Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn

A DENGAN DIAGNOSA MEDIS OPEN FRAKTUR HUMERUS SINISTRA


DI RUANG SISTEM MUSKULOSKELETAL

Disusun oleh :

Armia Silviani
2018.C.10a.0926

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN
T.A 2020/2021
i

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :

Nama : Armia Silviani

NIM : 2018.C.10a.0926

Program Studi : Sarjana Keperawatan

Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. A


Dengan Diagnosa Medis Open Fraktur Humerus Pada Sistem
Muskuloskeletal.

Telah Melakukan Asuhan Keperawatan Sebagai Persyaratan Untuk


Menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan II Program Studi Sarjana
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.
ii

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Mengetahui
Ketua Program Studi S1
Keperawatan Pembimbing Akademik

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep Kristinawati, S.Kep., Ners


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan Laporan ini
dengan judul “Asuhan Keperawatan Open Fraktur Humerus Pada Tn.J pada
Sistem Muskuloskeletal”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi
tugas (PPK 2).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Kristinawati, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep.,Ners selaku Koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan 2.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 5 Desember 2020

Penyusun
2

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHUL........................................................................................1
1.1..Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2..Rumusan Masalah .....................................................................................2
...................................................................................................................
1.3..Tujuan Penulisan .....................................................................................2
1.3.1. Tujuan Umum ................................................................................2
1.3.2. Tujuan Khusus.................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................2
1.4.1 Untuk Mahasiswa.............................................................................2
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga................................................................2
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)................................2
1.4.4 Untuk IPTEK...........................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3
2.1..Konsep Penyakit........................................................................................3
2.1.1 Definisi ............................................................................................3
2.1.2Anatomi fisiologi ..............................................................................5
2.1.3. Etiologi.............................................................................................6
..........................................................................................................
2.1.4. Klasifikasi ......................................................................................6
2.1.5 Patofisiologi.....................................................................................6
2.1.6 Manisfestasi Klinis...........................................................................8
2.1.7. Komplikasi.......................................................................................8
2.1.8. Pemeriksaan Penunjang...................................................................9
2.1.9Penatalaksanaan Medis......................................................................9
2.2..Manajemen Asuhan Keperawatan ............................................................12
2.2.1. Pengkajian Keperawatan ...............................................................12
2.2.2. Diagnosa Keperawatan ....................................................................12
2.2.3. Intervensi Keperawatan ...................................................................13
2.2.4Implementasi Keperawatan ..............................................................21
2.2.5. Evaluasi keperawatan ...............................................................21
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................22
3.1 Pengkajian ..................................................................................................28
3.2 Tabel Analisa Data ....................................................................................28
3.3 Rencana Keperawatan ...............................................................................31
3.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan .................................................35
BAB IV PENUTUP.........................................................................................43
4.1 Kesimpulan.................................................................................................43
4.2 Saran...........................................................................................................43
DAFTAR PUSATAKA
SAP
Leaflet
3

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng epiphyseal atau
permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan lunak,
tekanan fisik yang menyebabkan terjadinya fraktur, dan tekanan fisik juga
menimbulkan pergeseran mendadak pada fragmen fraktur yang selalu
menghasilkan cedera jaringan lunak disekitarnya. Hal ini bisa disebabkan karena :
trauma tunggal, trauma yang berulang- ulang, kelemahan pada tulang atau fraktur
patologik (Hardisman dan Riski, 2014). Menurut Muttaqin, (2011) Fraktur
humerus adalah terputusnya hubungan tulang humerus disertai kerusakan jaringan
lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) sehingga memungkinkan
terjadinya hubungan atara fragmen tulang yang patah dengan udara luar yang
disebabkan oleh cedera dari trauma langsung yang mengenai lengan atas. Menurut
Lukman dan Nurna, (2011) Penanganan untuk fraktur dibagi menjadi dua yaitu
secara operatif dan konservatif. Reduksi operatif dilakukan dengan alat fiksasi
internal (ORIF) dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam
ataupun dengan fiksasi eksternal (OREF) yang digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
Menurut letak dan kerusakan jaringan yang berbeda pada masing-masing fraktur
sehingga menghadirkan suatu bentuk masalah berlainan pula. Seperti pada fraktur
Humeri yang dilakukan pemasangan ORIF (Open Reduction Internal Fixation).
Berupa plate (lempengan) and screw (sekrup), fraktur didaerah ini, dapat terjadi
komplikasi-komplikasi tertentu, seperti kekakuan sendi shoulder.
Tingkat gangguan akibat terjadinya kekakuan sendi shoulder dapat
digolongkan ke dalam berbagai tingkat dari impairment atau sebatas kelemahan
yang dirasakan misalnya adanya nyeri dan keterbatasan Lingkup Gerak Sendi
(LGS). Dampak selanjutnya functional limitation atau fungsi yang terbatas,
4

misalnya keterbatasan fungsi dari lengan atas untuk menekuk, berpakaian dan
makan serta aktifitas sehari-hari seperti aktifitas perawatan diri yang meliputi
memakai baju, mandi, ke toilet dan sebagainya (Lukman dan Nurna, 2011).
Kekakuan sendi shoulder akan menimbulkan beberapa gangguan yaitu adanya
nyeri dan keterbatasan lingkup gerak sendi bahu. Dalam hal ini fisioterapis
berperan dalam memelihara, memperbaiki, dan mengembalikan kemampuan
fungsional penderita seperti semula. Untuk mengatasi hal tersebut banyak
teknologi fisioterapi antara lain : hidroterapi, elektroterapi, dan terapi latihan,
dalam hal ini penulis mengambil modalitas fisioterapi yaitu dengan sinar infra
merah dan terapi latihan (Lukman dan Nurna, 2011).
Infra merah pada kasus ini adalah untuk mengurangi rasa nyeri. Efek thermal
dari Infra merah mampu mempengaruhi syaraf sensoris. Pemanasan tersebut akan
bersifat sedatif bagi ujung-ujung syaraf sensoris, sehingga mengurangi rasa
nyerinya. Rasa nyeri dapat timbul karena adanya akumulasi sisa-sisa hasil
metabolisme yang disebut zat ”P” yang menumpuk dijaringan. Penyinaran
menggunakan sinar infra merah yang mempunyai efek panas yang dapat
memperlancar peredaran darah sehingga pemberian nutrisi dan kebutuhan
jaringan akan O2 terpenuhi dengan baik dan pembuangan zat “P” akan lancar
sehingga rasa nyeri berkurang atau hilang (Usman, 2012). Terapi latihan dapat
meningkatkan kekuatan otot dengan dilakukannya rutin latihan aktif resisted.
Tujuan latihan ini adalah untuk meningkatkan kekuatan otot, memelihara lingkup
gerak sendi, memelihara koordinasi dan ketrampilan motorik untuk aktivitas
fungsional pada sendi bahu (Garisson, 2004). Terapi latihan dapat meningkatkan
Lingkup Gerak Sendi karena dengan adanya latihan free active movement
mencegah proses perlengketan jaringan untuk memelihara kebebasan gerak sendi,
meningkatkan lingkup gerak sendi, memelihara ekstensibilitas otot dan mencegah
pemendekan otot, memperlancar sirkulasi darah, dan rileksasi (Garisson, 2004).
Penanganan segera pada klien dengan masalah fraktur adalah dengan
mengimbolisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah
fiksasi interna melalui oprasi Orif. Penanganan tersebut dilakukan untuk
mencegah terjadinya koplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat tiga faktor
utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi.
5

.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil pembahasan di atas “Bagaimana pelaksanaan Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Open Fraktur Humerus Di
rumah sakit mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi sampai
dengan evaluasi keperawatan? ”

