Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PANGAN

PENGAMATAN BAKTERI PADA BAHAN PANGAN DENGAN METODE


TPC, SPEKTROFOTOMETER DAN BAKTERI PATOGEN

Nama : Salwa Annabila Raihani


NIM : 24020219120022
Kelompok :1
Asisten : Mufida Budi Kurniawati

LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI
PS BIOTEKNOLOGI-DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
ACARA 2
PENGAMATAN BAKTERI PADA BAHAN PANGAN DENGAN METODE
TPC, SPEKTROFOTOMETER DAN BAKTERI PATOGEN
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahan pangan merupakan sumber nutrisi bagi manusia seperti sumber mineral, sumber
vitamin dan masih banyak lagi. Bahan pangan dapat tersedia dimanapun, namun lingkungan
tersedianya bahan pangan tersebut mempengaruhi kandungan nutrisi yang menjadi sumber
penting bagi manusia. Apabila bahan pangan tersedia dari lingkungan baikpun belum bisa
menjamin keamananan serta nutrisi didalammnya karena seperti yang kita tahu bahwa
mikroba pathogen dapat berada dimanapun serta tidak terlihat dengan mata
telanjang.Pengecekan seperti deteksi bateri patogen dan menghitung jumlahnya sesuai
peraturan Pemerintah yang mengatur batasan jumlah maksimum bakteri pathogen supaya
tidak meracuni atau membahayakn konsumen. Oleh karena itu, pengamatan, penghitungan,
dan deteksi bakteri pathogen pada bahan pangan merupakan hal penting yang harus
diketahui.
1.2. Tujuan
1.2.1. Mengetahui jumlah sel mikroorganisme secara langsung dengan hemasitometer
1.2.2. Mengetahui jumlah sel mikroorganisme menggunakan cara TPC (Total Plate Count)
1.2.3. Mendeteksi bakteri patogen pada bahan pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Analisis Kuantitatif dan Penghitungan Mikroba
Analisis kuantitatif mikrobiologi pada bahan pangan penting dilakukan untuk
mengetahui mutu bahan pangan. Beberapa cara dapat digunakan untuk menghitung atau
mengukur jumlah jasad renik didalam suatu suspensi atau bahan yaitu dengan perhitungan
jumlah sel salah satunya dengan metode hitungan cawan dan dianalisis berdasarkan SPC
(Standard Plate Count). Prinsip dari metode ini adalah jika sel mikroba masih hidup
ditumbuhkan pada medium agar maka sel tersebut akan berkembang biak dan membentuk
koloni yang dapat dilihat langsung tanpa menggunakan mikroskop. Cara pemupukan kultur
dalam hitungan cawan yaitu dengan metode tuang (pour plate) Jika sudah didapatkan hasil
jumlah koloninya, kemudian disesuaikan berdasarkan SPC (Standard Plate Count) (Yunita
et al., 2015).
2.1.1. Total Plate Count
Sampel bahan pangan ditimbang sejumlah 25 gr, dimasukkan dalam wadah
steril, kemudian dihaluskan. Secara aseptik dimasukkan kedalam larutan media
sebanyak 225 ml dan dihomogenkan (suspensi yang terbentuk memiliki tingkat
pengenceran 10-1 ). Dengan pipet steril, ambil suspensi yang terbentuk dan
dimasukkan kedalam 9ml larutan media steril dan dihomogenkan dengan cara
mengocok tabung tersebut (suspensi yang terbentuk memiliki pengenceran 10-2 ).
Demikian seterusnya sampai pengenceran 10-4 untuk setiap sampel. Dari setiap
pengenceran ambil 1 ml dan dimasukkan kedalam 2 cawan petri yang telah diberi label
jenis sampel dan tingkat pengenceran. Nutrient Agar (NA) sebanyak 15-18 ml dituang
kedalam 2 seri cawan petri yang telah berisi 1 ml suspensi. Jumlah koloni yang
terbentuk pada cawan petri dihitung setelah masa inkubasi berakhir (Palawe &
Antahari, 2018).
Total Plate Count adalah semua koloni yang tumbuh pada media NA Jumlah
koloni bakteri yang dihitung pada cawan petri adalah berjumlah antara 25-250 koloni.
