Anda di halaman 1dari 54

Reproduksi dan Kebidanan Tanggal Pelaksanaan

FKH
514 (08/02/2021-06/03/2021)
Kelompok I

LAPORAN AKHIR PPDH


TAHAP INTRAMURAL
DIVISI REPRODUKSI DAN KEBIDANAN

Disusun oleh:

Harits Abdullah Munir, SKH B9404202116


Kelompok I PPDH Periode II Tahun Ajaran 2020/2021

Koordinator MK:

Prof Drh Ni Wayan K Karja, MP, PhD

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
LEMBAR PENGESAHAN

PROGRAM PENDIDIKAN KEDOKTERAN HEWAN


LAPORAN AKHIR MATA KULIAH
REPRODUKSI DAN KEBIDANAN (FKH 514)

Oleh:

Harits Abdullah Munir, SKH B9404202116

Disetujui oleh

Koordinator Mata Kuliah Dosen Pembimbing Mata Kuliah


Reproduksi dan Kebidanan Reproduksi dan Kebidanan

Prof. Drh. Ni Wayan K Karja, MP, PhD Drh. Amrozi, PhD


NIP. 19690207 199601 2 001 NIP. 197 00721 199512 1001

Diketahui oleh

Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan


Fakultas Kedokteran Hewan IPB

Prof. Drh. Ni Wayan K Karja, MP, PhD


NIP. 19690207 199601 2 001

Tanggal Pengesahan:
REVIEW FISIOLOGI REPRODUKSI
HEWAN JANTAN

Organ Reproduksi Jantan

Organ reproduksi hewan jantan dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu
organ kelamin primer atau gonad (testis), kelenjar aksesorius (kelanjar vesikularis,
prostat dan bulbourethralis), dan saluran-saluran (epididimis dan vas deferens)
serta alat kelamin luar atau kopulatoris (penis).

Testis : Merupakan organ primer pada hewan jantan yang


menjalankan peran sebagai organ eksokrin (produksi
spermatozoa) dan endokrin (penghasil hormon
testosteron).
Epididimis : Epididimis merupakan salah satu saluran reproduksi
jantan
yang berfungsi untuk menyalurkan sperma yang
dihasilkan testis ke vas deferens, epididymis terbagi
menjadi tiga bagian, yaitu caput, corpus, dan cauda
epididimis. Selain sebagai saluran transport, epididimis
juga menjadi tempat pematangan spermatozoa dengan
bantuan hormone testosteron.
Vas deferens : Vas deferens termasuk saluran yang bertugas untuk
menyalurkan sperma dari epididimis ke urethra. Pada
ujung vas deferens ditemukan pembesaran yang
dinamakan ampula ductus deferens.
Kel. Vesikularis : Berfungsi memberikan nutrisi (fruktosa, dsb) pada
sperma.
Kel. Prostat : Kelenjar ini memiliki peran dalam memberikan sintesis
protein prostat specific antigen (PSA).
Kel. Bulbourethalis : Kelenjar bulbourethralis atau cowper merupakan kelenjar
yang mensekresikan mucus yang berguna untuk lubrikasi
Urethra : Adalah saluran terakhir yang berperan sebagai jalan
sperma
(semen) untuk selanjutkan diejakulasikan dalam vagina.
Penis : Penis merupakan organ kopulatoris yang dapat dibagi
menjadi dua macam sesuai karakteristiknya, yaitu penis
fibroelastik dan cavernosus. Penis fibroelastik dicirikan
dengan banyaknya jaringan ikat, pada penis jenis ini dapat
ditemukan adanya flexura sigmoidea yang berfungsi untuk
menyimpan penis dalam tubuh, fungsi tersebut dilengkapi
oleh adanya musculus retractor penis yang berguna untuk
menarik kembali penis yang telah ejakulasi. Hewan
dengan tipe penis fibroelastik adalah kerbau, sapi, dan
domba. Ada pun penis tipe cavernosus dicirikan dengan
banyaknya pembuluh darah kapiler yang menyebabkan
organ ini membesar pada saat ereksi. Primata merupakan
salah satu contoh hewan dengan tipe penis cavernosus.

Sistem Endokrin Hewan Jantan

Hormon memiliki peran besar dalam sistem reproduksi hewan jantan,


ketika hewan jantan terstimuli oleh betina estrus maka otak akan mengirimkan
sinyal ke hipotalamus untuk memproduksi Gonadotropin Realising Hormone atau
GnRH. GnRH akan berikatan dengan reseptor adenohipofise untuk menstimuli
pelepasan FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan LH (Luetenizing Hormone).
Kedua hormone ini akan tersirkulasi ke dalam darah dan pada akhirnya sampai
pada organ reproduksi primer jantan (testis).
FSH akan menstimulasi sel sertoli testis untuk memproduksi spermatozoa,
FSH juga akan menstimulasi testis dalam memproduksi esterogen yang berguna
untuk pertumbuhan tulang dan proliferasi sel. Sementara itu, LH akan merangsang
produksi hormon testosteron oleh sel leydig yang berguna dalam proses
spermatogenesis (pematangan sperma).
Setelah sperma mengalami pematangan, maka kelenjar aksesoris yang ada
akan menambahkan sekreta cairan plasma dan nutrisinya. Kemudian hewan janta
melakukan kopulasi dan terjadilah ereksi. Dalam kondisi seperti ini, penis akan
menerima rangsangan dari tekanan dan suhu hangat dalam saluran reproduksi
betina. Rangsangan ini kemudian diterima dan direspon dengan adanya aktivitas
hormon oxytocin yang berakibat pada kontraksi otot polos di sekitar epididimis.
Adanya kontraksi ini menyebabkan terjadinya ejakulasi sperma (semen) dalam
organ reproduksi betina.
__________________________________________________________________

REVIEW FISIOLOGI REPRODUKSI


HEWAN BETINA

Siklus Reproduksi Hewan Betina

Siklus reproduksi merupakan serangkaian kegiatan biologis kelamin yang


berlangsung secara periodik hingga terlahirnya generasi baru (anak), dan generasi
baru bereproduksi lagi (generasi). Pada hewan betina siklus reproduksi mencakup
siklus estrus, kebuntingan, partus, laktasi, dan penyapihan anak. Siklus ini penting
untuk diketahui dalam mewujudkan one calf per cow per year. One calf per cow
per year merupakan usaha untuk mengoptimalkan reproduksi sapi betina (dalam
periode calving interval) untuk menghasilkan satu pedet dalam satu tahun.
Calving interval dapat diartikan sebagai jarak satu kelahiran dengan
kelahiran berikutnya. Pada sapi betina dengan kondisi reproduksi yang bagus
calving interval berselang 365 hari, dengan beberapa kejadian yaitu involusi uteri,
periode estrus, dan terjadinya kebuntingan. Involusi uteri merupakan kembalinya
organ reproduksi betina ke keadaan dan ukuran semula, kejadian ini berlangsung
selama kurang lebih 45 hari (rata-rata sapi membutuhkan 43 hari). Adapun proses
pengeluaran lochia berlangsung kurang lebih dua minggu (kondisi ini dapat
diamati oleh peternak, lochia terwujud berupa cairan bening seperti serum atau
plasma).
Setelah organ reproduksi kembali ke keadaan semula maka siklus estrus mulai
berlangsung kembali, kondisi ini berlangsung sekitar 40 hari (dalam durasi ini
terjadi beberapa kali periode estrus). Kejadian diatas merupakan hal yang harus
diperhatikan oleh seorang dokter hewan agar tidak ada kelainan (seperti pyometra
dsb) yang terjadi yang dapat menyebabkan perpanjangan siklus estrus.
Selanjutnya kebuntingan, pada sapi betina adalah selama 280 hari, dari
keseluruhan kejadian ini ada sekitar 85 hari masa days open atau jarak waktu
(hari) antara kondisi betina setelah beranak hingga bunting kembali. Dalam fase
ini banyak peternak yang mengalami kerugian karena tidak dapat memaksimalkan
efisiensi reproduksi sapi mereka.

Siklus Estrus

Siklus estrus (birahi) secara singkat merupakan serangkaian aktivitas


reproduksi ovarium, kejadian ovulasi, pembentukan dan regresinya corpus
luteum.
Siklus estrus dapat dibagi menjadi dua tahap yakni fase folikuler (proestrus dan
estrus) dimana kondisi hormon estrogen dominan dan fase luteal (metestrus dan
diestrus) dengan kondisi hormon progesteron dominan.

Metestrus : lepasnya ovum dari ovarium atau terjadinya ovulasi, kemudian


folikel berkembang menjadi folikel de Graaf dan kemudian
menjadi corpus rubrum (reruntuhan darah) yang mana sampai
akhirnya menjadi corpus luteum (CL). Pada fase metestrus ini perlu
diketahui bahwa reseptor prostaglandin belum terbentuk.
Diestrus : merupakan fase fungsional dari corpus luteum, sekaligu waktu
yang
tepat untuk injeksi prostaglandin dalam upaya sinkronisasi estrus.
Prostaglandin ini diketahui menyebabkan regresi pada corpus
luteum.
Proestrus : Kondisi dimana corpus luteum sudah matang.
Estrus : terjadi regresi CL (tidak hilang tapi menurun fungsinya, regresi ini
dipicu oleh karena prostaglandin yang muncul pada hari ke 15),
prostaglandin diketahui dapat menyebabkan kontraksi yang
berakibat pada penyempitan pembuluh darah, sehingga suplai
oksigen dan nutrisi berkurang, akhirnya corpus luteum pun
mengalami regresi (menurun fungsinya).

Perlu diketahui bahwa hanya folikel yang direkrut selama atau setelah luteolisis
yang akan keluar ovulasi. Selain fase folikular dan luteal, dikenal juga istilah
Biphase. Biphase merupkan keadaan pada saat ada CL serta folikel fungsional, hal
ini berakibat pada kondisi hewan betina yang menunjukkan estrus yg lemah.
Apabila inseminator tidak teliti

jadi kalau tdk hati” petugas akan meng ib, padahal birahi yg sesungguhnya adalah
pd saat folikel dominan dan cl regresi.(estrus yg sesungguhnya)

Palpasi ;
Proestrus = cl terasa seperti angka 8,
Estrus = serviks dan vaginanya menegang, tidak ada cl fungsional, estrogen tinggi
= vulva merah (karena sirkulasi darah tinggi)

Luteolysis = proses dimana cl tidak mampu mensintesis dan sekresi progesterone


Agen luteolitik = hormone prostaglandin, apabila uterus kotor maka prostaglandin
tertahan keluar

IB terbaik 6 jam setelah akhir estrus, saat baru estrus ga boleh langsung di IB.
Waktu IB terbaik = pada saat pertengahan sampai 6 jam seteah periode estrus
berakhir (9 jam -15 jam)

Kebuntingan / gestasi = dimulai dengan fertilisasi dan berakhir dengan parturisi


(proses kelahiran)
Superfekundasi = bbrpa ovum terbuahi oleh sperma yg beda (kucing, anjing)
Superfetasi = sudah punya janin, dan hamil lagi (beda umur), hewan yang sudha
bunting tp masih menunjukkan gejala estrus sehingga di IB lagi dan terjadinya
hamil 2 janin beda umur (sapi)

Menentukan umur kebuntingan awal = ada bulatan (vesikel yang berisi cairan
dengan titik yang bergerak)
- Letak uterus ; 2 bln di pelvis, 4 bulan di lereng abdomen, 5 bulan di ruang
abdomen
- Fremitus ; arteri uterinya media (mulai ada pada umur 4 bulan
- Lokasi fetus,; kalo udah di abdomen berrti usia kebuntingan lama
-
Fetus lahir karena fetal stress = stimulai acth > stimulsi pelepasan fetal kortisol =
merubah plasenta proges jadi esterogen (pd saat mau lahir konsen estrogen
eningkat) | juga menyebabkan pengeluaran prostaglandin yng mnybabkan
hormone relaxin merelaksasikan / mengendurkan daerah pelvis dan luteolisis CL

Estro dan prostag berkerja sama mensekresikan lubrikasi


Estro menyebabkan kontraksi miomet dengan bantuan prostag, fetus memberikan
tekanan (pijakan) yg mnybabkan stimulasi serviks, hal trsbut dibantu oleh
oxytocin yang membuat tekanan maksimal sehingga kehamilan terjadi

Oxytocin dapat dikasih kalo udah ada pembukaan, kalau belum kasih ada
prostaglandin
Pelajari deteksi awal kebuntingan
Pelajari cairan amnion dsb
Pelajari thawing beku berapa lama, pelajari sumpat pabrik, suhu thawing, dsb

________________________________________________________________________

REVIEW KEBIDANAN DAN KEMAJIRAN

Gangguan Reproduksi pada Hewan Betina

Bidang reproduksi merupakan aspek yang penting dalam suatu


peternakan dan erat kaitannya dengan peran seorang dokter hewan sebagai
pengatur manajemen kesehatan ternak. Adanya gangguan reproduksi pada ternak
seringkali disepelekan oleh para peternak oleh karena hal tersebut tidak semuanya
dapat menimbulkan kematian, namun adanya gangguan reproduksi pada ternak ini
menimbulkan kerugian ekonomi akibat perpanjangan siklus reproduksi. Gangguan
reproduksi pada ternak ruminansia juga bukan hal yang mudah untuk ditangani
oleh seorang dokter hewan oleh karena miripnya gejala klinis yang ditunjukkan
pada beberapa kausa penyakit.
Pada kondisi normal, sistem reproduksi hewan betina (siklus estrus)
adalah sebagai berikut : hipotalamus memproduksi hormon Gonadotropine
Releasing Hormone atau GnRH, GnRH kemudian memberikan stimulus pada
adenohipofise untuk melepaskan FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH
(luteunizing hormone). FSH akan memicu perkembangan folikel pada ovarium,
folikel ovarium ini kemudian memproduksi hormon esterogen. Sementara itu, LH
berperan dalam merangsang terjadinya ovulasi dengan cara menstimuli
pertumbuhan corpus luteum (CL). Setelah CL dihasilkan maka akan terjadi
negative feedback ke hipotalamus dan GnRH akan mensupress pengeluaran LH.
CL ini dapat menghasilkan hormon progesteron yang berperan dalam menjaga
kehamilan. Sekitar hari ke-15 uterus akan menproduksi prostaglandin melalui
vena uteri ke ovarium melalui mekanisme (counter current). Adanya hormon ini
menyebabkan aliran darah ke CL berkurang, karena hal tersebut CL akan
mengalami regresi secara bertahan.
Abnormalitas yang terjadi pada sistem reproduksi hewan betina ini
menyebabkan banyak gangguan reproduksi, diantaranya adalah :

1. Anestrus : merupakan kegagalan hewan betina dalam gejala estrus, anestrus


juga merupakan gejala berbagai kondisi yang mempengaruhi siklus estrus.
Kausa dari anestrus dapat bersifat patologis (corpus luteum persisten, anestrus
tipe 1, 2) dan fisiologis (lactational anestrus, prepubertal anestrus (hewan
masih muda), serta postpartum anestrus). Anestrus dapat pula dikategorikan
berdasarkan pertumbuhan folikelnya :
 Anestrus tipe 1 : true anestrus; tipe anestrus yang ditandai dengan gagal
ovulasi, sementara folikel tumbuh hanya sampai tahap emergence (4 mm),
biasa terjadi karena kekurangan nutrisi (kondisi Body Condition Score atau
BCS yang buruk) sehingga produksi FSH tidak memadai, ketika dilakukan
palpasi perektal dapat diraba ovarium terasa pipih dan licin. Treatment
yang bisa dilakukan adalah dengan perbaikan status energi dan pemberian
hormon FSH sembari dilakukan perbaikan pakan (GnRH kurang efektif –
reseptor LH tidak memadai).

 Anestrus tipe 2: yaitu gagalnya ovulasi, sementara folikel dapat


berkembang melewati tahap tumbuh (emergence) dengan deviasi 9 mm.
Faktor penyebabnya adalah efek penghambatan esterogen terhadap pulsus
GnRH atau pun LH yang tidak memungkinkan produksi estrogen. Hal
tersebut diakibatkan oleh karena asupan nutrisi yang kurang.

2. Endometritis dan Metritis : Endometritis merupakan peradangan pada


dinding uterus sedangkan metritis adalah peradangan pada uterus. Keduanya
dapat terjadi oleh karena adanya Infeksi. Endometritis dapat dibagi menjadi
dua yaitu endometritis klinis (infeksi terjadi 21 hari atau lebih setelah partus,
tanpa tanda-tanda sistemik) dan endometritis subklinis (inflamasi ini
ditunjukkan oleh adanya lender purulent dari vagina). Pada kasus metritis
discharge uterus yang keluar adalah cairan merah mudah, biasanya sapi yang
menderita gangguan ini mengalami demam dan pada kasus berat nafsu makan
dan produksi susu akan turun.
Predisposisi keduan gangguan reproduksi tersebut adalah karena
komplikasi uterus (bayi kembar menyebabkan distokia, lambatnya involusi
uteri), kondisi metabolik (milk fever,dsb), ketidakseimbangan antara
patogenisitas dan imunitas (tingkat hygiene lingkungan yang buruk, dan
disrupsi fungsi neutrophil). Diagnosis gangguan ini dapat diketahui melalui
pemeriksaan klinis (metricheck, vaginoskopi, palpasi rektal, usg), sistem
skoring (karakter dan bau discharge), serta uji lab (sitology, kultur bakteri).
Sementara treatment untuk kedua gangguan ini adalah dengan cara eliminasi
bakteri, dan memperbaiki kontraktilitas uterus supaya leleran lendir di dalam
dapat dikeluarkan.

3. Kista Ovari : kondisi dimana folikel gagal mengalami ovulasi, memiliki


diameter > 25 mm dan bertahan selama 10 hari atau lebih. Pada kista ovari
tidak ada corpus luteum dan dicirikan dengan perilaku sterility hump atau
pangkal ekor yg naik dan juga gejala estrus yang abnormal (anestrus dan
nimfomania). Jenis-jenis kista ovari sebagai berikut :
- Kista folikuler = terdapat timbunan cairan di folikel = mayoritas anestrus,
beberapa menunjukkan nimfomania.
- Kista luteal = dinding sel luteal mngalami penebalan = sudah pasti
anestrus

4. Retensio Plasenta : merupakan kegagalan induk betina dalam melpaskan


plasenta dalam kurun waktu 12-24 jam setelah partus. Mekanisme pertahanan
plasenta adalah kadar vitamin E yang rendah rendah dan juga nutrisi
imbalance. Terapi kasus ini adalah dengan pemberian injeksi prostaglandin
dan oxytocin dengan tujuan agar ada kontraksi dan mendorong plasenta untuk
keluar, diperlukan juga pemberian antibiotik. Adapun pelapasan plasenta
secara manual tidak disarankan karena dapat mnibulkan trauma pada uterus.
Terapi lainnya adalah dengan cara pemotongan plasenta dipangkalnya,
kemudian diberikan antibiotik bolus. Kontrol oleh dokter hewan 35 hari
setelahnya untuk pengecekan kondisi uterus.

