Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KEGIATAN PPDH

ROTASI INTERNA HEWAN KECIL, BEDAH DAN RADIOLOGI


yang dilaksanakan di
KLINIK HEWAN DAN RUMAH SAKIT HEWAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

OVARIOHISTEREKTOMI PADA ANJING

Oleh:

MOHAMMAD LUBBABUL AZHAR, S.KH NIM. 190130100111041


ANRIS ALFANI PURBA, S.KH NIM. 190130100111001
ARINDA FAUZIA ISLAMIATI, S.KH NIM. 190130100111088
DYAH KUSUMANING WARDHANI, S.KH NIM. 190130100111057
RISTIA MAHFUZAH, S.KH NIM. 190130100111046

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019

1
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN BEDAH MANDIRI
OVARIOHISTEREKTOMI PADA ANJING

OLEH :
MOHAMMAD LUBBABUL AZHAR, S.KH NIM. 190130100111041
ANRIS ALFANI PURBA, S.KH NIM. 190130100111001
ARINDA FAUZIA ISLAMIATI, S.KH NIM. 190130100111088
DYAH KUSUMANING WARDHANI, S.KH NIM. 190130100111057
RISTIA MAHFUZAH, S.KH NIM. 190130100111046

Koordinator Rotasi Pembimbing

drh. Dian Vidiastuti, M.Sc drh. M. Arfan Lesmana, M.Sc


NIP. 198202072009122003 NIP. 2013098410041001

2
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL .................................................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ 2

DAFTAR ISI................................................................................................. .. 3

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 4


1.1 Latar Belakang ............................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 5
1.3 Tujuan ........................................................................ ................ 5
1.4 Manfaat ...................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 6


2.1 Anatomi Reproduksi Betina........................................................ 6
2.2 Ovariohisterektomi...................................................................... 7
2.3 Premedikasi............................................................. .................... 8
2.4 Anastesi.......................................................... ............................. 8
2.5 Kesembuhan Luka.......................................................... ............ 9
BAB III METODOLOGI................................................... ...........................
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................ .............
3.2 Peserta dan Pembimbing........................................................ .....
3.3 Metode Kegiatan........................................................ .................
3.4 Pelaksanaan Operasi........................................................ ...........
3.4.1 Alat dan Bahan................................................................... 11
3.4.2 Persiapan Ruang Operasi ................................................... 12
3.4.3 Persiapan Hewan................................................................ 12
3.4.4 Persiapan Operator dan Cooperator ................................... 13
3.4.5 Prosedur Preoperasi ........................................................... 14
3.4.6 Teknik Operasi ................................................................... 14
3.4.7 Tindakan Pasca Operasi ..................................................... 15
3.4.8 Perhitungan Dosis .............................................................. 15
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... 18
3.4.8 Sinyalemen ................................................................................ 18
3.4.8 Preoperasi ..................................................................................
3.4.8 Operasi ......................................................................................
3.4.8 Post Operasi ..............................................................................
3.4.8 Perhitungan Dosis .....................................................................

3
BAB V PENUTUP................................................... ....................................... 12
5.1.Kesimpulan ................................................................................. 15
5.2 Saran ............................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA................................................... .................................. 12
LAMPIRAN................................................... ................................................. 12

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Anjing merupakan makhluk sosial seperti halnya manusia. Anjing
memiliki posisi unik dalam hubungannya dengan manusia. Kesetiaan dan
pengabdian yang ditunjukkan anjing sangat mirip dengan konsep manusia tentang
cinta dan persahabtan. Kedekatan anjing dan manusia menjadikan anjing bisa
dilatih, diajak bermain, tinggal bersama manusia serta bersosialisasi secara intens
dengan manusia, anjing maupun hewan lain.
Anjing merupakan hewan yang banyak dipelihara oleh manusia. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam aspek pemeliharaan anjing, terutama
aspek kesehatan. Hal ini menjadi sangat penting karena kesehatan yang baik akan
membuat anjing menunjukkan penampilan dan kondisi yang prima. Memiliki satu
atau dua ekor anjing tentu sangat menyenangkan, tapi yang terjadi apabila
populasi mereka meningkat secara tidak terkontrol akibat perkawinan yang tidak
diinginkan tentu akan sangat merepotkan.
Selain itu peningkatan populasi hewan dalam jumlah besar menjadi
masalah tersendiri bagi kesehatan manusia, terutama hewan kecil seperti anjing
dan kucing karena hewan-hewan tersebut dapat menularkan dan membawa
berbagai agen penyakit. Salah satu solusi untuk memecahkan permasalahan di
atas adalah melakukan tindakan sterilisasi pada anjing baik pada jantan maupun
betina. Sterilisasi merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat atau
menghilangkan testis (jantan) atau ovarium (betina). Pada hewan jantan
dinamakan kastrasi/orchiectomy, sedangkan pada hewan betina
dinamakan ovariohysterectomy (OH). Sterilisasi pada hewan betina dapat
dilakukan dengan hanya mengangkat ovariumnya saja (ovariectomy) atau
mengangkat ovarium beserta dengan uterusnya (ovariohysterectomy).
Ovariohisterctomy dapat juga dilakukan untuk terapi pengobatan pada
kasus-kasus reproduksi seperti pyometra, endometritis, tumor uterus, cyste,
hiperplasia dan neoplasia kelenjar mammae. Tindakan bedah ini akan
memberikan efek pada hewan seperti perubahan tingkah laku seperti hewan tidak

5
birahi, tidak bunting, dan tidak dapat menyusui. Perubahan tingkah laku ini dapat
terjadi akibat ketidakseimbangan hormonal.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana teknik operasi Ovariohysterectomy pada anjing?
2 Bagaimana manajemen pre-operasi dan post-operasi Ovariohysterectomy pada
anjing?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui teknik operasi Ovariohysterectomy pada anjing.
2. Untuk mengetahui manajemen pre-operasi dan post-operasi Ovaryohysterectomy
pada anjing.
1.4 Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan
(PPDH) bedah Ovariohysterectomy pada anjing adalah mahasiswa memiliki
kemampuan melakukan tindakan bedah Ovariohysterectomy pada anjing beserta
penanganan pre-operasi dan post-operasi.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Organ Reproduksi Betina
Organ reproduksi anjing betina dari bagian dalam ke bagian luar terdiri dari
ovarium, tuba falopii, cornua uterus, corpus uterus, servix uteri, vagina, vulva dan
klitoris. Ovarium terdiri dari folikel folikel yang menghasilkan oosit. Oosit akan
diovulasikan secara periodik. Organ reproduksi anjing betina menempel pada
ligament. Ligament yang menggantung ovarium disebut dengan mesovarium dan
ligamentum suspensorius, ligamentum yang menggantung tuba falopii disebut
dengan mesosalpinx dan ligamentum yang menggantung uterus adalah
mesometrium dan ligamentum latum uteri (de Lahunta and Evan, 2013).

