Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

TN.T DENGAN DIAGNOSA MEDIS EFUSI PLEURA DAN


KEBUTUHAN DASAR MANUSIA NYERI DI RUANG
GARDENIA RSUD DR. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Disusun oleh :

Nama : Jekly Lukman Warihani


NIM : 2018.C.10a.0938

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN
T.A 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :

Nama : Jekly Lukman Warihani

NIM : 2018.C.10a.0938

Program Studi : S-1 Keperawatan

Judul : Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada Tn.T


dengan diagnosa medis Efusi Pleura dan kebutuhan dasar
manusia nyeri di ruang Gardenia RSUD dr.Doris Sylvanus
Palangka Raya.

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra-klinik Keperawatan 1 Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Nia Pristina,S.Kep.Ners. Erika Sihombing, S.Kep, Ners


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya untuk dapat menyelesaikan Laporan
pendahuluan dan asuhan keperawatan pada Tn.T dengan diagnosa medis Efusi
Pleura dan Kebutuhan Dasar Manusia Nyeri di ruang Gardenia RSUD dr.Doris
Sylvanus Palangka Raya dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Saya berharap laporan pendahuluan penyakit ini dapat berguna dan menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyakit Efusi Pleura.

Menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan pendahuluan penyakit ini


terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna oleh sebab itu berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan pendahuluan. Semoga laporan
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-katayang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan

Palangka Raya, 16 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i


KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum .............................................................. 2
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................. 3
1.4.1 Untuk Mahasiswa.......................................................... 3
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga............................................. 3
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)............. 3
1.4.4 Untuk IPTEK................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit..................................................................... 4
2.1.1 Definisi ......................................................................... 4
2.1.2 Anatomi fisiologi .......................................................... 4
2.1.3 Etiologi ......................................................................... 7
2.1.4 Klasifikasi ..................................................................... 8
2.1.5 Patofisiologi ................................................................. 9
2.1.6 Manisfestasi Klinis ....................................................... 12
2.1.7 Komplikasi ................................................................... 13
2.1.8 Pemeriksa Penunjang ................................................... 13
2.1.9 Penatalaksanaan Medis ................................................ 14
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar manusia ........................................ 16
2.2.1 Definisi ......................................................................... 16
2.2.2 Etiologi ......................................................................... 16
2.2.3 Klasifikasi ..................................................................... 17
2.2.4 Patofisiologi ................................................................. 18

iii
2.2.5 Manisfestasi Klinis ....................................................... 18
2.2.6 Komplikasi ................................................................... 18
2.2.7 Pemeriksa Penunjang ................................................... 19
2.2.8 Penatalaksanaan Medis ................................................ 21
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan ......................................... 22
2.3.1 Pengkajian Keperawatan .............................................. 22
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................. 25
2.3.3 Intervensi Keperawatan ................................................ 25
2.3.4 Implementasi Keperawatan .......................................... 31
2.3.5 Evaluasi keperawatan ................................................... 31
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian .............................................................................. 32
3.1.1. Identitas Klien .............................................................. 32
3.1.2. Riwayat Kesehatan/Perawatan ..................................... 32
3.1.3. Pemeriksaan Fisik ........................................................ 33
3.2 Tabel Analisa Data.................................................................. 40
3.3 Rencana Keperawatan ........................................................... 43
3.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan ............................. 46
DAFTAR PUSTAKA
SOP (Standard Operating Procedure)

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan


dalam pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorsi di kapiler dan pleura viselaris.
Distribusi efusi pleura menurut studi populasi terjadi peningkatan di
sebagianbesar industri negara. Seperti di Amerika Serikat terkait empiema
tingkatrawat inap dari 2,2 per 100.000 pada tahun 1997 hingga 3,7 per 100.000
anak pada tahun 2006. Menurut sebuah penelitian pada populasi Spanyol,
kejadian efusi pleura pada anak dari usia 5 tahun meningkat dari 1,7 per 100.000
pada 1999 menjadi 8,5 per 100.000 pada tahun 2004 (Afsharpaiman, 2016).
Di Negara berkembang termasuk Indonesia, efusi pleura paling sering
terjadi dikarenakan oleh penyakit Tuberkolusis. Sedangkan di Dunia ada sekitar
9,6 juta kasus Tuberkolusis, 5,4 juta diantaranya terjadi pada pria dan 3,2 juta
terjadi pada wanita dan 1 juta terjadi pada anak-anak. Insidensinya secara
internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta populasi tiap tahun.
Di Amerika, dijumpai 1,5 juta kasus efusi pleura setiap tahunnya (Sahn, 2008 &
World Health Organization, 2014).
Efusi pleura yang sering terjadi pada seseorang memiliki tanda dan gejala
seperti sesak nafas, batuk kering, dan nyeri dada. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan bunyi redup saat dilakukan perkusi, berkurangnya taktil vokal fremitus
saat dilakukan palpasi, dan penurunan bunyi napas pada auskultasi paru. Kasus
Efusi Pleura mencapai 2,7% dari penyakit infeksi saluran napas lainya. Tingginya
angka kejadian Efusi Pleura disebabkan oleh lingkungan yang tidak bersih,
sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi
yang menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan (Karkhanis, 2012 & Depkes RI, 2006).

1
Penanganan efusi pleura berfokus pada pemenuhan kebutuhan oksigenasi
yang maksimum. Oksigenasi yang maksimum difokuskan untuk mencapai
pertukaran gas yang adekuat, ventilasi yang adekuat, dan perfusi jaringan yang

2
2

adekuat. Modalitas yang digunakan pada kondisi efusi pleura yaitu nebulizer
untuk mengencerkan sputum. Selain itu nebulizer juga bertujuan untuk
memperlancar jalan napas. Latihan batuk efektif untuk membersihkan sekresi dari
saluran napas. Segmental breathing exercises dapat diberikan untuk meningkatkan
ekspansi sangkar thoraks, teknik-teknik yang digunakan dengan segmental
breathing exercises dapat menimbulkan penurunan tekanan intrapleura local
((Dugdale,2014 & Solomen, 2015).
Berdasarkan latar belakang diatas, mahasiswa dapat menyimpulkan bahwa
efusi pleura adalah penyakit yang dapat menyerang sistem pernapas dan
menimbulkan komplikasi penyakit lainnya. Dengan kesimpulan tersebut,
mahasiswa dapat melengkapi asuhan keperawatan pada pasien kelolaan di ruang
Gardenia khususnya pada Tn. T dengan diagnosa medis Efusi Pleura.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka mahasiswa mengambil rumusan
masalah bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan dan kebutuhan dasar
manusia nyeri pada pasien, khususnya pada Tn. T dengan diagnosa medis Efusi
Pleura dan kebutuhan dasar manusia nyeri di ruang Gardenia RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan umum
Agar penulis mampu berpikir secara logis dan ilmiah dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien Efusi Pleura dengan menggunakan pendekatan
manajemen keperawatan secara benar, tepat dan sesuai dengan standard
keperawatan secara professional.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Asuhan Keperawatan pada Tn. T dengan
diagnosa medis efusi pleura dan kebutuhan dasar manusia nyeri.
1.3.2.2 Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan diagnosa
medis efusi pleura
3

1.3.2.3 Mahasiswa dapat menganalisa kasus dan merumuskan masalah


keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis efusi pleura.
1.3.2.4 Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan yang mencakup
intervensi pada pasien dengan diagnosa medis efusi pleura.
1.3.2.5 Mahasiswa dapat melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Efusi Pleura.
1.3.2.6 Mahasiswa dapat mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien dengan diagnosa medis efusi pleura.

1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Memberikan pengalaman yang nyata tentang asuhan keperawatan dan
kebutuhan dasar manusia nyeri khususnya pada Tn.T dengan diagnosa
medis Efusi Pleura.
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarganya
Pasien dan keluarga mengerti cara perawatan dan menghindari
penyebab pada penyakit secara benar dan bisa melakukan perawatan
dirumah dengan mandiri.
1.4.3 Untuk Institusi
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dan peningkatan mutu
pendidikan dimasa yang akan datang.
1.4.4 Untuk IPTEK
Dapat digunakan sebagai kunci untuk membangun kekuatan daya
saing yang bernilai tambah dan memberikan keunggulan kompetitif pada
masa yang akan datang.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Efusi Pleura


2.1.1 Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Amin Huda,
2015)
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga pleura
yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya (Muralitharan, 2015)
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam
rongga pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi di kapiler dan pleura viseralis
(Muttaqin, 2012).
Efusi pleura adalah suatu gangguan pada pernapasan akibat dari adanya
penumpukan cairan pada rongga pleura (Jekly Lukman, 2020).

