingga saat ini para ilmuwan masih
menggunakan Drosophila melanogaster sebagai objek percobaan.
Pembelajaran mengenai siklus hidup, habitat, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
viabilitas Drosophila melanogaster mutlak diperlukan, salah satunya untuk mempelajari
hereditas Drosophila melanogaster, bagaimana gen-gennya diekspresikan, serta mutan-mutan
yang dapat terbentuk, diperlukan pemahaman yang memadai mengenai Drosophila
melanogaster. Maka dari itu,. Selain itu, diperlukan pula keterampilan dalam menangani
Drosophila melanogaster dalam laboratorium.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana persilangan antara mutan White eye dengan sesamanya?
2. Bagaimana pengaruh perlakuan suhu terhadap keberlangsungan hidup lalat mutan
White Eye?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui persilangan antara mutan White eye dengan sesamanya?
2. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan suhu terhadap keberlangsungan hidup lalat
mutan White Eye

Bab II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengenalan Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster (lalat buah) merupakan salah satu jenis serangga family
Drosophilidae.Drosophila melanogaster memiliki klasifikasi phylum Arthropoda, kelas
Insecta, ordo Diptera, Sub Ordo Cyclorrhapha, series Acalyptrata, Familia Drosophilidae dan

Genus Drosophila. Drosophila melanogaster (lalat buah) adalah suatu serangga kecil dengan
panjang dua sampai lima milimeter dan komunitasnya sering kita temukan di sekitar buah
yang rusak/busuk. Drosophila melanogaster seringkali digunakan dalam penelitian biologi
terutama dalam perkembangan ilmu genetika (Aini, 2008)
Ada beberapa alasan Drosophila melanogaster dijadikan sebagai model organisme
yaitu karena D. melanogaster ukuran tubuhnya kecil,mudah ditangani dan mudah dipahami,
praktis, siklus hidup singkat yaitu hanya dua minggu, murah dan mudah dipelihara dalam
jumlah besar , mudah berkembangbiak dengan jumlah anak banyak, beberapa mutan mudah
diuraikan memiliki empat pasang kromosom raksasa yang terdapat pada kelenjar saliva pada
fase larva (Strickberger, 1962).
Lalat buah Drosophila melanogaster adalah salah satu yang paling ekstensif dicirikan
organisme multiseluler. Selama lebih dari 100 tahun penelitian, Drosophila melanogaster
sebagai organisme eksperimental telah memainkan peran penting dalam bidang penelitian
yang berbeda, seperti perilaku kromosom, biologi sel, biologi gen, biologi perkembangan,
genetika populasi, ekologi, evolusi, dan genomik.(Karmana,2010).
2.2 Mutasi Lalat Buah (Drosophila melanogaster)
Mutasi adalah suatu proses perubahan struktur gen pada suatu organisme akibat mutagen.
Mutagen adalah penyebab naiknya frekuensi mutasi di atas tingkat spontan pada mutan. Mutan
adalah organisme yang membawa gen termutasi dan terekspresikan pada fenotipnya (King dkk. 2006:
289-290)
Ukurannya yang kecil, siklus reproduksi yang cepat, dan sejumlah besar keturunan
mereka membuat mereka subyek yang sangat baik untuk penelitian genetik. Mudah
berbudaya, satu betina memiliki potensi memproduksi lima ratus telur dalam sepuluh hari,
dan variasi fenotipik yang mudah diamati menggunakan mikroskop. Fenotipe mutan
Drosophila berasal oleh mutasi spontan dan paparan yang bertujuan untuk radiasi atau bahan
kimia.(Wilson,2004)
Pada Drosophila melanogaster (D. melanogaster) selain dari keadaan normal (N)
ditemukan ada beberapa strain yang merupakan hasil mutasi dan menghasilkan mutan mutan yang berbeda dari keadaan normalnya. Perbedaan tersebut terutama terkait dengan
warna mata, bentuk mata, dan bentuk sayap. Hal ini sesuai yang dikatakan Zarzen (2004)
yang menyatakan beberapa jenis mutasi pada Drosophila melanogaster yang dapat terlihat
dari fenotipenya adalah mutasi warna mata, bentuk mata, bentuk sayap dan warna tubuh.
Berdasarkan hal tersebut, maka dikenal berbagai strain (mutan) dari Drosophila melanogaster

