NAMA
NIM
KELOMPOK
ASISTEN
:
:
:
:
pada ras ini lebih panjang dan ukurana anak sapi dibandingkan
tubuh induk lebih besar.
c. Berat badan, Banyak penelitian yang menunjukka bahwa insiden
distokia menigkat dengan meningkatnya berat badan anak.Anak
sapi yang lebih berat sering mempunyai ukuran tubuh yang lebih
besar dibandingkan dengan yang lebih ringan.Anak sapi jantan
lebih berat dan sering mempunyai masa kebuntingan yang lebih
lama daripada betina. Anak sapi kembar lebih kecil dari pada yang
tunggal tetapi insiden pada kelahiran ganda lebih tinggi akibat
alasan lain diluar alasan ukuran.
d. Lama Kebuntingan, Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada
beberapa ras continental kebuntingan lebih lama, sampai 290 hari
dibandingkan lama normal 283 hari. Pada sapi bunting yang lebih
tua berat anak sapi dapat meningkat rata-rata 0,5 kg/hari dan
panjang tulang serta panjang fetus juga meningkat. Kedua factor
tersebut meningkatkan insiden distokia.
Sebab-Sebab Langsung Distokia
Penyebab terjadinya distokia pada sapi ditinjau dari dua aspek yaitu :
1.
Aspek induk antara lain: kegagalan mengeluarkan fetus karena
gangguan pada uterus (gangguan myometrium, infeksi uterus,
penyakit sistemik, herediter), dan gangguan pada bagian abdominal
(ketidakmampuan merejan karena umur, kesakitan, kelemahan, ruptur
diafragma).
2.
Aspek fetus antara lain : defisiensi hormon (ACTH/cortisol, ukuran
fetus terlalu besar, jenis kelamin fetus, kelainan posisi fetus serta
kematian fetus dalam rahim).
Riwayat Kasus
Pada kasus darurat yang serius, mungkin tidak cukup waktu untuk
mengambil riwayat kasus secra lengkap, tetapi terdapat mungkin hal ini harus
IV.
Prognosa: Fausta
Penanganan : Ujung kaki yang menjulur diikat dengan tali,dan
biarkan
menjulur, kemudian direpulsi, ekstensi bagian bahunya. Ujung
teracak dilindungi agar tidak melukai saluran reproduksi. Tali ujung kaki
kemudian ditarik keluar.
posture
Penanganan: ikat salah satu kaki fetus sebagai acuan, lalu dengan bantuan
porok kebidanan fetus diekstensi, kemudian di keluarkan kaki belakangnya
dan diretraksi perlahan sesuai dengan irama kontraksi dari induk.
posisi normal maka dilakukan penarikan fetus atau retraksi sesuai dengan
kontraksi dari uterus induk.
Treatment setelah Penanganan Distokia
Setelah kelahiran fetus, uterus harus selalu diperiksa untuk mendapatkan
bukti fetus lainnya.Saluran peranakan lalu diperiksa untuk mendapatkan tandatanda kerusakan dan pendarahan.Involusi uterus biasanya mulai segera setelah
kelahiran pedet tersebut, jika tonus uterus lemah, maka 20 IU oksitosin harus
diberikan dengan injeksi intramuscular.Dan kemudian ambingnya diperiksa
kembali untuk mengetahui gejala mastitis (Jackson, 2007).
Anak sapi harus di dorong untuk menghisap kolostrum dalam 6 jam
kelahiran. Pusarnya harus di cekupkan ke dalam iodine atau disemprot dengan
aerosol antibiotik sesegera mungkin setelah lahir.Pusarnya juga harus dioeriksa
berkala setelah lahir untuk memastikan tidak terjadi hemoraghi yang tertunda
dari umbilicus tidak terjadi.Apabila terdapat hal tersebut, pembuluh asal
hilangnya darah harus segera diligasi.Dalam kasus yang terabaikan dimana
terjadi kehilangan darah dalam jumlah cukup besar, maka perlu kiranya
dilakukan transfusi darah (Jackson, 2007).
Pemberian nutrisi pada sapi dan pedet haruslah diperhatikan setelah
dilalukan tindakan, hal ini dikarenakan kondisi tubuh induk dan neonatal
(pedet) dalam kondisi yang lebih lemah dibandingkan dengan kelahiran normal
(eutokia). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian nutrisi ke
pedet antara lain ;
1. Pedet
Kolustrum diberikan pada pedet minimal 3 hari setelah melahirkan.
Pemberian dapat dilakukan 3 jam setelah dilahirkan. Kolustrum
diberikan 2-4 x sehari. Tahapannya yaitu ;
a. Hari 1 ; 5% BB , sekitar 1,5- 2 liter
b. Hari 2 ; 8-10% BB, sekitar 4 liter
Pemberian Calf Starter di berikan pada umur 2 minggu sampai
umur sapih yaitu pakan konsentrat khusus untuk pedet. Pakan ini harus
disukai pedet dengan kandungan TDN 72-75%, PK 16-18% serat kasar
minimal 7% (Sunarko dkk, 2009)
2. Induk
Untuk memenuhi standar kebutuhan pakan sapi perah pada periode
laktasi yang perlu diperhatikan adalah ;
DAFTAR PUSTAKA
Frandson RD, Wilke WL, Fails AD. 2009. Anatomy and Physiology of Farm
Animals. Seventh Edition. Colorado: Wiley-Blackwell.
Jackson, Peter GG. 2013. Handbook Obstetri Veteriner Edisi kedua. UGM Press.
Yogyakarta
Manan, D. 2001. Ilmu Kebidanan pada Ternak. Aceh : Universitas Syah Kuala.
Pangestu, DP. 2014. Status Kebuntingan dan Gangguan Reproduksi Ternak Sapi
Bali Betina di Mini Ranch Maiwa Kabupaten Enrekang. Skripsi, Universitas
Hasanuddin.
Toelihere, M.R. 1979. Ilmu Kebidanan dan Kemajiran. Bandung: Angkasa.
Lampiran