FKH
514 (08/02/2021-06/03/2021)
Kelompok I
Disusun oleh:
Koordinator MK:
Oleh:
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Pengesahan:
REVIEW FISIOLOGI REPRODUKSI
HEWAN JANTAN
Organ reproduksi hewan jantan dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu
organ kelamin primer atau gonad (testis), kelenjar aksesorius (kelanjar vesikularis,
prostat dan bulbourethralis), dan saluran-saluran (epididimis dan vas deferens)
serta alat kelamin luar atau kopulatoris (penis).
Siklus Estrus
Perlu diketahui bahwa hanya folikel yang direkrut selama atau setelah luteolisis
yang akan keluar ovulasi. Selain fase folikular dan luteal, dikenal juga istilah
Biphase. Biphase merupkan keadaan pada saat ada CL serta folikel fungsional, hal
ini berakibat pada kondisi hewan betina yang menunjukkan estrus yg lemah.
Apabila inseminator tidak teliti
jadi kalau tdk hati” petugas akan meng ib, padahal birahi yg sesungguhnya adalah
pd saat folikel dominan dan cl regresi.(estrus yg sesungguhnya)
Palpasi ;
Proestrus = cl terasa seperti angka 8,
Estrus = serviks dan vaginanya menegang, tidak ada cl fungsional, estrogen tinggi
= vulva merah (karena sirkulasi darah tinggi)
IB terbaik 6 jam setelah akhir estrus, saat baru estrus ga boleh langsung di IB.
Waktu IB terbaik = pada saat pertengahan sampai 6 jam seteah periode estrus
berakhir (9 jam -15 jam)
Menentukan umur kebuntingan awal = ada bulatan (vesikel yang berisi cairan
dengan titik yang bergerak)
- Letak uterus ; 2 bln di pelvis, 4 bulan di lereng abdomen, 5 bulan di ruang
abdomen
- Fremitus ; arteri uterinya media (mulai ada pada umur 4 bulan
- Lokasi fetus,; kalo udah di abdomen berrti usia kebuntingan lama
-
Fetus lahir karena fetal stress = stimulai acth > stimulsi pelepasan fetal kortisol =
merubah plasenta proges jadi esterogen (pd saat mau lahir konsen estrogen
eningkat) | juga menyebabkan pengeluaran prostaglandin yng mnybabkan
hormone relaxin merelaksasikan / mengendurkan daerah pelvis dan luteolisis CL
Oxytocin dapat dikasih kalo udah ada pembukaan, kalau belum kasih ada
prostaglandin
Pelajari deteksi awal kebuntingan
Pelajari cairan amnion dsb
Pelajari thawing beku berapa lama, pelajari sumpat pabrik, suhu thawing, dsb
________________________________________________________________________
6. Abortus : adalah kematian dan pengeluaran (ekspuisi) fetus antara hari ke-45
sampai hari ke 265 kebuntingan. Faktor penyebabnya beragam, mulai dari
factor genetik, lingkungan (suhu), nutrisi (myctoxin atau phytotoxin), dan
kausa infeksius (kondisi demam tinggi, dan adanya infeksi parasitic). Upaya
pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan hygiene yg
memadai, kontrol evaluasi pakan terkait kemungkinan adanya phtotoxyn,
program vaksinasi berkala terhadap penyakit strategis, serta manajemen
kesehatan hewan yang baik.
Pemeriksaan Kebuntingan
Parturisi
Parturisi atau yang biasa disebut dengan partus merupakan tahap akhir dari
kebuntingan. Partus adalah proses fisilogis yang berhubungan dengan pengeluaran
fetus dan plasenta melalui saluran reproduksi. Situasi sapi sebelum melahirkan
adalah : nafsu makan turun, kebutuhan tetap, klostrogenesis, laktogenesis, calf
positioning, serta mobilisasi kalsium. Kalsium dapat diberikan sebelum partus
(kalsium yang digunakan berkerja secara slow release, pemberian kalsium secara
intravena tidak disarankan karena akan lebih cepat termobilisasi dan tidak terdapat
cadangan atau back-up pada tubuh) , bentuk kalsium yang diberikan. Awalnya
kalsium karbonat dapat diberikan, namun pada 7 hari sebelum kelahiran dirubah
menjadi kalsium klorida atau garam amonia. Kegemukan ternak pada saat partus
dapat membuat distokia dan memicu terjadinya fatty liver sehingga tubuh gagal
dalam mobilisasi energi.
