Laporan ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam penilaian tugas mata kuliah
Praktik Survailans
Oleh:
DEPARTEMEN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktik Surveilans mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat
Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin:
Mengetahui,
Penanggung Jawab Praktikum, Pembimbing Materi,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya sehingga kami berhasil menyelesaikan Laporan Praktik
Surveilans Gambaran Surveilans Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis di
Puskesmas Pampang Tahun 2013-2015.
Laporan ini disusun untuk melengkapi persyaratan kelulusan dalam
penilaian tugas mata kuliah praktik surveilans di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin.
Perlu disdari bahwa penyusunan laporan ini tidak dapat selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian.Oleh
karena itu, dengan kerendahan hati disampaikan terimakasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya.
HALAMAN SAMPUL...........................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................
DAFTAR TABEL.................................................................................................
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
1.1. Latar Belakang..............................................................................................
1.2. Tujuan............................................................................................................
1.2.1 Tujuan Umum...............................................................................
1.2.2 Tujuan Khusus..............................................................................
1.3. Manfaat.........................................................................................................
1.3.1 Praktis...........................................................................................
1.3.2 Ilmiah...........................................................................................
3. Mahasiswa..........................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................
5.1 Kesimpulan..................................................................................................
5.2 Saran............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Lampiran 1 Kuesioner
Lampiran 2 Absensi Praktik Surveilans
Lampiran 3 Gant Chart
Lampiran 4 Foto Kegiatan
BAB I
PENDAHULUAN
1
meninggal karena TB. Lebih dari 95% kematian akibat TB Paru terjadi di
negara berpenghasilan rendah dan menengah, sedangkan laporan WHO pada
tahun 2009 dan 2010, mencatat peringkat Indonesia menurun dibawah India,
Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria(WHO, 2010).
Dilihat lagi pada tahun 2011 kasus TB Paru semakin menurun yang
masih terdapat 450.000 kasus danitulah yang menyebabkan masih tingginya
jumlah kasus baru TB di negara kita yaitu menempati tiga besar negara
dengan penderita TB terbanyak. Penyakit TB di Indonesia masih bersaing
dengan penyakit tidak menular yang masih memunyai masalah penyebab
kematian seperti penyakit jantung koroner.Kajian medis tentang TB terus
menerus dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian, bahkan
sampai pada efek pemakaian obat sampai resisten obat(Syafar, 2011). Setiap
tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat TB dan terdapat 450.000 kasus TB
paru. Tiga per empat dari kasus TB ini terdiri dari usia produktif 15 - 49 tahun
(Kemenkes RI, 2011).
Jumlah penderita penyakit tuberkulosis di Sulawesi Selatan masih
tinggi. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan
pada tahun 2011, penderita penyakit menular ini mencapai 8.939 kasus
dengan peningkatan jumlah penderita sebesar 55 %. Angka ini meningkat
signifikan dibanding tahun sebelumnya yang hanya 7.820 kasus. Dalam hal
ini penyakit TB masih menjadi masalah serius yang perlu penanganan yang
khusus dan lebih lanjut (Dinkes Prov. Sulawesi Selatan, 2011).
Jumlah pasien pada golongan penyakit TB Paru BTA (+) pada tahun
2013 di Balai Besar Kesehatan Paru Kota Makassar mencakup 563 penderita,
sedangkan pada golongan penyakit TB Paru BTA (-) lebih banyak yang
mencakup 6.341 penderita. Sedangkan data kunjungan rawat jalan
berdasarkan jenis kelaminnya pada bulan Januari – Juni Tahun 2003 laki-laki
berjumlah 7776 dan perempuan berjumlah 6358. Dalam hal ini jumlah laki-
laki lebih banyak daripada perempuan (Maharani,dkk., 2014).
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diketahui penyakit
tuberkulosis merupakan penyakit yang sangat berbahaya, dan untuk
mendapatkan gambaran epidemiologis penyakit tuberkulosis serta informasi
2
mengenai pelaksanaan program surveilans di puskesmas maka diadakanlah
praktikum surveilans di puskesmas Pampang Kota Makassar.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Secara umum praktikum ini bertujuan untuk mendapatkan
gambaran epidemiologis penyakit tuberkulosis di Puskesmas Pampang
selama tiga tahun terakhir serta informasi mengenai pelaksanaan
program surveilans di puskesmas tersebut.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi penyakit Tuberkulosis menurut waktu
(time), tempat (place), dan orang (person), di Puskesmas Pampang
Kota Makassar tahun 2013-2015.
b. Untuk mengetahui gambaran proses pelaksanaan surveilans penyakit
tuberkulosis yaitu pengamatan, pencatatan, pengolahan dan analisis
data, serta diseminasi penyakit di Puskesmas Pampang Kota
Makassar.
c. Untuk mengetahui gambaran atribut surveilans yaitu Kesederhanaan
(simplicity), fleksibilitas (flexibility), dan ketepatan waktu
(timeliness) dalam sistem surveilans penyakit tuberkulosis di
Puskesmas Pampang Kota Makassar.
1.3 Manfaat
1.3.1 Praktis
Dapat memberikan informasi bagi pihak instansi Dinas Kesehatan
Kota Makassar dan puskesmas Pampang sebagai pedoman dalam
memberikan prioritas perencanaan program dan menentukan arah
kebijakan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit
tuberkulosis.
1.3.2 Ilmiah
Praktik ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah dan
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan serta merupakan bahan
acuan bagi peneliti selanjutnya.
3
1.3.3 Mahasiswa
Aplikasi ilmu dan pengalaman berharga serta dapat menambah
wawasan ilmiah dan pengetahuan penulis tentang penyakittuberkulosis.
Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman khususnya dalam
mengadakan praktik surveilans yang selanjutnya mengaplikasikan teori
yang diperoleh di ruang kuliah dengan melihat keadaan yang
sebenarnya di lapangan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan
gambaran TB aktif.
2) Tuberkulosis Paru BTA Negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran TB aktif. TB
paru BTA negatif rontgen positif di bagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk
berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan
gambaran kerusakan paru yang luas dan keadaan umum
penderita buruk.
b. Tuberkulosis Ekstra Paru
TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium, kelenjar limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin
dan lain-lain). TB ekstra Paru dibagi berdasarkan pada tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu:
1) TB Ekstra Paru Ringan
Misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatuva
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang) sendi dan kelenjar
adrenal.
2) TB Ekstra Paru Berat
Misalnya: Meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleoritis eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus, TB
saluran kencing dan alat kelamin (Zulkarnain, 2005).
2.1.3 Etiologi TB
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai
Basil tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat hidupbeberapa jam di tempat yang
gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman inidapat dormant,
tertidur lama selama beberapa hari (Depkes, 2002).
2.1.4 Patofisiologi TB
6
Tempat masuknya kuman Mycobacterium tuberculosis adalah
saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan luka tebuka pada kulit.
Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi
droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal
dari orang yang terinfeksi TB. Infeksi TB dikendalikan oleh respon
imunitas sel. Sel efektornya adalah limfosit (biasanya sel T) dan
makrofag (Price,dkk., 2006).
Individu yang rentan dan menghirup basil tuberkulosis serta
terinfeksi. Bakteri dapat berpindah melalui jalan napas ke alveoli,
tempat berkumpulnya bakteri tersebut dan berkembang biak. Basil
tersebut juga dapat berpindah melalui sistem limfe dan aliran darah
kebagian tubuh lainnya seperti ginjal, tulang, kortek serebri dan area
paru-paru lainnya seperti lobus atas. Sistem imun tubuh hospis
berespon dengan melakukan reaksi inflasmasi. Fagosit (neutrofil dan
makrofag) memakan banyak bakteri, lomfosit spesifik teberkulosis
melisis basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopenomonia,
infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan
(Smeltzer,dkk., 2002).
Patogenesis tuberkulosis pada individu imunokompoten yang
belum pernah terpajan berfokus pada pembentukan imunitas selular
yang menimbulkan resistensi terhadap organisme dan menyababkan
terjadinya hipersensitivitas jaringan tehadap antigen tuberkular
(Robbins, 2007). Masa jaringan baru yang disebut dengan
granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan
sudah mati. Dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding
protektif, Granulomas tersebut diubah menjadi massa jaringan fibrosa.
Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberken Ghon. Bahan
(bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik dan membentuk massa
seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi dan membentuk
skar kolagenosa.
