Disusun Oleh :
Amelia Fransisca (2021-01-14901-004)
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan studi kasus yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Tn.M Dengan Diagnosa Medis
Stroke Non Hemoragik Di Puskesmas Pahandut Palangkaraya”. Penulis
menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan studi kasus ini tidak
akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini pula penulis mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada:
1. Dr. dr. Andriansyah Arifin, MPH. Selaku Ketua Yayasan Eka Harap
Palangka Raya.
2. Maria Adelheid Ensia, S.Pd, M.Kes. selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya
3. Meilitha Carolina, Ners., M.Kep. selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap
4. Meilitha Carolina, Ners., M.Kep. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan
asuhan keperawatan ini.
5. Syarifudin, S.Kep. selaku pembimbing klinik yang telah memberikan
bimbingan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan asuhan
keperawatan ini.
6. Kepada Tn,M yang telah bersedia sebagai pasien kelolaan dalam asuhan
keperawatan ini
7. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan
kasus ini
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan studi kasus ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk menyempurnaan
penulisan laporan studi kasus ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih
dan semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi kita semua.
COVER.............................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................4
1.3 Tujuan.........................................................................................................4
1.4 Manfaat.......................................................................................................5
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian.................................................................................................60
4.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................................60
4.3 Rencana Keperawatan...............................................................................60
4.4 Implementasi.............................................................................................62
4.5 Evaluasi.....................................................................................................62
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan...................................................................................................63
5.2 Saran..........................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran Dokumentasi
Leaflet
SAP
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah infark
miokard dan kanker serta penyebab kecacatan nomor satu diseluruh
dunia. Dampak stroke tidak hanya dirasakan oleh penderita, namun juga
oleh keluarga dan masyarakat disekitarnya. Penelitian menunjukkan
kejadian stroke terus meningkat di berbagai negara berkembang,
termasuk Indonesia (Endriyani, dkk., 2011; Halim dkk., 2013).
Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit
stroke tahun 2011. Dari jumlah tersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal
dunia. Diperkirakan jumlah stroke iskemik terjadi 85% dari jumlah
stroke yang ada. Penyakit darah tinggi atau hipertensi
menyumbangkan
17,5 juta kasus stroke di dunia. Di Indonesia stroke merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Prevalensi
stroke mencapai 8,3 per 1000 penduduk, 60,7 persennya disebabkan oleh
stroke non hemoragik. Sebanyak 28,5 % penderita meninggal dunia dan
sisanya mengalami kelumpuhan total atau sebagian. Hanya 15 % saja
yang dapat sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan (Nasution,
2013; Halim dkk., 2013). Dinas Kesehatan Jawa Tengah menunjukkan
bahwa pravalensi stroke non hemoragik di Jawa Tengah tahun 2014
adalah 0,05% lebih tinggi dibandingkan dengan angka tahun 2013
sebesar 0,03%. Sedangkan pada tahun 2014 di RSUD Sukoharjo saja
terdapat kasus stroke non hemoragik 1.419 orang (DKK Sukoharjo,
2014).
Stroke non hemoragik dapat didahului oleh oleh banyak faktor
pencetus dan sering kali berhubungan dengan penyakit kronis yang
menyebabkan masalah penyakit vaskular seperti penyakit jantung,
hipertensi, diabetes, obesitas, kolesterol, merokok, dan stres.
Pada kenyataannya, banyak klien yang datang ke rumah sakit
dalam keadaan kesadaran yang sudah jauh menurun dan stroke
merupakan penyakit yang memerlukan perawatan dan penanganan
yang
1
2
cukup lama. Oleh karena itu peran perawat sangat penting dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik, serta
diharapkan tidak hanya fokus terhadap keadaan fisiknya saja tetapi juga
psikologis penderita.
2.1.5 Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
15
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagai neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar
2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%
oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal
darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60 ml per 100 gram jaringan otak per
menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840
ml/menit, dari jumlah darah itu disalurkan melalui arteri karotis interna yang
terdiri dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian
depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah
vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai
sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior
bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus
Willisi (Sinaga, 2008; Mardjono, 2010).
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri- arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara
umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan
terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri
tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri
tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah
tersebut.
Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam
pembuluh darah yang memperdarahai otak diantaranya berupa (Price, 2005):
1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada
aterosklerosis dan thrombosis.
2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah.
3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium.
Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan
terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak
mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjadi kelainan di system
motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana
yang terkena.
WOC SNH
18
B4 B5 (Bowel) B6 (Bone)
B1 (Breathing) B2 (Blood) B3 (Brain)
Infark jaringan Trombus, emboli Penurunan darah Supali darah ke Infark jaringan
Kematian sel-sel
serebral serebral ke otak otak
Perubahan perfusi
Cerebrum (otak
Infark batang otak Sumbatan aliran Hipoksia serebri Iskemik jaringan
2
darah & O
Kelemahan oto
Nervus 12 Terkena saraf ke 12 Hemiplegi,
Infrak Infark jaringan otak (hipoglosus) paraplegi,
jaringan
Reflek mengunyah Gangguan
menurun Kelemahan pada eliminasi Menelan Kelemahan fisik
Perfusi jaringan nervus V, VII, urine/defekas
terganggu/ti
Tersedak serebral dak simetris
tidak efektif - Gangguan integritas
kulit Jaringan
Obstruksi jalan Penu runan Kapasitas - Gangguan mobilitas
Adaptif Defisit Nutrisi fisik
Intrakranial - Defisit perawatan diri
mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi Hilangnya
umum pada platum kemampuan
dan telinga luar; mengecap pada
sekresi kelenjar dua pertiga
lakrimalis, anterior lidah;
submandibula dan mulut kering;
sublingual; hilangnya
ekspresi wajah lakrimasi;
paralisis otot
wajah
VIII: Pendengaran; Tuli;
Vestibulokokle keseimbangan tinitus(berdengin
aris g terus menerus);
vertigo; nitagmus
IX: Pengecapan; sensasi Hilangnya daya
Glosofaringeu umum pada faring pengecapan pada
s dan telinga; sepertiga
mengangkat posterior lidah;
palatum; sekresi anestesi pada
kelenjar parotis farings; mulut
kering sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi Disfagia (gangguan
umum pada menelan) suara
farings, laring dan parau; paralisis
telinga; menelan; palatum
fonasi;
parasimpatis untuk
jantung dan visera
abdomen
XI: Asesorius Fonasi; gerakan Suara parau;
22
d. Disfasia
3. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama) a.
Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai b.
Defisit sensorik kontralateral
c. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis
4. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya bilateral)
a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas b.
Meningkatnya reflek tendon
c. Ataksia
d. Tanda Babinski bilateral
e. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo
f. Disfagia
g. Disartria
h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
i. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi j.
Gangguan penglihatan dan pendengaran
5. Arteri serebri posterior a.
Koma
b. Hemiparese kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas,
terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
24
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia
miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan
digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau
amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas
infrak dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila
terdapat salah satu hal berikut :
1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis
seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna
(retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.
2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali
pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120
mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.
3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan
darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin
sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan
darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di
turunkan maka harus diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml
dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10
mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan. Alternatif
lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai
tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di naikkan dengan
dopamin atau debutamin drips.
d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda
klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan
pernafasan atau stroke dalam evolusi.
e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.
f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke
vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT
scan.
27
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang
dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit
yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan
tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada
kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
30
2) B2 (Blood)
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Menta
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada
beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
32
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti
terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
h. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial
I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
1. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring tanda-tanda vital 1. Mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan
fisik berhubungan keperawatan selama 3 x 7 jam sebelum/sesudah latihan dan lihat dan dapat memberikan informasi bagi
dengan kerusakan gangguan mobilitas fisik respon pasien saat latihan. pemulihan.
sensori persepsi, teratasi. 2. Konsultasikan dengan terapi fisik 2. Berdasarkan penelitian intervensi untuk
gangguan Kriteria Hasil: tentang rencana ambulasi sesuai peningkatan mobilitas ditentukan sebuah
neuromuskular, a. Pasien meningkat dalam
dengan kebutuhan. regimen dari aktivitas fisik regular
menurunnya aktivitas fisik 3. Bantu pasien untuk menggunakan mencakup latihan aerobik dan aktivitas
kekuatan otot. b. Mengerti tujuan dari tongkat saat berjalan dan cegah penguatan otot adalah bermanfaat untuk
peningkatan mobilitas pasien dengan kerusakan mobilitas fisik
terhadap cedera.
