Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

X DENGAN DIAGNOSA MEDIS


STROKE HEMORAGIK
PALANGKA RAYA

Di Susun Oleh :

Nama : Hendy Trigusman


NIM : 2018.C.10a.0937

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :

Nama : Hendy Trigusman


NIM : 2018.C.10a.0937
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.X
Dengan Diagnosa Stroke Hemoragik di Palangka Raya
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk
mneyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan 1 Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan Keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik

Isna Wiranti,S.Kep.,Ners
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan
Laporan Pendahuluan Pada Tn.X Dengan Diagnosa Medis Stroke Hemoragik di
Palangka Raya.Dengan tujuan penulisan laporan ini sebagai sumber bacaan yang
dapat memperdalam pemahaman materi ini. Selain itu,penulisan laporan ini tak
terlepas pula dengan tugas mata kuliah Praktik Praklinik Keperawatan II (KDM).
Dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Saya berharap laporan ini
dapat berguna dan menambah wawasan serta pengetahuan.
Menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan pendahuluan ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna oleh sebab itu berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan laporan pendahuluan. Semoga laporan sederhana
ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya saya mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan.

Palangka Raya, 16 September 2020

Penulis
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan.................................................................................................
Kata Pengantar.........................................................................................................
Daftar Isi...................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................
1.4 Manfaat ..............................................................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia .....................................................................
2.1.1Definisi ..............................................................................................................
2.1.2 Anatomi Fisiologi..............................................................................................
2.1.3 Etiologi..............................................................................................................
2.1.4 Patofisiologi .....................................................................................................
2,1.5 Manifestasi Klinis.............................................................................................
2.1.6 Komplikasi........................................................................................................
2.1.7 Pemereiksaan Penunjang...................................................................................
2.1.8 Penataan Medis.................................................................................................
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan........................................................................
2.2.1 Pengkajian Keperawatan.................................................................................
2.2.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................................
2.2.3 Intervensi Keperawatan .................................................................................
2.2.4 Implementasi Keperawatan.............................................................................
2.2.5 Evaluasi Keperawatan.....................................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian............................................................................................................
3.2 Diagnosa...............................................................................................................
3.3 Intervensi..............................................................................................................
3.4 Implementasi........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak
(Junaidi, 2011). Stroke merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang
berpengaruh terhadap arteri utama menuju dan berada di otak (National Stroke
Association, 2012). Stroke juga bisa diartikan sebagai gejala–gejala defisit fungsi
susunan saraf yang diakibatkan penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh
lainnya (Adib, 2013).
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, kasus
stroke diseluruh dunia diperkirakan mencapai 50 juta jiwa, dan 9 juta diantaranya
menderita kecacatan berat yang lebih memprihatinkan lagi 10% diantaranya yang
terserang stroke mengalami kematian (Fitriani, 2017). Di Amerika Serikat hampir
700.000 orang mengalami stroke, dan hampir
150.000berakhirdengankematian,diAmerikaSerikattercatathampirsetiap45
detik terjadi kasus stroke, dan setiap detik terjadi kematian akibat stroke
(Medikastore, 2013). Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) pada tahun 2013 di Indonesia stroke menjadi urutan yang paling
utama, dengan menunjukkan bahwa prevalansi stroke di Indonesia sebesar 6%
atau per 8,3% per 1000 penduduk dan yang telah di diagnosis oleh tenaga
kesehatan adalah per 1000.
Stroke dapat menyerang siapa saja terutama penderita penyakit– penyakit
kronis, seperti tekanan darah tinggi, kencing manis, jantung, kadar kolestrol
tinggi, penyempitan pembuluh darah, penebalan pembuluh darah, obesitas dan
lain-lain. Tetapi pada umumnya stroke rentan terjadi pada penderita tekanan darah
tinggi, untuk itu penderita pnyakit kronis haruslah mewaspadai dan
mengantisipasi terjadinya serangan stroke. Penyakit stroke berkitan dengan
tekanan darah tinggi yang mempengaruhi munculnya kerusakan dinding
pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah tidak merata. Akibatnya, zat-
zat yang terlarut seperti, kolestrol, kalium dan lain sebagainya akan mengendap
pada dinding
pembuluhdarahyangdikenaldenganistilahpenyempitanpembuluhdarah, apabila
penyempitan pembuluh darah terjadi dalam waktu lama, akan mengakibatkan
suplai darah keotak berkurang, bahkan terhenti yang selanjutnya menimbulkan
stroke (Pudiastuti, 2011).
Berbagai fakta di atas menunjukkan bahwa stroke masih merupakan
masalah utama dibidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk
mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penanggulangan stroke yang
mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.
Keberadaan unit stroke di rumah sakit tak lagi sekedar pelengkap, tetapi
sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihat angka penderita stroke yang terus
meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan stroke yang
cepat, tepat, dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah gambaran analisa pelaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien Stroke Hemoragik di ruang NUSA INDAH RSUD Dr. DORIS
SYLVANUS PALANGKA RAYA ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu memahami konsep Stroke Hemoragik dan kebutuhan dasar
manusia dan mempelajari Asuhan Keperawatan pada pasien yang mengalami
Stroke Hemoragik serta memberi pemahaman pada penulis agar dapat belajar
dengan lebih baik lagi.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun Tujuan Khusus penulisan Laporan Pendahuluan ini yaitu penulis
mampu :
1.3.2.1 Mengetahui bagian-bagian Laporan Pendahuluan dengan Penyakit Stroke
Hemoragik serta Kebutuhan dasar manusianya
1.3.2.3 Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada penyakit Stroke
Hemoragik
1.3.2.3 Mengetahui Intervensi dan Implementasi yang akan diberikan pada pasien
dengan Stroke Hemoragik
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan agar dapat mengetahui
dan memahami konsep Penyakit Stroke Hemoragik dan agar dapat melakukan
pencegahan untuk diri sendiri dan orang disekitar agar tidak mengalami Stroke
Hemoragik
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Manfaat penulisan bagi klien dan keluarga yaitu agar klien dan keluarga
dapat mengetahui gambaran umum dari Stroke Hemoragik beserta tanda gejala
serta perawatan yang benar bagi klien agar penderita mendapat perawatan yang
tepat dalam lingkungan keluarganya.
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)
Manfaat penulisan bagi Pendidikan yaitu dapat digunakan sebagai
referensi bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan ilmu tentang konsep
Stroke Hemoragik dan ilmu tentang asuhan keperawatan dengan Penyakit Stroke
Hemoragik
Manfaat penulisan bagi Rumah Sakit yaitu agar dapat digunakan sebagai
acuan dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan bagi pasien khusunya
pasien Stroke Hemoragik
1.4.4 Untuk IPTEK
Mampu mengembangkan lebih dalam lagi mengenai pengetahuan di bidang
kesehatan khususnya pada asuhan keperawatan pada pasien dengan Stroke
Hemoragik
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep penyakit Stroke Hemoragik
2.1.1 Definisi Stroke Hemoragik
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak.
Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya
suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke
hemoragik) (Junaidi, 2011).
Menurut Misbach (2011) stroke adalah salah satu syndrome neurologi
yang dapat menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia.
Stroke Hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (Adib, 2010)
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di
otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke
hemoragik antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2012).
Stroke hemoragikadalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2011).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu
jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga
darah tidak dapat mengalir secara semestinya dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak lalu menyebabkan otak mengalami kerusakan seperti hipoksia dan
berakhir dengan kelumpuhan.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Otak berfungsi mengatur dan mengkordinir sebagian besar, gerakan,
perilaku dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah,
keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak memiliki 3 bagian utama, yaitu
otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), dan batang otak (brainstem).
Berikut :