.3 Tujuan Penulisan
.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulis studi kasus ini adalah untuk memberikan Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Open Fraktur Humerus Di
rumah sakit dengan menggunakan proses keperawatan dari pengkajian sampai
dengan evaluasi keperawatan.
.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi pengkajian pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis
Open Fraktur Humerus Di rumah sakit.
1.3.2.2 Mengidentifikasi diagnosa pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis
Open Fraktur Humerus Di rumah sakit.
1.3.2.3 Mengidentifikasi intervensi pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis
Open Fraktur Humerus Di rumah sakit.
1.3.2.4 Mengidentifikasi implementasi pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis
Open Fraktur Humerus Di rumah sakit.
1.3.2.5 Mengidentifikasi evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang dilakukan
pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Open Fraktur Humerus Di
rumah sakit.
.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Peningkatan Kualitas Asuhan Keperawatan
Laporan kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan
dalam meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan pada klien Open
Fraktur Humerus yang digunakan dalam peningkatan profesi keperawatan dan
pelayanan kesehatan.
1.4.2 Bagi Pengembangan IPTEK
Dengan adanya laporan studi kasus diharapkan dapat menimbulkan ide-ide
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan
6

terutama penembangan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan konsep


pendekatan proses keperawatan.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.2 Pendidikan
Sebagai tolak ukur tingkat kemampuan mahasiswa dalam penguasaan
terhadap ilmu keperawatan dan pendokumentasian proses keperawatan khususnya
bagi mahasiswa STIKES Eka Harap Palangka Raya dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien Open Fraktur Humerus sehingga dapat diterapkan di
masa yang akan datang.
1.4.3.2 Rumah Sakit
Memberikan kerangka pemikiran ilmiah yang bermanfaat bagi rumah sakit
dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan memberikan gambaran
pelayanan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus Open Fraktur Humerus.
1.4.3.3 Bagi Profesi
Asuhan keperawatan dengan klien Open Fraktur Humerus ini diharapkan
dapat memberikan masukan sebagai salah satu referensi bagi perawat untuk
meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya


disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2011).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth,
2012).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat &
Jong, 2015).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2017).

4
5

2.1.2 Anatomi Fisiologi

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus


pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan
jaringan ikat yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot menyusun
kurang lebih 50%. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon,
ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur
ini. (Price,S.A,1995 :175). System musculoskeletal terdiri dari:
2.1.2.1 Tulang
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang
terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan
mineral terutama calsium kurang lebih 67 % dan bahan seluler 33%.
2.1.2.2 Fungsi dari tulang adalah sebagai berikut :
1.      Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2.      Melindungi organ tubuh (jantung, otak, paru-paru, dan jaringan lunak).
3.      Memberikan pergerakan (otot berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
4.      Membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang (hematopoesis).
5.      Menyimpan garam-garam mineral (kalsium, fosfor, magnesium dan fluor).
2.1.2.3 Struktur tulang
Tulang diselimuti di bagian luar oleh membran fibrus padat disebut periosteum.
Periosteum memberikan nutrisi pada tulang dan memungkinkan tumbuh, selain
sebagai tempat perlekatan tendon dan ligament. Periosteum mengandung saraf,
pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang terdekat mengandung osteoblast .
6

Dibagian dalamnya terdapat endosteum yaitu membran vascular tipis yang


menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga dalam tulang kanselus.
Osteoklast terletak dekat endosteum dan dalam lacuna howship (cekungan pada
permukan tulang).
Sumsum tulang merupakan jaringan vascular dalam rongga sumsum (batang)
tulang panjang dan tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama terletak di
sternum, ilium, vetebra dan rusuk pada orang dewasa, bertanggungjawab dalam
produksi sel darah merah dan putih. Pada orang dewasa tulang panjang terisi oleh
sumsum lemak kuning. Jaringan tulang mempunyai vaskularisasi yang baik.
Tulang kanselus menerima asupan darah melalui pembuluh metafis dan epifis.
Pembuluh periosteum mengangkut darah ke tulang kompak melalui kanal
volkman. Selain itu terdapat arteri nutrient yang menembus periosteum dan
memasuki rongga meduler melalui foramina (lubang-lubang kecil). Arteri nutrient
memasok darah ke sumsum tulang, System vena ada yang keluar sendiri dan ada
yang mengikuti arteri.
2.1.2.4 Tulang tersusun dari 3 jenis sel yaitu :
1) Osteoblas
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matrik
tulang. Matrik tulang tersusun atas 98% kolagen dan 2% substansi dasar
(glukosaminoglikan/ asam polisakarida dan proteoglikan). Matrik tulang
merupakan kerangka dimana garam garam mineral ditimbun terutama calsium,
fluor, magnesium dan phosphor.
2) Osteosit
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai pemeliharaan fungsi
tulang dan terletak pada osteon (unit matrik tulang). Osteon yaitu unit fungsional
mikroskopik tulang dewasa yang di tengahnya terdapat kapiler dan disekeliling
kapiler tedapat matrik tulang yang disebut lamella. Di dalam lamella terdapat
osteosit, yang memperoleh nutrisi lewat prosesus yang berlanjut kedalam
kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang
terletak kurang lebih 0,1 mm).
3) Osteoklas
7

Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak memungkinkan mineral dan matriks
tulang dapat diabsorpsi, penghancuran dan remodeling tulang. Tidak seperti
osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang.
Tulang merupakan jaringan yang dinamis dalam keadaan peralihan tulang
(resorpsi dan pembentukan tulang). Kalium dalam tubuh orang dewasa diganti
18% pertahun.

.1.1 Gambar 1.1 struktur tulang


2.1.3 Etiologi
2.1.3.1 Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
2.1.3.2 Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
2.1.3.3 Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan (Oswari E, 2013).
2.1.4 Klasifikasi
Fraktur dapat dibagi menjadi beberapa macam antara lain:
2.1.4.1 Fraktur transversal
Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.
Fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang yang patah di reposisi atau di reduksi
8

kembali ke tempat semula. Segmen itu akan stabil dan biasanya di control dengan
bidai gips.
2.1.4.2 Fraktur oblik
Fraktur yang garis besar patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
3 2.1.4.3 Fraktur spiral
4 Fraktur akibat torsi pada eksremitas. Jenis frakturnya rendah energi, ini
hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak. Fraktur semacam ini
cepat sembuh dengan imobilisasi luar.
5 2.1.4.4 Fraktur komulatif
6 Fraktur adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan
tempat adanya lebih dari dua fragmen tulang.
7 2.1.4.5 Fraktur sagsemental
8 Fraktur yang berdekatan pada suatu tulang yang menyebabkan terpisahnya
segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur semacam ini sulit ditangani.
Biasanya satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit
untuk sembuh. Keadaan ini mungkin memerlukan pengobatan melalui
pembedahan.
9 2.1.4.6 Fraktur impaksi atau fraktur kompresi
10 Fraktur yang terjadi ketika kedua tulang menumbuk tulang ketiga yang
berada di antaranya, seperti satu vertebra dengan kedua vertebra lainnya.
Fraktur ini biasanya akan mengakibatkan klien menjadi syok hipovalemik
dan meninggal jika tidak dipemeriksaan denyut nadi, tekanan darah dan
pernapasan secara akurat dan berulang dalam 24 sampai 48 jam pertama
setelah cidera.
2.1.5 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 2010). Tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang
(Carpnito, Lynda Juall, 2014). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus
9

tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah


hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 2011)
WOC FRAKTUR 4

Trauma Gerakan pintir mendadak Kontraksi otot ekstem Keadaan patologis

Open Fraktur Humerus MRS MK : Ansietas

Diskontiunitas tulang Pergeseran fragmen tulang

BI B2 B3 B4 B6
B5

Perubahan jaringan Perubahan jaringan Pergeseran fragmen Perubahan jaringan Perubahan Perubahan
sekitar sekitar tulang sekitar Retensi produk jaringan sekitar jaringan sekitar

Spasme otot Cedera sel Laserasi kulit


Laserasi kulit Pergeseran Laserasi kulit
Ggn.
fragmen tulang
Merangsang Metabolisme
Terputusnya vena/ Peningkatan tekanan Terputusnya vena / lemak
neurotransmiter Ada luka terbuka
arteri kapiler arteri Adanya luka

Hipotalamus Sebagai media


perdarahan Pelepasan histamin perdarahan Mual,
MK.muntah
Defisit masuknya virus
Nutrisi Terputusnya
penyebab infeksi
kontinuitas
Suplai O2 oleh darah Reseptor nyeri Perdarahan jaringan
Protein plasma hilang Ilyas 2015, Egot et al, 2015
MK : Risiko
Edema Persepsi nyeri Kehilangan volume MK : Gangguan Infeksi
Kebutuhan O2
cairan integritas
kulit/jaringan
Penekanan pembuluh MK : Nyeri Akut
Takipnea, dispnea
darah
MK : Kekurangan
MK: Ketidakefektifan Volume Cairan
perfusi jaringan
Pola Napas

