DisusunOleh:
KelompokV D-III A
WindaAnggraeni 23010214060008
Rani Anggraeni 23010214060013
Nisa Purnamasari 23010214060014
Lola Fenalisa Br Sinuhaji 23010214060016
Yunia Nurul N 23010214060019
Yohannes Bosco H.W 23010214060027
Franklin Ginting 23010214060042
LEMBAR PENGESAHAN
Kelompok : V (LIMA)A
Mengetahui,
Menyetujui,
Koordinator Praktikum
Manajemen Kesehatan Ternak
RINGKASAN
Diponegoro Semarang.
stetoskop, tabung sentrifus, objek glass, pisau, gunting bedah, dan sarung tangan.
Bahan yang digunakan feses kambing segar, air untuk melarutkan feses, larutan
gula jenuh untuk memisahkan telur cacing dengan feses kambing, larutan NaCl,
preparat awetan endoparasit dan ektoparasit, serta sampel ayam broiler sakit.
dengan metode natif dan metode sentrifus menggunakan sampel feses kambing
yang masih segar dari kambing dan acara 3 preparat awetan ektoparasit dan
endoparasit Acara 4 mengamati performa fisik dari unggas yang dicurigai sakit,
membedahnya.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas dalam menempuh nilai mata
membantu sehingga laporan ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran unuk membangun demi kesempurnaan laporan ini,
semoga laporan ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
Jika ada kata-kata atau cara penulisan yang tidak sesuai. Penulis mohon
maaf dan kami harap dapat dimaklumi. Sekian dari penulis dan kami ucapkan
terima kasih.
Penulis
4
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... ii
RINGKASAN ........................................................................................... iii
KATA PENGANTAR................................................................................ iv
DAFTAR ISI.............................................................................................. v
DAFTAR TABEL...................................................................................... vii
DAFTAR ILUSTRASI.............................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
BAB II MATERI DAN METODE............................................................ 4
2.1. Materi........................................................................................ 2
2.1.1. Amnanesa.............................................................................. 4
2.1.2. Pengamatan parasit ................................................................ 4
2.1.3. Nekropsi ................................................................................ 5
2.2. Metode....................................................................................... 5
2.2.1. Amnanesa .............................................................................. 5
2.2.2. Pengamatan parasit ................................................................ 6
2.2.3. Nekropsi ................................................................................ 6
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................. 7
3.1. Anamnesa dan Pemeriksaan Kesehatan Ternak................................ 7
3.1.1. Pengamatan kondisi lingkungan dan kandang ternak ...... 7
3.1.2. Pemeriksaan kesehatan ternak ruminansia........................ 8
3.1.2.1. Pemeriksaan tingkah laku .............................................. 8
3.1.2.2. Pemeriksaan fisik tubuh ternak...................................... 9
5
DAFTAR TABEL
HALAMAN
DAFTAR ILUSTRASI
HALAMAN
BAB I
PENDAHULUAN
ternak. Pemeriksaan kesehatan ternak adalah dengan cara mengontrol tingkah laku
ternak serta mengamati kondisi fisik ternak dan organ-organ didalam tubuh
ternak. Anamnesa adalah upaya mencari tahu dengan bertanya kepada pemilik
hewan, mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit yang diderit
oleh hewan yang diperiksa (sejarah hewan sebelum sakit, dan keadaan
