Anda di halaman 1dari 106

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA RESIKO PERILAKU KEKERASAN

PADA Tn.S DI RUANG AKASIA RUMAH SAKIT JIWA


SAMBANG LIHUM BANJARMASIN

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH
ABDURAHIM
NPM: 12144011002

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


PROGRAM STUDI D.3 KEPERAWATAN REGULER
BANJARMASIN, 2015
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA RESIKO PERILAKU KEKERASAN
PADA KLIEN Tn.S di RUANG AKASIA RUMAH SAKIT JIWA
SAMBANG LIHUM BANJARMASIN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan


pada Program Studi D.3 Keperawatan

OLEH
ABDURAHIM
NPM. 12144011002

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


PROGRAM STUDI D.3 KEPERAWATAN
BANJARMASIN, 2015
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kepada allah Swt yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI)
dengan judul Asuhan Keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan pada Klien Tn.S di
ruang Akasia Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Banjarmasin. Karya Tulis
Ilmiah ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat menyelesaikan program
pendidikan D.3 Keperawatan Reguler Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Banjarmasin.

Proses penelitian dan pelaksanaan Asuhan Keperawatan ini tentunya tidak


lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan serta bimbingan
dari semua pihak, dan tidak lupa penulis menyampaikan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak M.Syafwani, Skp.,M.Kep.,Sp.Jiwa, selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin dan juga sebagai pembimbing
materi yang telah memberikan masukan dan saran sekaligus sebagai penguji I
ujian akhir Program Studi D.3 Keperawatan Reguler Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasi.
2. Bapak Muhsinin, Ns., M.Kep.,Sp.Anak, selaku Ketua Prodi D.3 Keperawatan
Reguler Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk izin pengambilan kasus.
3. Bapak Drs. H. Umransyah Alie, MH, selaku pembimbing sistematika
penulisan yang telah memberikan masukan dan saran.
4. Bapak Murjani, S.Kep.MM sebagai penguji III yang telah memberikan
masukan dan saran dalam Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Seluruh staf keperawatan Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Gambut, serta
pembimbing klinik Ruang Akasia Ibu Norhayah, S.Kep, beserta staf dan
karyawan yang telah membantu dalam mengumpulkan data.

i
6. Seluruh dosen pengajar D.3 Keperawatan dan staf Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin yang selama ini telah memberikan
bekal dan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat.
7. Klien Tn.S serta teman-temanya yang bersedia memberikan waktu dan
kesempatan kepada penulis untuk pembuatan asuhan keperawatan.
8. Ayah dan ibu, yang selalu memberikan limpahan doa serta dukungan baik
secara moril maupun material hingga selesainya karya tulis ilmiah ini.
9. Seluruh staf Perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Banjarmasin yang menyediakan referensi dalam melengkapi literatur penulis.
10. Teman-teman angkatan XVII D3 Keperawatan Reguler yang turut membantu
dalam pengumpulan data dan informasi.
11. Serta semua pihak yang terlibat dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Adapun dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari adanya
keterbatan kemampuan yang dimiliki sehingga dalam penulisan Karya Tulis
Ilmiah masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
Sehingga Karya Tulis Ilmiah ini bisa bermanfaat bagi pembaca guna
menambah ilmu pengetahuan. Amin Amin Amin Ya Rabbal alamin.

Banjarmasin, Juli 2015

Penulis

ii
DAFTA ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... v
DAFTAR MATRIKS ....................................................................................... vi
DAFTAR SKEMA .......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 4
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 5
1.5 Metode Ilmiah Penulisan........................................................ 6
1.6 Sistematika Penulisan ............................................................ 7
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Teoritis Perilaku Kekerasan .................................... 8
2.2 Konsep Asuahan Keperawatan .............................................. 24
BAB 3 HASIL AUSHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian .............................................................................. 38
3.2 Aspek Medis .......................................................................... 47
3.3 Hasil Pemeriksaan Labolatorium ........................................... 50
3.4 Analisa Data ........................................................................... 51
3.5 Pohon Masalah ....................................................................... 53
3.6 Masalah Keperawatan ............................................................ 54
3.7 Rencana Tindakan Keperawatan ............................................ 54
3.8 Implementasi dan Evaluasi Tindakan Keperawatan .............. 60
3.9 Catatan Perkembangan ........................................................... 61

iii
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................................ 68
4.2 Saran ....................................................................................... 70
DAFTAR RUJUKAN ...................................................................................... 71
LAMPIRAN-LAMPIRAN

iv
DAFTAR BAGAN

1. Bagan 2.1 Rentang Respon Terhadap Kemarahan .................................... 9


2. Bagan 2.2 Predisposisi Perilaku Kekerasan .............................................. 22

v
DAFTAR MATRIKS

1. Matriks 2.1 Perbandingan Perilaku Pasif, Asertif, Agresif ..................... 27


2. Matriks 3.1 Pemberian Obat ..................................................................... 47
3. Matriks 3.2 Analisis Data ......................................................................... 51
4. Matriks 3.3 Rencana Tindakan Keperawatan ........................................... 54
5. Matriks 3.4 Implementasi dan Evaluasi Tindakan Keperawatan ............. 60
6. Matriks 3.5 Catatan Perkembangan .......................................................... 61

vi
DAFTAR SKEMA

1. Skema 2.1 Proses Terjadinya marah ........................................................ 15


2. Skema 2.2 Pohon Masalah Perilaku Kekerasan ....................................... 28
3. Skema 3.1 Pohon Masalah ....................................................................... 53

vii
DAFTAR TABEL

1. Tabel 3.1 Hasil Labolatorium ................................................................... 50

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Lampiran 2. Riwayat Hidup Penulis
Lampiran 3. Lembar Konsultasi Pembimbing 1
Lampiran 4. Lembar Konsultasi Pembimbing 2
Lampiran 5. Lembar Jadwal Dinas
Lampiran 6. Lembar jadwal Kegitan harian
Lampiran 6. Surat Izin Pengambialan Data
Lampiran 7. Bukti Pembayaran

ix
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan dan merupakan
kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intilektual, emosional
secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan
orang lain (UU No. 3 Tahun 1996 tentang: Kesehatan Jiwa , dalam Yosep,
2014: 1).

Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa. melainkan


mengundang berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadian (WHO, 2014).

Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan


juga, secara somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa,
maka ketiga unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa artinya bahwa yang
menonjol adalah gejala-gejala yang patologik dari psike. Hal ini tidak berarti
bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan menderita
ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau
lingkungannya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah
keturunan dan konstitusi, umur dan sex, keadaan badaniah, keadaan
psikologik, keluarga dan adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan,
pekerjaan, pernikahan, dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang
dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar manusia, dan sebagainya
(Direja, A.H.S. 2011: 4).

Umumnya pasien gangguan jiwa dibawa keluarganya ke rumah sakit jiwa


atau unit pelayanan kesehatan jiwa lainnya karena keluarga tidak mampu

1
2

merawat dan terganggu karena prilaku pasien. Beberapa gejala yang lazim
dirasakan oleh keluarga sehingga menjadi alasan mengapa pasien dibawa ke
rumah sakit jiwa yaitu adanya harga diri rendah, menarik diri, halusinasi,
waham, dan perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara
fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai amuk dan gaduh
gelisah yang tak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010: 131).

Proyek integrasi kesehatan jiwa di puskesmas dan rumah sakit


menunjukan adanya kebutuhan pelayanan kesehatan jiwa yang lebih
terkoordinasi dengan baik di semua unsur kesehatan. Hakekat pembangunan
kesehatan merujuk pada penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk
mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk (Keliat, 2011: 4).

Departemen Kesehatan dan World Health Organization (WHO) Tahun


2010 memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa
ditemukan di dunia. Berdasarkan data studi World Bank dibeberapa negara
menunjukan 8,1% dari kesehatan global masyarakat (Global Burden Disease)
menderita gangguan jiwa (Winarata, 2012).

Riset kesehatan dasar (Riskesdes) tahun 2013, pada penduduk diatas usia
50 tahun dijumpai prevalansi orang dengan gangguan jiwa ringan (ODGJR)
berjumlah 6% atau sekitar 16 juta orang, sedangkan prevalansi orang dengan
gangguan jiwa berat (ODGJB) 1,72 perseribu atau 400 ribu orang. 14,3% atau
sekitar 57 ribu orang dengan gangguan jiwa berat pernah dipasung oleh
keluarga (www.depkes.go.id diakses pada tanggal 22 Maret 2014 pukul 19.20
Wita).

Data yang diperoleh oleh peneliti melalui survei awal penelitian di Rumah
Sakit Jiwa Sambang Lihum Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan bahwa
jumlah pasien gangguan jiwa pada tahun 2013 tercatat sebanyak 1.683 pasien
3

gangguan jiwa, pada tahun 2014 tercatat sebanyak 1.366 dengan skizofrenia
faranoid. Pasien rawat inap dengan diagnosa medis skizofrenia paranoid 224,
skizofrenia tidak terinci 154, skizofrenia hibefrenik 110, skizofrenia residual
84, gangguan psikotik polymurtik akut dengan gejala skizofrenia 29, episode
depresif berat dengan simptom psikotik 26, gangguan mental dan perilaku
akibat penggunaan zat multiple dan penggunaan zat psikoaktif dengan
gangguan psikotik 18, skizofrenia katatonik 13, penggunan psikotik
polymurtik akut tanpa gejala skizofrenia 11, kelainan afektif bipolar dengan
episode manic dengan simptom psikotik 6 (Dinkes Kalimantan Selatan, 2014).
Ruang Akasia RSJD Sambang Lihum Banjarmasin Provinsi Kalimantan
Selatan, pasien menderita resiko perilaku kekerasan pada tahun 2015 pada
bulan Maret 21 orang yang menderita, pada bulan April 23 orang menderita,
pada bulan Mei 10 orang menderita. Jadi jumlah semuanya 54 orang yang
menderita perilaku kekerasan diruang Akasia.

Manusia dalam bermasyarakat harus dapat mengembangkan dan


melaksanakan hubungan yang harmonis baik dengan individu lain maupun
dengan lingkungan sosial. Tapi dalam kenyataan individu sering mengalami
hambatan bahkan kegagalan yang menyebabkan individu tersebut sulit
mempertahankan kestabilan emosi yang dimilikinya, sehingga respon yang
dilakukan ke arah maladaptif. Jika individu mengalami kegagalan maka
gangguan jiwa yang muncul adalah Resiko Perilaku Kekerasa (Amuk).
Perilaku kekerasan kadang bernilai negatif tetapi marah juga berguna untuk
meningkatkan energi dan membuat seseorang lebih berfokus atau bersemangat
mencapai tujuan. Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan
mempersulit diri sendiri dan mengganggu hubungan intrapersonal.

Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian diatas bahwa, perilaku


kekerasan adalah ungkapan perasaan marah dan bermusuhan yang
mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana individu bisa berperilaku
menyerang atau melakukan suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri,
4

orang lain maupun lingkungan. Sedangkan resiko perilaku kekerasan adalah


adanya kemungkinan seseorang melakukan tindakan dalam bentuk destruktif
dan masih terkontrol.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien dengan
Masalah Keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan (Amuk) di Rumah Sakit
Jiwa Sambang Lihum Banjarmasin.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Penulis dapat memberikan asuhan keperawatan secara optimal pada
klien dengan masalah Resiko Keperawatan Perilaku Kekerasan
menggunakan pendekataan metodologi proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melaksanakan pengkajian keperawatan pada klien dengan masalah
keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum Banjarmasin.
2. Menentukan diagnosa keperawatan jiwa pada klien dengan masalah
keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum Banjarmasin.
3. Merumuskan rencana asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan
masalah keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit
Sambang Lihum Banjarmasin.
4. Melaksanakan implementasi keperawatan jiwa pada klien dengan
masalah keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit
Jiwa Sambang Lihum Banjaramasin.
5. Melaksanakan evaluasi dan mendokumentasikan hasil asuhan
keperawatan dengan masalah keperawatan Resiko Perilaku
Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Banjarmasin.
5

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Penulis
Penulis dapat mempraktikan proses dan dokumentasi pada klien
gangguan jiwa khususnya dengan masalah keperawatan Resiko Perilaku
Kekerasan.
1.4.2 Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Pengembangan dan sebagai masukan guna meningkatkan
profesionalisme asuhan keperawatan khususnya pada klien dengan
masalah keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan (Amuk) sehingga
tercipta mutu pelayanan keperawatan yang berkualitas.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan gambaran kemampuan mahasiswa dalam
memeberikan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah Resiko
Perilaku Kekerasan menjadi bahan bacaan dan pertimbangan bagi
pengajar serta mahasiswa yang akan datang.
1.4.4 Bagi Masyarakat
Karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan media informasi tentang
dukungan keluarga dan motivasi pada klien yang mengalami gangguan
jiwa. Serta memberi pengetahuan kepada masyarakat tentang hal-hal
yang harus diperhatikan dalam merawat dan memelihara kesehatan
jiwa.

1.5 Metode
1.5.1 Metode Penulisan karya Tulis Ilmiah
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan
pemaparan kasus dan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
1.5.2 Metode Pengumpulan Data
1.5.2.1 Data Primer
a. Wawancara
Teknik pengumpulan data secara lisan atau tanya jawab
yang dilakukan dengan klien untuk mendapatkan data
6

mengenai identitas, keluhan utama, riwayat perilaku


kekerasan, pola kebiasaan, masalah-masalah psikososial
dan spritual klien.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pengukuran vital sign,
penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, dan
pemeriksaan cepalo kaudal.
c. Observasi
Pengamatan secara langsung keadaan klien untuk
mendapatkan data yang objektif mengenai penampilan,
perilaku, gaya bicara, pola interaksi, ekspresi wajah, respon
klien terhadap pengobatan, dan perawatan yang diberikan.
d. Data Sekunder
Diperoleh melalui tim kesehatan, keluarga, catatan, status
kesehatan klien untuk mengetahui riwayat kesehatan dahulu
dan sekarang.
1.5.3 Metode Ilmiah Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini
berupa studi kasus yang menggunakan pendekatan proses keperawatan
dengan menggali semua data yang mendukung, baik data subjektif
maupun objektif yang merupakan respon dari klien. Adapun pendekatan
proses keperawatan yang dilakukan dimulai dari pengkajian,
menentukan diagnosa keperawatan, penyusunan rencana keperawatan,
melaksanakan implementasi berdasarkan rencana yang telah ada,
melakukan evaluasi atau Asuhan Keperawatan yang diberikan dan
mendokumentasikan hasil dari seluruh proses keperawatan yang telah
dilakukan.
7

1.6 Sistematika Penulisan


1.7.1 BAB 1: Pendahuluan terdiri atas Latar Belakang, Rumusan
Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penelitian, Metode Ilmiah
Penulisan, Sistematika Penulisan.
1.6.2 BAB 2: Tinjauan terdiri atas Tinjauan Teoritis Perilaku Kekerasan:
Pengertian, Etiologi, Patofisioligi, Tanda dan Gejala, Proses
Terjadinya Perilaku Kekerasan, Penatalaksanaan Medis, Konsep
Asuhan Keperawata Jiwa, Perencanaan dan Evaluasi.
1.6.3 BAB 3: Hasil Asuhan Keperawatan terdiri atas Analisa Data dan
Asuhan Keperawatan, Rencana Keperawatan, Implementasi,
Evaluasi dan Catatan Perkembangan.
1.6.4 BAB 4: Penutup berisi Simpulan dan Saran.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Teoritis Resiko Perilaku Kekerasan


2.1.1 Pengertian
Agresion: An emotion compounded of and or rage. It is an
emotion deeply rooted in every one us, a vital part or our emotional
being that must be either projected outward on the environment or
inward, destructively, on the self (Paatricia D. Barry1998, dalam
Yosep 2014: 151).