MK : Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan Perifer.
8

2.1.6 Manifestasi Klinis


Menurut Nurafif & Kusuma (2015), Tanda dan gejala dari fraktur
antara lain:
2.1.6.1 Tidak dapat menggunakan anggota gerak.
2.1.6.2 Nyeri pembengkakan.
2.1.6.3 Terdapat trauma
2.1.6.4 Gangguan fisik anggota gerak.
2.1.6.5 Kelainan gerak.
2.1.6.6 Pembengkakan pada perubahan warna lokasi pada daerah fraktur.
2.1.6.7 Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
2.1.7 Komplikasi
2.1.5.1 Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya
menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa sakit
karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan
tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan
perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi
ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta
(radius atau ulna).
3) Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal.
Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum
tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan
melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh –
9

pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari


sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental
(gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit
ptechie.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai
darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur
intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar
atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis
avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama,
pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari
rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang
penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang
bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
7) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks
tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat
masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi.
Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat
tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan
10

sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis


yang lebih besar
2.1.3.1 Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
2) Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang
–kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor – faktor yang
dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi
jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan
fraktur yang bersifat patologis..
3) Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan
deformitas, angulasi atau pergeseran.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Pada klien fraktur pemeriksaan yang di lakukan adalah sebagai
berikut:
2.1.8.1 X-ray menentukan lokasi / luas fraktur
2.1.8.2 Scan tulang memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
2.1.8.3 Arteogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
2.1.8.4 Hitung darah lengkap: Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun
pada perdarahan, peningkat lekosit sebagai respon terhadap perdarahan.
2.1.8.5 Kretinin: trauma otot meningkat beban kretinin untuk klirens ginjal.
2.1.8.6 Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
atau cedera hati (Nurafif dan Kusuma, 2015).
2.1.9 Penatalaksanaan medis
2.1.9.7 Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
11

2.1.6.7 Pemasangan gips


Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips
yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi
dilakukan pemasangan gips adalah :
a) Immobilisasi dan penyangga fraktur
b) Istirahatkan dan stabilisasi
c) Koreksi deformitas
d) Mengurangi aktifitas
e) Membuat cetakan tubuh orthotik
f) Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
g) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
h) Gips patah tidak bisa digunakan
i) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
j) Jangan merusak / menekan gips
k) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
l) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
12

2.1.6.8 Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk
itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu,
fiksasi eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
2.1.6.9 Penarikan (traksi) : Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan
beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan
sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang
patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
a) Traksi manual , Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi
fraktur, dan pada keadaan emergency
b) Traksi mekanik, ada 2 macam
c) Traksi kulit (skin traction) Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk
sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
d) Traksi skeletal Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi
dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal. Kegunaan
pemasangan traksi, antara lain :
e) Mengurangi nyeri akibat spasme otot
f) Memperbaiki & mencegah deformitas
g) Immobilisasi
h) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
i) Mengencangkan pada perlekatannya Prinsip pemasangan traksi :
j) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
13

k) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan


pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
l) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
m) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
n) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai

Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada


pecahan-pecahan tulang. Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling
banyak keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini
disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada
tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju
tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang
yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan
agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-
fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup,
pelat, dan paku. Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
a. Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
b. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada
didekatnya
c. Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
d. Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
e. Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-
kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan
fungsi sendi dan fungsi otot hampir normal selama penatalaksanaan
dijalankan
14

2.1.6.10 Fiksasi Interna


Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur
lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya
dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol
rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi memberi kesan
bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal ini
hampir selalu menyebabkan non-union.
Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas
longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dápat
dimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu
setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi, trauma bedah tambahan dan risiko
infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang
minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa
pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang
dapat mempertahankan panjang dan rotasi.

2.1.6.11 Fiksasi Eksterna


Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat pada
pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat
dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi
yang rigid juga cocok untuk tindakan ini.
15

.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


.2.1 Pengkajian

2.2.1.1 Identitas Klien


Meliputi nama, faktor usia yang menentu terkadang yang menderita
fracture juga bisa pada usia remaja, dewasa, dan tua. Usia tua juga
dikarenakan osteoporosis, sering terjadi pada laki-laki karena faktor
pekerjaan sedangkan pada usia remaja dan dewasa bisa dikarenakan
mengalami kecelakaan. Jenis kelamin belum dapat diketahui secara pasti
yang mendominasi pasien fraktur karena fraktur itu sendiri dikarenakan
mengalami kecelakaan yang tidak di sengaja. Rendahnya pendidikan
berpengaruh juga karena kurangnya pengetahuan tentang rambu-rambu
lalu lintas sehingga pengguna bermotor dapat membahayakan diri sendiri
dan orang lain yang dapat mengakibatkan fraktur, tetapi ini semua
dianggap sudah resiko jika menggunakan kendaraan bermotor. Pekerjaan
yang keras yang mengakibatkan stress, kurang istirahat, mengonsumsi
alkohol, juga mengakibatkan resiko kecelakaan yang tidak sengaja
sehingga terjadinya fraktur. Selain hal tersebut diatas juga termasuk di
dalam pengkajian identitas ini meliputi: alamat, nomer register tanggal dan
jam masuk rumah sakit (MRS) dan diagnosa medis.
2.2.1.2 Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri pada
daerah luka post op apabila digerakkan. Nyeri tersebut bisa akut atau
kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian
yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan yaitu:
16

P = Provoking incident: Karena adanya luka post op.Q = Quality of pain:


seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau di gambarkan klien. Apa seperti
terbakar, berdenyut atau menusuk. R = Region: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi. S
= Severyty (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang di rasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya. T = Time: berapa lama nyeri
berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang
hari.
2.2.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur
yang nantinya membantu dalam rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa di
tentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Selain itu dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa di
ketahui luka kecelakaan yang lain.
2.2.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditentukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang akan menyambung, dan keluarga
pasien bisa mengatakan apa sebelumnya pasien tidak pernah mengalami
kecelakaan seperti sekarang ini dan belum pernah operasi selain itu apa
pasien mempunyai penyakit Diabetes dan Hipertensi karena dengan
tekanan darah yang tinggi serta gula darah juga tinggi yang mempersulit
proses penyembuhan.

2.2.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Pada pengkajian ini kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut menyambung terkait dengan penyakit
keturunan ataupun alergi baik obat-obatan maupun makanan. Selain itu
penyakit diabetes mellitus dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
17

2.2.1.6 Pemeriksaan Fisik


1. B1 Breathing (Sistem Pernafasan)
Inspeksi: bentuk dada simetris (apabila tidak simetris karena adanya
fraktur) kanan dan kiri pergerakan dada mengikuti pernapasan.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan (apabila ada nyeri tekan berarti adanya
fraktur) dan tidak ada benjolan.
Perkusi: terdengar bunyi resonan tidak ada suara tambahan, bunyi nafas
vesikuler. Pada pemeriksaan sistem pernapasan didapatkan bahwa klien
fraktur tidak mengalami kelainan pernapasan.
2. B2 Blood (Sistem Kardiovaskuler)
Inspeksi: Kulit dan membran mukosa pucat
Palpasi: Tidak ada peningkatan frekunsi dan irama denyut nadi, tidak
ada peningkatan JVP, CRT menurun >3detik pada ekstermitas yang
mengalami luka.
Perkusi: Bunyi jantung pekak
Auskultasi: tekanan darah normal atau hipertensi (kadang terlihat
sebagai respon nyeri), bunyi jantung I dan II terdengar lupdup tidak ada
suara tambahan seperti mur mur atau gallop.
3. B3 Brain (Sistem persyarafan)
Inspeksi: Tidak ada kejang, tingkat kesadaran (Composmentis, apatis,
samnolen, supor, koma atau gelisah).
Palpasi: tidak ada gangguan yaitu normal, simetris dan tidak ada
benjolan dan tidak ada nyeri kepala.
4. B4 Bladder (Sistem Urinaria)
Inspeksi: Warna orange gelap karena obat.
Memakai kateter.
5. B5 Bowel (Sistem pencernaan)
Inspeksi: Keadaan mulut bersih, mukosa lembab, keadaan abdomen
normal tidak asites.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan atau massa pada abdomen.
Perkusi: Normal suara tympani
18

