Anda di halaman 1dari 14

PENGGAGARAN DALAM

PELAYANAN KESEHATAN

DISUSUN OLEH:
1. Fajar Septyawantoro 01180000007
2. Firas Azizah 01180000009
3. Ervina Dyah Azrinindita 01180000010
4. Mahardika Tahta Junjunan 01180000033
5. Melizha Handayani 01180000019
6. Nathasya Echa Indriani 01180000006

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU


PRODI SI KESEHATAN MASYARAKAT
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat
dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul
“Penganggaran dalam Pelayanan Kesehatan” ini, sebagaimana yang ditugaskan oleh dosen
mata kuliah Pembiayaan dan Penganggaran Kesehatan.

Dalam penulisan makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan dan hambatan. Namun,
berkat arahan dari semua pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Pada
kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Astrid Novita, SKM, MKM selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Indonesia Maju (STIKIM).
2. Ibu Rofi’atun Zakiah, SE. M.Kes selaku dosen mata kuliah Pembiayaan dan Penganggaran
Kesehatan.
3. Teman-teman mahasiswa yang telah membantu kami dalam terselesainya makalah ini.

Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan kata, nama maupun gelar.
Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat baik untuk penulis maupun para
pembaca.

Jakarta, April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 4
2.1 Pengertian .................................................................................................................... 4
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Anggaran ....................................................................... 5
2.3 Jenis-jenis Anggaran ................................................................................................... 6
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 10
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 10
3.2 Saran .......................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sistem keuangan negara saat ini telah memasuki babak baru. Menurut Hariadi, 2010
reformasi di dalam manajemen keuangan negara diawali dengan diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara. Sejalan dengan diberlakukannya
undang-undang tersebut, pemerintah memperbaiki sistem pengelolaan keuangan Negara
menuju pengelolaan yang transparan dan akuntanbel. Penyusunan anggaran merupakan
salah satu bagian yang penting dalam sistem akuntansi, khususnya pada sector
pemerintahan. Sistem anggaran yang awalnya menggunakan sistem anggaran tradisional
saat ini sudah mulai beralih pada sistem anggaran berbasis kinerja. Penggunaan sistem
anggaran tradisional tidaklah efektif dikarenakan penyususnan anggaran hanya
berdasarkan jumlah anggaran tahun sebelumnya. Selain itu, anggaran tradisional hanya
menggunakan item-item penerimaan dan pengeluaran yang sama dalam setiap periode
(Indrayathi & Sudiana, 2018).

Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 memberikan amanat “mandatory


spending” anggaran kesehatan sebesar minimum 5% dari APBN dan 10% dari APBD yang
harus dialokasikan untuk pembiayaan di sektor kesehatan. Mandat ini telah digunakan oleh
pemerintah sebagai acuan penetapan postur anggaran kesehatan yang fokus pada
pemenuhan kewajiban pembiayaan 5% dari APBN di tingkat pusat dan 10% dari APBD
di tingkat pemerintah daerah. World Bank (2019) dalam literaturnya mengedepankan tiga
pilar utama dalam pembiayaan kesehatan yaitu aspek kecukupan (sufficiency),
pengalokasian anggaran yang efisien dan efektif (efficiency and effectivenes), dan
keberlanjutan pembiayaan kesehatan (sustainability). Di tingkat pusat, pemerintah telah
berhasil menjaga pemenuhan minimal “mandatory spending” untuk penetapan anggaran
5% dari APBN di bidang kesehatan. Statistik menunjukkan bahwa pemerintah dalam
periode 4 tahun terakhir, telah memenuhi porsi 5% APBN untuk anggaran kesehatan,
meskipun masih terdapat beberapa catatan yang perlu diputuskan oleh para pemangku
kebijakan. Beberapa catatan tersebut akan dibahas satu persatu dalam bab berikutnya.

1
Definisi dan peruntukan anggaran kesehatan yang dicantumkan dalam UU Kesehatan
No.36 Tahun 2009 terlalu luas, sehingga berpotensi adanya multi-interpretasi dan
memberikan ruang pengalokasian belanja kesehatan menjadi tidak sesuai peruntukan yang
seharusnya. Sampai dengan saat ini, belum terdapat perangkat peraturan yang sifatnya
operasional dan dapat digunakan sebagai panduan dalam pengalokasian dan pemanfaatan
anggaran sesuai dengan amanah yang telah ditetapkan. Tantangan utama yang dihadapi
dalam penyusunan anggaran kesehatan adalah masih belum optimalnya koordinasi dan
sinergi antar pemangku kepentingan, sehingga masing-masing pihak belum mempunyai
persepsi yang sama. Ketepatan besaran peruntukkan anggaran kesehatan untuk mendanai
intervensi utama yang mendukung capaian prioritas nasional juga menjadi isu kritis,
sejalan dengan peningkatan anggaran kesehatan dari tahun ke tahun (Amila et al., 2020).