antara lain: w (white), cl (clot), ca (claret), se (sepia), eym (eyemissing), cu (curled), tx (taxi),
m (miniature, dp (dumpy), dan Vg (vestigial) (Karmana, 2010).
2.3 Lalat Buah Mutan White Eye (w)
Lalat ini mempunyai mata putih. Seperti lalat orange-eyed, mereka juga mempunyai
suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen putih. Tetapi di lalat ini, gen putih secara total
cacat, sehingga tidak menghasilkan pigmen merah sama sekali. Matanya berwarna putih yang
terjadi akibat adanya kerusakan pada gen white yang terletak pada kromosom pertama lokus
1,5 dan benar-benar tidak menghasilkan pigmen merah sama sekali (Pai, 1992:51).
Adanya rangkai kelamin diketemukan oleh T.H Morgan dalam percobaannya dengan
Drosophila melanogaster dimana didapatkan lalat mata putih yang merupakan mutan,karena
lalat normal bermata merah.Ketika lalat jantan bermata putih dikawinkan dengan lalat betina
mata merah maka semua lalat F1 baik jantan maupun betina bermata merah.Jika lalat F1 ini
dikawinkan maka lalat F2 meperlihatkan perbandingan 3 bermata merah : 1 bermata
putih.Perbandingan ini memberi petunjuk bahawa mata merah adalah dominan terhadap
putih.Kecuali, semua lalat F2 betina bermata merah ,sedangkan separuh dari jumlah lalat
jatan bermata merah dan separuh lainnya mata putih. Dapat disimpulkan bahahwa gen resesif
memperlihatkan pengaruhnya pada lalat jantan saja (Suryo,2010).
Perbedaan - perbedaan fenotif yang nampak tersebut tentunya disebabkan karena telah
terjadi perubahan pada genotif (terjadi variasi genotif) dengan keadaan normalnya, yang oleh
King (1985) disebut sebagai perbedaan ciri instrasepesifik yang selanjutnya dikenal dengan
sebutan strain. Secara rasional perbedaan - perbedaan pada genotif paling tidak selain
memberikan dampak perbedaan pada fenotif akan dapat juga menyebabkan beberapa
perbedaan dalam hal fisiologik. Seperti dikatakan oleh Peterson (dalam Fowler, 1973) bahwa
mekanisme penggunaan sperma untuk pembuahan sel telur (fertilisasi) tidak selalu sama pada
semua jenis atau strain Drosophila melanogaster . Demikian juga Fowler (1973) melaporkan
bahwa jumlah sperma yang ditrasfer Drosophila jantan berkaitan dengan perbedaan strain.
Dengan demikian macam strain akan terkait dengan jumlah keturunan. Hal ini diperkuat juga
dengan hasil temuan penelitian Muliati (2000) yang meyimpulkan pada persilangan antar
strain (white, ebony, dan normal) terdapat perbedaan jumlah turunan. Apakah demikian
adanya pada strain- strain yang lain, maka tentunya ini perlu dilakukan penelitian lanjutan
karena dinyatakan juga oleh Muliati (2000) bahwa dari berbagai pustaka belum terungkap
semua informasi mengenai pengaruh strain terhadap jumlah turunan (Karmana, 2010).
Fenotipe normal untuk suatu karakter

(fenotipe yang paling umum ditemui di

populasi alami), seperti mata merah pada Drosophila disebut tipe-liat (wild type). Karakter-