Setelah itu jumlah yang diperoleh dikalikan dengan pengencerannya. Cara perhitungan
TPC yaitu :
1
Colony Forming Units=Jumlah bakteri pada cawan petri X
faktor pengenceran ( 101 )
(Palawe & Antahari, 2018).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika menghitung jumlah koloni
bakteri dari sampel yaitu : cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung
jumlah koloni antara 30-300 CFU/g (Sutton dalam Soesetyaningsih & Azizah, 2020).
Jika jumlah koloni tiap sampel lebih dari 300 CFU/g dikategorikan sebagai terlalu
banyak untuk dihitung (TBUD) atau too numerous to count (TNTC) (Yunita et al.,
2015); 2. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu atau satu deret rantai koloni
yang terikat sebagai suatu garis dihitung sebagai satu koloni; 3. Koloni yang tumbuh
menutup lebih besar dari setengan luas cawan petri, tidak disebut sebagai koloni
melainkan spreader; 4. Jika hasil perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran
berturut-turut antara pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya
adalah < 2 maka hasilnya dirata-rata. Namun jika hasilnya ≥ 2, maka menggunakan
jumlah mikroba dari hasil pengenceran sebelumnya (pengenceran terkecil)
(Soesetyaningsih & Azizah, 2020)
2.1.2. Spektrofotometer
Spektrofotometri berkaitan dengan pengukuran interaksi cahaya dengan
bahan. Cahaya dapat dipantulkan, ditransmisikan, dihamburkan, atau diserap, dan
bahan dapat memancarkan cahaya, baik karena telah menyerap sebagian cahaya dan
memancarkan kembali itu, karena telah memperoleh energi dalam beberapa cara lain
(misalnya, electroluminescence), atau karena memancarkan cahaya karena suhunya
(pijar). Presisi pengukuran sangat bergantung pada definisi yang tepat dari jumlah
yang terlibat. Hal yang harus diperhatikaan ketika Anda melakukan pengukuran yaitu
Anda harus tahu persis apa yang Anda ukur, bahwa apa yang Anda ukur adalah apa
yang ingin Anda ukur, dan bahwa, jika Anda memberikan hasil pengukuran itu kepada
orang lain, Anda mengomunikasikan informasi itu kepada mereka dengan jelas. Materi
dalam bahan berperilaku secara linier dengan jumlah cahaya datang. Pada beberapa
kasus pengukuran terdapat bahan yang penyerapannya jenuh di bawah daya iluminasi
yang cukup atau yang sifat pancarannya bergantung pada daya iluminasi. Bahan-bahan
ini memiliki ketergantungan nonlinier pada daya iluminasi. Respons dari bahan-bahan
ini sering kali bergantung pada aspek koherensi cahaya, yang membuatnya sulit untuk
mengasumsikan hubungan intensitas sederhana seperti yang dijelaskan di atas (Germer
et al., 2014).
2.2. Deteksi Bakteri Patogen pada Pangan
2.2.1. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan jenis bakteri yang memproduksi
enterotoksin dan menyebabkan pangan tercemar sehingga dapat mengakibatkan
keracunan pada manusia. Bakteri ini dapat diisolasi dari bahan-bahan klinik, carriers,
pangan dan lingkungan. Secara klinis, Staphylococcus merupakan genus yang paling
penting dari famili micrococcaceae. Genus ini dibagi menjadi dua kelompok besar
yaitu aureus dan non aureus. Staphylococcus aureus dikenal sebagai penyebab infeksi
jaringan lunak seperti toxic shock syndrome (TSS) dan scalded skin syndrome (SSS),
yang dapat diketahui dari spesies Staphylococcus yang memberikan hasil positif pada
tes koagulase beberapa strein mampu menghasilkan protein toksin yang sangat stabil
terhadap panas yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia (BSN, 2009). Infeksi
akibat perkembangbiakan organisme ini merupakan masalah yang serius di rumah