hewan pada saat sakit). Kegiatan ini sangat efektif untuk memahami kondisi yang
kesehatan ternak. Pemeriksaan kesehatan ternak yang bisa dilakukan bisa berupa
pengamatan tingkah laku seperti mengamati jarak jauh ternak dan jarak dekat,
Parasit adalah organisme yang hidup pada atau di organisme lain yang
Endoparasit merupakan parasit yang biasa hidup di dalam tubuh organisme atau
inang. Parasit ini dapat hidup di lingkungan intraseluler (parasit malaria di dalam
sel darah merah manusia) maupun ekstraseluler (parasit yang hidup di dalam
2
jaringan tubuh atau saluran pencernaan). Ektoparasit adalah parasit yang hidup di
permukaan tubuh dari sutau organisme. Parasit ini sering ditemukan pada ternak,
mungkin. Hal inilah yang menjadi celah untuk dilakukan kecurangan untuk
kesehatan unggas merupakan kunci dalam mengetahui apakah ayam tersebut sakit
atau terkena masalah lainnya. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cara
luar ataupun jaringan dalam pada tubuh ayam. Hal ini dilakukan agar dapat
terhindar dari kerugian finansial yang lebih besar. Nekropsi bisa dilakukan untuk
mengetahui penyakit yang sedang dialami oleh unggas, karena perbedaan spesifik
akan terlihat pada unggas yang sakit. Maka dari itu, nekropsi sangat penting untuk
tingkah laku ternak dengan jarak jauh dan jarak dekat, dan juga dapat
menganalisis kesehatan dan penyakit pada ternak. Adapun manfaat dari praktikum
ini adalah untuk meningkatkan daya analisis mahasiswa dalam hal kondisi
parasit baik endoparasit maupun ektoparasit yang ada pada ternak. Manfaat dari
praktikum ini adalah agar praktikan bisa lebih mengenal berbagai jenis parasit
baik endoparasit maupun ektoparasit. Tujuan dari praktikum ini adalah agar
praktikan lebih terlatih dalam melakukan nekropsi pada unggas dan mampu
menganalisa penyakit yang diderita oleh unggas. Manfaat dari praktikum ini
BAB II
dilaksanakan pada hari Selasa, 12 Mei 2015 pukul 17.00 – 18.00 WIB di
Feses dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2015 pukul 16.00 – 18.00 WIB dan
pada tanggal 30 Mei 2015 pukul 11.00 – 13.00 WIB di Laboratorium Ilmu
Semarang.
2.1. Materi
2.1.1. Anamnesa
dengan materi Anamesa ini adalah thermometer untuk mengukur suhu tubuh
ternak, stetoskop untuk menghitung detak jantung dan rumen ternak serta induk –
dengan materi Pemeriksaan Parasit yaitu feses kambing yang masih segar, air
yang digunakan sebagai pelarut, gula jenuh yang digunakan untuk memisahkan
antara telur cacing dan feses kambing, larutan NaCl yang digunakan untuk
sentrifuse yang digunakan untuk meletakkan sample feses, serta object glass yang
2.1.3. Nekropsi
dengan materi Nekropsi adalah ayam yang dicurigai sakit, pisau yang digunakan
bagian organ, dan tambahan masker untuk menutupi hidung dan mulut serta
2.2. Metode
2.2.1. Anamnesa
dengan materi Anamesa ini yaitu melakukan wawancara dengan pihak peternak,
6
dan rumen serta menghitung frekuensi nafas induk dan anak kambing.
pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil sample feses sebanyak 1-2
gram lalu diletakkan pada obyek glass, setelah itu teteskan air dan retakkan
dengan lidi/kaca.
2.2.3. Nekropsi
sample darah, permukaan kulit unggas diperiksa apakah ada kelaian atau tidak,
periksalah warna dan kondisi jaringan dibawah kulit (subkutan) dan otot dada,
BAB III
kambing kurang mendukung. Jarak kandang dengan rumah kurang lebih 5 meter,
jarak tersebut belum termasuk baik karena dapat mengganggu dengan rumah.
kambing. Menurut Agus dan Warsito (2013) bahwa kandang kambing seharusnya
bebas dari polusi udara dan tidak terjangkit dari penyakit menular berbahaya.
Lokasi kandang lebih baik jauh dari pemukiman agar bau yang mungkin
dapat mengalami pelembapan. Keadaan ini tidak baik untuk kesehatan kambing.