2.1.5 Simptompatologi TB
7
Gejala pada penyakit tuberkulosis adalah:
a. Demam tidak terlalu tinggi disertai keringat malam hari
b. Demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul
c. Penurunan nafsu makan dan berat badan
d. Batuk-batuk selama 3 minggu dapat disertai dengan darah
e. Perasaan tidak enak, lemah.
f. Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus, yakni saluran yang
menuju paru-paru, maka akan menimbulkan suara “mengi” suara
nafas yang melemah disertai sesak.
g. Bila ada cairan di rongga pleura (pembungkus paru-paru), maka
penderita akan mengalami keluhan sakit dada.
h. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang ada pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit diatasnya. Pada muara ini akan keluar nanah.
i. Muncul benjolan didaerah leher, ketiak, dan lipatan paha
(Sandina, 2011).
2.1.6 Pencegahan TB
Pencegahan penularan di lakukan oleh pasien TB paru sendiri dan
dibantu oleh petugas pelayanan kesehtan, pencegahan tuberkulosis
paru menurut Zain dalam Ardiansyah (2012) yaitu dengan:
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang
bergaul erat dengan penderita TB paru BTA positif
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal tehadap kelompok-
kelompok populasi tertentu, misalnya karyawan rumah sakit, atau
puskesmas atau balai pengobatan dan lain-lain.
c. Vaksinasi BCG; reaksi positif terjadi jika setelah mendapat
vaksinasi langsung terdapat lesi lokal yang besar dalam waktu
kurang dari 7 haru setelah penyuntikan.
d. Kemoprofilaksis, dengan menggunakan INH mg/kg BB selama 6-
12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi
bakteri yang masih sedikit.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi, tentang penyakit tuberkulosis
kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun rumah sakit oleh
petugas kesehatan.
8
Pada setiap pelayanan kesehatan, Arias (2010) menyebutkan
tindakan pengendalian yang paling penting dalam mencegah
penularan tuberkulosis meliputi:
a. Pengenalan segera orang-orang (pasien dan petugas) yang
menderita TB paru
b. Isolasi segera pasien yang diketahui atau diduga menderita TB paru
dalam sebuah ruangan khusus yang tidak bertukar udara
c. Membuat diagnosis yang tepat dengan cepat untuk orang-orang
dengan tanda dan gejala tuberkulosis paru (misalnya riwayat medis
dan fisik, radiografi dada, uji kulit tuberkulin, dan pulasan serta
biakan sputum untuk uji bakteri tahan asam (BTA).
d. Penggunaan alat pelindung pernapasan (masker) untuk petugas
yang merawat pasien yang diketahui atau diduga TB
e. Perawatan segera pasien dengan pengobatan anti tuberkulosis
f. Anjurkan pasien rawat jalan untuk menggunakan masker
2.1.7 Pengobatan TB
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan
mencegah terjadinya resistensi kuman tehadap OAT. Terdapat 5 jenis
antibiotik yang dapat digunakan bagi penderita TB. Infeksi
tuberkulosis pulmoner aktif seringkali mengandung 1 miliar atau lebih
bakteri, sehingga jika hanya diberikan satu macam obat, maka akan
menyisakan ribuan bakteru yang resisten terhadap obat terseut, oleh
karena itu, paling tidak diberikan 2 macam obat yang memiliki
mekanisme kerja yang berlainan. Antibiotik yangsering digunakan
adalah isoniazid, rifampicin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.
Isoniazid, rifampicin dan pirazinamid dapat digabungkan dalam satu
kapsul. Ketiga obat tersebut dapat meyebabkan mual dan muntah
sebgai akibat dari efeknya terhadap hati (Mahdiana, 2010).
Dalam rangka program pemberantasan tuberkulosis paru,
Departemen Kesehtan RI menggunakan pedoman terapi jangka
pendek dengan pengobatan TB paru, yaitu: HRE/5 HaRa =
isoniazid+rifampisin+etambutol setiap hari selama 1 bulan. Kemudian
dilanjutkan dengan isoniazid+rifampisin 2 kali seminggu selama 5
9
bulan. Pengobatan ini dilakukan dengan pengawasan ketat, disebut
dengan DOTs (Directly Observed Treatment Short Course) atau
disebut juga pengawas menelan obat (PMO). Tujuan dari program TB
paru ini adalah untuk memutus rantai penularan sehingga penyakit
tuberkulosis paru tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Atau dengan cara lain yaitu:
a. Penderita yang dalam dahaknya mengandung kuman dianjurkan
untuk menjalani pengobatan di puskesmas.
b. Petugas dapat memberikan pengobatan jangka pendek di rumah
bagi penderita secaradarurat atau karean jarak tempat tinggal
penderita dengan puskesmas cukup jauh untuk bisaberobat secara
teratur.
c. Melaporkan adanya gejala sampingan yang terjadi, bila perlu
penderita dibawa kepuskesmas.
10
2.2 Tinjauan Teori tentang Surveilans
2.2.1 Pengertian Surveilans
Menurut Center for Disease Control tahun 1996 surveilans
merupakan pengumpulan, analisis dan interpretasi data kesehatan
secara sistematis dan terus menerus, yang diperlukan untuk
perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya kesehatan masyarakat,
dipadukan dengan diseminasi data secara tepat waktu kepada pihak-
pihak yang perlu mengetahuinya. Sedangkan menurut WHO (2004),
surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan
interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran
informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil
tindakan.
Sejalan dengan pengertian surveilans diatas, menurut Depkes RI
tahun 2011 surveilans adalah proses pengamatan berbagai masalah yang
berkaitan dengan suatu program secara terus menerus melalui kegiatan
pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara
sistematis serta penyebarluasan informasi kepada unit terkait yang
membutuhkan dalam rangka pengambilan tindakan.Surveilans dapat
memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit,
mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati
faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-
perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir. Selanjutnya
surveilans menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat
keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan
pengendalian penyakit (Last, 2001).
Surveilans dapat didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan yang
sistematis dan berkesinambungan dalam pengumpulan, analisis,
interpretasi data dan penyampaian informasi dalam upaya menguraikan
dan memantau suatu penyakit atau peristiwa kesehatan. Sedangkan
surveilans epidemiologi penyakit tidak menular merupakan analisis
terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan
11
faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak
menular (Amirudin, 2013).
Berdasarkan Permenkes RI No. 45 Tahun 2014 surveilans
kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau
masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk
memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan
pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien.
2.2.2 Tujuan dan Manfaat Surveilans
a. Tujuan Surveilans
Pelaksanaaan sistem surveilans epidemiologi memiliki beberapa
tujuan diantaranya sebagai berikut (WHO, 2002) :
1) Memprediksi dan mendeteksi secara dini terjadinya epidemi/wabah
(outbreak).
2) Memonitor, mengevaluasi, dan memperbaiki program pencegahan,
pengendalian penyakit, dan masalah kesehatan.
3) Menyediakan informasi untuk menentukan prioritas program
intervensi, pengambilan kebijakan, perencanaan, implementasi, dan
alokasi sumber daya kesehatan.
4) Menitoring kecenderungan (trend) penyakit endemis dan
mengestimasi dampak penyakit di masa datang.
5) Mengidentifikasi kebutuhan riset dan investigasi lebih lanjut.
b. Manfaat Surveilans
Mempelajari pola kejadian penyakit potensial pada populasi sehingga
dapat efektif dalam investigasi, controling dan pencegahan penyakit di
populasi.
1) Identifikasi dan perhitungan tren dan pola penyakit.
a) Identifikasi kelompok resiko tinggi menurut waktu, orang dan
tempat.
b) Identifikasi faktor resiko dan penyebab lainnya.
12
c) Deteksi perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi.
d) Dapat memonitoring kecenderungan penyakit endemis.
e) Mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologisnya.
f) Memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan
pelayanan kesehatan.
g) Membantu menetapkan masalah kesehatan prioritas dan prioritas
sasaran program pada tahap perencanaan.
2.2.3 Sumber Data Surveilans
Beberapa sumber data yang tersedia dapat digunakan untuk
surveilans kesehatan masyarakat. World Health Organization (WHO)
menyusunnya sebagai kunci dari sumber data surveilans sebagai
berikut:
a. Laporan kematian.
b. Laporan kesakitan.
c. Laporan epidemik.
d. Laporan penggunaan laboratorium (termasuk hasil tes
laboratorium).
e. Laporan penyelidikan kasus individu.
Survei khusus (misalnya: pengunjung masuk ke rumah sakit, daftar
penyakit dan survei serologi).
a. Informasi hewan reservoir
b. Data demografi
c. Data lingkungan
Macam-macam sumber data dalam surveilans epidemiologi
menurut (Kepmenkes RI No.1116/Menkes/SK/VIII/2003) :
a. Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan
dan masyarakat.
b. Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan
serta laporan kantor pemerintah dan masyarakat.
c. Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik
kependudukan dan masyarakat.