2.1.2 Anatomi Fisiologi


2.1.2.1 Anatomi
Pengertian Pernafasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. 

Gambar 1. Sistem pernapasan.

4
Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Pernafasan paru-paru Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi
pada

5
5

paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna oksigen diambil melalui
mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke
alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari
darah , O2 menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari
jantung dipompakan ke seluruh tubuh. 

2.1.2.1.1 Guna pernafasan


2.1.2.1.1.1 Mengambil O2 yang kemudian dibawa oleh darah ke seluruh tubuh (sel-selnya)
untuk mengadakan pembakaran.
2.1.2.1.1.2 Mengeluarkan CO2 yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian dibawa
oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh).
2.1.2.1.1.3 Menghangatkan dan melembabkan udara. Pernafasan dalam keadaan normal
Orang dewasa : 16 – 18 x/mnt Anak-Anak kira-kira : 24 x/ mnt Bayi kira-kira : 30
x/ mnt
2.1.2.1.2 Organ-organ pernafasan
2.1.2.1.2.1 Organ saluran pernafasan atas 
Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai 2 lubang,
dipisahkan oleh sekat hidung (septum oli) di dalamnya terdapat bulu-bulu yang
berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran-kotoran yang masuk ke dalam
lubang hidung.
Faring Merupakan tempat persimpangan antara janan nafas dan jalan
makanan. Terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang ronga hidung dan
mulut sebelah depan rusa tulang leher.
Faring dibagi tiga bagian :
2.1.2.1.2.1.1 Bagian atas yang sama tingginya dengan koana yang disebut nesofaring
2.1.2.1.2.1.2 Bagian tengah yang sama tingginya denan istmus fausium disebut orofaring. 
2.1.2.1.2.1.3 Bagian bawah sekat, dinamakan langiofaring.
2.1.2.1.2.1.4 Laring merupakan saluran pendek yang menghubungkan faring dan trakea, dan
bertindak sebagai pembentukan suara.
2.1.2.1.3 Organ saluran pernafasan bawah :
Trakhea merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 s/d 20 cincin
yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda. Panjang
6

trakhea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot
polos.
Bronkhial dan alveoli Ujung distal trachea membagi menjadi bronki primer
kanan dan kiri yang terletak di dalam rongga dada.
Fungsi percabangan bronkial untuk memberikan saluran bagi udara antara
trakea dan alveoli. Alveoli berjumlah 300-500 juta di dalam paru-
paru, fungsinya adalah sebagai satu-satunya tempat pertukaran gas antara
lingkungan eksternal dan aliran darah.
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung (gelembung hawa-alveoli). Gelembung-gelembung alveolir
ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Banyaknya gelembung paru-paru ini
kurang lebih 700.000.000 buah (paru kiri dan kanan). 
2.1.2.1.4 Kapasitas paru-paru : 
2.1.2.1.4.1 Kapasitas total: Jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspiasi
sedalam-dalamnya. 
2.1.2.1.4.2 Kapasitas vital: Jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal.
2.1.2.1.4.3 Toraks : Rongga toraks terdiri dari rongga pleura kanan dan kiri dan bagian
tengah yang disebut mediastinum. Toraks mempunyai peranan penting dalam
pernafasan, karena bentuk elips dari tulang rusuk dan sudut perlekatannya tulang
belakang. Perubahan dalam ukuran toraks inilah yang memungkinkan terjadinya
proses inspirasi dan ekspirasi. 
2.1.2.1.5 Bagian paru-paru :
2.1.2.1.5.1 Pleura adalah bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membran halus, licin
atau pleura.
2.1.2.1.5.2 Mediastinum adalah bagian dinding yang membagi rongga toraks menjadi 2
bagian
2.1.2.1.5.3 Lobus adalah bagian paru-paru dibagi menjadi lobus kiri terdiri atas lobus bawah
dan atas tengah dan bawah
2.1.2.1.5.4 Bronkus dan bronkiolus terdapat beberapa divisi bronkus di dalam setiap lobus
paru. Brokiolus adalah percabangan dari bronkus
2.1.2.1.5.5 Alveoli paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli yang tersusun dalam kloster
antara 15-20 alveoli
7

2.1.2.2 Fisiologi
Pernafasan Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks,
yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.

Gambar 2. Paru-paru.
Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan menurunkan
kapasitas dada. Inspirasi adalah ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk
melalui trakea. Ekspirasi adalah ketika dinding dada dan diafragma kembali ke
ukurannya semula.

2.1.3 Etiologi
Efusi pleura memiliki banyak penyebab yaitu, hambatan resorbsi cairan dari
rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit
ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava
superior.
Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,
pneumonia,virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga
pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia
80% karena tuberculosis. Penyebab lain dari efusi pleura adalah:
2.1.3.1 Gagal jantung kongestif
Congestive heart failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah kondisi di
mana jantung tidak dapat memompa darah yang cukup ke seluruh tubuh. Hal ini
dapat menyebabkan terganggunya proses pembentukan dan penyerapan cairan pada
pleura. Gejala-gejala efusi pleura yang muncul akibat gagal jantung kongestif adalah
batuk-batuk, napas pendek, mudah kelelahan, dan pembengkakan.
2.1.3.2 Sirosis
8

Salah satu penyakit seperti sirosis bisa menjeadi penyebab efusi pleura yang
ditandai dengan cairan menumpuk di dalam tubuh dan bocor ke dada.
2.1.3.3 Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi yang menyerang salah satu atau kedua bagian paru-
paru. Kondisi ini dapat menyebabkan cairan berkumpul di pleura. Gejala-gejala
pleura yang berkaitan dengan pneumonia adalah nyeri dada saat batuk atau bernapas,
kelelahan, kebingungan, mual, demam, tubuh menggigil, dan sulit bernapas.
2.1.3.4 Tuberculosis
Penyakit TBC dapat menimbulkan gejala-gejala efusi pleura seperti
berkeringat di malam hari, batuk darah, dan kehilangan berat badan.
2.1.3.5 Emboli paru
Emboli paru adalah salah satu penyebab efusi pleura yang paling banyak
ditemukan. Hal ini dipicu oleh meningkatnya cairan interstitial di paru-paru sebagai
akibat dari iskemia atau pelepasan sitokin vasoaktif. Gejala yang umumnya terasa
adalah nyeri di bagian dada, napas pendek, rasa sesak di dada, batuk, dan demam.
2.1.3.6 Tumor
Terjadinya tumor diakibatkan oleh penumpukan cairan di antara dua
lapisan pleura.
2.1.3.7 Cidera di dada
Di antara pleura yang melapisi paru-paru dan dinding dada, terdapat rongga
pleura. Secara normal, terdapat sedikit cairan dalam rongga ini yang berfungsi
sebagai pelumas antara kedua pleura saat pergerakan paru-paru ketika bernapas.
2.1.3.8 Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin klorpromazin,
nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin).
2.1.3.9 Pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.

2.1.4 Klasifikasi
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu :
2.1.4.1 Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak
terkena penyakit.akumulasi cairan di sebabkan oleh faktor sistemik yang
mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura.
9

2.1.4.2 Efusi pleura eksudat


Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang
rusak dan masuk kedalam paru terdekat (Morton, 2012).

2.1.5 Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan
pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang
merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini
merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu
sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya
di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura
parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan
diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system
kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura
viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah
cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan
absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o
dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat
terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru .
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa masuk
melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan
timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti
dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada
saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan
meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura
yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan
kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu
berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah
10

bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml
cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah
sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit
mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri
tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan
fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan meningkat, pergerakan
dada asimetris, dada yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal
– hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi
tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.
11

Woc efusi Pleura

TB Paru Pneumonia Gagal Jantung Sirosis Hati Tumor

Efusi Pleura

B B B B B B
11 2 3 4 5 6

PaO2 Menurun Penurunan Peningkatan Sindrom nefrotik asites Penekanan Adanya sesak nafas,
atau meningkat suplai O2 ke konsentrasi cairan di pada sirosis hepatik abdomen tindakan invasif

Produksi Hipoksia Tekanan hidrostatik Hipoalbunemia Konstipasi mual Koping individu tidak
sekret muntah efektif, ketidaktahuan
Tekanan Osmosis
meningkat
Pusing, disorientasi, Tekanan keloid osmotik
keringat dingin kapiler pulmonal Nafsu makan - Intoleransi
Sesak nafas
Difusi Menurun menurun aktivitas
- Defisit
Gg. Perfusi keperawatan diri
- Bersihan jalan Cairan berpindah
jaringan otak Akumulasi cairan di pleura Defisit nutrisi - Gg. Pola tidur
nafas tidak keluar kapiler
efektif
- Pola nafas tidak
Cairan menekan saraf
efektif Resiko ketidakseimbangan
- Gg. Pertukaran cairan
gas
Nyeri
12

2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda & Gejala)


2.1.6.1 Tidak enak badan
2.1.6.2 Demam
2.1.6.3 Nafas pendek
2.1.6.4 Takipnea
2.1.6.5 Perkusi : pekak
2.1.6.6 Dispneu bervariasi
2.1.6.7 Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura
2.1.6.8 Trachea menjauhi sisi yang mengalami efusi
2.1.6.9 Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)
2.1.6.10 Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena efusi
2.1.6.11 Perkusi meredup diatas efusi pleura
2.1.6.12 Egofoni diatas paru-paru yang tertekan dekat efusi
2.1.6.13 Suara nafas berkurang diatas efusi pleura
2.1.6.14 Fremitus vokal dan dada berkurang
2.1.6.15 Bunyi pendek dan lemah diarea yang mengalami efusi
2.1.6.16 Nyeri dada pada pleuritis (biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika
penderita batuk atau bernafas dalam).