Gambar 2.1 Organ reproduksi anjing betina (de Lahunta and Evan, 2013)

Tuba falopii atau oviduk memiliki panjang kira-kira 4 hingga 7 cm dengan


diameter 1-3 mm. Tuba falopii terdiri empat bagian yaitu fimbrae, infundibulum,
ampula dan ismush. Fimbrae berfungsi untuk menangkap ovum yang diovulasikan
folikel, ovum kemudian akan diteruskan menuju infundibulum, ampula dan
ismush. Fertilisasi terjadi pada ampula ishmush junction jika terdapat sel sperma
(de Lahunta and Evan, 2013).

7
Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu kornua uteri, korpus uteri dan servix
uteri. Pada anjing yang belum pernah bunting ukuran kornua uteri kira-kira 10
hingga 14 cm dan dengan diameter kira-kira 0,5 hingga 1 cm. Ukuran korpus uteri
anjing adalah sekitar 1,4 hingga 3 cm dan dengan diameter 0,8 hingga 1 cm.
Servix uteri memiliki panjang sekitar 1,5 hingga 2 cm dan diameter sekitar 0,8
cm. Vagina adalah bagian yang dapat berdilatasi, pada bagian kranial vagina
terbatasi oleh fornix. Panjang vagina rata-rata adalah sekitar 12 cm dan diameter
sekitar 1,5 cm. Permukaan vagina terdiri dari lipatan-lipatan yang disebut rugae,
lipatan tersebut yang memungkinkan vagina untuk bertambah panjang dan lebar
pada saat parturisi terjadi. Vulva adalah bagian luar dari organ reproduksi betina
yang homolog dengan penis pada jantan (de Lahunta and Evan, 2013).
2.2 Ovariohisterektomi
Ovariohisterektomi merupakan suatu prosedur bedah yang terdiri dari teknik
laparotomy yang dikombinasikan dengan ablasi pada kedua ovarium dan uterus.
Tindakan ovariohisterektomi merupakan prosedur yang umumnya digunakan
sebagai kontrol reproduksi hewan, selain itu tindakan ovariohisterektomi dapat
pula digunakan sebagai penangana terhadap kasus patologis organ genital betina
seperti adanya tumor pada uterus, adanya lesi, pada uterus yang sifatnya infektif,
yang dapat disebabkan oleh distokia pada saat proses melahirkan, keadaan
patologis lain seperti pyometra, hiperplasia uterus dengan infeksi sekunder yang
mengarah ke metritis kronis.
Menurut fossum (2013), teknik OH dibagi menjad dua, yaitu teknik OH
laparotomi dan teknik OH flank. Teknik OH lparotomi yaitu penyayatan kulit
dilakukan pada bagian caudal umbilikal. Teknik OH laparotomi lebih sering
digunakan karena efisiensi waktu, proses kesembuhan yang lebih cepat, dan saat
pembedahan lebih bmudah menemukan uterus dibandingkan teknik OH flank.
Teknik OH flank atau teknik bilateral yaitu penyayatan kulit dilakukan dibagian
flank. Fossum (2013) menyebutkan bahwa teknik flank diindikasikan untuk betina
masa laktasi dengan produksi susu yang tinggi atau karena hiperplasia kelenjar
susu. Pelaksanaan operasi ovariohisterektomi pada anjing betina memiliki
keuntungan memdis berupa menghilangkan keributan hewan pada periode estsrus,

8
mencegah lahirnya anak anjing yang tidak diinginkan, menghilangkan stress
akibat kebuntinganj, mengurangi resiko kanker mamae, ovarium dan uterus,
menghilangkan resiko pyometra dan infeksi uterus lain, terapi pada penyakit
uterus and ovarium. Selain tujuan atau kegunaan dilakukan operasi
ovariohisterektomi, jenis operasi ini juga mempunyai kelemahan atau kerugian.
Adapun kerugian dari dilaksanakannya ovariohisterktomi antara lain obesitas,
hilangnya potensi breed dan nilai genetic, pendarahan, ovarium remnant syndrom
(sindrom ini menyebabkan hewan tetap estrus pasca operasi, hal ini disebabkan
pengambilan ovarium yang tidak sempurna, uterin stump pyometra, inflamasi
serta granuloma, fistula pada traktus reproduksi yang berkembang dari adanya
respon inflamasi terhadap material operasi, urunary incintinence merupakan
kejadain tidak dapat mengatur spincter vesica urinaria. Hal ini dapat terjadi karena
ada perlekatan atau granuloma pangkal uterus (sisa) yang mengganggu fungsi
spincter vesica urinaria.

2.3 Premedikasi
Atropin merupakan premedikasi termasuk golongan antikolinergik,
antimuskarinik atau parasimpatolitik yang menghambat kerja asetilkolin pada
syaraf post ganglionik kolinergik dan otot polos. Hambatan ini bersifat reversible
dan dapat diatasi dengan dalm pemberian asetilkolin dalam jumlah yang
berlebihan (Plumb, 2011). Atropin mencegah bradikardi dan bradiaritmia, dilatasi
pupil, dapat mengelola organofosfat dan toksisitas dari carbamate, berhubungan
dengan obat antikolinesterase selama syaraf di blok. Pemberian rutin sebelum
anastesi tidak dianjurkan. Atropin memiliki aksi onset yang lama yaitu 10 menit.
Atropin tidak dapat digunakan untuk pasien glukoma, luxation lensa, dan
keratokonjungtivitis. Dosis yang digunakan untuk kucing pre operasi adalah 0,01-
0,03 mg/kg BB ( Ramsey, 2017).
2.4 Anastesi
Anestesi secara harfiah berarti hilangannya kesadaran dan hilangnya
sensasi rasa sakit saat menjalani suatu prosedur. Pasien yang akan menjalani
prosedur pembedahan diberi pre-anestesi, dan obat yang mengurangi rasa sakit

9
sebelum, selama, dan setelah operasi. Menurut Munaf (2008) stadium anestesi
dibagi dalam 4 yaitu;
 Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian
agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Pada stadium ini
hewan masih sadar dan terkadang hewan masih berusaha melawan. Respirasi
masih teratur, pengeluaran feses dan urin.
 Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran
sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi gerakan-
gerakan ekstremitas yang tidak terkendali, pernafasan tidak teratur, muntah,
midriasis, hipertensi, dan takikardia.
 Stadium III (pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu;
Plane I : Pernafasan yang teratur dan tipe pernafasan thoraco-abdominal,
terjadi nystagmus, reflex cahaya positif, tonus muskulus mulai
menurun, refleks palpebral konjuctiva dan kornea terdepresi.
Plane II : Respirasi mulai meningkat dan bersifat abdominothoracal, pupil
midriasis, reflex cahaya menurun dan reflex kornea negative.
Plane III : Respirasi regular dan tipenya abdominal, pupil dilatasi, dan otot
perut relaksasi.
Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis), ditandai dengan paralisis
otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi dan mampu menyebabkan kematian pada
hewan
2.5 Kesembuhan Luka
Dalam penyembuhan luka didapatkan beberapa faktor sisteik dan lokal yang
mempengaruhi proses kesembuhan luka pada kucing. Faktor sistemik yang
mempengaruhi proses kesembuhan luka meliputi nutrisi, status metabolic, status
sikulasi darah dan hormone glukokortikoid. Sedangkan faktor lokal yang
mempengaruhi kesembuhan luka meliputi infeksi, faktor mekanik, benda asing,
macam, lokasi & ukuran besarnya luka. Nyeri menjadi salah satu pemicu
timbulnya patofisiologi, modulasi respon imun sehingga menyebabkan penurunan
system imun yang berakibat waktu penyembuhan luka semakin lama (Madigan,
2006).