Perilaku Kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang


merupakan campuran perasaan prustasi dan benci atau amarah. Hal
ini didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang
sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang dapat
diproyeksikan ke lingkungan, kedalam diri atau secara destruktif
(Paatricia D. Barry1998, dalam Yosep 2014: 151).

Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah yang


diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain,
dan atau merusak lingkungan. Respon tersebut biasanya muncul
akibat adanya stressor. Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Keliat B.A , 2011: 180).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang


melakukan tindakan yang dapat memebahayakan secara fisik, baik
kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh
gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu
stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2014:
152).

8
9

Resiko perilaku kekerasan adalah perilaku yang menyertai


marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk
destruktif dan masih terkontrol (Keliat, 2011: 181).

Jadi dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menarik


kesimpulan bahwa perilaku kekerasan adalah ungkapan perasaan
marah dan bermusuhan yang mengakibatkan hilangnya control diri
dimana individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu
tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Sedangkan resiko perilaku kekerasan adalah adanya
kemungkinan seseorang melakukan tindakan dalam bentuk destruktif
dan masih terkontrol.
2.1.2 Etiologi
2.1.2.1 Rentang Respon Marah
Perasan marah normal bagi setiap individu, namun
perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat
berpluktasi sepanjang rentang adeptif dan maladeptif.
Rentang respon bagi individu dengan perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut.

Bagan 2.1. Rentang Respon Terhadap Kemarahan


Respon Respon
Adaftif Maladaftif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

(Sumber Data: Yosep, 2014: 119)


10

Keterangan:
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa
menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan.
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah
dan tidak dapat menemukan alternatif.
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan
untuk menuntut tetapi masih terkontrol.
5. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya kontrol.

Kemarahan diawali oleh adanya sressor yang berasal


dari internal atau eksrernal. Stressor internal seperti
penyakit, hormonal, dendam, kesal. Sedangkan stressor
eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian
hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana
dan sebagainya. Keberhasilan individu dalam berespon
terhadap kemarahan dapat menimbulkan respon asertif.
Respon menyesuaikan merupakan respon adaptif.
Kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau
diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi
kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan
masalah. Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat
menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon
melawan dan menentang. Respon melawan dan menentang
merupakan respon yang maladaftif yaitu agresif-kekerasan.
11

Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai


tujuan. Dalam keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain.
Pasif adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu
untuk mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk
menghindari suatu tuntutan nyata. Agresif adalah perilaku
yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk
bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol.
Sedangkan amuk atau kekerasan adalah perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri.
Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan.
2.1.2.2 Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Faktor predisposisi dan faktor presipitasi dari perilaku
kekerasan (Yosep, 2014: 152) yaitu:
a. Faktor predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya
perilaku kekerasan.
1) Faktor psikologis
Pyschoanalytical Theory; Teori ini mendukung
bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari
instinctual drives. Freud berpendapat bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting.
Pertama insting hidup yang diekspresikan dengan
seksualitas; dan kedua insting kematian yang di
ekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory; teori yang dikembang
kan oleh pengikut freud ini berawal dari asumsi,
bahwa usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan maka akan timbul dorongan
agresif yang pada gilirannya akan memotivasi
perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau
12

objek yang menyebabka frustasi. Jadi hampir semua


orang yang melakukan tindakan agresif mempunyai
riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku
agresif, mendukung pentingnya peran dari
perkembangan dari predisposisi atau pengalaman
hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia
mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya
tidak merusak.
2) Faktor sosial budaya
Social-Learning Theory; Teori yang dikembangkan
oleh Bandura ini mengemukakan bahwa agresi tidak
berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi
dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan
semakin sering mendapatkan penguatan maka
semakin besar untuk terjadi. Jadi seseorang akan
berespon terhadap keterbangkitan emosinya secara
agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku
kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat
diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat
membantu individu untuk mengekspresikan marah
dengan cara yang asertif.
3) Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa
dorongan agresif mempunyai dasar biologis.
Penelitian neurologi mendapatkan bahwa adanya
pemberian stimulasi elektris ringan pada
hipotalamus (yang berada ditengah sistem limbik).
Binatang ternyata menimbulkan perilaku agresif.
13

Perangsangan yang diberikan terutama pada nukleus


periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor
kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat
ekornya, mendesis, bulunya berdiri, menggeram,
matanya terbuka lebar, pupil berdilatasi, hendak
menerkam tikus atau objek yang ada disekitarnya.
Jadi kerusakan sistem limbik (untuk emosi dan
perilaku), lobus frontal (untuk memikirkan rasional),
dan lobus temporal (untuk interprestasi indera
penciuman dan memori).
Neurotaransmiter yang sering dikaitkan dengan
perilaku agresif: serotonin, dopamin,norepinephrine,
acitelkolin, dan asam amino GAB.
b. Faktor presipitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah
apabila merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut
dapat berupa injury secara fisik, atau lebih dikenal
dengan adanya ancaman terhadap konsep diri
seseorang. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin
dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi
sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat
ataupun klien harus bersama-sama mengidentifikasi.
Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal.
2.1.3 Patofisiologi Terjadinya Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan
yang menimbulkan perasaan tidak menyenagkan dan terancam.
Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.
Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal
atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit, hormunal, dendam,
kesal. Sedangkan stressor dari eksternal bisa berasal dari ledekan,
14

cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran,


bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan
kehilangan pada sistem individu (disruption and los). Hal yang
terpenting adalah bagaimana individu memaknai setiap kejadian
yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (Personal meaning).
Mengeksresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan
menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan dapat diterima
tanpa menyakiti orang lain, akan memberikan perasaan lega,
menurunkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat diatasi.
Bila seseorang gagal dalam memeberikan makna dan menganggap
sesuatu sebagai anacaman dan tidak mampu melakukan kegiatan
positif maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara.
Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan. Kemarahan yang
diekspresikan keluar dengan kegiatan yang konstruktif dapat
menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekspresikan keluar
dengan kegiatan yang destruktif dapat menimbulkan perasaan
bersalah dan menyesal. Kemarahan yang dipendam akan
menimbulkan gejala psikosomatis.
Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku
kekerasan, biasanya dilakukan individu karena dia merasa kuat. Cara
demikian tentunya tidak akan menyelesaikan masalah bahkan dapat
menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan dapat
menimbulkan tingkah laku yang destruktif, seperti tindakan
kekerasan yang ditujukan kepada orang lain maupun lingkungan.
Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan marah dilakukan individu
karena merasa tidak kuat. Individu akan pura-pura tidak marah atau
melarikan diri dari marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap.
Kemarahan demikian akan menimbulakan rasa bermusuhan yang
lama dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif
yang ditujukan kepada diri sendiri.
15

Skema 2.1 Proses Terjadinya Marah

Ancaman

Stres

Cemas

Marah

Merasa kuat Mengungkapkan secara verbal Merasa tidak kuat

Menentang Menjaga keutuhan orang lain Melarikan diri

Masalah tidak selesai Lega Mengingkari marah

Marah berkepanjangan Ketegangan menurun Marah tidak terungkap

Rasa marah teratasi

Muncul rasa bermusuhan

Rasa bermusuhan menahun

Marah pada diri sendiri Marah pada orang lain/lingkungan

Depresi psikosomatik Agresif/amuk

(Sumber Data: Rawlin and Beck, 1986 dalam Yusuf. AH, 2015: 130).
16

2.1.4 Tanda dan Gejala


Ade Herman Surya Direja (2011: 132) Tanda-tanda marah
adalah sebagai berikut :
a. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
menutup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
b. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara
dengan nada keras, kasar, ketus.
c. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,
dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak
jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
f. Spritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan
sindiran.
h. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.
Tanda ancaman kekerasan adalah:
1) Tindakan kekerasan belum lama, termasuk kekerasan
terhadap barang milik.
2) Ancaman verbal atau fisik.
17

3) Membawa senjata atau benda lain yang dapat digunakan


sebagai senjata (misalnya: garpu, asbak).
4) Agitasi psikomotor progresif.
5) Intoksikasi alkohol atau zat lain.
6) Ciri paranoid pada pasien psikotik.
7) Halusinasi perilaku kekerasan tetapi tidak semua pasien
berada pada resiko tinggi.
8) Penyakit otak, global, atau dengan temuan lobus frontalis,
lebih jarang pada temuan lobus temporalis (kontroversial).
9) Kegembiraan katoniak.
10) Episode manik tertentu.
11) Episode depresi teragitasi tertentu.
12) Gangguan kepribadian (kekerasan, penyerangan, atau
diskontrol implus).
2.1.5 Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan
2.1.5.1 Faktor Predisposisi
Yosep (2014: 251) Mengemukakan beberapa teori yaitu:
a. Teori biologik
1) Neurologic factor , beragam kompunen dari sistem
syaraf seperti synap, neurotransmitter, dendrit, axon
terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau
menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang akan
mempengaruhi sifat agresif. Sitem limbik sangat
terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
bermusuhan dan respons agresif.
2) Genetic Factor, adanya faktor gen yang diturunkan
melalui orang tua, menjadi perilaku agresif. Menurut
riset kazou Murakami (2007) dalam sel manusia
terdapat dorman (potensi) agresif yang sedang tidur
dan akan bangun jika terstimulasi oleh faktor
eksternal. Menurut penelitian genetik tife karyotype
18

XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni


perilaku tindak kriminal serta orang-orang yang
tersangkut hukum akibat perilaku agresif.
3) Cycardian Rhytem (irama sirkardian tubuh),
memegang peranan pada individu. Menurut
penelitan pada jam-jam tertentu manusia mengalami
peningkatan cartisol terutama pada jam-jam sibuk
seperti menjelang pada masuk kerja dan menjelang
berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan 13. Pada
jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi untuk
bersikap agresif.
4) Biochemistry factor (faktor biokmia tubuh) seperti
neurotransmiter di otak (epinephrin, norepinephrin,
dopamin, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan
dalam penyampaian informasi dalam sistem
persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar
tubuh yang dianggap mengancam atau membahaya
kan akan dihantar melalui impuls neurotransmiter
ke otak dan meresponnya melalui serabut efferent.
Peningkatan hormun androgen dan norepinephrin
serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan
cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya perilaku agresif.
5) Brain Area Disorder, gangguan pada sistem limbik
dan lobus temporal, sindrom otak organik, tumor
otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi
ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
19

b. Teori Psikologik
1) Teori psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh
riwayat tumbuh kembang seseorang (life span
hystor). teori ini menjelaskan bahwa adanya
ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana
anak tidak mendapatkan kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup
cenderung mengembangkan sikap agresif dan
bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi
adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak
terpenuhi oleh kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan dan
membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif
dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya
dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
2) Imitaition, modeling, and information, processing
theory.
Menurut teori ini perilaku kekerasan dapat
berkembang dalam lingkungan yang mentolelir
kekerasan. Adanya, contoh model dan perilaku yang
ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.
Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan
untuk menonton tayangan pemukulan pada boneka
dengan reward positif pula (makin keras pukulannya
akan diberi cokelat), anak lain lain menonton
tayangan cara mengasihi dan mencium boneka
tersebut dengan reward positif pula (makin baik
belaiannya akan mendapatkan hadiah cokelat).
20

Setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata


masing-masing anak berperilaku sesuai dengan
tontonan yang pernah dialaminya.
3) Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu
terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati
bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan
dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah. Ia
juga belajar bahwa dengan agresivitas lingkungan
sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan
menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk
diperhitungkan.
c. Teori sosiokultural
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan
uang receh, sesaji atau kotoran kerbau di keraton, serta
ritual-ritual yang cenderung mengarah kepada
kemusyrikan secara tidak langsung turut memupuk
sikap agresif dan ingin menang sendiri. Kontrol
masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelasaian masalah
dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi
terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu juga
dengan maraknya demonstrasi, film-film kekerasan,
mistik, tahayul, dan perdukunan (santet, teluh) dalam
tayangan televisi.
d. Aspek religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresivitas
merupakan dorongan dan bisikan syetan yang sangat
menyukai kerusakan agar manusia menyesal (devil
support). Semua bentuk kekerasan adalah bisikan
syetan melalui pembuluh darah ke jantung, otak dan
21

organ vital manusia lain yang dituruti manusia sebagai


bentuk kompensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam
dan harus segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal
(ego) dan norma agama (super ego).
2.1.5.2 Faktor Presipitasi
Faktor-faktor lain yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan seringkali berkaitan dengan:
a. Ekspansi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau
simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton
sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan
kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam
keluarga serta tidak membiasakan dialog dalam
menyelesaikan masalah cenderung melakukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalm merawat anaknya dan
ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang
dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku antisosial meliputi penyalah
gunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu
mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau
perubahan tahap perkembangan keluarga.
22

Bagan 2.2 Predisposisi Perilaku Kekerasan

Psikologis

Perilaku
Biologis Religiusitas
kekerasan

Sosiokultur

(Sumber Data: Yosep 2014: 254)

2.1.6 Penatalaksanaan
2.6.1.1 Tindakan Keperawatan
a. Berteriak, menjerit, memukul
Terima marah klen, diam sebentar, arahkan klien untuk
memukul barang yang tidak mudah rusak seperti bantal,
kasur.
b. Latihan relaksasi
Bantu klien latihan relaksasi misalnya latihan fisik
maupun olahraga. Latihan pernafasan 2x/hari, tiap kali
10 kali tarikan dan hembusan nafas.
c. Bantu melalui humor
Jaga humor tidak menyakiti orang, observasi ekspresi
muka orang yang menjadi sasaran dan diskusi cara
umum yang sesuai.
23