Ada beberapa manifestasi klinis lainnya secara umum yang terjadi pada penderita
penyakit efusi pleura yaitu:
2.1.6.1 Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak
napas.
2.1.6.2 Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak
keringat, batuk, banyak riak.
2.1.6.3 Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
13

2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan
terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut
dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat
pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.

2.1.7.2 Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh
penekanan akibat efusi pleura.
2.1.7.3 Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam
jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan
suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan
jaringan fibrosis.
2.1.7.4 Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada
sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
2.1.7.5 Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang mengelilinginya
(rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari paru-paru dan
menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga pleura.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


2.1.8.1 Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2.1.8.2 CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
14

2.1.8.3 USG dada


USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
2.1.8.4 Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis
(pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke
dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
2.1.8.5 Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan
biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar
20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari
efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Tujuan penatalaksanaan medis adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk
mencegah penumpukan kembali cairan dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta
dispneu. Berikut beberapa penatalaksanaan untuk klien dengan efusi pleura yaitu :
2.1.9.1 Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna
keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
2.1.9.2 Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari
tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan
elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan
pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase
water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan
paru.
2.1.9.3 Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang
pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih
lanjut.
2.1.9.4 Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada,
bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
15

Terapi yang di berikan adalah :


2.1.9.1 Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.Jika nanahnya
sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah
lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa
dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk
memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).
2.1.9.2 Pengaliran cairan dan pemberian obat antitumor kadang mencegah terjadinya
pengumpulan cairan lebih lanjut.
2.1.9.3 Jika pengumpulan cairan terus berlanjut, bisa dilakukan penutupan rongga pleura.
Seluruh cairan dibuang melalui sebuah selang, lalu dimasukkan bahan iritan
(misalnya larutan atau serbuk doxicycline) ke dalam rongga pleura. Bahan iritan ini
akan menyatukan kedua lapisan pleura sehingga tidak lagi terdapat ruang tempat
pengumpulan cairan tambahan.
2.1.9.4 Jika darah memasuki rongga pleura biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang.
2.1.9.5 Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan
bekuan darah (misalnya streptokinase dan streptodornase).
2.1.9.6 Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui
selang, maka perlu dilakukan tindakan pembedahan.
2.1.9.7 Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran getah
bening.
2.1.9.8 Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang
menyumbat aliran getah bening.
16

2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia


2.2.1 Definisi
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya,
dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya (Aziz Alimul, 2006).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara
aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan. Serangan
mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan
akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat akhir yang dapat diantisipasi atau di prediksi. Nyeri kronis
serangan yang tiba-tiba atau lambat dari intesitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung > 3 bulan (NANDA, 2012 & 2015).

2.2.2 Etiologi
2.2.3.1 Faktor resiko
2.2.3.2.1 Nyeri akut:
2.2.3.1.1.1 Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
2.2.3.1.1.2 Menunjukkan kerusakan
2.2.3.1.1.3 Posisi untuk mengurangi nyeri
2.2.3.1.1.4 Muka dengan ekspresi nyeri
2.2.3.1.1.5 Gangguan tidur
2.2.3.1.1.6 Respon otonom (penurunan tekanan darah, suhu, nadi)
2.2.3.1.1.7 Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, nafas panjang, mengeluh)
2.2.3.2.2 Nyeri kronis :
2.2.3.1.2.1 Perubahan berat badan
2.2.3.1.2.2 Melaporkan secara verbal dan non verbal
2.2.3.1.2.3 Menunjukkan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada diri sendiri
2.2.3.1.2.4 Kelelahan
2.2.3.1.2.5 Perubahan pola tidur
17

2.2.3.1.2.6 Takut cedera


2.2.3.1.2.7 Interaksi dengan orang lain menurun
2.2.3.2 Factor predisposisi
2.2.3.2.1 Trauma
2.2.3.2.2 Peradangan
2.2.3.2.3 Trauma psikologis
2.2.3.3 Factor presipitasi
2.2.3.3.1 Lingkungan
2.2.3.3.2 Suhu ekstrim
2.2.3.3.3 Kegiatan
2.2.3.3.4 Emosi

2.2.3 Klasifikasi

Klasifikasi nyeri dapat berdasarkan waktu, yaitu: nyeri akut dan kronis dan dapat
berdasarkan etiologi, yaitu: nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik
2.2.3.1 Nyeri Akut dan Nyeri Kronik
Nyeri akut terjadi karena adanya kerusakan jaringan yang akut dan tidak
berlangsung lama. Sedangkan nyeri kronik, tetap berlanjut walaupun lesi sudah
sembuh. Ada yang memakai batas waktu 3 bulan sebagai nyeri kronik.
Intensitas nyeri dapat dinilai salah satunya menggunakan Visual Analogue
Scale (VAS). Skala ini mudah digunakan bagi pemeriksa, efisien dan lebih mudah
dipahami oleh pasien. Klasifikasi berdasarkan intensitas nyeri yangdinilaidengan
Visual Analog Scale (VAS) adalah angka 0 berarti tidak nyeri dan angka 10 berarti
intensitas nyeri paling berat.

2.2.3.2 Nyeri Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik


Nyeri secara patofisiologi dapat dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri neuropatik.
Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia,
mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor
perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif
biasanya memberikan respon terhadap analgesik opioid atau non opioid.
18

Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan neural


pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen
sentral dan perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien
yang mengalami nyerineuropatik sering memberi respon yang kurang baik terhadap
analgesik opioid.

2.2.4 Patofisiologi
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat kimia seperti
Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut merangsang dan
merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan dihantarkan ke
hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan dipersiapkan sehingga
individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hypothalamus nyeri dapat menurunkan
stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitif pada termosensitif sehingga dapat juga
menyebabkan atau mengalami nyeri (Wahit Chayatin, N.Mubarak, 2007).

2.2.5 Manifestasi Klinis
2.2.5.1 Tanda dan gejala nyeri
2.2.5.1.1 Gangguam tidur
2.2.5.1.2 Posisi menghindari nyeri
2.2.5.1.3 Gerakan menghindari nyeri
2.2.5.1.4 Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
2.2.5.1.5 Perubahan nafsu makan
2.2.5.1.6 Tekanan darah meningkat
2.2.5.1.7 Pernafasan meningkat
2.2.5.1.8 Depresi

2.2.6 Komplikasi
2.2.6.1 Edema Pulmonal
2.2.6.2 Kejang      
2.2.6.3 Masalah Mobilisasi                                   
2.2.6.4 Hipertensi
2.2.6.5 Hipertermi
19

2.2.6.6 Gangguan pola istirahat dan tidur

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
2.2.8.1 Terapi
2.2.8.1.1 Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi
juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat dilakukan
sebagai berikut:
2.2.8.1.1.1 Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan
diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada penderita
dalam posisi tidur terlentang.
2.2.8.1.1.2 Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah
sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas
suara sonor dan redup.
2.2.8.1.1.3 Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum
berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan
karena penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai diahpragma atau
terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai
rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.

Gambar 3. Metode torakosentesis


20

2.2.8.1.1.4 Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap
aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru
secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan dalam jumlah besar secara
mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi yang
berat, dan hipotensi.
2.2.8.1.1.5 Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8.
Didapati cairan yang mungkin serosa (serothoraks), berdarah (hemothoraks), pus
(piothoraks) atau kilus (kilothoraks), nanah (empiema). Bila cairan serosa
mungkin berupa transudat (cairan putih jernih) atau eksudat (cairan kekuningan).
2.2.8.1.2 Pemasangan WSD
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks
dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan
aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut:
2.2.8.1.2.1 Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea
aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.
2.2.8.1.2.2 Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar kurang
lebih 2 cm sampai subkutis.
2.2.8.1.2.3 Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
2.2.8.1.2.4 Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai mendapatkan
pleura parietalis.
2.2.8.1.2.5 Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar
ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks.
2.2.8.1.2.6 Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat dengan
kasa dan plester.
2.2.8.1.2.7 Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang
dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang diletakkan
dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat
masuk ke dalam rongga pleura.
2.2.8.1.2.8 WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada selang,
kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang. Untuk
memastikan dilakukan foto toraks.
21

2.2.8.1.2.9 Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan paru
telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.