10
Adapun fase-fase penyembuhan luka dibagi menjadi tiga yaitu fase
peradangan (inflamasi), fase regenerasi (proliferasi), dan fase remodeling
(maturasi). Fase peradangan (inflamasi) merupakan reaksi tubuh terhadap luka
yang dimulai setelah beberapa menit dan sekitar tiga hari setelah cedera. Terdapat
dua fase yaitu hemostasis yaitu mengontrol pendarahan dan epitelisasi yaitu
membentuk sel-sel epitel pada daerah cedera. Fase regenerasi (proliferasi) yaitu
fase pengisian luka dengan jaringan granulasi yang baru dan menutup bagian atas
luka dengan epitelisasi. Fase remodeling (maturasia) yaitu tahapan terakhir
dengan jangka waktu lama sekitar satu tahun tergantung kedalaman luka. Jarigan
kolagen akan terus melakukan reorganisasi dan menguat setelah beberapa tahun.
Namun biasanya luka yang sudah sembuhtika memiliki daya elastisitas yang sama
dengan jaringan yang digantikan (Kusumayanti, 2014).

11
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Operasi ovariohisterektomi pada Anjing dilaksanakan pada tanggal 31
Oktober 2019 yang bertempat di Labolatorium Bedah Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya, Malang
3.2 Peserta dan Pembimbing
Peserta PPDH Universitas Brawijaya :
1. Nama : Mohammad Lubbabul Azhar, S,KH
NIM : 190130100111041
2. Nama : Arinda Fauzia Islamiati, S.KH
NIM : 190130100111089
3. Nama : Dyah Kusumaning Wardhani, S.KH
NIM : 190130100111057
4. Nama : Anris Alfani Purba, S.KH
NIM : 190130100111001
5. Nama : Ristia Mahfuzah, S.KH
NIM : 190130100111046
yang berada dibawah bimbingan drh. M. Arfan Lesmana, M.Sc
3.3 Metode Kegiatan
Metode yang digunakan dalam kegiatan koasistensi ini yaitu melaksanakan
operasi bedah ovariohisterektomi sesuai dengan kompetensi Program Profesi
Dokter Hewan FKH UB. Hasil dari pelaksanaan koasistensi ini akan dilaporkan
secara tertulis.
3.4 Pelaksanaan Operasi
3.4.1 Alat dan bahan
Peralatan yang dibutuhkan dalam operasi ovariohisterektomi adalah
stetoskop, thermometer digital, silet, drape, infus set, scalpel handle nomor 3,
blade ukuran 13, pinset anatomis dan cirurgis, Allis tissue forceps, towel clamp,

12
gunting tajam tumpul, gunting tumpul-tumpul, gunting tajam, arteri clamp, spay
hook, needle holder, jarum bulat dan tapper.
Bahan yang dibutuhkan dalam operasi ovariohisterektomi adalah benang cut
gut chromic 3.0, benang silk, Normal Saline (NS), tampon dan kasa steril, gloves,
masker, spuit 1 cc, spuit 3 cc, spuit 10 cc, underpad, IV Catheter 24 G,
leukoplast, alkohol 70%, Povidone Iodine, infus Ringer Laktat, Hipafix.
3.4.2 Persiapan Ruang Operasi
Ruang operasi dibersihkan menggunakan desinfektan. Sedangkan meja
operasi didesinfeksi menggunakan alkohol 70 %. Penerangan lampu juga sangat
penting dalam menunjang operasi, oleh karena itu sebelum diadakannya operasi
persiapan l;ampu harus mendapatkan penerangan yang cukup agar daerah /situs
operasi dapat terlihat jelas
3.4.3 Persiapan Hewan
Sebelum dilaksanakan operasi dilakukan pemeriksaan kondisi tubuh hewan
secara umum. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah hewan memenuhi
persyaratan untuk melakukan operasi atau tidak. hewan harus dipuasakan makan
selama 12 jam dan puasa minum selama 6-8 jam sebelum operasi dilaksanakan,
dengan tujuan mengosongkan isi lambung agar tidak terjadi emesis pada hewan
pasca pemberian anastesi.
Hewan diberikan injeksi amoxicillin secara intra muskulas sebagai
antibiotik propilaksis. Hewan diberikan premedikasi dengan menggunakan atropin
sulfat diinjeksi secara subcutan setelah 30 menit administrasi antibiotik untuk
memberikan waktu antibiotik bekerja secara sistemik dan mencegah reaksi antar
obat. Hewan diinduksi dengan anatesi umum kombinasi ketamin dan xylazine
secara injeksi intra muskular setelah administrasi 15 menit atropin sulfat. Hewan
diletakkan pada meja operasi pada posisi dorso recumbency atau doorso ventral,
selanjutnya hewan dilakukan pengikatan pada keempat kaki menggunakan tali
menggunakan simpul imfool,
Sebelum dilaksanakan operasi dilakukan pencukuran rambut di bagian area
yang akan diincisi yaitu daerah abdomen, untuk mempermudah pencukuran dan

13
mencegah kulit tergores kulit dibasahi dengan aiar sabun. Setelah area incisi
bersih dari rambut diberikan alkohol 70 % dan iodine 2 %.
3.4.4 Persiapan Operator dan Co-operator
Sebelum operasi dilaksanakan operator dan asisten operator mempersiapkan
diri dengan mencuci tangan dengan dengan sikat mulai dari ujung tangan sampai
batas siku menggunakan antiseptik (Chlorheksidine) kemudian dibersihkan
dengan air bersih mengalir, lalu dikeringkan dengan handuk steril. Selama
operasi, operator dan asisten operator harus menggunakan masker, penutup
kepala, dan dan surgiry gloove yang bersih serta pakaian khusus untuk operasi
untuk menghindari kontaminasi.
3.4.5 Prosedur Pre Operasi
a) Hewan dipuasakan selama 8-12 jam sebelum operasi untuk menghindari refleks
vomit
b) Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui status present hewan
c) Pencukuran rambut dilakukan di sekitar bagian abdomen yang akan diinsisi
dengan membasahi rambut menggunakan air sabun dan mencukur rambut searah
dengan arah rambut
d) Diberikan injeksi antibiotik Amoxicillin secara subkutan (SC) 30 menit sebelum
induksi anestesi
e) Preanastesi menggunakan Atropin sulfat 15 menit setelah pemberian antibiotik,
diinjeksikan secara subkutan (SC) di daerah dorsal vertebrae servikalis
f) Dilakukan pemasangan IV catheter pada Vena Cephalica antebrachii dengan infus
Ringer Laktat sebagai maintance
g) Anastesi kombinasi Ketamin Xylazin diberikan secara intramuskular (IM)
h) Hewan diposisikan dorsal recumbency (terlentang) diikuti dengan pengikatan
keempat kaki di masing-masing pojok meja operasi
i) Daerah abdomen yang akan diinsisi didesinfektan menggunakan alkohol 70% dan
betadine
j) Kain drape dipasangkan di sekeliling daerah yang akan dioperasi dan dipasang
duk klem
k) Operasi siap dilakukan