5. Repeat Breeder : merupakan gangguan reproduksi yg sulit diselesaiakan


karena memiliki kausa yang bermacam-macam. Gangguan ini menyebabkan
gagal bunting secara berulang pada betina yang diinseminasi. Sapi induk yang
bersiklus estrus, tanpa indikasi kelainan klinis, dan gagal bnting sekurang-
kurangnya dua kali inseminasi buatan dapat dikatakan mengalami repeat
breeder. Repeat breeder terbagi menjadi dua yaitu :
 Early repeat : sapi betina berulang kawin pada 17-24 hari setelah
dilakukannya inseminasi buatan.
 Late repeat : sapi betina berulang kawin setelah 24 hari setelah
inseminasi buatan

6. Abortus : adalah kematian dan pengeluaran (ekspuisi) fetus antara hari ke-45
sampai hari ke 265 kebuntingan. Faktor penyebabnya beragam, mulai dari
factor genetik, lingkungan (suhu), nutrisi (myctoxin atau phytotoxin), dan
kausa infeksius (kondisi demam tinggi, dan adanya infeksi parasitic). Upaya
pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan hygiene yg
memadai, kontrol evaluasi pakan terkait kemungkinan adanya phtotoxyn,
program vaksinasi berkala terhadap penyakit strategis, serta manajemen
kesehatan hewan yang baik.

Pemeriksaan Kebuntingan

Fungsi reproduksi merupakan sebagian kecil dari fungsi siklus tubuh,


karenanya fungsi ini saling bergantung dengan fungsi organ tubuh lainnya. Fungsi
reproduksi dipengaruhi oleh banyak faktor yang meliputi genetik, nutrisi,
kesehatan, dsb. Perkawinan tidak selalu menghasilkan kebuntingan, tidak selalu
kebuntingan dapat menghasilkan kelahiran, dan tidak selalu kelahiran yang dapat
menghasilkan anak yang sehat. Banyak kemungkinan yang dapat
menyebabkannya kegagalan, dalam hal ini bidang kebidanan dan kemajiran
diperlukan.
Bidang kebidanan dan kemajiran ini erat kaitannya dengan kebuntingan pada
hewan betina, karenya pemeriksaan kebuntingan penting diketahui. Ada beberapa
metode yang diketahui dapat digunakan untuk diagnosa kebuntingan, yaitu :

1. Metode Non-Return (tidak kembali birahi)


- Pengamatan dilakukan secara langsung, sangat praktis dan mudah
- Hewan yang sudah dikawinkan atau diinseminasi buatan tetapi tidak
kembali estrus pada 1-2 siklus berikutnya maka dianggap positif
- Kelemahan metode ini adalah : beberapa hewan tidak atau lemah
menunjukkan perilaku estrus meskipun dia estrus (birahi tenang)
2. Metode Palpasi Abdominal
- Biasa dilakukan pada hewan anjing, kucing, domba, dan kambing
- Pemeriksa berada dalam posisi menjepit ke arah belakang hewan, dan
dilakukan palpasi menggunakan jari kedua ke arah belakang sambil
merasakan adanya fetus yang sedikit menonjol.
3. Perubahan Perut-Ambing-Puting-Pangkal Ekor
- Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengamati perubahan perbesaran
perut-ambing-putting-pangkal ekor yang mulai terdeteksi pada usia
kebuntingan 6 minggu – 9 minggu pasca kawin
- Perut hewan betina diketahui akan semakin membesar mengikuti
perkembangan fetus
- Ambing dapat diamati semakin besar dan terdapat tekstur benjolan padat
yang mengisi ambing.
- Lemak dan jaringan di pangkal ekor ditemukan semakin berkurang seiring
dengan bertambahnya usia kebuntingan, karena pangkal ekor diketahui
sebagai tempat penyimpanan cadangan energi (biasa mulai dipakai pada
saat umur kebuntingan sudah besar).
4. Diagnosa Menggunakan USG
- Gelombang suara yang digunakan berkisar sebesar 7.5 Hz untuk
pemeriksaan kebuntingan pada umur 13-2 hari secara trans-rektal
- Sementara untuk usia kebuntingan 30-100 hari dapat digunakan
gelombang suara sebesar 5 Hz dengan pemeriksaan transabdominal.
5. Diagnosa Profil Hormon dan Protein
- Dilakukan dengan menggunakan teknik ELISA dan RIA
- Keunggulam metode ini adalah tingkat sensitifitasnya yang tinggi dan
akurat
- Sementara kelemahan metode ini adalah tidak bisa menduga umur, jenis
kelamin, dan jumlah fetus
- Hormon dan protein yang bisa digunakan adalah progesteron, estrone
sulphate, protein PSBB (Pregnancy Spesific Protein B,dsb)
6. Metode Palpasi Per Rektal
- Merupakan metode yang paling sering digunakan di berbagai peternakan
karena ekonomis dan efektik
- Kelemahan metode ini adalah tidak bisa dilakukan pada usia kebuntingan
di bawah 2 bulan.

Parturisi

Parturisi atau yang biasa disebut dengan partus merupakan tahap akhir dari
kebuntingan. Partus adalah proses fisilogis yang berhubungan dengan pengeluaran
fetus dan plasenta melalui saluran reproduksi. Situasi sapi sebelum melahirkan
adalah : nafsu makan turun, kebutuhan tetap, klostrogenesis, laktogenesis, calf
positioning, serta mobilisasi kalsium. Kalsium dapat diberikan sebelum partus
(kalsium yang digunakan berkerja secara slow release, pemberian kalsium secara
intravena tidak disarankan karena akan lebih cepat termobilisasi dan tidak terdapat
cadangan atau back-up pada tubuh) , bentuk kalsium yang diberikan. Awalnya
kalsium karbonat dapat diberikan, namun pada 7 hari sebelum kelahiran dirubah
menjadi kalsium klorida atau garam amonia. Kegemukan ternak pada saat partus
dapat membuat distokia dan memicu terjadinya fatty liver sehingga tubuh gagal
dalam mobilisasi energi.
Selain kebutuhan mineral yang telah dijelaskan diatas, kedudukan fetus
menjelang partus juga merupakan salah satu penentu jalan kelahiran, kedudukan
tersebut mencakup presentasi (situs), posisi, dan postur (sikap) fetus. Presentasi
merupakan posisi sumbu memanjang fetus terhadap sumbu memanjang induk,
sedangkan posisi adalah kedudukan punggung fetus terhadap pelvis induk, dan
postur merupakan keadaan bagian ekstremitas fetus.

Tahapan dan tanda klinis hewan saat partus adalah :


 Tahap 1 (Perejanan) ditandai dengan adanya dilatasi cervix dan kontraksi
uterus.
 Tahap 2 (Pengeluaran anak atau foetal expulsion) dimulai dari
pengeluaran kantung amnion atau ketuban sampai mulai keluarnya fetus,
pada tahap ini sering terjadi distokia karena kedudukan fetus.(memeriksa
posisi, presentasi fetus bisa intravagina, dan kalau susah diperiksa melalui
palpasi perektal, kalau posisi dan presentasi masih bisa dibetulkan maka
direposisi terlebih dahulu.
 Tahap 3 (placental expulsion) atau pengeluaran selaput anak, pada tahap
ini plasenta sudah menggantung di vulva dan anak sudah keluar dan mulai
belajar menyusu.
__________________________________________________________________

BSE / BREEDING SOUNDNESS EXAMINATION

BSE pada Ternak Jantan

Breeding sound examination (BSE) adalah suatu pemeriksaan yang


lengkap dan kronologis untuk mengetahui potensi breeding ternak jantan. BSE
merupakan evaluasi secara tidak langsung, yang mana konfirmasinya akan
diketahui pada saat induk betina berhasil melahirkan keturunan. Dalam upaya
memperoleh keturunan, peternak dapat menggunakan beberapa metode mating
ada untuk mengawinkan ternaknya. Metode ini terbagi menjadi tiga, yaitu : hand
mating (jantan dan betina estrus dalam satu kandang, setelah kawin maka
dimasukkan betina lainnya), pasture mating (jantan disatukan dengan betina
dalam padang pengembalaan, dan pada bulan tertentu dilakukan pemeriksaan
untuk mengetahui tingkat conception rate, dilaksanakan sesuai rasio antara jantan
dan betina agar perkawinan terjadi secara efektif), artificial insemination
(inseminasi buatan menggunakan semen). Penilaian BSE dilakukan dengan
beberapa protocol dasar pemeriksaan, yaitu :
1. Pemeriksaan Fisik dan Medical History
Pemeriksaan ini penting dilakukan untuk memastikan tidak ada
kondisi fisik dan riwayat kesehatan yang mengganggu pejantan dalam
melakukan proses mating. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan identitas,
umur, status vaksinasi, ekstremitas, tidak menderita penyakit, nutrisi-body
condition score, dsb. Ektremitas pejantan penting untuk dipastikan
kondisinya, karena apabila terjadi luka (pododermatitis, arthritis, kelainan
ekstremitas, dsb) maka hewan jantan tidak mampu untuk menaiki betina
dan melakukan mating. Pejantan yang memiliki kelainan ekstremitas
seperti leter X atau pun leter O akan kesusahan saat melakukan mounting.
2. Pemeriksaan Organ Reproduksi Dalam
Pemeriksaan organ reproduksi dilakukan melalui palpasi per-rektal
untuk mengetahui kelengkapan organ reproduksi bagian dalam yang
meliputi ampula vas deferens, kelenjar vesikularis, dan kelenjar prostat
(kelenjar cowper tidak teraba). Apabila pada saat dilakukan palpasi sapi
merejan maka ada indikasi terjadi peradangan pada organ reproduksi
bagian dalamnya.
3. Pemeriksaan Organ Reproduksi Bagian Luar
Testis merupakan organ pertama yang diperiksa, testis hewan
jantan harus dipastikan lengkap (tidak monorchid atau pun cryptorchid),
setelah itu dilakukan pengukuran lingkar skrotum. Skrotum yang bagus
adalah skrotum yang menggantung dan tidak terjepit oleh kedua kaki.
Semakin besar lingkar skrotum maka volume dan konsentrasi semen juga
akan semakin banyak (lingkar skrotum banyak maka besar kemungkinan
sel sertoli dan sel leydig juga banyak). Rataan lingkar skrotum sapi ongole
diketahui ssebesar 24 cm pada kisaran umur 6 bulan, sedangkan untuk
lingkar skrotum sapi (Bos Taurus) diatas 24 bulan minimal 34 cm.
sementara itu rataan lingkar skrotum sapi ongole di Indonesia hanya
berkisar 23 cm.
Preputium pejantan juga tidak luput diperiksa, preputium yang
bagus adalah preputium yang tidak terlalu menjuntai (preputium yang
terlalu menjuntai seringkali mengalami perlukaan), tidak mengalami
prolapses (kasus prolapses biasa terjadi pada sapi Bos indicus dan Bos
taurus yang tidak bertanduk). Preputium yang mengalami fenile persisten
juga kurang layak untuk dijadikan pejantan pilihan. Pada kondisi ini
jaringan preputium melekat di glands penis sehingga mengganggu
jalannya intromisi. Setelah pemeriksaan preputium selanjutnya
pemeriksaan penis dilakukan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan elektroejakulator yang dimasukkan per-rektal pada sapi
jantan dalam kandang jepit (non-bedah), pemberian tranquilizer (rompun,
combelen), dan epidural anastetik (dengan menggunakan sediaan
lidocaine).
4. Pemeriksaan Libido Scoring System
Pemeriksaan ini didasarkan atas hasrat ingin menaiki betina dan
jumlah betina yang dinaiki, rata-rata sapi membutuhkan waktu 20 menit
untuk menaiki betina estrus. Faktor yang mempengaruhi libido sapi jantan
adalah genetik, adapun kualitas dan masculinity pejantan tidak berkorelasi.
5. Evaluasi Semen
Penilaian dilakukan setelah koleksi semen diperoleh, kemudian
dilakukan pengamatan secara mikroskopis untuk mengetahui motilitas
spermatozoa, gerakan massa sperma, dan morfologi dari spermatozoa.
Semen yang nantinya digunakan adalah semen dengan nilai presentase
abnormalitas morfologi tidak boleh lebih dari 30%.
6. Pemeriksaan Agen Penyakit
Agen penyakit dapat diketahui melalui pemeriksaan sampel semen,
preputim, dan darah. Sampel semen (minimal 2 mL semen segar) dapat
digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya Mycoplasma, Mycobacterium
tuberculosis dsb. Pemeriksaan sampel preputium digunakan dengan
menggunakan bantuan media Hank’s. Sampel darah dapat diambil dari V.
jugularis, V. auricularis magna, dan V. coccygea.

Dari protokol dasar BSE di atas maka sapi jantan dapat diklasifikas ke dalam
beberapa kelas, yakni :

Satisfactory potential breeder : memenuhi semua persyaratan parameter


BSE
Unsatisfactory potential breeder : pejantan tidak memenuhi persyaratan
dengan prognosa infausta
Classiffication deferred : pejantan dengan prognosis bagus dan masih
dapat dipakai setelah dilakukan terapi

BSE pada Ternak Betina

Reproduksi merupakan proses yang rumit, yang dipengaruhi oleh faktor


internal (genetik), dan eksternal hewan (manajemen, nutrisi, lingkungan, dsb).
Buruknya performa reproduksi berakibat pada menyusutnya produksi susu dan
daging, bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan, serta
lamanya perolehan keturunan. Oleh karena itu penilaian performa reproduksi
diperlukan untuk menilai penampilan reproduksi ternak tak terkecuali pada hewan
betina. Breeding Soundness Examination (BSE) ini dapat dilakukan untuk menilai
performa reprduksi ternak, sebenarnya dapat dilakukan pada semua hewan namun
spesifik nya masih harus diteliti terlebih dahulu. Pada betina aspek penting yang
dinilai adalah scoring traktus reproduksi dan pengukuran area pelvis
(keterkaitannya dengan kejadian distokia). Penilaian BSE ini dilakukan dengan
dasar pemeriksaan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Fisik dan Medical History


Pemeriksaan fisik meliputi sistem lokomosi (ada tidaknya bengkak
persendian, infeksi atau luka pada kuku, dll), defect konformasi, Body
Condition Score, kesehatan mata, kondisi mulut-pergigian-rahang, kulit,
dan leher dipastikan sehat dan tidak menderita penyakit menular. Riwayat
kesehatan yang utama perlu diketahui pemeriksa adalah identitas hewan,
riwayat sakit, transportasi, vaksinasi dan pengobatan sebelumnya. Adapun
nutrisi (termasuk jenis dan rasio yang diberikan) juga dapat ditanyakan.
Informasi tambahan dapat mencakup perilaku pada saat kawin.
2. Body Conditioning Score
Penilaian dilakukan dengan melihat area pelvis (dari samping),
pemeriksa memperhatikan titik imajiner (garis hooks-thurl-pins yang
berbentuk huruf V) dan menentukan scoring berdasarkan legokan atau
cekungan yang terbentuk.

3. Penilaian Anatomi Daerah Pelvis


Pemeriksaan dilakukan melalui palpasi perektal (disarankan),
anatomi daerah pelvis dilihat struktur pertulangan pelvis : sacrum,
vertebrae coccygea (tulang ekor ke 1-3) dan os coxae (termasuk tuber
coxae).

4. Pemeriksaan Organ Reproduksi


Pemeriksaan organ reproduksi biasa dilakukan melalui palpasi
perektal, dimulai dari kondisi saluran reproduksi (vagina, serviks), sampai
pada uterus, cornua uteri, dan ovarium. Pemeriksaan untuk organ
reproduksi yang berpasangan (seperti ovarium atau pun cornua uteri) ini
harus dilakukan terhadap keduanya.

5. Scoring Saluran Reproduksi (Utama)


Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui maturity & cyclicity pada
sapi yang memasuki usia pubertas. Evaluasi ini dilakukan melalui palpasi
perektal ataupun ultrasonografi. Scoring diberikan dalam skala 1-5 yang
berdasarkan pada ukuran uterus, uterus tone, ukuran ovarium, dan struktur
ovarium.

6. Pengukuran Ruang Pelvis (Utama)


Pemeriksaan ruang pelvis ini berguna untuk mengkalkulasikan
presentase kejadian distokia yang mungkin terjadi, scoring ada untuk
memperkirakan berat maksimal fetus yang dapat melewati ruang pelvis.
Parameter yang diukur adalah lebar dan tinggi, dan alat yang digunakan
adalah pelvimeter (pelvimeter manusia berbeda dengan hewan). Proses
memasukkan pelvimeter dilakukan secara perlahan agar tidak
menimbulkan stress pada ternak. Umur dan berat badan ternak akan
menjadi faktor konversinya.

7. Anatomi, Posisi, Jumlah, dan Morfologi Ambing-Puting


Penilaian mencakup posisi ambing turut menentukan, arah puting
(tidak bengkok), ada tidaknya puting tambahan di salah satu kuartir,
kesimetrisan kelenjar mamae, serta konsistensi ambing masing-masing
kuarter (apakah ada yang keras atau tidak).
__________________________________________________________________

MANAJEMEN REPRODUKSI : HEWAN TERNAK

Dasar Manajemen Reproduksi

Inseminasi : deposisi semen dalam saluran reproduksi betina


Inseminasi Alamiah : pejantan deposisi semen ke dalam vagina betina
(kopulasi)
Inseminasi Buatan : inseminasi dilakukan oleh teknisi dengan metode
khusu
untuk mendeposisi semen ke saluran reproduksi
betina.
Hal ini dilakukan karena :
- Pedigree dan genetis pejantannya diketahui
- Dapat menggunakan pejantan unggul tanpa
mendatangkan sapinya
- Mengontrol waktu kelahiran lebih mudah, biasa
digunakan pada negara empat musim agar anak yang
lahir nantinya bertepatan dengan tersedianya pasokan
makanan.

Breeding : kombinasi antara reproduksi dan genetis,


menghasilkan
anak yang dikehendaki
Reproductive Efficiency : periode waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan
produksi (kelahiran anak) agar tercapai 1 anak dalam
1 tahun
Siklus Estrus : adalah periode waktu terjadinya birahi pada betina.
Anestrus : tidak adanya siklus, beberapa hewan adalah seasonal
breeders yang mana kaitannya dengan lama intensitas
matahari. Contoh hewan yang termasuk seasonal
breeders adalah : domba (dimasukkan ke kandang
gelap), kuda (dimasukkan ke kandang dengan lampu),
kucing, dan kambing.

