Oleh :
Rivia Pricillia Pantow – 222021110033
.
Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. dr. Starry Rampengan, MARS, SpJP(K)
Dr. dr. Wulan P. J. Kaunang, GradDip, M.Kes
dr. Grace E. C. Korompis, MHSM, DrPH
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………......3
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan…………………......................................................................... 32
Saran……………………............................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 34
2
BAB I
Pendahuluan
3
pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga dalam hal ini pihak asuransi yang
pembayarannya dilakukan diawal sebelum pencari layanan kesehatan berobat.
Sendangkan Diagnose Related Group (DRG) merupakan pembayaran yang
dilakukan oleh pihak asuransi dengan melihat diagnosis penyakit yang dialami
oleh pasien.
B. Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengertian Anggaran
2. Menjelaskan tentang fungsi AnggaranMenjelaskan tentang siklus
Anggaran
3 Menjelaskan tentang jenis – jenis Anggaran
4 Menjelaskan Konsep Sistem Pembiayaan Kesehatan di Indonesia.
5 Menjelaskan Universal Health Couverage dan Implementasinya di
Indonesia.
6 Menjelaskan tentang Jaminan Kesehatan Nasional.
7 Menjelaskan Prinsip-prinsip Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional.
8 Menjelaskan Manfaat Asuransi Sosial (JKN) dalam Anggaran Kesehatan.
9 Menjelaskan Kebijakan Pendanaan (Pengumpulan Dana dan Peningkatan
Penerimaan).
10 Menjelaskan Kebijakan Pendanaan (Pengumpulan Dana dan Peningkatan
Penerimaan).
11 Menjelaskan Kebijakan Pembiayaan Pelayanan Kesehatan.
3. Manfaat
Menambah wawasan tentang sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Apabila dilihat dari beberapa fungsi yang telah disebutkan diatas, fungsi
paling utama dari anggaran ada dua, yakni sebagai alat perencanaan dan
sebagai alat pengendalian.
6
Hasil pemeriksaan akan menjadi masukan atau umpan balik (feed
back) untuk proses penyusunan pada periode berikutnya.
7
dihadapi oleh sistem line-item budgeting adalah masalah keefektifan,
efisiensi dan akuntabilitas. Jenis anggaran ini hanya memperhatikan input
seperti jumlah SDM, jumlah pasien, alat yang digunakan. Rencana
anggaran tahun berikutnya dibuat dengan menaikkan tertentu dapat
dinaikkan lebih dari 10%. Kenaikan bertahap inilah yang
membuka peluang terjadi KKN.
8
kemudian diuraikan lagi dalam beberapa jenis kegiatan. Nilai kuantitatif
pada contoh ini baru unit cost, target dan totalnya
9
Kinerja yang kita capai harus ditampilkan apalagi kinerja terbaik
yang dapat kita capai sehingga mendapat dukungan manajemen. Sebagai
sistem penganggaran yang berorientasi kepada output dan memakai output
measurement ia tidak sekedar membutuhkan indikator - indikator
keberhasilan namun lebih dari itu ia membutuhkan performance
management yang diterapkan secara luas dalam organisasi.
10
dari sebagian kecil penggunaannya dalam anggaran pendapatan. Jenis
anggaran ini paling tepat digunakan untuk mengukur kinerja rumah sakit
dengan anggaran yang dapat diukur dari output anggaran yang disesuaikan
dengan visi misi rumah sakit. Bila visi rumah sakit ikut menyukseskan
kesehatan ibu hamil tentunya indikator kinerja tidak semata mencari
keuntungan dengan meningkatkan operasi persalinan walaupun tidak
dengan indikasi medik.
11
berkesinambungan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy),
pemerataan (equity), efisiensi (efficiency), dan efektifitas (effectiveness)
pembiayaan kesehatan itu sendiri.
12
Nasional (SJSN) yang bersifat wajib bagi seluruh Warga Negara Indonesia
dan diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan sosial (BPJS).