karakter alternatif dari tipe-liar, seperti mata putih pada Drosophila, disebut fenotipe mutan
(mutan phenotype), karena karakter-karakter tersebut sebenarnya berasal dari alel tipe-liar
yang mengalami perubahan atu mutasi.Setelah Morgan menemukan lalat jantan bermata
putih, ia mengawinkannya dengan seekor betina merah. Hasilnya adalah seluruh keturunan
F1 mempunyai mata merah, menyiratkan bahwa tipe-liar dominan. Ketika Morgan
mengawinkan lalat-lalat F1 ini satu sama lain, ia memperoleh rasio fenotipe klasik 3 : 1 pada
keturunan F2. Akan tetapi ada satu hasil yang mengejutkan, karakter mata-putih hanya
terdapat pada jantan saja. Seluruh betina F2 mempunyai mata merah, setengah jantan lainnya
berwarna putih. Ternyata warna mata pada lalat terkait dengan jenis kelaminnya. Dari buktibukti lainnya, Morgan menarik kesimpulan bahwa gen yang menyebabkan waran mata putih
pada lalat mutannya terletak hanya pada kromosom X saja, tidak ada lokus warna mata
tersebut pada kromosom Y. Jadi betina (XX) membawa dua salinan gen untuk karakter ini,
sementara jantan (XY) hanya membawa satu. Karena alel mutan resesif, betina akan
mempunyai mata berwarna putih hanya jika betina tersebut menerima alel tersebut pada
kedua kromosom X-suatu hal yang tidak mungkin terjadi pada betina F2 dalam eksperimen
Morgan. Sebaliknya untuk yang jantan, satu salinan tunggal dari alel mutan ini menyebabkan
mata putih. Karena jantan hanya mempunyai satu kromosom X, maka tidak boleh ada alel
tipe-liar yang hadir untuk menutupi alel resesif (Campbell, 2010 : 281).
2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Drossophila melanogaster
Lamanya siklus hidup Drosophila melanogaster bervariasi sesuai suhu. Rata-rata
lama periode telur-larva pada suhu 20oC adalah 8hari; pada suhu 25oC lama siklus menurun
yaitu 5 hari. Siklus hidup pupa pada suhu20oC adalah sekitar 6,3 hari, sedangkan pada suhu
25oC sekitar 4,2 hari. Sehinggapada suhu 25oC siklus hidup Drosophila melanogaster dapat
sempurna sekitar 10hari, tetapi pada suhu 20oC dibutuhkan sekitar 15 hari. Pemeliharaan
Drosophila sebaiknya berada dalam suhu ruang dimana temperatur tidak dibawah 20 oC
ataudiatas 25oC. Suhu tinggi atau diatas 30oC dapat mengakibatkan sterilisasi atau kematian,
dan pada temperatur rendah keberlangsungan hidup dari lalat ini terganggudan
memanjangkan siklus hidup (contoh, pada suhu 10 oC untuk mencapai tingkatlarva
dibutuhkan sekitar 57 hari dan pada suhu 15oC sekitar 18 hari). Hal yang perlu diingat adalah
bahwa suhu di dalam biakan botol dapat lebih tinggi dibandingkansuhu lingkungan sekitar di
luar botol, karena adanya peningkatan panas akibat fermentasi ragi (Demerec dan Kaufmann,
1961).
Faktor-faktor

yang

Mempengaruhi

Buah(Drosophila melanogaster)
1.