2.1.2.1 Otak besar (cerebrum)


Cerebrum merupakan bagian terbesar dari otak. Cerebrum terbagi menjadi
2 bagian, yaitu otak kanan dan otak kiri.  Belahan otak kanan berfungsi
untuk mengontrol pergerakan di sisi kiri tubuh dan belahan otak kiri
mengontrol gerakan di sisi kanan tubuh.
Permukaan luar cerebrum disebut cerebral cortex. Bagian ini merupakan
area otak di mana sel saraf membuat koneksi yang disebut sinaps. Sinaps
merupakan sistem saraf yang mengendalikan aktivitas otak.
Sementara bagian dalam cerebrum mengandung sel-sel saraf berselubung
(mielin) yang berperan dalam menyampaikan informasi antara otak dan
saraf tulang belakang. Otak besar dibagi lagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1) Lobus frontal (bagian depan) yang mengendalikan gerakan, ucapan,
perilaku, memori, emosi, dan kepribadian. Bagian otak ini juga
berperan dalam fungsi intelektual, seperti proses berpikir, penalaran,
pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan perencanaan.
2) Lobus parietal (atas) yang mengendalikan sensasi, seperti sentuhan,
tekanan, nyeri, dan suhu. Lobus ini juga mengendalikan orientasi
spasial atau pemahaman tentang ukuran, bentuk, dan arah.
3) Lobus temporal (samping) yang mengendalikan indra pendengaran,
ingatan, dan emosi. Lobus temporal kiri juga berperan dalam fungsi
bicara.
4) Lobus oksipital (belakang) yang mengendalikan fungsi penglihatan.
2.1.2.2 Otak kecil (cerebellum)
Otak kecil terletak di bawah otak besar pada bagian belakang otak,
tepatnya di bawah lobus oksipital. Sama seperti otak besar, otak kecil juga
memiliki 2 belahan.
Otak kecil bertanggung jawab dalam mengendalikan gerakan, menjaga
keseimbangan,serta mengatur posisi dan koordinasi gerakan tubuh. Bagian
otak ini juga berperan dalam mengendalikan gerakan halus, seperti
menulis dan melukis.
2.1.2.3 Batang otak (brainstem)
Batak otak adalah seikat jaringan saraf di dasar otak. Fungsinya sebagai
stasiun pemancar yang menghubungkan otak besar ke saraf tulang
belakang, serta mengirim dan menerima pesan antara berbagai bagian
tubuh dan otak.
Batang otak terdiri dari 3 struktur utama, yakni otak tengah, pons, dan
medulla oblongata. Otak tengah adalah pusat pengatur gerakan otot mata,
sedangkan pons terlibat dalam koordinasi gerakan mata dan otot wajah,
pendengaran, dan keseimbangan.

2.1.3 Etiologi
Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intra
cranial dengan gejala peningkatan tekanan darah systole > 200 mmHg pada
hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah keunguan,
sianosis, dan pernafasan mengorok.Menurut Satyanegara (2014), etiologi stroke
hemoragik bedasarkan klasifikasi stroke hemoragik adalah:
2.1.3.1 PerdarahanIntraserebral
Penyebab-penyebab terjadinya perdarahan intraserebral antara lain:
hipertensi, perubahan patologis arteri kecil dan arteriol berkaitan dengan
hipertensi, kelainan vascular (Arteriovenous Malformatio (AVM),
aneurisma), trauma, gangguan pembekuan darah, perdarahan tumor otak,
infark serebral haemorrhagic, leukemia, obat-obatan (antikoagulan,
trombolitik, amfetamin, kokain, aspirin), angiopati amiloid serebri
(penyebab ICH (Intraserebal hemoragik) lobar pada usiatua).
2.1.3.2 Perdarahan Subarakhnoid(SAH)
Penyebab terbanyak dari perdarahan subarachnoid adalah rupture
aneurisma intrakranial (75-80%). AVM (Arteriovenous Malformatio)
mengambil porsi sebanyak 4-5% dari penyebab perdarahan subarachnoid.
Sisanya disebabkan oleh trauma, vaskulitis, tumor, diseksi arteri serebral,
pecahnya arteri superfisial, gangguan pembekuan darah, thrombosis sinus
dural.
2.1.3.3 Kekurangan suplay oksigen yang menuju otak.
2.1.3.4 Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.
2.1.3.5 Adanya sumbatan bekuan darah di otak.
2.1.3.6 Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2.1.3.7Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan
terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan
2.1.3.8 Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
2.1.3.9 Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai
bentuk abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri,
sehingga darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah
dan menimbulkan perdarahan otak.

2.1.4. Klasifikasi
Menurut letaknya, stroke hemoragik dibedakan atas dua kelompok, yaitu
perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid (Indrawati dkk., 2016).
2.1.4.1 PerdarahanIntraserebral
Pada stroke jenis ini pembuluh darah pada otak pecah dan darah
membasahi jaringan otak. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak
sehingga menyebabkan spasme atau menyempitnya arteri di sekitar tempat
perdarahan. Sel-sel otak yang berada jauh dari tempat perdarahan juga
akan mengalami kerusakan karena aliran darah terganggu. Selain itu, jika
volume darah yang keluar lebih dari 50 ml maka dapat terjadi proses desak
ruang yakni rongga kepala yang luasnya tetap, “diperebutkan” oleh darah
“pendatang baru” dan jaringan otak sebagai “penghuni lama”. Biasanya
pada proses desak ruang ini, jaringan otak yang relatif lunak mengalami
kerusakan akibat penekanan oleh jendela darah.
2.1.4.2 PerdarahanSubarakhnoid
Perdarahan yang terjadi di pembuluh darah yang terdapat pada
pembungkus selaput pembungkus otak. Selanjutnya, darah mengalir keluar
mengisi ronggaantara tulang tengkorak dan otak. Sama seperti perdarahan
intraserebral, darah yang keluar dapat menyebabkan spasme arteri sekitar
tempat perdarahan, mengiritasi jaringan sekitar, serta menyebabkan proses
desak ruang.

2.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi Stroke Hemoragik menurut Perdana (2017)adalah,
2.1.5.1 PerdarahanIntraserebral
Pecahnya pembuluh drah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom
yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak.
Peningkatan Transient Iskemic Attack (TIA) yang terjadi dengan cepat
dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan Intraserebral sering dijumpai di daerah pituitary glad,
thalamus, sub kartikal,lobus parietal, nucleuskaudatus, pons, dan
cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding
pembuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2.1.5.2 PerdarahanSubarakhnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM (Arteriovenous
Malformati). Aneurisma paling sering di dapat pada percabangan
pembuluh darah besar di sirkulasi willis. AVM (Arteriovenous
Malformatio) dapat dijumpai pada jaringan otak di permukaan pia meter
dan ventrikel otak, ataupun di dalam ventrikel otak dan ruang
subarachnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subarachnoid
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meredanya
struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula
dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.
Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid
dapat mengakibatkan vasopasme pembuluh darah serebral. Vasopasme ini
seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasopasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang
berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairanm serebrospinalis dengan
pembuluh darah arteri di ruang subarachnoid. Ini dapat mengakibatkan
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lain-lain). Otak dapat
berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran
darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70% akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksi,
tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob yang
dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
WOC Stroke Hemoragik stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak
sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak lalu
menyebabkan otak mengalami kerusakan seperti hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan

Etiologi: - PerdarahanIntraserebral, Perdarahan Manifestasi Klinis:


Subarakhnoid(SAH), Aneurisma Berry, Aneurisma 1. Sakit kepala, muntah, pusing (vertigo), Pemeriksaan Penunjang:
fusiformis dari atherosklerosis, Aneurisma gangguankesadaran 1. Angiografiserebral.
myocotik 2. Sakit kepala mendadak dan hebat
2. Lumbal fungsi.
Malformasi arteriovenous dimulai darileher
pembuluh darah otak yang pecah 3. CT-Scan.
3. Mual dan Muntah
sehingga menghambat aliran darah yang 4. Ultrasonografi Dopler.
normal dan darah merembes ke dalam Pecahnya pembuluh darah diotak
5. EEG
suatu daerah di otak dan kemudian
merusaknya 6. EKG
Sel otak kekurangan oksigen dan nutrisi