Selain kebutuhan mineral yang telah dijelaskan diatas, kedudukan fetus
menjelang partus juga merupakan salah satu penentu jalan kelahiran, kedudukan
tersebut mencakup presentasi (situs), posisi, dan postur (sikap) fetus. Presentasi
merupakan posisi sumbu memanjang fetus terhadap sumbu memanjang induk,
sedangkan posisi adalah kedudukan punggung fetus terhadap pelvis induk, dan
postur merupakan keadaan bagian ekstremitas fetus.
Dari protokol dasar BSE di atas maka sapi jantan dapat diklasifikas ke dalam
beberapa kelas, yakni :
Siklus Estrus 1 : juga dikenal sebagai birahi atau heat. Gejala yang
ditunjukkan dapat berupa kegelisahan (gerak kaki ;
pedometer (alat untuk mengukur jumlah langkah yang
dihasilkan), adanya discharge pada vulva, dsb). Sapi
betina yang ingin dideteksi birahinya dapat diberi
pewarna (lilin) pada pangkal ekor, hal ini biasa
dilakukan pada peternakan skala besar. Tahap ini
terjadi ovulasi atau peristiwa dimana ovum matang
keluar dari ovarium
Siklus Estrus 2 : atau metestrus : pada beberapa hewan, ovulasi terjadi
pada metestrus (terjadi pada domba dan kambing),
pada beberapa hewan fase menstruasi terjadi pada
tahap ini
Siklus Estrus 3 : dapat disebut diestrus ; adalah periode dalam siklus
yang biasa digunakan untuk mengindikasi
keberhasilan kebuntingan
Siklus Estrus 4 : merupakan tahap proestrus, dalam tahap ini dimulai
dengan adanya regresinya korpus luteum, awal birahi
muncul
Perkembangan Reproduksi
Efisiensi Reproduksi
Periode kritis atau critical period merupakan waktu penting yang harus
diperhatikan dalam manajemen reproduksi ternak. Critical period adalah masa
transisi 3 tiga minggu sebelum dan setelah melahirkan (terjadinya energy
shortage atau gap), proses menuju kebuntingan (10, 30, 40 hari setelah post
partus), serta pada masa kering kandang. Apabila periode kritis ini tidak
diperhatikan maka dapat mengganggu performa bahkan keberlangsungan hidup
ternak. Critical period dapat dibagi menjadi dua :
Strategis : apabila tidak dipenuhi dapat mengganggu performance sapi (yaitu
gangguang terhadap performa sapi), contohnya : pada masa rearing (pada
saat anak menyusui) dimana sering terjadi diare dan anorexia. Pada masa ini
apabila anak masih menyusu maka hal ini akan mengganggu proses produksi
susu induk. Contoh lain adalah pada masa average daily gain (ADG) yaitu
sapi harus sudah mencapai bobot badan minimum (pada sapi FH 275-300 kg).
Emergency : live threat (mengancam keberlangsungan hidup), hal ini
berkaitan dengan manajemen pemeliharaan, pakan, kandang, dsb.
Periode kering kandang adalah salah satu periode yang kritis (critical
period), namun sebagian besar peternak tidak menganggap penting). Pada saat
kering kandang terjadi penurunan imunitas (pada saat tujuh hari setelah dry off),
sehingga pada kondisi ini sering terjadi mastitis. Adapun pada masa calving
interval apabila induk BCS (Body Condition Score) nya berkisar 2.5–3.5 tetap
terjaga maka kualitas kolostrum post-partusnya akan bagus. Puncak laktasi terjadi
di bulan ke-4, pada bulan ke-5 mulai mengalami penurunan, sehingga pada bulan
ke-7 sudah bersiap untuk kering kandang. Anak sapi (cattle) diketahui juga
memiliki critical period, critical period tersebut mencakup target-target yang harus
dicapai dalam persiapan menjadi bibit, diantaranya adalah :
- Memastikan partus berjalan normal
- Mencegah terjadinya diare
- Weaning on time (transisi kurang lebih terjadi dalam kurun waktu 3 bulan)
- Transisi monogastric-ruminansia
Keterkaitan dengan bobot badan dan BCS ternak sangat erat, pada masa
pubertas diharapkan ternak sudah mencapai bobot badan 250 kg (45%-50%), pada
saat breeding mencapai 275 kg (55%), sementara pada saat calving diharapkan
sudah mencapai 400 kg lebih (82%), serta pada saat sudah dewasa (melahirkan
anak ketiga) diharapkan dapat mencapai berat minimum 500 kg (100%). Target
diafkir biasanya setelah kelahiran ke-5 (dengan bobot badan tidak lebih dari 600
kg), sapi betina obesitas ketika dijual akan dihargai lebih murah sehingga dietary
penting dilakukan..