Siklus Estrus 1 : juga dikenal sebagai birahi atau heat. Gejala yang
ditunjukkan dapat berupa kegelisahan (gerak kaki ;
pedometer (alat untuk mengukur jumlah langkah yang
dihasilkan), adanya discharge pada vulva, dsb). Sapi
betina yang ingin dideteksi birahinya dapat diberi
pewarna (lilin) pada pangkal ekor, hal ini biasa
dilakukan pada peternakan skala besar. Tahap ini
terjadi ovulasi atau peristiwa dimana ovum matang
keluar dari ovarium
Siklus Estrus 2 : atau metestrus : pada beberapa hewan, ovulasi terjadi
pada metestrus (terjadi pada domba dan kambing),
pada beberapa hewan fase menstruasi terjadi pada
tahap ini
Siklus Estrus 3 : dapat disebut diestrus ; adalah periode dalam siklus
yang biasa digunakan untuk mengindikasi
keberhasilan kebuntingan
Siklus Estrus 4 : merupakan tahap proestrus, dalam tahap ini dimulai
dengan adanya regresinya korpus luteum, awal birahi
muncul

Perkembangan Reproduksi

Perkembangan organ reproduksi diawali dengan proses yang dinamakan


pubertas. Pubertas sendiri merupakan waktu dimana hewan mencapai level
perkembangan seksual, faktor berat badan ini diketahui menjadi faktor koreksi di
Indonesia. Pubertas pada betina ditandai dengan estrus pertama (ovulasi),
sedangkan pada jantan terjadi ejakulasi pertama dengan sperma fertile. Pada fase
ini betina masih terlalu dini untuk mengandung fetus, sedangkan pada jantan
semen yang dihasilkan masih belum cukup fertile untuk membuahi. Sapi boleh
dikawinkan setelah memasuki usia dewasa kelamin dan dewasa tubuh. Apabila
perkawinan antara jantan dan betina terjadi maka akan terjadi fertilisasi, yaitu
pembuahan sel telur oleh sperma, hasil dari fertilisasi adalah zigot (penyatuan sel
telur dan sperma).
Setelah fertilisasi, maka zigot akan memasuki periode gestasi. Gestasi
didefinisikan sebagai rentang waktu yang dimulai sejak proses pembuahan sel
telur hingga proses kelahiran. Pedet kemudian akan lahir setelah 9 bulan 10 hari,
fase ini dinamakan partus atau parturisi. Proses partus sapi dapat ditandai dengan
menetesnya air susu atau kolostrum sapi. Beberapa gejala lainnya adalah ;
menyendiri, nesting, dan gelisah. Anak sapi yang sudah lahir kemudian
mendapatkan asupan nutrisi melalui laktasi susu dari induk (perlu diketahui
bahwa hormon berperan penting sebagai trigger untuk produksi susu).
Pada hewan unggas perkembangan calon anak berada di luar tubuh induk
(telur), dapat dikenal juga dengan periode inkubasi. Perkembangan anak pada
periode ini membutuhkan perlakuan (harus diputar 2-5 kali sehari) dan suhu
tertentu (99-103˚F), karenanya dapat dijumpai induk betina yang mengerami
telurnya.
Lactasi : produksi susu,

Efisiensi Reproduksi

Fertilitas merupakan salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap


perekonomian peternak baik pada sapi perah atau pun sapi potong. Oleh karena itu
diperlukan efisiensi produksi yang baik sehingga keuntungan produksi susu dan
daging dari sapi dapat diperoleh dengan maksimal. Tingkat efisiensi produkisi
dapat ditinjau dari (korelasi serving per conception dengan conception rate sangat
signifikan):
(1) Serving per Conception = berguna dalam menghitung tingkat kebuntingan
(2) Days Open
(3) Average Breeding Interval
(4) Calving Interval = dinilai dari lama days open-nya (days open yang lama
membutuhkan biaya pemeliharaan yang lebih mahal)
(5) Conceptional Rate = berguna dalam menghitung tingkat kebuntingan, 96%
dipengaruhi oleh manajemen dan linkungan.

Semakin tinggi nilai efisiensi produksi maka keuntungan (ekonomi) yang


didapatkan peternak juga akan semakin besar. Efisiensi produksi dapat
dimaksimalkan dengan cara mendapatkan kecocokan genotip dengan lingkungan
produksi, termasuk praktik peternakan yang tepat. Hal tersebut juga dilakukan
untuk memastikan bahwa interval dari melahirkan hingga konsepsi bisa tercapai.
Dalam kondisi efisiensi produksi yang tinggi dapat dicapai one calf per cow one
year atau satu anak dalam satu tahun.
Kerugian ekonomi disebabkan oleh karena adanya gangguang reproduksi.
Gangguan reproduksi ini menyebabkan rendahnya efisiensi produksi, yang mana
75% diakibatkan oleh manajemen penanganan kelahiran yang tidak baik.
Membiarkan sapi melahirkan secara normal, banyak peternak tidak paham urutan
dan fase kelahiran jadi ketika induk masih merejan dengan kondisi fetus setengah
keluar sudah ditarik paksa. Gangguan reproduksi dapat dieliminasi dan reproduksi
akan efisien apabila manajemen reproduksi dilaksanakan dengan baik. One calf
one year dapat dicapai dengan lama periode purpurium atau voluntary waiting
period maksimal 60 hari, breeding 23 hari, dry period 60 hari.

Periode Kritis Manajemen Reproduksi

Periode kritis atau critical period merupakan waktu penting yang harus
diperhatikan dalam manajemen reproduksi ternak. Critical period adalah masa
transisi 3 tiga minggu sebelum dan setelah melahirkan (terjadinya energy
shortage atau gap), proses menuju kebuntingan (10, 30, 40 hari setelah post
partus), serta pada masa kering kandang. Apabila periode kritis ini tidak
diperhatikan maka dapat mengganggu performa bahkan keberlangsungan hidup
ternak. Critical period dapat dibagi menjadi dua :
 Strategis : apabila tidak dipenuhi dapat mengganggu performance sapi (yaitu
gangguang terhadap performa sapi), contohnya : pada masa rearing (pada
saat anak menyusui) dimana sering terjadi diare dan anorexia. Pada masa ini
apabila anak masih menyusu maka hal ini akan mengganggu proses produksi
susu induk. Contoh lain adalah pada masa average daily gain (ADG) yaitu
sapi harus sudah mencapai bobot badan minimum (pada sapi FH 275-300 kg).
 Emergency : live threat (mengancam keberlangsungan hidup), hal ini
berkaitan dengan manajemen pemeliharaan, pakan, kandang, dsb.

Periode kering kandang adalah salah satu periode yang kritis (critical
period), namun sebagian besar peternak tidak menganggap penting). Pada saat
kering kandang terjadi penurunan imunitas (pada saat tujuh hari setelah dry off),
sehingga pada kondisi ini sering terjadi mastitis. Adapun pada masa calving
interval apabila induk BCS (Body Condition Score) nya berkisar 2.5–3.5 tetap
terjaga maka kualitas kolostrum post-partusnya akan bagus. Puncak laktasi terjadi
di bulan ke-4, pada bulan ke-5 mulai mengalami penurunan, sehingga pada bulan
ke-7 sudah bersiap untuk kering kandang. Anak sapi (cattle) diketahui juga
memiliki critical period, critical period tersebut mencakup target-target yang harus
dicapai dalam persiapan menjadi bibit, diantaranya adalah :
- Memastikan partus berjalan normal
- Mencegah terjadinya diare
- Weaning on time (transisi kurang lebih terjadi dalam kurun waktu 3 bulan)
- Transisi monogastric-ruminansia

Keterkaitan dengan bobot badan dan BCS ternak sangat erat, pada masa
pubertas diharapkan ternak sudah mencapai bobot badan 250 kg (45%-50%), pada
saat breeding mencapai 275 kg (55%), sementara pada saat calving diharapkan
sudah mencapai 400 kg lebih (82%), serta pada saat sudah dewasa (melahirkan
anak ketiga) diharapkan dapat mencapai berat minimum 500 kg (100%). Target
diafkir biasanya setelah kelahiran ke-5 (dengan bobot badan tidak lebih dari 600
kg), sapi betina obesitas ketika dijual akan dihargai lebih murah sehingga dietary
penting dilakukan..
__________________________________________________________________

MANAJEMEN REPRODUKSI : KUDA

Kuda merupakan hewan yang sering digunakan untuk membantu manusia


dalam bidang transportasi, pertanian, wisata, produksi daging, dsb. Manajemen
kuda meliputi aspek nutrisi, kandang, kesehatan, dsb. Pembuatan kandang kuda
harus memperhatikan intensitas cahaya, posisi (terjangkaunya) tempat makan dan
minum, serta alas kandang. Ukuran minimal kandang untuk breeding kuda adalah
4x5 meter. Berdasarkan jenisnya, kuda dapat dibedakan menjadi hot blood dan
warm blood. Kuda hot blood memiliki kisaran suhu tubuh sebesar 38˚C yang
memiliki sifat agresif, sedangkan kuda warm blood berkisar antara 36-37˚ C yang
memiliki sifat lebih tenang dan ritmik. Pada event perlombaan biasanya kuda
yang digunakan adalah kuda-kuda cross breeding agar cukup agresif dan ritmik.
Kuda harus memiliki identitas, hal ini berfungsi untuk mengenali kuda
berdasarkan ciri fisik, pengecapan tanda khusus, tato atau pun implant. Identitas
ini juga berfungsi sebagai tanda kepemilikan, silsilah kuda, dan bahkan branded
sebuah stable. Ada beberapa metode identifikasi kuda yang digunakan, yaitu :
1. Pengecapan panas atau dingin : metode panas sudah tidak digunakan
karena dianggap melanggar kesejahteraan hewan. Sementara untuk cap
dingin menggunakan nitrogen cair yang sebelumnya terlebih dahulu
rambut bagian bahu atau pinggul dicukur dan diberi glyserin (agar tidak
terlalu melekat).
2. Liptatoo : penandaan dilakukan di bagian gusi atas

Sistem pencatatan identitas kuda diantaranya adalah :

1. Federasi equestrian internasional-horse passport : yang meliputi ciri-


ciri kuda, history pertandingan, pemindahan kepemilikan, dsb.
2. Pordasi pusat : sertifikat registrasi kuda pacu : dikembangkan oleh
pordasi dalam rangka mengembangbiakkan kuda local dengan penjantan
THB dengan tujuan menghasilkan kuda persilangan kuda pacu Indonesia
(kuda lokal ketika berlari ekornya berdiri) yang didukung menteri
pertanian, dan pemilik kuda.

Kuda memliki dewasa kelamin pada umur 1.5 tahun, dan dewasa tubuh
(siap kawin) pada umur 3 tahun. Panjang siklus estrus pada kuda adalah 21-22
hari dengan lama estrus mencapai 5 hari. Masa kebuntingan kuda sekitar 11 bulan
dan jumlah anak yang dihasilkan adalah satu (akan abortus apabila fetus kembar).
Pemeriksaan kebuntingan kuda dapat menggunakan palpasi per-rektal dan USG
(intra-rektal).
__________________________________________________________________

MANAJEMEN REPRODUKSI : KUCING

Ovulasi pada kucing terjadi secara aspontan (perlu induksi, sama halnya
dengan kelinci), perlu diketahui ovulasi ini terjadi karena lonjakan Luteinizing
Hormone (LH). Umur produktif pada kucing berada pada rentang 1.5 sampai 8
tahun. Kucing dapat menerima beberapa jantan pada saat estrus (poligami)
sehingga dapat terjadi superfekundasi (beberapa sel telur yang ovulasi dapat
dibuahi oleh sperma dari satu atau lebih pejantan). Kucing juga merupakan hewan
politocus seperti kelinci dan babi (dapat beranak banyak.).
Anatomi organ reproduksi kucing betina sangat khas, dan dicirikan dengan
ukuran organ vagina yang pendek sehingga jarang ditemui penyakit reproduksi
pada vagina kucing. Sedangkan pada jantan dicirikan dengan adanya penis spine
yang dapat menginduksi terjadinya ovulasi. dikatakan bahwa kucing betina dapat
ovulasi apabila terjadi minimal 4 kali kopulasi oleh pejantan agar terjadi lonjakan
LH. Interval antara perkawinan satu dengan lainnya disarankan dalam kurun
waktu 20-30 jam agar lonjakan LH dapat terjadi (karena kenaikan LH oleh karena
induksi penis spine terjadi bertahap). Semen kucing yang dihasilkan kucing jantan
sebesar 0.04 mL dengan konsentrasi sperma 15-130 x 106.
Kucing memasuki usia pubertas pada umur 5 bulan (5-9 bulan).
Terjadinya pubertas ini ditentukan oleh faktor umur, bobot badan, lingkungan,
dan nutrisi. Pada fase pubertas juga sudah dimulainya siklus estrus. Siklus estrus
didefinisikan sebagai periode waktu dari satu estrus ke estrus berikutnya, pada
kucing siklus estrus ini berselang antara 14-21 hari. Pada siklus estrus kucing
terdapat fase istirahat atau fase interestrus dengan interval waktu 3-16 hari
(dengan rataan waktu 10 hari), hal ini terjadi apabila dalam siklus estrus tidak
terjadi fertilisasi oleh pejantan. Folikel yang sudah berkembang sebelumnya maka
pada saat fase interestrus akan mengalami apoptosis yang menyebabkan kadar
esterogen menurun (hormon progesteron juga menurun). Adapun apabila terjadi
kopulasi namun tidak terjadi fertilisasi (oleh karena kualitas sperma yang
subfertile atau karena betina yang abnormalitas organ reproduksi betina) maka
akan terjadi pseudopregnancy (30-50 hari). Pada saat pseudopragnancy ini kadar
progesteron tinggi karena corpus luteum masih ada.
Apabila terjadi kebuntingan dan terjadi partus yang keudian tidak terjadi
laktasi maka 3-16 hari akan kucing betina akan estrus kembali. Sedangkan apabila
terjadi laktasi maka akan masuk fase estrus 3-16 hari kemudian, Hal tersebut juga
dapat juga memperpanjang fase interestrus (35 hari). Selain dapat estrus kembali
dan memperpanjang fasr interestrus, fase anestrus juga dapat terjadi (45-150 hari).
Tahapan lain yang dapat terjadi apabila tidak terjadi kehamilan karena abortus
maka dalam 3-16 hari kucing betina akan kembali memasuki fase estrus. Secara
garis besar siklus estrus dimulai dari fase proestrus pada kucing betina yang
ditandai dengan vokalisasi, perubahan perilaku, head rubbing dsb. Periode ini
berlangsung sampai 2 hari. Selanjutnya estrus terjadi karena lonjakan esterogen
dan aktivitas folikel. Setelah itu interestrus (apabila tidak ada fertilisasi) atau pun
diestrus atau pseudopregnancy yang ditandai dengan tingginya progesteron.
Anestrus terjadi spesifik pada negara dengan 4 musim dimana kadar esterogen dan
progesterone rendah.
Pada saat breeding hal yang perlu diperhatikan adalah pejantan memiliki
daerah teritori, sehingga apabila akan mengawinkan dengan pejantan baru maka
harus diadaptasikan terlebih dahulu agar tidak menimbulkan stress yang
menghambat perkawinan. Selanjutnya setelah terjadi perkawinan maka sperma
yang fertile dapat melakukan fertilisasi sehingga terjadi kebuntingan. Deteksi
kebuntingan pada kucing dapat menggunakan palpasi abdominal pada umur
kebuntingan 17-25 hari, USG (mulai dari usia kebuntingan sekitar 11 hari), dan
radiografi (dapat digunakan apabila usia kebuntingan lebih dari 45 hari). Breeding
behavior pada kucing dimulai dari kucing jantang yang mendekati betina dan
menggigit bagian tengkuknya, kemudian akan terjadi coitus oleh pejantan waktu
yang singkat (0.3-8 menit untuk positioning, dan 1-20 detik untuk intromisi).
Setelah itu akan terjadi dismounting (0-1 detik), betina kemudian akan menolak
pejantan, rolling, dan menjilat area genitalnya. Fase akhir adalah refractory
period dimana kucing menolak untuk kembali dikawini dalam kurun waktu 0-5
jam.