14
3.4.6 Teknik Operasi
a) Bagian abdomen dibagi secara visual menjadi 3 bagian yaitu kranial, medial dan
kaudal
b) Daerah orientasi yaitu linea alba diinsisi di kaudal umbilikal (laparotomy
medianus posterior) sepanjang 4-8 cm. Urutan penyayatan dimulai dari kulit,
subkutan, muskulus (M. Abdominis externus dan M. Obliqus abdominis
eksternus), linea alba dan peritoneum
c) Sayatan dikuakkan, kedua sisi sayatan dijepit pada bagian muskulus untuk
menahan agar tetap terbuka
d) Melakukan eksplorasi abdomen untuk menemukan ovarium kemudian dipreparir
keluar dari rongga abdomen
e) Menelusuri ovarium pada bagian kornua uteri, menjepit bagian mesoovarium
mengunakan 2 arterial clamp dan meligasi mesoovarium, 1 buah arteri clamps
diletakkan di bagian kranial ovarium sedangkan 1 arteri clamps lainnya di bagian
kaudal
f) Diligasi pembuluh darah (Arteri ovarica) dan mesovarium dengan benang cut gut
chromic 3.0 di depan masing-masing arteri clamp kranial ovarium. Ikatan dibuat
sebanyak 3 simpul dan pastikan ikatan kuat dan tidak ada pendarahan
g) Sayat tepat dibagian cranial ovarium agar ovarium terpisah dari penggantungnya.
Lepaskan arteri clamp yang ada dibagian kranial ovarium secara perlahan sambil
dipastikan tidak ada pendarahan
h) Satu arteri clamp yang terdapat dibagian caudal ovarium tidak dilepas sebagai
penahan ovarium
i) Melakukan teknik penjepitan dan pemotongan pada ovarium sebelahnya dengan
teknik yang sama seperti sebelumnya
j) Selanjutnya dilakukan pencarian bifurcation uteri dan korpus uteri dengan
menarik kornua uteri. Lakukan penjepitan dengan 3 buah arteri clamps di bagian
kaudal bifurcatio uteri
k) Dilakukan ligasi pada pembuluh darah (Arteri uterine media dextra et sinistra)
dengan benang cut gut chromic 3.0.

15
l) Setelah pembuluh darah diligasi, lakukan ligasi pada bagian corpus uteri. Apabila
sudah dirasa cukup, sayat bagian corpus uteri tepat di bawah bifurcatio. Lepas
satu persatu arteri clamp sambil dipastikan tidak ada pendarahan yang terjadi.
Angkat bagian ovarium dan bifurcation uteri dari cavum abdomen
m) Berikan flushing dengan larutan NS untuk menjaga pH dan kelembaban organ
n) Bagian muskulus dan peritoneum dijahit menggunakan teknik jahitan simple
continuous dengan benang cut gut chromic 3.0 dengan jarum bulat
o) Kemudian lapisan subkutan dijahit menggunakan metode simple interrupted
dengan benang cut gut plain 3.0 dengan jarum bulat
p) Terakhir kulit dijahit menggunakan tipe jahitan simple interrupted dengan benang
silk 3.0 dengan jarum tapper
q) Membersihkan jahitan mengunakan larutan NS, diberikan salep Gentamicin, dan
tutup luka dengan kasa steril serta hipafix. Agar anjing tidak menjilati lukanya
dipasangkan gurita (Fossum, 2013).
3.4.7 Tindakan Pasca Operasi
Tindakan pasca operasi meliputi kegiatan pengobatan, observasi luka dan
observasi status kesehatan (suhu, pulsus, respirasi, defekasi serta urinasi). diberi
analgesik ketoprofen 2-5 mg/Kg BB selama 5 hari ( hari 1 – 3 injeksi, 4-5 per
oral), diberikan antibiotik amoxicillin selama 5 hari (Syrup Amoxcilillin),
Pemasangan colar dan gurita. Jika menggunakan benang silk untuk menjahit kulit
maka pada hari 5-7 hari serta luka sudah menutup benang bisa dilepas. Anjing
bisa dilepas apabila tidak ada komplokasi dan luka sembuh sempurna. Observasi
luka dengan mengganti kassa 1 kali sehari dan pemberian salep gentamicin serta
pemberian pakan basah serta air minum secara ad libitum.

3.4.8 Perhitungan dosis

Berat Badan : 8,75 kg


Atropine Sulfat : 0,02mg/kg x 8,75 kg = 0,7 mL
0,25 mg/mL

Ketamine : 10 mg/kg x 8,75 kg = 0,875 mL


100 mg/mL

16
Xylazine : 2mg/kg x 8,75 kg = 0,875 mL
20 mg/mL

Amoxicillin LA : 10 mg/kg x 8,75 kg = 0,58 mL


150 mg/mL

Ketoprofen : 2mg/kg x 8,75 kg = 0,35mL


50 mg/mL

Amoxicillin oral : 20 mg/kg x 8,75 kg = mL


25 mg/mL

Perhitungan Kebutuhan Infus RL :


Maintenance : (BB x 30) + 70
(8,75 x 30) + 70 = 332.5 ml

17
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 sinyalemen
Nama : Jeni
Jenis hewan : Anjing
Kelamin : Betina
Ras/breed : Domestik
Umur : 2 tahun
Berat badan : 8,75 kg
Warna bulu/kulit : Bicolour Hitam-Putih
Temperatur : 38,6 0C
Pulse : 136 x/menit Respirasi : 48 x/menit
Membrane color : Pale CRT : 2 detik
Hydration : 2 detik Body Weight : 8,75 kg
Color and consistency of feces :
Body condition :  Underweight  Overweight  Normal
System Review
a. Integumentary b. Otic c. Optalmic d. Muscoloskeletal
Normal Normal Normal Normal
Abnormal Abnormal Abnormal Abnormal

e. Nervus f. Cardiovaskuler g. Respiration h. Digesty


Normal Normal Normal Normal
Abnormal Abnormal Abnormal Abnormal
i. Lympatic j. Reproduction k. Urinaria l. Vaksinasi
Normal Normal Normal Tidak
Abnormal Abnormal Abnormal Ya