Hal ini sesuai dengan pendapat Suparman (2007), yang menyatakan kondisi
kandang harus memenuhi syarat kesehatan dan memiliki pendukung yang baik,
8
seperti sumber air, letak lokasi terhadap perumahan, tempat penampungan limbah,
aktifitas, nafsu makan dan minum, posisi berdiri. Pengamatan jarak jauh dapat
dilihat dengan nafsu makan yang tinggi, cara berdiri ternak. Menurut pendapat
Santosa (2010) menyatakan bahwa struktur kaki yang lurus dan simetris akan
lebih kuat menopang berat badan ternak daripada kaki yang tidak lurus dan
simetris, karena beban berat tubuh akan ditahan dengan seimbang oleh kedua
kaki. Pengamatan dengan jarak dekat dapat diketahui dengan dilihat cepat
tanggapnya, hidung lembab atau tidak, mata tajam, kulit bersih dan mengkilat.
Hal ini sesuai dengan pendapat Bambang (1998) yang menyatakan bahwa ternak
9
yang memiliki kesehatan yang baik ditandai dengan bagian mulutya tidak
bagian tubuh yang nampak sakit adalah bagian vagina berwarna merah muda
kepucatan dan keluar lendir putih bening kental. Hal ini sesuai dengan pendapat
Irkham et al., (2011) yang dilakukan pemeriksaan penelitian alat kelamin luar
(warnamukosa, sifat lendir yang keluar dari vagina) bahwa warna mukosa
oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1998) ; Kelly (1974) menyatakan bahwa rerata
suhu tubuh fisiologis pada kambing dewasa adalah 39,4°. Gerakan pernafasan
10
pada kambing tenang teratur dan pergerakan rumen tercatat 23 kali/menit. Hal ini
dimulai dan semakin meningkat sejak umur 4 minggu. Pula kondisi feses yang
sehat dapat dilihat dengan aktifitas gerakannya lincah, berdirinya dan berjalannya
tegap dan kakinya menopang dengan kuat, dan anggota geraknya seperti telinga,
kepala, telinga, ekor aktif bergerak. Nafsu makan dan minum baik lancar.
sebagai berikut :
pemeriksaan feses dengan metode natif ditemukan parasit berupa cacing kelas
tubuh tidak bersegmen, semua organ dikelilingi sel-sel parenkim, badan tidak
berongga dan mempunyai mulut penghisap. Menurut Nezar (2014), bahwa genus
darah ternak. Telur cacing genus schistosoma memiliki bentuk bulat dan berwarna
coklat.Hal ini sesuai dengan pendapat Sandjaja (2014) bahwa telur schistosoma
memiliki tonjolan disebelah lateral, berwarna coklat dan berbentuk bulat. Parasit
yang ditemukan berupa cacing Schistoma nasalis pada feses indukan kambing..
Menurut Levine, 1994 jenis Schistosoma nasalis terdapat pada vena selaput
hidung.
sebagai berikut :
ditemukan berupa cacing Schistoma bovis pada feses indukan kambing. Menurut
Levine (1994) jenis Schistosoma bovis umumnya terdapat pada bagian vena dan
vena mesenterika. Hal ini sesuai dengan pendapat Kusumamihardja (1992), bahwa
jenis cacing ini mempunyai kemampuan untuk menembus mukosa usus dan
keluar bersama tinja dan kadang-kadang melalui air kencing. Kemudian cacing
3.3.1. Endoparasit
Fasciola Gigantica.
13
dalam usus ayam dan termasuk cacing nematoda. Hal ini sesuai dengan pendapat
Darmawi et al., (2013) bahwa Ascaridia galli (A. galli) adalah cacing gelang
disebabkan oleh infestasi A. galli pada unggas tersebar hampir di seluruh dunia.