INSEMINASI BUATAN PADA KUCING

Indikasi inseminasi buatan diterapkan pada kucing adalah apabila pejantan


tidak ingin kawin alami (low libido) dengan betina, mencegah penularan penyakit
seksual, pejantan terlalu tua, serta untuk menjaga breed kucing. Upaya dalam
menginduksi peningkatan luteinizing hormone (LH) dengan cara memberikan
hormon LH, bisa juga diberikan human/equine chorionic gonadotropin (HCG
/ECG) karena hormon LH cukup mahal. Pemberian HCG dan ECG dapat
diberikan karena kedua hormon ini sinergis dengan LH. Selain pemberian hormon
di atas, induksi PMSG (pregnant mare serum gonadotropin) juga dapat diberikan,
mengingat hormon ini bersinergis dengan follicle stimulating hormone (FSH).
Masalah yang sering ditemui pada saat inseminasi buatan pada kucing
adalah dalam hal menginduksi terjadinya ovulasi. Pada beberapa kucing stimulus
dengan menggunakan injeksi hormon kurang reaktif, sehingga harus dilakukan
lima atau lebih stimulasi dengan interval waktu kurang lebih 30 menit. Untuk
melakukan inseminasi buatan terlebih dahulu dilakukan koleksi semen, koleksi
semen ini dapat dilakukan dengan 3 cara :
- Artificial Vagina : dapat dibuat dari microtube yang dilapisi plastik karet
- Electroejakulator : dilakukan pada hewan liar dengan daya sebesar 5 volt,
dan
biasa dilakukan di bawah anastesi untuk alasan
keamanan.
- Catheter : mengambil sperma yang ada di vas deferens, teknik
koleksi
ini juga dapat dipakai untuk koleksi dan evaluasi semen.
Adapun inseminasi buatan dapat dilakukan dengan menggunaka semen
segar atau fresh semen (tingkat keberhasilan fresh semen mencapai 50-54%
dengan konsentrasi sperma yang digunakan berkisar antara 50-100 jt), semen
yang dipreservasi di suhu 4˚C, serta semen beku. Sperma kucing diketahui banyak
yang mengalami teratospermia (morfologi sperma banyak yang abnormal). Hal
tersebut diduga disebabkan oleh rendahnya variasi genetik karena inbreeding, atau
pun nutrisi imbalance. Dalam mendeposisikan semen, inseminator dapat
melakukannya pada melalui intra-uterine (surgical; laparotomy dan laparoscopy),
trans-servical (dideposisikan di uteri menggunakan gun IB dengan keberhasilan
13-18% (2-18 jt)), serta melalui jalur intra-servical.
TEKNIK INSEMINASI BUATAN DAN DETEKSI ESTRUS PADA SAPI

Prosedur Inseminasi Buatan

Teknik inseminasi buatan atau IB merupakan metode untuk meningkatkan


mutu genetik (umunya pada ruminansia besar). Inseminasi buatan adalah deposisi
semen ke dalam saluran kelamin betina dan dilakukan bukan secara alam, dan
waktu yang paling tepat untuk di IB adalah ketika terjadinya standing heat.
Prosedur inseminasi buatan adalah sebagai berikut :
1. Inseminator menggunakan boots dan pakaian lapang yang sesuai.
2. Inseminator mengecek catatan riwayat IB sebelumnya (jika ada) kepada
pemilik ternak, dan menghindari inseminasi buatan tidak dilakukan
kembali pada saat usia kebuntingan dini.
3. Restrain hewan ternak (sapi) kemudia dilakukan di kandang jepit, apabila
di peternakan rakyat dibuat secara sederhana dengan cara diikat
menggunakan tali atau dikekang kea rah sudut kiri atau kanan kandang
menggunakan kayu atau bamboo.
4. Inseminator menggulung lengan bajunya dan menggunakan gloves
panjang dengan lubrikan atau pelicin jelly, di peternakan rakyat biasa
digunakan sabun yang tidak iritan (pH tidak tinggi).
5. Inseminator meninjau keamanan hewan dan inseminator itu sendiri.
6. Disarankan menggunakan tangan kiri untuk melakukan palpasi per-rektal,
hal ini dikarenakan tangan kiri lebih sensitive dari tangan kanan (kecuali
yang kidal), dan pada kondisi rumen penuh maka organ reproduksi berada
di sebelah kanan. Tangan kiri terlebih dahulu mengeluarkan feses sapi
semaksimal mungkin.
7. Sedangkan tangan kanan bertugas untuk mengarahkan gun IB berdasarkan
tuntunan tangan kiri yang melakukan palpasi per-rektal (pada servix).
Kesalahan penempatan gun IB yang sering terjadi adalah : masuk ke dalam
kantung buntu, masuk ke dalam urethra (vesika urinari), tersangkut di
lapisan vagina, dan tersangkut fornix.
8. Pada saat akan melakukan inseminasi, cateter diarahkan 30˚ derajat ke atas
(untuk menghindari kantung urin atau vesika urinai), setelah masuk maka
pangkal dan ujung catheter atau gun IB dirasakan (ujung catheter tidak
boleh lebih dari 0.5 cm) dan deposisi semen dilakukan secara perlahan-
lahan di corpus uteri (agar ovotaksis berjalan di kedua cornua uteri).
9. Setelah IB, dicek dulu gun IB nya apakah ada darah atau tidak, selain itu
diamati ada tidaknya lendir abnormal (lendir birahi tidak sticky atau kental,
kalau kental ada kemungkinan sapi dalam kondisi bunting = dinamakan
vaginal plug)
10. Selanjutnya plastik gloves yang telah dipakai digulung agar tidak
berceceran, dan kateter dibersihkan menggunakan tissue (nanti ketika di
lab cateter dibersihkan menggunakan aquabides dan disteril)
11. Dilakukan pencatatan terhadap semen pejantan yang digunakan
menginseminasi untuk data record pemilik maupun petugas.
Keuntungan inseminasi buatan adalah untuk kontrol penyakit, mengurangi
biaya pemeliharaan, meningkatkan produktivitas, dsb. Sedangkan kerugiannya
adalah dapat menjadi penyebaran penyakit apabila tidak dilakukan secara lege art,
kesulitan deteksi estrus (berdasarkan keahlian petugas), serta terkadang peralatan
IB yang kuran tersedia. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan IB diantaranya
adalah faktor betina dan pejantan, waktu optimal kawin, keterampilan petugas,
peternak, dsb.

Deteksi Estrus

Deteksi estrus adalah salah satu faktor penting yang sangat menentukan
keberhasilan program inseminasi buatan pada ternak. Untuk mengetahui deteksi
estrus ada beberapa metode yang dapat digunakan :
1. Menggunakan Estrus Detection Tools : untuk menggunakan alat ini
harus dipertimbangkan bagaimana metode aplikasinya, bagaimana
metode deteksinya, bagaimana biaya yang harus dikeluarkan, dan
bagaimana akurasinya. Alat deteksi estrus ini hanya sebagai supplement
(pelengkap) dan tidak bisa mengganti kelebihan pengamatan secara
langsung yang meliputi : vaginal swab, pemeriksaan uterus dan folikel
melalui palpasi per-rektal, pengukuran temperatur, dan juga posisi ekor.
2. Estrus Detector digunakan untuk mengetahui kekentalan lendir.
Mudah untuk digunakan, precise dalam deteksi estrus, mengurangi
biaya pakan ternak tidak bunting, dsb.
3. Chin Ball Device : peralatan ini di temple di dagu di bagian belakang
(tingkat efisiensi mencapai 50%)
4. Teaser Bull : biasa digunakan pada kambing.
5. Pedometer : alat ini terpasar di leher atau pun kaki, alat ini mengukur
aktivitas sapi estrus (langkah kaki).
6. Pemeriksaan Hormonal : melihat kenaikan dan penurunan konsentrasi
progesterone dan esterogen.

Keuntungan metode deteksi estrus adalah : akurasinya yang tinggi dari


hasil deteksi sehingga dapat mengurangi sapi yang terlambat kawin atau pun
inseminasi. Penggunaan inseminasi buatan diperlukan pengamatan estrus yang
tepat, peternak biasa melakukan 3 kali pengamatan dalam sehari yaiti pada pukul
7-8, pukul 12-13, dan pukul 17-18. Walaupun pada dasarnya pengamatan estrus
dapat dilakukan di ke-4 titi berikut : pukul 6 pagi sampai siang (22%), siang
sampai pukul 6 sore (10%), pukul 6 sore sampai tengah malam (25 %), tengah
malam sampai pukul 6 pagi (43%). Pengamatan waktu IB penting untuk
dilakukan agar mengetahui waktu optimal semen haru dideposisikan (sperma
harus berada di tuba fallopii 6 jam sebelum ovulasi terjadi). Apabila semen
dideposisikan terlalu cepat maka sperma akan mati, dan apabila terlambat maka
sel telur akan hilang.

Peralatan dan Bahan Inseminasi Buatan

Peralatan inseminasi buatan (IB) yang biasa digunakan adalah kontainer,


pinset, kandang jepit, boots, gun IB (quick loss insemination gun germany atau
cassou insemination gun perancis), termos lapang, gunting, plastik gloves, plastik
sheath, handuk, serta wadah untuk thawing. Sedangkan bahan yang dibutuhkan
pada praktik IB adalah semen beku (dalam 1 straw memiliki volume yang
berkisar 0.25 cc dan 0.5 cc), nitrogen cair, air hangat dan dingin, jeliy atau sabun,
serta tissue.
Kontainer yang digunakan berfungsi sebagai wadah nitrogen cair untuk
preservasi semen beku. Volume nitrogen cair ini harus selalu diperhatikan,
volumenya tidak boleh kurang dari 10 cm atau 3 inci dari dasar kontainer. Apabila
volume nitrogen cair tinggal 10 cm maka penambahan harus dilakukan dalam
waktu 12 jam, sehingga cadangan nitrogen cair harus selalu tersedia. Jika
container dibuka satu kali setiap hari maka penambahan nitrogen cair dapat
dilakukan 3 minggu sekali. Selain kontainer sebagai penyimpanan semen beku,
diperlukan juga kontainer lapang. Kontainer lapang (biasa dibuat dari temos yang
dilubangi pada bagian tutupnya untuk penguapan nitrogen) ini berukuran 1 L dan
biasa digunakan inseminator untuk membawa beberapa straw ke lapang dalam
rangka pelayanan inseminasi buatan.

MANAJEMEN REPRODUKSI : ANJING

Siklus Reproduksi

Anjing merupakan hewan yang cukup banyak dijadikan sebagai hewan


peliharaan (companion animal). Untuk menjaga kualitas dan variasi genetik, para
breeder anjing biasanya menggunakan inseminasi buatan dengan menggunakan
semen anjing jantan pilihan. Anjing tersebut akan dikawinkan atau diinseminasi
setelah mereka mencapai pubertas pada umur 10-12 bulan, namun hal ini dapat
lebih cepat atau bahkan lebih lambat tergantung jenis breed anjing (breed anjing
dengan ukuran kecil lebih cepat mengalami pubertas). Anjing jantan diketahui
memiliki karakteristik organ reproduksi yaitu adanya bulbus glandis pada penis.
Bulbus glandis ini nantinya akan membesar setelah intromisi ke dalam saluran
reproduksi betina. Sperma yang dihasilkan anjing jantan diketahui dapat bertahan
hingga 7 hari, selanjutnya fertilisasi terjadi beberapa hari setelah deposisi.
Anjing betina mengalami satu kali estrus dalam satu tahun (monoestrus),
dengan kisaran durasi masing-masing fase estrus sebagai berikut :
1. Proestrus : Berlangsung sekitar 9 hari, pada fase ini level progesteron
rendah karena sel folikel belum mengalami luteinisasi.
Proestrus dapat ditandai dengan adanya bloody discharge,
mulai menunjukkan ketertarikan pada pejantan, dan tail
tucking.
2. Estrus : Juga berlangsung selama 9 hari, dapat dicirikan dengan
pembengkakan pada vulva, discharge lebih merah muda
dan terang, tail flagging. Pada fase ini ovulasi terjadi
setelah Luteinizing Hormone (LH) melonjak, oosit primer
dilepaskan dan terjadi pematangan 2-3 hari di uterus.
Fertilisasi oleh sperma pejantan terjadi setelah hari ke-3
lonjakan LH.
3. Diestrus : Atau metestrus, dicirikan dengan berangsur hilangnya
kebengkakan pada vulva, kadar hormon progesteron tinggi
karena folikel mengalami luteinisasi. Fase ini berlangsung
sekitar 60 hari.
4. Anestrus : Merupakan fase terlama dalam siklus estrus anjing (150
hari). Fase anestrus ditandai dengan rendahnya hormon
progesteron dan esterogen oleh karena tidak ada aktivitas
ovarium.

Perkawinan terjadi selama periode estrus, ada 2 stage bagi pejantan untuk
melakukan mounting. Stage ke-1, terjadi intromisi (penis masuk terlebih dahulu
ke dalam organ reproduksi betina) yang berlangsung 1-2 menit. Setelah itu jantan
akan membelakangi betina, kemudian berlangsung stage ke-2 dimana terjadi
coitus. Dalam fase ini bulbus glandis membesar sedangkan otot sphincter betina
akan mengalami kontraksi (5-45 menit).

Pemeriksaan Estrus

Pemeriksaan estrus pada anjng betina dilakukan untuk mengetahui waktu


optimum untuk menginseminasi atau pun mengawinkan. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan menggunakan metode :

1. Vaginal Cytology
Vaginal cytology dilakukan dengan cara pengamatan mikroskopis hasil
swab vagina dengan perlakuan pewarnaan. Pengamatan mikroskopis
menunjukkan hasil adanya proliferasi eritrosit, sel intermediet ukuran
besar berinti, beberapa juga ditemukan neutrophil (early proestrus).
Sementara untuk fase estrus ditemukan sel intermediet (superficial cell)
yang mengalami keratinisasi, berukuran besar, dan tak berinti. Pada tahap
diestrus sel intermediet yang keratinisasi mengalami penurunan,
sedangkan sel intermediet berukuran kecil banyak, selain itu juga ada
proliferasi neutrofil. Setelah diestrus, fase selanjutnya adalah anestrus
yang dicirikan dengan banyaknya sel intermediet berukuran kecil dan juga
dijumpai sel parabasal.
2. Vaginal Endoskopi
Vaginal endoskopi dilakukan dengan menggunakan vaginoskop.
Parameter pengamatan yang dinilai adalah perubahan pada mukosa vagina.
Tahap proestrus dapat ditunjukkan dengan mukosa vagina yang bengkak,
dan lumen yang susah dilihat. Sedangkan pada saat estrus dapat diketahui
bahwa kebengkakan mukosa vagina berkurang dan terjadi crenulasi
(crenulasi mengindikasikan terjadinya LH peak).

INSEMINASI BUATAN PADA ANJING

Inseminasi buatan (IB) merupakan deposisi semen di saluran reproduksi


betina secara buatan (non-alamiah). Inseminasi pada anjing ini memiliki
keuntungan diantaranya adalah biaya yang lebih murah (daripada harus membeli
atau pun mendatangkan pejantan), mengkontrol penyakit menular seksual,
membantu mendeposisikan semen apabila pejantan tidak mampu untuk mounting,
serta mempertahankan kualitas breed. Beberapa hal dapat terjadi apabila
inseminasi buatan dilakukan, salah satunya adalah terjadinya trauma fisik apabila
inseminator tidak berpengalaman. Sehingga praktisi inseminator diharuskan
mempunyai kemampuan dan wawasan khusus terkait pemahaman anatomi dan
fisiologis reproduksi anjing, jenis semen yang digunakan, metode atau teknik IB
serta telah mengikuti pelatihan, dsb.
Federation Cynologique International (FCI) mengeluarkan breeding rule
mengenai etik dan aturan IB dalam pemuliaan anjing, yaitu anjing yang digunakan
untuk IB setidaknya pernah beranak (menunjukkan tingkat fertilitas yang bagus),
serta praktisi yang melakukan terampil. Concern pre-breeding, dilakukan untuk
memastikan kondisi anjing melalui sinyalement dan physical examination
(memastikan hewan dalam keadaan sehat, mengetahui kejelasan breed dari
pemilik untuk recording dan mencegah terjadinya inbreeding). Pengecekan status
estrus hewan betina dapat diketahui selain dari sinyalement dan history dari
owner, juga dapat diketahui dari sytology vagina dan pengecekan
vaginoskopi.Adapun edukasi client penting dilakukan untuk memberikan
informasi bahwa IB tidak selalu berhasil.
Semen yang digunakan ikut mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan IB.
penggunaan fresh semen memiliki tingkat keberhasilan mencapai 90% apabila
dilakukan di waktu yang tepat (jika deposisi dilakukan di intrauteri maka
konsentrasi semen dapat dikurangi setengahnya). Adapun presentase keberhasilan
IB menggunakan frozen semen dapat mencapai 75%. Sementara penggunaan
semen cair ada dua macam yakni dengan pengencer dan tanpa pengencer. Semen
cair apabila tidak diberikan pengencer maka motilitas semennya akan turun,
sedangkan dengan adanya tambahan pengencer maka motilitas sperma dapat
bertahan hingga 80%. Selain faktor semen faktor deposisi semen juga
mempengaruhi, pada IB anjing dapat dilakukan secara intra-vagina dan intra-
uterine (transervical dan surgical).
PENGENALAN TEKNOLOGI REPRODUKSI HEWAN :
TRANSFER EMBRIO

Transfer embrio (TE) atau transplantasi oosit, merupakan proses


penempatan embrio (oosit yang terfertilisasi pada tahap morula) dari donor ke
dalam organ reproduksi resipien (penerima) yang layak secara fisiologis. Prosedur
TE meliputi proses seleksi donor, superovulasi, recovery, dan evaluasi embrio
sebelum ditransfer. Satu program TE (Australia) dapat menghasilkan rata-rata 6-8
embrio yang bisa di transfer. Salah satu tujuan dilakukannya TE adalah
meningkatkan jumlah keturunan dari betina proven superior.
Transfer embrio memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah :
meningkatkan kualitas genetik, menghasilkan beberapa keturunan, dan untuk
progeny testing. Sementara kelemahannya adalah : biaya yang mahal, waktu
pengerjaan yang lama, membutuhkan tenaga ahli, serta banyaknya proses yang
harus dilakukan.
1. Donor selection : umur sekitar 3-8 tahun (tidak terlalu tua dan terlalu
muda), bebas penyakit, genetik bagus (tidak ada penyakit genetik), tidak
gemuk dan kurus, dan tidak bunting. Sapi pendonor dengan karakteristik
superior dicirikan dengan tingginya tingkat pertumbuhan dan menyusui.
Sapi bagus memiliki Cow Index (CI) yang baik (CI dapat dilihat rataan
dari produksi susunya dan performa sapi) dan memiliki keserasian tipe.
2. Recipient selection : sama halnya dengan kriteria pendonor, namun
kualitas genetik tidak perlu terlalu bagus. Faktor yang harus diperhatikan
adalah keseimbangan diantara kualitas baku, kelayakan ekonomi, dan
kemudahan untuk memperoleh resipien (availability). Tahap pertama yang
dilakukan adalah dengan mensinkronisasi siklus estrus pendonor dan
recipient. Selanjutnya menjadikannya (pendonor) superovulasi.
3. Superovulation : superovulasi pendonor dengan menggunakan
sediaan gonadrotopin dan juga prostaglandin (untuk melisiskan corpus
luteum agar LH menurun) dan superovulasi dinyatakan berhasil apabila
terjadi ovulasi. Adapun hormon lain yang bisa digunakan untuk
superovulasi adalah :
- FSH (Follicle Stimulating Hormone) : half life (biopotensi turun
50% dari sebelumnya) terjadi 2-5 jam kemudian. Penyuntikannya
harus berulang
- PMSG atau eCG (Pregnant Mare Serum Gonadotropin).
Penyuntikan cukup sekali karena half lifenya sampai 5 hari.
- hMG (human Menopause Gonadotropin)
- hAP (horse Anterior Pituitary)
4. Insemination : inseminasi dilakukan 60 jam setelah penyuntikan
prostaglandin (IB dilakukan sebelum ovulasi), karena sperma butuh waktu
untuk kapasitasi (7-8 jam).
5. Embryo recovery : Pemanenan embrio (flushing embrio), biasanya
cervix sudah tertutup (dibuka dengan cervix expander atau catheter).
Pemanenan embrio dilakukan pada hari-7 setelah inseminasi, dengan
alasan karena saat yang paling mudah untuk flushing dan mengisolasi
embrio. Embrio yang digunakan pada saat ini adalah embrio pada tahap
morulla dan blastula (karena sangat cocok dan stabil untuk transfer
langsung maupun manipulasi).
6. Embryo transfer : embrio yang telah tersedia kemudian ditransfer ke
resipien yang tersinkronisasi (transfer dapat dilakukan secara surgical
ataupun non-surgical).