2.6.1.2 Terapi Medis


Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan
tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala
gangguan jiwa.
Menurut (Yosep, 2014) terapi farmakologi yang dapat
diberikan untuk klien dengan perilaku kekerasan adalah:
a. Antianxiety dan Sedative-hipnotics. Obat-obatan ini
dapat digunakan mengendalikan agitasi yang kuat.
Benzodiazepines seperti lorazepam dan clonazepam,
sering digunakan dalam kedaluratan psikiatrik untuk
menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak
direkomendasikan untuk penggunaaan dalam waktu
lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan
ketergantungan, juga bisa memperburuk simptom
depresi. Selanjutnya, pada beberapa klien yang
mengalami diisinhibiting effect dari benzodiazepine,
dapat meningkatkan perilaku agresif. Buspirone obat
antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku
kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan
depresi. Ini ditunjukan dengan menurunnya perilaku
agresif dan agitasi klien dengan cedera kepala,
demensia, dan „developmental disability‟.
b. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu
mengiontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang
berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan
Trazadone, efektif untuk menghilangkan agresivitas
yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan
mental organik.
c. Mood stabilizers, penelitian menunjukan bahwa
pemberian Lithium efektif untuk agresif karena manik.
Pada beberapa kasus, pemberiannya untuk menurunkan
24

perilaku agresif yang disebabkan oleh gangguan lain


seperti RM, cedera kepala, skizofrenia, gangguan
kepribadian. Pada klien dengan epilepsi lobus
temporal, bisa meningkatkan perilaku agresif.
d. Pemberian Carbamazepines dapat mengendalikan
perilaku agresif pada klien dengan kelainan EEGs
(electroencephalograms).
e. Antipsychotic, obat-obatan ini biasanya dipergunakan
untuk perawatan perilaku agresif. Bila agitasi terjadi
karena delusi, halusinasi, atau perilaku psikotik lainnya,
maka pemberian obat ini dapat membantu, namun
dibeikan hanya untuk 1-2 minggu sebelum efeknya
dirasakan.
f. Medikasi lainnya; banyak kasus menunjukan bahwa
pemberian Naltrexone (antagonis opiat), dapat
menurunkan perilaku mencederai diri. Betablockers
seperti propanolol dapat menurunkan perilaku
kekerasan pada anak dan klien dengan gangguan
mental organik.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan


Tahap-tahap Asuhan Keperawatan menurut Keliat (2011) terdiri dari
atas pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, pelaksanaan dan
evaluasi.
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
2.2.1.1 Faktor Predisposisi
Faktor –faktor yang dapat menyebabkan masalah ekspresi
marah adalah, biologis, psikologis, dan sosial kultural.
25

a. Faktor Biologis
1) Teori Dorongan Naluri (Instinctual Drive Theory)
perilaku agresif disebabkan oleh suatu dorongan
kebutuhan dasar yang sangat kuat.
2) Teori Psikosomatis (Psychosomatis Theory)
pengalaman marah adalah akibat respon psikologis
terhadap stimulus eksternal, internal maupun
lingkungan. Dan sistem limbic berperan sebagai pusat
untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa
marah.
b. Faktor Psikologis
1) Teori Agresif dan Frustasi (Frustation Aggression
Theory). Frustasi terjadi bila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan
tersebut dapat mendorong individu berperilaku
agresif.
2) Teori Perilaku (Behavioral Theory), kemarahan
adalah respon belajar, hal ini dapat dicapai apabila
tersedia fasilitas/situasi yang mendukung.
3) Teori Eksistensi (Existental Theory), bertingkah laku
merupakan kebutuhan dasar manusia, apabila
kebutuhan dasar tidak dapat dipenuhi melalui
konstruktif, maka individu akan melakukan dengan
perilaku destruktif.
c. Faktor Sosial Kultural
1) Teori Lingkungan Sosial (Social Environment
Theory), lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap
individu dalam mengekspresikan marah. Norma
kebudayaan dapat mendukung individu untuk
berespon asertif atau kasar.
26

2) Teori belajar sosial (Social Learning Theory),


perilaku agresif dapat dipelajari secara langsung
maupun imitasi melalui proses sosialisai.
2.2.1.2 Faktor Presipitasi
Strssor yang mencetus rasa marah bagi setiap individu
sifatnya unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar
maupun dari dalam. Contoh stressor yang yang berasal dari
luar antara lain: serangan fisik, kehilangan fisik, kematian
dan lain-lain. Sedangkan stressor yang berasal dari dalam
ialah: putus hubungan yang berasal dari orang yang berarti,
kehilangan rasa cinta, ketakutan pada penyakit fisik dan
lain-lain.
2.2.1.3 Faktor Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan marah antara lain:
a. Menyerang atau menghindar (fight or flight)
Pada keadaan tersebut respon fsiologis timbul karena
kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi
epineprin menyebabkan tekanan darah meningkat,
tachikardi, wajah merah, pupil melebar, mual, sekresi
HCL meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran
urine dan saliva meningkat, kewaspadaan juga
meningkat di sertai ketegangan otot, seperti rahang
tertutup, tangan terkepal, tubuh menjadi kaku dan
disertai refleks yang cepat.
b. Menyatakan dengan jelas (assertiviness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam
mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku
pasif, agresif, dan asertif. Perilaku asertif adalah cara
terbaik untuk mengekspresikan marah disamping dapat
dipelajari juga akan mengembangkan pertumbuhan diri
pasien.
27

c. Memberontak (acting out).


Perilaku biasanya disertai kekerasan akibat konflik
perilaku acting out untuk menarik perhatian orang lain.
d. Kekerasan, amuk (violence)
Perilaku dengan kekerasan atau amuk dapat ditujukan
kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Matriks 2.1 Perbandingan Perilaku Pasif, Asertif, dan Agresif


Isi pembicaraan Asertif, Pasif, menawarkan Agresif,
merendahkan diri. Misalnya menyombongkan
diri, misalnya: “saya mampu, diri, merendahkan
“Biasanya saya saya bisa, anda orang lain,
melakukan hal boleh, anda misalnya: “kamu
itu? dapat” pasti tidak bisa,
Bisakah anda kamu selalu
melakukannya? melanggar, kamu
tidak pernah bisa.
Lambat Sedang Keras dan ngotot
Tekanan suara mengeluh
Menundukan Tanggap dan Kaku, condong
Posisi badan kepala santai kedepan
Loyo, tidak Sikap tenang Mengancam,
Penampilan dapat tenang posisi menyerang
Sedikit/sama Mempertahankan Mata melotot dan
Kontak mata sekali tidak kontak mata sesuai posisi diperhatikan
dengan hubungan
yang berlangsung
(Sumber Data: Ade Herman S.D 2014: 134)

2.2.2 Mekanisme Koping


Mekanisme yang umum digunakan adalah mekanisme
pertahanan ego antara lain; displacement, sublimasi, proyeksi,
represi, denial, reaksi formasi.
28

2.2.3 Pohon Masalah


Skema 2.2 Pohon masalah perilaku kekerasan

Resiko tinggi mencederai


diri sendiri dan orang lain

Perilaku kekerasan Core problem

Gangguan harga diri Perubahan persepsi


kronis sensori halusinasi

Inefektif proses Berduka disfungsional Isolasi sosial


terapi

Koping keluarga
tidak efektif

(Sumber Data: Ade Herman S.D, 2011: 138)

2.2.4 Diagnosa Keperawatan


Dari data yang dikumpilkan dengan format pengkajian, perawat
langsung merumuskan masalah keperawatan pada setiap kelompok
data yang terkumpul dan setelah diagnosa keperawatan tersusun
kemudian perawat menentukan masalah utama dari diagnosa
keperawatan. Dimana masalah utama adalah prioritas masalah klien
dari beberapa masalah yang dimiliki oleh klien. Umumnya masalah
utama berkaitan erat dengan masalah utama klien atau keluhan
utama, alasan klien saat masuk rumah sakit dan mengancam
integritas diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perawat kesehatan
jiwa menganalisa data dan pengkajian dalam menentukan diagnosa
yang didukung oleh data serta pendapat ilmiah terbaru. Dimana
29

kompunen rumusan pernyataan diagnosa keperawatan meliputi:


masalah dan pengkajian subyektif dan objektif (SAK, 2006).
Menurut ade Herman S.D (2014: 139), menyatakan diagnosa yang
sering muncul pada klien dengan perilaku kekerasan adalah:
a. Perilaku kekerasan
b. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
c. Perubahana persepsi sensori (Halusinasi)
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi sosial
f. Berduka disfungsional
g. Inefektif proses terapi
h. Koping keluarga inefektif

2.2.5 Perencanaan Keperawatan


Damaiyanti (2014: 107) mengemukakan perencanaan tindakan
keperawantan pada klien dengan perilaku kekerasan yaitu:
Tujuan umum (TUM): Klien tidak mencederai dengan melakukan
menajemen kekerasan.

Tujuan khusus (TUK) 1: Klien dapat membina hubungan saling


percaya.
Kriteria hasil: Klien mau memebalas salam, mau menjabat tangan, mau
menyebut nama, mau tersenyum, mau kontak mata, mau mengetahui
nama perawat, menyediakan waktu untuk kontrak.
Intervensi: Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi tertapeutik.
a. Beri salam/panggil nama klien.
Rasional: Mengetahui respon klien.
b. Sebut nama perawat sambil jabat tangan.
Rasional: Dapat mengenal lebih dekat antara klien dengan perawat.
c. Jelaskan maksud hubungan interaksi.
30

Rasional: Agar klien mengetahui maksud dan tujuan kita


berinteraksi.
d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
Rasional: Agar perawat lebih dekat dengan klien dengan kontrak
yang dibuat.
e. Beri rasa aman dan sikap empati.
Rasional: Agar klien lebih terbuka dengan masalahnya.
f. Lakukan kontak singkat tapi sering.
Rasional: Dengan bertemu lebih sering klien dapat mengingat
dengan perawat.
g. Tepati janji
Rasional: agar klien dapat memepercayai perawat.

Tujuan khusus (TUK) 2: Klien dapat mendefinisikan penyebab perilaku


kekerasan.
Kriteria hasil: Klien dapat mengungkapkan perasaannya, dapat
mengungkapkan perasaan jengkel atau kesal dari diri sendiri, orang lain
atau lingkungan.
Intervensi:
a. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional: Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan dapat
membantu mengurangi stres dan penyebab perasaan jengkel/kesal
dapat diketahui.
b. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan
jengkel/kesal.
Rasional: Klien perlu belajar mengekspresikan perasaannya.
Tujuan khusus (TUK) 3: Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda
perilaku kekerasan.
Kriteria hasil: Klien dapat mengungkapkan perasaan saat
marah/jengkel, dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal
yang dialami.
31

Intervensi:
a. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami saat
marah/jengkel.
Rasional: Mengetahui hal yang dialami dan dirasa saat jengkel.
b. Observasi tanda perilaku kekeraan pada klien.
Rasional: Mengetahui tanda-tanda klien jengkel/kesal.
c. Simpulkan Bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami
klien.
Rasional: Menarik kesimpulan bersama klien supaya klien
mengetahui secara garis besar tanda-tanda marah/kesal.

Tujuan Khusus (TUK) 4: Klien dapat mengidentifikasi perilaku


kekerasan yang biasa dilakukan.
Kriteria hasil: Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan, dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan, dapat dilakukan cara yang biasa dapat menyelesaikan
masalah atau tidak.
Intervensi:
a. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan klien.
Rasional: Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan.
b. Bantu klien bermain peran sesauai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
Rasional: Mengetahui perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan
dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dan
destruktif.
c. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan
masalahnya selesai.
Raional: Dapat membantu klien menemukan cara yang dapat
menyelesaikan masalah.
32

Tujuan khusus (TUK) 5: Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku


kekerasan.
Kriteria hasil: Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang
digunakannya.
Intervensi:
a. Berikan akibat/kerugian dari cara yang digunakan klien.
Rasional: Membantu klien untuk menilai perilaku kekerasan yang
dilakukannya.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh
klien.
Rasional: Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan
diharapkan klien dapat merubah perilaku destruktif yang
dilakukannya menjadi perilaku yang konstruktif.

Tujuan Khusus (TUK) 6: Klien daopat mengidentifikasi cara


konstruktif dalam merespon terhadap kemarahan.
Kriteria hasil: klien dapat mengidentifikasi cara berespon terhadap
kemarahan secara konstruktif.
Intervensi:
a. Tanyakan pada klien “Apakah ia ingin mencoba cara baru yang
sehat? ”.
Rasional: Agar klien dapat mempelajari cara yang lain yang
konstruktif.
b. Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.
Rasional: Reinforcement positif dapat memotivasi klien dalam dan
meningkatkan harga diri klien.
c. Diskusikan cara yang lain yang sehat, misalnya secara fisik, tarik
napas dalam, jika sedang kesal/memukul bantal (kasur) atau
olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga. secara verbal:
katakan bahwa anda sedang kesal atau tersinggung atau jengkel.
Secara sosial: lakukan kelompok cara-cara marah yang sehat,
33

latihan asertif. Secara spritual: anjurkan klien sembahyang, berdoa


atau ibadah lain: meminta kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
Rasional: Berdiskusi dengan klien untuk memilih cara yang lain
sesuai dengan kemampuan klien.

Tujuan khusus (TUK) 7: Klien dapat mendemonstrasikan cara


mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria hasil: Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol
perilaku kekerasan, misalnya dengan napas dalam, olahraga, pukul
kasur maupun bantal, mengatakan secara langsung dengan tidak
menyakiti, sembahyang, berdoa atau ibadah lain.
Intervensi:
a. Bantu klien memilih cara yang tepat untuk klien.
Rasional: Memeberikan stimulasi pada klien untuk menilai respon
perilaku kekerasan secara tepat.
b. Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
Rasional: Membantu klien dalam membuat keputusan terhadap cara
yang dipilih dengan melihat manfaatnya.
c. Bantu klien menstimulasi cara tersebut.
Rasional: Agar klien mengetahui cara marah yang konstruktif.
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara
tersebut.
Rasiona: Pujian dapat meningkatkan motivasi dan harga diri klien.
e. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari sat
jengkel/marah.
Rasional: Agar klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilihnya
jika klien sedang kesal/jengkel.

Tujuan khusus (TUK) 8: Klien dapat menggunakan obat-obatan yang


diminum dan kegunaannya (jenis, waktu, dosis, dan efek).
34

Kriteria hasil: Klien dapat menyebutkan obat-obatan yang diminum dan


kegunaannua (jenis, waktu, dosis, dan efek). Klien dapat meminum obat
sesuai dengan program pengobatan.
Intervensi:
a. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan klien tentang obat.
b. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum
obata tanpa izin dokter.
Rasional: Klien dapat mengetahui kegunaan obat yang dikonsumsi
oleh klien.
c. Jelaskan prinsip benar minum obat (baca nama yang tertera pada
botol obat, dosis obat, waktu, dan cara minum).
Rasional: Meminimalkan efek samping dari obat yang tidak
diinginkan.
d. Jelaskan manfaat minum obat dan efek obat yang perlu
diperhatikan.
Rasional: Menambah pengetahuan tentang obat dan efek obat.
e. Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.
Rasional: Obat diminum teratur membantu klien untuk
meningkatkan kualitas hidup.
f. Anjurkan klien untuk melapor kepada perawat atau dokter jika
merasakan efek yang tidak menyenangkan.
Rasional: Perawat dapat mengidentifikasi dan melakukan
penanganan terhadap efek samping yang tidak diinginkan.
g. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
Rasional: Reinforcement positif dapat memotivasi klien serta dapat
meningkatkan harga diri klien.