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memberikan rekomendasi kepada


Bappenas dan Kementerian Keuangan untuk lebih memperjelas pengalokasian mandatory
spending, terutama anggaran kesehatan dan pendidikan. Pemanfaatan anggaran kesehatan
perlu dipertajam terutama tentang perencanaan penganggaran yang utuh, penggunaan
anggaran yang tepat dan berdaya guna, dan ketercapaian output dan outcome sesuai target
prioritas pembangunan nasional. Hasil dari studi ini diharapkan dapat memberikan
masukan untuk lebih mempertajam pengalokasian anggaran kesehatan agar lebih tepat dan
berkualitas (Amila et al., 2020).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Penganggaran Pelayanan Kesehatan?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi anggaran?
3. Apa saja jenis-jenis anggaran?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari
penelitian adalah untuk mengetahui definisi, jenis serta faktor-faktor yang mempengaruhi
penganggaran dalam pelayanan kesehatan.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka manfaat dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberi manfaat yaitu:

2
a. Penelitian ini diharapkan dapat menginterpretasikan pemahaman atas penerapan
anggaran dalam pelayanan kesehatan.
b. Dapat digunakan sebagai pijakan dan referensi pada penelitian-penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan penganggaran dalam pelayanan kesehatan,
serta menjadi bahan kajian lebih lanjut.
2. Kegunaan Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat bagi Penyusun untuk menambah
wawasan tentang penerapan anggaran dalam pelayanan kesehatan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian
Menurut GASB (Governmental Accounting Standards Board), definisi anggaran
(budget) adalah rencana operasi keuangan yang mencakup estimasi pengeluaran yang
diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode
waktu tertentu. Sedangkan penganggaran adalah penyusunan suatu rencana kerja yang
dinyatakan dalam ukuran keuangan (Hadiwijoyo 2019:146). Secara teknik anggaran
diartikan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu
tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Sedangkan penganggaran adalah proses
atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran (Permata, 2020).

Pengertian di atas mengandung prinsip money follow function. Uang haruslah


mengikuti fungsi, bukan fungsi mengikuti uang. Penganggaran tidak lepas atau menyatu
dengan sistem perencanaan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Sistem
Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Perencanaan adalah suatu proses untuk
menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan
memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Sedangkan pembangunan nasional adalah
upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan
bernegara. Perencanaan secara umum dapat diartikan sebagai usaha menentukan cara
terbaik guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Permata, 2020).

Pernyataan rencana pembangunan itulah yang akan dibiayai melalui APBN/D.


dalam anggaran urusan kesehatan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun
2009. Dalam Pasal 170 dinyatakan bahwa besar anggaran kesehatan pemerintah daerah
provinsi, kabupaten/kota, dialokasikan minimal 10% (sepuluh persen) dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah di luar gaji. Besaran anggaran kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik
yang besarannya sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggaran kesehatan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Alokasi pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 ayat (3) ditujukan
untuk pelayanan kesehatan dibidang pelayanan publik, terutama bagi penduduk miskin,
kelompok lanjut usia, dan anak terlantar (Pasal 172) (Amila et al., 2020).

4
Anggaran merupakan suatu alat untuk melakukan perencanaan dan pengawasan
dalam pengelolaan dan keuangan suatu organisasi atau instansi. Berikut beberapa fungsi
utama anggaran sector publik menurut Rudianto (2009) dalam Mursitawati (2013)
(Indrayathi & Sudiana, 2018):
1. Anggaran sebagai alat perencanaan,
2. Anggaran sebagai alat pengorganisasian,
3. Anggaran sebagai alat menggerakkan, dan
4. Anggaran sebagai alat pengendalian.

Menurut Depkes RI (2009) pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang


diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluaraga, kelompok dan ataupun masyarakat
(Indrayathi & Sudiana, 2018). Sedangkan Anggaran kesehatan dapat dikatakan sebagai
instrumen pemerintah dalam pemenuhan hak-hak kesehatan bagi warga negara. Definisi
anggaran kesehatan Pemerintah diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36
Tahun 2009 dalam Pasal 171 ayat 1 yang menyatakan bahwa alokasi anggaran pendapatan
dan belanja negara untuk kesehatan sebesar minimal 5% (di luar gaji). Mengacu pada
definisi tersebut, gaji tenaga kesehatan seharusnya tidak dihitung ke dalam porsi 5%
anggaran kesehatan. Pada praktiknya gaji masih dihitung ke dalam porsi 5% APBN untuk
anggaran Kesehatan (Amila et al., 2020).