13
OUT OF
POCKET
Penerima Jasa
Pelayanan
kesehatan
Penyedia Jasa
Pelayanan
Kesehatan
14
Peserta Health
Insurance
(Demand)
Health Insurance
(Managed Care)
(Supply) (Supply)
15
2.7 Universal Health Couverage dan Implementasinya di Indonesia
16
Pada tahun 2021 Program Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu
Indonesia Sehat (JKN-KIS) sudah melindungi sebanyak 223,9 juta jiwa atau
lebih dari 82% total penduduk Indonesia. Pencapaian ini masih belum
mencukupi target Universal Health Courage yang ditargetkan oleh
pemerintah Indonesia sendiri. Target dari Universal Health Courage menjadi
salah satu acuan bagi peyelenggaraan
17
semakin banyak pula penduduk yang terlayani, sehingga semakin
komprehensif paket pelayanannya serta semakin kecil proporsi biaya yang
harus ditanggung oleh penduduk.
18
berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat Indonesia yang sudah
membayar iuran perbulannya sesuai dengan kelas yang dipilih atau iurannya
dibayarkan oleh pemerintah khusus untuk masyarakat yang kurang mampu.
Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
dimana kepersertaannya bersifat wajib bagi seluruh masyarakat Indonesia,
dengan tujuan agar semua masyarakat Indonesia terlindungi dalam suatu
sistem asuransi, sehingga masyarakat Indonesia dapat memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan yang layak dan merata. Pemerintah Indonesia mengharapkan
dengan adanya Jaminan Kesehatan Nasional bagi seluruh masyarakat di
Indonesia dapat membantu masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan
kesehatan.
19
atau tempat tinggal dalam suatu wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2.8.5 Akuntabilitas
Iuran atau dana yang dibayarkan tiap bulannya oleh peserta
yakni masyarakatt Indonesia dan Anggaran Pengeluaran Belanja
Negara dapat dipertanggung jawabkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial sehingga dapat menjamin kepercayaan bagi para
pesertanya.
20
Pekerja penerima upah dapat menyertakan anggota keluarga yang
lain seperti yang dijelaskan dalam Perpres No. 12 tahun 2013, Pasal 5,
yaitu:
a. Suami/istri yang sah dari peserta.
b. Anak kandung/anak tiri dan atau anak angkat yang sah dari peserta.
Dengan kriteria:
a) Tidak atau belum menikah atau mempunyai penghasilan sendiri.
b) Belum berusia 21 tahun atau 25 tahun yang masih melanjutkan
pendidikan formal.
21
e. Perintis kemerdekaan
f. Bukan pekerja yang tidak termasuk kriteria di atas
22
Iuran pertama dilakukan paling cepat setelah bayi dilahirkan dalam
keadaan hidup dan paling lambat 30 hari kalender setelah perkiraan lahir.
23
f) Pekerja migran bermasalah social
g) Masyarakat miskin akibat bencana alam dan sosial pasca tanggap
darurat
h) Perseorangan penerima manfaat lembaga kesejahteraan social
i) Penghuni rumah tahanan/lembaga pemasyarakatan
j) Penderita thalassemia mayor
k) Penderita Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
l) Peserta program keluarga harapan menggunakan kartu keluarga
harapan
m) Penerima bantuan langsung sementara masyarakat
n) Perseorangan penerima program beras miskin
2.8.6.7 Pembiayaan
24
a) Fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan BPJS membayarkan
dengan cara Indonesian Case Based Grup INA CBG’s (sistem
paket)
b) Jika suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan
kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan
pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.
c) Pelayanan gawat darurat yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan
yang tidak menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan dibayar
dengan penggantian biaya, yang ditagihkan langsung oleh
fasilitas kesehatan setara dengan tarif yang berlaku di wilayah
tersebut.
d) BPJS Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas
pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 hari
sejak dokumen klaim lengkap diterima.
25
2.9.3 Pembiayaan yang ringan dari Jaminan Kesehatan Nasional
26
Pelayanan Kesehatan maka Menteri Kesehatan akan memutuskan sendiri
besaran tarif atau pembayaran atas program JKN yang sudah diberikan.
Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam
JKN, peserta juga dapat untuk meminta manfaat tambahan berupa manfaat
yang bersifat non medis seperti akomodasi. Contohnya peserta yang
inigin untuk naik kelas perawatan yang lebih tinggi daripada kelas peserta
yang dipilih, peserta tersebut dapat meningkatkan kelasnya dengan cara
membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan
dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan yang
dipilih, penambahan biaya ini disebut dengan iuran tambahan biaya
(additional charge). Akan tetapi ketentuan yang ditetapkan tersebut tidak
berlaku umtuk peserta PBI.