Tujuan khusus (TUK) 9: Klien mendapat dukungan keluarga


mengontrol perilaku kekerasan.
35

Kriteria hasil: Keluarga klien dapat menyebutkan cara merawat klien


yang berperilaku kekerasan dan mengungkapkan rasa puas dalam
merawat klien.
Intervensi:
a. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap
apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional: Kemempuan keluarga dalam mengidentifikasi akan
memungkinkan keluarga untuk melakukan penilaian terhadap
perilaku kekerasan.
b. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien selama ini.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara
merawat klien sehingga keluarga terlibat dalam perawatan klien.
c. Jelaskan cara-cara merawat klien terkait dengan cara mengontrol
perilaku marah secara konstruktif dari sikap tenang.
Rasional: Keluarga mengetahui cara yang tepat dalam merawat
klien.
d. Bicara tenang dan jelas serta membantu klien mengenal penyebab
marah.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi
penyebab marah.
e. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
Rasional: Agar keluarga mengetahi cara merawat klien melalui
demonstrasi yang dilihat keluarga secara langsung.
f. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan
demonstrasi.
Rasional: Agar keluarga dapat merawat klien dengan perilaku
kekerasan.
36

2.2.6 Implementasi
Pelaksanaan tindakan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Jiwa Perilaku Kekerasan dengan pendekatan pola Strategi
Pelaksanaan (SP) sebagai berikut:
SP 1 Pasien: membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi
penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan,
perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat, dan cara
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik
I (latihan napas dalam).
SP 2 pasien: membantu klien latihan mengendalikan perilaku
kekerasan dengan cara fisik II (evaluasi latihan
napas dalam, latihan mengendalika perilaku
kekerasan dengan cara fisik II [pukul kasur dan
bantal], menyusun jadwal kegiatan harian cara
kedua).
SP 3 pasien: membantu klien latihan mengendalikan perilaku
kekerasan secara sosial/verbal (evaluasi jadwal
kegiatan harian tentang kedua cara fisik
mengendalikan perilaku kekerasan, latihan
mengungkapkan rasa marah secara verbal[menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan
perasaan dengan baik], susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara verbal).
SP 4 pasien: bantu klien latihan mengendalikan perilaku
kekerasan secara spiritual (diskusikan hasil latihan
mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial, atau verbal, latihan beribadah dan berdoa,
buat jadwal latihan beribadah/berdoa).
SP 5 pasien: membantu klien latihan mengendalikan perilaku
kekerasan dengan obat (bantu klien minum obat
secara teratur dengan prinsip lima benar [benar nama
37

pasien, benar nama obat, benar cara minum obat,


benar waktu minum obat, dan benar dosis obat],
disertai dengan penjelasan guna obat dan akibat
berhenti minum obat, susun jadwal minum obat
secara teratur).
SP 1 Keluarga: mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat klien. Menjelaskan pengertian
perilaku kekerasan, tanda dan gejala perilaku
kekerasan, serta proses terjadinya perilaku
kekerasan.
SP 2 Keluarga: melatih keluarga cara merawat klien dengan perilaku
kekerasan. Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada klien perilaku kekerasan.
SP 3 Keluarga: membantu keluarga membuat jadwal aktivitas
dirumah termasuk minum obat (discharge planning).
Menjelaskan follow uf klien setelah pulang.
2.2.6.1 Evaluasi Tindakan Keperawatan
Menurut Keliat (2011) evaluasi yang terjadi pada pasien yang
mengalami Perilaku Kekerasan yaitu:
a. klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat.
b. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan.
c. Klien mampu berinteraksi dengan orang lain.
d. Klien tidak mengamuk lagi.
e. Tidak ada tanda-tanda marah pada klien.
BAB 3
HASIL ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Gambaran lokasi penelitian di Ruang Akasia RSJD Sambang Lihum


Banjarmasin Kalimantan Selatan, ruangan akasia berada didepan ruangan
rehabilitasi pria. Diruang Akasia sendiri dapat menampung 60 orang pasien jiwa,
pada saat penelitian terdapat 13 orang pasien di ruang Akasia. Jumlah perawat ada
15 orang, terdiri dari 12 orang perawat pelaksana, 2 orang ketua TIM dan 1 orang
kepala ruangan, nama kepala ruangan yaitu Norhayah, S.Kep.
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Dari pengkajian didapatkan identitas klien bernama Tn.S yang
berumur 35 tahun, jenis kelamin laki-laki, klien tinggal di Buntok,
klien beragama kristen, suku dayak, status perkawianan belum
menikah, pendidikan terakhir SMA, masuk rumah sakit pada
tanggal 30 April 2015 dengan diagnosa skizofrenia Hibefrenik.
3.1.2 Alasan Masuk Rumah Sakit
Pada saat pengkajian senin 18 mei 2015, berdasarkan status
klien dan pengakuan klien mengamuk serta menyerang wanita
paruh baya berusia 50 tahun, yang merupakan tetangga klien.
Klien menyerang dan menusuk memakai senjata tajam, memakai
parang yang ukurannya cukup panjang. Klien juga sering
berperilaku aneh seperti: berbicara sendiri, tertawa sendiri,
mengamuk, menyerang orang lain, mengganggu wanita-wanita,
hingga keluyuran tanpa tujuan yang jelas. Klien juga sering
melawan ayahnya sampai ingin memukul ayahnya sendiri.
Masalah keperawatan: Resiko perilaku kekerasan.

38
39

3.1.3 Faktor Presipitasi


Klien mengatakan saat klien menusuk wanita paruh baya
menggunakan parang yang merupakan tetangganya tersebut,
dikarenakan wanita tersebut sering menyebut klien tidak pandai
dan klienpun merasa tidak nyaman karena sering disebut tidak
pandai. Klien juga mengatakan adanya bisikan-bisikan yang
membuat klien melakukan hal tersebut.
3.1.4 Faktor Predisposisi
Sebelumnya klien pernah dirawat 1 kali di RSJD Sambang
Lihum dengan keluhan yang sama, pada tanggal 14 Maret 2014,
keluhan kembali muncul pada saat klien putus minum obat.
Menurut keluarganya, klien sejak keluar dari RSJD Sambang
Lihum klien jarang mau minum obat sampai tidak mau minum
obat. Klien merasa ada yang membisikinya untuk melakukan hal-
hal yang aneh seperti menyuruhnya untuk amuk, berbicara sendiri,
tertawa sendiri, klien juga sering menyendiri dan mengurung diri
dikamar dan tak mau bergaul dengan orang lain. Klien mengatakan
klien sering lupa untuk meminum obat dan dia akan marah apabila
keluarga memaksanya untuk meminum obat.
Masalah keperawatan: Halusinasi (pendengaran), Isolasi sosial dan
Koping keluarga tidak efektif, Regimen terapeutik tidak efektif.
3.1.5 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik didapatkan, tekanan darah110/80mmhg, nadi
87x/menit, respirasi 21x‟menit, dan suhu tubuh 36,7‟C. Data
antropometri meliputi tinggi badan 163 cm, berat badan 74 kg. Saat
pengkajian klien tidak ada keluhan fisik.
Masalah keperawatan: Tidak ada.
40

3.1.6 Psikososial
3.1.6.1 Genogram Keturunan Pasien

Keterangan
: Laki-laki : Meninggal
: Perempuan : Penderita
: Seumah
3.1.7 Konsep diri
3.1.7.1 Citra Tubuh
Klien merasa biasa saja dengan tubuhnya yang sekarang.
Tiak ada bagian khusus yang disukai maupun dibenci.
3.1.7.2 Identitas Diri
Klien mengatakan dirinya adalah seorang laki-laki yang
bernama S, klien sering berbuat nakal waktu kecil dan
sedikit saja yang mau berteman dengannya. Klien merasa
tidak nyaman saat bergaul dengan teman-temannya, baik
yang lebih tua ataupun lebih muda karena klien merasa
tidak dihargai dan dijauhi oleh orang yang ada
disekitarnya. Klien juga tidak mendapatkan tanggung
jawab yang penuh dalam kegiatan kelompok.
3.1.7.3 Peran
Klien sebagai anak pertama dari empat bersaudara dan
menjadi salah satu tulang punggung keluarga, klien juga
41

sering membantu pekerjaan orang tuanya memantat pohon


karet. Pekerjaan itu dilakukan klien sebelum dia sakit.
3.1.7.4 Ideal Diri
Klien berharap cepat sembuh akan penyakitnya dan
kembali kekeluarga untuk berkumpul dan membantu
pekerjaan orang tuanya. Klien juga ingin melanjutkan
kuliahnya diperguruan tinggi agar mendapatkan
penghidupan yang lebih layak. Klien mengatakan merasa
malu bila berhubungan dengan orang lain. Karena kurang
percaya diri dan merasa malu akan keadaan yang klien
alami saat ini.
3.1.7.5 Harga Diri
Klien merasa malu bila berhubungan dengan orang lain.
Karena merasa kurang percaya diri dengan keadaannya
dan penerimaan posisi klien dimata masyarakat. Selama
dilakukan wawancara/pengkajian kontak mata kurang dan
lebih banyak menunduk.
Masalah keperawatan: Harga diri rendah.
3.1.8 Hubungan Sosial
3.1.8.1 Orang yang paling berarti bagi klien adalah ibunya.
3.1.8.2 Peran serta dalam masyarakat
Dimasyarakat klien kurang bergaul dan sering dijauhi oleh
teman-temanya karena klien sering mengamuk.
3.1.8.3 Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien menyendiri dan kurang komunikasi dengan orang
lain dan klien sering memendam masalah yang klien
hadapi.
Masalah keperawatan: Isolasi sosial.
3.1.9 Spritual
Klien beragama kristen, selama ini klien tidak pernah
melakukan kegiatan sembahyang yang klien lakukan hanya
42

sesekali berdoa, dirumah klien sebelum sakit jiwa klien biasa


melakukan ibadah di gereja. Biasanya klien lebih sering pergi
sendiri ke gereja dan hanya sesekali pergi bersama keluarganya
karena klien merasa lebih nyaman saat pergi sendiri untuk
beribadahnya.
Masalah keperawatan: Isolasi sosial
3.1.10 Status Mental
3.1.10.1 Penampilan
Penampilan klien tampak rapi, memakai baju sesuai
dengan yang disediakan oleh ruangan,memakai kancing
baju yang sesuai, badan klien tidak berbau maupun
kotor, rambut tak ada ketombe, kuku pendek serta gigi
klien bersih.
Masalah keperawatan: Tidak ada.
3.1.10.2 Pembicaraan
Saat menjawab pertanyaan klien bicaranya lambat dan
nada suara tinggi, klien tidak mau memulai pembicaraan,
klien mau berbicara kalau ditanya saja, saat berbicara
klien hanya menunduk dan mengepalkan tangannya.
Masalah keperawatan: Resiko perilaku kekerasan.
3.1.10.3 Aktivitas Motorik
Klien terlihat aktif, suka berpindah-pindah tempat, dan
lebih sering berbaring ditempat tidur.
Masalah keperawatan: Tidak ada.
3.1.10.4 Alam Perasaan
Klien mengatakan merasa sedih karena belum bisa
pulang kerumah dan berkumpul keluarga. Klien merasa
tidak berguna karena tidak bisa membantu pekerjaan
orang tuanya.
Masalah keperawatan: Harga diri rendah.
43

3.1.10.5 Afek
Afek klien terlihat datar, perubahan emosi dengan cepat,
saat perawat menceritakan cerita lucu klien cuma diam
tidak tertawa. Klien cuma memainkan jari jemarinya dan
sesekali mengepalkan tangannya.
Masalah keperawatan: Resiko perilaku kekerasan dan
Halusinasi.
3.1.10.6 Interaksi Selama Wawancara
Selama dilakukan wawancara/pengkajian kontak mata
ada dan mata melotot, selalu menunduk, rahang
mengatup, mengepalkan tangan, bicara lambat dan nada
suara tinggi.
Masalah keperawatan: Resiko perilaku kekerasan.
3.1.10.7 Persepsi
Saat dirumah klien mengatakan klien sering mendengar
suara-suara bisikan untuk berbuat gaduh (amuk) dan
menyerang orang lain. Klien mendengar bisikan saat
beraktifitas, dalam sehari klien mendengar satu kali yaitu
pada pagi hari, klien hanya mengikuti apa yang
diperintahkan oleh suara-suara itu. Pada saat pengkajian
klien tidak mendengar suara-suara maupun bisikan-
bisikan yang menyuruhnya untuk melakukan sesuatu.
Klien tampak hanya berbaring ditemapat tidur dan
kadang-kadang duduk menghadap jendela sambil
mulutnya komat-kamit. Klien tampak menggerakan
tangannya tanpa sebab yang jelas.
Masalah keperawatan: Halusinasi pendengran.
3.1.10.8 Proses Pikir
Selama wawancara klien menjawab dengan benar dan
tidak ada pembicaraan yang berbelit-belit atau
pembicaraan yang diulang-ulang.
44

Masalah keperawatan: Tidak ada.


3.1.10.9 Isi Pikir
Selama wawancara klien mengalami gangguan dalam
proses pikir, klien merasa jengkel bila ada yang
mengganggunya, dan ingin memukul orang lain bila
keinginannya tidak dipenuhi.
Masalah keperawatan: Resiko perilaku kekerasan.
3.1.10.10 Tingkat Kesadaran
Selama wawancara dengan klien tidak ditemukan tanda-
tanda bingung dibuktikan dengan klien dapat menjawab
saat ditanya. Tidak ada tanda-tanda disorientasi waktu,
tempat maupun ruang.
Masalah keperawatan: Tidak ada.
3.1.10.11 Memori
Memori jangka panjang: klien dapat mengingat siapa
yang pertama kali mengantarnya ke RSJ , yaitu Ayahnya.
Memori jangka pendek: Klien mampu mengingat hari.
Memori saat ini: klien mampu mengingat nama perawat
yang mewancarainya.
Masalah keperawatan: Tidak ada.
3.1.10.12 Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Klien bisa berkonsentrasi dan berhitung dengan cara
melanjutkan hitungan saat perawat menyuruh klien
berhitung.
Masalah keperawatan: Tidak ada.
3.1.10.13 Kemampuan Penilaian
Klien mampu melakukan penilaian saat ditanya apa yang
dilakukan ketika bangun tidur, merapikan tempat tidur
atau langsung makan. Dengan mengajukan pertanyaan
merapikan tempat tidur atau makan dulu yang harus
dilakukan klien.
45

Masalah keperawatan: Tidak ada.