13
d. Data geografi yang dapat diperoleh dari unit unit meteorologi dan
geofisika.
e. Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan
kesehatan dan masyarakat.
f. Data kondisi lingkungan.
g. Laporan wabah.
h. Laporan penyelidikan wabah/KLB.
i. Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan
j. Studi epidemiologi dan hasil penelitian lainnya.
k. Data hewan dan vektor sumber penular penyakit yang dapat
diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
l. Laporan kondisi pangan.
2.2.4 Atribut Surveilans
Atribut surveilans terbagi menjadi tujuh adalah sebagai berikut:
a. Simplicity (kesederhanaan)
Kesederhanaan surveilans berarti struktur yang sederhana dan
mudah dioperasikan. Sistem surveilans sebaiknya sesederhana
mungkin, tetapi dapat mencapai objektif. Metode yang
digunakan dalam atribut simplicity (kesederhanaan) adalah
kerangka yang menggambarkan alur informasi dan hubungannya
dengan sistem surveilans dapat menolong untuk menilai
kesederhanaan atau kemajemukan suatu surveilans. Ukuran-
ukuran yang dapat dipertimbangkan dalam menilai
kesederhanaan sistem yaitu:
1) Banyaknya jenis sumber informasi untuk menegakkan
diagnose
2) Cara penyaluran data informasi kasus
3) Banyaknya organisasi yang terlibat dalam penerimaan laporan
kasus.
4) Latihan staf yang dibutuhkan.
5) Bentuk analisis data.
14
6) Banyak dan jenis pemakai informasi.
7) Cara penyebaran laporan kepada pemakai data.
8) Waktu yg dipakai dalam kegiatan.
9) Kesinambungan sistem;
a) Pengumpulan informasi kasus
b) Penelurusan informasi kasus
c) Analisis informasi kasus
d) Penyiapan dan penyebaran laporan surveilans
b. Fleksibility (fleksibilitas)
Suatu sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan
diri dengan perubahan informasi yang dibutuhkanatau situasi
pelaksanaan tanpa disertai peningkatan yang berarti akan
kebutuhan biaya, tenaga dan waktu. Sistem yang fleksibel dapat
menerima, misalnya penyakit dan masalah kesehatan yangbaru
diidentifikasikan, perubahan definisi kasus, dan variasi–
variasidari sumber pelaporan. Fleksibilitas ditentukan secara
retrospektif dengan mengamati bagaimana suatu sistem dapat
memenuhi kebutuhan–kebutuhan baru. Fleksibilitas sulit dinilai
apabilasebelumnya tidak ada upaya untuk menyesuaikan sistem
tersebut dengan masalah kesehatan lain.
c. Acceptability (kemampuan untuk diterima)
Acceptability dimaksudkan dengan keinginan individu atau
organisasi untuk ikut serta dalam melaksanakan sistem
surveilans. Dalam hal evaluasi sistem surveilans, acceptability
menunjukkan keinginan untuk digunakan sistem oleh:
1) Orang-orang diluar kedinasan, misalnya mereka yang diminta
melakukan sesuatu sistem.
2) Orang dalam kedinasan yang melaksanakan sistem untuk
menilai acceptability, seseorang mesti mempertimbangkan
titik-titik interaksi antara sistem dan partisipasinya, termasuk
15
orang-orang pelaksana dan kasus yang dilaporkan. Indikator
kuantitatif acceptabilitymeliputi:
a) Angka partisipasi subjek dan dinas;
b) Jika partisipasi tinggi, bagaimana agar cepat tercapai;
c) Angka kelengkapan interview dan angka penolakan
pertanyaan (jika sistem melakukan interview pada subjek);
d) Angka pelaporan dokter, laboratorium, atau rumah
sakit/fasilitas lainnya;
e) Ketepatan waktu pelaporan.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi aksepabilitas dari
suatu sistem adalah :
a) Pentingnya suatu masalah kesehatan.
b) Pengakuan dari sistem terhadap kontribusi individual
c) Tingkat responsif dari sistem terhadap saran–saran dan
komentar.
d) Waktu yang diperlukan dibandingkan dengan waktu yang
tersedia.
e) Keterbatasan yang diakibatkan oleh adanya peraturan–
peraturan baikdi tingkat pusat maupun daerah dalam hal
pengumpulan data danjaminan kerahasian data.
f) Kewajiban untuk melaporkan suatu peristiwa kesehatan
sesuaidengan peraturan di daerah maupun pusat.
d. Sensitivity (Sensitivitas)
Sensitivitas sistem surveilans dapat dinilai dari dua
tingkat.Pertama pada tingkat pelaporan kasus, kedua proporsi
kasus atau masalah kesehatan yang dideteksi oleh sistem
surveilans. Sensitivitas sistem surveilans dipengaruhi oleh
kemungkinan kemungkinan seperti:
1) Orang-orang dengan penyakit tertentu atau masalah kesehatan
yang mencari pengobatan medis;
2) Penyakit atau keadaan yang akan didiagnosis, keterampilan
petugas kesehatan, dan sensitivitas tes diagnostik; dan
16
3) Kasus yang akan dilaporkan kepada sistem dan pemberian
diagnosisnya.
Ketiga keadaan ini dapat dikembangkan terhadap sistem
surveilans yang tidak sama dengan model petugas kesehatan
tradisional. Misalnya, sensitivitas sistem surveilans untuk
morbiditi atau faktor risiko berdasarkan telepon dipengaruhi
oleh :
1) Banyak yang mempengaruhi telepon, berada di rumah ketika
ditelepon, dan setuju untuk ikut serta.
2) Kemampuan orang untuk mengerti pertanyaan dan
menentukan status mereka secara tepat;
3) Keinginan responden untuk melaporkan keadaan mereka.
e. Predictive value positive (positif prediktif value)
Nilai prediksi positif adalah proporsi dari populasi yang
diidentifikasikan sebagai kasus oleh suatu sistem surveilans dan
kenyataannya memang kasus. Nilai prediktif positif (NPP) sangat
penting karena nilai NPP yang rendah berarti :
1) Kasus yang telah dilacak sebenarnya bukan kasus.
2) Telah terjadi kesalahan dalam mengidentifikasikan KLB.
f. Representativeness (kerepresentatifan)
Sistem surveilans yang representative adalah dapat
menguraikan dengan tepat kejadian terhadap peristiwa kesehatan
sepanjang waktu dan distribusinya dalam populasi menrut tempat
dan waktu.
Sistem yang representative akan menggambarkan secara
akurat:
1) Kejadian peristiwa kesehatan dalam periode waktu tertentu.
2) Distribusi kejadian menurut tempat dan orang.
Dinilai dengan membandingkan karakteristik dari kejadian
dengan semua kejadian yang ada dalam hal: karakteristik
populasi, riwayat, upaya kesehatan yang tersedia dan sumber data
yang ada.
17
g. Timeliness (ketepatan waktu)
Ketepatan waktu berarti kecepatan atau keterlambatan
diantara langkah-langkah dalam sistem surveilans.Aspek lain dari
ketepatan waktu adalah waktu yang diperlukan untuk
mengidentifikasi trend, KLB, atau hasil dari tindakan
penanggulangan. Untuk penyakit akut biasanya dipakai waktu
timbulnya gejala.
Ketepatan waktu hendaknya dinilai dalam arti adanya
informasi mengenai upaya penanggulangan atau pencegahan
penyakit, baik dalam hal tindakan penanggulangan maupun
rencanajangka panjang dari upaya yang direncanakan.
h. Data quality (kualitas data)
Kualitas data mencerminkan kelengkapan dan validitas data
yang tercatat dalam system surveilans kesehatan masyarakat.Data
yang berkualitas tinggi dapat diterima oleh mereka yang
berpartisipasi di dalamnya.Namun, penilaian penuh kelengkapan
dan validitas data surveilans memerlukan studi khusus. Kualitas
data dipengaruhi oleh kinerja tes skrining dan diagnostik
(misalnya definisi kasus) yang berhubungan dengan kesehatan
dan kejelasan bentuk pengawasan pada pengelolaan data.
i. Stability (stabilitas)
Stabilitas mengacu pada dua hal antara lain:
1) Reliability yaitu kemampuan untuk pengumpulan,
manajemen dan menyediakan data secara benar
2) Availability yaitu kemampuan untuk melaksanakan surveilans
jika dibutuhkan, dengan metode:
a) Jumlah kejadian tak terjadwal
b) Jumlah kejadian kerusakan sistem/computer
c) Biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kerusakan
sistem (hardware, software, service dan waktu yang
dibutuhkan)
d) Persentase waktu sistem dapat berjalan secara penuh
e) Waktu yang direncanakan dan waktu dibutuhkan dalam
mengumpulkan, menerima, manajemen (transfer, entry,
editing, penyimpanan &backup), dan mengeluarkan data.