2.2.8.1.2 Pleurodesis
Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, merupakan
penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang digunakan adalah
sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil, adramisin,
dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan sbanyak-banyaknya, obat
sitostatika (misal; tiotepa 45 mg) diberikan selang waktu 710 hari; pemberian obat
tidak perlu pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis
obliteratif yang menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah penimbunan
kembali cairan dalam rongga tersebut.

2.2.9 Penatalaksanaan Medis


2.2.9.1 Pemberian analgesic
Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan nyeri yang
berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri.
2.2.9.2 Plasebo
Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat analgesik
seperti gula, larutan garam/normal saline, atau air. Terapi ini dapat menurunkan rasa
nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan pasien.
22

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
2.3.1.1 B1 (Breath)
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari
posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan
dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Suara perkusi redup sampai peka
tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka
akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke
medical penderita dalam posisi duduk. Pada sistEm ini terdapat nafas dangkal,
pembentukan mucus yang berlebih, sulit mengelurkan secret, meningkatnya
viskositas atau kekentalan secret. Perlu kita kaji juga jika cairan lebih dari 500cc
biasanya akan kita dapati penurunan pergerakan hemi torak yang sakit, fremitus
suara dan suara nafas melemah. Cairan yang lebih dari 1000cc dapat menyebabkan
dada cembung dan egofoni (dengan syarat cairantidak memenuhi seluruh rongga
pleura). Jika cairan lebih dari 2000cc, suara nafas melemah/menurun, mungkin
menghilang sama sekali dan mediasinum terdorong ke arah paru yang sehat.
Tetapi perlu kita ketahui bahwa cairan pleura yang kurang dari 300cc tidak member
tanda-tanda fisik yang nyata
2.3.1.2 B2 Blood
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5
pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk
menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman
dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran
ictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung
atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
23

adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.


Adakah peningkatan tekanan osmotic koloid yang menurun dalam darah misalnya
pada pasien hipoalbuminemi. Apakah terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
misalnya pada keradangan atau neoplasma, tekanan hidrostatis dipembuluh darah ke
jantung/vena pulmonalis misalnya pada kegagalan jantung kiri, tekanan negative
intra pleura.
2.3.1.3 B3 Brain
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS adalah composmentis atau somnolen atau comma. refleks
patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan. Faktor usia (sudah tua/usia anak-anak) dapat menyebabkan atelektasis
obstruksi dan kondisi tubuh dengan kesadaran menurun (pengaruh anastesi) yang
mengakibatkan kelemahan otot-otot nafas sehingga tidak dapat mengeluarkan
sumbatan pada jalan nafas atau bisa juga menghambat rangsangan batuk. Dan pada
gas-gas anastesi dan oksigen yang di absorpsi juga bisa dengan cepat akan
mempersingkat ventiasi kolateral.
2.3.1.4 B4 Bladder
Pada pemeriksaan blader perlu diperhatikan adanya retensi urinaria,
keseimbangan input dan output cairan yang seimbang. Adakah nyeri tekan atau lepas
pada blast.
2.3.1.5 B5 Bowel
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Auskultasi untuk
mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali
permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik,
adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika
urinarta, tumor)
24

2.3.1.6 B6 Bone
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua
ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan. Dan perlu
kita ketahui juga adakah gangguan tentang batas kekuatan pasian dalam melakukan
kegiatan aktivitas sehari-hari. Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna
ada tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak sianosis
akibat adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai
kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian tekstur kulit (halus-lunak-
kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjanng


2.3.1.1 Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2.3.1.2 CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
2.3.1.3 USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
2.3.1.1 Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara
sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
2.3.1.2 Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
25

2.3.1.3 Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul.
2.3.1.4 Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di
konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat
diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml,
sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura
sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut
costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya
harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut
thorakosentesis.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


2.3.2.1 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d adanya sekret (D.0001)
2.3.2.2 Nyeri b.d peningkatan konsentrasi cairan di pleura (D.0077)
2.3.2.3 Gangguan pola tidur b.d ketidaktahuan (D.0055)
2.3.2.4 Gangguan pertukaran gas b.d efusi pleura (D.0003)
2.3.2.5 Pola napas tidak efektif b.d nyeri, ansietas, posisi tubuh, kelelahan dan hiperventilasi
(D.0005)
2.3.2.6 Hipertermia b.d pengeluaran endrogen dan pirogen ditandai dengan demam (D.0130)
2.3.2.7 Resiko infeksi b.d tindakan infasif pemasangan WSD (D.0142)

2.3.3 Intervensi Keperawatan

2.3.3.1 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d adanya sekret

Tujuan : Jalan nafas efektif


Kriteria hasil : Klien bisa melakukan batuk efektif, suara nafas vesikuler dan tidak
ada suara nafas tambahan, secret hilang, RR : 18 x/Menit
Rencana tindakan :
a. Identifikasi kemampuan batuk
Rasional : Mengetahui kemampuan klien untuk melakukan batuk efektif
b. Monitor bunyi napas tambahan
26

Rasional : Suara nafas abnormal.


c. Monitor sputum
Rasional : Sputum dapat berrubah sesuai penyebab penyakitnya
d. Monitor ttv trutama frekuensi napas
Rasional : Frekuensi pernapasan dapat menunjukkan kemampuan pasien dalam
upaya bernapas
e. Atur posisi semi-fowler
Rasional : Memudahkan udara masuk
f. Berikan minum air hangat
Rasional : Peningkatan cairan oral dapat membantu daalam mengencerkan sekret
g. Berikan oksigen, jika perlu
Rasional : Memberikan napas tambahan
h. Ajarkan batuk efektif
Rasional : Dapat memudahkan pengeluaran sekret
i. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efetif
Rasional : Pengumpulan sekresi dapat mengganggu jalannya pernapasan
j. Kolaborasi pemberian obat, mukolitik atau ekspektoran
Rasional : Untuk membantu menangani batuk yang dialami klien

2.3.3.2 Nyeri berhubungan dengan peningkatan konsentrasi cairan di pleura

Tujuan: Mengatasi nyeri


Kriteria : Tidak terjadi nyeri, Nafsu makan menjadi normal, ekspresi wajah rileks,
dan suhu tubuh normal.
Rencana keperawatan :
a. Identifikasi respon nyeri non verbal
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan oleh klien
b. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Rasinal : Untuk mengetahui efek samping yang ditimbulkan dari pengguanaan
analgetik
c. Monitor TTV
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien
d. Berikan teknik nonfarmakologis seperti terapi musik atau aromaterapi.
27

Rasional : Membantu menurunkan persepsi respon nyeri dengan memanipulasi


adaptasi fisiologi terhadap nyeri
e. Kontrol ruangan yang dapat memperberat rasa nyeri (Mis. Suhu ruangan,
kebisingan)
Rasional : Dapat membantu dalam menghilangkan ketidaknyaman
f. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Rasional : Agar klien tau tentang nyeri yang dialaminya
g. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Rasional : Agar klien bisa melakukan secara mandiri teknik nonfarmakologis
h. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Rasional : Untuk membantu menangani masalah yang dialami klien

2.3.3.3 Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaktahuan

Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.


Kriteria hasil : Tidak mengantuk, frekuensi tidur klien 7-8 jam saat malam hari dan 2
jam saat siang hari
Rencana tindakan : 
a. Identifikasi faktor yang mengganggu tidur
Rasional : Untuk mengetahui lebih dalam penyebab gangguan tidur klien
b. Modifikasi lingkungan (mis, pencahayaan, kebisingan, suhu ruangan dan tempat
tidur).
Rasional : Agar memberikan kenyamanan pada saat klien tertidur
c. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis, pijat dan pengaturan
posisi)
Rasional : Untuk membuat klien rileks
d. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
Rasional : Agar klien tau pentingnya kecukupan tidur dalam sehari
e. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
Rasional : Agar klien terbiasa untuk tidur sesuai dengan jadwal yang sudah
ditentukan

2.3.3.4 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Efusi Pleura


28

Tujuan: gangguan pertukaran gas tidak terjadi


Kriteria : Bunyi napas jelas, AGD dalam batas normal, frekuensi napas 12-24/menit,
frekuensi nadi 60-100x/menit, tdk ada batuk, meningkatnya volume respirasi pada
spirometer insentif.
Mandiri :
a. Kaji dipsnea, bunyi nafas, ekspansi thoraks dan kelemahan
Rasional : TB paru mengakibatkan efek luas pada paru dari bagian kecil sampai
inflamasi difus yang luas, efusi pleura. Efeknya terhadap pernapasan bervariasi
dari ringan sampai depsnea, dan distress pernafasan.
b. Evaluasi perubahan tingkat perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis, dan
perubahan warna kulit, membran mukosa dan kuku.
Rasional : akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat
mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.
c. Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas, dan bantu kebutuhan perawatan diri.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen selama periode pernafassan dan dapat
menurunkan beratnya gejala.