Suhu Lingkungan

Pertumbuhan

pada

Siklus

Hidup

Lalat

Drosophila melanogaster mengalami siklus selama 8-11 hari dalam kondisi ideal. Kondisi
ideal yang dimaksud adalah suhu sekitar 25-28C. Pada suhu ini lalat akan mengalami satu
putaran siklus secara optimal. Sedangkan pada suhu rendah atau sekitar 18 0C, waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan siklus hidupnya relatif lebih lama dan lambat yaitu sekitar
18-20 hari. Pada suhu 30C, lalat dewasa yang tumbuh akan steril.
Waktu perkembangan yang paling pendek (telur-dewasa), adalah 7 hari, dan dicapai pada
suhu 28 C. Perkembangan meningkat pada suhu yang lebih tinggi, yaitu sekitar 30 C,
selama 11 hari, hal tersebut berkaitan dengan pemanasan tekanan. Pada suhu 25 C tersebut,
lama harinya umumnya adalah sekitar 8.5 hari, sedangkan pada suhu 18 C lama harinya
sekitar 19 hari dan pada suhu 12 C lama hari perkembangannya adalah 50 hari. betina
meletakkan sekitar 400 telur, sekitar lima tiap waktunya, dimasukkan ke dalam sebuag
kantung atau material organik lain. panjnag telur sekitar 0.5 millimetres akan mengeram
setelah 12-15 jam pada suhu 25 C. Akan menghasilkan larva instar I setelah 4 hari pada suhu
25 C, kemudian molting sebanyak dua kali sehingga masuk ke fase larva instar II & III, hal
tersebut terjadi sekitar 24 dan 48 jam setelah eclosion. Selama masa ini, mereka akan
mikroorganime yang menguraikan buah. Kemudian larva dibungkus oleh kapsul yang disebut
puparium, puparium ini berfungsi melindungi pupa lalat buah dari gangguan lingkungan
sekitarnya. pupa tersebut akanmengalami metamorfosis selama 5 hari dan tumbuh menjadi
dewasa.
Jumlah telur Drosophila melanogaster yang dikeluarkan akan menurun apabila
kekurangan makanan. Lalat buah dewasa yang kekurangan makanan akan menghasilkan
larva berukuran kecil. Larva ini mampu membentuk pupa berukuran kecil, namun sering kali
gagal berkembang menjadi individu dewasa. Beberapa dapat menjadi dewasa yang hanya
dapat menghasilkan sedikit telur. Viabilitas dari telur-telur ini juga dipengaruhi oleh jenis dan
jumlah makanan yang dimakan oleh larva betina. Intensitas Cahaya Drosophila melanogaster
lebih menyukai cahaya remang-remang dan akan mengalami pertumbuhan yang lambat
selama berada di tempat yang gelap (Shorrocks, 1972).

BAB IV. HASIL DAN ANALISIS


4.1 Hasil
4.1.1 Suhu 30 C
Hari ke-

Perkembanga

Keterangan

n
1
3

Imago

Warna tubuhnya coklat. Warna mata

Imago mati

putih
Warna nya coklat matanya tetap putih

4.1.2 Suhu kamar 27-28 C


Hari Ke-

Perkembangan

Keterangan

Drosophila

ditangkap

dan

dimasukkan dalam botol kultur


1

berisi medium.
Mulai terlihat adanya telur yaitu Telurnya berwarna putih

2
4
5

pada permukaan medium.


kekuningan
Telur menetas
Pergantian kulit (larva instar 2)
Pergantian kulit kedua (larva

instar 3)
Pupa terbentuk

4.2 Analisis
Suhu 30 C
Pada suhu ini kami tidak mengawinkan antara Drosophila sp. white eye dikarenakan
keterbatasan bahan dan waktu. Jadi imago dari Drosophila sp white eys yang diperlakukan.
Imago pada hari ke 1 masih dapat beterbangan sampai hari ke 2. Namun hari ke 2 ini tingkat
kecepatan terbang mulai berkurang. Dan pada hari ke 3 imago sudah mati.
Suhu 27-28 C
Pada suhu ini terjadi perkawinan antara sepasang jantan dan betina Drosophila sp. white eye.
Telur yang dihasilkan 11 dan yang tetap melakukan perkembangan hanya 2 telur saja.
Perkembangan pada suhu ini berhenti sampai pupa.