Hal ini diperkuat dengan pendapat Zalizar dan Satrija (2009) bahwa Infeksi cacing
Ascaridia galli (A. galli) dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besarsetiap
bobot badan.
bentuknya besar dan berwarna putih kekuning-kuningan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Balqis et al., (2009) bahwa Cacing A. galli merupakan cacing terbesar
infektif di atas tanah. Telur infektif tertelan oleh ayam dan menetas dalam
halus, tetapi kebanyakan tetap di dalam lumen. Seminggu kemudian pada periode
hari dalam selaput lendir usus halus untuk melakukan proses moulting menjadi
cacing muda. Telur yang dihasilkan oleh cacing Ascaridia galli dewasa dihasilkan
di dalam usus halus unggas dan dikeluarkan bersama ekskreta pada saat defekasi.
Telur cacing Ascaridia galli akan mencapai tahap infektif dalam waktu 10 hari
atau lebih.
gigantica dapat diperoleh hasil bahwa cacing hati atau Fasciola gigantica adalah
cacing hati yang banyak ditemukan pada sapi terutama organ hati. Hal ini sesuai
hepatica dan Fasciola gigantica. Kedua cacing ini pada temak ditularkan
melalui siput dan famili Lymnaeidae. Hal ini diperkuat dengan pendapat
Damwesh dan Ardo (2013) bahwa Fasciolosis adalah infeksi hati parasit
15
ruminansia liar dan domestic yang disebabkan oleh trematoda dari genus Fasciola
tersebut berbentuk daun, pipih sehingga tergolong cacing trematoda. Hal ini
sesuai dengan pendapat Purnomo et al., (2005) bahwa siklus hidup Fasciola
gigantica adalah di dalam tubuh hospes yaitu ternak, cacing dewasa hidup di
dalam hati dan bertelur di usus, kemudian telur keluar bersama dengan feses.
Telur tersebut menempel pada rumput yang basah dan menetas menjadi larva,
yang basah. Didalam tubuh siput, larva cacing hati mengalami perkembangan
3.3.2. Ektoparasit
16
rubiginosa.
hippobosca sp atau yang biasa dikenal dengan lalat sumba mempunyai 6 kaki,
berukuran besar, berwarna hitam kecoklatan biasanya lalat ini menyerang kuda
dan sapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Putra (2012) bahwa lalat Hippobosca sp.
banyak menginfestasi sapi dan kuda.Lalat ini mengisap darah pada daerah
perineum dan di antara kaki belakang.Lalat Hippobosca sp. banyak terdapat pada
daerah dengan temperatur tinggi. Menurut Himawan (2014) bahwa daur hidup
dari lalat Hippobosca bahwa lalat Hippobosca jarang terbang, biasanya hanya
betina mengisap darah dan beristirahat pada inang, terutama kuda dan sapi.Lalat
biasanya banyak ditemukan pada batang atau pelepah pohon kelapa atau pohon
disimpan memakan waktu enam jam. Pupa yang diproduksi di musim panas akan
4 musim, lalat melewati musim dingin dalam stadium pupa dan peningkatan
jumlah lalat pada musim panas lalat dewasa akan terbang langsung menuju inang.
Lalat yang baru menetas tidak makan selama 24 jam pertama, lalu akan makan
17
dengan frekuensi tinggi beberapa kali dalam sehari. Lalat yang baru keluar dari
pupa membutuhkan waktu 4-11 hari untuk dewasa kelamin, hidup lalat mencapai
8-9 minggu saat musim panas. Lama hidup lalat betina dewasa lebih lama
daripada lalat jantan dewasa. H. equina dewasa berkumpul di bagian tubuh inang
(sapi dan kuda) yang mempunyai kulit tipis dan sedikit rambut.