Signalemen
Nama hewan : Jeni
Jenis hewan : Anjing
Ras : Domestik
Warna rambut/kulit : Bicolour
Jenis kelamin : Betina
Umur : 2 tahun

18
Berat badan : 8,75 Kg

Status Present
1. Keadaan Umum
Perawatan : Baik
Tingkah laku : Tenang
Gizi : Baik
Sikap berdiri/habitus : Tegak pada keempat kaki
Suhu rektal : 38,6°C
Frekuensi denyut jantung : 136 x/menit
Frekuensi nafas : 48 x/menit
Capillary Refill Time : 2 detik
2. Sistem Integumen dan Panca Indra
Kulit dan Rambut
Aspek rambut : Halus, bersih, mengkilat
Kerontokan : Tidak ada kerontokan
Kebotakan : Tidak ada kelainan
Turgor kulit : Baik (< 2 detik)
Permukaan kulit : Ada manifestasi caplak dan pinjal

Mata dan Orbita Kanan


Palpebrae : Membuka dan menutup sempurna
Cillia : Melengkung ke luar
Conjunctiva : Rose, licin, basah, tidak ada
kerusakan
Membrana nictitans : Tidak terlihat
Mata dan Orbita Kiri
Palpebrae : Membuka dan menutup sempurna
Cillia : Melengkung ke luar
Conjunctiva : Rose, licin, basah, tidak ada
kerusakan
Membrana nictitans : Tidak terlihat
Bola Mata Kanan
Sclera : Putih
Cornea : Bening
Iris : Coklat
Pupil : Tidak ada kelainan
Refleks pupil : Ada
Vasa injection : Tidak ada
Bola Mata Kiri
Sclera : Putih
Cornea : Bening
Iris : Coklat
Pupil : Tidak ada kelainan

19
Refleks pupil : Ada
Vasa injection : Tidak ada
Hidung dan Sinus-Sinus
Bentuk : Simetris
Aliran udara : Bebas keduanya
Mulut dan rongga mulut
Defek bibir : Tidak ada
Mukosa mulut : Pale
Gigi : Lengkap, tidak ada kelainan
Lidah : Rose, mengkilat, tidak ada luka
Telinga
Posisi : Tegak ke atas keduanya
Bau : Khas serumen
Permukaan daun telinga : Bersih, tidak ada kelainan
Krepitasi : Tidak ada
Refleks panggilan : Ada
Leher
Perototan : Kompak, Simetris
Trakhea : Teraba, tidak ada reflek batuk saat
dipalpasi
Esofagus : Teraba, tidak ada kelainan
Sistem Pertahanan
Ln. Retropharyngealis : Tidak teraba
Ln. Praescapularis : Tidak teraba
Ln. Axillaris : Tidak teraba
Ln. Popliteus : Tidak teraba
3. Sistem Peredaran Darah
Inspeksi
Ictus cordis : Tidak terlihat
Auskultasi
Frekuensi : 136x/menit
Ritme : Ritmis
Intensitas : Kuat
Suara ekstrasistolik : Tidak ada
Sinkronisasi pulsus : Sinkron
4. Sistem Pernafasan
Inspeksi
Bentuk rongga thoraks : Simetris
Tipe pernafasan : Costalis
Ritme : Ritmis
Intensitas : Dangkal
Frekuensi : 48 x/menit
Palpasi
Trakhea : Teraba, tidak ada reflek batuk
Penekanan rongga thoraks : Tidak ada rasa sakit
Auskultasi

20
Suara pernafasan : Tidak ada kelainan
5. Sistem Gastro Intestinal
Inspeksi
Ukuran abdomen : Tidak ada pembesaran
Bentuk rongga abdomen : Simetris
Palpasi Profundal
Epigastricus : Tidak ada kelainan
Mesogastricus : Tidak ada kelainan
Hipogastricus : Tidak ada kelainan
Anus
Kebersihan : Bersih
Refleks sphincter ani : Ada reaksi mengkerut dan
menghisap
6. Sistem Urogenital
Vulva : Tidak ada kelainan
Mukosa Vagina : Rose, tidak ada kelainan
Kelenjar mammae : Simetris
Kebersihan perineal : Bersih
7. Alat Gerak dan Ekstremitas
Inspeksi
Perototan kaki depan : Kompak
Perototan kaki belakang : Kompak
Spasmus otot : Tidak ada
Cara berjalan : Koordinatif
Cara berlari : Koordinatif

Palpasi
Struktur pertulangan
Kaki kanan depan : Tidak ada kelainan
Kaki kanan belakang : Tidak ada kelainan
Kaki kiri depan : Tidak ada kelainan
Kaki kiri belakang : Tidak ada kelainan
Reaksi saat dipalpasi : Tidak ada kelainan

Berdasarkan pemeriksaan diatas bahwa anjing Jeni dalam kondisi sehat.


Pada saat dilakukan palpasi pada bagian abdominal tidak terasa adanya fetus yang
menandakan bahwa anjing Jeni tidak dalam keadaan bunting.
Diagnosa
Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaa penunjang USG diketahui
bahwa anjing Jeni dalam kondisi sehat dan tidak sedang bunting. Oleh karena itu,
anjing Jeni dapat dilakukan tidakan ovariohysterectomy

21
4.2 Pre Operasi
Keadaan aseptis saat operasi sangat diperlukan, beberapa faktor-faktor
yang mempengaruhinya adalah persiapan alat, persiapan hewan dan persiapan
operator yang dapat mempercepat proses kesembuhan luka setelah operasi.
Sebelum melakukan operasi, alat bedan yang akan digunakan disterilisasi
menggunakan oven dengan suhu 121oC selama 15 menit. Untuk alat –alat bedah
tajam berupa gunting, jarum dan benang direndam dalam nearbeker yang berisi
alkohol 70%. Tujuannya untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.
Persiapan hewan yang harus dilakukan yaitu hewan harus dipuaskan
kurang lebih 6-12 jam sebelum operasi, pemeriksaan fisik, pencukuran rambut
sekitar daerah yang akan di insisi. Pemuasaan pada hewan berfungsi mencegah
terjadinya muntah akibat efek pemberian anastesi. Pemeriksaan fisik bertujuan
untuk memastikan hewan dalam kondisi yang sehat dan baik. Persiapan operator
berupa operator menggunakan masker, nurse cap, gaun operasi dan sarung tangan
steril. Sebelumnya operator mencuci tangan menggunakan larutan chlorhexidine
4% selama minimal 15 menit.
Sebelum diberikan obat premedikasi hewan diberikan antiobik Amphicilin
sodium inject secara IM untuk mencegah terjadinya kontaminasi ketika operasi.
Ikatan penicillin dengan ikatan protein terlibat sintesis dinding sel dimana akan
merusak kekuatan dari dinding sel, mempengaruhi division dari sel, pertumbuhan
dan formasi septum. Aksi tersebut dapat mengubah gaya dari bakteri. Dapat
digunakan untuk bakteri Gram negatif dan bakteri gram positif aerob ataupun
anaerob. Amphicilin di eksresikan melalui bile dan urin (Ramsey, 2017)
Sebelum diberikan anastesi umum, hewan terlebih dahulu diberi
premedikasi berupa atropin sulfat. Tujuan dari pemberian premedikasi yaitu untuk
meniadakan kegelisahan, hewan menjadi lebih tenang dan terkendali, mengurangi
dosis anastesi, mengurangi efek samping yang tidak diinginkan. Aatropin sulfat
yang berasal dari golongan antikolinergik. Mekanisme kerja atropin sulfat yaitu
menghambat acetylcoline atau stimulan kolinergik lainnya pada postganglion
syaraf parasimpatik. Dosis yang tinggi dapat membatasi reseptor nikotinik pada