18
2.2.5 Evaluasi Sistem Surveilans
Evaluasi adalah upaya yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui efektifitas program. Secara umum tujuannya untuk
menjelaskan kegunaan dari sumber kesehatn masyarakat (public health
resource) melalui pengembangan sistem surveilans yang efektif dan
efisien. Pedoman ini dapat dipakai sebagai pedoman perorangan dalam
melakukan evalaluasi dan sebagai bahan acuan untuk mereka yang
sudah biasa dengan proses evaluasi.
Garis besar kegiatan Evaluasi Sistem Surveilans adalah sebagai
berikut:
a. Uraian pentingnya suatu peristiwa kesehatan dilihat dari segi
kesmas.
b. Uraian sistem yang akan dievaluasi.
c. Tingkat pemanfaatan data.
d. Evaluasi sistem menurut atribut.
e. Uraian kesimpulan dan saran atau rekomendasi.
Adapun tujuan evaluasi sistem surveilans adalah sebagai berikut:
a) Menjamin bahwa permasalahan kesehatan dan dipantau secara
efektif dan efisien.
b) Mengetahui kualitas informasi yang dihasilkan oleh sistem
surveilans.
c) Mengetahui peran dan dampak surveilans dalam menunjang tujuan
program kesehatan dan pembuatan kebijakan.
d) Mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem surveilans yang
sedang berjalan.
e) Mengetahui manfaat surveilans bagi stakeholder.
2.3 Tinjauan tentang Surveilans Epidemiologi PenyakitTuberkulosis
2.3.1 Indikator Program Pengendalian TB
Pencapaian Target Pengendalian TB dalam Tujuan
Pembangunan Millenium di Indonesia (Kementerian PPN/Bappenas
2010).
Tabel.1
Indikator Program Pengendalian TB
19
Dasa MDGs
r 2015
Tujuan 6 : Memerangi HIV/AIDS,Malaria dan Penyakit menular lainnya
Tujuan 6c: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah
kasus baru malaria dan penyakit utama lainnya hingga Tahun
2015
Angka kejadian,
prevalensi dan
6.9 tingkat
kematian akibat
Tuberkulosis
Angka kejadian
Laporan
Tuberkulosis
238 Diberhentik Sudah TB
6.9. (semua 343 (200 an, mulai tercap Global
a kasus/100,000 (1990)
9) berkurang ai WHO,20
penduduk/Tahu
09
n)
Tingkat
prevalensi 244 Sudah
6.9. 443
Tuberkulosisi (200 tercap
b. (1990)
(per 100,000 9) ai
penduduk)
Tingkat
kematian
39 Sudah
6.9.c karena 92 (200 tercap
. tuberkulosis (1990)
9) ai
(per 100,000
penduduk)
Proporsi jumlah
kasus
Tuberkulosis
6.10 yang terdeteksi
dan diobati
dalam program
DOTS
6.10 Proporsi jumlah 20,0% 73,1 70,0% Sudah Laporan
.a kasus (2000) % Tercap TB
Tuberkulosis (200 ai Global
yang terdeteksi 9) WHO,20
dalam program 09
20
DOTS
Proporsi kasus
tuberkulosis 91,0
Laporan
6.10 yang diobati 87,0% %
85,0% Kemenke
.b dan sembuh (2000) (200
s 2009
dalam program 9)
DOTS
21
2.3.3 Sumber Data Surveilans Tuberkulosis
Penatalaksanaan surveilans Tuberkulosis berbasis pada
kesehatan masyarakat (public health) didahului oleh pengumpulan
data dan informasi. Merujuk pada kebijakan yang ada, data dan
informasi yang dibutuhkan adalah yang berhubungan dengan
kesakitan, kematian serta faktor risiko. Beberapa sumber data dan
informasi yang dapat menjadi acuan antara lain adalah dari Survei
Kesehatan Nasional (SURKESNAS), Survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT), Sistem Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit
(SP2RS), Recording and Reporting (RR) puskesmas.
Penggunaan data dari SURKESNAS, SKRT dimaksudkan bila
pada daerah yang rencananya akan dilakukan intervensi tidak
mempunyai data informasi yang spesifik daerah tersebut,surveilans
yang dilakukan dimasyarakat ditujukan bagi faktor risikopenyebab
tuberkulosis, seperti pola makan, aktifitas, merokok.
2.3.4 Pengolahan dan Analisis Data
Unit surveilans Puskesmas mengumpulkan dan mengolah data
STP-Pus (Surveilans Terpadu Penyakit Puskesmas) harian bersumber
dari register rawat jalan di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu,
tidak termasuk data dari unit pelayanan bukan puskesmas dan kader
kesehatan. Pengumpulan dan pengolahan data tersebut dimanfaatkan
untuk bahan analisis dan rekomendasi tindak lanjut serta distribusi
data.
Unit surveilans Puskesmas melaksanakan analisis bulanan
terhadap tuberkulosis di daerahnya dalam bentuk tabel menurut
kelurahan dan grafik kecenderungan penyakit mingguan, jika sudah
tiga kali kunjungan dimasukkan kedalam kasus lama, kemudian
menginformasikan hasilnya kepada Kepala Puskesmas, sebagai
pelaksanaan pemantauan wilayah setempat (PWS) atau sistem
kewaspadaan dini TB di Puskesmas. Apabila ditemukan adanya
kecenderungan peningkatan jumlah penderita TB, maka Kepala
22
Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi dan
menginformasikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota sebulan
sekali.
Unit surveilans Puskesmas melaksanakan analisis tahunan
perkembangan TB dan menghubungkannya dengan faktor risiko,
perubahan lingkungan, serta perencanaan dan keberhasilan
program.Puskesmas memanfaatkan hasilnya sebagai bahan profil
tahunan, bahan perencanaan Puskesmas, informasi program dan
sektor terkait serta Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
2.3.5 Sistem Pelaporan
Sistem pelaporan dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota ini menggunakan formulir standar yang sudah ada.
Setiap bulan paling lambat tanggal 10 telah terkirimkan di Dinkes
Kabupaten/ Kota ke Propinsi/ Pusat dalam disket hasil entri data/
rekapitulasi frekuensi laporan triwulan dikirimkan paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya ke Dinkes propinsi/ Direktorat Jenderal
PP dan PL Depkes RI.Berikut ini mekanisme pelaporan penyakit TB.
a. Di mulai dari tingkat Puskesmas, pustu, bides ke pelaksana
kegiatan di puskesmas. Pelaksana kegiatan merekapitulasi data
yang dicatat baik di dalam gedung maupun di luar gedung, serta
laporan dari pustu dan bides. Hasil rekapitulasi oleh pelaksana
kegiatan diolah dan dimanfaatkan untuk tindak lanjut yang
diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja yang menjadi
tanggung jawabnya.
b. Di tingkat Dinas Kabupaten/Kota hasil rekapitulasi/entri data,
setiap tanggal1 5 disampaikan ke pengelola program kabupaten
kemudian rekap dikoreksi, diolah dan dimanfaatkan sebagai
bahan untuk umpan balik, bimbingan teknis program dan tindak
lanjut yang diperlukan dalam melaksanakan program.Setiap tiga
bulan hasil rekap dikirimkan ke dinkes propinsi dan direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Depkes RI.
23
c. Di tingkat Dinas Kesehatan Propinsi laporan diterima untuk
dikompilasi/direkapdan disampaikan untuk diolah dan
dimanfaatkan dalam rangka tindak lanjutdan pengendalian yang
diperlukan. Hasil kompilasi yang telah di olah menjadiumpan
balik dinkes kabupaten/kota.
d. Di tingkat Pusat hasil olahan yang telah dilakukan oleh Ditjen PP
dan PL paling lambat dua bulan setelah berakhirnya triwulan
disampaikan pada pengelola program untuk di analisis serta
dikirimkan ke dinas kesehatan propinsi sebagai umpan balik.
Hasil laporan yang diolah kemudian dijadikan sebagai bahan
koordinasi dengan institusi terkait di masing tingkatan.