__________________________________________________________________
Kuda memliki dewasa kelamin pada umur 1.5 tahun, dan dewasa tubuh
(siap kawin) pada umur 3 tahun. Panjang siklus estrus pada kuda adalah 21-22
hari dengan lama estrus mencapai 5 hari. Masa kebuntingan kuda sekitar 11 bulan
dan jumlah anak yang dihasilkan adalah satu (akan abortus apabila fetus kembar).
Pemeriksaan kebuntingan kuda dapat menggunakan palpasi per-rektal dan USG
(intra-rektal).
__________________________________________________________________
Ovulasi pada kucing terjadi secara aspontan (perlu induksi, sama halnya
dengan kelinci), perlu diketahui ovulasi ini terjadi karena lonjakan Luteinizing
Hormone (LH). Umur produktif pada kucing berada pada rentang 1.5 sampai 8
tahun. Kucing dapat menerima beberapa jantan pada saat estrus (poligami)
sehingga dapat terjadi superfekundasi (beberapa sel telur yang ovulasi dapat
dibuahi oleh sperma dari satu atau lebih pejantan). Kucing juga merupakan hewan
politocus seperti kelinci dan babi (dapat beranak banyak.).
Anatomi organ reproduksi kucing betina sangat khas, dan dicirikan dengan
ukuran organ vagina yang pendek sehingga jarang ditemui penyakit reproduksi
pada vagina kucing. Sedangkan pada jantan dicirikan dengan adanya penis spine
yang dapat menginduksi terjadinya ovulasi. dikatakan bahwa kucing betina dapat
ovulasi apabila terjadi minimal 4 kali kopulasi oleh pejantan agar terjadi lonjakan
LH. Interval antara perkawinan satu dengan lainnya disarankan dalam kurun
waktu 20-30 jam agar lonjakan LH dapat terjadi (karena kenaikan LH oleh karena
induksi penis spine terjadi bertahap). Semen kucing yang dihasilkan kucing jantan
sebesar 0.04 mL dengan konsentrasi sperma 15-130 x 106.
Kucing memasuki usia pubertas pada umur 5 bulan (5-9 bulan).
Terjadinya pubertas ini ditentukan oleh faktor umur, bobot badan, lingkungan,
dan nutrisi. Pada fase pubertas juga sudah dimulainya siklus estrus. Siklus estrus
didefinisikan sebagai periode waktu dari satu estrus ke estrus berikutnya, pada
kucing siklus estrus ini berselang antara 14-21 hari. Pada siklus estrus kucing
terdapat fase istirahat atau fase interestrus dengan interval waktu 3-16 hari
(dengan rataan waktu 10 hari), hal ini terjadi apabila dalam siklus estrus tidak
terjadi fertilisasi oleh pejantan. Folikel yang sudah berkembang sebelumnya maka
pada saat fase interestrus akan mengalami apoptosis yang menyebabkan kadar
esterogen menurun (hormon progesteron juga menurun). Adapun apabila terjadi
kopulasi namun tidak terjadi fertilisasi (oleh karena kualitas sperma yang
subfertile atau karena betina yang abnormalitas organ reproduksi betina) maka
akan terjadi pseudopregnancy (30-50 hari). Pada saat pseudopragnancy ini kadar
progesteron tinggi karena corpus luteum masih ada.
Apabila terjadi kebuntingan dan terjadi partus yang keudian tidak terjadi
laktasi maka 3-16 hari akan kucing betina akan estrus kembali. Sedangkan apabila
terjadi laktasi maka akan masuk fase estrus 3-16 hari kemudian, Hal tersebut juga
dapat juga memperpanjang fase interestrus (35 hari). Selain dapat estrus kembali
dan memperpanjang fasr interestrus, fase anestrus juga dapat terjadi (45-150 hari).
Tahapan lain yang dapat terjadi apabila tidak terjadi kehamilan karena abortus
maka dalam 3-16 hari kucing betina akan kembali memasuki fase estrus. Secara
garis besar siklus estrus dimulai dari fase proestrus pada kucing betina yang
ditandai dengan vokalisasi, perubahan perilaku, head rubbing dsb. Periode ini
berlangsung sampai 2 hari. Selanjutnya estrus terjadi karena lonjakan esterogen
dan aktivitas folikel. Setelah itu interestrus (apabila tidak ada fertilisasi) atau pun
diestrus atau pseudopregnancy yang ditandai dengan tingginya progesteron.
Anestrus terjadi spesifik pada negara dengan 4 musim dimana kadar esterogen dan
progesterone rendah.