3.1.10.14 Daya Tilik Diri
Selama wawancara klien tidak mengingkari bahwa klien
sakit jiwa dan tidak menyalahkan hal-hal yang ada diluar
dirinya. Seperti klien tidak merasa sakit diguna-guna
oleh siapa pun.
Masalah keperawatan: Tidak ada.
3.1.11 Kebutuhan Perencanaan Pulang
3.1.11.1 Kemampuan Klien Memenuhi Kebutuhan
Klien mampu melakukan kegiatan tanpa bantuan orang
lain, klien bisa melakukan kegiatan sehari-hari seperti
mandi, makan, berpakaian tanpa bantuan orang lain.
Klien tidur siang setelah makan serta minum obat siang
dan tidur malam setelah meminum obat yang diberikan
oleh perawat. Klien mampu meminum obat sendiri dan
terkadang klien bertanya kepada perawat apakah
sekarang saatnya minum obat.
Masalah keperawatan: Tidak ada.
3.1.11.2 Kegiatan Hidup Sehari-hari
a. Perawatan diri
Klien mandi dua kali sehari, kebersihan cukup,
BAB/BAK klien melakukan sendiri, mengganti
pakaian juga sendiri.
Masalah keperawatan: Tidak ada.
b. Nutrisi
Klien makan tiga kali sehari, dengan jumlah, variasi
dan macam yang sudah disediakan oleh rumah sakit,
nafsu makan klien baik dibuktikan klien dapat
menghabiskan makanan yang disediakan, klien makan
bersama-sama dengan teman-temannya.
Masalah keperawatan: Tidak ada.
46

c. Tidur
Klien tidak ada masalah saat tidur siang maupun
malam, bila tidak ada kegiatan yang dilakukan klien
selalu tiduran dalam kamar.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah
d. Kemampuan klien dalam hal-hal berikut
Klien dapat mengantisipasi keburtuhan dirinya selama
dirumah sakit jiwa. Klien dapat membuat keputusan
sendiri berdasarkan keinginannya. Klien hanya
minum obat sesuai jadwal pemberian obat yang
disediakan oleh perawat. Klien rutin melakukan
pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh pihak
Rumah Sakit.
Masalah keperawatan: Tidak ada.
e. Klien memiliki system pendukung
Keluarga klien belum pernah datang untuk membesuk
klien selama klien di Rumah Sakit Jiwa, klien
mengikuti program terapis yang diberikan oleh
Rumah Sakit jiwa, klien diruangan ada mempunyai
teman yang mendukungnya. Sikap-sikap perawawat
yang baik terhadap klien membuat klien merasa
nyaman.
Masalah keperawatan: Koping keluarga tidak efektif.
f. Apakah klien menikmati saat bekerja, kegiatan kreatif
atau hobby?
Klien selalu menikmati kegiatan saat bekerja
membantu orang tuanya, klien hobbynya bermain
musik dan bernyanyi dalam mengisi waktu luangnya.
3.1.12 Mekanisme Koping
Klien mengatakan putus asa saat pertunangan yang klien jalani
putus, emas yang klien siapkan untuk diberikan kepada
47

tunangannya hilang, klien juga mengatakan bahwa dirinya ingin


melanjutkan kuliahnya diperguruan tinggi yang putus ditengah
jalan, klien merasa malu didalam keluarganya hanya dia yang tidak
pandai.
Masalah keperawatan: koping individu tidak efektif.
3.1.13 Masalah Psikososial dan Lingkungan
Klien mengatakan putus asa saat semua keinginan yang klien
harapkan tidak dapat tercapai dan merasa malu akan hal itu. Klien
pun lebih memilih untuk menutup diri dan tidak mau bergaul
dengan orang lain. Klien tidak ingin mengikuti kegiatan yang ada
dilakukan dimasyarakat.
Masalah keperawatan: Harga diri rendah dan Isolasi sosial
3.1.14 Pengetahuan tentang penyakit yang diderita
Klien tidak mengingkari akan gangguan jiwa yang klien alami.
Klien ingin cepat sembuh dan siap mengikuti program terapi yang
diberikan kepadanya.
Masalah keperaatwatan: Tidak ada

3.2 Aspek Medis


3.2.1 Terapi Medis : Chlorpromazin (CPZ) :3 x 100 mg (Anti Psikotik)
Haloperidol (HLP) :3 x 5 mg (Anti Psikotik)
Triheksifenidil (THP):3 x 5 mg (Anti Koiinergik)
Inj.HLP :1 amp(k/p)
Matriks 3.1 Pemberian Obat pada Tn.S
Nama klien Obat Waktu Cara Pemberian Dosis Dokumentasi
08.00 Oral 100 mg Telah diberikan
13.00 Oral 100 mg Belum diberikan
CPZ
18.00 Oral 100 mg Belum diberikan
08.00 Oral 5 mg Telah diberikan
13.00 Oral 5 mg Belum diberikan
Tn.S HLP
18.00 Oral 5 mg Belum diberikan
08.00 Oral 2 mg Telah diberikan
13.00 Oral 2 mg Belum diberikan
THP
18.00 Oral 2 mg Belum diberikan
Inj.HLP k/p IM 1 amp Belum diberikan
48

3.2.2 Study Drug


Nama obat, indikasi, kontraindikasi dan efek samping (menurut:
Informasi Spesialite obat indonesia volume: 47 tahun 2012-2013).
Chlorpromazine (CPZ)
Indikasi: chlorpromazine digunakan mengobati gejala-
gejala skizofrenia (penyakit mental yang
menyebabkan terganggu atau tidak bisa berpikir,
kehilangan minat dalam hidup, den emosi yang
kuat atau tidak) dan gangguan psikotik lainnya
(kondisi yang kesulitan memberitahu perbedaan
antara hal-hal atau ide-ide yang tidak nyata ) dan
untuk mengobati gejala mania (hiruk pikuk,
suasan normal bersemangat) pada orang yang
mengalami gangguan bipolar (manic depressive
disorder, suatu kondisi yang menyebabkan
episode manic, episode depresi, dan yang tidak
normal suasana hati). Chlorpromazine juga
digunakan untuk mengobati masalah perilaku
yang parah seperti, perilaku agresif peledak dan
hiperaktif pada anak 1-2 tahun. clorpromazine
juga digunakan untuk mengontrol mual dan
muntah, untuk meredakan cegukan yang telah
berlangsung satu bulan atatu lebih, dan untuk
meringankan kegelisahan dan kegugupan yang
mungkin terjadi sebelum operasi. Clorpromazine
juga digunakan untuk mengobat porfiria
ntermeten akut (kondisi dimana zat alam tertentu
membangun dalam tubuh dan menyebabkan sakit
perut, perubahan dalam berpikir dan berperilaku,
dan gejala lannya). Chlorpromazine juga
digunakan bersama dengan obat lain untuk
49

mengobati tetanus (infeksi serius yang dapat


menyebabkan pengencangan otot-otot, terutama
otot rahang), klorpromazin berada dalam kelas
obat yang disebut kelas obat antipsikotik
konvensional. Ia bekerja dengan mengubah
aktivitas bahan alami tertentu dalam otak dan
bagian tubuh lainnya.
Kontra indikasi: Hipersensitif terhadap Chlorpromazine atau
kompunen lain formulasi, reaksi hipersensitif
silang antar fenotiazin mungkin terjadi, depresi
SSP berat dan koma
Efek samping: Chlorpromazine dapat menyebabkan efek
samping. Beritahu dokter jika ada gejala yang
parah. Kantuk, ekspresi wajah kosong, menyeret
berjalan, kegelisahan, agitasi, kegugupan,
gerakan yang tidak biasa, diperlambat, atau tidak
terkendali dari setiap bagian tubuh.

Haloperidol (HLP)
Indikasi: 1. Skizoprenia
2. Psychoses
3. Tourettte‟s syndrome
4. kecemasan yang parah
5. Gangguan tingkah laku yang parah
6. Kegugupan
7. Gangguan emosional dan mental
8. mual dan muntah
Kontra indikasi: 1. Keracunan berat dengan depresi sistem saraf
pusat (SSP)
2. Parkinson‟s disease
3. Ibu menyesui
50

Efek samping: segera hubung dokter jika terjadi salah satu


gejala, antara lain:
1. Kesulitan berbicara atau menelan
2. Kehilangan kontrol keseimbangan
3. Wajah terasa tebal seperti memakai masker
4. Kejang otot, trauma leher dan pinggang
5. Kekakuan pada lengan dan kaki
6. Gemetar pada jari dan tangan
7. Kelemahan pada lengan dan kaki
Triheksifenidril (THP)
Indikasi: Segala jenis penyakit parkinson, termasuk pasca
ensefalitis dan idiopatik, sindrom parkinson
akibat obat, misalnya reserpina dan fenotiazin.
Kontra indikasi: -
Efek samping: efek sentral terhadap susunan saraf pusat akan
merangsang pada dosis rendah dan mendepresi
pada dosis toksik.

3.3 Hasil Pemeriksaaan Labolatorium Klinik


Nama: Tn.S
Tanggal pemeriksaan: 30 April 2015 Jam 11.00 wita
Tabel 3.1 Hasil Labolatorium pada Tn.S
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 13,6 gr%Lk 13,5-17,5
gr%Pr 12,5-17,0
Leukosit 12,500 /mm 4000-10.000
Eritrosit 4,8 /mm 4,4-6,5 juta
/mm 4,0-6,0 juta
Trombosit 384.000 /mm 150-450.000
Limposit 23 %25-40
Mid 6 %3-8
Granulosit 71 %40-75
Hematokrit 40 %Lk 40-50
%Pr 35-45
MCH 28 Pg 27-34
MCV 84 Fl 80-95
51

MCHC 34 Gr/dl 30-35


Gula darah sewaktu 100 < 75-125
AST/GOT 69 Lk<38 Pr<32
ALT/GPT 87 Lk<43 Pr<33
Urea 36 15-39
Kreatinin 1,1 Lk 0,6-1,1
Pr 0,5-0,9

3.4 Analisis Data


Matrik 3.2 Analisis Data
Masalah
No Data
Keperawatan
1 DS: Resiko perilaku
- Klien mengatakan, klien ingin mengamuk, kekerasan
memecahkan barang-barang dan juga
berkeinginan memukul temannya, serta
merasa jengkel bila ada yang mengganggu
nya.
Do:
- Klien tampak tertekan dengan keadaanya,
walaupun saat sekarang klien tampak tenang
tetapi emosi klien cepat kadang-kadang cepat
berubah.
- Kadang-kadang klien memelototkan mata
nya.
- Klien tampak mengepalkan tangan dan
kadang rahangnya mengatup.
- Klien cukup kooperatif saat wawancara.
2 DS: Halusinasi
- Saat dirumah klien mengatakan klien sering pendengaran
mendengar suara-suara bisikan untuk berbuat
gaduh (amuk) dan menyerang orang lain.
Klien mendengar bisikan saat beraktifitas,
dalam sehari klien mendengar satu kali yaitu
pada pagi hari, klien hanya mengikuti apa
yang diperintahkan oleh suara-suara itu.
- Pada saat pengkajian klien tidak mendengar
suara-suara maupun bisikan-bisikan yang
menyuruhnya untuk melakukan sesuatu.
DO:
- Klien tampak hanya berbaring ditemapat
tidur dan kadang-kadang duduk menghadap
jendela sambil mulutnya komat-kamit.
- Klien tampak menggerakan tangannya tanpa
sebab yang jelas.
3 DS: Isolasi sosial
- Klien mengatakan orang yang paling dekat
denganya adalah ibunya.
52

- Klien mengatakan dimasyarakat tidak mau


bergaul maupun mengikuti kegiatan yang
ada dimasyarakat. Klien juga sering dijauhi
oleh teman-teman klien.
- Dirumahpun klien lebih senang menyendiri
dan mengurung diri dikamar.
- Klien mengatakan selalu menyendiri dan
kurang komunikasi dengan orang lain.
DO:.
- Klien mengatakan lebih suka menyendiri.
- Klien banyak diam dan jarang mau
berbicara.
- Klien bisa diajak ngobrol apabila dimulai
duluan.
- Selama wawancara kontak mata kurang.
- Klien hanya berbaring ditempat tidur dan
sesekali duduk didepan jendela.
4 DS: Harga diri rendah
- Klien mengatakan merasa malu bila
berhubungan dengan orang lain. Karena
kurang percaya diri dan merasa malu akan
keadaan yang klien alami saat ini.
- Klien mengatakan merasa malu karena tidak
mampu membantu pekerjaan orang tuanya.
- Klien mengatakan merasa serba salah kalau
memikirkan, bila klien kembali kemasya
rakat dan penerimaan posisi klien dalam
masyarakat.
DO:
- Selama dilakukan wawancara/pengkajian
kontak mata kurang dan lebih banyak
menunduk.
- Bicara lambat dengan nada suara lemah.
5 DS: Koping individu
- Klien mengatakan putus asa saat tidak efektif
pertunangan yang klien jalani putus, emas
yang klien siapkan untuk diberikan kepada
tunangannya hilang.
- Klien juga mengatakan bahwa dirinya ingin
melanjutkan kuliahnya diperguruan tinggi
yang putus ditengah jalan, klien merasa malu
didalam keluarganya hanya dia yang tidak
pandai. Respon klien saat itu sedih.
DO:
- Dari yang didpat dari data reka medik, klien
pernah mengalami gangguan jiwa dimasa
lalu.
- Klien mau diajak ngobrol apabila dimulai
duluan.
- Reaksi klien tampak lambat, pelan dalam
53

menjawab pertanyaan dan tidak mau


memulai pembicaraan.
- Mekanisme koping:
Kemampuan klien dalam menyelesaikan
masalah dengan reaksi lambat dan selalu
menghindar akan masalah yang klien hadapi.
6 DS: Regimen terapeutik
- Klien mengatakan ini yang kedua kali masuk tidak efektif
RSJ karena tidak mau meminum obat.
DO:
- Klien sudah pernah masuk RSJ, klien
kambuh karena putus meminum obat.
7 DS: Koping keluarga
- Klien mengatakan klien sering lupa untuk tidak efektif
meminum obat.
- Klien mengatakan klien akan marah apabila
keluarga menyuruhnya untuk meminum
obat.
DO:
- Keluarga klien tidak pernah menjenguk klien
selama klien di Rumah Sakit Jiwa.