Stroke Hemoragik Hospitalisasi Kepala terasa pusing


Kurang Pengetahuan Kurangnya Informasi MRS

Breath (B1) Blood (B2) Brain (B3) Bladder (B4) Bowel (B5) Bone (B6)

Pecahnya pembuluh Infrak serebral Infark Cerebellum Defisit Neurologis Defisit Neurologis Penurunan kontrol
darah otak Volunter
Defisit Neurologis Kerusakan pada saraf Disfungsi saluran
Iskemik Disfungsi Kandung Hemiplagia
Kranial 12 (Motorik) kemih pencernaan
Infark Serebral Peningkatan tekanan
intra kranial Gangguan Fungsi Peristaltik usus Kelemahan Fisik
Spinter uretra tidak
motorik menurun
Kemampuan batuk terkontrol
menurun Nyeri Akut Penurunan kontrol
Gangguan dalam Kekuatan Otot menurun
Kehilangan kontrol spinter ani
Penumpukan Sekret
berbicara kandung kemih
Perfusi Serebral
Tidak Efektif Disatria Kesulitan Buang Air Besar Gangguan Mobilitas
Bersihan Jalan Nafas Fisik
Tidak Efektif Gangguan Komunikasi Gangguan
Gangguan Eliminasi Fekal
Verbal Eliminasi Urine
2.1.6 Manifestasi klinis
Menurut (Junaidi, 2011) tanda dan gejala klinis Stroke
Hemoragik adalah sebagai berikut:
2.1.6.1 Tanda dan gejala PerdarahanIntraserebral
1) Sakit kepala, muntah, pusing (vertigo), gangguankesadaran.
2) Gangguan fungsi tubuh (deficit neurologis), tergantung
lokasiperdarahan.
3) Bila perdarahan ke kapsula interna (perdarahan kapsuer), maka akan
ditemukan hemiparase kontralateral, hemiplegia, koma (bila
perdarahanluas).
4) Persarahan luas/massif ke otak kecil/serebelum maka akan ditemukan
ataksia serebelum (gangguan koordinasi), nyeri kepala di oksipital,
vertigo, nistagmus, dandisartri.
2.1.6.2 Tanda dan gejala PerdarahanSubarakhnoid
1) Sakit kepala mendadak dan hebat dimulai darileher.
2) Nausea dan vomiting (mual danmuntah)
3) Fotofobia (mudahsilau)
4) Paresis saraf okulomotorius, pupil anisokor, perdarahan retina pada
funduskopi.
5) Gangguan otonom (suhu tubuh dan tekanan darahnaik)
6) Kaku leher/kuduk (meningismus), bila pasien masihsadar.
7) Gangguan kesadaran berupa rasa kantuk (somnolen) sampai
kesadaranhilang.

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada Stroke Hemoragik adalah :
2.1.7.1 Infark serebri.
2.1.7.2 Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif.
2.1.7.3 Fistula caroticocavernosum.
2.1.7.4 Epistaksis.
2.1.7.5 Peningkatan TIK, tonus otot abnormal.
2.1.7.6 Gangguan otak berat.
2.1.7.7 Kematian bila tidak dapat mengontrol respon pernafasan atau
kardiovaskuler

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


2.1.8.1 Angiografiserebral
Memperjelas gangguan atau kerusakan pada sirkulasi serebral dan
merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk mengetahui aliran darah
serebral secara keseluruhan (Williams dan Wilkins, 2012)
2.1.8.2 Lumbal fungsi, fungsi lumbal (yang dilakukan jika tidak terdapat tanda-
tanda kenaikan tekanan intrakranial) mengungkapkan cairan serebrospinal
yang berdarah kalau serangan berupa stroke hemoragik (Kowala dkk.,
2014)
2.1.8.3 CT-Scan, untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark (Kowaladkk.,2014).
2.1.8.4 MRI(MagneticResonanceImaging)&AngiografiResonanceMagnetic
(MRA), memungkinkan evakuasi lokasi dan ukuran lesi (Kowala dkk.,
2014).
2.1.8.5 Ultrasonografi Dopler, mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
sistem arteri karotis) (Pudjiastuti,2013)
2.1.8.6 EEG, untuk mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak
dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik (Pudjiastuti,2013).
2.1.8.7 EKG, mengetahui keadaan jantung dimana jantung berperan dalam suplai
darah ke otak. (Pudjiastuti,2013).
2.1.8.8 Pemeriksaan Laboratorium standar mencakup urinalis, HDL, Laju Endap
Darah (LED), panel metabolik dasar (natrium, kalium, klorida,bikarbonat,
glukosa, dan serologi untuk sifilis) (Fitriyani,2015).

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke terbagi atas :
2.1.9.1 Pada faseakut
1) Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena penurunan
kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American
Heart Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama
jam-jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah stroke
hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai
KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini lebih baik pada dehidrasi
hipertonik serta memenuhi kebutuhan hemoestasis kalium dan natrium.
Setelah fase akut stroke, larutan rumatan bisa diberikan untuk
memelihara hemoestasis elektrolit, khususnya kalium dan natrium.
2) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan
metabolism otak. Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator, merupakan tindakan yang dapat dilakukan
sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah atau oksimetri
3) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial(TIK)
4) Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan karena edema serebri,
oleh karena itu pengurangan edema penting dilakukan misalnya dengan
pemberian manitol, control atau pengendalian tekanandarah
5) Monitor fungsi pernapasan : Analisa GasDarah
6) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaanEKG
7) Evaluasi status cairan danelektrolit
8) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah
resikoinjuri
9) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan
pemberianmakanan
10)Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
11)Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial danreflex
2.1.9.2 Fase rehabilitasi
1) Pertahankan nutrisi yangadekuat
2) Program manajemen bladder danbowel
3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
(ROM)
4) Pertahankan integritaskulit
5) Pertahankan komunikasi yang efektif
6) Pemenuhan kebutuhansehari-hari
7) Persiapan pasienpulang
2.1.9.3 Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau
volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan
pintasan ventrikulo- peritoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut.
2.1.9.4 Terapiobat-obatan
1) Antihipertensi : Katropil, antagoniskalsium
2) Diuretic : manitol 20%,furosemid
3) Antikolvusan :fenitoin