2.3.6 Diseminasi
Diseminasi adalah penyebarluasan hasil kegiatan surveilans
kepada pihak yang berkepentingan (stakeholders, pengelola
program) untuk dilakukan action dengan cepat dan tepat.
Diseminasi informasi dapat disampaikan kepada:
a. Pengelola program penanggulangan untuk menentukan tindakan
yang harus yang harus dilakukan.
b. Pemberi (sumber) data. Hal tersebut dikatakan umpan balik.
24
2.4 Alur Surveilans
Pelaporan Pemberian
Data Feed Back
Pengambilan Kompilasi Analisis
Data Data Data &
Interpretasi Keputusan
Investigas Tindakan
Penemuan Tindak
i
Lanjut
Gambar .1
Alur Surveilans
Sumber: Amiruddin, Ridwan (2013)
25
BAB III
METODE PRAKTIK
1. Data Primer
26
Data yang dikumpulkan dan diolah sendiri, yang dapat
diperoleh dari wawancara terhadap petugas surveilans untuk
mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan surveilans
penyakit tuberkulosis di Puskesmas Pampang kota Makassar.
2. Data Sekunder
Data sekunder, yakni sebagai data penunjang untuk
mengetahui gambaran distribusi penyakit Tuberkulosis menurut
karakteristik waktu,tempat dan orangyang diperoleh dari
instansi terkait dengan obyek penelitian yakni laporan STP, dan
buku register TB (TB 03) pada tahun 2013-2015 yang
bersumber dari Puskesmas Pampang Kota Makassar bagian unit
pelaksanaan sistem surveilans. Selain itu, data sekunder lainnya
diperoleh dengan membaca berbagai literatur dari media cetak
dan internet yang berkaitan dengan penelitian penyakit
Tuberkulosis. Data-data yang diperoleh dari puskesmas
kemudian ditabulasi sehingga menjadi lebih informatif.
b. Sumber Data
Sumber data yang akan digunakan antara lain dari Sistem
Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesams (SP2TP) mengenai
angka kejadian tuberkulosisserta data yang berasal dari pencatatan
khusus buku register khusus TB (TB 03) dan laporan bulanan data
kesakitan (LB1) di Puskesmas Pampang Kota Makassar.
3.1.4 Sampel & Informan
a. Sampel
Sampel pada kegiatan ini adalah seluruh data surveilans
penyakit Tuberkulosis di Puskesmas Pampang Kota Makassar
tahun 2013 - 2015.
b. Informan
Informan responden dalam kegiatan penelitian ini adalah
petugas surveilans, dan petugas puskesmas yang diberi wewenang
untuk manangani penyakitTuberkulosis Puskesmas Pampang Kota
Makassar.
27
3.2 Pengolahan Data
Pengolahan data akan dilakukan secara komputerisasi dengan
menggunakan software SPSS (Statistical Package for Social Science). Hasil
pengolahan data akan disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan narasi yang
menjelaskan kejadian penyakit Tuberkulosis yang dihubungkan dengan waktu,
tempat, dan orang melalui Microsoft Excel.
3.3 Analisis Data
Analisis data akan dilakukan dalam proposal ini adalah dengan analisis
statistik deskriptif (univariat) dengan menggunakan distribusi frekuensi dan
persentase pada variabel yang diteliti dalam penelitian seperti untuk
mengetahui gambaran karakteristik responden menurut waktu, tempat, dan
orang penyakit Tuberkulosis di Puskesmas Pampang Kota Makassar Tahun
2013-2015.
3.4 Waktu dan Lokasi Pengamatan
3.4.1 Waktu
Pelaksanaan pengamatan praktik surveilansakandilakukan
selama tiga minggu dimulai pada tanggal 17 Oktober – 11 November
tahun 2016.
3.4.2 Lokasi pengamatan
Praktik survailans akan dilaksanakan di Puskesmas Pampang
Kota Makassar bagian unit surveilans khususnya pada Sistem
Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) dan
pencatatan khusus lainnya, yang berlokasi di Jalan Pampang
Kelurahan Pampang Kecamatan Panakkukang Kota Makassar.
28
Tabel 2
Karakteristik Data
Rencana
Nama Katego Sumbe
NO Definisi operasional penyajia
variable ri data data
n data
Atribut survailans :
Kesederhanaan struktur
dan kemudahan
pengoperasionnya yang
Nomin Wawan
1. Simplicity dapat dilihat dari diagram Narasi
al a
alur informasi dan umpan
balik dalam suatu sistem
survailans.
Dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan
informasi yang dibutuhkan
atau situasi pelaksanaan Nomin Wawan
2. Flexibility Narasi
tanpa disertai peningkatan al a
yang berarti akan
kebutuhan biaya, tenaga
dan waktu.
Kemauan seseorang atau
organisasi untuk
Nomin Wawan
3. Acceptability berpartisipasi dalam Narasi
al a
memanfaatkan sistem
survailans.
Sensitifitas suatu sistem
survailans dapat dilihat
pada dua tingkatan.
Pertama, pada tingkat
pengumpulan data yaitu
Nomin Wawan
4. Sensitivity proporsi kasus dari suatu Narasi
al a
penyakit yang dideteksi
oleh sistem survailans.
Kedua, sistem dapat dinilai
akan kemampuannya
mendeteksi KLB.
5. Predictive Nilai prediksi positif adalah Nomin Narasi Wawan
value positif proporsi dari populasi yang al a
diidentifikasikan sebagai
29
kasus oleh suatu sistem
survailans dan
kenyataannya memang
kasus.
Suatu sistem survailans
yang representatif akan
menggambarkan secara
akurat:
- Kejadian dari suatu
peristiwa kesehatan
Representati Nomin Wawan
6. dalam periode waktu Narasi
veness al a
tertentu.
- Distribusi peristiwa
tersebut dalam
masyarakat menurut
tempat dan orang.
Ketepatan waktu
menggambarkan
kecepatan atau
kelambatan diantara
langkah-langkah dalam
Nomin Wawan
7. Timelines suatu sistem survailans, Narasi
al a
misalnya waktu yang
diperlukan untuk
mengidentifikasi trend, KLB
atau hasil dari tindakan
penanggulangan.
Kualitas data berhubungan
dengan data atribut Nomin Wawan
8. Data Quality Narasi
acceptability dan al a
representativeness
Stabilitas terdiri dari Nomin Wawan
9. Stability Narasi
realibility dan availability. al a
Komponen survailans :
1. Pengumpula Proses pengumpulan data Nomin Narasi Wawan
n data survailans DBD di al a
puskesmas bersifat pasif,
yaitu berasal dari data
kunjungan penderita yang
30
dilaporkan rutin
puskesmas. Pengumpulan
data secara aktif seperti
berdasarkan studi kasus
atau survei dan investigasi
penderita DBD pada saat
terjadi KLB DBD.
Data yang telah terkumpul
kemudian dikelompokkan
oleh petugas survailans
DBD secara manual (tidak
menggunakan komputer),
yang selanjutnya direkap
Pengolahan Nomin Wawan
2. dalam laporan mingguan Narasi
data al a
W2 dan laporan bulanan
LB3. Semua jenis data
tersebut dilakukan
pengelompokan setiap
bulan, untuk keperluan
pengisian laporan bulanan.
Pada dasarnya
pengelompokan data
dilakukan sesuai dengan
tujuan dari sistem
survailans itu sendiri dan
Nomin Wawan
3. Analisis data karakteristik (ciri khusus) Narasi
al a
dari masalah kesehatan
yang diamati.
Pengelompokan dilakukan
menurut variabel orang,
tempat, dan waktu.
4. Interpretasi Informasi epidemiologi Nomin Narasi Wawan
data yang dihasilkan dari hasil al a
analisis dan interpretasi
dapat dimanfaatkan baik
oleh institusi yang
melaksanakan survailans
maupun instansi lain di
masyarakat. Dihasilkan
dalam bentuk narasi, tabel,
31
diagram sebagai informasi.
Diseminasi informasi
disampaikan kepada Dinas
Kesehatan Kota Makassar
dalam bentuk laporan ke
Bidang Pengendalian
Penyakit dan pertemuan
lintas sektor tingkat
Desiminasi Kecamatan, terdiri dari Nomin Wawan
5. Narasi
data pihak kantor Kecamatan al a
dan Kelurahan, Dinas
Pasar, Dinas Pendidikan,
bidan wilayah dan Pustu
yang dilakukan bersama
dengan program lain di
puskemas sebanyak tiga
kali setahun.