BAB V. PEMBAHASAN
Proyek mata kuliah Genetika kami berjudul Perlakuan Sifat Mutan White Eye pada
Lalat Buah (Drosophila melanogaster.). Drosophila melanogaster (lalat buah) merupakan
salah satu jenis serangga family Drosophilidae.Drosophila melanogaster memiliki klasifikasi
phylum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Diptera, Sub Ordo Cyclorrhapha, series Acalyptrata,
Familia Drosophilidae dan Genus Drosophila. Drosophila melanogaster (lalat buah) adalah
suatu serangga kecil dengan panjang dua sampai lima milimeter dan komunitasnya sering kita
temukan di sekitar buah yang rusak/busuk. Drosophila melanogaster seringkali digunakan
dalam penelitian biologi terutama dalam perkembangan ilmu genetika (Aini, 2008)
Proyek ini kami buat untuk dapat mengetahui persilangan antara lalat mutan dan
memperlakukan lalat tersebut. Lalat buah mutan yang kami pakai ialah lalat muta tipe white
eye. Pada mutan tipe Pada mutan tipe white (w) mengalami mutasi pada kromosom nomor 1,
lokus 1,5. Pigmen merah yang seharusnya dihasilkan sebagai warna pada faset mata lalat
tidak dihasilkan. Sehingga yang terjadi adalah penyimpangan gen white yang memberikan
warna putih pada faset matanya.
Pada pelaksanakan proyek ini tahap pertama dimulai dengan menghubungi pihak
asisten mengenai kebutuhan kami akan lalat buah mutan tipe white eye. Selanjutnya pada
tahap kedua untuk menunggu lalat mutan datang sekitar 2 minggu dari pembuatan judul,
maka kami memutuskan untuk membuat medium yang nantinya berfungsi sebagai sumber
nutrisi lalat mutan tadi. Medium lalat ini terbuat dari campuran olahan pisang, tape dan gula
merah dengan takaran 700, 200 dan 100 gram. Medium untuk lalat buah mutan kami harus
dimasak terlebih dahulu agar dapat bertahan lama untuk kebutuhan lalat tersebut. Setelah
medium tersebut masak, lalu medium tersebut kai tuangkan pada 2 botol selai. Sedangkan 2
botol selai lagi kami isi dengan medium pisang yang tidak diolah. Untuk medium pisang olah
tadi setelah dirasa medium tersebut dingin , tambahkan 3-5 butir fernipan dan diatas medium
di beri kertas pupasi. Kertas pupasi ini nanti berfungsi untuk tempat pupa melekat.
Setelah medium tadi sudah siap untuk di jadikan tempat inokulasi, ternyata lalat
mutan tipe White eye belum datang. Alhasil medium pisang olah kami sudah sedikit tumbuh
jamur dan membusuk. Dan medium pisang segar sudah benar-benar membusuk berwarna

hitam. Untuk tahap ketiga sekitar dua minggu setelah pembuatan medium tepatnya tanggal 24
November 2015, lalat mutan tipe white eyenya sudah tersedia. Maka kami langsung
mengisolasi antara lalat jantan dan lalat betina.
Pada tanggal 26 November 2015 kami mengawinkan satu pasang lalat mutan tipe
white eye dengan sesama lalat mutan tipe tersebut pada botol 1 dan pada botol 2. Setelah itu
kami mengukur suhu magiccom yang akan kita gunakan. Setelah dikur maka didapatkan suhu
magiccom tersebut 30C dan kami juga mengukur suhu kamar yang digunakan yakni 2728C. Tahapan keempat yakni mulai memperlakukan botol selai 1 di suhu 30C dan untuk
botol selai 2 di letakkan pada kamar yang tadi sudah diukur suhunya.
Pada hari ke 7 untuk botol ke 2 sudah memasuki tahap pengamatan lalat yang kami
kembangbiakkan, telur tadi sudah berbentuk pupa. Pupanya berwarna coklat muda. Satu hari
setelahnya pupa yang coklat tadi berwarna kehitaman. Dan setelahya tidak ada
perekembangan lagi. Kami mengira bahwa pupa tersebut sudah mati, karena tidak ada
perkembangan lagi dari pupa untuk menuju imago. Hal ini mungkin dikarenakan pengaruh
jamur yang tumbuh dimedium kami yang mampu mengganggu perkembangbiakan dari lalat
mutan. Makanan disini sangat berpengaruh terhadap kehidupan lalat buah mutan. Jumlah
telur Drosophila melanogaster yang dikeluarkan akan menurun apabila kekurangan makanan.
Lalat buah dewasa yang kekurangan makanan akan menghasilkan larva berukuran kecil.
Larva ini mampu membentuk pupa berukuran kecil, namun sering kali gagal berkembang
menjadi individu dewasa. Beberapa dapat menjadi dewasa yang hanya dapat menghasilkan
sedikit telur. Viabilitas dari telur-telur ini juga dipengaruhi oleh jenis dan jumlah makanan
yang dimakan oleh larva betina (Shorrocks, 1972).
Sedangkan pada botol 1 kami mendapatkan hasil bahwa kedua lalat parental yang
kami kawinkan mati setelah tiga hari diinokulasi. Suhu yang kami gunakan untuk botol ke 1
ini adalah 30C . Belum ada anakan yang di hasilkan pada botol selai 1 jadi kami tidak bisa
menentukan apakah nantinya suhu bisa mempengaruhi hasil anakan lalat white eye yang
dikawinkan. Suhu lingkungan adalah komponen cuaca yang mempengaruhi kualitas dan
kuantitas makhluk hidup di alam. Siklus hidup serangga dan khususnya lalat sangat
dipengaruhi oleh cuaca. Meskipun lalat lebih banyak hidup di daerah permukiman, tahap
hidup pradewasa lebih banyak hidup bebas di alam. Larva lalat amat rentan terhadap
kelembaban udara, suhu udara yang menyimpang, dan curah hujan yang berlebihan. Pada
lalat buah mengalami kondisi siklus hidup dan pertumbuhan yang optimal sekitar 8-11 hari
apabila berada pada suhu 25o-28oC. Waktu perkembangan yang paling pendek (telur-dewasa),
adalah 7 hari, dan dicapai pada suhu 28 C. Pada suhu 25 C tersebut, lama harinya umumnya
adalah sekitar 8.5 hari, sedangkan pada suhu 18 C lama harinya sekitar 19 hari dan pada