sakit dan fasilitas layanan kesehatan lain. Perkembangbiakan dalam jaringan dapat
menimbulkan manifestasi, misalnya rasa panas, sepsis kulit, infeksi pasca operatif,
infeksi enterik, septikemia, endokarditis osteomyelitis, dan pneumonia (Martanda,
2019).
2.2.2. Salmonella sp
Salmonella adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan melalui
makanan (food born disease). Pada umumnya, serotipe Salmonella menyebabkan
penyakit pada organ pencernaan. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut
Salmonellosis. Salmonellosis adalah istilah yang menunjukkan adanya infeksi bakteri
oleh bakteri Salmonella sp. Ciri-ciri orang yang mengalami salmonellosis adalah diare,
mual muntah, kram perut dan demam pada waktu 8-72 jam setelah memakan makanan
yang terkontaminasi oleh Salmonella (Jawetz, Melnick and Adelberg, dalam
Martanda, 2019). Berbagai macam media untuk pengujian bakteri Salmonella saat ini
bermacam-macam, yang bertujuan untuk pebandingan koloni yang tumbuh dari
masingmasing medium. Medium XLD memiliki kemampuan dalam menghambat
pertumbuhan bakteri gram positif karena memiliki kandungan sodium deoxycholate,
dan mengandung tiosulfat sebagai indikator H2S yang terlihat pada koloni yang
tumbuh dalam media XLD. Media BSA mengandung enzim caprylate esterase yang
berfungsi untuk melisiskan kromofor sehingga koloni tipikal bakteri Salmonella
berwarna ungu (Hyatt & Weese dalam Martanda, 2019).
2.2.3. Klebsiella sp.
Berdasarkan hasil uji biokimia, karakter koloni bakteri yang diduga anggota
genus Proteus dan Klebsiella memiliki hasil uji TSIA yang ditandai dengan perubahan
warna media yaitu A/A kuning pada butt (dasar) dan kuning pada slant (permukaan
miring). Perubahan tersebut terjadi karena adanya fermentasi glukosa dan sukrosa oleh
anggota genus Proteus dan Klebsiella. tidak memproduksi H2S, uji sitrat (+), indol (-)
dan motilitas (-) merupakan karakter anggota genus Klebsiella (Darna et al., 2018).
Klebsiella sp. adalah bakteri golongan Enterobacteriacea yang memiliki kapsul
polisakarida yang besar yang berfungsi sebagai antigen, tidak melakukan pergerakan,
bersifat fakultatif anaerob. Klebsiella sp. hidup sebagai saprofit pada lingkungan
seperti pada air, tanah, makanan dan sayur-sayuran. Namun bakteri ini juga dapat
menimbulkan infeksi pada saluran kemih, paru-paru, saluran pernafasan, luka-luka dan
septicaemia (Carrol e al. dalam Taufik et al., 2017).
2.2.4. Proteus sp.
Berdasarkan hasil uji biokimia, karakter koloni bakteri yang diduga anggota
genus Proteus dan Klebsiella memiliki hasil uji TSIA yang ditandai dengan perubahan
warna media yaitu A/A kuning pada butt (dasar) dan kuning pada slant (permukaan
miring). Perubahan tersebut terjadi karena adanya fermentasi glukosa dan sukrosa oleh
anggota genus Proteus dan Klebsiella. Produksi H2S (+), uji sitrat (+), indol (-) dan
motilitas (+) merupakan karakter anggota genus Proteus (Darna et al., 2018). Spesies
Proteus menyebabkan infeksi pada manusia hanya bila kuman ini meninggalkan usus.
Kuman ini ditemukan sebagi flora usus normal. Spesies ini merupakan pathogen
nosokomial yang penting (Porotu’o, 2015). Berbagai Proteus spp. yang terutama ada
sebagai saprofit diketahui menyebabkan infeksi septik pada manusia dan hewan dalam
kondisi tertentu. Mikroorganisme tersebut telah dicurigai menyebabkan omphalitis dan
kantung kuning telur yang persisten pada unggas. Spesies Proteus sp terkadang
menyebabkan kematian embrionik, infeksi kantung kuning telur dan kematian pada
unggas muda, kalkun dan bebek (Theresia, 2020).