RESTRAIN PADA SAPI : KATETER INTRAUTERINE, ANASTESI


EPIDURAL, DAN INFUS INTRAUTERINE

Restrain merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk membatasi


mobilisasi dari hewan, dalam merestrain hewan, petugas, dokter hewan, atau pun
paramedis diharapkan terlebih dahulu mengenai dasar-dasar restrain, yaitu sebagai
berikut :
- Mengetahui risiko potensial yang ada dalam pelatihan menggunakan
hewan besar dalam bidang kedokteran hewan
- Mengetahui kapan melepas ikatan dengan cepat (agar hewan dapat
menghindar atau melepaskan diri apabila akan terjatuh maupun tertabrak)
- Mengetahui instints natural pada setiap spesies hewan besar

Dalam meng-handle Calf atau pedet, peternak dapat melakukannya dengan


cara mendekap seperti pada saat membawa hewan kecil (kucing, anjing, dsb).
Pada sapi dewasa restrain dapat dilakukan dengan cara mengangkat kaki bagian
dalam (yang dekat dengan tubuh) sambil tangan yang berada di dekat kepala
memberikan tekanan agar sapi bisa roboh. Selain itu, handling sapi dapat
dilakukan dengan cara keluh sapi. Keluh sapi dilakukan dengan cara melubangi
nostril dan memasang tali lalu menghubungkan dan dibuatkan simpul. Metode
handling seperti ini sering dilakukan di Pulau Jawa terutama peternakan kecil,
namun hal ini kurang sesuai dengan kaidah kesejahteraan hewan. Penggunaan
keluh pada sapi menyebabkan sapi lebih mudah untuk dituntun, sehingga hal ini
menyebabkan sapi juga lebih mudah untuk dicuri. Metode handling lainnya
adalah dengan menggunakan cow halter. Cow halter ini digunakan untuk
membatasi pergerakan kepala yang tidak diperlukan. Metode lain seperti nose
ring juga dapat dipilih dalam membatasi pergerakan kepala sapi, bahan untuk
nose ring biasa terbuat dari aluminium (umumnya digunakan pada sapi kontes)
Selain handling kepala, handling ekor juga bisa dilakukan, handling
metode ini sering digunakan apabila dokter hewan ingin mengambil sampel darah
dari vena coccigea. Dalam meng-handling ekor tidak boleh menali atau pun
menautkan di bagian selain tubuhnya, hal tersebut berguna agar pada saat sapi
shock dan berlari maka ekor tidak patah dan terluka. Ekor ternak dapat ditautkan
pada lengan kaki depan atau pun area leher. Metode selanjutnya adalah front leg
hopple, merupakan metode restrain dengan cara mengangkat salah satu bagian
kaki depan, bertujuan untuk melakukan examination dan treatment. Metode yang
lain adalah Beam and hock yang berfungsi untuk mencegah mobilisasi kaki depan
dengan cara mengangkat salah satu kaki belakang.
Metode Casting atau throwing adalah metode yang dapat peternak lakukan
apabila tidak memiliki kandang jepit dan ingin merobohkan hewan untuk
trimming hooves, metode ini dapat digunakan pada saat akan melakukan
penanganan torsio uteri atau pun kastrasi. Pertama-tama tali dibuat simpul di leher
kemudian tali dibuat melingkar di depan cranial os scapula sampai bagian
belakang kaki depan lalu dibuat pertautan dan dibuat melingkar di depan kaki
belakang lalu dibuat simpul dan kemudian ditarik. Kandang jepit merupakan
perlengkapan yang paling sering digunakan untuk me-restrain sapi, peggunaan
kandang jepit ini perlu memperhatikan lebar kandang tidak terlalu besar sehingga
mobilitas hewan dapat dipertahankan. Peternak harus memastikan panjang hewan
tidak melebihi panjang kandang, apabila panjang kandang lebih kecil maka dapat
memungkinkan sapi untuk melompat. Untuk membatasi gerakan hewan juga
dapat dilakukan dengan cara memasang kayu atau bambo pada bagian belakang
sapi. Pada kasus-kasus tertentu seperti kastrasi dan torsio uteri (pada usia
kebuntingan diatas 6 bulan, torsio diputar searah torsio agar induk dapat
mengikuti arah torsio) handling perlu dilakukan. Pada saat kastrasi dapat
dilakukan dengan cara menali kedua kaki depan kebelakang dan menautkannya
bersama kaki belakang bagian depan, sedangkan kaki belakang bagian dalam
ditarik ke belakang untuk memperluas area operasi kastrasi.

Penggunaan restrain juga dapat digunakan untuk terapi torsio uteri, teknik
yang digunakan adalah untuk menjatuhkan (merebahkan) sapi. Posisi rebahan
pada sisi lateral diperlukan, sapi harus diputar pada poros panjangnya (tulang
punggungnya). Perputaran searah umumnya dilakukan pada umur kebuntingan
dibawah 5 bulan, sedangkan pada umur kebuntingan diatas 5 bulan perputaran
dilakukan berlawanan arah karena kondisi fetus lebih besar. Derajat perputaran
dan umur kebuntingan menentukan tingkat keparahan torsio uteri (terkait hokum
momentum). Pengekangan untuk menjatuhkan sapi dapat menggunakan Reuff’s
method dan alternate method. Reuff’s method dapat mengarahkan kemana arah
sapi dijatuhkan (dapat diarahkan ke lateral), kekangan tali jangan sampai tertindih
oleh badan yang menyebabkan tertahan (kalau simpul di kanan berarti dijatuhkan
ke arah kiri). Apabila simpul tertahan maka tali tidak bisa dilonggarkan. Untuk
mengetahui perputaran dengan menggunakan tali maka perlu diketahui derajat
torsio uteri terlebih dahulu. Teknik Reuff’s dilakukan di bawah batas tuber coxae,
dan simpul dari ikatan Reuff dihubungkan dengan ikatan halter digunakan untuk
restrain kepala dan simpul pertama ada di pangkal leher (simpul masuk dari dalam
kemudian keluar).
Anastesi epidural dilakukan untuk penanganan kasus (Caesar lebih utama
dilakukan dengan anastesi paralumbal) distokia, prolapse uteri, torsio uteri, retensi
plasenta, dsb. Selain untuk menghilangkan rasa sakit, anastesi juga berguna untuk
sanitasi (mengeluarkan feses dan urin agar tidak mengkontaminasi pada saat
penanganan manual). Karena efek anastesi, uterus akan kendor atau lemah
sehingga dapat menghambat pada saat melakukan peeling. Tanda berhasilnya
dilakukan anastesi epidural adalah tersedotnya jarum, apabila tidak tersedot maka
tetap dilakukan anastesi epidural meskipun onset menjadi lebih panjang baru
terjadi proses anastesi (untuk memeriksa apabila obat sudah bekerja adalah
dengan mencubit daerah perineal, dan dilihat reflex). Jarum sebagai penanda
dapat dilepas (apabila ada asisten) dan dibiarkan (harus bisa memastikan agar sapi
tidak jatuh = dikasih penopang atau pun belt). Jumlah obat yang diberikan pada
tahap pertama dapat dikurangi apabila hewan sensitif terhadap sediaan. Alangkah
baiknya sediaan yang diberikan 3/4 dari 100% dosisnya.
Pengobatan intrauterine menggunakan sediaan antibiotika, antiseptic, dsb
yang tidak bersifat iritan, kaustik, atau pun nekrotik. Antibiotika yang digunakan
tidak boleh dari golongan long acting (pasti mengandung zat-zat yang bersifat
iritatif). Povidone iodine dengan konsentrasi tinggi (2-4%) yang digunakan untuk
antiseptik intrauterine maka dapat menyebabkan uterus papan (sel-sel
endometrium mati), standart eropa konsentrasi povidone iodine tidak lebih dari
0.6%. Antiseptik lebih aman apabila dilakukan melalui metode irigasi kemudian
dibilas dengan NaCl hangat untuk meningkatkan sirkulasi. Prostaglandin
diperlukan untuk kombinasi pada penanganan kasus uterus. Pengobatan intravena
biasa dilakukan terkait hypocalcemia pre dan post parturition, jika hypocalcemia
terjadi lewat dari 72 jam post partus maka hypocalcemia tidak terkait parturisi
melainkan karena kolostrogenesis. Obat dalam bentuk bolus pada saat masuk
uterus akan membentuk busa, jadi pada saat air keluar, busanya masih tertinggal
di dalam sehingga antibiotik masih remain.

PEMERIKSAAN GANGGUAN REPRODUKSI NON-RUMINANSIA

Penggunaan diagnosa penunjang : CT scan, MRI, USG, X-ray.


Usg adalah penunjang diagnosa yang sering digunakan untuk pemeriksaan pada
manusia, dan pemeriksaan appendix pada anak kecil. Usg merupakan teknik
diagnostic pencitraan menggunakan gelombang suara dengan frekuensi yang
tinggi.
Mode : A, kontras, gerak (motion mode), color Doppler (untuk melihat aliran)
Transducer : linear, curve, phase array

Echo yang ditangkap menghasilkan gambar : hyperechoic, anechoic, hypoechoic


Kualitatif : pengamatan pemeriksaan

Ayam dikasih gel dan ditempel, posisi transducer ada di pangkal paha (dorso
cranial) krn poiis ovarium dekat tulang punggung,
Kiri = sedikit noise (air sac = bikin noise)
Kanan = noise lebih banyak, dan ovarium rudimenter di kanan shg intestine dan
air sac mendominasi

Ovarium A = ovarium pada ayam yg udah dewasa


B = ayam yg belum bertelur sehingga tdk Nampak folikel
C = tampak banyak folikel

Pada ayam yg aktif arteri nya tampak


Pof ada 2 (yg besar”)
Phf ada 5 (yg kecil kecil)

Phf (prehirel folicel= yg mau masuk masa ovul) dan pof

=== kucing
Cara mbedakan uterus dan intestine =

Kucing dicukur rambutnya agar kontak transducer dengan kulit tidak terhalang
rambut dan udara
Intake (2.5 mm= lumen tampak, diameter uterus lebih besar

Nulipara :
Multipara : Nampak ada whiteline

-Aorta abdominalis dgn uterus: kalau aorta abdominalis ada denyutan tp kalau
uterus tidak
- bedanya dgn intestine itu ada peristaltic (makanan berjalan) tapi kalau uterus
tdk

Albicans lbh ceras dari CL shng lebih hiperechoic,


Usg kucing : estrus ada sel tanduk
ORS = kucing di OH tapi masih mnunjukkan gejala estrus biasanya karena
pemotongan oavrium kurang pangkal

===== kucing jantannn


skrotum, jaringan di basahi dgn gel (kucing dicukur terlebih dahulu), tingal di
tempelkan.

Preputium = Frek 10 mhz maka focal zone bisa digeser ke freisner. Kalo 6 mhz
daerah focal tdk bisa digeser ke Fresnel
Testicel sbg bantal shg preputium dpt diliat.
Gloves diisi dgn air sbg bantalan

Scrotum Tunica vaginalis, vascia spermatic eks, in, tunic dartos = terlihat jelas di
frek 10 mhz, kalo frek 6.5 mhz kurang tampak jelas

======== landak

Landak
Khas jaringan yg sudah diawetkan di cairan citranya lbih hiperekoik (krn tdk ada
vaskularisasi)
Oviduct =
Koruna yg multipara tampak white line
Serviks =
Mirip katup (6 katup) = khas di landak
Vagina =
Lumen vagina tampak anecho/hypo karena direndam di air
Clitoris =

========ULAR : ball phyton

organ memanjang kec jantung


itam” ada costae, folikel jg memanjang. Seiring dgn bertambah usia reproduksi.
Di bag yg anechoic ada masa yg hypoechoic.

Terjadi prubahan ekogenitas, jaringan yg anechoic mnjadi hypo bahkan hyper =


seiring dengan mendekati masa berkawin

Hyper = selaput sudah matang

Jantung dpat diliat, struktur dr isi telor


Sblum dan stlah dideposii
1 bulan ada aktvitas stroma

======= FISH
Ovarium juga memanjang, ada 2 lobus kanan-kiri. Pendekatan dr ventral. Dan lbh
jelas dr testis
Nampak testis ada kanan dan kiri,
Kalo di lele bisa ditempel dr samping

========== BUFFALO

Memprediksi potensi bakal kelenjar mamari, diamato jaringan parenkim dan


bantalan lemak pada ambing (ada 4 quarter/lobus)

PENGANTAR KOLEKSI DAN EVALUASI SEMEN SEGAR SAPI

Proses koleksi dan pengolahan semen


Inseminasi : mempermudah pemerolehan keturunan,

Rg
G3

PEMERIKSAAN STATUS REPRODUKSI DENGAN PALPASI


PEREKTAL DAN USG

Penentuan Status Reproduksi Dengan Palpasi Perektal

Pemeriksaan status reproduksi dapat dilakukan melalui teknik palpasi


perektal dan ultrasonografi (USG). Palpasi perektal merupakan teknik yang paling
sederhana, aman, dan praktis, biasa digunakan untuk inseminasi buatan dan
pemeriksaan kebuntingan. Teknik ini memiliki akurasi yang dapat diandalkan
apabila dilakukan oleh orang yang tepat. Pemeriksaan ini didasarkan pada
keadaan organ reproduksi (konsistensi kenyal, ukuran tidak ada perubahan, dsb).
Sedangkan USG merupakan teknik diagnosa menggunakan gelombang suara
berfrekuensi yang bersifat non-invasif (tidak menyebabkan stress pada ternak) dan
real time. USG sering digunakan karena mudah diaplikasikan.
Keuntungan penggunaan kedua metode diatas adalah pemanfaatan
inseminasi buatan, mendiagnosa kasus reproduksi, dan pemeriksaan status alat
reproduksi. Kerugian metode ini adalah relative tidak ada apabila dilakukan secara
lege artis, serta beberapa beranggapan USG adalah barang mahal sehingga jarang
digunakan. Pengguna palpasi perektal dan USG harus tahu letak dan bentuk organ
reproduksi serta memahami fisiologi reproduksi. Pada saat pemeriksaan,
pemeriksa perlu menggali anamneses dari peternak atau pemilik hewan.
Anamneses ini tidak dipercaya seluruhnya, anamneses ini digunakan untuk
pengerucutan diagnosa atas masalah terkait. Anamnese yang ditanyakan dapat
mengenai sejarah perkawinan atau IB, tanggal melahirkan terakhir (kaitannya
dengan days open), serta informasi terhadap kondisi patologis penyakit.
Prosedur palpasi perektal perlu memperhatikan keselamatan petugas atau
pun operator (menggunakan baju lapang, boots), lingkungan sekitar, dan
keselamatan ternak (kuku pemeriksa harus pendek dan dikikir agar tidak tajam,
pemeriksa juga tidak menggunakan accesoris, apabila pemeriksa menggunakan
baju lengan panjang maka harus digulung terlebih dahulu, serta ternak di-
restrain). Dalam pelaksanaan palpasi rektal jangan sampai tangan keluar masuk
agar tidak ada udara yang masuk (udara yang masuk menyebabkan dilatasi).
Langkah-langkah palpasi perektal dimulai dengan menemukan serviks terlebih
dahulu, kemudian corpus uteri, cornua uteri kanan-kiri, lalu kedua ovarium,
sebelum memeriksa ovarium pastikan terlebih dahulu bahwa sapi dalam kondisi
bunting atau tidak (jika bunting maka ovarium tidak perlu diperiksa). Dalam
memeriksa ovarium dapat meng-handle menggunakan ibu jari dan jari tengah,
legok ovulasi akan terasa seperti ada kawah, corpus rubrum terasa lembek,
sementara corpus luteum (CL) legok kenyal, dan corpus albicans terasa menonjol.
CL dan ovarium akan terasa batas, sedangkan antara ovarium dengan folikel akan
terasa undulasi dan tidak ada batas, apabila ditekan lembut akan terasa ada selaput
Pada saat pemeriksaan ovarium perlu dilakukan ovarium mapping yang
berisi data identitas, status reproduksi, kondisi organ kelamin luar dan saluran
reproduksi, letak saluran dan ukuran CL atau pun folikel, diagnosa, treatment, dan
saran. Dinamika folikular terjadi 2 atau 3 gelombang folikel selama periode
estrus. Pada saat awal periode estrus, recruitment (menumbuhkan) folikel baru
(folikel primer) terjadi kemudian diseleksi, apabila tidak lolos seleksi maka akan
terjadi atretic.Hari ke 5-7 CL terbentuk, pada saat pembentukan CL hormon
estradiol masih ada meskipun dalam kadar yang rendah. Selama CL ada maka
kadar progesteron tinggi sehingga terjadi negative feedback ke hipotalamus untuk
menghambat produksi hormon GnRH. Terhambatnya GnRH menyebabkan
terhambatnya FSH dan LH oleh hipofise anterior. FSH dan LH yang dihambat
menyebabkan folikel tidak tumbuh secara maksimal. Dengan pemahaman
dinamika folikular, pemeriksa dapat memperkirakan kapan masa birahi sapi.
Misalnya pada hasil pemeriksaan diketahui bahwa ovarium kanan ternak terdapat
CL berukuran1.5 cm dengan konsistensi keras, folikel berukuran 1.2 cm.
sedangkan ovarium kiri berukuran 0.6 cm, dari data diatas dapat diperkirakan
bahwa birahi pada ternak akan terjadi 1-2 hari lagi.