c. Memverbalisasikan 4. (Yeom, Keller, & Fleury, 2009)
Kaji kemampuan pasien dalam
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan dan mobilisasi dan ROM 3. Tongkat dapat membantu mobilisasi
kemampuan berpindah 5. Latih pasien dalam pemenuhan pasien (Nelson et al, 2003)
d. Memperagakan penggunaan ADLs secara mandiri sesuai 4. Mengkaji kualitas mobilisasi pasien,
alat bantu untuk mobilisasi kemampuan. kemampuan berjalan dan berpindah dan
(walker) 6. Damping dan bantu pasien saat kemampuan lainnya (Kneafsey, 2007)
mobilisasi dan bantu penuhi 5. Membantu peningkatan kemampuan
kebutuhan ADLs pasien mobilisasi pasien
7. Berikan alat bantu jika pasien 6. Membantu pasien supaya tidak cedera
memerlukan dan membantu pemenuhan kebutuhan
8. Ajarkan pasien bagaimana merubah ADLs pasien
posisi dan berikan bantuan jika 7. Membantu pasien dalam meningkatan
diperlukan mobilitas (Yeom, Keller, & Fleury, 2009)
9. Anjurkan pasien untuk membantu 8. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
pergerakan dan latihan dengan sirkulasi, membantu mencegah
menggunakan ekstremitas yang tidak kontraktur.
35
penurunan sirkulasi verbal pasien mengalami kebutuhan terapi wicara. mengembalikan cara bicara pasien
ke otak (stroke), penurunan. 3. Dorong pasien untuk berkomunikasi menjadi normal.
defek anatomis Kriteria Hasil secara perlahan dan untuk 3. Untuk melatih komunikasi sehingga
mengulangi permintaan. komunikasi menjadi lancar.
a. Komunikasi :
4. Dengarkan dengan penuh perhatian. 4. Perhatian yang baik dari perawat
penerimaan, interpretasi
5. Berdiri di depan pasien ketika menandakan bahwa perawat peduli
dan ekspresi pesan lisan,
berbicara. dengan pasien.
tulisan, dan non verbal
6. Gunakan kartu baca, kertas, pensil, 5. Untuk mengetahui ekspresi yang
meningkat.
bahasa tubuh, gambar, daftar, diungkapkan oleh pasien dan
b. Komunikasi ekspresif
kosakata bahasa asing, computer, meningkatkan BHSP.
(kesulitan berbicara) :
dan lain-lain untuk memfasilitasi 6. Mempermudah komunikasi 2 arah
ekspresi pesan verbal dan
komunikasi dua arah yang optimal. 7. Memodifikasi komunikasi sehingga
atau non verbal yang
7. Ajarkan bicara dari esophagus, jika memudahkan pasien untuk
bermakna.
diperlukan. berkomunikasi.
c. Pengolahan informasi :
8. Berikan pujian positive, jika 8. Pujian mampu memberikan semangat
pasien mampu untuk
diperlukan. kepada pasien.
memperoleh, mengatur,
9. Anjurkan kunjungan keluarga secara 9. Kunjungan bertujuan agar memberikan
dan menggunakan
teratur stimulus komunikasi.
informasi.
10. Anjurkan ekspresi diri dengan cara 10. Untuk mempermudah komunikasi 2
lain dalam menyampaikan informasi arah.
(bahasa isyarat)
4. Kerusakan memori Setelah dilakukan tindakan 1. Memantau ukuran pupil, bentuk, 1. Masalah pada pupil menandakan adanya
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 7 simetri, dan reaktivitas. gangguan pada nervus III.
gangguan jam, pasien menunjukkan 2. Memantau tingkat kesadaran. 2. Tingkat kesadaran dinilai berdasarkan
3. Memantau tingkat orientasi. GCS
neurologis. penurunan kerusakan
4. Memantau GCS 3. Orientasi yang baik menandakan bahwa
memori. 5. Memonitor memori baru, rentang pasien tidak ada masalah kognitif.