2.3.3.5 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri, ansietas, posisi tubuh,
kelelahan dan hiperventilasi
Tujuan / Hasil Pasien (kolaboratif) :

Kriteria: Pola pernapasan yang efektif, ekspansi dada normal, dan tidak terjadi nyeri.
Mandiri :

a. Identifikasi etiologi / faktor pencetus, contoh kolaps spontan, trauma,


keganasan, infeksi, komplikasi ventilasi mekanik.
Rasional : Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang
dada yang tepat dan memilih tindakan terpeutik lain.

b. Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan / pernapasan serak,dispnea,


keluhan lapar udara terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi sebagai
akibat stress fisiologis dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok
29

c. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik. Catat


perubahan tekanan udara.
Rasional : Kesulitan bernapas dengan ventilator dan / atau peningkatan tekanan
jalan napas diduga memburuknya kondisi komplikasi (misalnya rupture spontan
dari bleb, terjadinya pneumotorak)

d. Awasi pasang-surutnya air penampung. Catat apakah perubahan menetap atau


sementara.
Rasional : Botol penampung bertindak sebagai manometer intra pleural ( ukuran
tekanan intrapleural);sehingga fluktuasi ( pasang surut ) menunjukan perbedaan
tekananantara inspirasi dan ekspirasi

e. Posisikan sistem drainase selang untuk fungsi optimal, contoh koil selang
ekstra di tempat tidur, yakinkan selang tidak terlipat atau menggantung di bawah
saluran masuknya ke wadah drainase. Alirkan akumulasi drainase bila perlu.
Rasional : Posisi tak tepat ataupengumpulan bekuan / cairan pada selang
mengubah tekanan negativyang diinginkan dan membuat evakuasi udara / cairan.
Rasional : Berguna dalammengevaluasi perbaikan kondisi / terjadinya komplikasi/
perdarahanyang memerlukan upaya intervensi.

f. Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri. Kaji kapasitas vital/pengukuran


volume tidal.
Rasional : Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi, perlu untuk kelanjutan
atau gangguan dalam terapi.

g. Ajarkan napas dalam

Rasional : Memungkinkan pernapasan terkontrol

h. Latih individu bernapas berlahan dan efektif

i. Kolaborasi

2.3.3.6 Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh secara  mendadak


ditandai dengan demam.
30

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi peningkatan suhu tubuh.
Kriteria hasil : Hipertermi/peningkatan suhu tubuh dapat teratasi dengan proses
infeksi hilang.
Intervensi :
Mandiri :
a. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Dengan mengobservasi tanda-tanda vital klien perawat dapat
mengetahui keadaan umum klien, serta dapat memantau suhu tubuh klien.
b.  Pemberian kompres hangat pada pasien
Rasional : Dengan pemberian kompres hangat dapat menurunkan demam pasieen.
c.  Berikan minum per oral
Rasional : Klien dengan hipertermi akan memproduksi keringat yang berlebih
yang dapat mengakibatkan tubuh kehilangan cairan yang banyak, sehingga
dengan memberikan minum peroral dapat menggantikan cairan yang hilang serta
menurunkan suhu tubuh.
d. Ganti pakaian yang basah oleh keringat
Rasional : Klien dengan hipertermi akan mengalami produksi keringat yang
berlebihan sehingga menyebabkan pakaian basah. Pakaian basah diganti untuk
mencegah pasien kedinginan dan untuk menjaga kebersihan serta mencegah
perkembangan jamur dan bakteri.
e.  Kolaborasi :
1) Berikan obat penurun panas, misalnya antipiretik.
Rasional : Obat tersebut digunakan untuk menurunkan demam dengan aksi
sentralnya pada hipotalamus.
2) Berikan selimut pendingin
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5-
400C pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak.

2.3.3.7 Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan infasif pemasangan WSD

Tujuan : pasien tidak mengalami infeksi


31

Kriteria Hasil :  Tidak ada tanda-tanda infeksi (dolor, kalor, tumor, rubor,  fungsio
laesa), TTV normal (TD 120/80mmHg, RR 16-24x/menit, N 60-100x/menit, suhu
36-37,50 C, Kadar leukosit 5000-10000 mm3
a. Identifikasi tanda2 terjadi infeksi
Rasional : Infeksi yang diketahui secara dini mudah diatasi sehingga tidak terjadi
perluasan infeksi
b. Anjurkan klien dan keluarga ikut menjaga kebersihan sekitar luka dan
pemasangan alat serta kebersihan lingkungan serta tekhnik mencuci tangan
sebelum tindakan.
Rasional : Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi
c. Lakukan perawatan luka pada pemasangan WSD.
Rasional : Luka yang terawat dan bersih dapat mencegah terjadinya infeksi.
d. Berikan terapi antibiotic bila diperlukan.
Rasional : Antibiotic digunkan untuk mencegah infeksi

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang
lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2011).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.
(Meirisa, 2013).
32
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Jekly Lukman Warihani


NIM : 2018.C.10a.0938
Ruang Praktek : Gardenia
Tanggal Praktek : 16 Maret 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 16 Maret 2020 & 11.00

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama : Tn. T
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SD
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Desa Batu Agung
TGL MRS : 11Maret 2020
Diagnosa Medis : Efusi Pleura
3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan batuk
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 11 Maret 2020 pasien datang ke RSUD dr. Doris Sylvanus dengan keluhan
utama batuk berdarah sejak 2 hari yang lalu. Pasien merupakan rujukan dari rumah sakit
yang ada di Sampit. Datang ke IGD dengan terapi infuse lalu pasie dipindahkan ke ruang
penyakit dalam lalu ke ruang poli paru untuk diperiksa sebelum dirawat inap di ruang
Gardenia.

32
33

3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Pasien memiliki riwayat penyakit demam dan batuk sejak 1 bulan yang lalu.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga seperti jantun, diabetes dan tumor.

GENOGRAM :

KETERANGAN:
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
= Hubungan keluarga
= Tinggal serumah
= Pasien

3.1.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum
Kesadaran klien compos mentis, ekspresi wajah sedikit meringis, bentuk badan simetris,
suasana hati cukup tenang, terpasang infuse Nacl 20 tpm dan posisi duduk tanpa baju.
2. Status Mental
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi sedikit meringis, bentuk badan simetris, suasana
hati cukup tenang, berbicara jelas, fungsi kognitif orientasi waktu pasien dapat membedakan
antara pagi, siang, malam, orientasi orang pasien dapat mengenali keluarga maupun petugas
34

kesehatan, orientasi tempat pasien mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight
baik, mekanisme pertahanan diri adaptif.
3. Tanda-tanda Vital
Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 98 x/menit,
pernapasan 20x/menit dan suhu 35.70C.
4. Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris, ada batuk berdarah sejak 2 hari yang lalu, ada sputum berwarna kuning
bercampur merah, merasakan nyeri dada, type pernafasan dada dan perut, irama pernafasan
teratur, bunyi napas bronchial dan ada suara nafas tambahan ronchi basah di paru sebelah
kanan.
Masalah Keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif dan nyeri
5. Cardiovasculer (Bleeding)
Klien tidak merasa nyeri di bagian dadanya, cappilary refill ≤2 detik, pasien tidak pucat, ada
peningkatan Vena Jugularis, Bunyi Jantung normal, S1 S2.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
6. Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E:4 (membuka mata spontan), V: 5 , M 6 (bergerak sesuai perintah) dan total
Nilai GCS: 15, kesadaran Tn. T compos menthis, pupil Tn. T isokor tidak ada kelainan,
refleks cahaya kanan dan kiri positif.
Hasil dari uji syaraf kranial, saraf kranial I (Olfaktorius): pada pemeriksaan menggunakan
minyak kayu putih dengan mata tertutup pasien mampu mengenali bau minyak kayu putih
tersebut. Saraf kranial II (Optikus): pasien mampu membaca nama perawat dengan baik pada
saat perawat meminta pasien untuk membaca namanya. Saraf kranial III (Okulomotor): pasien
dapat mengangkat kelopak matanya dengan baik. Saraf kranial IV (Troklearis): pasien dapat
menggerakkan bola matanya (pergerakan bola mata normal). Saraf kranial V (Trigeminalis):
pada saat pasien makan pasien dapat mengunyah dengan lancar. Saraf kranial VI (Abdusen):
pasien mampu menggerakan bola matanya ke kiri dan kekanan. Saraf kranial VII (Fasialis):
pasien dapat berekspresi terhadap rasa manis dan asin. Saraf kranial VIII (Auditorius): pasien
dapat menjawab dengan benar dimana suara petikan jari perawat kiri dan kanan. Saraf kranial
IX (Glosofaringeus): pasien dapat merasakan rasa asam. Saraf kranial X (Vagus): pada saat
makan pasien dapat mengontrol proses menelan. Saraf kranial XI (Assesorius): pasien dapat
35