Pada saat breeding hal yang perlu diperhatikan adalah pejantan memiliki
daerah teritori, sehingga apabila akan mengawinkan dengan pejantan baru maka
harus diadaptasikan terlebih dahulu agar tidak menimbulkan stress yang
menghambat perkawinan. Selanjutnya setelah terjadi perkawinan maka sperma
yang fertile dapat melakukan fertilisasi sehingga terjadi kebuntingan. Deteksi
kebuntingan pada kucing dapat menggunakan palpasi abdominal pada umur
kebuntingan 17-25 hari, USG (mulai dari usia kebuntingan sekitar 11 hari), dan
radiografi (dapat digunakan apabila usia kebuntingan lebih dari 45 hari). Breeding
behavior pada kucing dimulai dari kucing jantang yang mendekati betina dan
menggigit bagian tengkuknya, kemudian akan terjadi coitus oleh pejantan waktu
yang singkat (0.3-8 menit untuk positioning, dan 1-20 detik untuk intromisi).
Setelah itu akan terjadi dismounting (0-1 detik), betina kemudian akan menolak
pejantan, rolling, dan menjilat area genitalnya. Fase akhir adalah refractory
period dimana kucing menolak untuk kembali dikawini dalam kurun waktu 0-5
jam.
Deteksi Estrus
Deteksi estrus adalah salah satu faktor penting yang sangat menentukan
keberhasilan program inseminasi buatan pada ternak. Untuk mengetahui deteksi
estrus ada beberapa metode yang dapat digunakan :
1. Menggunakan Estrus Detection Tools : untuk menggunakan alat ini
harus dipertimbangkan bagaimana metode aplikasinya, bagaimana
metode deteksinya, bagaimana biaya yang harus dikeluarkan, dan
bagaimana akurasinya. Alat deteksi estrus ini hanya sebagai supplement
(pelengkap) dan tidak bisa mengganti kelebihan pengamatan secara
langsung yang meliputi : vaginal swab, pemeriksaan uterus dan folikel
melalui palpasi per-rektal, pengukuran temperatur, dan juga posisi ekor.
2. Estrus Detector digunakan untuk mengetahui kekentalan lendir.
Mudah untuk digunakan, precise dalam deteksi estrus, mengurangi
biaya pakan ternak tidak bunting, dsb.
3. Chin Ball Device : peralatan ini di temple di dagu di bagian belakang
(tingkat efisiensi mencapai 50%)
4. Teaser Bull : biasa digunakan pada kambing.
5. Pedometer : alat ini terpasar di leher atau pun kaki, alat ini mengukur
aktivitas sapi estrus (langkah kaki).
6. Pemeriksaan Hormonal : melihat kenaikan dan penurunan konsentrasi
progesterone dan esterogen.
Siklus Reproduksi
Perkawinan terjadi selama periode estrus, ada 2 stage bagi pejantan untuk
melakukan mounting. Stage ke-1, terjadi intromisi (penis masuk terlebih dahulu
ke dalam organ reproduksi betina) yang berlangsung 1-2 menit. Setelah itu jantan
akan membelakangi betina, kemudian berlangsung stage ke-2 dimana terjadi
coitus. Dalam fase ini bulbus glandis membesar sedangkan otot sphincter betina
akan mengalami kontraksi (5-45 menit).
Pemeriksaan Estrus
1. Vaginal Cytology
Vaginal cytology dilakukan dengan cara pengamatan mikroskopis hasil
swab vagina dengan perlakuan pewarnaan. Pengamatan mikroskopis
menunjukkan hasil adanya proliferasi eritrosit, sel intermediet ukuran
besar berinti, beberapa juga ditemukan neutrophil (early proestrus).
Sementara untuk fase estrus ditemukan sel intermediet (superficial cell)
yang mengalami keratinisasi, berukuran besar, dan tak berinti. Pada tahap
diestrus sel intermediet yang keratinisasi mengalami penurunan,
sedangkan sel intermediet berukuran kecil banyak, selain itu juga ada
proliferasi neutrofil. Setelah diestrus, fase selanjutnya adalah anestrus
yang dicirikan dengan banyaknya sel intermediet berukuran kecil dan juga
dijumpai sel parabasal.
2. Vaginal Endoskopi
Vaginal endoskopi dilakukan dengan menggunakan vaginoskop.
Parameter pengamatan yang dinilai adalah perubahan pada mukosa vagina.
Tahap proestrus dapat ditunjukkan dengan mukosa vagina yang bengkak,
dan lumen yang susah dilihat. Sedangkan pada saat estrus dapat diketahui
bahwa kebengkakan mukosa vagina berkurang dan terjadi crenulasi
(crenulasi mengindikasikan terjadinya LH peak).