Kriteria hasil perhatian, memori masa lalu, 4. Memonitor tingkat kesadaran pasien.
a. Mampu untuk melakukan suasana hati, dan perliaku. 5. Gangguan pada otak menyebabkan
proses mental yang 6. Memonitor tanda vital. hilangnya memori baik itu jangka pendek
37
6. Perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau TTV tiap jam dan catat 1. Peningkatan tekanan darah sistemik
cerebral tidak keperawatan selama 3 x 7 hasilnya yang diikuti dengan penurunan tekanan
efektif b.d O2 otak jam diharapkan Gangguan 2. Kaji respon motorik terhadap darah diastolik merupakan tanda
menurun perfusi jaringan dapat perintah sederhana peningkatan TIK. Napas tidak teratur
tercapai secara optimal 3. Pantau status neurologis secara menunjukkan adanya peningkatan TIK
Kriteria hasil : teratur 2. Mampu mengetahui tingkat respon
a. Mampu 4. Dorong latihan kaki aktif/ pasif motorik pasien
mempertahankan tingkat 5. Kolaborasi pemberian obat sesuai 3. Mencegah/menurunkan atelektasis
kesadaran indikasi 4. Menurunkan statis vena
b. Fungsi sensori dan 5. Menurunkan resiko terjadinya
motorik membaik komplikasi
40
keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini terdiri dari
empat komponen yaitu dengan istilah SOAP yakni subyetif (data berupa keluhan
pasien), obyektif (hasil pemeriksaan), analisa data (perbandingan dengan teori)
dan perencanaan. Evluasi sumatif merupakan evaluasi yang dilakukan setelah
semua aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah
diberikan metode yang digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan
wawancara diakhir layanan menanyakan respon klien dan keluarga terkait layanan
keperawatan mengadakan pertemuan pada akhir layanan (Asmadi,2008, hal.178).
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan
keperawatan :
1) Tujuan tercapai jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan standar yang
telah ditentukan (Asmadi,2008, hal 178).
2) Tujuan tercapai sebagian jika klien masih daam proses pencapaian tujuan jika
klien menunjukan perubahan pada sebagian kriteria yang telah
ditetapkan (Asmadi,2008 hal 178).
3) Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukan sedikit perubahan atau tidak
sama sekali ada perubahan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan serta dapat
timbul masalah baru (Asmadi,2008, hal 178).
42
42
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas klien / keluarga
Nama KK : Tn.M
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Banjar
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl.dr.Murjarni Gg.Hidayah RT 001
No.Telp : 08xxxxxxxx
Komposisi Keluraga
Nama Gender Hubungan
No Umur Pendidikan Pekerjaan
(Inisial) (L / P) Dg KK
1 Tn. M 60 L Suami SD Swasta
2 Ny.M 45 P Istri SMP IRT
3 An. N 24 L Anak SMA Swasta
4 An. E 20 L Anak Mahasiswa Mahasiswa
Tipe Keluarga :
Keluarga Tn.M termasuk keluarga inti terdiri dari ayah, ibu dan anak.
3.1.2 Riwayat Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan (8 tahap perkembangan) keluarga saat ini :
Keterangan
No Tahap perkembangan keluarga
Terpenuhi Sebagian Tidak
*Genogram (3 generasi):
Keterangan :
: Laki-laki : Garis keturunan
: Perempuan : Tinggal serumah
: Meninggal : Pasien
TOTAL 4
58
DAFTAR PUSTAKA
Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009. Medan: FK USU, 2010.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21421 Diakses pada 1 Juni
2013.
Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia
Muda. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2003.
Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat, 2010.
Diagnosis
Medis dan Nanda Nic Noc. Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction, 2013.
H. Tugas Pengorganisasian
1) Moderator : Amelia Fransisca
1. Membuka acara penyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalannya diskusi
I. TEMPAT
Setting Tempat
1. Setting Tempat :
Keterangan:
: Moderator dan
: Peserta
: Dokumentasi
65
H. Tugas
Pengorganisasian
I. Moderator : Amelia Fransisca
1. Membuka acara penyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalannya diskusi
Keterangan:
: Moderator dan
: Peserta
: Dokumentasi
67
68
69
70
71