3.5 Pohon Masalah


Skema 3.1 Pohon Masalah pada Tn.S
Resiko perilaku kekerasan (core problem)

Halusinasi pendengaran

Regimen terapeutik ISOS


tidak efektif
HDR

Koping keluarga tidak efektif koping infividu tidak efektif


54

3.6 Masalah Keperawatan Berdasarkan Prioritas


3.6.1 Resiko perilaku kekerasan
3.6.2 Halusinasi pendengaran
3.6.3 Isolasi sosial
3.6.4 Harga diri rendah
3.6.5 Koping individu tidak efektif
3.6.6 Regimen terapi tidak efektif
3.6.7 Koping keluarga tidak efektif

3.7 Rencana Tindakan Keperawatan


Matriks 3.3 Rencana Tindakan Keperawatan
Perencanaan
Diagnosa
No Kriteria
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
Evaluasi
1 Resiko (TUK) 1: Setelah 2 kali Bina Kepercayaan
Perilaku Klien interaksi Klien hubungan diri klien
Kekerasan dapat mau saling merupakan hal
membina memebalas percaya yang mutlak
hubungan salam, mau dengan serta akan
saling menjabat mengguna memudahkan
percaya. tangan, mau kan prinsip dalam
menyebut komunikasi melakukan
nama, mau tertapeutik. pendekatan dan
tersenyum, -Beri tindakan
mau kontak salam/panggi keperawatan
mata, mau l nama klien. kepada klien.
mengetahui -Sebut nama
nama perawat, perawat
menyediakan sambil jabat
waktu untuk tangan.
kontrak. -Jelaskan
maksud
hubungan
interaksi.
-Jelaskan
tentang
kontrak yang
akan dibuat.
-Beri rasa
aman dan
sikap empati.
-Lakukan
kontak tapi
55

sering.
- Tepati janji.
2 Resiko (TUK) 2: Setelah 2 kali 1. Beri 1. Beri
Perilaku Klien interaksi klien kesempatan kesempatan
Kekerasan dapat dapat untuk untuk
mendefini mengungkap mengungkap mengungkap
sikan kan kan kan perasaan
penyebab perasaannya, perasaannya. dapat
perilaku dapat 2. Bantu klien membantu
kekerasan mengungkapk untuk mengurangi
. an perasaan mengungkap stres dan
jengkel atau kan penyebab
kesal dari diri penyebab perasaan
sendiri, orang perasaan jengkel/kesal
lain atau jengkel/kesal dapat diketahui.
lingkungan. . 2. Klien perlu
belajar
mengekspresika
n perasaannya.
3 Resiko (TUK) 3: setelah 2 kali 1. Anjurkan 1. Mengetahui
Perilaku Klien interaksi Klien klien hal yang
Kekerasan dapat dapat mengungkap dialami dan
mengiden mengungkap kan apa yang dirasa saat
tifikasi kan perasaan dialami saat jengkel.
tanda- saat marah atau 2. Mengetahui
tanda marah/jengkel, jengkel. tanda-tanda
perilaku dapat 2. Observasi klien
kekerasan menyimpulkan tanda jengkel/kesal
. tanda-tanda perilaku 3. Menarik
jengkel atau kekeraan kesimpulan
kesal yang pada klien. bersama klien
dialami. 3. Simpulkan supaya klien
Bersama mengetahui
klien tanda- secara garis
tanda besar tanda-
jengkel/kesal tanda
yang dialami marah/kesal.
klien.
4 Resiko (TUK) 4: Setelah 2 kali 1. Anjurkan 1.Mengeksplora
Perilaku Klien interaksi klien klien untuk si perasaan klien
Kekerasan dapat dapat mengungkap terhadap perilaku
mengiden mengungkap kan perilaku kekerasan yang
tifikasi kan perilaku kekerasan biasa dilakukan.
perilaku kekerasan yang biasa 2. Mengetahui
kekerasan yang biasa dilakukan perilaku
yang dilakukan, klien. kekerasan yang
biasa dapat bermain 2. Bantu klien biasa dilakukan
dilakukan peran dengan bermain dan dengan
. perilaku peran sesauai bantuan perawat
kekerasan dengan bisa
56

yang biasa perilaku membedakan


dilakukan, kekerasan perilaku
dapat yang biasa konstruktif dan
dilakukan cara dilakukan. destruktif.
yang biasa 3. Bicarakan 3. Dapat
dapat dengan klien membantu klien
menyelesaikan apakah menemukan
masalah atau dengan cara cara yang dapat
tidak. yang klien menyelesaikan
lakukan masalah.
masalahnya
selesai.
5 Resiko Klien Setelah 3 kalin 1. Berikan 1. Membantu
Perilaku dapat interaksi klien akibat/kerugi klien untuk
Kekerasan mengiden dapat an dari cara menilai perilaku
tifikasi menjelaskan yang kekerasan yang
akibat akibat dari digunakan dilakukan.
perilaku cara yang klien. 2. Dengan
kekerasan digunakannya. 2. Bersama mengetahui
. klien akibat perilaku
menyimpulk kekerasan
an akibat diharapkan
cara yang klien dapat
digunakian merubah
oleh klien. perilaku
destruktif yang
dilakukannya
menjadi
perilaku yang
konstruktif.
6 Resiko (TUK) 6: Setelah 3 kali 1. Tanyakan 1. Agar klien
Perilaku Klien interaksi klien pada klien dapat
Kekerasan dapat dapat “Apakah ia mempelajari
mengiden mengidentifika ingin cara yang lain
tifikasi si cara mencoba yang
cara berespon cara baru konstruktif.
konstruk terhadap yang sehat?”. 2. Reinforcement
tif dalam kemarahan 2. Berikan positif dapat
merespon secara pujian jika memotivasi
terhadap konstruktif klien klien dalam dan
kemarah mengetahui meningkatkan
an. cara lain harga diri klien.
yang sehat. 3. Berdiskusi
3. Diskusikan dengan klien
cara yang untuk memilih
lain yang cara yang lain
sehat, sesuai dengan
misalnya kemampuan
secara fisik, klien.
tarik napas
57

dalam, jika
sedang
kesal/memuk
ul bantal
(kasur) atau
olahraga atau
pekerjaan
yang
memerlukan
tenaga.
secara
verbal:
katakan
bahwa anda
sedang kesal
atau
tersinggung
atau jengkel.
Secara
sosial:
lakukan
kelompok
cara-cara
marah yang
sehat, latihan
asertif.
Secara
spritual:
anjurkan
klien
sembahyang,
berdoa atau
ibadah lain:
meminta
kepada
Tuhan untuk
diberi
kesabaran.
7 Resiko (TUK) 7: Setelah 3 kali 1. Bantu klien 1. Memeberikan
Perilaku Klien interaksi klien memilih cara stimulasi pada
Kekerasan dapat dapat yang tepat klien untuk
mendemo mendemonstra untuk klien. menilai respon
nstrasikan sikan cara 2. Bantu klien perilaku
cara mengontrol mengidentifi kekerasan
mengon perilaku kasi manfaat secara tepat.
trol kekerasan, cara yang 2. Membantu
perilaku misalnya telah dipilih. klien dalam
kekerasan dengan napas 3. Bantu klien membuat
. dalam, menstimulasi keputusan
olahraga, cara tersebut. terhadap cara
58

pukul kasur 4. Beri yang dipilih


maupun reinforcemen dengan melihat
bantal, t positif atas manfaatnya.
mengatakan keberhasilan 3. Agar klien
secara klien mengetahui cara
langsung menstimulasi marah yang
dengan tidak cara tersebut. konstruktif.
menyakiti, 5. Anjurkan 4. Pujian dapat
sembahyang, klien untuk meningkatkan
berdoa atau mengguna motivasi dan
ibadah lain. kan cara harga diri klien.
yang telah 5. Agar klien
dipelajari sat dapat
jengkel atau melaksanakan
marah. cara yang telah
dipilihnya jika
klien sedang
kesal/jengkel
8 Resiko (TUK) 8: Setelah 1. Jelaskan 1. Meningkatkan
Perilaku Klien dilakukan 3 jenis-jenis pengetahuan
Kekerasan dapat kali interaksi obat yang klien tentang
mengguna klien dapat diminum obat.
kan obat- menyebutkan klien. 2. Klien dapat
obatan obat-obatan 2. Diskusikan mengetahui
yang yang diminum manfaat kegunaan obat
diminum dan minum obat yang
dan kegunaannua dan kerugian dikonsumsi oleh
kegunaan (jenis, waktu, berhenti klien.
nya (jenis, dosis, dan minum obata 3.Meminimalkan
waktu, efek). Klien tanpa izin efek samping
dosis, dan dapat dokter. dari obat yang
efek). meminum obat 3. Jelaskan tidak
sesuai dengan prinsip benar diinginkan.
program minum obat 4. Menambah
pengobatan (baca nama pengetahuan
yang tertera tentang obat
pada botol dan efek obat.
obat, dosis 5. Obat diminum
obat, waktu, teratur
dan cara membantu klien
minum). untuk
4. Jelaskan meningkatkan
manfaat kualitas hidup.
minum obat 6. Anjurkan klien
dan efek obat untuk melapor
yang perlu kepada perawat
diperhatikan. atau dokter jika
5. Anjurkan merasakan efek
klien minta yang tidak
obat dan menyenangkan.
59

minum obat 7. Reinforcement


tepat waktu. positif dapat
6. Anjurkan memotivasi
klien untuk klien serta dapat
melapor meningkatkan
kepada harga diri klien.
perawat atau
dokter jika
merasakan
efek yang
tidak
menyenang
kan.
7. Beri pujian
jika klien
minum obat
dengan
benar.
9 Resiko (TUK) 9: Setelah 2 kali 1.Identifikasi 1. Kemempuan
Perilaku Klien berinteraksi kemampuan keluarga dalam
Kekerasan mendapat keluarga klien keluarga mengidentifikas
dukungan dapat dalam i akan
keluarga menyebutkan merawat memungkinkan
mengon cara merawat klien dari keluarga untuk
trol klien yang sikap apa melakukan
perilaku berperilaku yang telah penilaian
kekerasan kekerasan dan dilakukan terhadap
. mengungkapk keluarga perilaku
an rasa puas terhadap kekerasan.
dalam klien. 2. Meningkatkan
merawat klien 2. Jelaskan pengetahuan
peran serta keluarga
keluarga tentang cara
dalam merawat klien
merawat kien sehingga
selama ini. keluarga terlibat
3. Jelaskan dalam
cara-cara perawatan
merawat klien.
klien terkait 3. Keluarga
dengan cara mengetahui cara
mengontrol yang tepat
perilaku dalam merawat
marah secara klien.
konstruktif 4. Memberikan
dari sikap kesempatan
tenang. untuk
4. Bicara mengidentifikas
tenang dan i penyebab
jelas serta marah.
60

membantu 5. Agar keluarga


klien mengetahi cara
mengenal merawat klien
penyebab melalui
marah. demonstrasi
5. Bantu yang dilihat
keluarga keluarga secara
mendemonstr langsung.
asikan cara 6. Agar keluarga
merawat dapat merawat
klien. klien dengan
6. Bantu perilaku
keluarga kekerasan.
mengungkap
kan
perasaannya
setelah
melakukan
demonstrasi.

3.8 Implementasi dan Evaluasi Tindakan Keperawatan


Matriks 3.4 Implementasi dan Evaluasi Tindakan Keperawatan
Diagnosa
No Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi
Keperawatan
1. Senin/ 18 Mei Resiko BHSP S:
2015 pukul Perilaku 1. Membina hubungan - Klien mengatakan
10.30 WITA Kekerasan saling percaya mau berkenalan
dengan dengan perawat.
menggunakan - Klien menjawab
prinsip komunikasi salam dari perawat
terapeutik. “pagi”.
2. Beri salam/panggil - Klien mengatakan
nama klien. namanya”Tn.S”
3. Sebut nama perawat biasa dipanggil”S”
sambil jabat tangan. sambil bersalaman
4. Jekaskan maksud dengan perawat.
hubungan interaksi. O:
5. Jelaskan kontrak - Klien tampak
yang akan dibuat. kooperatif dengan
6. Beri rasa aman dan perawat.
sikap empati. - Kontak mata (+).
7. Lakukan kontak - Klien kadang-
singkat tapi sering. kadang nampak
8. Tepati janji. bingung.
A:
Hubungan saling
percaya dapat
terbina.
61

P:
Pertahankan BHSP
K:
Klien mau
berkenalan dan
berbincang-bincang
dengan perawat
serta mau
menyebutkan
namanya.
P:
Lanjutkan SP 1.

3.9 Catatan Perkembangan Hari Ke 2-7


Matriks 3.5 Catatan Perkembangan

Diagnosa TTD
No Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi
Keperawatan
1 Selasa/ 19 Mei Resiko SP 1 S:
2015 pukul Perilaku 1. Mengevaluasi - Klien mengatakan
11.00 WITA Kekerasan kegiatan yang ingat nama
lalu (BHSP). perawat“Abdul”
2. Mebantu klien - Klien mengatakan
mengidentifik marah dengan
asi penyebab orang yang ada
marah. disekitarnya.
3. Membantu - Klien mengatakan
klien menilai kadang-kadang dia
tanda dan mengepalkan
gejala yang tangan dan
dirasakan mengatupkan
perilaku rahangnya.
kekerasan. - Klien mengatakan
4. Mengidentifik merasa jengkel bila
asi perilaku ada teman
kekerasan seruangan yang
yang mengganggu.
dilakukan.
5. Mengidentifik O:
asi akibat dari - Klien tampak
perilaku cukup cooperatif
kekerasan dengan perawat.
yang - Kontak mata (+)
dilakukan. - Klien tampak
6. Menyebutkan tegang.
cara - Mata klien tampak
mengontrol melotot.
62

perilaku - Nada suara klien


kekerasan. lemah.
7. Membantu
klien A:
mempraktikan - Klien mampu
latihan cara mengenal,
mengontrol penyebab, tanda
perilaku dan gejala.
kekerasan - Klien dapat
secara fisik 1: mengikuti apa
latihan napas yang diajarkan
dalam. perawat untuk
8. Memasukan mencegah perilaku
kegiatan kekerasan dengan
dalam cara fisik 1: tarik
kegiatan napas dalam.
harian.
P:
Ulangi SP 1
K: klien mau
menuruti apa yang
diajarkan dan
berinteraksi dengan
perawat.
P: SP I.
2 Rabu/ 20 Mei Resiko 1. Mebantu klien S:
2015 pukul Perilaku mengidentifika - Klien mengatakan
12.30 WITA Kekerasan si penyebab dia tidak
marah. mengepalkan
2. Membantu tangannya lagi.
klien menilai - Klien mengatakan
tanda dan menyadari apa
gejala yang akibat buruk yang
dirasakan akan klien dapat
perilaku apabila berperilaku
kekerasan. kekerasan.
3. Mengidentifika - Klien mengatakan
si perilaku tidak merasa
kekerasan yang jengkel lagi.
dilakukan.
4. Mengidentifika O:
si akibat dari - Klien tampak
perilaku kooperatif dengan
kekerasan yang perawat.
dilakukan. - Kontak mata (+)
5. Menyebutkan - Klien tampak
cara tegang.
mengontrol - Nada suara klien
perilaku lemah.
kekerasan.
63

6. Membantu A:
klien - Klien mampu
mempraktikan mengenal,
latihan cara penyebab, tanda
mengontrol dan gejala, serta
perilaku akibat dari perilaku
kekerasan kekekrasan.
secara fisik 1: - Klien dapat
latihan napas mengikuti apa
dalam. yang diajarkan
7. Memasukan perawat untuk
kegiatan dalam mencegah perilaku
kegiatan harian kekerasan dengan
klien. cara fisik 1: tarik
napas dalam.