Penggunaan restrain juga dapat digunakan untuk terapi torsio uteri, teknik
yang digunakan adalah untuk menjatuhkan (merebahkan) sapi. Posisi rebahan
pada sisi lateral diperlukan, sapi harus diputar pada poros panjangnya (tulang
punggungnya). Perputaran searah umumnya dilakukan pada umur kebuntingan
dibawah 5 bulan, sedangkan pada umur kebuntingan diatas 5 bulan perputaran
dilakukan berlawanan arah karena kondisi fetus lebih besar. Derajat perputaran
dan umur kebuntingan menentukan tingkat keparahan torsio uteri (terkait hokum
momentum). Pengekangan untuk menjatuhkan sapi dapat menggunakan Reuff’s
method dan alternate method. Reuff’s method dapat mengarahkan kemana arah
sapi dijatuhkan (dapat diarahkan ke lateral), kekangan tali jangan sampai tertindih
oleh badan yang menyebabkan tertahan (kalau simpul di kanan berarti dijatuhkan
ke arah kiri). Apabila simpul tertahan maka tali tidak bisa dilonggarkan. Untuk
mengetahui perputaran dengan menggunakan tali maka perlu diketahui derajat
torsio uteri terlebih dahulu. Teknik Reuff’s dilakukan di bawah batas tuber coxae,
dan simpul dari ikatan Reuff dihubungkan dengan ikatan halter digunakan untuk
restrain kepala dan simpul pertama ada di pangkal leher (simpul masuk dari dalam
kemudian keluar).
Anastesi epidural dilakukan untuk penanganan kasus (Caesar lebih utama
dilakukan dengan anastesi paralumbal) distokia, prolapse uteri, torsio uteri, retensi
plasenta, dsb. Selain untuk menghilangkan rasa sakit, anastesi juga berguna untuk
sanitasi (mengeluarkan feses dan urin agar tidak mengkontaminasi pada saat
penanganan manual). Karena efek anastesi, uterus akan kendor atau lemah
sehingga dapat menghambat pada saat melakukan peeling. Tanda berhasilnya
dilakukan anastesi epidural adalah tersedotnya jarum, apabila tidak tersedot maka
tetap dilakukan anastesi epidural meskipun onset menjadi lebih panjang baru
terjadi proses anastesi (untuk memeriksa apabila obat sudah bekerja adalah
dengan mencubit daerah perineal, dan dilihat reflex). Jarum sebagai penanda
dapat dilepas (apabila ada asisten) dan dibiarkan (harus bisa memastikan agar sapi
tidak jatuh = dikasih penopang atau pun belt). Jumlah obat yang diberikan pada
tahap pertama dapat dikurangi apabila hewan sensitif terhadap sediaan. Alangkah
baiknya sediaan yang diberikan 3/4 dari 100% dosisnya.
Pengobatan intrauterine menggunakan sediaan antibiotika, antiseptic, dsb
yang tidak bersifat iritan, kaustik, atau pun nekrotik. Antibiotika yang digunakan
tidak boleh dari golongan long acting (pasti mengandung zat-zat yang bersifat
iritatif). Povidone iodine dengan konsentrasi tinggi (2-4%) yang digunakan untuk
antiseptik intrauterine maka dapat menyebabkan uterus papan (sel-sel
endometrium mati), standart eropa konsentrasi povidone iodine tidak lebih dari
0.6%. Antiseptik lebih aman apabila dilakukan melalui metode irigasi kemudian
dibilas dengan NaCl hangat untuk meningkatkan sirkulasi. Prostaglandin
diperlukan untuk kombinasi pada penanganan kasus uterus. Pengobatan intravena
biasa dilakukan terkait hypocalcemia pre dan post parturition, jika hypocalcemia
terjadi lewat dari 72 jam post partus maka hypocalcemia tidak terkait parturisi
melainkan karena kolostrogenesis. Obat dalam bentuk bolus pada saat masuk
uterus akan membentuk busa, jadi pada saat air keluar, busanya masih tertinggal
di dalam sehingga antibiotik masih remain.
Ayam dikasih gel dan ditempel, posisi transducer ada di pangkal paha (dorso
cranial) krn poiis ovarium dekat tulang punggung,
Kiri = sedikit noise (air sac = bikin noise)
Kanan = noise lebih banyak, dan ovarium rudimenter di kanan shg intestine dan
air sac mendominasi
=== kucing
Cara mbedakan uterus dan intestine =
Kucing dicukur rambutnya agar kontak transducer dengan kulit tidak terhalang
rambut dan udara
Intake (2.5 mm= lumen tampak, diameter uterus lebih besar
Nulipara :
Multipara : Nampak ada whiteline
-Aorta abdominalis dgn uterus: kalau aorta abdominalis ada denyutan tp kalau
uterus tidak
- bedanya dgn intestine itu ada peristaltic (makanan berjalan) tapi kalau uterus
tdk
Preputium = Frek 10 mhz maka focal zone bisa digeser ke freisner. Kalo 6 mhz
daerah focal tdk bisa digeser ke Fresnel
Testicel sbg bantal shg preputium dpt diliat.