Auskultasi: Bising usus mengalami penurunan karena efek anestesi


total.
6. B6 Bone (Sistem Muskuloskeletal)
Inspeksi: Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/gangguan dari
sehingga memerlukan bantuan dalam memenuhi kebutuhan perlu
dibantu baik oleh perawat atau keluarga. Pada area luka beresiko tinggi
terhadap infeksi, sehingga tampak diperban/dibalut. Tidak ada
perubahan yang menonjol pada sistem integumen seperti warna kulit,
adanya jaringan parut/lesi, adanya perdarahan, adanya pembengkakan,
tekstur kulit kasar dan suhu kulit hangat pada area sekitar luka. Adanya
nyeri, kekuatan otot pada area fraktur mengalami perubahan akibat
kerusakan rangka neuromuscular, mengalami deformitas pada daerah
trauma. ROM menurun yaitu mengkaji dengan skala ROM.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


2.2.2.1 Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik (D. 0077 hal. 172)
2.2.2.2 Gangguan Mobilitas Fisik b.d gangguan neuromuscular, nyeri (D. 0054
hal. 124)
2.2.2.3 Gangguan pola tidur berhubu gan dengan kondisi klinis (D. 0055 Hal126)
2.2.2.4 Defisit pengetahuan tentang open Fraktur Humerus (D. 0111 Hal 246 )
19

.2.3 Intervensi Keperawatan


1 Nyeri akut berhubungan setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri SIKI (I.08238 Hal 201)
dengan kerusakan kulit selama 1x7 jam diharapkan nyeri Observasi :
atau jaringan. SDKI klien berkurang. 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
(D.0077 Hal 172) Kriteria hasil : SLKI (L.08066 Hal frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
145)
1. Keluhan nyeri menurun (5) 2. Identifikasi skala nyeri

2. Meringis menurun (5) 3. Identifikasi respons nyeri non verbal

3. Kesulitan tidur menurun (5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan


memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaa terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi respon nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik.
Terapeutik :
1. Berikan tehnik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
20

2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri


3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Anjurkan tehnik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2 Gangguan Setelah diberikan asuhan keperawatan Dukungan Mobilisasi. SIKI (I 05173 Hal 30)
Mobilitas Fisik selama 1x7 jam diharapkan mobilitas Observasi :
(D.0054 Hal 124) fisik meningkat. 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
Kriteria hasil SLKI (L.05042 Hal 65) lainnya
1. Pergerakan ekstremitas
meningkat (5) 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan

2. Rentang gerak / ROM, 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah


meningkat (5)
21

3. Nyeri, menurun (5) sebelum memulai mobilisasi


4. Kaku sendi, menurun (5) 4. Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
5. Gerakan terbata, menurun (5)
Terapeutik :
Kecemasan, menurun (5) 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
2. Fasilitasi melakukan pergerakan,jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
3 Gangguan pola tidur Setelah diberikan asuhan keperawatan Dukungan Tidur. SIKI (L05174 Hal 48)
berhubungan dengan rasa selama 1x7 jam diharapkan Pola Tidur Tindakan
nyeri (D.0055 Hal 126) klien meningkat. 1. dentifikasi faktor yang mengganggu tidur
Kriteria hasil SLKI (L.05045 Hal 96)
2. dentifikasi makanan dan minuman yang
1. Keluhan sulit tidur menurun (1)
mengganggu tidur
2. Keluhan pola tidur berubah, menurun
(1) terapeutik
3. Keluhan istirahat tidak cukup,
3. odifikasi lingkungan (mis, pencahayaan,
kebisingan, suhu ruangan dan tempat tidur)
menurun (1)
4. Tetapkan jadwal tidur rutin
5. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
22

kenyamanan (mis, pijat dan pengaturan posisi)


Edukasi
6. Jjelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur

5 Gangguan Mobilitas fisik SLKI (L.05042) Dukungan mobilisasi SIKI (I.05173)


Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan Observasi
b.d gangguan keperawatan selama 1x7 jam 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
neuromuscular, diharapkan gangguan mobilitas fisik lainnya
nyeri SDKI (D. teratasi, dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
0054 hal. 124) 1. Kekuatan otot membaik skor 5 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
2. Nyeri menurun skor 5 sebelum memulai mobilisasi
3. Gerakan terbatas menurun skor 5 4. Monitor kondisi umum selama melakukan
Kelemahan fisik menurun skor 5 mobilisasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
(mis. pagar tempat tidur)
2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
melakukan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk ditempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)

5545
23

12
24
16

.2.4 Implementasi Keperawatan


Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan
perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi
prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap
intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.

.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya[ CITATION Cer10 \l 1057 ].
Tujuan pemulangan pasien dengan anemia adalah  :
1. Mempertahankan / meningkatkan fungsi CU
2. Mencegah komplikasi.
3. Memberikan informasi tentang proses /pragnosis dan program pengobatan.
4. Pendukung kontrol aktif pasien terhadap kondisi.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Nama Mahasiswa : Armia Silviani


NIM : 2018.C.10a.0926
Ruang Praktek : Bedah
Tanggal Praktek : 5 Desember 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 5 Desember 2020 & 08.00 WIB

1.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama Tn. A, Umur 36 Tahun, Jenis kelamin Laki-laki, Suku/bangsa
Banjar/Indinesia, Agama Kristen, Pekerjaan Swasta, Pendidikan SMP, Status
perkawinan Kawin, Alamat Bukit raya XIII, Tgl MRS 5 Desember 2020,
Diagnosa Medis Open Fraktur Humerus sinistra.
3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama :
Klien mengatakan “nyeri di bagian luka tangan” dengan P “Open Fraktur
Humerus” Q: “terasa teriris-iris” R:”nyeri terasa disekitar lengan atas” S:”skala
nyeri ringan 6” T:”nyeri saat bergerak”.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien mengatakan pada hari senin tanggal 5 Desember 2020 pada pukul 05.30
WIB klien berangkat ke pasar dengan mengendarai sepeda motor, klien
mengatakan bahwa dalam perjalanan ke pasar klien di tabrak oleh orang yang
mengendarai sepeda motor dengan kecepatan yang tinggi sehingga klien jatuh dan
tangan kiri digunakan untuk menyangga tubuhnya. Klien lalu di bawa ke klinik
terdekat dan dari klinik klien dirujuk ke RSUD dr. Doris Sylvanus pada pukul
07.15 WIB. Di IGD klien diberikan terapi obat keterolac 30 mg, dan terapi infus
NaCL 0,9% 20 TPM, kemudian klien juga dilakukan perawatan luka dan
pemasangan spalk, klien mengeluh nyeri terus-menerus di sertai kaku pada lengan

28
29

atas humerus sinistra nyeri seperti tersayat-sayat, skala nyeri yang di rasa 7, nyeri
semakin bertambah saat melakukan perubahan posisi. Dari ruang IGD klien di
pindahkan ke ruang Bedah selama diruang bedah klien mengatakan juga sulit
untuk tidur karena nyeri tersebut, klien di jadwalkan oleh dokter spesialis bedah
orthopedi untuk operasi pada tanggal 07 Desember 2020 pada pukul 09.20 WIB
dan selesai pada pukul 10.35 WIB.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit apapun sebelumnya maupun
riwayat operasi.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan didalam keluargan tidak ada yang mengalami penyakit yang
sama serta penyakit keturunan lainnya seperti hipertensi, jantung, stroke, dll.
Klien jjuga mengatakan tidak ada yang memiliki penyakit menular seperti TB
Paru, hepatitis, dll.
GENOGRAM KELUARGA :
Bagan 3.1 Genogram

Keterangan :
: Laki-laki meninggal
: Perempuan meninggal
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Tinggal serumah
: Hubungan keluarga
30