Tabel 5. Hippobosca sp
adalah siput air tawar yang merupakan induk semang dari fasciola gigantica. Hal
ini sesuai dengan pendapat Widjajanti (1998) bahwa sebagai penunjang upaya
Lymnaea rubiginosa. Hal ini diperkuat dengan pendapat Suhardono et al., (2000)
siput L.rubiginosa yang berperan sebagai satu - satunya induk semang antara
siklus hidup Lymnaea rubiginosa merupakan induk semang dari cacing hati
sehingga telur yang keluar bersama feses kemudian telur tersebut menetas dan
berubah menjadi larva mirasidium tubuh miracidium diliputi ciliae yang berfungsi
sebagai alat penggerak di air. Gerakan mirasidium dipengaruhi oleh cahaya (Foto
taxis). Miracidium berenang selama beberapa jam dan kemudian menebus tubuh
siput (Lymnaea rubiginosa). Miracidium hanya waktu singkat (24 jam) untuk
mencari siput sebagai induk semang. Apabila ditemukan siput yang sesuai
siput tersebut.
pernafasan bagian atas, kantung udara keruh dan menebal, serta pembentukan
jaringan fibrin pada selaput hati dan jantung. Menurut Szathmary dan Stipkovits
saluran pernafasan bersamaan dengan aliran udara yang telah terkontaminasi, dan
menempel pada mukosa saluran pernafasan dan merusak sel-selnya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Soeripto (2009), bahwa selama beberapa minggu bakteri tetap
menetap dalam saluran pernafasan dan menginfeksi secara akut ketika ayam
mengalami stres dan terinfeksi agen lain seperti E- coli sehingga berkembang
Disease) seperti ujung hidung keluar lendir kotor yang lama semakin banyak,
peredaran darah pada unggas berlangsung disebabkan karna adanya kerja jantung
darah kapiler, dan pumbuluh darah nadi. Menurut Sturkie (1976), bahwa arah
pada unggas berfungsi untuk penyerapan dan transport zat-zat nutrien dari saluran
berfungsi untuk mengalirkan darah dari jantung ke seluruh tubuh dan kembali lagi
darah yang ada dalam tubuh ayam berfungsi sebagai membawa oksigen dari sel
:http://hannayuri.wordpress.com
21
bakteri E. coli yang mempunyai sifat oportunistis, yaitu secara normal terdapat
pada saluran pencernaan ayam dalam jumlah yang terkendali, tetapi saat kondisi
ayam menurun akibat stres bisa berkembang menjadi patogen. Akibatnya, apabila
kandang. Penularan penyakit ini terutama dari kondisi lingkungan yang basah dan
Newcastle diseases (ND), Salmonella pullorum, dan CRD. Hal ini sesuai dengan
pendapat Turpin et al., (2002) serupa juga berpotensi terjadi ketika saluran
pencernaan terkena infeksi penyakit lain. Kondisi cuaca yang seringkali berubah
secara drastis menyebabkan ayam stres dan kondisi tubuh ayam cenderung
menyatakan bahwa ternak tersebut sehat. Sistem syaraf yang normal berwarna
putih tidak pucat dan tidak putus pada saat ditarik dan tidak terdapat
pembengkakan. Menurut Akoso (2000) pada hewan terdapat tiga macam sistem
22
syaraf yaitu syaraf pusat, syaraf tepi, dan syaraf simpatetik. Salah satu penyakit
yang menggangu sistem syaraf pada unggas yaitu marek, kelainan pasca mati
penyakit Marek yang utama dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yakni
BAB IV
4.1. Simpulan
pengamatan anamnesa dapat diketahui penyakit yang dialami oleh ternak. Hal ini
dapat dilakukan dengan pengamatan tingkah laku ternak anatomis tubuh serta
berada diluar tubuh ternak. Endoparasit dalam tubuh ternak ditemukan cacing
gelang (Ascaring sp), cacing hati (Fasciola Gigantica), schistosoma nasalis dan
pengamatan tingkah laku dan nekropsi dengan mengamati kelainan dari organ
sistem pernafasan, organ sistem peredaran darah, organ sistem pencernaan, dan
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Andoko dan Warsito. 2013. Beternak Kambing Unggul. Jakarta: Agro
Media.