27
WHO, kebijakan dalam skema pengumpulan dana bertujuan untuk
memenuhi dua tujuan akhir dari UHC yaitu
1) keadilan dalam distribusi sumber daya, yaitu setiap masyarakat yang
membutuhkan pelayanan kesehatan mendapatkan haknya
2) Proteksi keuangan, yaitu melindungi masyarakat berpenghasilan rendah
agar tidak terbebani dengan biaya kesehatan yang tinggi.
28
program JKN sebagai PBI. Selain itu, mengacu pada Peraturan Presiden
Nomor 82 Tahun 2018 bahwa daerah wajib menyisihkan sebesar 75 persen
dari 50 persen pendapatan dari pajak rokok untuk digunakan sebagai
pendanaan JKN.
1) Skema peningkatan pendapatan yang digunakan oleh pemerintah
berupa kebijakan fiskal untuk meningkatkan kapasitas keuangan
program JKN dan pencapaian UHC. Menurut WHO (2016) tujuan
peningkatan pendapatan adalah: meningkatkan sumber pendanaan
yang layak untuk meningkatkan progress JKN,
2) sumber pendanaan menitik beratkan pada sumber publik,
3) memastikan beban keuangan tersebar secara merata, dan
4) memastikan sumber pendanaan stabil dan dapat diprediksi.
29
laporan British Medical Journal, 50 persen pelayanan kesehatan tidak
diketahui tingkat efektifitasnya. Lebih lanjut, penanganan penyakit-
penyakit non-spesialistik yang seharusnya dapat ditangani di fasilitas
primer (FKTP) malah ditangani di fasilitas sekunder seperti rumah sakit.
Hal ini menyebabkan pembiayaan menjadi tidak efisien.
Pembiayaan fasilitas kesehatan dibagi menjadi dua yaitu
pembiayaan fasilitas primer dan sekunder. Sistem pembiayaan di fasilitas
primer berdasarkan dana kapitasi. Sebagian besar negara di dunia
menggunakan skema pembiayaan kapitasi yang merupakan pembiayaan
berdasarkan jumlah peserta yang ditangani di fasilitas kesehatan. Sistem
pembiayaan ini memiliki kelemahan yaitu kemungkinan terjadinya
pelayanan di bawah standar. Peserta dengan penyakit dasar tidak dilayani
dan dirujuk ke fasilitas sekunder sehingga terdapat surplus dana.
Untuk mengatasi hal tersebut, digunakan pendekatan pembiayaan
kombinasi antara kapitasi dan tambahan berdasarkan kinerja fasilitas
tersebut. Sistem pembiayaan yang dapat digunakan di fasilitas sekunder
adalah sistem Diagnosis Related Groups (DRGs) yaitu pembiayaan
berdasarkan kasus yang ditangani oleh fasilitas tersebut. Kelemahan dalam
sistem ini adalah adanya kemungkinan pasien “dipulangkan” lebih awal
dan mark-up dari penyedia layanan agar mendapatkan klaim pembayaran
yang lebih besar.
WHO menyarankan dibentuknya komisi pembiayaan yang bekerja
secara independen (tidak masuk dalam struktur kementerian kesehatan dan
badan penyelenggara jaminan kesehatan) agar kebijakan pembiayaan
kepada penyedia fasilitas kesehatan lebih efektif dan efisien. Komisi ini
berfokus pada harga, kuantitas, dan kualitas pembiayaan fasilitas.
Kementerian Kesehatan RI membangun sistem Indonesia Case
Base Groups (INA CBGs) dan kapitasi sebagai pola pembayaran ke pihak
penyelenggara fasilitas kesehatan (faskes) dengan peruntukan masing-
masing. Pemerintah menetapkan tarif INA CBGs untuk seluruh rumah
sakit dan tarif kapitasi untuk Puskesmas dan klinik, serta melakukan
30
penetapan terhadap jenis obat dalam formularium obat nasional dan
penetapan alat- alat kesehatan dalam kompendium alat kesehatan.
BPJS Kesehatan harus melaksanakan seluruh ketentuan Menteri
Kesehatan tersebut pada segenap fasilitas kesehatan yang bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan. Untuk mencukupi operasional dan pembayaran
klaim, BPJS masih mengacu pada sumber dana keuangan BPJS
Kesehatan. Sumber dana terbesar PBI adalah APBN. Dana yang
terkumpul oleh BPJS Kesehatan dialokasikan untuk pembayaran layanan
kesehatan yang diberikan kepada penyedia jasa kesehatan.