Gambaran Epidemiologi :
Studi epidemiologi
umumnya berfokus pada Data
Distribusi
beberapa karakteristik Nomin Tabel/ bulana
1. menurut
demografi utama dari al Grafik rekam
orang
aspek manusia yaitu usia medik
dan jenis kelamin.
Variabel waktu merupakan
faktor kedua yang harus
diperhatikan ketika
melakukan analisis
Distribusi morbiditas dalam studi Data
Nomin Tabel/
2. menurut epideiologi karena bulanan
al Grafik
waktu pencatatan dan laporan kam me
insidensi dan prevalensi
penyakit selalu didasarkan
waktu, apakah mingguan,
bulanan atau tahunan.
3. Distribusi Variabel tempat Nomin Tabel/ Data
menurut merupakan salah satu al Grafik bulanan
tempat variabel penting dalam kam me
epidemiologi deskriptif
karena pengetahuan
32
tentang tempat atau lokasi
KLB atau lokasi penyakit-
penyakit endemis sangat
dibutuhkan ketika
melakukan penelitian dan
mengetahui sebaran
berbagai penyakit di suatu
wilayah.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan
Praktik ini dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran mengenai
distribusi dan pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit tuberkulosis di
Puskesmas Pampang pada tahun 2013 sampai 2015, dengan melihat gambaran
distribusi penyakit tuberkulosis berdasarkan orang (umur dan jenis kelamin,
tempat (Kelurahan) dan waktu (bulan dan tahun). Selain itu, kita dapat melihat
hasil pengamatan, pencatatan, pelaporan, pengolahan, dan analisis data,
evaluasi, serta melihat atribut sistem surveilans di Puskesmas Pampang.
Adapun hasil yang diperoleh dari praktik surveilans ini adalah sebagai
berikut:
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi
a. Keadaan Geografi
Puskesmas Pampang berlokasi di Jl. Pampang II No. 28 A
Kelurahan Tamalanrea Indah Kecamatan Tamalanrea dengan wilayah
kerja Kelurahan Pampang Kecamatan Panakukkang. Luas wilayah
Puskesmas Pampang sekitar 659Ha, yang pembagian wilayahnya
terdiri dari 3 Kelurahan.
Adapun batas wilayah kerja Puskesmas Pampang adalah :
1) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Karampuang
2) Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Panaikang
3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Pampang
33
b. Keadaan Demografi
Berdasarkan profil Puskesmas Pampang tahun 2015, jumlah
penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pampang yaitu Sebesar 44.241
jiwa.
34
1,0% atau sebanyak 2 penderita. Pada tahun 2014 distribusi
penyakit dengan persentase terbesar terjadi pada bulan Mei sebesar
4,1% atau sebanyak 8 penderita, sedangkan persentase terendah
terjadi pada bulan Juli dan September sebesar 0,5% atau 1
penderita. Pada tahun 2015 persentase terbesar terjadi pada bulan
Maret sebesar 6,2% atau 12 penderita, sedangkan persentase
terendah terjadi pada bulan Mei dengan persentase 0,5% atau 1
penderita.
Pengamat berasumsi bahwa dibulan-bulan tertentu di tahun
2013-2015 pada saat kasus Tb sedang banyak terjadi, adalah
musim penghujan karena musim sekarang ini tidk bisa lagi di
prediksi dan sangat sering berubah-ubah sehingga, pada musim
hujan di bulan tertentu tersebut menyebabkan kelembaban dalam
rumah yang tiunggi dibandingkan dengan musim kemarau. Asumsi
ini sesuai dengan hasil penelitian Rosiana (2012) yang
menyatakan bahwa kelembaban dalam rumah mempunyai
hubungan bermakna dengan kejadian TB Paru dengan risiko
kelembaban ruangan yang tidak baik terkena tuberkulosis paru
84,3 kali dan 4,033 kali lebih besar menderita TB daripada
responden yang kelembabannya memenuhi syarat. Kuman TB Paru
akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan
lembab (Depkes, 1999).
2) Menurut Tahun
Distribusi penderita tuberkulosis menurut waktu (tahun) di
Puskesmas Pampang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4
Distribusi Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan Tahun
di Puskesmas Pampang Kecamatan Panakukkang
Makassar Tahun 2013-2015
Tahun Jumlah Penderita
n %
2013 63 33.9
35
2014 56 30.1
2015 67 36.0
Kelurahan Tahun
2013 2014 2015
n % n % n %
Pampang 36 57.1 25 44.6 39 21.0
Panaikang 20 31.7 21 37.5 20 10.8
Karampuang 6 9.5 4 7.1 7 3.8
Luar Wilayah 1 1.6 6 10.7 1 0.5
Kerja
Jumlah 63 100.0 56 100.0 67 100.0
Sumber: Data Sekunder Puskesmas Pampang, 2013 - 2015
36
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada tahun 2013 persentase
penderita penyakit tuberkulosis yang datang melakukan pemeriksaan
di Puskesmas Pampang dari tahun ke tahun kebanyakan oleh penderita
yang bertempat tinggal di Kelurahan Pampang yaitu sebesar 57,1%
atau 36 orang pada tahun 2013, sebesar 44,6% atau 25 orang pada
tahun 2014, dan sebesar 21% atau 39 orang pada tahun 2015.
Persentase yang paling rendah dari tahun 2013 – 2015 adalah pada
penderita yang bertempat tinggal di Kelurahan Luar Wilayah Kerja.
Asumsi dari pengamat menyatakan bahwa kebanyakan
penderita tuberkulosis berasal dari Kelurahan Pampang karena letak
Puskesmas Pampang bertempat di Kelurahan Pampang sehingga lebih
mudah diakses oleh masyarakat setempat. Adanya masyarakat yang
bertempat tinggal di luar wilayah kerja Puskesmas Pampang dan
berobat di Puskesmas tersebut dikarenakan puskesmas ini mudah
dijangkau oleh masyarakat yang berada di sekitar wilayah kerja
puskesmas tersebut dan bisa saja merupakan pasien rujukan dari
puskesmas lain ataupun dari rumah sakit tertentu.
37
Gambaran distribusi penderita penyakit tuberkulosis di
Puskesmas Pampang berdasarkan kelompok umur ditampilkan
pada tabel di bawah ini:
Tabel 6
Distribusi Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan Kelompok
Umur di Puskesmas Pampang Kecamatan Panakukkang
Kota Makassar Tahun 2013-2015
Kelompok Tahun
Umur 2013 2014 2015
(Tahun)
n % n % n %
0-14 0 0.00 4 7.1 3 4.5
15-24 15 23.8 12 21.4 12 17.9
25-34 14 22.2 8 14.3 15 22.4
35-44 12 19.0 12 21.4 14 20.9
45-54 12 19.0 10 17.9 15 22.4
55-64 8 12.7 6 10.7 7 10.4
65-74 2 3.2 1 1.8 1 1.5
≥ 75 0 0.00 3 5.8 0 0
38
dan paling sedikit pada kelompok umur 0-14 tahun dan ≥ 75
39
besar selain itu reaktifan endogen (aktif kembali yang telah ada
dalam tubuh) dapat terjadi pada usia yang sudah tua (Paramani,
2013).
n % n % n %
Laki-laki 36 57,1 35 62.5 40 21.5
Perempuan 27 42,9 21 37.5 27 14.5
Jumlah 63 100 56 100 67 100
Sumber: Data Sekunder Puskesmas Pampang, 2013 - 2015
40
Tabel 7 menunjukkan bahwa distribusi penderita penyakit
tuberkulosis dari tahun 2013-2015 paling banyak terjadi pada jenis
kelamin laki-laki yaitu sebanyak 57,1% atau 36 orang pada tahun
2013, 62,5% atau 35 orang pada tahun 2014 dan 21,5% atau 40
orang pada tahun 2015.
Banyaknya jumlah kejadian TB paru yang terjadi pada laki-
laki disebabkan karena laki-laki memiliki mobilitas yang tinggi
daripada perempuan sehingga kemungkinan untuk terpapar lebih
besar, selain itu kebiasaan seperti merokok dan mengkonsumsi
alkohol dapat memudahkan laki-laki terinfeksi TB paru. Hal ini
didukung dalam data yaitu antara tahun 1985-1987 penderita
tuberkulosis paru pada laki-laki cenderung meningkat sebanyak
2,5%, sedangkan pada wanita menurun 0,7% (Mahfuznah, 2014).