Gloves diisi dgn air sbg bantalan
Scrotum Tunica vaginalis, vascia spermatic eks, in, tunic dartos = terlihat jelas di
frek 10 mhz, kalo frek 6.5 mhz kurang tampak jelas
======== landak
Landak
Khas jaringan yg sudah diawetkan di cairan citranya lbih hiperekoik (krn tdk ada
vaskularisasi)
Oviduct =
Koruna yg multipara tampak white line
Serviks =
Mirip katup (6 katup) = khas di landak
Vagina =
Lumen vagina tampak anecho/hypo karena direndam di air
Clitoris =
======= FISH
Ovarium juga memanjang, ada 2 lobus kanan-kiri. Pendekatan dr ventral. Dan lbh
jelas dr testis
Nampak testis ada kanan dan kiri,
Kalo di lele bisa ditempel dr samping
========== BUFFALO
Rg
G3
Satwaliar merupakan binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau
di udara yang masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang
dipelihara oleh manusia (UU No.5 Tahun 1999 tentang konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya). Konservasi satwa liar adalah kegiatan pengelolaan
(termasuk perencanaan) yang mencakup unsur perlindungan, pelestarian, dan
pemanfaatan.. Dalam pelestarian hewan yang terancam punah keaslian genetik
penting dijaga, sehingga perlu dilakukan silsilah. Hewan di hutan dapat dianggap
sebagai F0, ketika hewan tersebut dibawa ke kebun binatang atau taman safari dan
kawin kemudian mempunyai anak, maka anak tersebut menjadi F1 (menjadi
keturunan pertama). Apabila nantinya ada F3 yang dikawinkan dengan F0 maka
anak yang dihasilkan adalah F4 namun memiliki kualitas genetik yang lebih baik.
Konservasi secara in-situ dilakukan dihabitatnya sedangkan ex-situ
pelestarian diluar habitat asli hewan . Pengelolaan konservasi in-situ memerlukan
monitoring secara berkala, program penyelamatan dan pelepasliaran satwa, serta
mitigasi konflik. Sementara konservasi ex-situ dapat berupa lembaga konservasi
(bertugas sebagai recuer dan penyedia rehabilitasi untuk satwaliar) dan
penangkaran. Penangkaran merupakan lembaga yang melestarikan hewan dengan
prosedur perkembangbiakan (dilakukan atas izin tertentu), hewan yang
dikembangbiakan dalam penangkaran dapat diperjualbelikan dan diatur oleh
lembaga CITES. Contoh penangkaran yang ada di Indonesia adalah pengkaran
buaya. Gajah merupakan hewan liar yang memiliki karakteristik berbeda dengan
hewan lainnya, gajah jantan memiliki testis di dalam tubuh sehingga fisiologi
reproduksinya mirip dengan ayam. Pada gajah betina ovulasi terjadi pada peak LH
kedua (peak LH pertama dan kedua berjarak 3 minggu).
Selain itu, keberhasilan fertilisasi juga dipengaruhi oleh jenis inseminasi, dapat
dikategorikan menjadi 5 tipe yaitu :
o Tipe 0 : deposisinya intravagina (biasanya terjadi reflux)
o Tipe 1 ; penetrasi minim (sering terjadi)
o Tipe 2 : 0.5-1 cm (sebagian masuk, sebagian keluar) (sering terjadi)
o Tipe 3 : 1 cm – 2 cm, sudah tidak ada reflux (masih di servix)
o Tipe 4 : sudah tidak ada reflux (bisa di corpus)
Jarak antar cincin diketahui dapat berbeda, ini dikarenakan perbedaan ras
atau pun breed hewan. Untuk memperbesar peluang penetrasi dan fertilisasi
beberapa penelitian dilakukan termasuk tindakan surgery dengan tujuan
memotong lipatan serviks. Terbagi menjadi 2 yaitu Total or patial ablation dan 4
atau 2 insisi terhadap lipatan cerviks. Tingkat keberhasilan metode TCAI
menggunakan semen segar sebesar 50-60%, dan sebesar 30-32%. Sedangkan
keberhasilan LAI (laparoscopic artificial insemination) dengan menggunakan
semen beku sebesar 43-72%.