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
2.2.1.1 Anamnesis
1) IdentitasKlien
1. Umur.
Pria berusia 65 tahun memiliki resiko terkena stroke iskemik
maupun perdarahan intraserebrum lebih tinggi sekitar 20% daripada
wanita. Setelah mencapai usia 50 tahun, setiap penambahan usia 3
tahun meningkat resiko stroke sebesar 11-20% dengan peningkatan
bertambah seiring terutama pada pasien yang berusia lebih dari 64
tahun (Paramadina, 2013).
2. Jenis kelamin
Dari seluruh subjek penderita stroke, proporsi terbanyak adalah laki-
laki (51,95%) namun tidak jauh berbeda dengan jenis kelamin
perempuan (48,1%) (Sofyan dkk, 2012).
3. Pekerjaan
Namun sebenarnya stroke dapat menyerang jeis pekerjaan lainnya
dan beberapa ahli menyebutkan bahwa stroke cenderung diderita
oleh golongan dengan sosial ekonomi yang tinggi karena
berhubungan dengan pola hidup, pola makan, istirahat dan aktivitas.
Hasil penelitian menunjukkan sebagaian besar (50%) berpendidikan
sarjana, yang memiliki kecenderungan adanya perubahan gaya dan
pola hidup yang dapat memicu terjadinya stroke (Sulansi, 2015).
2) Riwayat PenyakitSekarang
Setelah melakukan aktivitas, tiba-tiba terjadi keluhan neurologis
misalnya sakit kepala dan penurunan kesadaran (Rendy, 2012).
Seranganstroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas, biasanya terjadi nyeri
kepala, mual muntah bahkan kejang sampai pasien tidak sadar, selain
gejala kelumpuhan seluruh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
3) Riwayat PenyakitDahulu
Perlu dilakukan adanya pengkajian DM, hipertensi, dan kelainan
jantung karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas
pembuluh darah otak menjadi menurun (Rendy, 2012). Serangan stroke
berulang yang merupakan defisit neurologi berbeda dengan stroke
pertama, kejadian yang meliputi daerah anatomi atau daerah pembuluh
darah berbeda dengan stroke pertama. Kriteria ini dimasudkan untuk
memastikan bahwa sebab yang teratur dari kemunduran klinik setelah
stroke pertama (seperti hipoksi, hipotensi, hiperglikemia, infeksi) atau
gejala yang lebih buruk akibat kemajuan serangan stroke tidak salah
diklasifikasikan sebagai kejadian serebrovaskular berulang.
4) Riwayat PenyakitKeluarga
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga
yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetis maupun tidak
(Rendy, 2012).
5) Pola Fungsi KesehatanGordon
1. Pola Persepsi Dan Tata LaksanaKesehatan
Berkaitan dengan fungsi peran yang tergambar dari penyesuaian atau
pencerminan diri yang tidak adekuat terhadap peran baru setelah
stroke serta masih menerapkan pola tidak sehat yang dapat memicu
serangan stroke berulang. Pengkajian perilaku adaptasi
interdependen pada pasien paska stroke antara lain identifikasi
sistem dukungan sosial pasien baik dari keluarga, teman, maupun
masyarakat (Dharma, 2015).
2. Pola Nutrisi DanMetabolisme
Pasien stroke sering mengalami disfagia yang menyebabkan
gangguan intake dan pola nutisi. Respons adaptasi tidak efektif yang
sering ditunjukkan pasien antara lain mual, muntah, penurunan
asupan nutrisi dan perubahan pola nutrisi. Stimulus fokal yang sering
menyebabkan respons adaptasi tidak efektif pada pola nutrisi pasien
stroke yaitu disfagia dan penurunan kemampuan mencerna makanan.
Stimulus konstekstual yaitu kelumpuhan saraf kranial, faktor usia
dan kurangnya
3. pengetahuan tentang cara pemberian makanan pada pasien stroke
yang mengalami disfagia. Stimulus residual yaitu faktor budaya serta
pemahaman pasien dan keluarga tentang manfaat nutrisi bagi tubuh
(Dharma, 2015). Pemberian kadar nutrisi harus dengan kadar serat
yang tinggi dan dihindarkan dari makanan yang merangsang atau
mengiritasi lambung (PERDOSSI, 2011).
4. PolaEliminasi
Defisit neurologis juga akan menyebabkan gangguan pencernaan
sehingga mengalami disfungsi kandung kemih dan saluran
pencernaan lalu akan mengalami gangguan eliminasi (Wakhidah,
2015). Pengkajian eliminasi meliputi BAB dan BAK, konsistensi
feses, jumlah dan warna urin, inkontinensia urin, inkontinensia
bowel, dan konstipasi. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi
intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urin yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5. Pola Aktivitas DanLatihan
Kesulitan dalam beraktivitas, kelemahan, kehilangan sensasi, atau
paralisis (Judha dan Rahil, 2011).
6. Pola Tidur DanIstirahat
Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot) (Judha dan
Rahil, 2011).
7. Pola Hubungan DanPeran
Respon perilaku berupa peran individu dalam tatanan sosial. Peran
sebagai suatu unit sosial didefinisikan sebagai sekumpulan harapan
tentang bagaimana individu menjalani suatu posisi bersama dengan
posisi lainnya (Dharma, 2015). Adanya perubahan hubungan dan
peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi
akibat gangguan bicara.
8. Pola Persepsi Dan KonsepDiri
Konsep diri merupakan pandangan individu tentang dirinya yang
terbentuk dari persepsi internal dan persepsi berdasarkan reaksi
orang
9. lain terhadap dirinya. Konsep diri terbagai menjadi dua aspek yaitu
fisik diri dan personal diri. Fisik diri adalah pandangan individu
tentang kondisi fisiknya yang meliputi atribut fisik, fungsi tubuh,
seksual, status sehat dan sakit, dan gambaran diri. Personal diri
adalah pandangan individu tentang karakteristik diri, ekspresi, nilai
yang meliputi konsistensi diri, ideal diri, dan moral etika spiritual
diri (Dharma,2015).
10.Pola Sensori DanKognitif
Penglihatan berkurang, kehilangan kemampuan mengenal atau
melihat, pendengaran, stimuus taktil (Judha dan Rahil,2011).
11.Pola ReproduksiSeksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual.
12.Pola PenanggulanganStress
Dalam hubungannya dengan kejadian stroke, keadaan stress dapat
memproduksi hormone kortisol dan adrenalin yang berkonstribusi
pada proses aterosklerosis. Hal ini disebabkan oleh kedua hormon
tadi meningkat jumlah trombosit dan produksi kolestrol. Kortisol dan
adrenalin juga dapat merusak sel yang melapisi arteri, sehingga lebih
mudah bagi jaringan lemak untuk tertimbun di dalam dinding arteri
(Nastiti,2012).
13.Pola Tata Niai DanKepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang
tidak stabil, kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
2.2.1.2 PengkajianPsikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya,baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah
ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh).
2.2.1.3 PemeriksaanFisik
1) B1 (Breathing), kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan nafas,
timbulnya pernafasan yang sulit dan/atau tak teratur, suara nafas
terdengar ronchi/aspirasi (Judha dan Rahil,2011).
2) B2 (Blood), riwayat penyakit jantung, polisitemia, hipertensi arterial,
disritmia (perubahan EKG), Pulsasi (kemungkinan bervariasi) (Judha &
Rahil,2011).PadakulitjikaklienkekuranganO2kulitakantampakpucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu juga
perlu di kaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke mengalami mobilitas fisik.
3) B3(Brain)
1. Tingkat Kesadaran: adanya penurunan atau perubahan tingkat
kesadaran dalam hal perubahan di dalam intrakranial. Keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi, sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma
(Oktamiati,2014).
2. Status mental: tingkat kesadaran, kesesuaian respons, orientasi
terhadap waktu dan tempat (Bickley, 2016). Koma biasanya
menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti:
letargi, apatis, menyerang), dan gagguan fungsi kognitif (Judha dan
Rahil,2011).
3. Penderita sulit memutuskan pikiran, tampak lebih banyak mengantuk
serta apatis (Affandi dan Panggabean, 2016)
4. Fungsi intelektual: kemampuan memori dan berpendapat menurun,
gangguan pada otak kiri menyebabkan gangguan memori bahasa,
pasien sangat berhati-hati dalam membuat keputusan. Sedangkan
gangguan pada otak kanan, lebih cenderung implusif dan bergerak
cepat (Adam,2011).
5. Lobus frontal: kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didapatkan jika kerusakan telah terjasi dalam lobus frontal kapasitas,
memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin
rusak. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustasi,
dendam, dan kurang kerja sama
6. Sarafkranialis
a) Saraf kranialis I (Olfaktorius): seorang normal biasanya dapat
mencium bau di masing-masing sisi dan sering dapat
menjelaskannya (Bickley, 2016).
b) Saraf kranialis II (Optikus): pasien mengeluh gangguan
penglihatanparsial,danpemeriksaankeduamatamemperlihatkan
defek, lapang pandang, atau kelainan pada penglihatan perifer,
misalnya hemianopsia homonim (Bickley, 2016).
c) Saraf kranialis III (Okulomotorius): meliputi gerak ptosis, pupil
dengan gerakan bola mata ke atas, kontriksi pupil, dan sebagian
besar gerakan ekstra okular (Judha dan Rahil, 2011). Ukuran
pupil pada kedua mata umumnya sama (isokor). Bila tidak sama
(anisokor), dimana salah satu mata miosis atau medriasis, bisa
disebabkan oleh paralisis N. III. Reflek pupil terdiri dari reaksi
cahaya langsung dan tidak langsung. Pada pemeriksaan ini, pasien
melihat jauh dengan cara memfiksasi pada benda yang jauh
letaknya. Kemudian mata pasien diberi cahaya (senter) dan dilihat
apakah ada reaksi pada pupil (Satyanegara, 2014).
d) Saraf kranialis IV (Troklearis): meliputi gerakan mata ke bawah
dan ke dalam, stimulus konvergen dan diplopia (Judha dan Rahil,
2011).
e) Saraf kranial V (Trigeminus): mempunyai tiga bagian sensori
yang mengontrol sensori pada wajah dan kornea serta bagian
motorik mengontrol otot mengunyah (Judha dan Rahil,2011).
f) Saraf kranialis VI (Abdusens): mengontrol pendengaran dan
keseimbangan (Judha dan Rahil,2011).
g) Saraf kranialis VII (Fasialis): pemeriksaan dilakukan saat pasien
diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat pasien diam
diperhatikan asimetris wajah, mengontrol ekspresi dan simetris
wajah (Judha dan Rahil, 2011). Otot wajah tertarik pada bagian
sisi yang sehat.
h) Saraf kranialis VIII (vestibulokoklearis): nilai pendengaran
dengan tes suara bisikan (Bickley,2016).
i) Saraf kranialis IX dan X (Glosofaringeus dan Vagus): kesulitan
menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut (Judha dan
Rahil,2011).
j) Saraf kranialis XI (Aksesoris): mengontrol pergerkan kepala bahu
(Judha dan Rahil,2011).
k) Saraf kranialis XII (Hiplogosus): pemeriksaan dengan inspeksi
dalam keadaan diam di dasar mulut, tentukan adanya atrogi dan
fasikulasi. Mengontrol gerak lidah (Judha dan Rahil,2011)
7. Sistemmotorik
UMN (Upper Motor Neuron) terdiri dari traktus pyramidal akan
menghilangkan transmisi semua stimulus gerakan volunter dari
korteks motorik ke sel kornu anterior, sehingga mengakibatkan
paralisis otot-otot yang dipersarafi oleh sel-sel ini. Bila terjadi secara
mendadak, interupsi ini akan menyebabkan supresi reflek regang
otot sehingga paralisis yang terjadi pada mulanya adalah flaksid
(sampai reflek tersebut kembali pulih). Lesi kecil di kapsula interna
dapat menyebabkan interupsi serabut-serabut pyramidal yang dapat
menyebabkan kelumpuhan spastic otot-otot tubuh kontralateral.
Sedangkan lesi di korona radiata denagn ukuran yang relatif sama
biasanya hanya menyebabkan paralisis otot sebagian (hanya pada
lengan atau tungkai). Kerusakan traktus pyramidal di bawah
dekukasio akan menyebabkan hemiplegia yang ipsilateral
(Satyanegara, 2014).
8. Sistem sensorik: kehilangan sensor pada sisi kolateral pada
ekstremitas dan pada muka ipsilateral (Judha dan Rahil,2011).
9. Reflek: reflek tendon dalam (biceps, patella, achiles) dan respons
plantar (Bickley,2016).
10. B4 (Baldder): inkontinensia, anuria, distesi abdomen (kandung
kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus (ileus paralitik) (Judha
dan Rahil, 2011).
11. B5 (Bowel), nafsu makan hilang, nausea/vomitus menandakan
adanya peningkatan tekanan intrakranial, kehilangan sensasi lidah,
pipi, tenggorokan, disfagia, riwayat DM, peningkatan lemak dalam
darah (Judha dan Rahil,2011)B6 (Bone): kelemahan,
kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati.
Perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paralisis (hemiplegia),
kelemahan umum (Judha dan Rahil,2011).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