III. METODE
3.1. Total Plate Count
3.1.1. Alat
1. Pipet steril
2. Cawan petri steril
3. Label
4. Spreader
5. Lampu spiritus
6. Colony counter
7. Vortex
8. Penuntun praktikum
9. Alat tulis
3.1.2. Bahan
1. Kultur bakteri B. subtilis dalam Nutrient Broth
2. Enam buah tabung reaksi berisi 9 mL akuades steril
3. Medium Plate Count Agar
3.1.3. Cara Kerja
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Pengenceran dilakukan dengan cara pengambilan 1 mL kultur bakteri dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi pertama
3. Larutan dihomogenkan dengan vortex dan diberi label 10-1
4. Pengenceran dilanjutkan dengan cara pengambilan 1 mL sampel dari tabung reaksi
pertama untuk dimasukkan kedalam tabung reaksi berikutnya (10-2)
5. Pengenceran seperti tersebut dilanjutkan sebanyak enam tabung reaksi (10-6)
6. Masing-masing pengenceran ditanam dengan metode sebar (spread plate) dan
inkubasi pada suhu 30o C selama 18-24 jam
7. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung dari setiap pengenceran untuk
memperoleh jumlah mikroba per mL sampel
3.2. Isolasi dan identifikasi bakteri pathogen dari pangan (Subarka et al., 2017)
3.2.1. Alat
1. Pipet steril
2. Cawan petri steril
3. Label
4. Spreader
5. Lampu spiritus
6. Colony counter
7. Vortex
8. Tabung reaksi
9. Bunsen
10. Ose
11. Penuntun praktikum
12. Alat tulis
3.2.2. Bahan
1. medium Brilliant Green Lactosa Bile (BGLB)
2. Laurye Triptose Broth (LTB)
3. Trypton Broth (TB)
4. EC Broth
5. Eosin Methylen Blue (EMB) Agar
6. Methyl Red – Voges Proskuer (MR-VP Broth)
7. Simmons Citrate Agar (SCA)
8. Plate Count Agar (PCA)
9. Butter filed Phosphate (BFP)
10. larutan α-naptol
11. larutan kovacks 40%
12. methyl red
13. alkohol 70%
14. etanol 95%
15. polybag
16. akuades steril
17. Tujuh sampel udang windu acak
3.2.3. Cara Kerja
1. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskripsi dengan teknik
pengumpulan data. Untuk pengujian E.coli membandingkan dengan tabel APM
(SNI 7388: 2009). APM adalah metode untuk menghitung jumlah mikroba dengan
menggunakan medium cair dalam tabung reaksi. Penelitian ini menggunakan
pengenceran 3 seri. Sedangkan Pengujian TPC dengan cara menghitung koloni
bakteri dan memasukan data dengan rumus TPC (SNI 7388: 2009).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Praktikum acara 2 “Pengamatan Bakteri Pada Bahan Pangan Dengan Metode TPC,
Spektrofotometer Dan Bakteri Patogen” memiliki tujuan agar mahasiswa mengetahui
jumlah sel mikroorganisme secara langsung dengan hemasitometer, mengetahui jumlah sel
mikroorganisme menggunakan cara TPC (Total Plate Count), dan mendeteksi bakteri
patogen pada bahan pangan. Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pipet steril,
cawan petri steril, label, spreader, lampu spiritus, colony counter, vortex, tabung reaksi, ose,
bunsen, penuntun praktikum, dan alat tulis. Bahan yang dibutuhkan yaitu medium Brilliant
Green Lactosa Bile (BGLB), Laurye Triptose Broth (LTB), Trypton Broth (TB), EC Broth,
Eosin Methylen Blue (EMB) Agar, Methyl Red – Voges Proskuer (MR-VP Broth), Simmons
Citrate Agar (SCA), Plate Count Agar (PCA), Butter filed Phosphate (BFP), larutan α-
naptol, larutan kovacks 40%, methyl red, alkohol 70%, etanol 95%, polybag, akuades steril,
tujuh sampel udang windu yang diambil acak. Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa,
7 September 2021 secara daring melalui Ms. Teams dirumah masing-masing.
IV.1 Perhitungan bakteri pathogen dengan TPC