menggerakkan leher dan bahu. Saraf kranial XII (Hipoglosus): pasien mampu mengeluarkan
lidahnya.
Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif. Ekstremitas
bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan positif; pasien dapat menyeimbangkan tubuhnya,
refleks bisep dan trisep kanan dan kiri postif dengan skala 5, refleks brakioradialis kanan dan
kiri positif dengan skala 5, refleks patela kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks akhiles
kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks babinski kanan dan kiri positif dengan skala 5.
Uji sensasi pasien di sentuh bisa merespon.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
7. Eliminasi Uri (Bladder)
Produksi urine 450ml/24 jam warna urine kuning, bau urine amoniak. Eliminasi Tn. T tidak
ada masalah atau lancar.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada masalah keperawatan
8. Eliminasi Alvi (Bowel)
Sistem pencernaan, bibir terlihat tampak baik, tidak ada lesi. Gigi terlihat lengkap dan tidak
ada karies gigi, gusi terlihat tidak ada peradangan dan perdarahan, lidah berwana merah muda
dan tidak ada peradangan, tidak ada perdarahan pada mukosa, tidak ada peradangan pada
tonsil, tidak ada keluhan nyeri pada tenggorokan saat menelan. Palpasi abdomen tidak teraba
massa dan tidak ada nyeri tekan pada abdomen. Tidak ada hemoroid pada rectum. Pasien
BAB 1x sehari warna coklat dan lembek konsistensinya.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
9. Tulang – Otot – Integumen (Bone)
Pergerakan Tn.T secara bebas dan tidak terbatas, ekstremitas atas 5/5 dan ekstremitas bawah
5/5 normal pergerakanya dan tidak ada peradangan maupun deformitas pada tulang, maupun
patah tulang.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
10. Kulit-kulit Rambut
Riwayat alergi pasien tidak pernah mengalami alergi obat, alergi makanan, alergi kosmetik.
Suhu kulit Tn.T hangat, warna kulit normal tidak ada kelainan, turgor kulit halus tidak kasar
maupun kemerahan tidak ada peradangan, jaringan parut tidak ada, tekstur rambut tidak
terlihat karena tertutup jilbab di kepala, distribusi rambut tidak terlihat karena tertutup jilbab
di kepala, bentuk kuku simetris.
36

Masalah Keperawatan: Tidak Ada


11. Sistem Penginderaan
Fungsi penglihatan normal, bola mata bergerak normal, sklera normal/putih, konjungtiva
merah muda, kornea bening. Pasien tidak memakai kecamata dan tidak keluhan nyeri pada
mata. Fungsi pendengaran baik, penciuman normal, hidung simetris, dan tidak ada polip.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
12. Leher dan Kelenjar Limfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tyroid tidak
teraba, mobilitas leher bergerak bebas tidak terbatas.
13. Sistem Reproduksi
Reproduksi tidak di kaji karena pasien menolak untuk di kaji.
Tidak ada masalah keperawatan.

3.1.4 POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit:
Pasien mengatakan ingin cepat pulang dan lekas sembuh.
2. Nutrisida Metabolisme
Tinggi badan 173 cm, berat badan sebelum sakit 55 kg, berat badan saat sakit 55 kg. IMT =

55
=18,37 (normal IMT : 18-25) Diet nasi lembek, diet rendah garam, tidak
1.73 x 1.73
kesukaran menelan atau normal.

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit


Frekuensi/hari 3x sehari 3x sehari
Porsi 1 porsi 1 porsi
Nafsu makan Baik Baik
Jenis makanan Nasi + Lauk pauk Nasi + Lauk pauk
Jenis minuman Air putih Air putih dan teh
Jumlah minuman/cc/24 jam ± 1200cc ± 4000cc
Kebiasaan makan Pagi, siang, sore Pagi, siang, sore
Keluhan/masalah Tidak Ada Merasa haus
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

3. Pola istirahat dan tidur


37

Pasien mengatakan sebelum sakit tidur pada malam hari 6-8 jam sedangkan pada siang hari 1-
2 jam. Saat sakit pasien tidur 4-6 jam pada malam hari dan siang hari hanya 30 menit.
Masalah Keperawatan: Gangguan pola tidur
4. Kognitif
Pasien dan keluarga sudah mengetahui penyakitnya setelah diberikan penjelasan dari dokter
dan tenaga medis lainnya.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
5. Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran).
Gambaran diri pasien menyukai tubuhnya secara utuh. Ideal diri pasien ingin cepat sembuh
dari penyakit yang di deritanya. Identitas diri pasien adalah seorang anak dari ibunya. Harga
diri pasien tidak merasa rendah diri dengan penyakitnya. Peran pasien sebagai seorang ibu
dari 2 anak.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
6. Aktivitas Sehari-hari
Sebelum dan sesudah sakit pasien dapat beraktivitas secara mandiri.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
7. Koping-Toleransi terhadap stress
Pasien mengatakan bila ia sedang ada masalah, Ia selalu menceritakan kepada keluarga.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
8. Nilai Pola Keyakinan
Klien beragama Islam dan tidak ada masalah dengan keyakinannya
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

3.1.5 SOSIAL – SPIRITUAL


1. Kemampuan berkomunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik.
2. Bahasa sehari-hari
Bahasa Jawa
3. Hubungan dengan keluarga
Baik dan harmonis.

4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain


38

Baik. Pasien dapat bekerja sama dengan perawat dalam pemberian tindakan keperawatan.
Hubungan dengan teman dan orang lain juga baik.
5. Orang berarti/terdekat
Keluarga.
6. Kebiasaan menggunakan waktu luang
Sebelum sakit, pasien bekerja dan meluangkan waktu untuk keluarga dan bekerja di kebun.
Sesudah sakit, pasien hanya berbaring ditempat tidur.
7. Kegiatan beribadah
Sebelum sakit, pasien selalu menjalankan ibadah yaitu sholat dan kegiatan masjid lainnya.

3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)


1. Tabel pemeriksaan laboratorium dan radiologi
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Maret 2020CS19
Glukosa - Sewaktu 113 mg/dl < 200
Ureum 38 mg/dl 4,00 – 5,50 x 10^6uL
Creatinin 0,76 mg/dl 0,7 – 1,5
HbsAg (-)/Negatif (-)/Negatif
Natrium (Na) 1.38 mmol/L 135 – 148 mmol/L
Kalium (K) 3,4 mmol/L 3,5 – 5,3 mmol/L
Calcium (Ca) 1,13 mmol/L 0,98 – 1,2 mmol/L

3.1.7 Penatalaksanaan Medis


No. Terapi Medis Dosis Rute Indikasi
1. Nacl 10 tpm IV Digunakan untuk
mengganti cairan
tubuh yang hilang.
2. Water Seal Drainage - Pemasukan jarum Untuk
yang disertai dengan mengeluarkan
selang di intercosta udara, cairan atau
ke 8 dan 9 darah dari rongga
pleura
3 Inj. Antrain 500 mg IV untuk menangani
demam dan
menangani nyeri
4 Inj. Ondansetron 8 mg IV Digunakan untuk
mencegah serta
mengobati mual
dan muntah
39

Palangka Raya, 16 Maret 2020


Mahasiswa

Jekly Lukman Warihani

ANALISIS DATA
No DATA SUBYEKTIF DAN DATA KEMUNGKINAN
MASALAH
. OBYEKTIF PENYEBAB
40

1. DS: PaO2 Menurun atau Bersihan jalan nafas


- Klien mengatakan batuk-batuk meningkat tidak efektif

DO:
- Ada batuk berdarah sejak 2 hari Produksi sekret
yang lalu meningkat
- Ada sekret berwarna kuning
bercampur merah
- Bunyi napas bronchial Sesak nafas
- Ada suara nafas tambahan ronchi
basah di paru sebelah kanan.
- RR : 20 x/menit Bersihan jalan nafas
tidak efektif