4.1.3 Gambaran Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi di Puskesmas
Pampang
a. Pengumpulan/ Pencatatan Data
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans
Kesehatan.Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara aktif dan
pasif. Pengumpulan data secara aktif dilakukan dengan cara
mendapatkan data secara langsung dari fasilitas pelayanan kesehatan,
masyarakat atau sumber data lainnya, melalui kegiatan penyelidikan
epidemiologi, surveilans aktif puskesmas/rumah sakit, survei khusus,
dan kegiatan lainnya. Pengumpulan data secara pasif dilakukan dengan
cara menerima data dari fasilitas pelayanan kesehatan, masyarakat atau
sumber data lainnya, dalam bentuk rekam medis, buku register pasien,
laporan data kesakitan/kematian, laporan kegiatan, laporan masyarakat
dan bentuk lainnya. Adapun variabel yang terdapat di dalam buku
register adalah nomor indeks, nama pasien, alamat, umur, jenis
kelamin, jenis kasus, kode ICD 8, dan hasil tensi.
41
Pengumpulan data di Puskesmas Pampang dilakukan secara
aktif dan pasif. Pengumpulan data secara aktif dilakukan dengan cara
mencari orang yang berisiko TB dan mencatat penderita tuberkulosis
yang ditemukan di lapangan, petugas yang melakukan pengumpulan
data saat turun di lapangan adalah petugas pemegang program TB di
puskesmas Pampang melalui. Pengumpulan data secara pasif
dilakukan dengan cara mencatat pasien penderita tuberkulosis yang
datang berkunjung ke Puskesmas Pampang melalui register rawat
jalan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengumpulan data
penyakit tuberkulosis di Puskesmas Pampang telah dilakukan dengan
baik.
Data kejadian penyakit tuberkulosis di puskesmas Pampang
dicatat dalam buku register rawat jalan penyakit setelah dilakukan
pemeriksaan/diagnosa terlebih dahulu oleh dokter di ruang
pemeriksaan. Pencatatan dilakukan oleh petugas yang berada dalam
ruang pemeriksaan dan secara manual (tanpa komputerisasi).Dalam
pencatatan penderita penyakit tuberkulosis ini dicatat dalam form
khusus TB.
b. Pengolahan Data
Unit surveilans Puskesmas mengumpulkan dan mengolah data
STP-Pus (Surveilans Terpadu Penyakit Puskesmas) harian bersumber
dari register rawat jalan di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu, tidak
termasuk data dari unit pelayanan bukan puskesmas dan kader
kesehatan. Pengumpulan dan pengolahan data tersebut dimanfaatkan
untuk bahan analisis dan rekomendasi tindak lanjut serta distribusi
data. Unit surveilans Puskesmas melaksanakan analisis bulanan
terhadap tuberkulosis di daerahnya dalam bentuk tabel menurut
kelurahan dan grafik kecenderungan penyakit mingguan, jika sudah
tiga kali kunjungan dimasukkan kedalam kasus lama, kemudian
menginformasikan hasilnya kepada Kepala Puskesmas, sebagai
42
pelaksanaan pemantauan wilayah setempat (PWS) atau sistem
kewaspadaan dini TB di Puskesmas. Apabila ditemukan adanya
kecenderungan peningkatan jumlah penderita TB, maka Kepala
Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi dan
menginformasikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota sebulan
sekali.
Petugas Surveilans di Puskesmas Pampang tidak melakukan
pengolahan data karena mereka langsung menyetor data mentah ke
Dinas Kesehatan kota Makassar. Data yang dimiliki oleh petugas
puskesmas tidak diolah berdasarkan waktu, tempat dan orang,
sehingga dalam tahap pengolahan data, puskesmas belum mampu
menyajikan hasil pengolahan baik secara mingguan, bulanan maupun
secara rutin pertriwulannya. Hal ini menyebabkan tahap pengolahan
data di Puskesmas Pampang masih kurang baik.
43
c. Analisis dan Interpretasi Data
Unit surveilans Puskesmas seharusnya melaksanakan analisis
tahunan perkembangan TB dan menghubungkannya dengan faktor
risiko, perubahan lingkungan, serta perencanaan dan keberhasilan
program. Puskesmas memanfaatkan hasilnya sebagai bahan profil
tahunan, bahan perencanaan Puskesmas, informasi program dan sektor
terkait serta Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Petugas Surveilans dan
petugas pemegang program TB, Kegiatan analisis tidak dilakukan di
Puskesmas Pampang. Petugas pemegang program TB hanya menyetor
data mentah yang berupa buku Register TB 03. Kegiatan analisis
untuk penyakit tuberculosis dilakukan langsung oleh Dinas Kesehatan
Kota Makassar.
Di puskesmas Pampang, juga tidak melakukan analisis trend
dari tahun ke tahun adahal jika ingin menganalis kejadian tuberkulosis
sangatlah mudah karena di puskesmas Pampang telah tersedia
Software SITT (Sitem Informasi Tuberkulosis Terpadu) namun, tidak
pernah dilakukan oleh petugas pemegang program TB maupun Petugas
Surveilans puskesmas pampang sehingga, di puskesmas pampang tidak
memiliki bentuk penyajian informasi hasil analisis dan interpretasi data
d. Penyebarluasan Data
Penyebarluasan data/diseminasi informasi dapat disampaikan
dalam bentuk buletin, surat edaran, laporan berkala, forum pertemuan,
termasuk publikasi ilmiah. Diseminasi informasi dilakukan dengan
memanfaatkan sarana teknologi informasi yang mudah diakses.
Diseminasi informasi dapat juga dilakukan apabila petugas surveilans
secara aktif terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring
evaluasi program kesehatan, dengan menyampaikan hasil analisis.
Data penyakit tuberkulosis di Puskesmas Pampang dilaporkan
menggunakan form khusus buku register TB (TB 03). Pelaporan
dilakukan sebelum tanggal 5 setiap 3 bulan sekali dan diserahkan
kepada Dinas Kesehatan Kota Makassar.
44
Puskesmas Pampang tidak pernah kekurangan formulir
pencatatan dan pelaporan untuk kegiatan surveilans selama 4 bulan
terakhir.Karena Dinas Kesehatan Kota Makassar langsung
memberikan formulir sesuai kebutuhannya, biasanya untuk satu buku
register (formulir) digunakan untuk pertahun. Proses pengiriman
laporan STP tuberkuosis ke Dinkes Kota melalui laporan
langsung,untuk mengarsipkannya petugas surveilans menyimpan
hardcopy STP tuberkulosis.
e. Evaluasi
Evaluasi adalah upaya yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui efektifitas program. Secara umum tujuannya untuk
menjelaskan kegunaan dari sumber kesehatn masyarakat (public health
resource) melalui pengembangan sistem surveilans yang efektif dan
efisien. Pedoman ini dapat dipakai sebagai pedoman perorangan dalam
melakukan evalaluasi dan sebagai bahan acuan untuk mereka yang
sudah biasa dengan proses evaluasi.
Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur hasil dari Surveilans
Kesehatan yang telah dilaksanakan dalam perode waktu
tertentu.Disebabkan banyaknya aspek yang berpengaruh dalam
pencapaian suatu hasil, maka evaluasi objektif harus dapat digambarkan
dalam menilai suatu pencapaian program. Peran dan kontribusi
Surveilans Kesehatan terhadap suatu perubahan dan hasil program
kesehatan harus dapat dinilai dan digambarkan dalam proses evaluasi.
Kegiatan Evaluasi di Puskesmas Pampang tidak berjalan
sebagaiman mestinya, karena evaluasi yang dilakukan hanya sebatas
untuk mengetahui berapa jumlah kejadian tuberkulosis di wilayah kerja
puskesmas. Adapun kegiatan evaluasi yang lainnya mengenai penyakit
tuberkulosis dilakukan dalam bentuk kegiatan Monitoring dan evaluasi
yang dilaksanakan oleh Dinas kesehatan kota Makassar setiap 6 bulan
sekali. Adapun bentuk feedback (umpan balik) dari Dinas Kesehatan
Kota Makassar kepada puskesmas berupa bulletin dan pertemuan rutin
setiap bulannya untuk membahas angka kejadian penyakit tuberkulosis
45
4.1.4 Gambaran Evaluasi Atribut Sistem Surveilans
a. Kesederhanaan
Kesederhanaan surveilans berarti struktur yang sederhana dan
mudah dioperasikan. Sistem surveilans sebaiknya sesederhana
mungkin, tetapi dapat mencapai objektif. Instrumen/ formulir
pengumpulan data penyakit tuberkulosis di Puskesmas Pampang mudah
dipahami dalam pelaksanaannya dan jenis laporan yang digunakan pada
surveilans tuberkulosis adalah register 03 (TB 03) yang dilakukan oleh
petugas surveilans yang telah didiagnosis oleh dokter. Adapun variabel
yang terdapat dalam TB 03 ialah nama pasien, umur, jenis kelamin,
alamat, pemeriksaan contoh uji, hasil akhir pengobatan dan kolaborasi
kegiatan TB-HIV.