P:
Pertahankan SP I.
K: klien mau
menuruti apa yang
diajarkan dan
berinteraksi dengan
perawat.
P: SP I.
3 Kamis/21 Mei Resiko 1. Mebantu klien S:
2015 pukul Perilaku mengidentifika - Klien mengatakan
10.30 WITA Kekerasan si penyebab dapat tarik napas
marah. dalam bila ingin
2. Membantu marah.
klien menilai - Klien mengatakan
tanda dan tarik napas dari
gejala yang hidung tahan tiga
dirasakan detik lalu
perilaku keluarkan secara
kekerasan. perlahan dari
3. Mengidentifika mulut.
si perilaku
kekerasan yang O:
dilakukan. - Klien tampak
4. Mengidentifika tenang.
si akibat dari - Klien tampak
perilaku kooperatif dengan
kekerasan yang perawat.
dilakukan. - Kontak mata (+)
5. Menyebutkan - Nada suara klien
cara lemah.
mengontrol
perilaku A:
kekerasan. - Klien mampu
6. Membantu mengenal,
64

klien penyebab, tanda


mempraktikan dan gejala, serta
latihan cara akibat dari perilaku
mengontrol kekerasan.
perilaku - Klien mampu
kekerasan melakukan
secara fisik 1: mengontrol marah
latihan napas dengan cara fisik 1:
dalam. tarik napas dalam.
7. Memasukan
kegiatan
dalam P:
kegiatan Pertahankan SP I
harian klien. dan lanjutkan SP
II.
K: Klien
memperhatiakan
cara yang kedua.
P: Evaluasi cara
mengontrol marah
dengan cara fisik 1:
tarik napas dalam.
Ajarkan cara
mengontrol marah
dengan cara fisik
yang kedua: pukul
kasur dan bantal.
4 Jumat/22 Mei Resiko SP II S:
2015 pukul Perilaku 1. Mengevaluasi - Klien mengatakan
09.30 WITA Kekerasan jadwal ingat cara
kegiatan mengontrol marah
harian. dengan cara fisik I:
2. Melatih klien tarik napas dalam.
mengontrol - Klien mengatakan
perilaku tidak marah lagi
kekerasan dengan orang yang
dengan cara ada disekitarnya.
fisik 2: pukul
kasur dan O:
bantal. - Klien tampak
3. Menganjur tenang.
kan klien - Klien tampak
memasukan kooperatif dengan
dalam jadwal perawat.
kegaiatan - Kontak mata (+)
harian. - Nada suara klien
lemah.
- Klien tampak
bersemangat
mengikuti apa
65

yang diajarkan.

A:
- Klien mampu
melakukan tarik
napas dalam.
- Klien mampu
mengikuti
mengontrol marah
dengan cara fisik 2:
pukul kasur dan
bantal.

P:
Ulangi SP II
K: Klien dapat
mengontrol
marah dengan
cara fisik II
P: SP II
Sabtu/23 Mei Resiko SP II S:
2015 Pukul Perilaku 1. Mengevaluasi - Klien mengatakan
11.00 WITA Kekerasan jadwal ingat cara
kegiatan mengontrol marah
harian. dengan cara fisik I:
2. Melatih klien tarik napas dalam.
mengontrol - Klien mengatakan
perilaku tidak marah lagi
kekerasan dengan orang yang
dengan cara ada disekitarnya.
fisik 2: pukul
kasur dan O:
bantal. - Klien tampak
3. Menganjur tenang.
kan klien - Klien tampak
memasukan kooperatif dengan
dalam jadwal perawat.
kegaiatan - Kontak mata (+)
harian. - Nada suara klien
lemah.
- Klien tampak
berminat mengikuti
apa yang diajarkan.
- Klien tampak
mengikuti
mengulangi apa
yang diajarkan
mengontrol marah
dengan cara fisik 2:
pukul kasur dan
66

bantal.
A:
- Klien mampu
melakukan tarik
napas dalam.
- Klien mampu
mengikuti
mengontrol marah
dengan cara fisik 2:
pukul kasur dan
bantal.
P:
Ulangi SP II
K: Klien dapat
mengontrol marah
dengan cara fisik II
P: SP II
6 Senin/25 Mei Resiko 1. mengevaluasi S:
2015 pukul Perilaku jadwal - Klien mengatakan
10.00 WITA Kekerasan kegiatan bisa melakuakan
harian. tarik napas dalam
2. Melatih klien dan pukul kasur
mengontrol dan bantal apabila
perilaku timbul perasaan
kekerasan marah.
dengan cara - Klien mengatakan
fisik 2: pukul kalau ada kesal dan
kasur dan ingin marah. Napas
bantal. dalam sudah
3. Menganjur kan dilakukan,
klien lanjutkan dengan
memasukan pukul kasur dan
dalam jadwal bantal, lampiaskan
kegaiatan kemarahan tersebut
harian. dengan memukul
kasur dan bantal.
Bila sudah selesai
rapikan kembali
tempat tidur.

O:
- Klien tampak
tenang.
- Klien tampak
kooperatif dengan
perawat.
- Kontak mata (+)
- Klien tampak
berminat mengikuti
apa yang diajarkan.
67

- Klien tampak lebih


percaya diri saat
memprktikan
mengontrol marah
dengan cara
memukul kasur
dan bantal.

A:
Klien mampu
melakukan apa
yang diajarkan
sebelumnya untuk
mengontrol marah
dengan cara fisik 2:
pukul kasur dan
bantal secara
mandiri.

P:
Pertahankan SP I
dan II lanjut SP III.
K: Klien
memperhatikan
cara yang ketiga
yaitu mengontrol
marah secara
sosial/verbal.
P: Evaluasi cara
mengontrol marah
dengan tarik napas
dalam dan pukul
kasur dan bantal.
Ajarkan cara
mengontrol marah
dengan cara yang
ketiga yaitu
mengontrol marah
secara
sosial/verbal.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil asuhan keperawatan pada Tn.S dengan Diagnosa
Keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Sambang
Lihum Banjarmasin, yang dilakukan pada tanggal 18 Mei sampai 25 Mei
2015. Pendekatan proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, sampai
dengan evaluasi keperawatan,maka penulis dapat mengambil keputusan
sebagai berikut:
4.1.1 Pengkajian
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 18 Mei 2015
pada Tn.S, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa klien mengalami
masalah baik psiko maupun sosial. Masalah keperawatan yang timbul
adalah Resiko Perilaku Kekerasan. Klien mengatakan klien merasa
jengkel bila ada yang mengganggunya, klien juga berkeinginan
memukul temannya dan merusak barang-barang. Klien juga terlihat
memelototkan matanya, mengepalkan tangan , mengatupkan rahangnya.
4.1.2 Diagnosa Keperawatan
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, penulis melibatkan klien
secara aktif dalam melaksanakan asuhan keperawatan karena banyak
tindakan keperawatan yang memerlukan kerjasama antara perawat dan
klien. Adapun masalah keperawatan yang muncul pada Tn.S yaitu:
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Halusinasi
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah
e. Koping individu tidak efektif
f. Regimen terapeutik tidak efektif

68
69

g. Koping keluarga tidak efektif


Dari semua masalah yang muncul, yang paling menonjol adalah
resiko perilaku kekerasan.
4.1.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan yang dibuat sudah sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang sudah diidentifikasi dan mengacu pada teori yang
dicatat dalam format perencanaan yang bertujuan mengatasi masalah
keperawatan klien. Penanganan pada Tn.S dengan gangguan jiwa yang
didahulukan adalah resiko perilaku kekerasan, Apabila tidak segera
ditangani dapat mengakibatkan perilaku kekerasan berkelanjutan. Maka
perawat akan menangani secara cepat dan tepat agar tidak mengalami
perilaku kekerasan yang dapat mencederai diri sendiri, lingkungan,
maupun orang lain.
4.1.4 Implementasi Keperawatan
Selama tujuh hari dengan melakukan tindakan yang sesuai dengan
intervensi. Tindakan yang telah dilaksanakan yaitu; streategi
pelaksanaan (SP) I dan strategi pelaksanaan (SP) II.
4.1.4 Evaluasi
Hasil evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan perawat
dalam strategi pelaksanaan (SP) untuk klien, yang tercapai hanya 2 SP
dan 3 yang belum tercapai dari 5 SP yang direncanakan.
Faktor yang mendukung mahasiswa dalam melakukan implementasi
asuhan keperawatan, antara lain: pihak rumah sakit yang telah
memberikan kemudahan dan kepercayaan kepada mahasiswa yang telah
melakukan tindakan keperawatan, pihak ruangan terkait yang
membantu memlilih pasien untuk dilakukan asuhan keperawatan, dan
pasien yang kooperatif selama dilakukan proses keperawatan sehingga
memudahkan dalam melakukaPn implementasi keperawatan.
Adapun faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan
implementasi keperawatan diantaranya: keterbatasan tempat untuk
berkomunikasi, keterbatasan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa,
70

keterbatan waktu karena klien yang harus pulang, serta dengan jadwal
dan tugas praktik klinik keperawatan diruang lain.

4.2 Saran
Setelah dilakukan asuhan keperawatan jiwa dengan klien resiko perilaku
kekerasan ada beberapa saran yang ingin disampaikan, baik untuk pelayanan
kesehatan, keluarga, maupun institusi pendidikan mahasiswa.
4.2.1 Untuk Keluarga Klien
Keluarga diharapkan menjadi pendukung utama dalam
kesembuhan klien, namun selama klien dirumah sakit keluarga tidak
pernah mengunjungi klien. Jadi diharapkan peran serta keluarga untuk
kesembuhan klien.
4.2.2 Untuk Pelayanan Kesehatan
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, penulis mengharapkan
peran serta dari rumah sakit untuk bisa menindaklanjuti dari intervensi
keperawatan yang belum terlaksana dan khususnya intervensi pada
keluarga klien dan hendaknya bidang perawatan supaya lebih
ditekankan lagi agar tercipta tenga perawat yang profesional.
4.2.3 Untuk Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan perlunya arahan dalam hal pemberian
asuhan keperawatan jiwa khususnya resiko perilaku kekerasan agar
dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas asuhan keperawatan. Serta
hendaknya dapat menyediakan refrensi yang memadai dan terbaru
khususnya tentang resiko perilaku kekerasan sehingga dapat menjadi
acuan bagi mahasiswa.
4.2.4 Untuk Mahasiswa Keperawatatan
Diharapkan bagi mahasiswa agar benar-benar serius dalam
mempelajari dan persiapkan di stase keperawatan jiwa, karena stase
keperawatan jiwa adalah stase yang unik dan bebrbeda dengan stase
yang lain. Disini kita tidak bersentuhan dengan masalah fisik, namun
masalah yang berada dalam diri klien.
DAFTAR RUJUKAN

Azizah, L.M. (2011). Keperawatan Jiwa (Aplikasi Praktik Keperawatan Klinik).


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Dalami, E., Sulistiawati., Rochimah, N.S., Suryati, K.R.S. & Lestari, W. (2009).
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa . Jakarta: CV. Trans
Infomedia.

Damayanti, M. & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:


PT.Rafika Aditama.

Direja, A.H.S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Keliat. B.A., Akemat, Helena. N. & Nurhaeni, H. (2011). Keperawatan Kesehatan


Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC.

Yosep, I. Sutini, T. (2014). Keperawatan jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Yusuf. A.H, Fitryasari, R. Nihayati, H.E. (2015). Buku Ajar Keperawatan


Kesehatan Jiwa. Jakarta. Salemba Medika.

http://www.depkes.go.id> (Diakses 22 Maret 2014 pukul 19.20 Wita).

http://download.portalgaruda.org/article.php> (Diakses 22 Maret 2014 pukul


19.00 Wita).

71
Strategi Pelaksanaan (SP) pada Pasien dengan Perilaku Kekerasan
Nama Mahasiswa : Abdurahim NPM: 12144011002

Nama klien: Tn.S Hari interaksi: I


No.RM : 01.34.48 Tanggal : 18 Mei 2015
Ruang: : Akasia SP : SP 1

1. Proses pengkajian keperawatan


DS: -Klien mengatakan, klien ingin mengamuk, memecahkan barang- barang.
-Klien merasa jengkel bila ada yang mengganggunya.
-Klien mengatakan marah bila ada orang yang dekat-dekat dengannya.
DO:
-Klien tampak tertekan dengan keadaanya, walaupun saat sekarang klien
tampak tenang tetapi emosi klien cepat kadang-kadang cepat berubah.
-Kadang-kadang klien memelototkan matamya.
-Klien tampak mengepalkan tangan dan kadang rahangnya mengatup.
-Nada suara klien lemah.
-Kontak mata kurang.
- Klien terlihat bingung
A.Diagnosa keperawatan: Resiko perilaku kekerasan
B. Tujuan: Klien dapat membina hubungan saling percaya
C. tindkaan keperawatan: Membina hubungan saling percaya

2. proses pelaksanaan tindakan

ORIENTASI:
”Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Abdurahim dari STIKES Muhammadiyah
banjarmasin, panggil saya Abdul, saya perawat yang dinas.diruangan ini, Nama bapak
siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini? Apa yang menyebabkan bapak dirawat di RSJ
sambang Lihum?
?” Bagaimana kalau kita berbincang-bincang, berapa lama bapak maunya? Bagaimana
kalau 10 menit?“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana
kalau di ruang ini saja?”
KERJA:
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Bagaimana kalau kita berbincang-bincang? Dan saling berbagi cerita tentang apa yang
bapak rasakan
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tadi?”Baik, bagaimana kalau
besok kita ketemu lagi? kita latihan cara yang sama dengan hari ini?
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya dimana bapak mau? Waktunya jam berapa?.
Baiklah bapak kalau begitu saya permisi dulu. Selamat pagi pak. S”.
Strategi Pelaksanaan (SP) pada pasien dengan perilaku kekerasan
Nama Mahasiswa : Abdurahim NPM: 12144011002

Nama klien: Tn.S Hari interaksi: II


No.RM: 01.34.48 Hari/tanggal: 19 Mei 2015
Ruang: Akasia SP: SP 1

1. Proses pengkajian keperawatan


DS: -Klien mengatakan, klien ingin mengamuk, memecahkan barang- barang.
-klien merasa jengkel bila ada yang mengganggunya.
-klien mengatakan marah bila ada orang yang dekat-dekat dengannya.
DO:
-Klien tampak tertekan dengan keadaanya, walaupun saat sekarang klien
tampak tenang tetapi emosi klien cepat kadang-kadang cepat berubah.
-Kadang-kadang klien memelototkan matamya.
-Klien tampak mengepalkan tangan dan kadang rahangnya mengatup.
-Nada suara klien lemah.
-Kontak mata kurang.
A.Diagnosa keperawatan: Resiko perilaku kekerasan
B. Tujuan: Klien dapat membina hubungan saling percaya
Mengidentifikasi penyebab,tanda dan gejala dan cara
mengontrol secara fisik I.
C. tindkaan keperawatan: Membina hubungan saling percaya, identifikasi
penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan,
perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara
mengontrol secara fisik I.