Penentuan Status Reproduksi Dengan Ultrasonografi

Penggunaan ultrasonografi perlu memahami fisiologi reproduksi, anatomi


dan letak organ reproduksi, serta dapat menginterpretasikan sonogram yang
didapat. Penggunaan USG bermanfaat untuk mengurangi jumlah sapi yang
kosong, mengetahui dengan pasti kapan sapi estrus, dsb. Ada beberapa probe yang
bisa digunakan yaitu linier (jangkauan dan penetrasi terbatas, hanya di satu sisi),
konveks (jangkauan lebih luas, digunakan apabila ingin melihat beberapa organ
reproduksi), dan sector probe. Prinsip dalam interpretasi gambar ada hyperechoic
(tulang, gas), hypoechoic (organ dan jaringan sekitar), anechoic (cairan, urin,
pembuluh darah, dsb).
Probe atau transducer mengandung satu atau lebih kristal piezoelektrik,
semakin rendah frekuensi makan penetrasi akan semakin baik namun resolusi
yang dihasilkan rendah (karena organ yang dekat akan tercover semua), begitu
juga sebaliknya. Penggunaan probe disesuaikan dengan jenis hewannya, linier
rectal biasa digunakan pada sapi dan kuda, sector probe biasa digunakan pada
babi, linier abdominal dan sector umum digunakan pada domba dan kambing, dan
pada kucing dan anjing biasa menggunakan micro conveks dan sector. Untuk
pemeriksaan organ reproduksi pada sapi biasa digunakan kekuatan gelombang
sebesar 5 MHz dan & 7.5 MHz.
Kondisi uterus pada saat estrus tampak ada dilatasi (cairan) karena kadar
estradiol tinggi. Pada saat bunting akan tampak cairan dan massa padat yang
menempel pada uterus (usia kehamilan 22-27 hari sudah dapat diamati). Pada
pengamatan CL akan tampak terdapat cavity atau ruang dengan lebar 8 mm
(ketebalan dinding tebal, lebih dari 3 mm), sedangkan pada kista luteal cavity nya
lebih besar dari 8 mm dan dinding yang tipis (kurang dari 3 mm). Pemeriksaan
alat kelamin fetus dapat dilakukan pada saat usia kebuntingan mencapai 54-100
hari (rata-rata umur 60-70 hari), genital jantan akan tampak sonogram seperti
panah yang menghadap kea rah kepala, sedangkan pada betina sebaliknya.

EVALUASI SEMEN BEKU SAPI DAN MANAJEMEN CONTAINER

Semen beku adalah semen segar yang diencerkan menggunakan pengencer


tertentu dan disimpan dalam nitrogen cair pada suhu -196˚C dalam container
kriogenik. Semen beku menggunakan gliserol sementara pada semen cair tidak.
Tujuan dilakukannya inseminasi buatan (IB) dengan menggunakan semen beku
ini adalah untuk meningkatkan mutu genetik ternak. Semen yang digunakan
berasal dari pejantan unggul. Semen diencerkan, dan dikemas dalam straw dengan
mesin filling automatic dengan volume 0.25 mL. Selanjutnya disimpan
(diekuilibrasi) dan dilakukan pre-freezing dan disimpan pada suhu -196˚C. Semen
didapatkan melalui proses koleksi semen dengan pejantan terlebih dahulu di
siapkan. Pejantan dimandikan sebelum dikoleksi, dan bulu preputium dipastikan
kurang lebih 2 cm. Dalam koleksi semen, dilakukan false mount 2-3x untuk
membersihkan sisa urin pada saluran urethra dengan sekresi cairan alkalis dari
kelenjar cowper (sekresi cowper).
Dalam membuat vagina buatan, suhu air yang dimasukkan pada suhu 50-
55˚C sehingga suhu akhir vagina buatan 42-44˚C, diberikan juga KY Jelly di 1/3
permukaan vagina buatan. Pemberian pelicin ini tidak disarankan diberikan terlalu
dalam agar semen tidak tercampur dengan pelicin (akan tampak lemak =
petroleum pada saat pengamatan mikroskopis). Pejantan dalam sehari dapat
dilakukan maksimal 3x penampungan dengan jeda waktu minimal 30 menit.
Evaluasi semen dapat dilakukan secara makroskopis (di BIB yang dinilai hanya
volume) dan mikroskopis (motilitas dan konsentrasi yang diamati di BIB). Suhu
kritis sperma 10–(-60˚C). Motilitas semen beku lebih lambat pada saat diamati
dari pada semen segar karena semen beku mengalamai 2x perubahan suhu (pada
saat di dalam pendingin dan pada saat thawing).
Beberapa kesalahan dalam menyiapkan sampel konsentrasi dapat
disebabkan oleh karena lupa menghapus bagian luar dari micropipette tip,
penggunaan cuvet (tabung pengenceran semen) bekas, alat photometer lupa
diberikan tutup. Pengamatan morfologi tidak perlu dilakukan setiap saat, hanya
dilakukan pada saat seleksi pejantan, saat pertama kali masuk balai produksi, dika
ada perubahan pakan, jika sakit disertai demam tinggi, dilakukan berkala 2-3
bulan sekali. Antibiotik yang biasa digunakan di Indonesia adalah penicillin dan
streptomycin, adapun antibiotik lain yang bisa digunakan adalah tylosin dan
gentamicin. Namun perlu diketahui bahwa regulasi internasional sudah tidak
memperbolehkan pemakaian dua antibiotik secara bersamaan.

PERAN ILMU DAN TEKNOLOGI DALAM KONSERVASI SATWALIAR


EX & IN-SITU LINK

Satwaliar merupakan binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau
di udara yang masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang
dipelihara oleh manusia (UU No.5 Tahun 1999 tentang konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya). Konservasi satwa liar adalah kegiatan pengelolaan
(termasuk perencanaan) yang mencakup unsur perlindungan, pelestarian, dan
pemanfaatan.. Dalam pelestarian hewan yang terancam punah keaslian genetik
penting dijaga, sehingga perlu dilakukan silsilah. Hewan di hutan dapat dianggap
sebagai F0, ketika hewan tersebut dibawa ke kebun binatang atau taman safari dan
kawin kemudian mempunyai anak, maka anak tersebut menjadi F1 (menjadi
keturunan pertama). Apabila nantinya ada F3 yang dikawinkan dengan F0 maka
anak yang dihasilkan adalah F4 namun memiliki kualitas genetik yang lebih baik.
Konservasi secara in-situ dilakukan dihabitatnya sedangkan ex-situ
pelestarian diluar habitat asli hewan . Pengelolaan konservasi in-situ memerlukan
monitoring secara berkala, program penyelamatan dan pelepasliaran satwa, serta
mitigasi konflik. Sementara konservasi ex-situ dapat berupa lembaga konservasi
(bertugas sebagai recuer dan penyedia rehabilitasi untuk satwaliar) dan
penangkaran. Penangkaran merupakan lembaga yang melestarikan hewan dengan
prosedur perkembangbiakan (dilakukan atas izin tertentu), hewan yang
dikembangbiakan dalam penangkaran dapat diperjualbelikan dan diatur oleh
lembaga CITES. Contoh penangkaran yang ada di Indonesia adalah pengkaran
buaya. Gajah merupakan hewan liar yang memiliki karakteristik berbeda dengan
hewan lainnya, gajah jantan memiliki testis di dalam tubuh sehingga fisiologi
reproduksinya mirip dengan ayam. Pada gajah betina ovulasi terjadi pada peak LH
kedua (peak LH pertama dan kedua berjarak 3 minggu).

Persyaratan untuk kelangsungan hidup (viabilitas) satwa, untuk


kelangsungan hidup jangka panjang, populasi harus memiliki demografik stabil.
Demografik populasi adalah studi yang mempelajari mengenai perubahan
populasi dalam suatu kelompok dan penyebab perubahan tersebut terjadi.
Keberlangsungan spesies satwaliar bergantung pada ukuran populasi, tingkat
kematian dan kelahiran, keragaman genetik, dan ancaman yang spesies hadapi.
Populasi di lembaga konservasi (LK) dilakukan secara ilmiah, pengelolaan
populasi secara ilmiah ini menguntungkan untuk LK dan satwanya melalui
peningkatan perkembangbiakan yang sehat. Pencatatan silsilah di LK penting
untuk dilakukan agar informasi yang akurat.
Catatan harus tertulis, lengkap, dan disimpan secara permanen. Pencatatan
silsilah dilakukan di studbook untuk mengelola dinamika populasi satwa liar. Ada
tiga elemen manajemen populasi, yaitu demografi (kelahiran, kematian, tingkat
pertumbuhan, dsb), genetik, dan husbandry (kandang, nutrisi, dsb). Pada
penangkaran atau pun konservasi, inbreeding dapat dinyatakan buruk karena akan
memperbesar kemunculan gen resesif, namun disisi lain apabila manajemen hanya
fokus kepada permasalahan inbreeding maka tingkat populasi akan menurun.
Untuk pemuliaan satwaliar, inbreeding lebih dipilih daripada cross-breeding,
cross-breeding dapat menghilangkan variasi genetik asli satwa liar. Dalam upaya
pemuliaan satwaliar, teknik reproduksi berbantuan dapat dilakukan. Teknik
reproduksi berbantuan ini dilakukan efisiensi reproduksi. Pada satwa liar koleksi
semen menggunakan elektroejaculator, dan inseminasi buatan dilakukan dengan
laparotomi (surgery) melalui intra-infundibulum. Selain IB, bisa juga dilakukan
invitro fertilisasi.
PENGANTAR INSEMINASI BUATAN PADA RUMINANSIA KECIL

Pada ruminansia kecil hewan di inseminasi melalui rute transervical AI


atau TCAI (gun IB melalui serviks). Pada ruminansia kecil pintu serviks ada
beberapa macam mulut serviks, diantaranya adalah berbentuk papilla (19%),
duckbill (33%), flap (14%), slit (19%), dan rose (14%) (ini semua terjadi dalam
spesien domba santa ines). Bertambahnya umur akan menyebabkan perubahan
pintu serviks (khas), pada usia dua tahunan umumnya berbentuk cincin, seiring
dengan bertambahnya umur berubah menjadi flap. pada ruminansia kecil ada 8
cincin serviks (pada ruminansia ada 4) yang mana bentuknya juga dipengaruhi
faktor umur.
Canal vagina turut mempengaruhi keberhasilan deposisi semen,
dikategorikan menjadi 3 grade (kelas) yaitu : grade 1 dikaterogikan apabila jalur
vagina ke serviks lurus, sementara grade 2 ada sedikit lipatan atau pun lekukan,
dan pada grade 3 canal berkelok-kelok dan banyak lipatan. Sementara itu dari
arah cincin juga ada yang centripetal dan centrifugal. Mempertimbangkan banyak
hal di atas maka gun IB yang digunakan ada bermacam-macam (ada yang
berbentuk spiral, bengkok pada ujungnya, dsb). Dosis konsentrasi dan volume IB
pada domba secara berurutan sebesar 100-150x106 dan 0.25-05 cc.

Keberhasilan penetrasi semen secara garis besar dipengaruhi oleh :


o Jumlah lipatan serviks, kalau semakin banyak berarti semakin banyak
rintangan bagi sperma.
o Tinggi lipatan juga mempengaruhi (tipe flat, berbentuk cincin, atau hanya
sekedar tonjolan)
o Jenis lipatan ; bentuk dari ring
o Jarak antar ring

Selain itu, keberhasilan fertilisasi juga dipengaruhi oleh jenis inseminasi, dapat
dikategorikan menjadi 5 tipe yaitu :
o Tipe 0 : deposisinya intravagina (biasanya terjadi reflux)
o Tipe 1 ; penetrasi minim (sering terjadi)
o Tipe 2 : 0.5-1 cm (sebagian masuk, sebagian keluar) (sering terjadi)
o Tipe 3 : 1 cm – 2 cm, sudah tidak ada reflux (masih di servix)
o Tipe 4 : sudah tidak ada reflux (bisa di corpus)

Jarak antar cincin diketahui dapat berbeda, ini dikarenakan perbedaan ras
atau pun breed hewan. Untuk memperbesar peluang penetrasi dan fertilisasi
beberapa penelitian dilakukan termasuk tindakan surgery dengan tujuan
memotong lipatan serviks. Terbagi menjadi 2 yaitu Total or patial ablation dan 4
atau 2 insisi terhadap lipatan cerviks. Tingkat keberhasilan metode TCAI
menggunakan semen segar sebesar 50-60%, dan sebesar 30-32%. Sedangkan
keberhasilan LAI (laparoscopic artificial insemination) dengan menggunakan
semen beku sebesar 43-72%.

PEMERIKSAAN STATUS REPRODUKSI BETINA (STERILITY


CONTROL): PALPASI PEREKTAL

Palpasi perektal biasa dilakukan terkait pemeriksaan reproduksi di peternakan,


beberapa tujuan dilakukannya palpasi perektal adalah sebagai berikut :
 Pemeriksaan organ reproduksi betina : letak dan posisi
 Pemeriksaan status dan usia kebuntingan
 Aplikasi teknologi reproduksi berbantuan : inseminasi buatan, transfer
embrio, dsb
 Pencitraan organ reproduksi transrektal: ultrasonografi, endoskopi, dsb.
 Pengobatan intrauterine :flushing, bolus, dsb

Alat dan bahan yang digunakan oleh pemeriksa pada saat palpasi perektal : alat
dan bahan :
1. Pelindung diri : baju kandang/wear pack, apron, sepatu kandang (boots =
beberapa pekerja menambahkan besi di ujung sepatu
demi
alasan keamanan), sarung tangan (gloves) plastik
2. Pelicin : dipilih bahan yang tidak iritan dan dapat melicinkan = gel,
sabun cair, air sabun, dsb
3. Sapi betina dan kandang jepit

Syarat palpasi perektal : menggunakan pelindung diri, kuku jari pendek


dan tidak tajam, serta tidak menggunakan assesoris. Apabila rektum kontraksi
terlalu keras maka dapat dilakukan pemijatan area pelvis. Pada saat palpasi
perektal sering terjadi ballooning (ada udara di dalam rektum) atau dinding
rektum distanded (menjadi kencang) maka dapat dilakukan dengan cara
mendorong lubang rektum ke depan dengan telapak tangan atau pun dengan cara
menggelitik lipatan mukosa rektum dari arah depan ke belakang.
Plasentom dapat dipalpasi pertama kali pada usia kebuntingan 2.5 bulan,
dan terus bertambah besar seiring dengan usia kebuntingan hewan (usia
kebuntingan 6 bulan plasentom berdiameter 6 cm). Tanda kebuntingan dini pada
sapi dapat dirasakan adanya ketidaksimetrisan cornua uteri. Cara membedakan
cornua uteri asimetri karena kebuntingan dan asimetri cornua uteri karena
tingginya frekuensi kelahiran dari cornua yang sama adalah pada cornua uteri
kebuntingan dini dapat ditemui undulasi dan fluktuasi. Pada usia kebuntingan
mencapai 5-6 bulan fetus berada di rongga abdomen, sedangkan pada usia
kebuntingan 7-9 bulan letak fetus sedikit terangkat dari abdomen (dikarenakan
volume fetus berubah, usia 5-6 bulan fetus masih kecil sehingga ikut turun ke
abdomen).

PEMERIKSAAN STATUS UMUR KEBUNTINGAN PADA SAPI :


PALPASI REKTAL

Palpasi perektal (PKB) selain digunakan untuk mendiagnosa juga dapat


digunakan untuk menentukan usia kebuntingan pada ternak. Palpasi perektal
sebaiknya dilakukan 2 bulan pasca inseminasi buatan (pada hari ke-19 setelah
inseminasi, hewan sudah dapat di deteksi ada tidaknya kehamilan melalui
ultrasonografi yang ditunjukkan dengan ditemukannya fesikel). Zigot akan
berkembang menjadi embrio sampai kisaran umur 45-50 hari, selanjutnya akan
berkembang menjadi fetus. Palpasi perektal dapat dilakukan pada usia kehamilan
dini sekitar trimester awal (2 bulan), adanya cornua uteri yang asimetris dan
undulasi (kantong amnion) merupakan tanda kebuntingan yang dapat ditemukan
pada saat palpasi perektal.
Ukuran fetus semakin besar seiring dengan bertambahnya umur
kebuntingan, hal tersebut menyebabkan ukuran cornua uteri membesar sehingga
berat organ menjadi bertambah dan mulai turun mengisi ruang abdomen. Pada
usia kebuntingan 2-2.5 bulan, fetal membran flip (adalah plasenta anak dan induk)
dapat dirasakan (apakah bergeser atau tidak). Uterus mulai menggantung di
simpisis pubis dan arteri uteri mediana sudah mulai terasa pada umur kebuntingan
3 bulan, umur kebuntingan memasuki 4 bulan (sekitar 120 hari) maka fremitus
sudah mulai berdesir.
Umur kebuntingan sekitar 5 bulan, posisi uterus sudah berada di bawah
dan mengisi ruang abdomen induk, memasuki 6-8 bulan anatomi fetus sudah
dapat diraba karena perkembangan fetus sudah besar, tipe plasenta kotiledon juga
dapat dirasakan (seperti bakso. Pada akhir dari trimester ketiga, betina laktasi
bunting (sapi perah, sapi dara pada saat menjelang partus sudah mulai dapat
laktasi) perlu diistirahatkan (masa kering kandang) karena nutrisi induk menjelang
parturisi dibutuhkan dalam jumlah yang banyak. Hormon oxyticin dan prolaktin
akan diproduksi terus untuk mengisi kekosongan ambing induk sapi, apabila hal
ini berlangsung terus menerus (tidak ada kering kandang) maka besar
kemungkinan induk akan mengalami hipokalsemia karena tidak adanya cadangan
mineral tubuh.
Cervical plug (cairan dari serviks yang keluar karena ada penekanan
bagian perineal – biasanya terjadi pada saat menjelang partus), air susu menetes,
dan ekor mulai naik adalah tanda bahwa sapi akan parturisi. Sapi mampu merejan,
dan terbukanya saluran kelahiran adalah beberapa kondisi penting agar terjadi
parturisi secara normal. Secara garis besar siklus hormon pada saat partus sebagai
berikut : fetus akan mengeluarkan hormon corticol (hormon stress), hormon ini
diterima oleh reseptor pada induk yang kemudian menyebabkan terjadinya
stimulus perubahan progesteron menjadi estrogen. Selain itu, hormon prostglandin
dan oxytocin (dalam jumlah tinggi) juga dihasilkan, keempat hormon diatas
nanntinya menyebabkan kontrasi otot uterus meningkat. Untuk membantu jalan
kelahiran bagi fetus maka relaxin (hormon untuk relaksasi dari ovarium) juga
dihasilkan.