3.2 Pemerikasaan Fisik


3.2.1 Keadaan Umum :
Pasien tampak sakit sedang dengan tingkat kesadaran pasien compos
menthis dengan GCS: E:4, V: 5, M:6 nilai GCS 15, posisi pasien duduk
pasien tampak kurang rapi, klien tampak gelisah, klien tampak lemah,
klien tampak lelah, terpasang infus NacL 0,9% 20 tpm di tangan sebelah
kanan, tampak ada luka didaerah lengan kiri atas dengan panjang 10 cm
lebar 5 cm dan kedalaman 3 cm, Tampak adanya memar didaerah
belakang lengan kiri atas, aktivitas klien tampak hanya dibantu oleh
keluarganya, mobilisasi gerak klien terbatas karena ditempat tidur, lengan
kiri atas tampak terpasang perban dan terpasang spalk.
3.2.2 Status Mental :
Tingkat kesadaran compos menthis ekspresi wajah datar, bentuk
badan simetris, cara berbaring / bergerak duduk / terbatas, mampu
berbicara dengan jelas dan lancar, berpenampilan kurang rapi. Fungsi
kognitif baik (Orientasi waktu : pasien dapat membedakan waktu,
Orientasi orang : pasien dapat membedakan perawat dan dokter maupun
keluarga, Orientasi tempat : pasien mengetahui bahwa sedang dirawat
dirumah sakit karena mengalami penurunan kesadaran). Pertahanan diri
adaftif.
3.2.3 Tanda-tanda Vital :
Suhu : 37,9oC (axila), Nadi/HR : 103x/m, Pernfasan/RR : 20x/m,
Tekanan darah/BP : 120/80 mmHg.
3.2.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris, tampak lesi didaerah dada berwarna gelap dan
tampak cairan kuning tidak ada kebiasaan merokok pada pasien, pasien
tidak batuk. Pasien inspirasi dengan tipe pernafasan dada dan perut, irama
nafas teratur dengan suara nafas veskuler, tidak ada suara nafas tambahan.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah
31

3.2.5 Cardiovasculer (Bleeding)


Tidak ada masalah keperawatan pada fungsi kardiovaskuler Tn.A,
suara jantung s1-s2 tunggal (Lub-Dub).
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.2.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS Tn. A 15 E : 4 (Membuka mata secara spontan) V : 5
(Dapat berorientasi secara normal/baik) M : 6 (Melokalisir nyeri
menjangkau dan menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri), tingkat
kesadaran compos mentis,pupil isokor, refleks cahaya kanan dan kiri
positif, Adanya nyeri lokasi lengan atas sebelah kiri, pasien gelisah.
Uji Koordinasi ekstrimitas atas: jari ke jari positif, jari ke hidung positif.
Dan uji koordinasi ekstrimitas bawah:tumit ke jempul kaki positif.
Uji Syaraf Kranial :
Nervus Kranial I (Olfaktori) : Pasien dapat mencium bau-bauan seperti:
minyak kayu putih atau alkohol.
Nervus Kranial II (Optik): Pasien dapat melihat dengan jelas orang yang
disekitarnya.
Nervus Kranial III (Okulomotor): Pupil pasien dapat berkontraksi saat
melihat cahaya.
Nervus Kranial IV (Trokreal): Pasien dapat menggerakkan bola matanya
ke atas dan ke bawah.
Nervus KranialV (Trigeminal): Pasien dapat mengunyah makanan: seperti
nasi, kue, buah.
Nervus Kranial VI (Abdusen): Pasien dapat melihat ke samping.
Nervus Kranial VII (Fasial): Pasien dapat tersenyum.
Nervus Kranial VIII (Auditor): Pasien dapat mendengar perkataan Dokter,
Perawat dan keluarganya: Nervus Kranial IX (Glosofaringeal)
Pasien dapat membedakan rasa pahit, manis.
Nervus Kranial X (Vagus): Pasien dapat berbicara dengan jelas.
Nervus Kranial XI (Asesori): Pasien dapat mengangkat bahunya.
32

Nervus Kranial XII (Hipoglosol): Pasien dapat mengatur posisi lidahnya


ke atas dan ke bawah.
Masalah Keperawatan : Nyeri akut

3.2.7 Eliminasi Uri (Bladder) :


Produksi urine pasien ±1000 ml 6-7 x/hari, warna urine
kekuningan, dan bau khas urine. Tidak ada masalah keperawatan pada
eliminasi uri/lancar.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.2.8 Eliminasi Alvi (Bowel) :
Kondisi bibir Tn. A tampak lembab, pada gigi tidak terdapat karies
gigi, gusi tidak ada peradangan, lidah cukup bersih dan tidak ada
peradangan, pada rectum tidak terdapat kelainan, tidak ada hemoroid.
BAB 1x/hari berwarna kuning kecoklatan dengan konsistensi lembek.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
3.2.9 Tulang - Otot – Integumen (Bone) :
Kemampuan pergerakan sendi Tn. A terbatas, Tidak ada parase, tidak
ada paralisis, tidak ada hemiprese, tidak ada krepitasi, adanya nyeri, tidak
ada bengkak, ukuran otot simetris, tulang belakang pasien normal. ada
deformitas tulang, ada peradangan, Tampak ada luka daerah lengan kiri,
Tampak adanya memar didaerah luka lengan kiri atas, adanya Open
Fraktur Humerus, kekuatan otot menurun, rentang gerak terbatas.
Uji ekstermitas atas dan bawah
4 1
5 5
Masalah keperawatan : Gangguan mobilitas fisik
3.2.10 Kulit-Kulit Rambut
Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat, makanan, kosmetik dan lain-lain.
Suhu kulit teraba hangat, turgor kulit baik, warna kulit normal, tekstur kulit
halus, terdapat memar didaerah lengan kiri atas, adanya luka lokasi lengan
33

kiri atas, Tampak adanya luka didaerah lengan dengan karakteristik panjang
10 cm lebar 5 cm dengan kedalaman 3 cm.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
3.2.11 Sistem Penginderaan :
Tidak ada masalah keperawatan pada fungsi pengindraan. Fungsi
penglihatan pasien normal, gerakan bola mata bergerak normal, sklera
putih/normal, Konjungtiva anemis, tampak lingkar hitam area mata,
kornea bening, pasien tidak menggunakan alat bantu kaca mata. Fungsi
pendengaran baik, bentuk hidung simetris, tidak ada kelainan dan
peradangan pada hidung.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.2.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Masa dan jaringan parut tidak ada masalah, kelenjar limfe dan
kelenjar tiroid tidak teraba, mobilitas terbatas.
3.2.13 Sistem Reproduksi Pria
Pada sistem reproduksi Tn. A, tidak ada kemerahan, tidak ada gatal-
gatal, tidak ada kelainan. Tidak ada masalah keperawatan.
3.2.14 Pola Fungsi Kesehatan
1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan cepat pulang, karena rasa
sakit ini mengganggu.
2. Nutrisida Metabolisme
TB : 165 cm
BB sekarang : 56 kg
BB sebelum sakit : 60 kg
IMT : BB = 56 = 56 = 20,5
TB² 1,65x1,65 2,72

Table 2.1 Nutrisida Metabolisme


Pola makan sehari-hari Saat sakit Sebelum sakit
Frekuensi/hari 3x 3x
34

Porsi ½ porsi 1 porsi


Nafsu makan Berkurang Baik
Jenis makan Beras merah,ikan Nasi,ikan, tempe, tahu
gabus,tempe,tahu
Jenis minuman Air putih Air putih dan teh
Jumlah 4-6 gelas 4-6 gelas
minuman/cc/24jam
Kebiasaan makan Pagi, siang, sore Pagi siang malam
Keluhan/masalah Klien tidak mau Tidak ada
mengkonsumsi makanan
dari RS
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
3.2.15 Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit pasien mengatakan bahwa pasien tidur malam selama 6-8
jam, tidur pada siang hari biasanya 1-2 jam.
Sesudah sakit pasien mengatakan tidur siang hanya 45 menit, dan malam
hari 1 jam.
Masalah Keperawatan : Gangguan pola tidur
3.2.16 Kognitif :
Pasien mengatakan tidak mengetahui tentang cara penanganan patah tulang yang
dideritanya karena adanya patah tulang setelah kecelakaan.
Masalah Keperawatan : Defisit pengetahuan
3.2.17 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran) :
Gambaran diri : pasien mencintai dirinya secara utuh, Ideal diri : pasien
ingin cepat sembuh, harga diri : pasien merasa dicintai oleh keluarganya,
peran : pasien seorang suami dan ayah , identitas diri : pasien adalah
seorang bapak kepala keluarga.
Tidak ada masalah keperawatan
3.2.18 Aktivitas Sehari-hari
Pasien mengatakan sebelum sakit pekerjaan sehari-hari pasien yaitu sebagai
bapak kepala keluarga yang bekerja swasta yang mengurus keluarga, saat
sakit hanya berbaring di tempat tidur, aktivitas klien dibantu oleh keluarga
35