2.2.2.1 Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d gangguan aliran darah sekunder
akibat peningkatan tekanan intracranial.
2.2.2.2 Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
2.2.2.3 Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular
2.2.2.4 Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan menelan.
2.2.2.5 Defisit perawatan b.d hemiparese/hemiplegi.

2.2.3 Intervensi Keperawatan


2.2.3.1 Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d gangguan aliran darah sekunder
akibat peningkatan tekanan intracranial.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam,
diharapkan Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
Pernafasan 16-20 kali permenit).
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan akibatnya
Rasional : Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Rasional : Untuk mencegah perdarahan ulang
3) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial
tiap 2 Jam.
Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara
dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri
bantal tipis)
Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage
vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra
kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng
Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan
kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mingkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik /
perdarahan lainnya.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional : Memperbaiki sel yang masih viabel.
2.2.3.2 Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam
diharapkan kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi.
Kriteria hasil :
- Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi
tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik).
- Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.
- Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.
- Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.
- Mampu berbicara yang koheren.
- Mampu menyusun kata – kata/ kalimat.
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata
atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh
tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai kesulitan
memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-kata dengan benar;
atau mengalami kerusakan pada kedua daerah tersebut.
2) Bedakan antara afasia dengan disartria.
Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya.
Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan menginterpretasikan
simbol-simbol bahasa dan mungkin melibatkan komponen sensorik
dan/atau motorik, seperti ketidakmampuan untuk memahami
tulisan/ucapan atau menulis kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang
dengan disartria dapat memahami, membaca, dan menulis bahasa tetapi
mengalami kesulitan membentuk/mengucapkan kata sehubungan
dengan kelemahan dan paralisis dari otot-otot daerah oral.
3) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau
ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang
diucapkannya tidak nyata. Umpan balik membantu pasien
merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak mengerti/berespon sesuai
dan memberikan kesempatan untuk mengklarifikasikan isi/makna yang
gterkandung dalam ucapannya.
4) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka
mata,” “tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
(afasia sensorik).
5) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda
tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
(afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak
dapat menyebutkannya.
6) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau
“Pus”
Rasional : Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen
motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang
dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia
motorik.
7) Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika
tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang
pendek
Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan
dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari
afasia sensorik dan afasia motorik.
8) Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan
pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu.
Rasional : Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut bahwa
kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera. Penggunaan bel
yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan bermanfaat ketika pasien
tidak dapat menggunakan system bel regular.
9) Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis,
gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar,
daftar kebutuhan, demonstrasi).
Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan
keadaan/deficit yang mendasarinya.
10) Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan
tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak,”
selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih kompleks sesuai
dengan respons pasien.
Rasional : Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses
komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu
waktu tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk lebih
mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks akan
menstimulasi memori dan dapat meningkatkan asosiasi ide/kata.
11) Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari
“pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau membuat hal-hal
yang menentang kebanggaan pasien.
Rasional : Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab
kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik.
2.2.3.3 Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 2x 24 jam diharapkan
mobilisasi klien mengalami peningkatan.
Kriteria hasil:
- mempertahankan posisi optimal,
- mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
terserang hemiparesis dan hemiplagia.
- mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan
cara yang teratur.
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan
terhadap intervensi sebab teknik yang berbeda digunakan untuk
paralisis spastik dengan flaksid.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya
dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi
bagian yang terganggu.
Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek
dan menurunkan sensasii dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada
kulit/ dekubitus.
3) Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien
dapat mentoleransinya.
Rasional : Membantu mempertahankan ekstensi pinggul
fungsional;tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas terutama
mengenai kemampuan pasien untuk bernapas.
4) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan
quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari
kaki/telapak.
Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya
hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah
perdarahan. Catatan: Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi pencetus
adanya perdarahan berulang.
5) Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki
(foot board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi
kepala netral.
Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi
kegunaannya jika berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat
mengganggu kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain pihak
paralisis spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi.
6) Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada
tangan.
Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
7) Tempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari – jari dan
ibu jari saling berhadapan.
Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-jari,
mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi
anatomis).
8) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Rasional : Mempertahankan posisi fungsional.
9) Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti
meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi
tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan untuk
menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki
yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam
berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian belakang
bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong diluar
lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan paralel dan walker).
Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan
respon proprioseptik dan motorik.
10) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/
menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada
ekstremitas yang terganggu.
2.2.3.4 Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelemahan otot
mengunyah dan menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak
terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
- Berat badan dapat dipertahankan/ ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi
1) Tentukan kemampuan klien dengan mengunyah, menelan dan refleks
batuk.
Rasional : untuk menetapkan jenis makanan yang akan di berikan
kepada klien
2) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah
makan.
Rasional : untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya
gravitasi.
3) Letakkan makanan didaerah mulut yang tidak terganggu.
Rasional : membantu dalam melatih sensorik dan meninggkatkan
kontrol muskuler.
4) Berikan makanan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makanan tanpa
adanya distrakrasi / gangguan dari luar
5) Mulailah untuk memberi makan peroral setengah cair, makan lunak
ketika klien dapat menelan air.
Rasional : makan lunak/ cairan kental mudah untuk mengendalikannya
di dalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi.
6) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
Rasional : menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan
resiko terjadinya tersedak.
7) Koloborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui iv atau
makanan melalui selang.
Rasional : mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti
dan juga makanan apabila klien tidak mampu untuk memasukkan
segala sesuatu melalui mulut.
2.2.3.5 Kurangnya perawatan diri b.d hemiparese / hemiplegi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri
sesuai dengan kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber
pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan
perawatan diri.
Rasional : Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual.
2) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri
bantuan dengan sikap sungguh.
Rasional : Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha
terus-menerus.
3) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien
sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat
tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam
mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan
sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri
dan meningkatkan pemulihan
4) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya
atau keberhasilannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta
mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu.
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
Rasional : Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan
rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelakasaan tindakan yang harus dilaksanakan
berdasarkan diagnosis perawat. Pelaksaan tindakan keperawatan dapat
dilaksanakan oleh sebagian perawat, perwata secara mandiri atau bekerja sama
dengan tim kesehatan luar. Dalam hal ini perwat adalah pelaksana asuhan
keperawatan yaitu memberikan pelayanan keperwatan dengan tindakan
keperawatan menggunakan proses keperwatan