PENGGUNAAN USG UNTUK PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN DAN


KELAINAN ORGAN REPRODUKSI

Ultrasonografi (USG) merupakan medical imaging untuk menggambarkan


organ dalam untuk menunjang diagnosis klinik dan intervensi medis, contoh
medical imaging lainnya adalah MRI, CT-scan, dsb. CT scan dan MRI keduanya
digunakan untuk menangkap gambaran internal dalam tubuh. USG merupakan
alat diagnosa yang praktis karena visualisasi organ dapat diketahui secara real-
time, non invasif, dan tanpa radiasi. Medical imaging memiliki beberapa
keunggulan yaitu dapat mendukung diagnosa yang lebih baik, menghindari
tindakan medis yang rumit (bedah), dapat mengurangi biaya perawatan kesehatan,
selain itu lebih aman dan efektif, serta rekaman dapat dipertukarkan.
Ultrasonografi memiliki kelebihan dalam membantu diagnosis dan
kelainan organ reproduksi hewan, diantaranya adalah : dapat memeriksan
kebuntingan dini pada ternak, dapat membedakan jenis kelamin fetus, memastikan
fetus dalam keadaan hidup atau mati, serta dapat membedakan cairan fetus dengan
kelainan kelenjar pelengkapnya, dsb. Prinsip kerja USG adalah kristal dalam
transducer atau probe dapat memendarkan gelombang suara berfrekuensi tinggi
yang mengarah ke organ, echo yang dihasilkan akan dikembalikan dan
divisualisasikan ke dalam monitor. USG stasioner berukuran besar, diperlukan
daya yang tinggi (biasa digunakan di klinik hewan), untuk di dalam ruangan dsb.
Sementara jenis USG portable lebih mudah dibawa, ukuran lebih kompak,
rechargeble, ada juga jenis USG ultra portable memiliki ukuran kecil yang sangat
kompak, mudah dibawa, dan juga rechargeble.

Ultrasonografi dapat dilakukan untuk


pemeriksaan kebuntingan pada 20-28 hari
setelah kawin atau inseminasi. Fetus akan
tampak bulat (sedikit lonjong) dan dibungkus
oleh selaput berisi cairan amnion (gambar
kiri). Gambar di sebelah kanan menunjukkan
fetus berusia 60 hari. Penentuan jenis kelamin
fetus ideal dilakukan pada umur kebuntingan
50-60 hari. Testis dan penis akan pindah ke
depan (mendekati umbilikus), sementara pada
betina klitoris tetap di belakang (di dekat
pangkal ekor

Ultrasonografi juga dapat digunakan untuk monitoring superovulasi dalam


proses embrio transfer. Dapat dilihat hasil sonogram di sebelah kiri menunjukkan
folikel yang terbentuk banyak (lebih dari 9 folikel) sehingga menunjukkan
keberhasilan dalam superovulasi. Gambar di tengah dan di sebelah kiri gambar
menunjukkan bahwa folikel yang terbentuk lebih sedikit (3-4 folikel). USG color
doppler dapat digunakan untuk memeriksa sirkulasi darah pada testikel,
mengetahui ada sumbatan atau tidak (pada manusia digunakan untuk membantu
peneguhan diagnosa impotensi).
GANGGUAN REPRODUKSI PADA KUDA

Kista ovari merupakan salah satu gangguan reproduksi non-infeksius pada


kuda, kista dapat dibedakan menjadi kista limfatik (terhambat saluran limfatik,
besar, terjadi di endometrium dan miometrium) dan kista glandural (distensi
glandular, kecil, dapat terjadi di endometrium, dan dapat terjadi di area uterus).
Kista dapat terjadi karena kuda produktif tidak kunjung dikawinkan.
Pada sonogram di atas dapat diketahui bahwa kista berukuran lonjong dan
berisi cairan sehingga tampak anechoic. Pada bagian tepi kista sedikit hypoechoic
karena adanya fibrin. Endometrium ditunjukkan dengan batas hyperchoic
(ditunjukkan dengan garis kuning). Kista diketahui dapat menghambat terjadinya
kebuntingan, karena menciptakan barrier tambahan untuk sperma. Pengobatan
kista dapat menggunakan spool antibiotik dan oksitosin dan dapat dilakukan
secara manual, elektrokoagulasi, atau pun laser.
Kasus kebuntingan kembar dapat terjadi pada kuda, secara alami hampir
95% kebuntingan kembar akan abortus. Sinkronisasi estrus dengan penggunaan
prostaglandin pada kuda yang memiliki pre-ovulatory folikel yang dominan maka
akan menyebabkan ovulasi ganda yang meningkatkan kejadian bunting kembar.
Adapun pemberian vitamin A dan E dapat meningkatkan fertilitas folikel dan
memelihara saluran reproduksi. Faktor lain adalah yang menyebabkan bunting
kembar adalah genetik. Jika terjadi lahir kembar ada beberapa kemungkinan yang
dapat terjadi yaitu; kedua anak dapat lahir namun still birth, salah satu dapat
bertahan, keduanya dapat bertahan, dan keduanya bertahan namun kerdil. Untuk
mencegah kehamilan kembar dapat dilakukan teknik enukleasi atau crushing
embrio dengan panduan USG (pada umur kebuntingan 18 hari).

PENGENALAN TEKNOLOGI REPRODUKSI HEWAN FERTILISASI IN-


VITRO

In-vitro fertilization adalah pembuahan diluar tubuh induk, dengan cara


koleksi dan pematangan oosit kemudian ditambahkan sperma, sehingga embrio
dapat didapatkan (dari kultur). Teknik pengambilan sel telur dapat didapatkan dari
hewan hidup (ovum pick up) atau pun mati (aspirasi). Kriteria pemilihan oosit
(oosit sekunder) adalah kumulus sel yang kompak dan sitoplasma yang homogen.
Kriteria pematangan oosit yaitu :
1. Cumulus Maturation : dinilai berdasarkan pemekaran sel
kumulus,
pematangan sel kumulus. Biasanya
dilakukan pada incubator CO2 2%
2. Nuclear Maturation : (pematangan inti) berdasarkan perubahan
meiosis dari germinal vesicle . tanda sel
telur yang matang secara inti dapat ditandai
dengan adanya polar body yang pertama.

Selain adanya kriteria dalam pemilihan sel telur, sel sperma yang akan digunakan
juga memiliki kriteria yaitu:

1. Pemilihan sperma motil melalui teknik swim up atau percoll gradient


2. Kapasitasi sperma : perubahan biokimiawi terhadap spermatozoa
untuk dapat melakukan fertilisasi, pada tahap kapasitasi terjadi
peningkatan motilitas dan reaksi akrosom
3. Pencucian dan sentrifugasi untuk menghilangkan pengencer dan
lipoprotein

Apabila telah dilakukan pemilihan sel telur dan sperma, maka keduanya
akan disatukan agar terbentuk fertilisasi. Pada tahap ini tterjadi formasi
pronucleus, kemudian terjadi syngamy, lalu metafase terjadi dan mulailah
sitokinesis. Selanjutnya setelah fertilisasi terjadi maka akan dilakukan kultur
secara in-vitro (di luar tubuh). Kultur invitro berlangsung selama kurang lebih 7
hari, dalam fase ini zigot ditumbuhkan dalam suatu media kultur tertentu. Tahap
kultur in-vitro merupakan periode terlama, dalam tahap ini media dibuat semirip
mungkin dengan lingkungan oviduct (synthetic oviduct fluid) atau co-culter
dengan jaringan lain dengan harapa embrio dapat berkembang sampai tahap
morulla atau blastocyst. Selain teknologi fertilisasi in-vitro, adapula turunan
pengembangan metode ini yaitu clonning. Cloning merupakan asexual
reproduction yang memungkinkan didapatkannya keturunan yang sama dengan
pendonor sel somatis. Metode ini dilakukan dengan cara pengeluaran inti sel telur,
kemudian diisi sel somatik (karena 2n) sehingga nantinya sel telur membawa
materi genetik yang sudah lengkap. Sel telur ini kemudian dikultur dalam media
dan dimasukkan ke dalam resipien.

PENGGUNAAN USG UNTUK PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN DAN


KELAINAN ORGAN REPRODUKSI PADA SAPI
Pemeriksaan gangguan reproduksi dapat dilakukan menggunakan
ultrasonografi yang dilakukan secara intra-rectal. Pelaksaannya adalah dengan
cara menjepit ujung probe dengan ibu jari dan telapak tangan agar ketika
dilakukan palpasi probe tidak terjanggal ke belakang, sementara ke-empat jari
lainnya berguna untuk mengarahkan probe. Endometritris dicirikan dengan
adanya perbedaan citra USG yang tampak seperti jonjot putih hyperechoic
(tercitra lebih hyperechoic dari pada daerah disekitarnya. Endometritis ringan
dapat menjadi penyebab kejadian repeat breeder di peternakan. Pyometra terlihat
seperti kristal-kristal berwarna putih, dilatasi endometrium oleh karena akumulasi
nanah. Sering kali dikelirukan dengan kebuntingan dini (umumnya terjadi pada
trimester awal). Metritis juga dapat terjadi 7-14 hari post partus karena adanya
kontaminasi bakteri (baik karena penanganan yang buruk, atau pun karena
kontaminasi bakteri secara ascenden), lochia harus sudah keluar kurang dari 14
hari dan pada kejadian metritis yang keluar adalah nanah. Hasil sonografi tercitra
hyperechoic (cairan padat disertai kontaminasi bakteri dan susah keluar dari
uterus).
Ovarium nomal akan tercitra anechoic dan berbentuk bulat, sementara
ovarium dengan corpus luteum akan tercitra hypoechoic bulat (dengan batas atau
marginasi) yang menempel pada ovarium yang tercitra anechoic. Folikel dominan
akan tampak anechoic dan ukurannya bermacam-macam tergantung breed
hewannya. Corpus luteum sering dikelirukan dengan luteal cyst, corpus luteum
memiliki dinding yang lebih tebal dari pada cavitynya sedangkan luteal cyst
sebaliknya. Selain luteal cyst dapat juga ditemui cystic follicle, cystic follicle akan
tercitra anechoic berukuran besar, apabila tidak diobati maka akan menyebabkan
multiple cystic follicle (pengobatan menggunakan hormon LH).
Ultrasonografi juga dapat digunakan untuk pemeriksaan kebuntingan.
Pemeriksaan hari ke-26 kebuntingan dapat ditemukan kantung amnion dan
chorioallantois, embrio juga ditemukan berukuran 1-1.2 cm. Pada umur
kebuntingan hari ke-30 detak jantung, kepala, ekstremitas, kantung amnion dan
chorioallantois dapat ditemukan. Umur kebuntingan 34 hari detak jantung akan
terlihat lebih jelas, pada umur ke-45 hari terlihat kepala (moncong), bola mata,
ektremitas depan dan belakang serta ekor sudah dapat diamati (embrio sudah
dapat dikatakan fetus). Pada hari ke-48 kebuntingan detak jantung akan sangat
jelas teramati, tengkorak kepala, ekor. Setelah 18-21 hari pasca inseminasi
dinyatakan positif bunting, maka diagnosa perkembangan fetus harus terus
dilakukan secara berkala karena pada kisaran umur kebuntingan antara tanggal
18-45 hari sering terjadi early embrionic death. Periode selanjutnya dapat terjadi
fetal death di sekitar hari ke 60 kebuntingan. Pada kasus early embrionic death,
embrio akan terserap oleh induk karena sudah mati.

DETEKSI ESTRUS DAN PENENTUAN WAKTU KAWIN

Estrus merupakan kondisi yang dipengaruhi oleh hormon estrogen


(dominan), dicirikan dengan hewan betina diam saat dinaiki oleh pejantan. Cara
deteksi estrus dapat dilakukan dengan menggunakan data catatan siklus
(recording), pemeriksaan secara visual (perubahan vulva (merah, bengkak, dan
hangat), lendir estrus, lubang serviks, ekor (flagging), suara, langkah, dsb),
sitologi vagina, dan pemeriksaan hormon. Pemeriksaan visual dilakukan minimal
dilakukan 2x sehari (pada awal pagi dan petang) untuk mendeteksi gejala birahi
yang muncul. Pada hewan dengan ekor kecil, perilaku estrus dapat ditandai
dengan sisa pakan dan kandang yang berantakan karena hewan banyak bergerak,
dan daerah ventral abdominal kotor, pada kuda ditunjukkan dengan clitoris
wlinking. Pada peternakan besar, deteksi estrus dapat menggunakan jantan
pengusik, alat deteksi estrus, atau pun sinkronisasi estrus.
Alat bantu estrus yang biasa dipakai adalah crayon atau cat khusus,
pedometer, heat detector untuk lendir dan sensitive tekanan. Crayon digunakan
dengan cara meluaskan di pangkal ekor-lumbal (os sacrum), dan warna akan
berbekas pada betina lain yang menaiki. Pedometer digunakan untuk mengukur
langkah hewan yang dipasang di kaki belakang (bewah lutut). Pedometer akan
bereaksi dengan bayangan antar kaki pada saat hewan bergerak, akurasi
penggunaan alat ini 80-90%. Estrus detector (lendir estrus) merupakan alat yang
digunakan (per individu) dengan menggunakan prinsip pengukuran hambatan
listrik dari lendir vagina (titik terendah pada saat estrus, lalu naik sampai ovulasi
dan selanjutnya stabil). Hambatan listrik dari lendir nantinya dicocokkan dengan
parameter yang ada. Heat detector sensitif-tekan akan mencatat otomatis kejadian
mounting, dengan akurasi 91.7-100%.
Selain menggunakan alat bantu, palpasi perektal (hewan besar) juga sering
digunakan, pengamatan dilakukan apabila terjadi perubahan organ reproduksi
sebagai tanda estrus. Pada saat dipalpasi biasa keluar lendir estrus (yang tertahan
pada lipatan vagina dan fornix), dan folikel dominan (de Graaf) berukuran >1.3
cm (tergantung jenis hewan) dengan tonjolan lembek, permukaan licin, dinding
tipis, batas tidak jelas, dan ditemukan fluktuasi yang jelas. Ultrasonografi juga
dapat digunakan untuk deteksi estrus, pada awal estrus banyak ditemukan folikel
cukup besar (hitam = anechoic), 4 hari post estrus, folikel besar un-ovulated
(curiga kista).

PROGRAM ONE CALF PER COW ONE YEAR

Titik critical kolostrogeneis adalah seminggu (umumnya 4-6 hari) post


partus (bounding pertama 1 jam pertama (kalau tidak ada bonding maka harus
dilakukan hand feeding), 4 jam post partus = sangat critical), setelah 6 jam
menurun, setelah 12 jam kemampuan penyerapan immunitas pasif menurun
drastis. Pada saat pedet dilahirkan maka seluruh organ hewan tersebut akan
mengalami perubahan, pada saat newborn saluran pencernaan mampu menyerap
nutrisi makromolekul (kolostrum), seiring dengan bertambahnya umur maka
kemampuan menyerap immunoglobulin menurun. Dari keterangan di atas proses
kolostrogenesis sangat penting bagi pedet, pedet umumnya dirangsang untuk terus
menyusu untuk mempercepat penyerapan imunitas oleh pedet.
Persiapan perubahan pencernaan dari monogastrik menjadi ruminansia
dipengaruhi oleh pakan. Setelah di sapih maka harus mencapai bobot badan
minimal agar dapat breeding. Gangguan yang biasa terjadi adalah stunting
sehingga pada saat mencapai umur yang bisa dikawinkan maka perkawinkan
harus ditunda dulu (menyebabkan terjadi pemanjangan siklus).
Creep feeding adalah praktik manajemen sederhana, yang memungkinkan
anak sapi mendapat akses ke pakan tambahan tanpa batas (dimulai dari awal
minggu ketiga). Creep yaitu pagar atau bukaan gerbang yang cukup besar untuk
dilalui pedet dalam mengakses pakan, namun terlalu kecil untuk sapi induk. Pakan
berupa campuran konsentrat dan hijauan (complete feed, hijauan di chop
berukuran kurang lebih 2 cm). kalau di penggembalaan maka hanya konsentrat
saja yang diberikan (karena hijauan diperoleh sendiri dari padang
penggembalaan). Tujuan pemberian creep feeding bertujuan untuk pakan pre-
weaning, merangsang perkembangan mikroba rumen, pemberian mineral blok
(membantu mengurangi kasus hairball dan kasus defisiensi mineral), dan
memperbaiki tingkat pertumbuhan bobot badan. Pada pedet yang mengalami
defisiensi mineral maka frekuensi licking tinggi, seringkali ditemukan pedet
menjilati atau menghisap pedet lain, hal ini lah yang memicu terjadinya hairball.
Hungry calf gap adalah gap yang terjadi antara jumlah susu yang harusnya
diterima oleh anak dengan susu yang tersedia dalam ambing. Setelah anak sapi
sudah mulai beranjak dewasa, maka harus segera disiapkan untuk proses
penyapihan atau weaning. Perilaku weaner ditunjukkan dengan perilaku pedet
sering menghisap dan menjilati anak sapi dalam satu kandang, dengan
meningkatkan proses mastikasi dapat meminimalisir perilaku tersebut. Adapun
mastikasi berfungsi untuk memaksimalkan fungsi enzim dalam air liur. Proses
weaning atau penyapihan sudah dimulai pada umur 3 bulan (paling lama 4 bulan),
pada fase ini jantan dan betina harus dipisahkan, serta harus dipisahkan sesuai
bobot badan (agar tidak terjadi kompetisi). Feed bank
Sampai pada usia sapi yearling (umur 12-18 bulan), pemberian konsentrat
adalah sebagai pakan penguat sedangkan pakan utamanya adalah rumput. Pada
kisaran umur ini pemisahan sapi jantan dan betina masih dilakukan. Pada
peternakan besar di Australia dsb, sapi usia yearling tidak diberikan konsentrat
karena nutrisi sudah dicukupi dari konsumsi hijauan, sehingga peternak cukup
menambahkan mineralnya. Pakan utama sapi adalah hijauan, jadi pada saat
penentuan ransum pakan maka yang ditentukan terlebih dahulu adalah hijauan
(hijauan berkualitas contohnya king grass, star grass), kekurangan pada hijauan
ini nantinya baru dilengkapi oleh konsentrat. Protokol pakan pada periode transisi
mencakup critical point pada masa kering kandang, close up, fresh cow. Critical
period ini harus diperhatikan agar tidak terjadi negative energy balance. Hal ini
bertujuan untuk mempertahankan BCS agar tidak kurang dari 2.5 ketika
menyusui. Pada periode kering kandang maka manajemen populasi tidak terlalu
padat, dengan konsumsi hijauan 90% (hijauan berkualitas) dan sisanya adalah
konsentrat. Injeksi vitamin ADE 2 minggu (3 minggu juga bisa dilakukan)
precalving dan pemberian ektramineal dapat dilakukan.
Pada periode transisi, propylen glikol penting diberikan karena bahan
kimia ini bisa digunakan langsung oleh sapi sebagai bahan energi. Perlu diketahui
bahwa dua hari sebelum partus diperlukan metabolic boster berupa garam amnion
agar tidak terjadi kondisi hipokalsemia. Menjalang periode partus kondisi rumen
dapat menjadi asidosis karena tidak konsumsi pakan oleh induk sehingga dapat
menyebabkan kematian mikroba rumin. Hal ini dapat berimplikasi terhadap
terjadinya negative energy balance yang berujung pada sistemik asidosis. 2-3
minggu pada periode calving merupakan waktu dengan tingginya frekuensi
kejadian mastitis karena imunitas yang menurun hingga 75%. Kondisi ini dapat
dicegah dengan pemberian antibiotik broad spectrum intra mamari.