Pada jurnal refrensi sampel udang dihitung ALT (Angka Lempeng Total) selama
72 jam suhu 30oC sesuai dengan SNI 7388:2009 dengan pengenceran sebanyak 3
kali,namun hanya terdata 2 pengenceran yaitu 10-2 dan 10-3. ALT sendiri merupakan
istilah lain dari TPC yaitu jumlah mikroba aerob mesofilik per gram atau per millimeter
yang ditentukan melalui metode standar (SNI 7388:2009). Mikroba aerob mesofilik
termasuk didalamnya bakteri pembusuk yang dapat menyebabkan kerusakan pada bahan
pangan seperti denaturasi protein ( Moeliy dalam Subarka et al., 2017). Pemaparan hasil
hitung TPC (Total Plate Count)/ ALT dari tujuh sampel udang windu yang diambil acak
dari pengepul atau tambak dirangkum dalam bentuk tabel. 1
Pengenceran
Kode Total Plate
10-2 10-3
Sampel Count ( cfu/g )
C1 C2 C1 C2
UD 1 304 300 30 27 30.000
UD 2 TBUD TBUD 286 280 283.000
UD 3 TBUD TBUD 214 208 211.000
UD 4 TBUD TBUD 312 304 307.500
UD 5 184 180 TD TD 18.200
UD 6 64 60 TD TD 6.200
UD 7 TBUD TBUD 328 324 326.000
Keterangan :
1. UD ( Sampel Udang Windu )
2. TBUD ( Terlalu Banyak Untuk Dihitung )
3. C ( Cawan )
4. TD ( Tidak Terdeteksi )
5. Standar TPC untuk udang maksimum 5 x 105
Berdasarkan tabel 1. dapat dilihat bahwa hasil hitung TPC tinggi pada sampel ke
UD 7, UD 4, UD 2, dan UD 3 yaitu 326 x 10 3 cfu/g, 307,5 x 103 cfu/g, 283 x 103 cfu/g,
dan 211 x 103 cfu/g. Hasil hitung pada ke 4 sampel masih dapat ditoleransi karena belum
melebihi batas maksimal dari ALT maksimal udang yaitu 500.000 cfu/g sesuai dengan
SNI 7388:2009. Namun apabila seiring waktu tidak segera ditangani dapat
mengakibatkan pertumbuhan mikroba hingga melebihi ALT yang seharusnya yaitu
500.000 cfu/g. Hal ini sesuai dengan Hadiwiyoto dalam Subarka et al. (2017) bahwa
penyebab terbesar pembusukan udang yaitu pertumbuhan jumlah mikroba terutama
bakteri bakteri pembusuk. Dalam jurnal juga tertera hasil pengujian udang windu
terhadap kandungan E.coli dan kandungan Coliform (selain E.coli) dengan standar sesuai
dengan SNI 7388:2009. Hasil pengujian E.coli menunjukkan tidak adanya kandungan
E.coli dalam sampel udang windu. Hal ini sesuai dengan standar APM pada udang yaitu
kurang dari 3/g (SNI 7388:2009). Tidak adanya kandungan E.coli pada sampel udang
windu menunjukkan pengolahan sanitasi udang yang baik setelah dipanen. Sedangkan
hasil pengujian sampel terhadap coliform menunjukkan UD 3 dan UD 7 positif
mengandung bakteri coliform sebanyak 4,5 APM/g dan 14 APM/g (Subarka et al., 2017).
Hasil ini bertentangan dengan hasil pengujian E.coli yang menunjukkan sanitasi yang
baik. Hasil pengujian Coliform yang positif pada salah dua sampel menunjukkan sanitasi
yang kurang baik dalam pengolahan udang setelah dipanen. Bakteri coliform yang
dimaksud adalah bakteri selain E.coli (Subarka et al., 2017). Bakteri coliform sendiri
dijelaskan oleh Subarka et al. (2017) bahwa mikroorganisme ini dalam jumlah yang
banyak dapat menjadi indikasi adanya bakteri pathogen didalam bahan pangan tersebut.
Beberapa penyakit yang dapat disebabkan oleh bakteri coliform salah satunya infeksi
pada manusia . Subarka et al. (2017) menjelaskan bakteri merupakan mikroorganisme
yang dapat menimbulkan penyakit infeksi pada manusia apalagi ada beberapa bakteri
yang bersifat patogen dapat mengganggu kesehatan manusia hingga kematian. Carrol et
al. dalam Taufik et al. (2017) menambahkan bakteri Klebsiella yang termasuk dalam
bakteri Coliform dapat menimbulkan infeksi pada saluran kemih, paru-paru, saluran
pernafasan, luka-luka dan septicaemia.