seperti berpakaian, mandi, BAK, dan BAB, , ambulasi klien juga dibantu
oleh keluarga.
3.2.19 Koping –Toleransi terhadap Stress
Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit jika pasien memiliki masalah ia
akan bercerita dengan suami dan anak-anaknya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.2.20 Nilai-Pola Keyakinan
Keluarga dan pasien menganut nilai dan pola keyakinan agama Islam,
menurut keluarga didalam tindakan yang dilakukan di rumah sakit yang
bersifat medis tidak ada yang bertentangan dengan keyakinan keluarga dan
pasien.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.3 SOSIAL - SPIRITUAL
3.3.1 Kemampuan berkomunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik dengan keluarga, orang lain
dan pertugas kesehatan, pasien kooperatif.
3.3.2 Bahasa sehari-hari
Di kehidupannya sehari-hari pasien menggunakan bahasa
Banjar/Indonesia, pasien berbicara normal.
3.3.3 Hubungan dengan keluarga :
Hubungan pasien dengan keluarga baik dan harmonis
3.3.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Pasien dapat menjalin hubungan baik dengan sesama pasien diruangan
dan orang lain, pasien kooperatif.
3.3.5 Orang berarti/terdekat :
Pasien mengatakan orang yang berarti/terdekat dalam kehidupanya
adalah keluarganya.
3.3.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Ketika pasien sehat pasien menggunakan waktu luang untuk beristrahat
dan berkumpul bersama keluarga dan kerabatnya, ketika dirumah sakit
pasien menggunakan waktu luang untuk beristirahat.
36

3.3.7 Kegiatan beribadah :


Selama sakit pasien hanya bisa berdoa diatas tempat tidur.
3.4 Data Penunjang (Radiologis, Laboraturium, Penunjang Lainnya)
Tabel Pemeriksaan Laboratorium Tanggal : 05 Desember 2020
No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
.
1 GDS 111 mg/dL <200
2 Ureum 29 mg/dL 21-53
3 Creatinin 0.9 mg/dL 0,7-1,5

Tabel Pemeriksaan Laboratorium Tanggal : 5 Desember 2020


No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
.
1 . WBC 7.79 x 10^3/uL 4.00-10.00
2 RBC 4.13 10^6/uL 3.50-5.50
3 HGB 11.2 g/uL 12.0-16.0
4 PLT 334 x 10^3/uL 150-400
5 GDS 134 mg/dL <200 mg/dL

Hasil pemeriksaan Radiologi pada Tanggal 5 Desember 2020 (pemeriksaan


X-ray Foto Thorak AP)
Kesan :
Paru tidak tampak kelainan.
Open Fraktur Humerus sinistra (+)

3.5 Penatalaksanaan Medis


Tanggal : 5 Desember 2020
No. Penatalaksanaan Dosis Rute Indikasi
Medis
1 Infus NacL 0,9% 20 Tpm IV Untuk mengembalikan
37

20 tpm keseimbangan elektrolit


pada dehidrasi

2 Injeksi ceftriaxone 2x1 gr IV Mengobati infeksi bakteri.


Dengan cara menghambat
pertumbuhan bakteri atau
membunuh bakteri
didalam tubuh

3 Injeksi Ketorolac 3x30 mg IV Untuk nyeri akut derajat sedang-


berat setelah operasi

4 Injeksi Ranitidin 2x50 mg IV Pengobatan jangka pendek tukak


duodenum aktif, tukak lambung
aktif.

Palangkaraya, 5 Desember 2020


Mahasiswa

(Armia Silviani)
2018.C.10a.0926

ANALISIS DATA

Tabel 3.3 Analisis Data


DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
38

DS: Pergeseran fragmen Nyeri akut


Klien mengatakan “Terasa tulang
nyeri didaerah luka lengan
atas kiri”
Inflamasi
P: Open Fraktur Humerus
sinistra,
Q: Teriris-iris Merangsang
R: Didaerah
neurotransmitter
Lengan kiri atas
S: 7 (Berat)
T: Nyeri saat Hipotalamus
bergerak
DO:
- Klien tampak meringis Reseptor nyeri
- Klien tampak gelisah
- Suhu kulit teraba hangat
- Klien tampak lemah
- Klien tampak terus
memegang area lengan kiri
atas
- Tampak adanya luka
didaerah lengan kiri atas
- Tampak ada nya
memar didaerah lengan
kiri atas
- Frekuensi nadi meningkat
- TTV: TD: 120/80 mmhg,
N: 103x/menit, S: 37,9ºC,
RR: 20x/menit.

DS: Pasien mengatakan Perubahan jaringan Gangguan Mobilitas


“rasanya nyeri saat saya sekitar Fisik
bergerak“.
DO : Pergeseran fragmen
 Tampak meringis tulang

 Tampak lemah Nyeri saat beraktivitas

 Tampak gelisah Aktivitas terhambat


 Tampak adanya luka lecet
39

 Kekuatan otot menurun


 Rentang gerak terbatas
 Aktivitas dibantu keluarga
dan perawat
 Skala otot
4 1
5 5

DS: Klien mengatakan “saya Merangsang Gangguan pola tidur


susah tidur” neurotransmitter
DO:
- Klien tampak lelah Hipotalamus
- Klien tampak lesu
- Klien tampak sering
Reseptor nyeri
menguap
- Konjungtiva anemis
- Tampak ada kehitaman Gangguan rasa nyaman
di bawah mata
- Pola tidur sebelum sakit
malam 6-8 jam siang 1
jam, sesudah sakit malam
1-2 jam siang 45 menit

DS: Pasien mengatakan “tidak Kurang terpaparnya Defisit pengetahuan


mengetahui cara informasi tentang Open
penanganan patah Fraktur Humerus
tulangnya“. sinistra
DO :
 Pasien lulusan SMP
40

 Pasien tampak bingung


 Pasien banyak bertanya
tentang penyakitnya
 Pasien tampak cemas
 Pasien tampak meringis

3.16 Prioritas Masalah


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma) ditandai dengan
adanya memar belakang leher, tampak luka lecet, pasien tampak meringis,
pasien tampak gelisah, Frekuensi nadi meningkat, TTV TD: 120/80 mmhg, N:
103x/menit, S: 37,9ºC, RR: 20x/menit.
41

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuluskeletal


ditandai dengan kekuatan otot menurun, rentang gerak menurun. Aktivitas
terbatas, pasien tampak lemah, TTV TD: 120/80 mmhg, N: 103x/menit, S:
37,9ºC, RR: 20x/menit.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kondisi klinis terkait yang ditandai
dengan pasien tampak lesu, pasien tampak lemah,pasien tampak menguap,
konjungtiva anemis, pasien tampak meringis.
4. Defisit pengetahuan tentang Open Fraktur Humerus berhubungan dengan
kurang terpaparnya informasi yang ditandai dengan Pasien tampak cemas,
Pasien tampak meringis, Pasien tampak bingung ketika ditanya tentang
kondisi penyakitnya, klien tampak sering bertanya, Pasien lulusan SMP.
42

INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari/Tanggal : 05 Desember 2020
Nama : Tn A
No DiagnosaKeperawatan TujuandanKriteriaHasil RencanaKeperawatan/Intervensi Rasional

1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1 Identifikasi lokasi, karakteristik, 1 Membantu dalam
keperawatan selama 1x7 jam mengindentifikasi derajat
dengan agen pencedera fisik durasi, frekuensi nyeri
diharapakan nyeri hilang ketidaknyamanan dan
(trauma) ditandai dengan dengan kriteria hasil: 2 Identifikasi lokasi nyeri kebutuhan untuk
1) Keluhan nyeri menurun (5) keefektifan analgesic
adanya memar belakang leher, 3 Identifikasi respons non verbal
2) Ekspresi meringis 2 Untuk mengetahui lokasi
tampak luka lecet, pasien menurun (5) 4 Berikan teknik non farmakologis nyeri.
3) Gelisah menurun (5) 3 Untuk mengetahui ekspresi
tampak meringis, pasien untuk mengurangi nyeri.
4) Pola nafas membaik (5) wajah klien
tampak gelisah, Frekuensi nadi 5) Tekanan darah membaik 5 Kontrol lingkungan yang 4 Untuk mengurangi rasa
(5) nyeri
meningkat, TTV TD: 120/80 memperberat nyeri.
5 Untuk mengurangi nyeri
mmhg, N: 103x/menit, S: 6 Fasilitasi istirahat dan tidur 6 Untuk mengurangi pasien
memikirkan rasa nyeri
37,9ºC, RR: 20x/menit. 7 Jelaskan strategi meredakan nyeri
7 Untuk mengurangi rasa
8 Kolaborasi dalam pemberian nyeri
8 Analgetik merupakan obat
analgetik
yang digunakan untuk
menghilangkan rasa nyeri.
43
44

2. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi adanya nyeri atau Untuk mengetahui adanya nyeri
selama 3x7 jam diharapkan mobilitas keluhan fisik lainnya saat melakukan pergerakan
berhubungan dengan
fisik klien membaik dengan 2. Identifikasi toleransi fisik Untuk mengetahui kemampuan
gangguan muskuluskeletal Kriteria Hasil : melakukan pergerakan pasien dalam melakukan
1. Pergerakan ekstremitas meningkat 3. Monitor frekuensi jantung dan mobilisasi
ditandai dengan kekuatan
(5) tekanan darah sebelum memulai Untuk mengathui adanya
otot menurun, rentang 2. Kekuatan otot meningkat (5) mobilisasi perubahan keadaan umum pasien
3. Rentang gerak ROM meningkat (5) 4. Monitor kondisi umum selama Untuk mengetahui jika ada
gerak menurun. Aktivitas
melakukan mobilisasi perubahan pada keadaan umum
terbatas, pasien tampak 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi pasien
dengan alat bantu Mengurangi resiko cedera
lemah, TTV TD: 120/80
6. Fasilitasi melakukan pergerakan, Mengurangi resiko cedera
mmhg, N: 103x/menit, S: jika perlu Memberikan edukasi kepada
7. Jelaskan dan tujuan prosedur klien
37,9ºC, RR: 20x/menit.
mobilisasi Membiasakan klien dalam
8. Ajarkan mobilisasi sederhana melakukan aktivitas
yang harus dilakukan
45

3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur 6. Untuk mengetahui pola tidur
klien
berhubungan dengan selama 1 x 7 jam diharapkan pola tidur 2. Identifikasi factor penganggu pola
7. Untuk mengetahu factor penyulit
kondisi klinis terkait yang pasien membaik dengan kriteria hasil: tidur pola tidur klien
8. Untuk mengetahui factor
ditandai dengan pasien 1. Keluhan sulit tidur menurun (1) 3. Identifikasi makanan/minuman
penyulit tidur klien
tampak lesu, pasien 2. Keluhan pola tidur berubah, menurun yang menganggu tidur 9. Memberikan kenyamanan
10. Agar pasien nyaman tidur
tampak lemah,pasien (1) 4. Modifikasi lingkungan
malam hari
tampak menguap, 3. Keluhan istirahat tidak cukup, 5. Batasi waktu tidur siang, jika perlu 11. Mengurangi resiko sakit yang
bisa menyebabkan gangguan
konjungtiva anemis. menurun (1) 6. Sesuaikan jadwal pemberian obat
pola tidur klien
dan/atau tindakan menunjang siklus 12. Memberikan kenyaman
13. Untuk membantu proses
tidur
penyembuhan klien
7. Berikan posisi nyaman
8. Jelaskan pentingnya tidur yang
cukup saat sakit
46

4. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi kesiapan dan 1. Untuk mengetahui tingkat
tentang Open Fraktur kemampuan menerima informasi pengetahuan pasien
selama 1 x 7 jam diharapkan pengetahuan
Humerus berhubungan 2. Identifikasi factor-faktor yang 2. Untuk menambah pengetahuan
pasien dan keluarga bertambah dengan pasien
dengan kurang terpaparnya dapat meningkatkan dan
3. Mengatahui tingkat pemahaman
informasi yang ditandai kriteria hasil : menurunkan motivasi perilaku pasien tentang penjelasan
dengan Pasien tampak 1. Verbalisasi dalam minat belajar hidup bersih dan sehat kondisi penyakit
cemas, Pasien tampak meningkat (5) 3. Sediakan materi dan media 4. Memberikan pasien kesiapan
meringis, Pasien tampak 2. Perilaku sesuai dengan pengetahuan pendidikan kesehatan untuk menerima informasi
bingung ketika ditanya meningkat (5) 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan 5. Mengetahui tingkat pengetahuan
tentang kondisi 3. Kemampuan menggambarkan sesuai kesepakatan pasien
pengalaman sebelumnya sesuai 6. Agar pasien memahami hal-hal
penyakitnya, klien tampak 5. Berikan kesempatan untuk
dengan topic meningkat (5) yang mempengaruhi kesehatan
sering bertanya, Pasien 4. Kemampuan menjelaskan bertanya 7. Memberikan pengetahuan dalam
lulusan SMP. pengetahuan tentang suatu topic 6. Jelaskan factor resiko yang dapat menajaga perilaku hidup bersih
meningkat(5) mempengaruhi kesehatan dan sehat
7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat
47

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Implementasi
Jam Jam: 10.00 Wib Nama Perawat
Sabtu, 05 1. Mengidentifikasi karakteristik penyebab ,kualitas, S: Pasien mengatakan pasien mengatakan ”Terasa
Desember frekuensi nyeri. nyeri dibagian lengan atas kiri”
O:
2020 2. Melakukan observasi tanda-tanda vital klien  Klien tampak gelisah
3. Mengidentifikasi respon verbal  Suhu kulit teraba hangat
08.30 WIB
4. Memberikan posisi senyaman mungkin.  Klien tampak meringis
Dx 1 5. Melakukan menajemen nyeri seperti latihan napas dalam,  Klien tampak lemah
Armia Silviani
 Adanya luka di lengan kiri atas
distraksi dada, dll.
 Adanya memar didaerah lengan kiri atas
6. Berkolaborasi dengan dokter dalam peberian obat  TTV
analgetik. TD : 120/80 mmHg
S : 37,9oC
N : 103 x/m
R : 20 x/m
A: Masalah nyeri belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi 1,2,3,4,5 dan 6
48

Hari/Tanggal Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Implementasi
Jam Jam: 10.00 Wib Nama Perawat
Sabtu, 05 Desember 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan S: Pasien mengatakan”Terasa nyeri saat bergerak”
2020 fisik lainnya O:
2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan
09.56 WIB - Pasien tampak lemah
pergerakan
Dx 2 3. Melakukan pemantauan kondisi umum - Pasien tampak berbaring
selama melakukan mobilisasi - Aktivitas klien dibantu keluarga
4. Membantu pasien melakukan pergerakan
- Tampak terpasang perban dan spalk pada lengan
5. Menjelaskan dan tujuan prosedur mobilisasi Armia Silviani
6. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang kiri atas
harus dilakukan - Pasien tampak meringis saat bergerak
- Pasien mengerti pentingnya mobilisasi
A: Masalah mobilitas fisik belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 6

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


49

Jam Jam: 10.00 Wib Nama Perawat


Sabtu, 05 Desember 1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur S: Pasien mengatakan”Saya masih sulit tidur”
2020 2. Mengidentifikasi factor penganggu pola O:
09.56 WIB tidur - Pasien tampak gelisah
Dx 3 3. Modifikasi lingkungan senyaman klien - Pasien tampak meringis
4. Memberikan posisi nyaman - Konjungtiva tampak anemis
5. Menjelaskan pentingnya tidur yang cukup - Tampak lingkar hitam area mata Armia silviani
saat sakit - Klien berbaring semi fowler
- Klien tampak mengerti tentang pentingnya tidur
yang cukup saat pasien sakit
A: Masalah gangguan pola tidur belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


50

Jam Jam: 10.00 Wib Nama Perawat


Sabtu, 05 Desember 1. Mengkaji tingkat pengetahuan klien dan S: Pasien mengatakan”Saya paham dan mengerti
2020 keluarga tentang Open Fraktur Humerus dengan apa yang sudah disampaikan dan dijelaskan”
12.30 WIB 2. Memberikan pendidikan kesehatan pada O:

Dx 4 pasien dan keluarga tentang Open Fraktur - Pasien tampak mengerti


Humerus, penanganannya, dan resiko nya - Pasien bertanya tentang Open Fraktur Humerus
jika tidak ditangani dengan baik - Pasien dapat menyebutkan tentang Open Fraktur Armia silviani
3. Memberikan kesempatan kepada pasien Humerus, penanganannya, dan resiko nya jika tidak
untuk bertanya terkait Open Fraktur ditangani dengan baik
Humerus - Pasien tidak tampak bingung
4. Menanyakan kembali pada pasien atau - Pasien tidak tampak cemas
keluarga tentang Open Fraktur Humerus A: Masalah defisit pengetahuan teratasi