PENYAKIT DAN KELAINAN REPRODUKSI JANTAN DAN


PENANGANANNYA

Penyakit dan kelainan reproduksi jantan selain dapat mengganggu pada


saat kopulasi dan bahkan dapat menurunkan fertilitas pejantan. Kejadian orchitis
salah satunya, kelainan ini khas terjadi unilateral pada babi, adapun kejadian
penile frenulum persisten menyebabkan pejantan tidak dapat melakukan intromisi
pada saat mounting. Kelainan reproduksi jantan lainnya adalah ruptur penis,
ruptur penis dapat terjadi, penanganan yang bisa dilakukan adalah suture pada
area rupture dengan anastesi epidural dan transquilizer. Adapaun papiloma dapat
terjadi pada penis, papiloma ini menempel pada os penis. Treatment yang bisa
dilakukan adalah dengan melakukan insisi pada papiloma.
Anastesi yang dapat digunakan untuk operasi pembedahan dalam
mengatasi kelainan reproduksi pejantan diantaranya adalah combelen (3 mL/100
BB IM), Rompun (1 mg/lb BW IM), lidocaine (1 mL/50 kg BB). Pejantan dapat
kopulasi tapi tidak dapat menghasilkan kebuntingan, kelainan yang menyebabkan
kejadian ini adalah asthenozoospermia (rendahnya mortalitas), impotentia
generandi (orchitis, epididimitis, vesiculitis spermatica, nekrospermia, prostitis,
aspermia, athropia, spermatocoele).
Terapi hormonal androgen dapat digunakan untuk meningkatkan libido
dan perilaku seksual. Contohnya adalah methyltestosterone tablets, testosterone
phenylpropionate injection, dan testosteone esters injection. Indikasi penggunaan
sediaan di atas adalah penuaan, defisiensi libido, hypogonadism, alopecia
(hormonal), dsb. Menurut OIE ada beberapa penyakitt yang dapat ditularkan
melalui transmisi semen, diantaranya adalah : penyakit mulut dan kuku (PMK),
vesicular stomatitis, infectious bovine rhinotracheitis (IBR), leptospirosis,
tuberculosis, paratuberculosis, brucellosis, campylobacteriois, trypanosomiasis,
dst. Adanya kejadian penyakit menular pada ternak tersebut dapat menyebabkan
kerugian ekonomi yang besar, berikut merupakan penyakit yang dapat
menyebabkan infertilitas pada pejantan :
1. Brucellosis (bakteri) : ampulitis, menurunkan libido, dan menurunkan
kualitas semen. Penyebaran penyakit dapat
ditransmisikan melalui IB.
2. Campylobacteriosis : menyebabkan kematian embrio dan aborsi, bakteri
ini berlokasi pada epitel penis, preputium, dan
urethra.
3. Leptospirois : orchitis (fase akut), infeksi dapat berjalan
persisten.
4. Paratuberculosis : biasa menyerang jantan pada umur reproduktif (3-
6 tahun), bakteri ini tahan terhadap antibiotik dan
cryopreservasi.
5. Ureaplasma divers. : balanopostitis, vesikulutis, kebanyakan pejantan
menunjukkan gejala asymptomatis

6. IBR (viral) : menyebabkan infeksius pustular, vulvovaginitis


atau infectious pustular balanopostitis, agen ini
juga dapat menyebabkan konjunctivitis, dan
kematian neonatal.
7. Bovine Viral Diare : menurunkan konsentrasi, motilitas, dan
meningkatkan frekuensi abnormalitas primer
sperma.

8. Trichomoniasis : (protozoa), menyebabkan balanopostitis


sementara,
pejantan yang terinfeksi menunjukkan gejala
asymptomatis.

SINKRONISASI ESTRUS
Sinkronisasi estrus merupakan teknik manipulasi siklus estrus untuk
menimbulkan gejala esterus secara serentak. Pada saat proestrus akan teraba
folikel tersier yang memiliki fluktuasi (permukaan lebar dan berisi cairan) dan
corpus luteum albicans. Tahap proestrus sudah ada folikel dominan dan semakin
mencolok ketika estrus. Pada saat diperiksa ternyata ada corpus luteum maka
pemeriksa tidak disarankan untuk inseminasi (karena masih ada CL sehingga
kadar progesterone tinggi = biphase). Fase estrus dapat dibedakan dengan
perbedaan ketegangan serviks dan uterus (ketegangan berkurang). Pada awal
metestrus (hari ke-1-2) ada bekas dari pelepasan folikel yang telah matang dan
corpus luteum belum terbentuk. Prostaglandin belum bisa disuntikkan pada fase
ini karena reseptor corpus luteum belum ada. Ketika diestrus hari ke-15
prostaglandin mulai dihasilkan oleh uterus sehingga menyebabkan terjadinya
luteolisis. Fase luteal terdiri dari formasi corpus luteum, produksi progesteron,
dan luteolysis. Progesteron menghasilkan negative feedback ke hipotalamus
(GnRH) sehingga FSH dan LH sedikit diproduksi, progesteron juga menghasilkan
positif feedback yakni mempengaruhi endometrium (uterine glands). Regresi CL
dapat terjadi apabila ada keberadaan reseptor oxytocin, oxytocin juga harus dalam
keadaan tinggi, serta prostaglandin juga dihasilkan.
Sinkronisasi estrus dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu
memperpendek siklusnya dengan cara meregresi corpus luteum lebih cepat
melalui injeksi prostaglandin, upaya lainnya adalah dari negative feedback
menyebabkan tertahannya GnRH, FSH, dan LH, sinkronisasi dapat menggunakan
progesteron dengan mengimitasi CL. Pada superovulasi prinsipnya ketika
progesteron masih ada maka ovarium tidak akan memperkembangkan folikel.
Sehingga untuk menyebabkan superovulasi, ternak diinjeksikan sediaan hormonal
PMSG dan FSH yang bekerja secara langsung sehingga ovarium akan tergertak
memproduksi beberapa folikel. Hari ke-19 disuntikkan hormon prostaglandin,
sapi menunjukkan estrus. Estrus yang terjadi bukan karena adanya prostaglandin
namun karena efek dari meningkatnya kadar estrogen.

KELAHIRAN PADA HEWAN : DISTOKIA, ABORTUS, SERTA


PENANGANANNYA PADA RUMINANSIA DAN NON-RUMINANSIA

Distokia merupakan kondisi partus tidak normal, pada keadaan ini hewan
mengalami kesulitas beranak sehingga butuh pertolongan dari tenaga ahli.
Predisposisi kejadian distokia adalah induk yang masa kebuntingannya lebih dari
normal, induk baru beranak (pada hewan primipara), serta induk yang terlampau
cepat dikawinkan. Prognosa kasus disesuaikan dengan lamanya kejadian distokia,
kondisi akan semakin buruk apabila ditolong oleh yang bukan ahlinya.
Penanggulan distokia dapat dilakukan dengan mutasi atau reposisi, tarik paksa,
fetotomi, dan sectio caesaria. Ketika fetus masih ada di dalam perut maka
fetotomi mudah dilakukan karena fetus masih lunak.
Faktor intrinsik yang menyebabkan distokia adalah umur, bobot badan,
kelamin dan ukuran, lama kebuntingan, kedudukan pedet, dan breed. Kondisi
penyumbatan saluran kelahiran juga turut menghambat jalan kelahiran. Rongga
pelvis yang sempit (induk belum dewasa tubuh sudah dikawinkan, displasia
tulang sakrum, lumbosacral displasia), abnormal jaringan lunak (vulva gagal
relaksasi), torsio uteri (diketahui melalui palpasi per vaginal). Pedet monster,
merupakan kembar dempet/conjoined twins ; kembar siam dengan kepala dua,
schistosomus refleksus ; viscera terburai, hydrocephalus, pedet anasarca (edema
subcutaneous). Indikasi dilakukannya caesar adalah fetus dalam keadaan masih
hidup dimana tarik paksa tidak mungkin dilakukan. Faktor yang perlu
diperhatikan adalah ekonomi dan genetik. Pemeriksaan fisik perlu dilakukan
untuk mengetahui kondisi hewan (saturasi oksigen, hemoglobin, pemeriksaan
darah (jika perlu)). Sediaan anasthesi yang biasa dilakukan adalah epiduran
anasthesi (procaine adrenaline, dan lidocaine 2-5%), pemberiaan anastesi tidak
disarankan terlalu banyak agar hewan tetap dalam kondisi berdiri. Anastesi
epidural dapat diberikan antara L1-2; L2-3; L3-4;L4-5, pada setiap lokasi
dilakukan 2kali injeksi profundal dan superficial, beberapa juga menggunakan
anastesi L-block.

PENGGUNAAN USG UNTUK PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN DAN


PEMERIKSAAN ORGAN REPRODUKSI PADA NON RUMINANSIA

Prinsip penggunaan ultrasonografi (USG) pada non ruminansia (pet


animal) sama halnya dengan penggunaan ultrasonografi pada ruminansia.
Refleksi, refraksi, dan absorbs adalah prinsip umum penggunaan USG. Frekuensi
yang digunakan antara 5-7.5 MHz (12.5 MHz pada kuda untuk melihat kondisi
tendon). Dalam melakukan USG, rambut di daerah pemeriksaan harus dicukur
terlebih dahulu (atas seizin owner) agar citra sonogram lebih jelas. Vesika urinaria
adalah patokan atau tanda pertama yang harus dicari pemeriksa, kemudian dapat
dicari organ serviks (dorsal aspek dari leher dan ventral dari kolon). Ovarium
pada saat estrus dapat teramati lebih jelas dengan frekuensi yang digunakan
sebesar 7.5 MHz. Oarium akan terlihat berukuran kecil dan biasanya tercitra
hipoechoic. Ovarium terletak di caudal atau caudoventral ginjal, sedangkan
identifikasi uterus akan lebih mudah dilakukan pada saat hewan berdiri (frekuensi
yang biasa digunakan adalah 5 atau 7.5 MHz). Probe yang biasa digunakan adalah
linear, microconveks, dan sector (jarang digunakan, karena kristal piezoelectric-
nya sedikit).
Terjadinya pembesaran uterus dapat disebabkan oleh karena kebuntingan
atau kondisi patologi. Pemeriksaan kebuntingan pada anjing dapat dilakukan pada
hari ke-17 setelah perkawinan (pemeriksaan kadar hormon dapat dilakukan
terhadap LH), adapun pada kucing dapat dilakukan pada hari ke-11-14.
Kebuntingan hanya dapat terlihat kantung kebuntingannya saja (seperti folikel
kecil), diagnosis kebuntingan pada kucing lebih akurat pada usia kebuntingan 20-
21 hari dan anjing pada umur kebuntingan 28 hari. Embrio akan lebih mudah
diamati pada umur kebuntingan 21 hari (biasanya dapat ditentukan juga jumlah
embrio yang ada, pada anjing disebut chamber atau ampulli). Pada hari ke-25
kantung kebuntingan berukuran kurang lebih 1 cm. umur kebuntingan ke-35
sudah terlihat pergerakan dari fetus (terlihat kepala, trunk, abdomen, detak
jantung), dan pada hari ke-40 struktur pertulangan fetus sudah terlihat. Chamber
pada anjing akan semakin tidak terlihat seiring dengan bertambahnya usia
kebuntingan. Tulang kepala sudah terlihat pada umur kebuntingan 40-50 hari
(apabila difokuskan cerebrum fetus dapat terlihat). Usia kebuntingan mendekati
partus dapat ditandai dengan semakin aktifnya pergerakan tulang rahang bagian
bawah fetus.
Pyometra dapat terjadi secara tertutup dan terbuka, pyometra terbuka lebih
mudah didiagnosa karena ada leleran yang keluar dari saluran reproduksi betina.
Pyometra dicirikan dengan pembesaran uterus karena akumulasi nanah di lumen
uterus, cairan tersebut akan tercitra anechoic. Pada kasus cystic endometrial
hyperplasia dapat ditemukan titik hitam (mirip folikel kecil) pada pemeriksaan
USG, terapi untuk penanganan kasus ini adalah ovariohisterektomi. Prostaglandin
biasa digunakan sebagai terapi hormonal (dilakukan secara continue sampai hari
ke-10) untuk mengeluarkan nanah (kontraksi myometrium dan relaksasi serviks)
dan meregresi corpus luteum.

GANGGUAN REPRODUKSI PADA HEWAN NON RUMINANSIA

Hydrometra Pada Ferret

Ferret betina dengan umur 910 gram, mengalami alopecia, belum pernah
kawin (pada umur 8 bulan di OH), alopecia terus terjadi dan terus menunjukkan
gejala estrus selama 5 tahun. Obat yang biasa diberikan adalah hCG. Pada
pemeriksaan fisik menunjukkan tidak ada pembesaran limfonodus, ada distensi
abdominal (dan ditemukan 2 massa oval berlobus di belakang ginjal kanan).
Diagnosa penunjang dilakukan hematologi, pemeriksaan hormon (serum estradiol
tinggi) dan pemeriksaan urin (normal). Histerectomi dilakukan sebagai
penanganan, ditemukan ada massa di ovarium (tumor=leiomyoma). Hal ini terjadi
karena ovariohisterectomi yang sebelumnya dilakukan tidak sempurna, sehingga
sisa jaringan menyebabkan neoplasia. Penyebab lainnya adalah karena induksi
GnRH secara kontinu.

Seminal Vesikulitis Pada Kuda

Seminal vesikulitis adalah inflamasi (karena infeksi bakteri) pada kelenjar


vesikularis yang biasa terjadi pada kuda. Karakteristik ejakulat biasanya berubah,
dengan massa purulent dan terkadang darah (hemospermia) sehingga
menyebabkan daya hidup sperma rendah. Bakteri yang umum menyerang adalah
pseudomonas. Gejala yang biasa ditunjukkan adalah perilaku self mutilation,
berguling, biting, dan melihat ke samping flank. Ejakulat yang dihasilkan
mengandung leukosit yang tinggi sehingga menyebabkan ROS dan
mengakibatkan penurunan motilitas dan viabilitas sperma. Diagnosa penyakit ini
disarankan menggunakan endoskopi. USG menunjukkan vaskularisasi dinding
kelenjar dibandingkan kuda yang sehat. Banyak terapi yang dapat digunakan
namun keberhasilan terbatas ; misalnya antibiotik sistemik (sebagian besar tidak
dapat mencapai konsentrasi terapeutik di dalam kelenjar), antimicrobial sistemik
seperti enrofloxacin dan sulfonamid (pemilihan bakteri disesuaikan dengan
bakteri yang ditemukan pada saat kultur). Untuk meminimalisir efek seminal
vesikulitis dapat dilakukan dengan cara melakukan filtrasi terhadap semen yang
telah dikoleksi.

Prostatitis pada Anjing Militer

Prostatitis adalah peradangan pada prostat, umumnya terjadi pada anjing


jantan tua (yang tidak mengalami kastrasi), sehingga kastrasi dini adalah salah
satu solusi. Prostatitis terjadi karena infeksi bakteri yang terjadi secara ascendes
dari urethra. Diagnosis dapat dilakukan menggunakan evaluasi ejakulat, usg,
biokimia darah, urinalisis (melalui kateterisasi). Pasien : anjing Labrador retriever
jantan berumur 1.2 tahun dengan gejala klinis kesulitan urinasi (stranguria),
demam, konstipasi, dyschezia, retensi urin dsb. P.E menunjukkan peningkatan
suhu, letarghy, mukosa pucat, CRT >3 detik. Palpasi intrarektal menunjukkan
terjadi pembesaran prostat dan rasa nyeri. Protein urin, kreatinin, dan leukosit
ditemukan dalam urin. Hasil X ray menunjukkan distensi VU yang parah,
sementara USG menunjukkan hasil pembesaran prostat dan penebalan dinding
VU. Terapi yang dilakukan adalah pemberian ringer laktat untuk mengatasi
dehidrasi, injeksi enrofloxacin-meloxicam-dan B kompleks. Pada hari ke-6 anjing
memuntahkan sedikit ingesta sehingga enrofloxacin dihentikan dan dilanjutkan
dengan injeksi ranitidine.

Sel Transisi Carcinoma yang Melibatkan Ductus Deferens pada Anjing

Anjing dengan ras springer spaniel jantan berumur 12 tahun, gejala klinis
menunjukkan bau mulut urea, prostat keras ketika dipalpasi, dsb. Patogenesa :
diduga terjadi inflamasi setelah dilakukan kastrasi, kelainan ini ditandai dengan
aplasia segmental dan neoplasia ductus deferens. Pemeriksaan USG menunjukkan
penebalan vesika urinaria, analisi biokimia menunjukkan peningkatan kadar urea,
leukosit, dan eritrosit. Differential diagnosa penyakit ini adalah hidroureter,
uretercocele dsb. Treatment dengan cara surgery untuk pengangkatan tumor,
adapun terapi lainnya adalah terapi radiasi dan chemoterapi.

Incomplete Serviks Dilatation In Alpaca

Incomplete cervix dilatation (ICD) adalah kegagalan cincin serviks untuk


benar-benar rileks pada saat partus. Tingkat kejadian pada alpaca mencapai
17.4%, faktor yang mempengaruhi adalah disfungsi hormonal sekitar waktu
menjelang partus dan dapat terjadi pada betina primipara dan multipara. Hewan
yang diperiksa adalah alpaca dengan usia kebuntingan 328-335 hari, alpaca
menunjukkan perilaku abnormalitas kegelisahan menjelang partus. Serviks pada
alpaca diketahui lebih rentan rusak dari pada spesies dometik lainnya. Sehingga
terapi yang dilakukan adalah surgery dengan dorsal recumbency dengan anastesi
kombinasi propofol dan diazepam. Insisi dilakukan pada ventral midline.
DETEKSI DAN INSEMINASI PADA DOMBA

Inseminasi buatan pada domba penting dilakukan pada saat estrus agar
terjadi kebuntingan. Umumnya teknik inseminasi buatan ini masih jarang
dilakukan di Indonesia. IB pada domba lebih sulit dilakukan dari pada sapi karena
dalam pelaksanaannya tidak bisa dilakukan palpasi perektal untuk mengarahkan
gun IB. deposisi semen (IB) dilakukan pada intraservical dan intravaginal. Ciri-
ciri domba betina estrus adalah saling menaiki dan diam pada saat dinaiki, vulva
merah-bengkak-berlendir, serta pada saat didekatkan dengan domba jantan maka
jantan akan mengalami flechmen.

Anda mungkin juga menyukai