Alat dan bahan yang digunakan oleh pemeriksa pada saat palpasi perektal : alat
dan bahan :
1. Pelindung diri : baju kandang/wear pack, apron, sepatu kandang (boots =
beberapa pekerja menambahkan besi di ujung sepatu
demi
alasan keamanan), sarung tangan (gloves) plastik
2. Pelicin : dipilih bahan yang tidak iritan dan dapat melicinkan = gel,
sabun cair, air sabun, dsb
3. Sapi betina dan kandang jepit
Selain adanya kriteria dalam pemilihan sel telur, sel sperma yang akan digunakan
juga memiliki kriteria yaitu:
Apabila telah dilakukan pemilihan sel telur dan sperma, maka keduanya
akan disatukan agar terbentuk fertilisasi. Pada tahap ini tterjadi formasi
pronucleus, kemudian terjadi syngamy, lalu metafase terjadi dan mulailah
sitokinesis. Selanjutnya setelah fertilisasi terjadi maka akan dilakukan kultur
secara in-vitro (di luar tubuh). Kultur invitro berlangsung selama kurang lebih 7
hari, dalam fase ini zigot ditumbuhkan dalam suatu media kultur tertentu. Tahap
kultur in-vitro merupakan periode terlama, dalam tahap ini media dibuat semirip
mungkin dengan lingkungan oviduct (synthetic oviduct fluid) atau co-culter
dengan jaringan lain dengan harapa embrio dapat berkembang sampai tahap
morulla atau blastocyst. Selain teknologi fertilisasi in-vitro, adapula turunan
pengembangan metode ini yaitu clonning. Cloning merupakan asexual
reproduction yang memungkinkan didapatkannya keturunan yang sama dengan
pendonor sel somatis. Metode ini dilakukan dengan cara pengeluaran inti sel telur,
kemudian diisi sel somatik (karena 2n) sehingga nantinya sel telur membawa
materi genetik yang sudah lengkap. Sel telur ini kemudian dikultur dalam media
dan dimasukkan ke dalam resipien.
SINKRONISASI ESTRUS
Sinkronisasi estrus merupakan teknik manipulasi siklus estrus untuk
menimbulkan gejala esterus secara serentak. Pada saat proestrus akan teraba
folikel tersier yang memiliki fluktuasi (permukaan lebar dan berisi cairan) dan
corpus luteum albicans. Tahap proestrus sudah ada folikel dominan dan semakin
mencolok ketika estrus. Pada saat diperiksa ternyata ada corpus luteum maka
pemeriksa tidak disarankan untuk inseminasi (karena masih ada CL sehingga
kadar progesterone tinggi = biphase). Fase estrus dapat dibedakan dengan
perbedaan ketegangan serviks dan uterus (ketegangan berkurang). Pada awal
metestrus (hari ke-1-2) ada bekas dari pelepasan folikel yang telah matang dan
corpus luteum belum terbentuk. Prostaglandin belum bisa disuntikkan pada fase
ini karena reseptor corpus luteum belum ada. Ketika diestrus hari ke-15
prostaglandin mulai dihasilkan oleh uterus sehingga menyebabkan terjadinya
luteolisis. Fase luteal terdiri dari formasi corpus luteum, produksi progesteron,
dan luteolysis. Progesteron menghasilkan negative feedback ke hipotalamus
(GnRH) sehingga FSH dan LH sedikit diproduksi, progesteron juga menghasilkan
positif feedback yakni mempengaruhi endometrium (uterine glands). Regresi CL
dapat terjadi apabila ada keberadaan reseptor oxytocin, oxytocin juga harus dalam
keadaan tinggi, serta prostaglandin juga dihasilkan.
Sinkronisasi estrus dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu
memperpendek siklusnya dengan cara meregresi corpus luteum lebih cepat
melalui injeksi prostaglandin, upaya lainnya adalah dari negative feedback
menyebabkan tertahannya GnRH, FSH, dan LH, sinkronisasi dapat menggunakan
progesteron dengan mengimitasi CL. Pada superovulasi prinsipnya ketika
progesteron masih ada maka ovarium tidak akan memperkembangkan folikel.
Sehingga untuk menyebabkan superovulasi, ternak diinjeksikan sediaan hormonal
PMSG dan FSH yang bekerja secara langsung sehingga ovarium akan tergertak
memproduksi beberapa folikel. Hari ke-19 disuntikkan hormon prostaglandin,
sapi menunjukkan estrus. Estrus yang terjadi bukan karena adanya prostaglandin
namun karena efek dari meningkatnya kadar estrogen.
Distokia merupakan kondisi partus tidak normal, pada keadaan ini hewan
mengalami kesulitas beranak sehingga butuh pertolongan dari tenaga ahli.