22
ganglion syaraf otonom dan pada neuromuskular junction. Efek farmakologi
berhubungan dengan dosis. Pada dosis rendah, terjadi hambatan salivasi, sekresi
bronkial dan berkeringat. Pada dosis sedang dapat menyebabkan dilatasi dan
menghambat akomodasi pupil serta meningkatkan detak jantung. Dosis tinggi
akan mengurangi motilitas saluran pencernaan dan urinari. Pada dosis yang sangat
tinggi akan menghambat sekresi gastrik. Tujuan penggunaan obat ini yaitu untuk
mengurangi sekresi saliva (sebagai efek dari ketamin) dan bronkial, melindungi
jantung dari efek vagal inhibition dan mencegah efek muskarinik
anticholinesterase seperti neostigmine. Atropin dapat diberikan secara SC
sebelum anastesi umum (Plumb,2011 ).
Agen anastesi umum yang digunakan yaitu kombinasi ketamine dan
xylazine. Anestesi umum dilakukan untuk menghilangkan kesadaran hewan,
menghilangkan rasa sakit, memudahkan pelaksanaan operasi dan menjaga
keselamatan operator maupun hewan itu sendiri. Anastesi ketamine antagonis
terhadap rangsangan glutamate neurotransmitter di N- methyl-D-aspartate
(NMDA) reseptor di syaraf pusat. Ketamine akan bereaksi dengan reseptor opioid
pada model yang komplek. Ketamin tidak dapat berinteraksi dengan reseptor
GABA (Ramsey, 2017) Anastesi Ketamin mempunyai efek analgesik yang kecil
Pada sebagian besar hewan metabolism dan eliminasinya cepat. Anastesi Xylazine
merupakan anstesi agonisadrenergik a2, menyebabkan efek sedasi dan ataksia
(Wientarsih dkk, 2018)
4.3 OPERASI
Tindakan operasi yang dilakukan yaitu pemberian antibiotik preoperasi
dengan ampicillin dengan dosis 15 mg/kg. Setelah ditunggu 15 menit, kemudian
diinjeksi atropin sulfat secara ubcutan (SC) dengan dosis 0,02 mg/kg. Atropine
sulfat berfungsi sebagai sedasi untuk membuat hewan lebih tenang dan mencegah
vomit serta hipersalivasi, sedasi ini ditunggu selama 15 menit sebelum pemberian
anestesi. Selanjutnya, diinjeksi obat anestesi dengan kombinasi ketamin dan
xylazin. Xylazine sebagai sedasi dengan dosis 3 mg/kg konsentrasi dan ketamin
sebagai anestesi dengan dosis 3 mg/kg secara intramuskular (IM). Kemudian

23
diberi povidone iodine secara spiral dari medial ke lateral sebagai antiseptik pada
bagian yang akan diincisi.
Hewan diposisikan dengan posisi rebah dorsal dan keempat kakinya diikat
dengan tali yang kaitkan pada masing2 ujung meja operasi. Kemudian dilakukan
pemasangan duk pada daerah yang akan diincisi dan dijepit dengan towel clamp
pada keempat ujung lubang duk yang ditautkan pada kulit hewan. Selanjunya
dilakukan incisi dengan metode caudal midline dengan menggunakan scalpel
blade yang terletak 2-3 cm dibawah umbilical sepanjang kurang lebih 5 cm. incisi
dilakukan perlapisan yaitu lapisan cutan, subcutan, dan muskularis. untuk incisi
muskulus dapat juga menggunakan gunting tajam-tumpul agar tidak merusak
organ abdomen. Kemudian bagian muskularis dijepit dengan menggunakan allis
tissue forceps untuk mengekspose cavum abdomen. Selanjutnya dimasukkan
salah satu jari atau dapat menggunakan bantuan spay hook untuk mencari uterus.
Uterus di keluarkan dari cavum abdomen. Ligamentum ovarium diklem dengan
arteri klem pada bagian cranial dan caudal ligamentum, kemudian dilakukan ligasi
di bagian cranial arteri klem dengan chromic catgut. Selanjutnya dilakukan
pemotongan di bagian caudal arteri klem dan diperiksa dengan teliti terjadi
pendarahan atau tidak. Dilakukan hal yang sama dengan ovarium lainnya.
Langkah selanjutnya diklem pada bagian bifocartio uteri, kemudian diligasi pada
bagian caudal arteri klem dengan chromic catgut dan dipotong pada bagian cranial
arteri klem. Kemudian dipastikan terjadi pendaraha atau tidak. Selama proses
operasi diamati heart rate, respiration rate, temperatur, CRT, dan pulsus setiap 15
menit untuk mengontrol kondisi hewan, selain itu bagian mulut hewan dberi
tampon untuk agar tidak menggigit lidah dan menyerap cairan yang keluar dari
mulut.
Setelah selesai dilakukan pengangkatan ovarium dan uterus, organ
dikembalikan posisi organ seperti semula dan dipastikan tidak ada benda dari luar
yang masuk kedalam rongga abdomen. Dilakukan penjahitan pada setiap lapisan
kulit, subcutan, dan muskularis. Lapisan muskularis dijahit dengan pola simple
interrupted meggunakan benang chromic catgut 3.0 dan dipastikan diligasi kuat
agar tidak terjai hernia. Kemudian lapisan subcutan dengan pola simple