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk mengukur
keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien  Bila
masalah tidak dipecahkan atau timbul masalah baru, maka perawat harus berusaha
untuk mengurangi atau mengatasi beban masalah dengan meninjau kembali
rencana perawatan dengan menyesuaikan kembali terhadap keadaan masalah yang
ada.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. X
Umur : 76 Th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jln. Wortel no 77
Tgl MRS :13/09/2020
Diagnosa Medis :Stroke Hemoragik

3.2 RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN


1. Keluhan Utama :
Keluarga klien mengatakan klien mengalami penurunan kesadaran.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada tanggal 13September 2020, pasien datang ke rumah sakit dan
dirawat di IGD dengan kondisi penurunan kesadaran dengan GCS 2 4
2, pasien mengalami penurun kesadaran 30 menit sebelum di bawa
kerumah sakit dan pasien mengeluh sakit kepala hebat, muntah, pasien
langsung dibawa ke ruang rawat inap.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat
operasi)
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit
Hipertensi dan Deabetes Mellitus.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien mengatakan keluarganya tidak memiliki riwayat
penyakit turunan seperti Diabetes, Hipertensi, Asma, kanker, penyakit
jantung, Dll.

GENOGRAM KELUARGA :

Keterangan:

2) :laki-laki

: perempuan

: sudah meninggal

: tinggal dalam satu rumah

: garis keturunan

: pasien

3.3 PEMERIKASAAN FISIK


1. Keadaan Umum :
Kesadaran somnolen, klien tampak terbaring dengan posisi supinasi.
Klien nampak kurang bersih dengan rambut beruban,Dan terpasang
Infus RL28 tpm, dan terpasang oksigen Nasal Kanul 4 liter
1. Status Mental
Tingkat kesadaran Somnolen, ekspresi tidak dapat dikaji, bentuk badan
simetris, suasana hati tidak dapat dikaji, pasien tidak bisa berbicara, fungsi
kognitif tidak terkaji mekanisme pertahanan diri adaptif.
2. Tanda-tanda Vital
Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 190/120 mmHg, Nadi
105 x/menit, pernapasan 26 x/menit dan suhu 36.00C.
3. Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris, sulit batuk, type pernafasan dada dan perut, irama
pernafasan tidak teratur, terdapat sekret, bunyi napas vesikuler.
Masalah Keperawatan: Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
4. Cardiovasculer (Bleeding)
Tidak ada nyeri dada, cappilary refill ≤2 detik, pasien tidak pucat, tidak ada
peningkatan Vena Jugularis, suara Jantung normal.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
5. Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E:2 (membuka mata karena rasangan), C: 4 (tidak dapat
berbicara), M : 2 (bergerak saat ada rasangan) dan total Nilainya adalah
GCS: 8. Kesadaran Tn.X Somnolen, pupil Tn.X. isokor tidak ada kelainan,
reflex cahaya kanan dan kiri tidak dapat dikaji.
Hasil dari uji syaraf kranial, saraf kranial I (Olfaktorius): pada pemeriksaan
menggunakan aroma makanan dengan mata tertutup pasien tidak mampu
mengenali bau tersebut. Saraf kranial II (Optikus): pasien tidak mampu
membaca nama perawat dengan baik pada saat perawat meminta pasien
untuk membaca namanya. Saraf kranial III (Okulomotor): pasien dapat
mengangkat kelopak matanya dengan baik. Saraf kranial IV (Troklearis):
pasien dapat menggerakkan bola matanya (pergerakan bola mata normal).
Saraf kranial V (Trigeminalis): pasien tidak dapat mengunyah makanan.
Saraf kranial VI (Abdusen): pasien mampu menggerakan bola matanya ke
kiri dan kekanan. Saraf kranial VII (Fasialis): pasien tidak dapat
membedakan rasa manis dan asin. Saraf kranial VIII (Auditorius): pasien
tidak dapat menjawab dimana suara petikan jari perawat kiri dan kanan.
Saraf kranial IX (Glosofaringeus): pasien tidak dapat merasakan rasa asam.
Saraf kranial X (Vagus): pada saat makan pasien dapat mengontrol proses
menelan. Saraf kranial XI (Assesorius): pasien dapat menggerakkan leher
dan bahu. Saraf kranial XII (Hipoglosus): pasien tidak mampu
mengeluarkan lidahnya.
Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari negatif, jari ke hidung
negatif. Ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan negatif;
pasien dapat menyeimbangkan tubuhnya, refleks bisep dan trisep kanan
negatif dengan skala 1 dan kiri negatif dengan skala 1, refleks brakioradialis
kanan negatif dengan skala 1 dan kiri negatif dengan skala 1, refleks patela
kanan negatif dengan skala 1 dan kiri negatif dengan skala 1, refleks akhiles
kanan dan kiri negatif dengan skala 1, refleks babinski kanan dan kiri
negatif dengan skala 1. Uji sensasi pasien di sentuh tidak bisa merespon.
Masalah keperawatan : Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
6. Eliminasi Uri (Bladder)
Produksi urine 600ml/24 jam warna urine kuning, bau urine amoniak.
Eliminasi Tn.X tidak ada masalah atau lancar keluhan dan masalah
keperawatan.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
7. Eliminasi Alvi (Bowel)
Tidak dapat dikaji.
Masalah Keperawatan: Tidak
8. Tulang Otot Integumen (Bone)
Pergerakan Tn.X secara terbatas, ekstremitas atas kiri/kanan 1/1 dan
ekstremitas bawah kiri/kanan 0/0 pergerakannya kaku, tidak ada peradangan
maupun deformitas pada tulang, maupun patah tulang.
Masalah Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik
9. Kulit-kulit Rambut
Riwayat alergi Pasien tidak pernah mengalami alergi obat, alergi makanan,
alergi kosmetik. Suhu kulit Tn.X hangat, warna kulit normal tidak ada
kelainan, turgor kulit halus tidak kasar maupun kemerahan tidak ada
peradangan, jaringan parut tidak ada, tekstur rambut tidak terlihat karena
tertutup jilbab di kepala, distribusi rambut tidak terlihat karena tertutup
jilbab di kepala, bentuk kuku simetris.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
10. Sistem Penginderaan
Fungsi penglihatan normal, bola mata bergerak normal, sklera normal/putih,
konjungtiva merah muda, kornea bening. Pasien tidak memakai kecamata
dan tidak keluhan nyeri pada mata. Fungsi pendengaran baik, penciuman
normal, hidung simetris, dan tidak ada polip.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
11. Leher dan Kelenjar Limfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba,
kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bergerak bebas tidak terbatas.
12. Sistem Reproduksi
Reproduksi tidak di kaji karena pasien menolak untuk di kaji.
Tidak ada masalah keperawatan.