2. proses pelaksanaan tindakan

ORIENTASI:
“selamat pagi bapak S, masih ingat dengan saya: “iya, bapak Abdul kan. Bagus bapak
masih ingat.
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di ruang
ini saja?”
KERJA:
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, apakah ada penyebab
lain yang membuat bapak marah”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau masalah
uang apa yang bapak rasakan?” (tunggu respons pasien)
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah, membanting pintu
dan memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress bapak hilang? Iya, tentu
tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi takut barang-barang pecah.
Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri, lalu
tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui
mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan,
dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa
melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?”
”Iya jadi penyebab bapak marah karna tak diberi uang untuk membeli rokok dan yang
bapak rasakan? “menjadi marah” .Yang bapak lakukan? “mengamuk”serta akibatnya?
“orang menjadi takut dan menjauhi”
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa yang
bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas
dalamnya ya pak S. „Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak
mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau besok kita ketemu lagi? kita latihan cara yang sama dengan hari
ini? mencegah/mengontrol marah. Tempatnya dimana? Waktunya jam berapa?, baikalah
bapak S, saya permisi dulu
Strategi Pelaksanaan (SP) pada Pasien dengan Perilaku Kekerasan
Nama mahasiswa: Abdurahim NPM: 12144011002

Nama klien: Tn.S Hari interaksi: III


No.RM: 01.34.48 Tanggal: 20 Mei 2015
Ruang: Akasia SP: I
1. Proses pengkajian keperawatan
A.Diagnosa keperawatan: Perilaku kekerasan
DS:
-klien mengatakan tifak marah lagi terhadap orang sekitarnya.
-klien mengatakanmerasa jengkel bila ada teman seruangan yang
mengganggunya.
DO:
-Klien tampak tegang.
-Mata klien tidak melotot lagi seperti kemarin.
-Klien tidak mengepalkan tangan dan matanya tidak melotot lagi.
-Nada suara klien lemah.
-Kontak mata ada.
B. Tujuan: Pertahankan hubungan saling percaya
Mengidentifikasi penyebab,tanda dan gejala dan cara mengontrol secara fisik
I.
C. tindkaan keperawatan: Mempertahankan hubungan saling percaya,
identifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan,
perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara
fisik I.
2. proses pelaksanaan tindakan

ORIENTASI:
“Selamat pagi pak, kita hari ini bertemu kembali, sesuai dengan janji kita kemarin”.
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 15 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di ruang
ini saja?”
KERJA:
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, apakah ada penyebab
lain yang membuat bapak marah”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau masalah
uang apa yang bapak rasakan?” (tunggu respons pasien)
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah, membanting pintu
dan memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress bapak hilang? Iya, tentu
tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi takut barang-barang pecah.
Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara, jadi hari ini kita belajar apa yang kita pelajari kemarin?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri, lalu
tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui
mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan,
dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa
melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa
marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”
Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?”
”Iya jadi penyebab bapak marah karna tak diberi uang untuk membeli rokok dan yang
bapak rasakan? “menjadi marah” .Yang bapak lakukan? “mengamuk”serta akibatnya?
“orang menjadi takut dan menjauhi”
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa yang
bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas
dalamnya ya pak S. „Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari
bapak mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau besok kita ketemu lagi? kita latihan cara yang sama dengan hari
ini? mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak, maunya jam berapa?
Baiklah bapak, saya permisi dulu”.
Strategi Pelaksanaan (SP) pada Pasien dengan Perilaku Kekerasan
Nama mahasiswa : Abdurahim NPM: 12144011002

Nama klien: Tn.S Hari interaksi: IV


No.RM: 01.34.48 Tanggal: 21 Mei 2015
Ruang: Akasia SP: I
1. Proses pengkajian keperawatan
A.Diagnosa keperawatan: Perilaku kekerasan
DS:
- Klien mengatakan tidak marah lagi terhadap orang sekitarnya.
- Klien mengatakan dapat mengontrol marahnya.
DO:
- Klien tampak berminat melakukan latihan.
- Klien tampak tenang.
- Klien tampak tidak menu ndukan kepalanya saat diwawancara.
B. Tujuan: Pertahankan hubungan saling percaya
Mengidentifikasi penyebab,tanda dan gejala dan klien dapat melakukan
cara mengontrol secara fisik I secara mandiri.
C. Tindkaan keperawatan: Mempertahankan hubungan saling percaya,
identifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan,
perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol marah
dengan cara fisik I secara mandiri.

2. proses pelaksanaan tindakan

ORIENTASI:
“Selamat pagi pak, kita hari ini bertemu kembali, sesuai dengan janji kita kemarin”.
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 15 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di ruang
ini saja?”
KERJA:“Apa yang menyebabkan bapak marah? Apakah sebelumnya bapak pernah
marah? Terus, penyebabnya apa?Samakah dengan yang sekarang?
O..iya, apakah ada penyebab lain yang membuat bapak marah”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau masalah
uang apa yang bapak rasakan?” (tunggu respons pasien)
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah, membanting pintu
dan memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress bapak hilang? Iya, tentu
tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi takut barang-barang pecah.
Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara, jadi apa bisa bapak bisa melakukan apa yang kita pel;ajari kemarin?
“ iya bisa”.
“ Caranya kalau tanda-tanda marah tadi sudah dirasakan maka langsung berdiri, lalu tarik
napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut
seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, tahan, dan tiup
melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa melakukannya secara
mandiri. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa
marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”
Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak S setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?”
”Iya jadi penyebab bapak marah karna tak diberi uang untuk membeli rokok dan yang
bapak rasakan? “menjadi marah” .Yang bapak lakukan? “mengamuk”serta akibatnya?
“orang menjadi takut dan menjauhi”
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa yang
bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas
dalamnya ya pak S. „Sekarang kita masukan dalam jadual latihannya ya pak.”
”Baik, bagaimana kalau besok kita ketemu lagi? Bapak sudah bisa mengontrol marah
dengan cara fisik I secara mandiri. Bagaimana kalau besok kita melanjutkan dengan cara
fisik yg ke 2 yaiitu memukul bantal dan kasur?. “ Iya mau”.Tempatnya dimana bapak
mau? “disini saja” waktunya jam berapa? “Jam 10”. Baiklah bapak. Kalau begitu saya
permisi dulu.
Strategi Pelaksanaan (SP) pada Pasien dengan Perilaku Kekerasan
Nama mahasiswa : Abdurahim NPM: 12144011002

Nama klien: Tn.S Hari interaksi: V


No.RM: 01.34.48 Hari/tanggal: 22 Mei 2015
Ruang: : Akasia SP: II

1. Proses pengkajian keperawatan


A.Diagnosa keperawatan: Perilaku kekerasan
DS:
- Klien mengatakan tidak marah lagi terhadap orang sekitarnya.
- Klien mengatakan dapat mengontrol marahnya.
DO:
- Klien tampak berminat melakukan latihan.
- Klien tampak tenang.
-Klien tampak tidak menu ndukan kepalanya saat diwawancara.
B. Tujuan: Klien dapat membina hubungan saling percaya
Mengidentifikasi penyebab,tanda dan gejala dan cara mengontrol secara fisik I.

C. tindkaan keperawatan: - Evaluasi latihan nafas dalam.


- Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal.
-Susun jadwal kegiatan harian cara kedua.

2. proses pelaksanaan tindakan

- ORIENTASI

- “Selamat pagi pak, sesuai dengan janji kita kemarin kita bertemu kembali”
- Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?
- “Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik
untuk cara yang kedua”
- “Sesuai janji kita tadi kemrin kita akan berbincang-bincang sekitar 20 menit dan
tempatnya disini saja, bagaimana bapak S, setuju? “ Iya”.
- KERJA
- “Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-
debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal
- “Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau
nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan
tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan
bantal. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”.
- “Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal”.
- ”Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian
jangan lupa merapikan tempat tidurnya”
- TERMINASI
- Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
- Ada beberapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi? “Tarik napas dalam
dan pukul kasur dan bantal”. “bagus, bapak bisa menyebutkannya.
- Mari kita masukan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur dan bantal
mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 07.00 pagi dan
jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara
tadi ya pak S. Sekarang kita buat jadual ya pak. Mau berapa kali latihan memukul kasur
dan bantal serta tarik napas dalam ini?”
- “Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar
bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa dan
istirahat ya pak”
Strategi Pelaksanaan (SP) pada Pasien dengan Perilaku Kekerasan
Nama mahasiswa : Abdurahim NPM: 12144011002

Nama klien: Tn.S Hari interaksi: VI


No.RM: 01.34.48 Hari/tanggal: 23 Mei 2015
Ruang: Akasia SP: II

3. Proses pengkajian keperawatan


A.Diagnosa keperawatan: Perilaku kekerasan
DS:
- Klien mengatakan tidak marah lagi terhadap orang sekitarnya.
- Klien mengatakan dapat mengontrol marahnya.
DO:
- Klien tampak berminat melakukan latihan.
- Klien tampak tenang.
-Klien tampak tidak menu ndukan kepalanya saat diwawancara.
B. Tujuan: Klien dapat membina hubungan saling percaya
Mengidentifikasi penyebab,tanda dan gejala dan cara mengontrol secara fisik I.

C. tindkaan keperawatan: - Evaluasi latihan nafas dalam.


- Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal.
-Susun jadwal kegiatan harian cara kedua.

4. proses pelaksanaan tindakan

- ORIENTASI

- “Selamat pagi pak, sesuai dengan janji kita kemarin kita bertemu kembali”
- Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?
- “Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik
untuk cara yang kedua”
- “Sesuai janji kita tadi kemrin kita akan berbincang-bincang sekitar 20 menit dan
tempatnya disini saja, bagaimana bapak S, setuju? “ Iya”.
- KERJA
- “Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-
debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal
- “Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau
nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan
tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan
bantal. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”.
- “Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal”.
- ”Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian
jangan lupa merapikan tempat tidurnya”
- TERMINASI
- Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
- Ada beberapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi? “Tarik napas dalam
dan pukul kasur dan bantal”. “bagus, bapak bisa menyebutkannya.
- Mari kita masukan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur dan bantal
mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 07.00 pagi dan
jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara
tadi ya pak S. Sekarang kita buat jadual ya pak. Mau berapa kali latihan memukul kasur
dan bantal serta tarik napas dalam ini?”
- “Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar
bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa dan
istirahat ya pak”
Strategi Pelaksanaan (SP) pada Pasien dengan Perilaku Kekerasan
Nama mahasiswa : Abdurahim NPM: 12144011002

Nama klien: Tn.S Hari interaksi: VII


No.RM: 01.34.48 Hari/tanggal: 25 Mei 2015
Ruang: Akasia SP: II

1. Proses pengkajian keperawatan


A.Diagnosa keperawatan: Perilaku kekerasan
DS:
- Klien mengatakan tidak marah lagi terhadap orang sekitarnya.
- Klien mengatakan dapat mengontrol marahnya.
DO:
- Klien tampak berminat melakukan latihan.
- Klien sudah dapat mengenal cara mengontrol marah dengan cara fisik 1
dan 2.
- Klien tampak tidak menu ndukan kepalanya saat diwawancara.

B. Tujuan: Klien dapat membina hubungan saling percaya


Mengidentifikasi penyebab,tanda dan gejala dan cara mengontrol secara fisik I.

C. tindkaan keperawatan: - Evaluasi latihan nafas dalam.


- Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal.
-Susun jadwal kegiatan harian cara kedua.

2. proses pelaksanaan tindakan

- ORIENTASI
- “Selamat pagi pak, sesuai dengan janji kita kemarin kita bertemu kembali”
- ”Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?
- “Baik bapak S, masih ingat tidak cara mengontrol marah dengan cara fisik 1 dan 2? “iya
ingat” . bagaimana caranya? “tarik napas dalam dan pukul kasur dan bantal? “ bagus
bapak”.
- “Sesuai janji kita kemarin kita akan berbincang-bincang sekitar 15 menit dan tempatnya
disini saja, bagaimana bapak S, setuju? “ Iaya”.
- KERJA
- “Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-
debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal
- “Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak?. Coba
bapak S sebutkan tentang cara fisik yang kedua. “ iya bisa”. Coba bapak lakukan?” “
baik”. Jadi kalau nanti kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan
kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Dengan menyalurkan kemarahan
kekasur atau bantal dan tidak lupa untuk merapikannya setelah marahnya hilang. Ya,
bagus sekali bapak dapat melakukannya secara mandiri”. “Kekesalan lampiaskan ke
kasur atau bantal”.
- ”Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian
jangan lupa merapikan tempat tidurnya”
- TERMINASI
- Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
- Ada beberapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi? “Tarik napas dalam
dan pukul kasur dan bantal”. “bagus, bapak bisa menyebutkannya.
- Mari kita masukan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur dan bantal
mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 07.00 pagi dan
jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi
ya pak S. Sekarang kita buat jadual ya pak. Mau berapa kali latihan memukul kasur dan
bantal serta tarik napas dalam ini?”.
- “Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar
bicara yang baik. Mau jam berapa pak S? “Baik” kalau begitu saya permisi dulu ya pak”.
RIWAYAT HIDUP

Nama : Abdurahim

Tempat Tanggal Lahir : Tabatan Baru, 03 Agustus 1993

Alamat : Desa Tabatan Baru, Kec. Kuripan, Kab.


Barito Kuala

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Nama Orang Tua : H. Norarifin (Ayah)

Hj. Arbayah (Ibu)

Nama Saudara Kandung : Norlaila, Salamah, Muhammad Yani,


Rabiatu Adawiyah, Dessy

PENDIDIKAN

1. Alumni Sekolah Dasar Negeri Tabatan Baru


2. Alumsi Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kuripan
3. Alumni Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kuriapan
4. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin Program Studi
D.3 Keperawatan Reguler

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Anda mungkin juga menyukai