Instrumen/ formulir pengumpulan data penyakit tuberkulosis di
Puskesmas Pampang mudah dipahami dalam pelaksanaannya dan jenis
laporan yang digunakan pada surveilans tuberkulosis yaitu register TB
(TB 03) yang dilakukan oleh petugas surveilans yang telah di diagnosis
oleh dokter maupun pemeriksaan laboratorium.
Di Puskesmas Pampang formulir pengumpulan data penyakit
tuberkulosis mudah dipahami, hanya saja dalam hal pengisisan formulir
tersebut masih dilakukan secara manual, belum menggunakan system
komputerisasi. Secara teori memang sudah sederhanaa, namun dalam
pengaplikasiannya, kegiatan ini justru mempersulit petugas dalam hal
pengarsipan data maupun pelaporan kasus. Menurut hasil wawancara
dengan petugas, petugas surveilans dan petugas pemegang program
tuberkulosis mereka juga tidak memiliki keahlian dalam penggunaan
software SITT (Sitem Informasi Tuberkulosis Terpadu).
46
b. Fleksibilitas
Suatu sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan informasi yang dibutuhkan atau situasi pelaksanaan
tanpa disertai peningkatan yang berarti akan kebutuhan biaya, tenaga
dan waktu. Sistem yang fleksibel dapat menerima, misalnya penyakit
dan masalah kesehatan yang baru diidentifikasikan, perubahan definisi
kasus, dan variasi–variasi dari sumber pelaporan. Fleksibilitas
ditentukan secara retrospektif dengan mengamati bagaimana suatu
sistem dapat memenuhi kebutuhan–kebutuhan baru.
Di Puskesmas Pampang tidak pernah ada perubahan format
pelaporan dalam sistem surveilans tuberkulosis karena Dinas
Kesehatan telah menetapkan format pelaporan Penyakit Menular (PM)
termasuk penyakit tuberkulosis, sehingga petugas surveilans telah
menyesuaikan diri dengan format pelaporan yang ada.
c. Ketepatan Waktu
Ketepatan waktu suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh
kecepatan atau keterlambatan diantara langkah-langkah dalam suatu
sistem surveilans mulai dari proses pengumpulan data, pengolahan
analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
Ketepatan pelaporan penyakit tuberkulosis di puskesmas ini
sudah cukup baik, karena laporan diserahkan secara rutin sebelum
tanggal 5 setiap 3 bulan sekali ke petugas Dinas Kesehatan Kota
Makassar.
47
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Distribusi penyakit tuberkulosis menurut waktu (time), tempat (place) dan
orang (person) di Puskesmas PampangKota Makassar tahun 2013-2015.
a. Berdasarkan waktu (bulan), penderita tuberkulosis tertinggi yang
ditemukan pada pada tahun 2013 distribusi penyakit tuberkulosis
dengan persentase terbesar terjadi pada bulan April, September dan
Desember sebesar 3,6% atau 53 penderita, sedangkan persentase
terendah terjadi pada bulan Maret sebesar 1,0% atau2 penderita. Pada
tahun 2014 distribusi penyakit dengan persentase terbesar terjadi pada
bulan Mei sebesar 4,1% atau 8 penderita, sedangkan persentase
terendah terjadi pada bulan Juli dan September sebesar 0,5% atau1
penderita. Pada tahun 2015 persentase terbesar terjadi pada bulan
Maret sebesar 6,2% atau 12 penderita, sedangkan persentase terendah
terjadi pada bulan Mei dengan persentase 0,5% atau 1 penderita.
Sedangkan bedasarkan tahun kejadian tuberkulosis mengalami
fluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 2013 terdapat 63 penderita
(33,9%), kemudian pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 56
penderita (30,1%). Namun pada tahun 2014 meningkat menjadi 67
penderita (36,0%).
b. Berdasarkan tempat, penderita penyakit tuberkulosis yang datang
melakukan pemeriksaan di Puskesmas Pampang dari tahun ke tahun
adalah kebanyakan penderita yang bertempat tinggal di Kelurahan
Pampang, dan yang terendah adalah di Luar Wilayah Kerja Puskesmas
Pampang.
c. Berdasarkan orang, dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa
persentase jumlah penderita penyakit tuberkulosis pada tahun 2013
paling banyak terdapat pada kelompok umur 15-14 tahun yaitu
48
sebanyak 23,8% atau 15 orang dan paling sedikit pada kelompok umur
5.2 Saran
1. Kepada petugas surveilans diharapkan agar melakukan pengamatan,
pencatatan dan pelaporan secara lengkap dan akurat agar data yang
dikumpulkan mengenai distribusi penyakit berdasarkan orang, tempat dan
waktu lebih baik. Selain itu, dalam pelaksanaan surveilans di Puskesmas
Pampang Kota Makassar, sebaiknya pihak Puskesmas Pampang
menganalisis data berdasarkan tempat secara rinci per Rukun Warga (RW)
sehingga apabila ada program pencegahan atau penanggulangan penyakit
tuberkulosis dapat tepat sasaran.
49
2. Penyelenggaraan Surveilans penyakit tuberkulosis diharapkan dapat
optimal, maka diperlukan peran serta semua sektor, terutama seluruh
fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah ataupun masyarakat,
instansi kesehatan baik di daerah maupun di pusat.
3. Dalam pelaksanaan surveilans di Puskesmas Pampang diharapkan ada
penambahan jumlah fasilitas penginputan data (komputer) agar lebih
mempermudah dalam menganalisis data. Selain itu disarankan agar
mengikuti pelatihan penggunaan software bagi petugas surveilans untuk
peningkatan keterampilan dalam melakukan pengolahan data serta
penggunaan komputer dalam pencatatan dan pengolahan data.
4. Dokumen-dokumen hasil pencatatan penderita yang berkunjung di
Puskesmas Pampang hendaknya disimpan dengan baik agar mudah
didapatkan apabila dibutuhkan.
5. Distribusi epidemiologi berdasarkan waktu, tempat dan orang sangat perlu
dilakukan karena sangat penting dalam menentukan program dan
intervensi yang akan dilakukan selanjutnya. Misalnya distribusi
berdasarkan waktu, dapat dilihat dari peningkatan kasus pada musim hujan
atau musim dingin perlu dilakukan antisipasi dalam bentuk kegiatan
penyuluhan dalam menghadapi perubahan musim
DAFTAR PUSTAKA
50
Arias, Kathleen Meehan. Investigasi dan Pengendalian Wabah di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Jakarta : ECG, 2010
51
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. Keperawatan Medikal Bedah.vol 1.
Jakarta: ECG, 2002
52
LAMPIRAN
Lampiran 1 Absensi Praktik Surveilans
Minggu 1 Minggu 2
Minggu 3 (29 Oktober-5 November)
(15-21 Oktober) (22- 28 Oktober)
NO
NIM NAMA
.
2 2 2 2
17 18 19 21 22 23 25 28 29 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
0 4 6 7
Riska Zulfiah
1 K11114072 √ √ √ √ √
Ahmad
Mengetahui,
Petugas Surveilans Puskesmas Pampang
Hawaedah, SKM
Lampiran 2 Gant Chart
GANT CHART KELOMPOK PUSKESMASPAMPANGKECAMATAN
PANAKUKKANG KOTA MAKASSAR TAHUN 2016
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Kegiatan (17-24 Oktober) (25Oktober- 2 November) (2 - 11 November)
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pengumpulan
Data Survailans
Entry Data
Survailans
Cleaning Data
Survailans
Analisis Data
Survailans
Wawancara
dengan Petugas
Survailans
Entry Data
Wawancara
Cleaning Data
Hasil
Wawancara
Analisis Data
Hasil
Wawancara
Penyusunan
Laporan
Pengumpulan
Laporan
Lampiran 4 Foto Kegiatan
Gambar 1 Gambar 2
Puskesmas Pampang Buku Register Tuberkulosis (TB)
Gambar 4
Gambar 3 Ruangan P2PL Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota
Laboratorium Puskesmas Pampang Makassar
Gambar 5 Gambar 6
Pertemuan Monitoring Evaluasi Program Proses Wawancara dan Pengambilan Data di Dinas
TB Tingkat Kota Makassar di Dinkes Kesehatan (Dinkes) Kota Makassar
Kota Makassar