24
continuous menggunakan benang plain absorbable untuk memperkuat lapisan
muskularis. Selanjutnya lapisan cutan dengan pola simple interrupted 3.0
memggunakan benang silk untuk menguatkan daerah incisi pada cutan. Needle
yang digunakan untuk menjahit lapisan muskularis yaitu GT-12, lapisan subcutan
menggunakan GR-12, dan lapisan cutan menggunakan GT-12. Setelah penjahitan
pada ketiga lapisan tersebut selesai, dilakukan pembersihan pada daerah incisi
dengan menggunakan cairan NS untuk menghilangkan bekas darah. Setelah itu,
diberi salep genoin pada garis incisi dan povidone iodine di daerah incisi.
Kemudian ditutup dengan kasa steril dan hypafix sebagai perliduangan lapisan
pertama agar tidak terkontam dari luar. Hewan diberikan gurita untuk
menempelkan kasa dan hypafix dan untuk mencegah hewan mengigit atau
menjilat area incisi
4.4 Post Operasi
a. Suhu Tubuh
Suhu tubuh anjing sebelum operasi adalah normal yaitu 38,1o C. Pasca
operasi suhu tubuh anjing normal yaitu 37,8o C. Setelah diberikan ketoprofen
injeksi suhu tubuh anjing menurun menjadi 37,2o C hingga 36,8o C. Perlakuan
yang diberikan adalah dengan memberikan heating pad. Anjing juga diselimuti
dengan handuk untuk tetap menjaga suhu tubuhnya. Suhu akhirnya perlahan-lahan
mulai membaik menjadi 38o C.
b. Pulsus
Pulsus anjing sebelum operasi tampak normal yaitu 116/menit. Lalu
setelah pemberian obat premedikasi dan anestesi pulsus mengalami penurunan.
Karena efek dari obat anestesi sendiri adalah musculo relaksan. Pulsus melambat
pasca dilakukannyaoperasi yaitu 92 hingga 72 kali permenit tetapi masih dalam
batas yang normal.
c. Respirasi
Frekuensi nafas dipengaruhi oleh beberapa faktor, diamtaranya adalah
ukuran tubuh, umur, aktifitas fisik, kegelisahan, suhu, lingkungan, kebuntingan,
kondisi kesehatan hewan dan posisi hewan. Udara atau gas yang masuk dan udara
yang keluar pada saluran pernafasan disebut dengan volume tidal. Respiration rate

25
adalah jumlah inspirasi dan ekspirasi yang dilakukan setiap menitnya. Volume
tidal dan respiration rate akan menghasilkan volume pernafasan per menit (Hasan,
2009).
Respirasi anjing sebelum operasi tampak normal yaitu 24 kali permenit.
Respirasi anjing post operasi tampak sedikit menurun tetapi masih berada dalam
rentang yang normal yaitu 20-24 kali per menit.
d. Capillary Refill Time (CRT)
Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menentukan waktu pengisian
kembali kapiler. Teknik ini seringkali digunakan untuk mengetahui kondisi atau
tingkat dehidrasi seekor hewan dengan mengamati kualitas system sirkulasi,
dengan melihat waktu pengisian kembali kapiler. Interpretasi hasil dari
pemeriksaan ini adalah CRT pada kondisi hewan normal yaitu 1-2 detik. Pada
hewan yang dehidrasi CRT akan semakin lambat yaitu lebih dari 2 detik
(Triaksono, 2011).

26
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Ovariohysterectomy (OH) merupakan salah satu tindakan bedah untuk
mengangkat atau menghilangkan ovarium, dan uterus dari tubuh hewan betina
untuk mengatasi kelainan pada ovarium dan saluran reproduksi hewan betina.
Tujuan dilakukan ovariohysterectomy antara lain: untuk sterilisasi yaitu mencegah
estrus dan kebuntingan. Ovariohysterectomy dapat dilakukan atas adanya indikasi
dari penyakit saluran reproduksi seperti; pyometra, tumor ovary, cyste ovary,
tumor uterus (leiomyoma, fibroma, fibroleiomyoma), tumor mammae, veneric
sarcoma, prolapsus uterus dan vagina, hernia inguinalis. Selain atas indikasi
adanya penyakit, ovariohysterectomy juga dapat dilakukan untuk modifikasi
tingkah laku agar mudah dikendalikan, penggemukan, serta membatasi jumlah
populasi. Manajemen preoperasi terdiri dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
hematology terhadap status kesehatan. Sebelum di operasi, hewan dipuasakan
selama 8-12 jam. Pemberian premedikasi menggunakan atropine sulfat. Anastesi
menggunakan ketamine dan xylazine. Antibiotic menggunakan ampicilin dan
genoint®. Pelaksanaan operasi berlangsung lancer dan anjing akan di realease
setelah luka bekas insisi kembali menutup sempurna

5.1 Saran
Benang silk yang digunakan sebaiknya tidak melebihi 7 hari.

27
DAFTAR PUSTAKA

Chandler EA. 1985. Feline Medicine and Therapeutics. London.


De lahunta, A., and H. Evan. 2013. Miller Anatomy of The Dog 4th Edition.
Elsevier: USA.

Fossum, Theresa Welch. 2013. Small Animal Surgery 4th Edition. Elsevier’s
Health Sciences Right Department. USA

Ganiswara. 2013. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Gaya Baru: Jakarta.

Hasan, Achmad. 2009. Suhu Tubuh, Frekuensi Jantung dan Nafas Induk Sapi
Frisien Holstein Bunting yang Divaksinasi Dengan Vaksin Avian Influenza
H5N1. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kusumayanti, N. L. P. D. 2015. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap


Lamanya Perrawatan pada Pasien Pasca Operasi Laparotomy. Denpasar :
Universitas Udayana
Madigan, M. T. 2006. Brock Biology of Microorganisms. New Jersey : Pearson
Prentice Hall.

Mann, F. A., Gheorghe M. C., and Hun Y. Y. 2011. Fundamentals Small Animal
Surgery. ISBN 978-0-7817-6118-5, Hal: 8-9
Munaf, S. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Palembang: EGC.

Pasquini and Spurgeon. 1989. Anatomy of Domestic Animals Systemic & Regional
Approach 5th Edition. ELIB4Vet
Plumb, D.C. 2011. Veterinary Drug Handbook 7th Edition. Pharma Vet Inc.
Stockholm, Wisconsin
Ramsey I., 2017. BSVA : Small Animal Formulary 9th Edition- Part A : Canine
and Feline. School of Veterinary Medicine. University of Glasgow.
Glasgow. UK

Remington, B., R.P. Hastings, H/ Kovshoff. 2007. A Field Effectiveness Study of


Early Intensive Behavioral Intervention: Am. J. Mental Retardation.
112:418-438.