Dalam pelaksanaan program JKN, penentuan besaran tarif INA
CBGs mengacu pada basis data costing dari 137 RS Pemerintah dan RS
Swasta serta melibatkan data coding dari enam juta kasus penyakit.
Besaran biaya yang ditetapkan dipengaruhi oleh sejumlah aspek pada
sistem INA CBGs, antara lain diagnosa utama, diagnosa sekunder berupa
penyerta atau komorbid atau penyulit atau komplikasi tingkat keparahan,
bentuk intervensi, dan variasi umur pasien.
Dapat dipahami bahwa tarif INA CBGs yang ditentukan merupakan
biaya yang harus dibayarkan sesuai dengan ongkos atau cost per-episode
dari pelayanan kesehatan dalam suatu perawatan dari awal masuknya
pasien sampai selesai pengobatan. Pembayaran dalam pola paket INA
CBGs sudah termasuk ongkos konsultasi dokter, pemeriksaan penunjang
(seperti laboratorium, radiologi/rontgen dan pemeriksaan laboratorium
lainnya), obat Formularium Nasional (Fornas) dan obat bukan Fornas,
bahan dan alat medis habis pakai, akomodasi atau kamar perawatan, dan
biaya lain yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan pasien. Besaran
komponen biaya yang sudah termasuk ke dalam paket INA CBGs telah
ditentukan sebelumnya dan menjadi acuan bagi BPJS Kesehatan untuk
membayar biaya tersebut sehingga tidak lagi dibebankan kepada pasien.
31
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Sistem Pembiayaan Kesehatan di Indonesia diatur dalam Undang – undang
Nomor 36 Tahun 2009 dimana untuk pembiayaan dari pelayanan kesehatan
dialokasikan sebesar 5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Dalam rangka mendukung Universal Health Couverage melalui Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial pemerintah Indonesia membuat suatu kebijakan
dimana seluruh masyarakat Indonesia wajib untuk memiliki Jaminan
Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat agar seluruh masyarakat
Indonesia mempunyai perlindungan dalam bentuk pelayanan kesehatan.
2. Saran
Program pemerintah dalam penyelengaraan Jaminan Kesehatan Nasional
belum sepenuhnya menjamin masyarakat di Indonesia untuk mendapatkan
pelayanan di fasilitas kesehatan dikarenakan banyak masyarakat yang
tentunya belum memiliki Kartu Indonesia Sehat. Oleh karena itu kebijakan
pemerintah mengenai anggaran kesehatan perlu dibaharui atau ditambahkan
agar dapat menjamin seluruh masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan
yang menyeluruh.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
9. Menteri Kesehatan RI. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1–168.
10. Panggantih, A., Pulungan, R. M., Iswanto, A. H., & Yuliana, T. (2019).
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Oleh Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Di Puskesmas Mekarsari
Tahun 2019. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 18(4), 140–146.
https://doi.org/10.14710/mkmi.18.4.
34
Pertanyaan Perencanaan Anggaran Kesehatan
Jawaban :
Out of Pocket merupakan sistem pembiayaan kesehatan dimana seorang individu
penerima jasa pelayanan kesehatan membayar biaya pengobatan kepada fasilitas
penyedia layanan kesehatan berdasarkan jumlah tagihan pembayaran jasa
kesehatan yang sudah ditetapkan oleh fasilitas penyedia jasa layanan kesehatan
Jawaban :
Dalam rangka mendukung suksesnya Universal Health Couverage dimana
didalam program yang buat oleh WHO tersebut menyebutkan bahwa seluruh
warga atau sekitar 95% harus mempunyai perlindungan dalam akses pelayanan
kesehatan tanpa harus memikirkan berapa banyak biaya yang harus dibayarkan,
dan di dalam Universal Health Couverage juga menyebutkab bahwa seluruh
warga dalam suatu negara juga harus bisa mendapatkan akses pelayanan
kesehatan dimanapun dan kapanpun itu, maka dari itu pemerintah Indonesia
membuat suatu asuransi kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan Penjamin
Jaminan Sosial yang dikenal juga dengan program Jaminan Kesehatan Nasional
sebagai Jaminan Kesehatan yang wajib dimiki oleh warga negara Indonesia agar
35
dapat memperoleh pelayanan kesehatan tanpa harus memikirkan biaya
pengobatan dan bisa mendapatkan pelayanan kesehatan dimanapun mereka berada
36