V. KESIMPULAN
5.1. Jumlah mikroba dapat dihitung secara langsung menggunakan hemasitometer dengan
cara pengencran terlebih dulu dengan tujuan agar sel dari mikroorganisme yang akan
diamati tidak menumpuk kemudian praparat dituang ke hemasitometer dan dihitung
secara langsung secara manual melalui mikroskop.
5.2. Jumlah mikroba juga dapat dihitung dengan cara TPC (Total Plate Count) melalui
pengenceran juga namun dituang ke dalam cawan petri kemudian diberi media agar
dan diinkubasi. Koloni bakteri yang tumbuh dihitung kemudian dimasukkan ke dalam
rumus TPC yaitu : Jumlah bakteri pada cawan petri X 1/faktor pengenceran.
5.3. Identifikasi bakteri pathogen dilakukan dengan media selektif sesuai dengan pathogen
yang akan diidentifikasi. Berdasarkan jurnal yang dibahas bakteri pathogen E.coli dan
bakteri coliform diidentifikasi menggunakan medium Brilliant Green Lactosa Bile
(BGLB) dengan hasil positif koloni berwarna hitam metalik dengan LTB dan EC
positif.

DAFTAR PUSTAKA
Darna, Turnip, M., & Rahmawati. (2018). Identifikasi Bakteri Anggota Enterobacteriaceae pada
Makanan Tradisional Sotong Pangkong. Jurnal Labora Medika, 2(2): 6-12
Germer, TA., Zwinkels, JC., & Tsai, BK. (2014). Theoretical Concepts in Spectrophotometric
Measurements. Experimental Methods in the Physical Sciences, 46: 11–66.
Martanda, FD. (2019). Identifikasi Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus Serta Hitung
Jumlah Total Bakteri Pada Margarin. Jurnal SainHealth,3(2)
Palawe, JFP., & Antahari, J. (2018). TPC (Total Plate Count), WAC (Water Adsorbtion
Capacity) Abon Ikan Selar dan Cooking Loss Daging Ikan Selar (Selaroides
leptolesis). Jurnal Ilmial Tindalung, 4(2): 57-60
Poroto’u, J. (2015). Pola Bakteri Aerob Patogen Yang Diisolasi Dari Sayur Mentah Siap Saji
Yang Dijual Di Rumah Makan Kawasan Boulevard Manado) Jurnal e-Biomedik
(eBm), 3(2)
Soesetyaningsih, E., & Azizah. (2020). Akurasi Perhitungan Bakteri pada Daging Sapi
Menggunakan Metode Hitung Cawan. Berkala Sainstek, 8(3): 75-79
Subarka, H., Satriani, GI., & Gusman, E. (2017). Pengujian Mutu Udang Windu Berdasarkan
Total Plate Count (TPC) Bakteri Escherichia coli DAN Coliform di PT. PMMP
Tarakan. Jurnal Borneo Saintek, 1(1)
Taufik, TF., Soleha, TU., Wulam, AJ., & Ramadhian, MR. (2017). Identifikasi Bakteri Coliform
pada Salmon Mentah dalam Sajian Sushi di Restoran Jepang di Bandar Lampung.
Medula, 7
Theresia, AJH. (2020). IDENTIFIKASI BAKTERI PROTEUS VULGARIS PADA TELUR ITIK
YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL KOTA MAKASSAR.Skripsi. Universitas
Hasanuddin Makassar
Yunita, M., Hendrawan, Y., & Yulianingsih, R. (2015). Analisis Kuantitatif Mikrobiologi Pada
Makanan Penerbangan (Aerofood ACS) Garuda Indonesia Berdasarkan TPC (Total
Plate Count) Dengan Metode Pour Plate. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan
Biosistem, 3(3): 237-248

LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui Semarang, 13 September 2021

Asisten, Praktikan,

Mufida Budi Kurniawati Salwa Annabila Raihani


24020218140052 24020219120022

Anda mungkin juga menyukai