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Anggaran


Menurut (Harmana et al., 2006), faktor yang mempengaruhi pembiayaan kesehatan
antara lain:
1. Kemampuan perencanaan/proses RASK, yang terdiri dari variabel:
a. komitmen daerah,
b. kemampuan advokasi,
c. keseimbangan alokasi antara mata anggaran,
d. skala prioritas masalah kesehatan,
e. intervensi program.
2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
3. Dana perimbangan
4. Lain-lain pendapatan yang sah
5. Informasi alur pembiayaan

5
2.3 Jenis-jenis Anggaran
Adapun jenis-jenis anggaran dalam pelayanan kesehatan:
1. Anggaran modal (capital budget) adalah anggaran yang terdaftar dan tergambar dalam
perencanaan penambahan modal.
2. Anggaran kas (cash budget) adalah anggaran yang telah dicatat dalam rencana
penerimaan dan pengeluaran kas.
3. Anggaran pelaksanaan (operating budget) adalah anggaran yang telah tergambar
dalam perencanaan aktivitas pelaksanaan, terdiri dari tiga komponen yaitu:
penerimaan, biaya dan pengeluaran, dan pengeluaran hasil.

Berikut juga merupakan jenis-jenis anggaran dalam pelayanan kesehatan


(Indrayathi & Sudiana, 2018):
1. Line-Item Budgeting
Line-Item Budgeting mempunyai sejumlah karakteristik penting, antara lain
tujuan utama melakukan kontrol keuangan, sangat berorientasi pada input organisasi,
penetapan melalui pendekatan incremental (kenaikan bertahap). Tidak jarang dalam
praktek memakai “kemampuan menghabiskan atau menyerap anggaran” sebagai salah
satu indikator penting untuk mengukur keberhasilan organisasi. Metode ini termasuk
sering dilakukan di rumah sakit, karena mudah menyusun dan rentan terhadap KKN.
Dalam pelaksanaan, karakteristik seperti tersebut diatas mengandung banyak
kelemahan. Dalam rezim pemerintahan yang syarat KKN, karakteristik yang berkaitan
dengan tujuan melakukan kontrol keuangan, seringkali dilaksanakan hanya sebatas
aspek administratif. Hal Ini dilakukan kemungkinan karena ditunjang oleh karakter
yang lain yang sangat berorientasi pada input organisasi. Dengan demikian, sistem
anggaran tidak memberikan informasi tentang kinerja, sehingga sulit untuk
melakukan kontrol kinerja. Kelemahan lain, berhubungan dengan karakteristik
penetapan anggaran dengan pendekatan incremental, yaitu menetapkan rencana
anggaran dengan cara menaikkan jumlah tertentu pada jumlah anggaran yang lalu atau
sedang berjalan. Melalui pendekatan ini analisis yang mendalam tentang tingkat
keberhasilan setiap program tidak dilakukan. Akibatnya adalah tidak tersedia
informasi yang rasional tentang rencana alokasi anggaran tahun yang akan datang.
Siapa atau unit mana mendapat dan berapa, seringkali hanya didasarkan pada catatan
sejarah dan tidak berorientasi pada tujuan organisasi. Akibat berbagai Kelemahan
tersebut masalah besar yang dihadapi oleh sistem line-item budgeting adalah masalah