Balqis, U., Darmawi., Hambal, M., dan R. Tiuria. 2009. Perkembangan Telur
InfektifAscaridia galli melalui Kultur In Vito. J. Kedokteran Hewan.
3(2):227-233.
Balqis, U., Darmawi., Aisyah S., dan M. Hambal. 2013. Perubahan Patologi
Anatomi Hati dan Saluran Empedu Sapi Aceh yang Terinfeksi Fasciola
gigantica. J. Agripet
Darmawi., Balqis, U., Tiura, R., Soedjoeno, R. D., Pasaribu, F. H., Hambal, M dan
R.Daud. 2013. Respons Antibodi Ayam Petelur yang DiberikanProtein
Ekskretori/ Sekretoridan Ditantang dengan Infektif Ascaridia galli.J.
Kedokteran Hewan.7(2):145-149.
Dwipayanti, Y. 2008. Profil Organ dalam Serta Histopatologi Usus dan Hati Ayam
KampungTerinfeksi Cacing Ascaridia galli yang Diberi Tepung Daun
Jarak (Jathropa curcos L.). Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
(Skripsi)
Iskandar , T. 1982. Invasi ulang skabies (Sarcoptes scabiei) pada kerbau lumpur
(Bos bubalus) dengan pengobatan salep asuntol 50 WP konsentrasi 2% dan
perubahan patologik kulit. Penyakit Hewan. 23: 21- 23.
Kelly, W.R. 1997. Veterinary Clinical Diagnosis, 2nd ed. Beilliere Tindal, London.
p-p. 1-362
Kusumamihardja, S., 1992, Parasit dan Parasitosis Pada Hewan Ternak dan
Hewan Piaraan di Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Munadi. 2011. Tingkat Infeksi Cacing Hati Kaitannya dengan Kerugian Ekonomi
Sapi Potong yang Disembelih di Rumah Potong Hewan Wilayah Eks-
Kresidenan Banyumas. Jurnal Agripet. 11(1): 45-50
Nezar, M. R. 2014. Jenis Cacing Pada Feses Sapi di TPA Jatibarang dan KTI
Sidomulyo Desa Nongko Sawit. Universitas Negri Semarang, Semarang
PaynPayne, L.N. 1985. Marek’s Disease: Scientific Basis and Methods of Control.
Martinus Nijhoff Pub. Boston. Dordrecht. Lancaster.
Purnomo., J. Gunawan W., Magdalena L.J., Ayda R., dan Harijani A.M. 2005.
Atlas Helmintologi Kedokteran. Gramedia Pustaka Utama
Putra, J. 2012. Identifikasi lalat sumba (Hippobosca sp) pada sapi perah di
kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor.
Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi)
26
Roni, F., dan A. Polana. 2011. Mengatasi 71 Penyakit pada Ayam. Agro Media
Pustaka. Jakarta.
Sayuti, L. 2007. Kejadian Infeksi Cacing Hati (Fasciola spp) pada Sapi Bali di
Kabupaten Karangasem, Bali. Fakultas Kedokteran Hewan, Insititut
Pertanian Bogor. (Skripsi)
Sturkie, P. D. 1976. Avian Physiology Third Edition. Springer Verlag. New York.
Turpin, E.A., L.E. Perkins, and D.E. Swayne. 2002. Experimental infection of
turkeys with avian pneumovirus and either newcastle disease virus or
Escherichia coli. Avian Diseases. 46:12-22.
27
Widjajanti, S. 1998. Estimasi populasi siput Lymnaea rubiginosa dan siput air
tawar lainnya disawah dan kolam di bogor, jawa barat. J. Ilmu Ternak dan
Veteriner. 3(2):124-128
Zalizar, L., dan F. Satrija. 2009. Pengaruh Perbedaan Dosis Infeksi Ascaridia galli
dan Pemberian Piperazin terhadap Jumlah Cacing dan Bobot Badan
Ayam Petelur. J. Animal Production. 11(3):176-182.