2. DS : Peningkatan konsentrasi Nyeri


- Klien mengatakan dadanya nyeri cairan di pleura
P: Perjalanan penyakit efusi pleura
Q: Klien mengatakan rasanya seperti
teriris-iris Difusi menurun
R: Di bagian dada sebelah kanan
S: Skala nyeri 4 (Nyeri sedang)
T: Frekuensi waktunya sekitar 2-3 Akumulasi cairan di
menit pleura
DO :
- Klien tampak meringis
- Klien tampak memegang dadanya Cairan menekan saraf
- Klien tampak gelisah
- TTV :
- TD : 130/80 mmHg Nyeri
- N : 98 x/menit
- S :35,70 C
41

3. DS : Adanya sesak nafas, Gangguan pola tidur


- Klien mengatakan kesulitan untuk tindakan invasif
tidur
DO :
- Klien terlihat menguap Koping individu tidak
- Terdengar suara bising kipas angin efektif, ketidaktahuan
di sebelah tempat klien tidur
- Frekuensi tidur :
Waktu tidur pasien hanya 4-6 jam Gangguan pola tidur
pada malam hari dan siang hari hanya
30 menit.
42

PRIORITAS MASALAH
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d adanya sekret d.d ada batuk berdarah sejak 2 hari
yang lalu, ada sekret berwarna kuning bercampur merah, bunyi napas bronchial, ada suara
nafas tambahan ronchi basah di paru sebelah kanan, RR : 20 x/menit.
2. Nyeri b.d peningkatan konsentrasi cairan di pleura d.d ekspresi tampak meringis, skala
nyeri 4 (sedang), klien memegang dadanya, gelisah, observasi TTV, TD : 130/80 mmHg,
N : 98x/Menit, S :35,70 C.
3. Gangguan pola tidur b.d ketidaktahuan d.d menguap, terdengar suara bising kipas angin di
sebelah tempat klien tidur, frekuensi tidur hanya 4-6 jam pada malam hari dan 30 menit
pada siang hari.
43

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. T


Ruang Rawat : Gardenia

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


1. Bersihan jalan napas tidak Setelah di lakukan perawatan 1. Identifikasi kemampuan batuk 1. Mengetahui kemampuan klien
efektif b.d adanya sekret d.d selama 1x7 jam diharapkan 2. Monitor bunyi napas tambahan untuk melakukan batuk efektif
ada batuk berdarah sejak 2 teratasi, dengan kriteria: 3. Monitor sputum 2. Suara nafas abnormal.
hari yang lalu, ada sekret
- Klien bisa melakukan batuk 4. Monitor ttv trutama frekuensi 3. Sputum dapat berrubah sesuai
berwarna kuning bercampur
merah, bunyi napas efektif napas penyebab penyakitnya
bronchial, ada suara nafas - Suara nafas vesikuler dan tidak 5. Atur posisi semi-fowler 4. Frekuensi pernapasan dapat
tambahan ronchi basah di ada suara nafas tambahan 6. Berikan minum air hangat menunjukkan kemampuan pasien
paru sebelah kanan, RR : 20 - Secret hilang 7. Berikan oksigen, jika perlu dalam upaya bernapas
x/menit. - RR : 18 x/Menit 8. Ajarkan batuk efektif 5. Memudahkan udara masuk
9. Jelaskan tujuan dan prosedur 6. Peningkatan cairan oral dapat
batuk efetif membantu daalam mengencerkan
10. Kolaborasi pemberian obat, sekret
mukolitik (8 mg/Oral) atau 7. Memberikan napas tambahan
ekspektoran (200 mg/Oral) 8. Dapat memudahkan pengeluaran
sekret
9. Pengumpulan sekresi dapat
mengganggu jalannya pernapasan
10. Untuk membantu menangani batuk
yang dialami klien
44

2. Nyeri b.d peningkatan Setelah di lakukan perawatan 1. Identifikasi respon nyeri non 1. Untuk mengetahui tingkat
konsentrasi cairan di pleura selama 1x7 jam diharapkan verbal ketidaknyamanan yang dirasakan
d.d ekspresi tampak teratasi, dengan kriteria: 2. Monitor efek samping oleh klien
meringis, skala nyeri 4 penggunaan analgetik 2. Untuk mengetahui efek samping
- Nyeri teratasi
(sedang), klien memegang - Ekspresi cukup tenang 3. Monitor TTV yang ditimbulkan dari
dadanya, gelisah, observasi - Skala nyeri 0-1 (Tidak ada atau 4. Berikan teknik nonfarmakologis pengguanaan analgetik
TTV, TD : 130/80 mmHg, ringan) seperti terapi musik atau 3. Untuk mengetahui keadaan umum
N : 98x/Menit, S :35,70 C. - TTV normal
aromaterapi. pasien
TD: 120/80 Mmhg
N: 60 x/Menit 5. Kontrol ruangan yang dapat 4. Membantu menurunkan persepsi
S: 36,50 C memperberat rasa nyeri (Mis. respon nyeri dengan memanipulasi
Suhu ruangan, kebisingan) adaptasi fisiologi terhadap nyeri
6. Jelaskan penyebab, periode, dan 5. Dapat membantu dalam
pemicu nyeri menghilangkan ketidaknyaman
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis 6. Agar klien tau tentang nyeri yang
untuk mengurangi rasa nyeri dialaminya
8. Kolaborasi pemberian analgetik, 7. Agar klien bisa melakukan secara
jika perlu mandiri teknik nonfarmakologis
8. Untuk membantu menangani
masalah yang dialami klien
45

3. Gangguan pola tidur b.d Setelah di lakukan perawatan 1. Identifikasi faktor yang 1. Untuk mengetahui lebih dalam
ketidaktahuan d.d menguap, selama 1x7 jam diharapkan mengganggu tidur penyebab gangguan tidur klien
terdengar suara bising kipas teratasi, dengan kriteria: 2. Modifikasi lingkungan (mis, 2. Agar memberikan kenyamanan
angin di sebelah tempat klien pencahayaan, kebisingan, suhu pada saat klien tertidur
tidur, frekuensi tidur hanya - Tidak mengantuk ruangan dan tempat tidur) 3. Untuk membuat klien rileks
4-6 jam pada malam hari dan - Suara bising teratasi 3. Lakukan prosedur untuk 4. Agar klien tau pentingnya
30 menit pada siang hari. - Frekuensi tidur klien 7-8 jam meningkatkan kenyamanan (mis, kecukupan tidur dalam sehari
saat malam hari dan 2 jam saat pijat dan pengaturan posisi) 5. Agar klien terbiasa untuk tidur
siang hari 4. Jelaskan pentingnya tidur cukup sesuai dengan jadwal yang sudah
selama sakit ditentukan
5. Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
46

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Pasien : Tn. T
Ruang Rawat : Gardenia

Tanda tangan
Hari / Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Rabu, 18 Maret Diagnosa Kep : Bersihan jalan napas tidak efektif b.d S: Klien mengatakan batuknya berkurang
2020/ 07.00 adanya sekret O:
1. Mengidentifikasi kemampuan batuk - Klien dapat melakukan teknik batuk efektif
2. Memonitor bunyi napas tambahan - Posisi klien semi-fowler
3. Memonitor sputum - Klien tampak bisa melakukan batuk efektif
4. Memonitor TTV terutama pada frekuensi napas secara mandiri
5. Mengatur posisi semi-fowler - RR : 18x/Menit
6. Memberikan minum air hangat - Obat sudah diberikan sesuai indikasi
7. Mengajarkan teknik batuk efektif A : Masalah sebagian teratasi
8. Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efetif P: Lanjutkan intervensi nomor 2, 3, 6, 9
9. Berkolaborasi pemberian obat, mukolitik (8
mg/Oral) atau ekspektoran (200 mg/Oral)
Jekly Lukman
Warihani
47

Kamis, 19 Maret Diagnosa Kep.: Nyeri b.d peningkatan konsentrasi S : Klien mengatakan nyerinya berkurang
2020/ 07.00 cairan di pleura O:
1. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal - Klien tampak lebih tenang
2. Memonitor efek samping penggunaan analgetik - Klien tampak mengalihkan perasaan
3. Memonitor TTV nyerinya dengan terapi musik dan
4. Memberikan teknik nonfarmakologis seperti terapi aromaterapi
musik atau aromaterapi. - Skala nyeri 2 (Ringan)
5. Mengontrol ruangan yang dapat memperberat rasa - Suara bising berkurang dan suhu ruangan
nyeri (Mis. Suhu ruangan, kebisingan) normal
6. Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri - Klien tampak paham dengan masalah nyeri
7. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk yang dialaminya
mengurangi rasa nyeri - Klien tampak bisa melakukan teknik
nonfarmakologis secara mandiri
- TTV : Jekly Lukman
- TD: 120/80 mm Hg Warihani
- N: 70x/Menit
- S: 360C

A : Masalah sebagian teratasi


P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 3, 4, 5
48

Jum’at, 20 Diagnosa Kep. : Gangguan pola tidur b.d S : Klien mengatakan tidurnya nyenyak
Maret 2020/ ketidaktahuan O:
07.00 1. Mengidentifikasi faktor yang mengganggu tidur - Suara bising tidak terdengar
2. Memodifikasi lingkungan (mis, pencahayaan, - Suhu ruangan normal
kebisingan, suhu ruangan dan tempat tidur) - Klien tampak rileks setelah dilakukan pijat
3. Melakukan prosedur untuk meningkatkan dibagian bahu dan pengaturan posisi
kenyamanan (mis, pijat dan pengaturan posisi) - Klien tampak paham dengan kebutuhan
4. Menjelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit tidur yang cukup selama sakit
5. Menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur - Klien tertidur 7-8 jam pada malam hari dan
1 jam pada siang hari
A : Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi.