6
keefektivan, efficiensi dan accountabilitas. Jenis anggaran ini hanya memperhatikan
input seperti jumlah SDM, jumlah pasien, alat yang digunakan.
2. Planning Programming Budgeting System dan Zero Based Budgeting
Prinsip ini berupaya menutupi kelemahan yang ada dalam line-item budgeting
dengan inovasi sistem penganggaran baru yaitu Planning Programming Budgeting
System (PPBS) dan Zero Based Budgeting (ZBB). PPBS berusaha untuk
merasionalkan proses pembuatan anggaran dengan menjabarkan rencana jangka
panjang ke dalam program-program, sub-sub program serta berbagai projek. Oleh
sebab itu, PPBS juga dikenal sebagai program budgeting. Pemilihan berbagai
alternatif proyek yang ada dilakukan melalui cost and benefit analysis. PPBS yang
dianggap terlalu rasional, tentu saja terlalu mahal, sehingga justru sulit untuk
dilaksanakan. Kelahiran ZBB bertujuan untuk merasionalkan proses pembuatan
anggaran, karena dalam sistem ZBB muncul decision unit yang menghasilkan
berbagai paket alternatif anggaran yang dibuat dengan tujuan agar direksi rumah sakit
dapat lebih responsif terhadap kebutuhan customer dan terhadap fluktuasi jumlah
anggaran. Dalam praktek, ZBB membutuhkan banyak sekali paper work, data serta
menuntut penerapan sistem manajemen informasi yang cukup canggih. Hal ini
dianggap sebagai hambatan utama penerapan ZBB. Terlihat memang lebih rinci,
mulai dari program yang dijabarkan ke berbagai subprogram, lalu sub program dirinci
lagi berdasarkan jenis layanan dan jenis kegiatan. Hal tersebut memerlukan waktu dan
proses panjang sehingga akan menyulitkan, walaupun keakuratan dan sifat keadilan
lebih baik.
3. Performance Budgeting
Prinsip ini muncul sudah enam puluh tahunan yang lalu di Amerika, akan
tetapi baru popular tahun 1990-an dengan reformasi anggaran dan beberapa
karakteristiknya yang dianggap sesuai dengan reformasi administrasi publik.
Performance budgeting (anggaran yang berorientasi pada kinerja) adalah sistem
penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berhubungan sangat erat
terhadap visi, misi, dan rencana strategis organisasi. Performance budgeting
mengalokasikan sumber daya pada program bukan pada unit organisasi semata dan
memakai output measurement sebagai indikator kinerja organisasi. Lebih jauh ia
mengkaitkan biaya dengan output organisasi sebagai bagian yang integral dalam
berkas anggarannya.

7
Tujuan dari penetapan output measurement yang dikaitkan dengan biaya
adalah untuk dapat mengukur tingkat efisiensi dan efektifitas. Hal ini sekaligus
merupakan alat untuk dapat menjalankan prinsip akuntabilitas, karena yang diterima
oleh costumer pada akhirnya adalah output dari suatu proses kegiatan Manajemen RS.
Osborn dan Gaebler, dengan jelas memberikan penjelasan mengenai kekuatan dan
kelebihan dari pengukuran yang berorientasi kinerja, sebagai berikut: (1) What Gets
Measured Gets Done. Manajemen rumah sakit dalam pelaksanaan pelayanannya
harus menetapkan terlebih dahulu ukuran-ukuran kinerja setiap unit pelayanan maka
secara tidak langsung para personel akan merespon dalam semua tindakan yang positif
untuk mencapai kinerja yang sudah ditetapkan tersebut. (2) If You Don’t Measure
Result, You Can’t Tell Succes from Failure. Seringkali pengambilan keputusan salah
karena kita tidak mengukur hasil kinerja terlebih dahulu. (3) If You Can’t See Success.
You Can’t Reward It: Pemberian penghargaan terhadap yang berhasil merupakan hal
penting dalam memacu pencapaian tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Karenanya
penting untuk dapat mengidentifikasi keberhasilan. (4) If You Can’t Reward Success.
You’re Probably Rewarding Failure. Sekali lagi ditekankan disini bahwa jika kita
tidak dapat mengidentifikasi keberhasilan, kemungkinan kita dapat salah mengambil
keputusan yaitu memberi insentif pada pihak yang mengalami kegagalan. (6) If You
Can’t See Success. You Can’t Learn From It. Ukuran kinerja juga sangat diperlukan
agar kita dapat belajar dari keberhasilan-keberhasilan yang ada. (7) If You Can’t
Recognize Failure. You Can’t Correct It. Informasi kondisi produk mulai dari input,
proses, output, dan outcome harus kita ketahui sehingga semua kegagalan dapat kita
perbaiki. (8) If You Can’t Demonstrate Result. You Can Win Public Support. Kinerja
yang kita capai harus ditampilkan apalagi kinerja terbaik yang dapat kita capai
sehingga mendapat dukungan manajemen.
Sebagai sistem penganggaran yang berorientasi kepada output dan memakai
output measurement ia tidak sekedar membutuhkan indikator-indikator keberhasilan
namun lebih dari itu ia membutuhkan performance management yang diterapkan
secara luas dalam organisasi. Alasannya adalah karena isu utamanya adalah
pencapaian keberhasilan organisasi yang menyangkut performance management yang
lebih luas. Demikian pula performance budgeting yang berkaitan erat dengan visi,
misi dan rencana strategis rumah sakit. Ini berarti dalam proses perencanaan anggaran
visi, misi, dan rencana strategis rumah sakit menjadi acuan utama.