suhu 12 C lama hari perkembangannya adalah 50 hari. Pada suhu 30 o C,lalat buah dewasa
yang dihasilkan akan steril (Shorrocks, 1972). Jadi suhu 30o C yang kami gunakan akan
menyebabkan kematian pada lalat buah dan hasil anakannya akan steril.
Pada proyek kami ini, kami hanya sekedar mengetahui pengaruh suhu terhadap
keberlangsungan hidup dari lalat mutan tipe white eye. Kami tidak melakukan pengulangan
tiap perlakuan dikarenakan ketersediaan lalat mutan tipe White eye terbatas.

BAB VI. PENUTUP


6.1 Kesimpulan
Lalat mutan tipe white eye apabila dikawinkan dengan tipe white eye juga akan
menghasilkan keturunan yang bertipe white eye juga. Namun dalam pertumbuhan dan
perkembangannya ini lalat mutan membutuhkan suhu yang sesuai yakni 25-28C dan kondisi
makanan yang tersedia harus fesh dan tidak membusuk. Pada suhu 30C lalat mutan White
eye kami mengalami kematian sebelum kawin. Pada suhu 27-28C lalat mutan White eye
mengalami perkembangan mulai dari telur - larva instar 1 larva instar 2 larva instar 3

pupa, namun berhenti sampai pupa saja. Jadi suhu mempengaruhi kehidupan lalat buah mutan
tipe White eye.
6.2 Saran
Penjelasan dan pembimbingan perlu di tingkatkan

Lampiran

DAFTAR PUSTAKA
Aini, Nur. 2008. Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.
Strickberger, M.W. 1962. Experiments in Genetic with Drosophila. New York: John Wiley
and Son Inc.
King dkk. 2006: 289-290. King RB. 1994. Encyclopedia of Inorganic Chemistry. Chicester:
John Willey and Sons.
Wilson, Kimberly A. dan Martin Teitel. 2004. Genetically Engineered Food. Vermont: Park
Street Press.
Karmana, I Wayan, 2010. Pengaruh Macam Strain dan Umur Betina Terhadap Jumlah
Turunan Lalat Buah (Drosophila melanogaster). Jurnal Biologi. Vol 4 No.2
Suryo. 1984. Genetika. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.
NA, Campbell. dkk. 2010. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Demerec dan Kaufman. 1961. Drosophila Guide. Introduction to the Genetics andCytology
of Drosophila melanogaster. Carniegie Institution of Washington,Washington D.C
Shorrocks, B. 1972. Drosophila. London: Ginn & Company Limited.

= Gen untuk mata putih

XwXw

XwY

><

(Mata Putih)

(Mata Putih)

: XwXw = Lalat betina mata putih

F1

XwY = Lalat jantan mata PUTIH


F1 >< F1

: betina XwXw

>< jantan XwY


Xw

Xw

Fenotip :

Y
w

X X

(Betina mata merah)

XwY
(Jantan mata
merah)

XwXw

XwY

(Betina mata merah)

(Jantan mata putih)

Anda mungkin juga menyukai