3.1.1 POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit:
Keluarga pasien mengatakan ingin pasien lekas sembuh agar bisa
berkumpul bersama keluarga serta bisa melakukan aktivitas kembali.
2. Nutrisida Metabolisme
Tinggi badan 160 cm, berat badan sebelum sakit 59 kg, berat badan saat
sakit 53 kg. Diet nasi lembek, diet rendah garam, tidak kesukaran menelan
atau normal.
Pola Makan Sehari- Sesudah Sakit Sebelum Sakit
hari
Frekuensi/hari 3x sehari 3x sehari
Porsi ±150 cc 1 porsi
Nafsu makan Baik Baik
Jenis makanan Susu Nasi, sayur, sambal,
tahu
Jenis minuman Air putih Air putih
Jumlah minuman/cc/24 ± 500cc ± 1500cc
jam
Kebiasaan makan Pagi, siang, sore Pagi, siang, sore
Keluhan/masalah Tidak Ada Tidak Ada
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
3. Pola istirahat dan tidur
Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit tidur pada malam hari 6-8 jam
sedangkan pada siang hari 1-2 jam.Saat sakit pasien tidur 9-12 jam dan
siang hari 3-6 jam.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
Kognitif:
Pasien dan keluarga sudah mengetahui penyakitnya setelah diberikan
penjelasan dari dokter dan tenaga medis lainnya.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
4. Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran)
Gambaran diri: pasien menyukai tubuhnya secara utuh, ideal diri: pasien
ingin cepat sembuh dari penyakit yang di deritanya, identitas diri: pasien
adalah seorang anak dari ibunya, harga diri: pasien tidak merasa rendah diri
dengan penyakitnya, peran: Peran sebagai seorang ibu dari 2 anak.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
5. Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit pasien dapat beraktivitas secara mandiri, namun sesudah sakit
sebagian aktivitas pasien dibantu oleh keluarga dan perawat.
Masalah Keperawatan: Intoleransi Aktivitas
6. Koping-Toleransi terhadap stress
Pasien mengatakan bila Ia sedang ada masalah, Ia selalu menceritakan
kepada keluarga.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
7. Nilai Pola Keyakinan
Pasien meyakini agamanya sendiri.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

3.1.2 SOSIAL – SPIRITUAL


1. Kemampuan berkomunikasi
Pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
2. Bahasa sehari-hari
Bahasa Dayak
3. Hubungan dengan keluarga
Baik dan harmonis.
4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Baik pasien dapat bekerja sama dengan perawat dalam pemberian tindakan
keperawatan. Hubungan dengan teman dan orang lain juga baik.
5. Orang berarti/terdekat
Keluarga.
6. Kebiasaan menggunakan waktu luang
Sebelum sakit, pasien bekerja dan meluangkan waktu untuk keluarga dan
bekerja di kebun.
Sesudah sakit, pasien hanya berbaring ditempat tidur.
7. Kegiatan beribadah
Sebelum sakit, pasien selalu menjalankan ibadah yaitu sholat dan kegiatan
masjid lainnya.
3.1.3 Data Penunjang tanggal 14September 2020 (Radiologis, Laboratorium,
Penunjang Lainnya)

1. Tabel pemeriksaan laboratorium dan radiologi


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
WBC 16,9 < 200
RCB 4,66 4,00 – 5,50 x 10^6uL
Creatinin 1,7 mg/dl 0,7 – 1,5
HbAlc 8,9% (-)/Negatif
Natrium (Na) 136,5 135 – 148 mmol/L
Kalium (K) 3,09 3,5 – 5,3 mmol/L
Calcium (Ca) - 0,98 – 1,2 mmol/L
Klorida 102,6

3.1.4 PENATALAKSANAAN MEDIS


No. Terapi Medis Dosis Rute Indikasi
1. Infuse RL 18 tpm IV Digunakan untuk
mengganti cairan
tubuh yang hilang.
2. Monitol/8 J 125cc IV Digunakan untuk
mengatasi penyakit
saluran pernapasan
3. Inj. Ranitidin/12J 50 mg IV Digunakan untuk
mengobati dan
mencegah penyakit
perut dan
kerongkongan.
4. Amlodipin/12 J 5 mg NGT Untuk mengobati
tekanan darah
5. Vitamin K/24 J 1 amp IM Digunakan untuk
membeku darah
6 Perdipin/Jam 9cc SP Digunakan untuk
mencegah infeksi
7 Omeprazol/12J 40mg IV Digunakan untuk
mencegah
kerusakan jaringan
lambung dan
kerongkongan

Palangka Raya, 16 September 2020


Mahasiswa

Hendy Trigusman

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH


Perfusi Serebral
Tidak Efektif
Infrak serebral

Defisit Neurologis
DATA OBYEKTIF PENYEBAB

DS : Peningkatan tekanan
intra kranial
- Keluarga pasien mengatakan
pasien mengalami penurun
kesadaran Nyeri akut
- DO : Pecahnya pembuluh darah
- Klien tampak lemas otak
Perfusi Serebral Tidak
- Tanda-tanda vital Efektif Gangguan Mobilitas
 Tekanan Darah :190/120 Iskemik Fisik
mmHg
 Nadi : 94 x/menit, Infark Serebral
 Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu: 36.00C.
Penurunan kontrol
- Nilai GCS = 8 (Somnolen) Kemampuan batuk
volunter
menurun

Hemiplagia
DS
DS: :
Penumpukan Sekret
-- Keluarga pasien mengatakan Kelemahan fisik
pasien menurun
mengatakan kesadaran
pasien penurun
kesadaran
DO : Kekuatan otot menurun
Bersihan Jalan Nafas
DO :
- Kekuatan otot untuk Tidak Efektif
ektremitas
- pasien ataslemas
terlihat kiri/kanan Gangguan Mobilitas
adalah 1/1 ( Tidak
- Pasien tampak kesulitan ada Fisik
gerakan) dan
membuka mata untuk
ektremitas
- Pasien bawah
nampak kiri/kanan
sulit
adalah 0/0 (Lumpuh total)
bernapas
-- Nadi
Kekuatan
: 105otot menurun
x/menit,
-Pernapasan
Ekstremitas atas
: 26 kiri/kanan
x/menit
dari 1/1 terpasang
- Tampak menjadi 0/0oksigen
(Lumpuh
nasal kanul total)
4L/menit
- Pasien tampak kaku
- Pasien nampak kesulitan
menggerakan tubuhnya