Triaksono, Nusdianto. 2011. Petunjuk Praktikum Pemeriksaan Fisik Ilmu


Penyakit Dalam Veteriner. Universitas Airlangga : Surabaya

28
Tobias, K. M. 2010. Manual of Small Animal Soft Tissue Surgery. Willey-
Balckwell, ISBN: 978-8138-0089-9, Hal: 241
Tobias, K.M., and Spencer A.J. 2012. Veterinary Surgery Small Animal Volume
One. ISBN : 978-4377-0746-5, Hal : 1871-1873
Wientarsih I., Prasetyo B.F., Madyastuti R., Sutardi L.N., Akbari R. A. 2018.
Obat-obatan untuk Hewan Kecil. IPB Press. Bogor

29
Lampiran 1 Monitoring Hewan Harian
Nama hewan : Jeni
Jenis hewan : Anjing
Umur : 2 tahun
Ciri khusus : Bicolour Hitam Putih
Tanggal kedatangan : 30 Oktober 2019
Berat badan : 8.75
Status kesehatan : Sehat

No Tanggal Pagi Siang Sore


RR HR T Kondisi RR HR T Kondisi RR HR T Kondisi
1 01 11 2019 36 148 38,9 48 156 38,7 40 144 38,1
2 02 11 2019 48 144 39,3 32 140 38,9 36 124 38,7
3 03 11 2019 32 140 39,0 44 152 38,5 52 140 38,5
4 04 11 2019 52 156 37,8 56 132 38,2 44 152 39,0
5 05 11 2019 44 152 38,7 52 148 38,2 52 148 39,4
6 06 11 2019 44 140 39,9 Ditemukan 60 136 38,7 32 156 38,9 Operasi
hernia jahit
ulang
7 07 11 2019 40 152 37,1 48 148 39,3 48 144 39,1
8 08 11 2019 48 148 37,9 52 140 38,5 44 136
9 09 11 2019 56 136 38,3 40 148 38,1 56 152
10 10 11 2019 44 152 38,5 36 144 38,4 52 148
11 11 11 2019 52 140 37,5 Lepas 48 128 38,7 48 144 Acc
semua rilis
jahitan

30
Lampiran 2. Hasil Ultrasonografi

Hasil USG terlihat tidak ada kebuntingan

31
Lampiran 3. Dokumentasi

Kegiatan Keterangan

USG Anjing Jeni, tidak terlihat


kebuntingan

Injeksi premedikasi atropin sulfat,


Antibiotik ampicillin
Dan induksi anastesi Ketamin dan
Xylazine

Incisi kulit serta subkutan

32
Incisi muskulus

Uterus

Ligasi pembuluh darah varium

33
Pemotongan Ovarium dexter

Ligasi arteri ovarium sinister

Ovarium telah dipotong

Ligasi pada uterus

34
Uterus yang telah di potong

Jahitan pada muskulus menggunakan


benang Catgut Chromic
Pola Simple interrupted

Jahitan pada subcutan menggunakan


benang Catgut Palin
Pola Simple Continous

35
Jahitan Kulit menggunakan benang
silk
Pola Simple Interrupted

36
Lampiran 4. Perkembangan Luka
Perkembangan Luka Tanggal
2 November 2019

3 November 2019

4 November 2019

37
5 November 2019

6 November 2019

9 November 2019

10 November 2019

38
11 November 2019

39
Lampiran 6 data monitoring pasien operasi
Nama hewan : Jeni
Jenis hewan : Anjing
Umur : 2 tahun
Ciri khusus : Bicolour Hitam Putih
Tanggal kedatangan : 30 Oktober 2019
Berat badan : 8.75 kg
Status kesehatan : Sehat
Hewan dipuasakan : 8 jam sebelum operasi

LEMBAR ANASTESI

Pre
Menit 15.05 15.20 15.35 15.50 16.05 16.20 16.35 16.50
anestesi
Temp(0C) 38,6 38,3 38,1 38,0 38,2 37,1 37,0 36,9 36,8
Heart Rate
136 128 120 116 112 108 106 104 106
(x/menit)
Respirasi
48 48 48 42 42 40 36 36 40
(x/menit)
Konjungtiva Normal Normal Normal Normal Normal Midriasis Midriasis Midriasis Midriasis
Mukosa Gusi Pale Pale Pale Pale Pale Pale Pale Pale Pale
CRT (detik) 2s 2s 2s 2s 3s 3s 3s 3s 3s
Turgor
2s 2s 2s 2s 3s 3s 3s 3s 4s
(detik)
Vomit - - - - - - - - -
Urinasi - - - - - - + - -
Defekasi - - - - - - - - -

Menit 17.05 17.20 17.35 17.50 18.05 18.20 18.35 18.50

Temp(0C) 36,4 36,0 35,9 35,6 35,4 35,6 36,0 36,5


Heart Rate
104 106 104 100 100 104 106 108
(x/menit)
Respirasi
42 36 32 36 32 28 28 30
(x/menit)
Konjungtiva Midriasis Midriasis Midriasis Midriasis Midriasis Midriasis Normal Normal
Mukosa
Pale Pale Pale Pale Pale Pale Pale Pale
Gusi
CRT (detik) 3s 3s 3s 3s 3s 3s 3s 3s
Turgor 4s 4s 4s 4s 4s 3s 3s 3s
40
(detik)
Vomit - - - - - - - -
Urinasi - - - - - + - -
Defekasi - - - - - - - -

Menit 19.05 19.20 19.35 19.50 20.05 20.20 20.35 20.50 21.05

Temp(0C) 37,0 37,2 37,5 37,8 37,9 38,1 38,5 38,6 38,8
Heart Rate
116 112 112 116 120 116 120 120 128
(x/menit)
Respirasi
32 36 32 36 40 36 40 42 42
(x/menit)
Konjungtiva Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Mukosa Gusi Pale Pale Pale Pale Pale Pale Pale Pale Pale
CRT (detik) 3s 3s 3s 3s 3s 3s 3s 3s 3s
Turgor (detik) 3s 3s 3s 3s 3s 3s 3s 3s 3s
Vomit - - - - - - - - -
Urinasi - - - - - - - - -
Defekasi - - - - - - - - -

41
Lampiran 7
Form Monitoring Hewan Harian
Nama hewan : Jeni
Jenis hewan : Anjing
Umur : 2 tahun
Ciri khusus : Bicolour Hitam Putih
Tanggal kedatangan : 30 Oktober 2019
Berat badan : 8.75
Status kesehatan : Sehat

No Tanggal Pagi Siang Sore


RR HR T Kondisi RR HR T Kondisi RR HR T Kondisi
1 01 11 36 148 38,9 48 156 38,7 40 144 38,1
2019
2 02 11 48 144 39,3 32 140 38,9 36 124 38,7
2019
3 03 11 32 140 39,0 44 152 38,5 52 140 38,5
2019
4 04 11 52 156 37,8 56 132 38,2 44 152 39,0
2019
5 05 11 44 152 38,7 52 148 38,2 52 148 39,4
2019
6 06 11 44 140 39,9 Ditemukan 60 136 38,7 32 156 38,9 Operasi
2019 hernia jahit
ulang
7 07 11 40 152 37,1 48 148 39,3 48 144 39,1
2019
8 08 11 48 148 37,9 52 140 38,5 44 136 37,9
2019
9 09 11 56 136 38,3 40 148 38,1 56 152 38,8
2019
10 10 11 44 152 38,5 36 144 38,4 52 148 38,3 Lepas
2019 sebagian
jahitan
11 11 11 52 140 37,9 Lepas 48 128 38,7 48 148 38,0
2019 semua
jahitan

42

Anda mungkin juga menyukai