P: Hentikan intervensi
51

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2014). Sedangkan menurut
Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Documentation menyebutkan
bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan
ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical
Nursing Suatu keadaan diskontinuitas jaringan struktural pada tulang (Price
2010). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan (Purnawan
junadi 2012). Open fraktur humerus adalah terjadinya patah tulang diakibatkan
ruda paksa ataupun trauma langsung yang menyebabkan terputusnya kontinuitas
jaringan sekitar daerah lengan tangan.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Asuhan keperawatan ini dapat berguna untuk referensi-referensi dalam
pengelolaan asuhan keperawatan, dan memberikan referensi untuk memberikan
intervensi sesuai kebutuhan dasar pada pasien tersebut.
4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Saran bagi institusi pendidikan agar laporan pendahuluan studi kasus ini
dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan atau referensi untuk mahasiswa
dalam membuat asuhan keperawatan terkait pasien dengan diagnose Open fraktur
humerus sinistra pada masa mendatang.
4.2.3 Bagi tempat praktik
Asuhan keperawatan ini dapat berguna untuk menjadi referensi dan
tambahan supaya mengelola pasien dengan kebutuhan dasar yang menjadi dasar
pemenuhan dan hak pasien untuk mendapatkan perawatan yang maksimal.

35
52

DAFTAR PUSTAKA

Cerpianto, L. J. (2010). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. In


Edisi 6 (p. 28). Jakarta: EGC.
Dochterman, J. M., & Bulecheck, G. N. (2013). Nursing Intervention
Classification (NIC). Mosby: Edition.Missouri.
Ganong, F. W. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta: EGC.
Herdman, T. (2010). Defision and Classificatin. USA: Weley-Blackwell.

Moorhead, S., (2000).  Nursing Outcomes Classification (NOC) second Edition.


Missouri : Mosby
Ganong, F. William. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta :
EGC.
Marrilyn, E. Doengus. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Smelster, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 2.
Jakarta : EGC.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil K eperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
53

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3327707

LEMBAR KONSULTASI

Nama : Armia Silviani


NIM : 2018.C.10a.0926
Program Studi : S1 Keperawatan

Tanda Tangan
No Hari/Tgl/Waktu Catatan Pembimbing
Mhs Pembimbing
1.
54

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Bidang Study : Keperawatan Medikal Bedah II


Topik : Fraktur
Sub topik : Penanganan Awal Patah Tulang
Sasaran :
Tempat :
Hari/Tanggal :
Waktu : 1 x 30 menit

I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Pada akhir proses penyuluhan, keluarga klien dapat menyebutkan
pengertian tanda-tanda dan penanganan patah tulang
II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah diberikan penyuluhan keluarga klien dapat :
1. Menyebutkan pengertian Patah Tulang
2. Menyebutkan Penyebab Patah Tulang
3. Menyebutkan Tanda dan gejala Patah Tulang
4. Menyebutkan Penatalakanaan pada Patah Tulang
III. SASARAN
Keluarga Pasien di UGD RSUD dr. Doris Sylvanus
IV. MATERI (Terlampir)
V. METODE
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
VI. MEDIA
 Flip Chart
 Leaflet
VII. KRITERIA EVALUASI
Evaluasi Struktur
 Peserta hadir ditempat penyuluhan
 Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di Ruang Lobby IGD
55

RSSA
 Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan
sebelumnya
Evaluasi Proses
 Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
 Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
 Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara
benar
Evaluasi Hasil
 Keluarga Pasien UGD RSSA Malang mengetahui tentang Patah
Tulang

VIII. KEGIATAN PENYULUHAN


No. WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN
PESERTA
1. 3 Pembukaan :
Menit  Membuka kegiatan dengan  Menjawab salam
mengucapkan salam.
 Memperkenalkan diri  Mendengarkan
 Menjelaskan tujuan dari  Memperhatikan
penyuluhan
 Menyebutkan materi yang akan  Memperhatikan
diberikan
 Menanyakan sekilas tentang
pengetahuan keluarga Pasien
mengenai Patah Tulang terbuka
2. 15 Pelaksanaan :
menit  Menjelaskan tentang pengertian  Memperhatikan
Patah Tulang terbuka
 Menjelaskan tentang penyebab  Memperhatikan
Patah Tulang terbuka
 Menjelaskan tentang tanda dan  Memperhatika
56

gejala Patah Tulang terbuka


 Menjelaskan tentang  Memperhatikan
penatalaksanaan Patah Tulang
terbuka  Bertanya dan
 Memberi kesempatan kepada menjawab
peserta untuk bertanya pertanyaan yang
diajukan
3. 10 Evaluasi :
Menit  Menanyakan kepada peserta  Menjawab
tentang materi yang telah pertanyaan
diberikan, dan reinforcement
kepada ibu yang dapat menjawab
pertanyaan.
4. 2 Terminasi :
Menit  Menyimpulkan materi yang telah  Mendengarkan
disampaikan
 Mengucapkan terimakasih atas  Menjawab salam
peran serta peserta.
 Mengucapkan salam penutup

IX. PENGORGANISASIAN
Pembicara : Armia Silviani

MATERI PENYULUHAN
57

A. Pengertian Patah Tulang Tebuka


Patah tulang adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasaan (E. Oerswari, 1989).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000).
Fraktur terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang
bersangkutan sedang atau pernah berhubungan dengan dunia luar.
B. Penyebab Patah Tulang Terbuka
1. Trauma:
Di dalam : penyebab ruda paksa merusak kulit, jaringan lunak dan tulang.
Di luar         :   fragmen tulang merusak jaringan lunak dan menembus
kulit.
2. Patologis (penyakit pada tulang)
3. Degenerasi spontan.

C. Macam- Macam Patah Tulang Terbuka


Patah Tulang Terbuka , bila terdapat hubungan antara fragemen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi
menjadi tiga derajat, yaitu :
1. Derajat I- luka kurang dari 1 cm- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak
ada tanda luka remuk.- fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif
ringan.- Kontaminasi ringan.
2. Derajat II- Laserasi lebih dari 1 cm- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas,
avulse- Fraktur komuniti sedang.
3. Derajat III Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur
kulit, otot dan neurovaskuler sertakontaminasi derajat tinggi.
D. Tanda Dan Gejala
1. Deformitas daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dari  tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi
seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang 
b. Penekanan tulang
58

2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam        jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur 
5. Tenderness/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi
E. Penatalaksaan  Fraktur
1. Penatalaksanaan secara Umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila
sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden
period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap.
Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat
pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
2. Penatalaksanaan Kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah,
maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk meng-imobilisasi bagian
tubuh segara sebelum pasien dipindahkan.
Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan
sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan
59

dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi.


Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan
jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi
dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur.
Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan
jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan
memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian
dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat
juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas
yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera
ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang
cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk
menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
  Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali
melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar
melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas.
  Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian
dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian
dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera.
Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut.
F. Komplikasi
1. Perdarahan, syok septik, kematian
2. Tetanus
3. Gangren
4. Kekakuan sendi
5. Perdarahan sekunder
6. Osteomielitis kronik
G. Faktor-faktor yang mempengaruhi Patah Tulang
1. Faktor yang mempercepat peyembuhan
60

 Mengurangi pergerakan pada daerah yang mengalami patah tulang


 Sambungan luka tertata dengan baik
 Asupan darah yang memadai
 Nutrisi yang baik
 Hormon-hormon pertumbuhan
2. Faktor-faktor yang memperlambat penyembuhan
 Kehilangan tulang
 Gerakan pada bagian yang patah tulang terus menerus
 Rongga atau ada jaringan dianta tulang yang patah
 Keganasan lokal
 Infeksi
 Penyakit tulang
 Usia

DAFTAR PUSTAKA
61

PRICE, Syilvia Anderson, 1995, Patofisiologi: konsep klinis proses-proses


penyakit, EGC Jakarta

Corwin, Elizabeth J, 2000, Buku saku patofisiologi, EGC Jakarta

Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk


perencanaandan perwatan pasien, EGC Jakarta
62
63
64
65

Anda mungkin juga menyukai