Predisposisi kejadian distokia adalah induk yang masa kebuntingannya lebih dari
normal, induk baru beranak (pada hewan primipara), serta induk yang terlampau
cepat dikawinkan. Prognosa kasus disesuaikan dengan lamanya kejadian distokia,
kondisi akan semakin buruk apabila ditolong oleh yang bukan ahlinya.
Penanggulan distokia dapat dilakukan dengan mutasi atau reposisi, tarik paksa,
fetotomi, dan sectio caesaria. Ketika fetus masih ada di dalam perut maka
fetotomi mudah dilakukan karena fetus masih lunak.
Faktor intrinsik yang menyebabkan distokia adalah umur, bobot badan,
kelamin dan ukuran, lama kebuntingan, kedudukan pedet, dan breed. Kondisi
penyumbatan saluran kelahiran juga turut menghambat jalan kelahiran. Rongga
pelvis yang sempit (induk belum dewasa tubuh sudah dikawinkan, displasia
tulang sakrum, lumbosacral displasia), abnormal jaringan lunak (vulva gagal
relaksasi), torsio uteri (diketahui melalui palpasi per vaginal). Pedet monster,
merupakan kembar dempet/conjoined twins ; kembar siam dengan kepala dua,
schistosomus refleksus ; viscera terburai, hydrocephalus, pedet anasarca (edema
subcutaneous). Indikasi dilakukannya caesar adalah fetus dalam keadaan masih
hidup dimana tarik paksa tidak mungkin dilakukan. Faktor yang perlu
diperhatikan adalah ekonomi dan genetik. Pemeriksaan fisik perlu dilakukan
untuk mengetahui kondisi hewan (saturasi oksigen, hemoglobin, pemeriksaan
darah (jika perlu)). Sediaan anasthesi yang biasa dilakukan adalah epiduran
anasthesi (procaine adrenaline, dan lidocaine 2-5%), pemberiaan anastesi tidak
disarankan terlalu banyak agar hewan tetap dalam kondisi berdiri. Anastesi
epidural dapat diberikan antara L1-2; L2-3; L3-4;L4-5, pada setiap lokasi
dilakukan 2kali injeksi profundal dan superficial, beberapa juga menggunakan
anastesi L-block.
Ferret betina dengan umur 910 gram, mengalami alopecia, belum pernah
kawin (pada umur 8 bulan di OH), alopecia terus terjadi dan terus menunjukkan
gejala estrus selama 5 tahun. Obat yang biasa diberikan adalah hCG. Pada
pemeriksaan fisik menunjukkan tidak ada pembesaran limfonodus, ada distensi
abdominal (dan ditemukan 2 massa oval berlobus di belakang ginjal kanan).
Diagnosa penunjang dilakukan hematologi, pemeriksaan hormon (serum estradiol
tinggi) dan pemeriksaan urin (normal). Histerectomi dilakukan sebagai
penanganan, ditemukan ada massa di ovarium (tumor=leiomyoma). Hal ini terjadi
karena ovariohisterectomi yang sebelumnya dilakukan tidak sempurna, sehingga
sisa jaringan menyebabkan neoplasia. Penyebab lainnya adalah karena induksi
GnRH secara kontinu.
Anjing dengan ras springer spaniel jantan berumur 12 tahun, gejala klinis
menunjukkan bau mulut urea, prostat keras ketika dipalpasi, dsb. Patogenesa :
diduga terjadi inflamasi setelah dilakukan kastrasi, kelainan ini ditandai dengan
aplasia segmental dan neoplasia ductus deferens. Pemeriksaan USG menunjukkan
penebalan vesika urinaria, analisi biokimia menunjukkan peningkatan kadar urea,
leukosit, dan eritrosit. Differential diagnosa penyakit ini adalah hidroureter,
uretercocele dsb. Treatment dengan cara surgery untuk pengangkatan tumor,
adapun terapi lainnya adalah terapi radiasi dan chemoterapi.
Inseminasi buatan pada domba penting dilakukan pada saat estrus agar
terjadi kebuntingan. Umumnya teknik inseminasi buatan ini masih jarang
dilakukan di Indonesia. IB pada domba lebih sulit dilakukan dari pada sapi karena
dalam pelaksanaannya tidak bisa dilakukan palpasi perektal untuk mengarahkan
gun IB. deposisi semen (IB) dilakukan pada intraservical dan intravaginal. Ciri-
ciri domba betina estrus adalah saling menaiki dan diam pada saat dinaiki, vulva
merah-bengkak-berlendir, serta pada saat didekatkan dengan domba jantan maka
jantan akan mengalami flechmen.