Jekly Lukman
Warihani
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda. (2015). Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis &
NANDA. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Muralitharan, (2015).Dasar-dasar patofisiologi terapan: Panduan penting untuk
mahasiswa keperawatan dan kesehatan. Jakarta: Bumi Aksara.
Muttaqin, (2012).Asuhan keperawatan gangguan sistem integumen. Jakarta:
Salemba Medika.
Juarfianti (2015) Kapasitas vital paru pada penduduk dataran tinggi. Jurnal E-
Biomedik.
Nanda (2015) Diagnosis keperawatan definisi & klasifikasi. Jakarta: EGC.
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP)

KETERAMPILAN PRAKTIK LABORATORIUM

(Prosedur Operasional Tetap)

Judul SOP : Teknik Relaksasi Nafas

No. Dokumen :

No. Revisi : 001

Tanggal Mulai Berlaku : 16 Maret 2020

Halaman : 5 (Lima)

Otorisasi

Disusun oleh:
Jekly Lukman Warihani

1. Definisi Perawatan Luka


Merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien yang
mengalami nyeri kronis. Rileks sempurna yang dapat mengurangi ketegangan
otot, rasa jenuh, kecemasan sehingga mencegah menghebatnya stimulasi nyeri
2. Tujuan
Untuk menggurangi atau menghilangkan rasa nyeri
3. Ruang Lingkup
Semua pasien yang mengalami nyeri untuk menunjang diagnosis medis.
4. Kriteria Pencapaian
Mahasiswa mampu melakukan tindakan teknik distraksi relaksasi pada klien.
5. Standar Tenaga
Perawat, Bidan, dan tenaga medis lainnya
6. Standar Alat dan Bahan
1. Jam tangan detik
7. Prosedur Tetap
1) Memeriksa kelengkapan alat yang akan digunakan.
2) Menyapa dan mengucapkan salam kepada klien
3) Memperkenalkan diri
4) Melakukan anamnesa
5) Menjelaskan prosedur pada klien
6) Meminta persetujuan kepada klien
7) Mencuci tangan
8) Merapikan klien, mengevaluasi respon klien & mengucapkan salam
penutup
9) Membereskan peralatan
10) Mencuci tangan
11) Dokumentasi tindakan
8. Prosedur Operasional Tetap (Standard Operasional Prosedure/SOP)

NO KEGIATAN/TINDAKAN

A FASE ORIENTASI
1 Mempersiapkan alat
Semua alat dan bahan diatas baki dan taruh diatas troli
2 Memberi salam dan menyapa nama klien
Menyapa : Dengan suara lembut dan ramah sambil menatap mata pasien
mengucapkan
“Selamat pagi/siang/sore/malam ……”
3 Memperkenalkan diri
Memperkenalkan diri pemeriksa : “Perkenalkan ibu/bapak nama
saya…….” (jika sudah berkenalan tanyakan: “ibu/bapak masih ingat sama
saya?”
4 Melakukan anamnesa
Menanyakan dengan lembut dan tenang :
Memastikan Identitas pasien: “Maaf apa benar ini dengan ibu/bapak….A?
nama lengkapnya boleh saya tau ibu/bapak?”
Menanyakan keadan saat ini, apakah ada masalah pada bagian mulut, lidah,
gigi, gusi, tenggorokan, perut, rektum dan anus “Bagaimana keadan
ibu/bapak sekarang……??”
5 Menjelaskan prosedur kepada pasien
a. Membawa alat ke dekat pasien
b. Menjelaskan tujuan dari teknik relaksasi nafas
c. Menjelaskan langkah – langkah kegiatan teknik relaksasi nafas
“Ibu/bapak saya akan melakukan teknik relaksasi nafas kepada
ibu/bapak. Saya hanya menggunakan alat jam tangan detik saja kepada
ibu/bapak untuk mengukur laju pernapasan bapak” (seraya
memperkenalkan alat)
“Sebelumnya, saya minta izin kepada ibu/bapak nanti pada saat teknik
relaksasi nafas ibu/bapak berkenan melakukan teknik relaksasi nafas
ini?”.
6 Melakukan Kontrak Waktu
“Bagaimana ibu/bapak apakah bersedia? Baiklah ibu/bapak akan kita mulai
teknik relaksasi nafas, waktu pelaksaan kurang lebih 30 menit “(jika
bersedia)
(Jika pasien tidak bersedia maka jelaskan kembali kepada pasien dan
tujuan lebih ditegaskan)
“Ibu/bapak teknik relaksasi nafas ini berguna untuk ibu/bapak karena jika
tidak dilakukan teknik relaksasi nafas ini kami akan mengalami kesulitan
bahkan tidak dapat menentukan tindak lanjut dalam perawatan
ibu/bapak…”
B FASE KERJA
7 Dekatkan alat-alat dengan klien
8 Menjaga privasy pasien
Mengatur posisi pasien sesuai kebutuhan
“Permisi Ibu/bapak saya akan mengatur posisi ibu/bapak senyaman
mungkin agar mempermudah saya dalam melakukan tindakan”
(setelah mengatur posisi) Bagaimana Ibu/bapak apakah sudah nyaman?
9 tujuan posisi ini agar mempermudah saya dalam melakukan tindakan”
10 Instruksikan pasien untuk tarik nafas dalam sehingga rongga paru
berisi udara
“Permisi Ibu/bapak silahkan tarik nafasnya dalam-dalam lalu hembuskan
secara perlahan dan nikmati hembusan itu”
11 Instruksikan pasien untuk bernafas dengan irama normal beberapa
saat ( 1-2 menit )
“Ibu/bapak bernafas normal saja ya selama 1-2 menit agar terasa nyaman”
12 Instruksikan lagi pasien untuk bernafas dalam, kemudian
menghembuskan secara perlahan
“Ibu/bapak silahkan tarik nafasnya dalam-dalam lalu hembuskan, dan
rasakan kenikmatan hembusan itu”
13 Instruksiakan pasien untuk mengulani teknik-teknik ini apa bial ras
nyeri kembali lagi
“Ibu/bapak bisa mengulangi tekni relaksasi nafas ini jika merasa nyeri ya”.
14 Setelah pasien merasakan ketenangan, minta pasien untuk melakukan
secara mandiri

C FASE TERMINASI
16 Merapikan klien, Mengevaluasi Respon Klien & Mengucapkan salam
penutup
(komunikasi bahwa tindakan telah selesai sambil memberi reward)
“Ibu/bapak teknik relaksasi nafas telah selesai dilakukan, bagaimana ibu
atau bapak keadaannya setelah saya lakukan teknik relaksasi? Nanti saya
akan bekerjasama dengan dokter dalam menyampaikan hasil pemeriksaan
ini ya….senang bekerja sama dengan bapak/ibu…(seraya tersenyum)
17 Merapikan alat
17 Mencuci tangan
18 Mendokumentasikan dalam catatan perawatan
Mencatat pada status pasien dan buku laporan:
1. Nama, No RM, Kamar/ruang, Diagnosa Medis
2. Tanggal dan jam pemasangan pemeriksaan fisik sistem pencernaan
3. Hambatan dalam pemeriksaan fisik
4. Keadaan pasien (kerjasama)
5. Hasil pemeriksaan fisik
6. Tanda tangan perawat pelaksana
Contoh:
Ny. W (131031178), Kls.I/7, Anemia tgl. 16 Maret 2020 dilakukan
pemeriksaan fisik, tidak ada hambatan, pasien sebelum dan dilakukan
pemeriksaan fisik (Composmenthis), kooperatif, hasil: Tidak ditemukan
kelainan seperti massa, luka, scar, bising usus 20x/menit dsb,

Anda mungkin juga menyukai