8
Dengan demikian misi dan rencana strategis harus dirinci sehingga
menghasilkan program, sub program serta proyek yang relevan dengan tujuan jangka
panjang. Setiap output rumah sakit harus dapat dikaitkan dengan misi dan rencana
strategi rumah sakit. Oleh sebab itu, dalam membangun performance budgeting
terdapat elemen-elemen strategis yang terdiri dari misi dan sasaran serta berbagai
elemen praktis yang meliputi program, aktivitas, dan target aktivitas. Performance
budgeting mengalokasikan sumber daya pada program dan bukan pada unit
organisasi. Konsekuensinya adalah bahwa dalam sistem penganggaran ini tidak
terdapat lagi pengategorian anggaran ke dalam anggaran rutin. Keuntungan yang
didapat dengan mengalokasikan sumber daya dalam program adalah mudah untuk
mengetahui kinerja setiap program. Ukuran-ukuran kinerja yang dapat diterapkan
pada setiap program antara lain adalah biaya atau biaya rata-rata pada setiap satuan
beban kerja. Untuk dapat merealisasikan konsep performance budgeting dapat dilihat
dari sebagian kecil penggunaannya dalam anggaran pendapatan.
Jenis anggaran ini paling tepat digunakan untuk mengukur kinerja rumah sakit
dengan anggaran yang dapat diukur dari output anggaran yang disesuaikan dengan
visi misi rumah sakit. Bila visi rumah sakit ikut menyukseskan kesehatan ibu hamil
tentunya indikator kinerja tidak semata mencari keuntungan dengan meningkatkan
operasi persalinan walaupun tidak dengan indikasi medik. Dalam aspek promosi dan
pencegahan akan diukur dari kualitas persalinan yang diawali dengan kontrol yang
adekuat, penyuluhan yang tepat, bayi yang lahir tidak ada Berat Bayi Lahir Rendah
(BBLR). Akan sulit terjadi KKN jika semua indikator kinerja yang berdasarkan output
dipatuhi. Setiap tahun indikator ini dikaji dan dikaitkan dengan kinerja yang pernah
dicapai pada tahun sebelumnya. Untuk rencana anggaran pendapatan yang diperoleh
akan berkualitas dari segi ketepatan penggunaan dan alokasinya yang selalu di kontrol
oleh targetnya. Ada kalanya sulit memperoleh ukuran kuantitatif kinerja rumah sakit
untuk beberapa aspek, akan tetapi prinsip anggaran berbasis kinerja diterapkan
terlebih dahulu sehingga secara otomatis akan ketemu arah pengukuran kinerjanya.

9
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Secara teknik anggaran diartikan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak
dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Sedangkan
penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Pelayanan
kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama
dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluaraga, kelompok
dan ataupun masyarakat (Depkes RI, 2009). Sedangkan Anggaran kesehatan dapat
dikatakan sebagai instrumen pemerintah dalam pemenuhan hak-hak kesehatan bagi warga
negara.

3.2 Saran
Kiranya dengan adanya makalah ini kedepannya akan lebih banyak masyarakat yang
tertarik untuk membahas anggaran dalam pelayanan kesehatan, sehingga orang lain yang
juga ingin belajar lebih mudah menemukan informasi terkait penganggaran dalam
pelayanan kesehatan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Amila, D., Ariteja, S., & Soewodo, P. (2020). Bedah Anggaran Kesehatan.
https://www.bappenas.go.id/id/profil-bappenas/unit-kerja/deputi-sdm/dit-kgm/contents-
direktorat-kesehatan-dan-gizi-masyarakat/buku-bedah-anggaran-kesehatan-dan-buku-
relevansi-kejenuhan-dan-efektifitas-dak-kesehatan/
Harmana, T., Adisasmito, W. B., Administrasi, D., Kesehatan, K., Masyarakat, F. K., &
Indonesia, U. (2006). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Kesehatan
Daerah Bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2006 Factors
Associated With Local Health Financing From Local Goverment Budget. 09(03), 134–
145.
Indrayathi, P. A., & Sudiana, I. K. (2018). Penganggaran Berbasis Kinerja Dalam Pelayanan
Kesehatan.
Permata, N. N. (2020). Analisis Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja pada RSUD dr. H
Koesnadi Bondowoso.

iii

Anda mungkin juga menyukai