Bersihan Jalan
Nafas Tidak Efektif
PRIORITAS MASALAH
1. Perfusi serebral Tidak Efektif b.d infrak serebral d.d Klien tampak lemas, Klien
tampak tidak sadarkan diri dan terpasang oksigen nassal kanul
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d penurunan kendali otot d.d kekuatan otot
menurun, tampak kaku, kesulitan menggerakan tubuh.
3. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d Infark Serebral d.d Pernapasan : 26
x/menit dan Tampak terpasang oksigen nasal kanul 4L/menit.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. X
Ruang Rawat : Ruangan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Risiko Perfusi Serebral Tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Memonitor keadaan pasien 1. Untuk mengetahui keadaan
Efektif berhubungan dengan keperawatan selama 2x 7 jam 2. Berikan posisi semi powler pasien
infrak serebral. diharapkan Risiko Perfusi 3. Memonitor tingkat 2. Untuk memberi posisi yang
Serebral Tidak Efektif kesadaran pasien nyaman kepada pasien
membaik dengan kriteria hasil: 4. Kolaborasi dengan tim 3. Untuk mengetahui tingkat
- Klien tidak selalu tidur. medis dalam pemberian kesadaran pasien
- Nilai GCS pasien dari 8 obat. 4. Untuk mempercepat
menjadi 10 penyembuhan pasien
Nama Pasien : Tn. X
Ruang Rawat : Ruangan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
2. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 2x7 1. Latih ROM pasif 1. Agar persendian klien tidak
berhubungan dengan penurunan jam keperawatan diharapkan 2. Bantu klien dalam kaku
kendali otot mobilitas fisik tidak terganggu bergerak 2. Agar meningkatkan
dengan kriteria hasil:
3. Identifikasi kontraindikasi kemampuan aktifitas fisik
- Mobilitas fisik dan
terapi pemijatan klien
pergerakan ektremitas atas
4. Beri semangat kepada 3. Untuk membantu klien untuk
dan bawah meningkat
klien melancarkan aliran darahnya.
- Kekuatan otot ekstremitas
5. Kolaborasi dengan tim 4. Agar suasana hati klien
atas dari 0/0 menjadi 1/1
medis dalam pemberian tenang.
dan ekstremitas bawah dari
obat. 5. Untuk mempercepat
0/0 menjadi 1/1
penyembuhan pasien.
Nama Pasien : Tn. X
Ruang Rawat : Ruang Nusa Indah
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
3. Bersihan Jalan Nafas Tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi hasil Ttv pasien 1. Untuk mengetahui keadaan
Efektif b.d Infark Serebral d.d dan keluhan pasien umum pasien.
keperawatan selama 2x7 jam
Pernapasan : 26 x/menit dan 2. Monitor adanya retensi 2. Untuk mengetahui banyak
Tampak terpasang oksigen diharapkan Bersihan Jalan sputum sputum klien.
nasal kanul 4L/menit. 3. Memberikan posisikan 3. Posisi yang nyaman dapat
Nafas membaik dengan kriteria
pasien senyaman mungkin membuat pasien melupakan
hasil: 4. Melakukan penkes cara rasa sakitnya.
batuk efektif. 4. Agar pasien tau cara batuk
- Klien mampu bernafas tanpa
5. Berkolaborasi dengan tim efektif.
oksigen medis dalam pemberian 5. Agar mempercepat
terapi obat penyembuhan pasien
- Pernapasan klien menjadi
25x/menit
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. X
Ruang Rawat : N

Hari/Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD Perawat


Jumat, 18 September 2020 1. Latih ROM pasif S : Keluarga Klien mengatakan
Jam 10.00 WIB 2. Bantu klien dalam bergerak klien belum sadarkan diri
Hendy Trigusman
Diagnosa : 3. Identifikasi kontraindikasi
Resiko Perfusi Serebral Tidak O:
terapi pemijatan
Efektif dengan infark serebral - Pasien tidak terlihat lemas
4. Beri semangat kepada klien
5. Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian obat. A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intevensi
Nama Pasien : Tn. X
Ruang Rawat : N

Hari/Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD Perawat


Jumat, 18 September 2020 1. Kaji kemampuan mobilisasi S: Kelurga pasien mengatakan
Jam 10.00 WIB klien pasien belum bisa bergerak
Hendy Trigusman
Diagnosa : 2. Latih ROM pasif O:
Gangguan mobilitas - Pasien terlihat lemah
3. Bantu klien dalam bergerak
fisikberhubungan - Kekuatan otot untuk
denganpenurunan kendali otot 4. Ajarkan keluarga klien
ektremitas atas klien masih
intervensi 1,2, dan 3
1/1 dan untuk ektremitas
5. Beri semangat kepada klien
bawah adalah 1/5

A: Masalah belum teratasi


P: Lanjutkan intervensi
Nama Pasien : Tn. X
Ruang Rawat : N

Hari/Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD Perawat


Jumat, 18 September 2020 1. Observasi hasil Ttv pasien S : Keluarga Pasien mengatakan
Jam 10.00 WIB sesak berkurang.
dan keluhan pasien Hendy Trigusman
Diagnosa :
3. Bersihan Jalan Nafas Tidak 2. Monitor adanya retensi O: Pasien tampak membaik dari
Efektif b.d Infark Serebral sebelumnya
sputum
d.d Pernapasan : 26 x/menit
dan Tampak terpasang 3. Memberikan posisikan A: Masalah belum teratasi.
oksigen nasal kanul
pasien senyaman mungkin
4L/menit. P : Lanjutkan intervensi.
4. Melakukan penkes cara batuk
efektif.
5.Berkolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian
terapi obat
DAFTAR PUSTAKA
Junaidi, I. 2011. Stroke waspadai ancamannya. Yogyakarta: PT.Andi
Misbach, J. 2011. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI
Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, gangguan sistem persarafan.
Jakarta: CV.Sagung Seto.
Adam, M. 2011. Pengaruh Akupresur Terhadap Kekuatan Otot Dan Rentang
Gerak Ekstremitas Atas Pada Pasien Stroke Pasca Rawat Inap Di
RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan
Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Keperawatan Peminatan
Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia.
Bickley, L. S. 2016. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik Dan Riwayat Kesehatan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Dharma, K. K. 2015. Efektivitas Intervensi Model Adaptasi Paska Stroke
(IMAPS) Terhadap Respons Adaptasi Dan Kualitas Hidup Pasien
Paska Stroke. Disertasi. Depok: Program Ilmu Keperawatan Program
Studi Doktor Keperawatan Universitas Indonesia.
Fitriyani, W. N. 2015. Efektivitas Frekuensi Pemberian Range Of Motion
(ROM) Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Di Instalasi
Rawat Inap RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Skripsi.
Purwokerto: Program Studi ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2015.
Indrawati, L., W. Sari, dan C. S. Dewi. 2016. Care Your Self Stroke Cegah Dan
Obati Sendiri. Jakarta: Penebar Plus (Penebar Swadaya Grup).
Junaidi, I. 2011. Stroke Waspadai Ancamanya. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Kowala, J. P., W. Welsh, dan B. Mayer. 2014. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:
Buku Penerbit Kedokteran EGC.
Oktamiati,H.2014.AnalisisPraktikKlinikKeperawatanKesehatanPerkotaanPa
daPasienStrokeHemoragikDiRuangRawatMelatiAtasRSUPPersahaba
tan.Skripsi. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Program Studi
Profesi Ners Depok Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai