Anda di halaman 1dari 75

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KELUARGA PADA Tn.M DENGAN DIAGNOSA MEDIS


STROKE NON HEMORAGIK DI PUSKESMAS
PAHANDUT PALANGKARAYA

Disusun Oleh :
Amelia Fransisca (2021-01-14901-004)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROFESI NERS ANGKATAN IX
TAHUN AJARAN 2022
Laporan ini di susun oleh :
Nama : Amelia Fransisca
NIM : 2021-01-14901-004
Program Studi : Profesi Ners IX
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan
Keperawatan Keluarga Pada Tn.M Dengan
Diagnosa Medis Stroke Non Hemoragik Di
Puskesmas Pahandut Palangkaraya
Telah melaksanakan Asuhan Keperawatan sebagai persyaratan
untuk menyelesaikan Praktek Stase komunitas pada Program Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Asuhan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep. Syarifudin, S. Kep


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan studi kasus yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Tn.M Dengan Diagnosa Medis
Stroke Non Hemoragik Di Puskesmas Pahandut Palangkaraya”. Penulis
menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan studi kasus ini tidak
akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini pula penulis mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada:
1. Dr. dr. Andriansyah Arifin, MPH. Selaku Ketua Yayasan Eka Harap
Palangka Raya.
2. Maria Adelheid Ensia, S.Pd, M.Kes. selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya
3. Meilitha Carolina, Ners., M.Kep. selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap
4. Meilitha Carolina, Ners., M.Kep. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan
asuhan keperawatan ini.
5. Syarifudin, S.Kep. selaku pembimbing klinik yang telah memberikan
bimbingan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan asuhan
keperawatan ini.
6. Kepada Tn,M yang telah bersedia sebagai pasien kelolaan dalam asuhan
keperawatan ini
7. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan
kasus ini
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan studi kasus ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk menyempurnaan
penulisan laporan studi kasus ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih
dan semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 14 Mei 2022

Amelia Fransisca, S. Kep


DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................4
1.3 Tujuan.........................................................................................................4
1.4 Manfaat.......................................................................................................5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Keluarga.........................................................................................6
2.2 Konsep WUS (Wanita Usia Subur)...........................................................16
2.3 Konsep Stroke...........................................................................................30
2.4 Teori Manajemen Asuhan Keperawatan...................................................38
2.5 Diagnosa Keperawatan..............................................................................40
2.6 Intervensi Keperawatan.............................................................................42
2.7 Implementasi Keperawatan.......................................................................44
2.8 Evaluasi.....................................................................................................44

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 Pengkajian.................................................................................................45
3.2 Rencana Asuhan Keperawatan..................................................................55
3.3 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan................................................58

BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian.................................................................................................60
4.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................................60
4.3 Rencana Keperawatan...............................................................................60
4.4 Implementasi.............................................................................................62
4.5 Evaluasi.....................................................................................................62

BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan...................................................................................................63
5.2 Saran..........................................................................................................64

DAFTAR PUSTAKA
Lampiran Dokumentasi
Leaflet
SAP
1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah infark
miokard dan kanker serta penyebab kecacatan nomor satu diseluruh
dunia. Dampak stroke tidak hanya dirasakan oleh penderita, namun juga
oleh keluarga dan masyarakat disekitarnya. Penelitian menunjukkan
kejadian stroke terus meningkat di berbagai negara berkembang,
termasuk Indonesia (Endriyani, dkk., 2011; Halim dkk., 2013).
Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit
stroke tahun 2011. Dari jumlah tersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal
dunia. Diperkirakan jumlah stroke iskemik terjadi 85% dari jumlah
stroke yang ada. Penyakit darah tinggi atau hipertensi
menyumbangkan
17,5 juta kasus stroke di dunia. Di Indonesia stroke merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Prevalensi
stroke mencapai 8,3 per 1000 penduduk, 60,7 persennya disebabkan oleh
stroke non hemoragik. Sebanyak 28,5 % penderita meninggal dunia dan
sisanya mengalami kelumpuhan total atau sebagian. Hanya 15 % saja
yang dapat sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan (Nasution,
2013; Halim dkk., 2013). Dinas Kesehatan Jawa Tengah menunjukkan
bahwa pravalensi stroke non hemoragik di Jawa Tengah tahun 2014
adalah 0,05% lebih tinggi dibandingkan dengan angka tahun 2013
sebesar 0,03%. Sedangkan pada tahun 2014 di RSUD Sukoharjo saja
terdapat kasus stroke non hemoragik 1.419 orang (DKK Sukoharjo,
2014).
Stroke non hemoragik dapat didahului oleh oleh banyak faktor
pencetus dan sering kali berhubungan dengan penyakit kronis yang
menyebabkan masalah penyakit vaskular seperti penyakit jantung,
hipertensi, diabetes, obesitas, kolesterol, merokok, dan stres.
Pada kenyataannya, banyak klien yang datang ke rumah sakit
dalam keadaan kesadaran yang sudah jauh menurun dan stroke
merupakan penyakit yang memerlukan perawatan dan penanganan
yang
1
2

cukup lama. Oleh karena itu peran perawat sangat penting dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik, serta
diharapkan tidak hanya fokus terhadap keadaan fisiknya saja tetapi juga
psikologis penderita.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Tn,M dengan diagnosa medis
Stroke
Non Hemoragik Puskesmas Pahandut Palangka Raya?

1.3 Tujuan Penulisan


1) Untuk mengetahui pengkajian keperawatan tentang Stroke Non
Hemoragik.
2) Untuk mengetahui diagnosa keperawatan tentang Stroke Non
Hemoragik.
3) Untuk mengetahui intervensi keperawatan tentang Stroke Non
Hemoragik.
4) Untuk mengetahui implementasi keperawatan tentang Stroke Non
Hemoragik.
5) Untuk mengethui evaluasi tentang Stroke Non Hemoragik.

1.4 Manfaat Penulisan


1) Manfaat Teoritis
Hasil penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dan informasi dalam hal asuhan keperawatan pada
pasien dengan stroke non hemoragik serta membuktikan kebenaran
antara teori dan kenyataan praktik dilapangan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien tersebut.
2) Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan acuan yang diperlukan dalam meningkatkan
pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada pasien
dengan stroke non hemoragik.
3

b. Bagi Instansi Akademik


Sebagai bahan masukan dan referensi dalam kegiatan proses belajar
mengajar tentang asuhan keperawatan pasien dengan stroke non
hemoragik yang dapat digunakan sebagai acuan bagi praktek mahasiswa
keperawatan.
c. Bagi Penulis
Melatih penulis untuk menyusun hasil pemikiran, asuhan keperawatan,
dan penelitian yang telah dilakukan yang selanjutnya dituangkan ke
dalam Karya Tulis Ilmiah dengan cara-cara yang lazim digunakan oleh
para ilmuan dalam dunia ilmu pengetahuan.
d. Bagi Keluarga
Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang stroke non
hemoragik beserta penatalaksanaannya.
e. Bagi Pembaca
Sebagai sarana untuk menambah wawasan serta pengetahuan tentang
stroke non hemoragik.
44
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Keluarga


2.1.1 Definisi Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Keluarga didefinsikan
dengan istilah kekerabatan dimana invidu bersatu dalam suatu ikatan perkawinan
dengan menjadi orang tua. Dalam arti luas anggota keluarga merupakan mereka
yang memiliki hubungan personal dan timbal balik dalam menjalankan kewajiban
dan memberi dukungan yang disebabkan oleh kelahiran,adopsi,maupun
perkawinan (Stuart,2015).
Menurut Duval keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan
oleh ikatan perkawinan,adopsi,kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan upaya yang umum,meningkatkan perkembangan fisik
mental,emosional dan social dari tiap anggota keluarga (Harnilawati,2015).
Menurut Helvie keluarga adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam
satu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan yang
erat. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan
darah,hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu
rumah tangga,berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing
menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman,2015)
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga merupakan sekumpulan
orang yang dihubungkan melalui ikatan perkawinan,darah,adopsi serta
tinggal
dalam satu rumah.

2.1.2 Ciri-Ciri Keluarga


Menurut Setiadi 2011: 5 ciri-ciri keluarga yaitu:
2.1.2.1 Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
2.1.2.2 Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan
hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.
2.1.2.3 Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama (Nomen Clatur)
termasuk perhitungan garis keturunan.
2.1.2.4 Kelurga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh
anggota- anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai
keturunan dan membesarkan anak.
2.1.2.5 Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga.
5
2.1.3 Tipe keluarga
Menurut Setiadi 2012: 5 tipe keluarga yaitu:
Pembagian tipe ini bergantung kepada konteks keilmuan dan orang
yang mengelompokan.
2.1.3.1 Secara tradisional
Secara tradisional keluarga dikelompokan menjadi 2 yaitu :
1) Kelurga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya
terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunan atau
adopsi atau keduanya.
2) Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti
ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan
darah (kakek, nene, paman, bibi).
2.1.3.2 Secara moderen
1) Tradisional Nuclear
Keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) tinggal dalam satu rumah
ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan,
satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah
2) Reconstituted Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawianan kembali
suami/ istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan
anak-
anaknya, baik itu bawaan dari perkawianan lama maupun hasil dari
perkawianan baru, satu/keduanya dapat bekerja diluar rumah.
3) Niddle Age/Aging Couple
Suami sebagai pencari uang, istri dirumah/ kedua-duanya bekerja
dirumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena
sekolah/perkawianan/meniti karier.
4) Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang
keduanya atau salah satu bekerja diluar rumah.
5) Single Parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangan
dan anak-anaknya dapat tinggal dirumah atau diluar rumah
6) Dual Carrier
Yaitu suami istri atau keduanya orang karir dan tanpa
anak
7) Commuter Married
6
Suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah
pada jarak tertentu. Keduanya saling mencari pada waktu-waktu
tertentu.
8) Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya
keinginan untuk kawin
9) Three Generation
Yaitu tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu
rumah
10) Institusional
Yaitu anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam panti-
panti.

2.1.4 Struktur Keluarga


Struktur keluarga terdiri dari beberapa macam,
diantaranya: (Friedmann, 1989, dalam Mubarak, dkk, 2011 : hal 68 – 69 )
2.1.4.1 Patrilinear
Patrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak keluarga
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ayah.
2.1.4.2 Matrilinear
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dari
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalir garis ibu.
2.1.4.3 Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
istri
2.1.4.4 Patrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
suami
2.1.4.5 Keluarga kawinan
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar pembinaan keluarga, dan
beberapa sanak saudara menjadi bagian keluarga karena adanya
hubungan dengan suami istri.

2.1.5 Fungsi Keluarga


Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi keluarga yang dapat
dijalankan yaitu sebagai berikut:
7
2.1.5.1 Fungsi biologis adalah fungsi untuk meneruskn keturunan, memelihara
dan membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan gizi keluarga
(Mubarak, dkk. 2011).
2.1.5.2 Fungsi psikologis adalah memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi
keluarga, memberikan perhatian diantara kluarga, memberikan
kedewasaan kepribadian anggota keluarga, serta memberikan identitas
pada keluarga (Mubarak, dkk. 2011).
2.1.5.3 Fungsi sosialisasi adalah membina sosialisasi pada anak, membentuk
norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan masing-
masing dan meneruskan nilai-nilai budaya (Mubarak, dkk. 2011 ). Fungsi
sosil adalah fungsi yang mengembangkan proses interaksi dalam keluarga
yang dimulai sejak lahir dan kelurga merupakan tempat individu untuk
belajar bersosialiasi (Setiawati,2012 )
2.1.5.4 Fungsi ekonomi adalah mencari sumber-sumber penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga saat ini dan menbung untuk memenuhi
kebutuhan keluarga di masa yag akan datang (Mubarak, 2011). Fungsi
ekonomi meruakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh
anggota keluarga termasuk sandang, pangan, dan papan (Setiawati,2011)
2.1.5.5 Fungsi pendidikan adalah menyekolahkan anak untuk
memberikan pengetahun, keterampilan, membentuk perilaku anak sesuai
dengan bakat dan minat yang dimilikinya, mempersiapkan anak untuk
kehidupan dewasa yang akan datang dala memenuhi perannya sebagai
orang dewasa serta mendidik anak sesuai dengn tingkat
perkembangannya (Mubarak, dkk. 2011).

2.1.6 Peran Keluarga


Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem (Mubarak,
dkk.
2013).Peran merujuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat
homogen, yang didefinisikan dan diharapkan secar normative dari seseorang
peran dalam situasi sosial tertentu (Mubarak, dkk. 2013). Peran keluarga adalah
tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga.
Jadi peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat,
kegiatann yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.
Peran individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari
keluarga, kelompok dan masyarakat (Setiadi, 2008)
8
Menurut Mubarak, dkk, 2013, terdapat dua peran yang mempengaruhi
keluarga yaitu peran formal dan peran informal :
2.1.6.1 Peran Formal
Peran formal keluarga adalah peran-peran keluarga teerkait sejumlah
perilaku yang kurang lebih bersifat homogeny. Keluarga membagi peran secara
merata kepadda anggotanya seperti cara masyarakat membagi perna-perannya
menurut pentingnya pelaksanaan peran bagi berfungsinya suatu sistem.
Peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu antara
lain sebagai provider atau penyedia, pengatur rumah tangga, peraat anak baik
sehat maupun sakit, sosialisasi anak, rekreasi, memelihara hubungan keluarga
paternal
dan maternal, peran terapeutik (memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan),
dan peran sosial.
2.1.6.2 Peran Informal Keluarga
Peran-peran informal bersifat implisit, biasanya tidak tampak, hanya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosiaonal individu atau untuk menjaga
keseimbangan dalam keluarga. Peran adaptif antara lain :
1) Pendorong memiliki arti bahwa dalam keluarga terjadi kegiatan
mendorong, memuji, dan menerima konstribusi dari orang lain. Sehingga ia
dapat merangkul orng lain dan membuat mereka merasa bahwa pemikiran
mereka penting dan bernilai untuk didengarkan.
2) Pengharmonisan yaitu berperan menengahi perbedaan yang terdapat
diantara paraa anggota, penghibur, dan menyatukan kembali perbedaan
pendapat.
3) Inisiator contributor yang mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru atau
cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok.
4) Pendamai berarti jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik dapat
diselesaikan dengan jalan musyawarah atau damai.
5) Pencari nafkah yaitu peran yang dijalankan oleh orang tua dalam
memenuhi kebutuhan, baik material maupun maupun non material anggota
keluarganya.
6) Perawatan keluarga adalah peran yang dijalankan terkait merawat
anggota keluarga jika ada yang sakit.
7) Penghubungan keluarga adalah penghubung biasanya ibu mengirim dan
memonitori komunikasi dalam keluarga
8) Poinir keluarga adalah membawa keluarga pindah ke suatu wilayah
asing mendapat pengalaman baru
9
9) Sahabat, penghibur, dan koordinator yang berarti mengorgaanisasi dalam
merencanakan kegiatan-kegiatan keluarga yang berfungsi mengangkat
keakraban dan memerangi kepedihan.
10) Pengikut dan sanksi, kecuali dalam beberaa hal, sanksi lebih pasif. Sanksi
hanya mengamati dan tidak melibatkan dirinya.

2.2 Konsep Dasar Stroke Non Hemoragik


2.2.1 Definisi
Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah sindrom klinis
yang awal timbulnya mendadak, progesif, cepat, berupa defisit neurologis fokal
dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan
kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik (Mansjoer A, 2014; Rumantir CU, 2013.).
Stroke non hemoragik atau disebut juga stroke iskemik didefinisikan
sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala
ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya
aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. Stroke non
hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau
lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh
bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh
atau organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus (Price, 2012).
Sedangkan menurut Pahria, (2015) Stroke Non Haemoragik adalah cedera
otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat
pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan
tempat lain di tubuh.
2.2.2 Klasifikasi Stroke Non Hemoragik
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik, yaitu pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis di
sekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan
gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga
oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya.
Peningkatan tekanan intracranial pada gilirannya akan menimbulkan
herniasi jaringan otak dan menekan batang otak (Price, 2012).
1) Perdarahan intra serebral
2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
10
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
1) Stroke akibat trombosis serebri
2) Emboli serebri
3) Hipoperfusi sistemik

Gambar 2. Stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik


2. Berdasarkan waktu terjadinya
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
4) Completed stroke
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
a. Sistem karotis
1) Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
2) Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
3) Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks
4) Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
b. Sistem vertebrobasiler
1) Motorik: hemiparese alternans, disartria
2) Sensorik: hemihipestesi alternans, parestesia
Gangguan lain: gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
11

2.2.3 Etiologi Stroke Non Hemoragik


Stroke non-hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari tiga mekanisme
patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli serebri dan hipoperfusion sistemik
(Sabiston, 1994; Nurarif, 2013).
1. Trombosis serebri merupakan proses terbentuknya thrombus yang membuat
penggumpalan. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis
atau cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini
sering timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan
lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau
intermiten dalam beberapa jam atau hari.
2. Emboli serebri merupakan tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau
cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal,
seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis
biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai
trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak
sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda
disertai nyeri kepala berdenyut.
Hipoperfusion sistemik adalah berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian
tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

2.1.4 Faktor Resiko


Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi
dan yang dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2014) di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto mengenai gambaran faktor-
faktor risiko penderita stroke menunjukan faktor risiko terbesar adalah hipertensi
57,24%, diikuti dengan diabetes melitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%
(Rismanto,
2006; Madiyono, 2003).
12

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (Rismanto; Madiyono, 2003):


1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir
13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002), dari
penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang mengalami stroke non
hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65 tahun (Madiyono, 2003;
Ritarwan, 2003).
2. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria
lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan
angka kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di lakukan oleh Indah
Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai gambaran faktor-
faktor risiko yang terdapat pada penderita stroke menunjukan bahwa jumlah kasus
terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4% dari penelitianya terhadap 197 pasien
stroke non hemoragik tahun (Madiyono , 2003; Utami, 2002).
3. Herediter
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan
riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga
pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko
terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun
1997-
2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke
sebesar
29,3% (Madiyono, 2003; Sinaga, 2008).
3. Ras atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data
sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa
(khususnya Yogyakarta).
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Madiyono,
2003):
1. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam
waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak
35% sampai 42%
13
2. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai
enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama
terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan
Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai
apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan
darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah terjadinya
kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah
terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak (Madiyono, 2003;
Sudoyo,
2006).
3. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska
oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering
menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya
pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh
darah otak.
4. (DM) Diabetes melitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel
pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut penelitian
Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain case
control, penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali
dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus (Madiyono,
2003; Sinaga, 2008).
5. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat
akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan
tingkat penyembuhan bervariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang
dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur
hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien
ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan
sekitar
1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama
(Price,
2005).
6. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas.
Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna
14
klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam
plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor
dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu
kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas
rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo
protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi
kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.
Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida
serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung
meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga
menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl,
LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl, dan trigliserida >150mg/dl akan
membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak.
Menurut Dedy Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien, di dapatkan
hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah 53,5%,
dan LDL yang tinggi 69,8% (Price, 2005).
7. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas
merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur
adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat
badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Normal
2 2
BMI antara 18,50-24,99 kg/m , overweight BMI antara 25-29,99 kg/m
selebihnya adalah obesitas.
8. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan
perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan
karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga
mempermudah terjadinya proses gumpalan darah. Berdasarkan penelitian
Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan kebiasaan merokok
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali (Sinaga, 2008).

2.1.5 Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
15
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagai neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar
2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%
oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal
darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60 ml per 100 gram jaringan otak per
menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840
ml/menit, dari jumlah darah itu disalurkan melalui arteri karotis interna yang
terdiri dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian
depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah
vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai
sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior
bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus
Willisi (Sinaga, 2008; Mardjono, 2010).
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri- arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara
umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan
terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri
tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri
tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah
tersebut.
Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam
pembuluh darah yang memperdarahai otak diantaranya berupa (Price, 2005):
1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada
aterosklerosis dan thrombosis.
2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah.
3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium.
Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan
terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak
mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjadi kelainan di system
motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana
yang terkena.
WOC SNH
18

Penyakit yang mendasari


Aterosklerosis
stroke (alkohol,
(elastisitas hiperkolesteroid, merokok, Pembentukan trombus,
stres, depresi, kegemukan obtruksi trombus di
pembuluh darah otak

Stroke non hemoragik

B4 B5 (Bowel) B6 (Bone)
B1 (Breathing) B2 (Blood) B3 (Brain)

Infark jaringan Trombus, emboli Penurunan darah Supali darah ke Infark jaringan
Kematian sel-sel
serebral serebral ke otak otak

Perubahan perfusi
Cerebrum (otak
Infark batang otak Sumbatan aliran Hipoksia serebri Iskemik jaringan
2
darah & O

Kelemahan oto
Nervus 12 Terkena saraf ke 12 Hemiplegi,
Infrak Infark jaringan otak (hipoglosus) paraplegi,
jaringan
Reflek mengunyah Gangguan
menurun Kelemahan pada eliminasi Menelan Kelemahan fisik
Perfusi jaringan nervus V, VII, urine/defekas
terganggu/ti
Tersedak serebral dak simetris
tidak efektif - Gangguan integritas
kulit Jaringan
Obstruksi jalan Penu runan Kapasitas - Gangguan mobilitas
Adaptif Defisit Nutrisi fisik
Intrakranial - Defisit perawatan diri

Bersihan jalan efektif


nafas tidak
Gangguan
K
o
m
u
n
i
k
a
s
i
V
e
r
b
a
l
19

2.1.6 Manifestasi Klinis


Gejala stroke non-hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi
tempat gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami
penurunan, menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non
hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran,
kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan skala koma Glasgow
yaitu (Mansjoer, 2000; Sinaga, 2008):
Tabel 1. Skala koma Glasgow (Mansjoer, 2000).
Buka mata (E) Respon verbal (V) Respon motorik
(M)
1. Tidak ada respons 1. Tidak ada suara 1. Tidak ada gerakan
2. Respons dengan 2. Mengerang 2. Ekstensi abnormal
rangsangan nyeri
3. Buka mata dengan 3. Bicara kacau 3. Fleksi abnormal
perintah
4. Buka mata 4. Disorientasi tempat 4. Menghindari nyeri
spontan dan waktu
5. Orientasi baik dan 5. Melokalisir nyeri
sesuai
6. Mengikuti perintah
Penilaian skor GCS :
a. Koma (skor < 8)
b. Stupor (skor 8 -10)
c. Somnolent (skor 11-12)
d. Apatis ( skor 12-13)
e. Compes mentis (GCS = 14-15)
Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik (hemiparese),
sensorik (anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang
canggung serta simpang siur, gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan
miksi, defeksi, salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi) yang
20

merupakan sifat khas manusia, dan gangguan koordinasi (sidrom serebelar)


(Sinaga, 2008; Mardjono, 2010):
1. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat
seseorang akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri
2. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan
seterusnya. Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam
mewujudkan suatu corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan
lokomotorik dimana dalam suatu gerakan urutan kontraksi otot-otot baik
secara volunter atau reflektorik tidak dilaksanakan lagi. Disdiadokokinesis
tidak biasa gerak cepat yang arahnya berlawanan contohnya pronasi dan
supinasi. Dismetria, terganggunya memulai dan menghentikan gerakan.
3. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan
4. Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur dan
kedua kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan dalam
hal ini badan yang tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap yang mantap
sehingga bergoyang-goyang.
Tabel 2. Gangguan nervus kranial (Swartz, 2002).
Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis
dengan lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya
daya penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis
III: Gerak mata; kontriksi Diplopia
Okulomotoriu pupil; akomodasi (penglihatan
s kembar), ptosis;
midriasis;
hilangnya
akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, ”mati rasa” pada
kulit kepala, dan wajah; kelemahan
gigi; gerak otot rahang
21

mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi Hilangnya
umum pada platum kemampuan
dan telinga luar; mengecap pada
sekresi kelenjar dua pertiga
lakrimalis, anterior lidah;
submandibula dan mulut kering;
sublingual; hilangnya
ekspresi wajah lakrimasi;
paralisis otot
wajah
VIII: Pendengaran; Tuli;
Vestibulokokle keseimbangan tinitus(berdengin
aris g terus menerus);
vertigo; nitagmus
IX: Pengecapan; sensasi Hilangnya daya
Glosofaringeu umum pada faring pengecapan pada
s dan telinga; sepertiga
mengangkat posterior lidah;
palatum; sekresi anestesi pada
kelenjar parotis farings; mulut
kering sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi Disfagia (gangguan
umum pada menelan) suara
farings, laring dan parau; paralisis
telinga; menelan; palatum
fonasi;
parasimpatis untuk
jantung dan visera
abdomen
XI: Asesorius Fonasi; gerakan Suara parau;
22

Spinal kepala; leher dan kelemahan otot


bahu kepala, leher dan
bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan
pelayuan lidah
Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana pendeita
stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula
sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, pendeita stroke non
hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks akan mengakibatkan terjadinya
kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai
mengakibatkan kelumpuhan.
Penelitian yang dilakukan Sri Andriani Sinaga (2008) terhadap 281 pasien
stroke di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan hemiparese sinistra yaitu 46,3%,
diikuti oleh hemiparese dekstra 31,7%, tidak tercatat sebanyak 14,2% dan
hemiparesese dupleks 7,8%. Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan
insufisiensi arteri ke otak mungkin berkaitan dengan pengelompokan gejala dan
tanda berikut yang tercantum dan disebut sindrom neurovaskular (Price, 2008):
1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya
unilateral)
a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang terkena, akibat
insufisiensi arteri retinalis
b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena
insufisiensi arteria serebri media
c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau
arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan
mungkin mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi
afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara motorik Broca.
2. Arteri serebri media (tersering)
a. Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai lengan)
b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral
c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua fungsi
yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi
23

d. Disfasia
3. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama) a.
Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai b.
Defisit sensorik kontralateral
c. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis
4. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya bilateral)
a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas b.
Meningkatnya reflek tendon
c. Ataksia
d. Tanda Babinski bilateral
e. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo
f. Disfagia
g. Disartria
h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
i. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi j.
Gangguan penglihatan dan pendengaran
5. Arteri serebri posterior a.
Koma
b. Hemiparese kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas,
terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
24

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi.
Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara
pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
d. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan
otak.
25

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke
non hemoragik yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi
dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat
memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan (Mansjoer,
2000).
1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen
activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT
scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di
rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.
b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang
diantaranya yaitu :
1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan
manitol dan hindari cairan hipotonik.
2) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah
trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang
dapat menyerupai kegagalan perfusi.
3) Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor
utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini
tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada
hipertensi beri obat antihipertensi.
4) Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke
terapi dengan heparin.
2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut
a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10% di
berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam
jika onset di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infrak
yang luas.
26

b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia
miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan
digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau
amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas
infrak dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila
terdapat salah satu hal berikut :
1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis
seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna
(retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.
2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali
pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120
mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.
3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan
darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin
sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan
darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di
turunkan maka harus diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml
dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10
mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan. Alternatif
lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai
tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di naikkan dengan
dopamin atau debutamin drips.
d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda
klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan
pernafasan atau stroke dalam evolusi.
e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.
f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke
vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT
scan.
27

g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam,


20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai
masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :
1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli
2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis
3) Stroke dalam evolusi
4) Diseksi arteri
5) Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien
stroke non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup
jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin)
sampai minimal satu tahun.
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang
adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga
pasien agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan
saat pasien mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di
berikan melalui selang lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti
bermanfaat untuk pengobatan penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat
dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat
trombosit dan trombolitika (Rubenstein, 2005):
1. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan
di gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk
membeku. Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin
(Rambe, 2002).
2. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi
trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang
terutama sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan
ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol,
clopidogrel (Rambe,
2002).
3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus
diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan
perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase,
alteplase, urokinase, dan reteplase (Rambe, 2002).
28

Pengobatan juga ditujukan untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi


yang muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke perlu
melakukan pengontrolan perkembangn kesehatan di rumah sakit kembali, di
samping melakukan pemulihan dan rehabilitasi sendiri di rumah dengan
bantuan anggota keluarga dan ahli terapi. Penelitian yang dilakukan Sri
Andriani (2008) terhadap 281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan di
dapatkan 60% berobat jalan, 23,8% meninggal dan sisanya pulang atas
permintaan sendiri (Rambe, 2002).

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan
di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien,
seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan
lainnya.
29

Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang
dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit
yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan
tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada
kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
30

2) B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik)


yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat,
dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi
asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia
alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu
31

juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Menta
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada
beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
32

Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti
terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
h. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial
I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada

4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan


konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi
otot pterigoideus internus dan eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka


mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
33

i. Pengkajian Sistem Motorik


Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi ng berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Masalah keperawatan yang lazim muncul pada stroke non hemoragik, yaitu
(Bulecheck, 2012;Nurarif, 2013) :
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan sensori persepsi,
gangguan neuromuskular, menurunnya kekuatan otot.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiparesis/ hemiplegia, tidak
ada mobilisasi fisik, gangguan sirkulasi, gangguan sensasi.
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak, defek anatomis (perubahan neuromuskular pada sistem penglihatan,
pendengaran, dan aparatus fonatori).
4. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis (stroke)
5. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient
6. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d O2 otak menurun
34

2.3.3 Intervensi Keperawatan


No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring tanda-tanda vital 1. Mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan
fisik berhubungan keperawatan selama 3 x 7 jam sebelum/sesudah latihan dan lihat dan dapat memberikan informasi bagi
dengan kerusakan gangguan mobilitas fisik respon pasien saat latihan. pemulihan.
sensori persepsi, teratasi. 2. Konsultasikan dengan terapi fisik 2. Berdasarkan penelitian intervensi untuk
gangguan Kriteria Hasil: tentang rencana ambulasi sesuai peningkatan mobilitas ditentukan sebuah
neuromuskular, a. Pasien meningkat dalam
dengan kebutuhan. regimen dari aktivitas fisik regular
menurunnya aktivitas fisik 3. Bantu pasien untuk menggunakan mencakup latihan aerobik dan aktivitas
kekuatan otot. b. Mengerti tujuan dari tongkat saat berjalan dan cegah penguatan otot adalah bermanfaat untuk
peningkatan mobilitas pasien dengan kerusakan mobilitas fisik
terhadap cedera.
c. Memverbalisasikan 4. (Yeom, Keller, & Fleury, 2009)
Kaji kemampuan pasien dalam
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan dan mobilisasi dan ROM 3. Tongkat dapat membantu mobilisasi
kemampuan berpindah 5. Latih pasien dalam pemenuhan pasien (Nelson et al, 2003)
d. Memperagakan penggunaan ADLs secara mandiri sesuai 4. Mengkaji kualitas mobilisasi pasien,
alat bantu untuk mobilisasi kemampuan. kemampuan berjalan dan berpindah dan
(walker) 6. Damping dan bantu pasien saat kemampuan lainnya (Kneafsey, 2007)
mobilisasi dan bantu penuhi 5. Membantu peningkatan kemampuan
kebutuhan ADLs pasien mobilisasi pasien
7. Berikan alat bantu jika pasien 6. Membantu pasien supaya tidak cedera
memerlukan dan membantu pemenuhan kebutuhan
8. Ajarkan pasien bagaimana merubah ADLs pasien
posisi dan berikan bantuan jika 7. Membantu pasien dalam meningkatan
diperlukan mobilitas (Yeom, Keller, & Fleury, 2009)
9. Anjurkan pasien untuk membantu 8. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
pergerakan dan latihan dengan sirkulasi, membantu mencegah
menggunakan ekstremitas yang tidak kontraktur.
35

sirkulasi, membantu mencegah


kontraktur dan dapat berespons baik jika
daerah yang sakit tidak menjadi lebih
terganggu
2. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien untuk 1. Pakaian yang longgar berguna untuk
kulit berhubungan keperawatan selama 3 x 7 menggunakan pakaian yang longgar. mengurangi rasa panas pada tubuh
dengan hemiparesis/ jam, diharapkan integritas 2. Hindari kerutan pada tempat tidur. sehingga pasien tidak mudah berkeringat
hemiplegia, tidak kulit pasien mengalami 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap 2. Kerutan pada tempar tidur menyebabkan
ada mobilisasi fisik, perbaikan dengan : bersih dan lecet pada bagian kulit yang tertekan.
gangguan sirkulasi, Kriteria hasil : 4. kering. 3. Kulit yang kotor dan lembab rentan
gangguan sensasi. a. Luka pasien sudah 5. Mobilisasi pasien (ubah posisi mengalami kerusakan kulit.
tertutup dengan baik pasien) setiap dua jam sekali. 4. Ubah posisi pasien berguna agar kulit
b. Pasien tidak mengeluhkan 6. Monitor kulit dari kemerahan. pasien tidak lecet sehingga pasien tidak
nyeri pada luka 7. Oleskan lotion atau minyak/baby oil mengalami dekubitus.
c. Kerusakan jaringan pada daerah yang tertekan. 5. Merah merupakan salah satu tanda
tertangani 8. Monitor aktivitas dan mobilisasi terjadinya infeksi.
pasien. 6. Lotion/Minyak./baby oil merupakan
9. Monitor status nutrisi pasien. barier untuk mencegah kerusakan kulit
10. Memandikan pasien bagi pasien yang sering bad rest total.
7. Aktivitas dan mobilisasi pasien yang
berat bisa menyebabkan kerusakan kulit.
8. Nutrisi yang kurang membuat perbaikan
kulit menjadi berkurang.
9. Mandi mencegah adanya penumpukan
3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Beri satu kalimat simple setiap 1. bakterimemberikan
Untuk pada bagian-bagian
latihan berbicara
lipatan kulit.
komunikasi verbal keperawatan selama 3 x 7 bertemu jika diperlukan dimulai dengan kata-kata yang mudah.
berhubungan dengan jam, hambatan komunikasi 2. Konsultasikan dengan dokter 2. Terapi wicara terbukti mampu
36

penurunan sirkulasi verbal pasien mengalami kebutuhan terapi wicara. mengembalikan cara bicara pasien
ke otak (stroke), penurunan. 3. Dorong pasien untuk berkomunikasi menjadi normal.
defek anatomis Kriteria Hasil secara perlahan dan untuk 3. Untuk melatih komunikasi sehingga
mengulangi permintaan. komunikasi menjadi lancar.
a. Komunikasi :
4. Dengarkan dengan penuh perhatian. 4. Perhatian yang baik dari perawat
penerimaan, interpretasi
5. Berdiri di depan pasien ketika menandakan bahwa perawat peduli
dan ekspresi pesan lisan,
berbicara. dengan pasien.
tulisan, dan non verbal
6. Gunakan kartu baca, kertas, pensil, 5. Untuk mengetahui ekspresi yang
meningkat.
bahasa tubuh, gambar, daftar, diungkapkan oleh pasien dan
b. Komunikasi ekspresif
kosakata bahasa asing, computer, meningkatkan BHSP.
(kesulitan berbicara) :
dan lain-lain untuk memfasilitasi 6. Mempermudah komunikasi 2 arah
ekspresi pesan verbal dan
komunikasi dua arah yang optimal. 7. Memodifikasi komunikasi sehingga
atau non verbal yang
7. Ajarkan bicara dari esophagus, jika memudahkan pasien untuk
bermakna.
diperlukan. berkomunikasi.
c. Pengolahan informasi :
8. Berikan pujian positive, jika 8. Pujian mampu memberikan semangat
pasien mampu untuk
diperlukan. kepada pasien.
memperoleh, mengatur,
9. Anjurkan kunjungan keluarga secara 9. Kunjungan bertujuan agar memberikan
dan menggunakan
teratur stimulus komunikasi.
informasi.
10. Anjurkan ekspresi diri dengan cara 10. Untuk mempermudah komunikasi 2
lain dalam menyampaikan informasi arah.
(bahasa isyarat)
4. Kerusakan memori Setelah dilakukan tindakan 1. Memantau ukuran pupil, bentuk, 1. Masalah pada pupil menandakan adanya
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 7 simetri, dan reaktivitas. gangguan pada nervus III.
gangguan jam, pasien menunjukkan 2. Memantau tingkat kesadaran. 2. Tingkat kesadaran dinilai berdasarkan
3. Memantau tingkat orientasi. GCS
neurologis. penurunan kerusakan
4. Memantau GCS 3. Orientasi yang baik menandakan bahwa
memori. 5. Memonitor memori baru, rentang pasien tidak ada masalah kognitif.
Kriteria hasil perhatian, memori masa lalu, 4. Memonitor tingkat kesadaran pasien.
a. Mampu untuk melakukan suasana hati, dan perliaku. 5. Gangguan pada otak menyebabkan
proses mental yang 6. Memonitor tanda vital. hilangnya memori baik itu jangka pendek
37

kompleks 7. Memonitor status pernapasan atau jangka panjang.


b. Orientasi kognitif 8. Memantau refleks kornea. 6. Memantau perkembangan keadaan pasien
c. Kondisi neurologis : 9. Memantau otot dan gerakan 7. Status pernapasan menginditifikasi terjadi
kesadaran motorik. hipoksia otak.
d. Kondisi neurologis : 10. Memantau untuk gemetar 8. Masalah pada kornea menandakan
kemampuan sistem saraf 11. Memantau simetri wajah. adanya gangguan pada nervus V.
perifer dan sistem saraf 12. Memantau tonjolan lidah. 9. Pergerakan otot dan motorik yang
pusat untuk menerima, 13. Memantau tanggapan pengamatan. bermasalah menandakan ada gangguan
memproses, dan memberi 14. Memantau untuk gangguan visual. pada otak.
respon terhadap stimuli 15. Catatan keluhan sakit kepala 10.Gemetar atau tremor adalah salah satu
internal dan eksterna. 16. Memantau karakteristik berbicara : tanda adanya terjadinya SNH.
kelancaran, keberadaan aphasias, 11.Mengetahui adanya gangguan pada
atau kata temuan kesulitan. komunikasi verbal.
17. Memantau adanya paresthesia : 12.Tonjolan abnormal pada lidah
mati rasa dan kesemutan. menandakan ada masalah pada nervus
18. Memantau respon babinski XII
19. Meningkatkan frekuensi 13.Tanggapan yang salah bisa
pemantauan neurologis diindetifikasikan sebagai tanda adanya
20. Hindari kegiatan yang stroke.
meningkatkan tekanan intrakranial. 14.Stroke dapat menyebabkan hilangnya
21. Beritahu dokter dari perubahan koordinasi melihat.
kondisi pasien. 15.Sakit kepala dan pusing menandakan
22. Melakukan protokol darurat. pasien mengalami vertigo
16.Gangguan komunikasi verbal
mengidintifikasi ada masalah pada nervus
17.Parasthesia menandakan adanya
penyumbatan pembuluh darah pada otak,
18.Respon babinski menandakan
abnormalitas pada otak
19.Untuk secara dini terjadinya kegawatan
38

20.Meningkatnya tekanan intrakranial bisa


menyebabkan kelumpuhan dan kesadaran
menurun.
21.Pasien bisa mendapat Tindakan medis
terkait pemberian obat
22.Mengusahakan keselamatan pasien.
5. Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan motivasi klien untuk 1. Motivasi klien mempengaruhi dalam
ketidakmampuan keperawatan selama 3 x 7 jam mengubah kebiasaan makan perubahan nutrisi
untuk mengabsorpsi diharapkan : 2. Ketahui makanan kesukaan klien 2. Makanan kesukaan klien untuk
nutrien 1. Status gizi 3. Rujuk kedokter untuk menentukan mempermudah pemberian nutrisi
2. Asupan makanan penyebab perubahan nutrisi 3. Merujuk kedokter untuk mengetahui
3. Cairan dan zat gizi 4. Bantu makan sesuai dengan perubahan klien serta untuk proses
Kritria hasil: kebutuhan klien penyembuhan
a. Menjelaskan komponen 5. Ciptakan lingkungan yang 4. Membantu makan untuk mengetahui
kedekatan diet menyenangkan untuk makan perubahan nutrisi serta untuk
b. Nilai laboratorium pengkajian
(mis,trnsferin,albumin,da 5. Menciptakan lingkungan untuk
n eletrolit) kenyamanan istirahat klien serta utk
c. Melaporkan keadekuatan ketenangan dalam ruangan/kamar.
tingkat giji
d. Nilai laboratorium
(mis:trasferin,albomen
dan eletrolit
e. Toleransi terhadap gizi
yang dianjurkan.
39

6. Perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau TTV tiap jam dan catat 1. Peningkatan tekanan darah sistemik
cerebral tidak keperawatan selama 3 x 7 hasilnya yang diikuti dengan penurunan tekanan
efektif b.d O2 otak jam diharapkan Gangguan 2. Kaji respon motorik terhadap darah diastolik merupakan tanda
menurun perfusi jaringan dapat perintah sederhana peningkatan TIK. Napas tidak teratur
tercapai secara optimal 3. Pantau status neurologis secara menunjukkan adanya peningkatan TIK
Kriteria hasil : teratur 2. Mampu mengetahui tingkat respon
a. Mampu 4. Dorong latihan kaki aktif/ pasif motorik pasien
mempertahankan tingkat 5. Kolaborasi pemberian obat sesuai 3. Mencegah/menurunkan atelektasis
kesadaran indikasi 4. Menurunkan statis vena
b. Fungsi sensori dan 5. Menurunkan resiko terjadinya
motorik membaik komplikasi
40

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Impementasi adalah tahap dimana perawat mengaplikasikan
intervensi yang telah dibuat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Intervensi keerawatan berlangsung selama tiga tahap pertama merupakan
fase persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi rencana,
implementasi rencana, persiapan klien dan keluarga. Fase kedua merupakan
puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase
ketiga merupakan terminasi perawat dank lien setelah implementasi
keperawatan selesai dilakukan. Implementasi keperawatan dibedakan
menjadi tiga kategori yaitu independent, interdependent, dan dependent
(Asmadi,2008, hal 177).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah suatu proses yng terencana dan sistematis dalam
mengumpulkan, mengorganisasi, menganalisis dan membandingkan status
kesehatan klien dengan kriteria hasil yang diinginkan, serta menilai derajat
pencapaian hasil klien. Evaluasi adalah suatu proses terus-menerus,
berkelanjutan, dan terencana yang melibatkan klien, keluarga, perawat, dan
anggota tim kesehatan lain. Pengetahuan mengenai kesehatan,
patofisiologi, strategi rencana keperawatan, dan metode evaluasi
dibutuhkan agar evaluasi efektif (Christensen,2009, hal 345).
Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainnya tujuan dan kriteria hasil
klien bias keluar dari siklus proses keperawatan. Namun jika klien akan
masuk kelbali kedalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang
(reassesment) secara umum evaluasi ditujukan untuk:
1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai
Evaluasi terbagi dalam 2 jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif berfokus pada proses keerawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi formatif dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan
41

keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini terdiri dari
empat komponen yaitu dengan istilah SOAP yakni subyetif (data berupa keluhan
pasien), obyektif (hasil pemeriksaan), analisa data (perbandingan dengan teori)
dan perencanaan. Evluasi sumatif merupakan evaluasi yang dilakukan setelah
semua aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah
diberikan metode yang digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan
wawancara diakhir layanan menanyakan respon klien dan keluarga terkait layanan
keperawatan mengadakan pertemuan pada akhir layanan (Asmadi,2008, hal.178).
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan
keperawatan :
1) Tujuan tercapai jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan standar yang
telah ditentukan (Asmadi,2008, hal 178).
2) Tujuan tercapai sebagian jika klien masih daam proses pencapaian tujuan jika
klien menunjukan perubahan pada sebagian kriteria yang telah
ditetapkan (Asmadi,2008 hal 178).
3) Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukan sedikit perubahan atau tidak
sama sekali ada perubahan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan serta dapat
timbul masalah baru (Asmadi,2008, hal 178).
42
42
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas klien / keluarga
Nama KK : Tn.M
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Banjar
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl.dr.Murjarni Gg.Hidayah RT 001
No.Telp : 08xxxxxxxx

Komposisi Keluraga
Nama Gender Hubungan
No Umur Pendidikan Pekerjaan
(Inisial) (L / P) Dg KK
1 Tn. M 60 L Suami SD Swasta
2 Ny.M 45 P Istri SMP IRT
3 An. N 24 L Anak SMA Swasta
4 An. E 20 L Anak Mahasiswa Mahasiswa
Tipe Keluarga :
Keluarga Tn.M termasuk keluarga inti terdiri dari ayah, ibu dan anak.
3.1.2 Riwayat Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan (8 tahap perkembangan) keluarga saat ini :
Keterangan
No Tahap perkembangan keluarga
Terpenuhi Sebagian Tidak

1 Pasangan baru atau keluarga baru


(berginning family), meliputi :
a. Membina hubungan intim dan
kepuasan bersama.
b. Menetapkan tujuan bersama.
c. Membina hubungan dengan
keluarga lain, teman dan kelompok
social.
d. Merencanakan anak ( KB).
e. Menyesuaikan diri dengan
43
kehamilan dan mempersiapkan diri
untuk menjadi orang tua.
2 Keluarga dengan kelahiran anak
pertama (child bearing family)
a. Persiapan menjadi orang tua
b. Membagi peran dan tanggung
jawab

c. Menata ruangan untuk anak atau


mengembangkan suasana rumah
yang menyenangkan
d. Mempersiapakan biaya atau dana
child bearing.
e. Memfasilitasi role learning anggota
keluarga
f. Mengadakan kebiasaan keagamaan
secara rutin
3 Keluarga dengan anak prasekolah
family with preschool)
a. Memenuhi kebutuhan anggota
keluarga seperti tempat tinggal,
privasi dan rasa aman
b. Membantu anak untuk
bersosialisasi
c. Beradaptasi dengan anak yang baru
lahir sementara kebutuhan anak
yang lain harus dipenuhi
d. Mempertahankan hubungan yang
sehat, baik di dalam maupun diluar
keluarga.
e. Pembagian waktu untuk individu
pasangan dan anak
f. Pembagian tanggungjawab
g. Kegiatan dan waktu stimulasi
untuk tumbuh dan kembang anak.
4 Keluarga dengan anak usia sekolah
(family with school children)
44
a. Memberikan perhatian tentang
kegiatan social anak, pendidikan,
dan semangat belajar

b. Tetap mempertahankan hubungan


yang harmonis dalam perkawainan
c. Mendorong anak untuk mencapai
pengembangan daya intelektual
d. Menyediakan aktivitas untuk anak
e. Menyesuaikan pada aktivitas
komunitas dengan
mengikutsertakan anak
5 Keluarga dengan anak remaja (family
with teenagers)
a. Memberikan kebebasan yang
seimbang dengan tanggungjawab
mengingat remaja yang sudah
bertambah dewasa dan meningkat
otonominya
b. Mempertahankan hubungan yang
intim dengan keluarga
c. Mempertahankan komunikasi yang
terbuka antara anak dan orangtua,
hindari perdebatan, kecurigaan, dan
permusuhan.
6 Keluarga dengan anak dewasa atau
pelepasan
a. Memperluas keluarga inti menjadi
keluarga besar
b. Mempertahankan keintiman
keluarga
c. Membantu orang tua suami atau
istri yang sakit memasuki masa tua
d. Mempersiapakan anak untuk hidup
mandiri dan menerima kepergian
anaknya
45

e. Menata kembali fasilitas dan


sumber yang ada pada keluarga
f. Berperan suami, istri, kakek dan
nenek
7 Keluarga usia pertengahan (middle
age family)
a. Pertahankan kesehatan
b. Mempunyailebih banyak waktu
dan kebebasan dalam arti
mengelola minat social dan waktu
santai
c. Memulihkan hubungan antar
generasi muda dengan generasi tua
d. Keakraban dengan pasangan
e. Memelihara hubungan/kontak
dengan keluarga dengan anak
f. Persiapkan masa tua atau pensiun
dan meningkan keakraban
pasangan
8 Kelurga usia lanjut
a. Mempertahnkan suasana rumah
yang menyenangkan
b. Adaptasi dengan perubahan
kehilangan pasangan, teman,
kekuatan fisik dan pendapatan.
c. Mempertahankan keakraban
suamiistri dan salingmerawat
d. Mempertahankan hubungan
dengan anak dansosialmasyarakat
e. Menerimakematian pasangan,
kawan, dan mempersiapkan
kematian
46

Tugas Perkembangan Keluarga :


Dapat dijalankan
Jelaskan:
Keluarga Tn.M berada pada tahap ke 5 yaitu keluarga dengan
anak remaja. Tugas perkembangannya yaitu :
1) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab
mengingat remaja yang sudah bertambah dewasa dan meningkat
otonominya
2) Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga
3) Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orangtua,
hindari perdebatan, kecurigaan, dan permusuhan.

*Genogram (3 generasi):

Keterangan :
: Laki-laki : Garis keturunan
: Perempuan : Tinggal serumah
: Meninggal : Pasien

3.1.3 Struktur Keluarga


Proses komunikasi dalam keluarga cukup baik dan terbuka. Penerimaan
pesan baik, bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa
Banjar dan Indonesia, Peran dalam keluarga tidak ada masalah. Didalam
keluarga Tn.M sebagai kepala Rumah Tangga yang mengurus
kebutuhan rumah tangga dan Istri sebagai IRT, sementara kedua anaknya
ikut mencari nafkah. Nilai / norma keluarga : Tidak ada konflik nilai.
Keluarga
47

beragama Islam, menghormati dan menjalankan norma agama dalam


menjalani kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat.

2.1.3 Fungsi Keluarga


3.1.3.1 Fungsi Afektif
Fungsi Afektifnya berfungsi Setiap anggota keluarga saling menyayangi dan
menghormati. Keluarga hidup rukun dan perhatian dalam membina rumah
tangga
3.1.3.2 Fungsi Sosial
Fungsi sosialnya berfungsi Setiap keluarga saling menjaga hubungan
sosial yang baik dengan warga sekitar dengan mengikuti kegiatan dalam
masyarakat (pertemuan rutin, pengajian). Keluarga selalu mengajarkan dan
menanamkan sikap dan perilaku yang baik bagi anak-anaknya.
3.1.3.3 Fungsi Ekonomi
Fungsi Ekonominya cukup baik
3.1.3.4 Fungsi Perawatan Kesehatan
Pengetahuan tentang Masalah kesehatan kurang, pencegahan penyakit kurang,
perawatan penyakit kurang, dan pemanfaatan layanan kesehatan kurang.
3.1.4 Pola Koping Keluarga
Pola Koping Keluarga Efektif, yaitu Keluarga Tn.M mengatakan selalu
berbicara dengan anggota keluarganya dan terbuka terhadap penyakit
Tn.M, keluarga juga mengharapkan cepat sembuh dan petugas kesehatan dapat
memberikan pelayanan kesehatan terhadap mereka dan membantu bila
keluarga mengalami kesulitan dalam hal kesehatan semaksimal mungkin.
3.1.5 Spiritual
Sebelum sakit pasien mengatakan rutin beribadah ke Masjid, tetapi semenjak
sakit pasien beribadah dirumah, kepercayaan yang berlawanan dengan
kesehatan tidak, karena pasien percaya dapat sembuh, Distress spiritual tidak
karena pasien percaya Tuhan akan ikut campur dalam kesembuhan pasien.
48

3.1.6 Pola Aktivitas Sehari hari


Pola makan Baik, 3 x 1 kali
Pola Minum Baik , ±1500 cc/hari
Istirahat Baik / Tidur siang pasien 1 jam tidur
malam 7-8 jam
Pola BAK Baik, 500 ml x 7 jam
Pola BAB Baik , Tn.M sudah 1x BAB dalam
sehari dengan konsistensi padat.
Pola Kebersihan diri Baik. Tn.M tampak bersih
Olahraga Baik, Pasien olahraga 1x seminggu
Tingkat kemandirian Baik, Pasien mandiri
3.1.7 Psikososial
Keadaan emosi pada saat ini:
Keadaan emosi Ya/Tidak Keterangan (siapa, mengapa)
 Marah Tidak Tidak ada
 Sedih Ya Tn.M (Karena sedang sakit)
 Ketakutan Tidak Tidak ada
 Putus asa Tidak Tidak ada

 Stress Tidak Tidak ada

Kurang interaksi dengan orang lain Tidak, Pasien aktif berinteraksi


dengan Keluarga
Menarik diri dengan lingkungan Tidak, Pasien tidak menarik diri
dengan lingkungan
Konflik dengan keluarga Tidak, Pasien baikbaik saja dengan
keluarga tidak ada konflik
Penurunan harga diri Tidak, pasien sadar bahwa dirinya
dihargai orang lain
Gangguan gambaran diri Ya pasien sadar bahwa dirinya sakit
49

3.1.8 Faktor Resiko Masalah Kesehatan


Tidak pernah / jarang periksa kes Tn.M rutin ke Rumah sakit
untuk Kontrol kesehatannya.
Total pendapatan kelurga per bulan: Diatas 1.000.000,-
Rumah / lingkungan tidak sehat Ya, cukup sehat
Hubungan klg tidak harmonis Tidak, hubungan keluarga cukup
harmonis
Obesitas Tidak , pasien tidak obesitas
Status gizi kurang Tidak , status gizi cukup terpenuhi
3.1.9 Pemeriksaan Fisik
VITAL SIGN
TD N RR S BB/TB Tgl pemriksaan
Nama (inisial) o
Lain- lain
Tn.M 160/100mmHg 92 x/m 20 x/m 36,7 C 60 Kg/ 20 /04/2022
160 cm

3.1.9.1 Status mental:


Tidak ada bingung, cemas, Disorientasi, Depresi, dan menarik diri
3.1.9.2 Sistem Kardiovaskuler :
Tidak ada Aritmia, TTV Nadi : 80x/menit, RR : 20 x/menit, TD :
0
160/100 mmHg, Suhu : 36,7 C suara jantung normal S1 S2 lup dp
3.1.9.3 Sistem pernafasan :
Normal tidak ada maslah pada sistem pernafasan
3.1.9.4 Sistem Integumen :
Normal tidak ada masalah
3.1.9.5 Sistem Muskuloskeletal :
Didapatkan hasil hemiparalisi kanan kekuatan otot 2-4 dan 2-4
3.1.9.6 Sistem Persarafan :
Saat pasien berbicara terdengar kurang jelas (Pelo)
3.1.9.7 Sistem Perkemihan :
Normal, tidak ada masalah
50

3.1.9.8 Sistem Pencernaan :


Normal, tidak ada masalah
3.1.9.9 Riwayat Pengobatan :
Tidak ada Riwayat alergi obat.
Terapi pasien dirumah ROM Rutin setiap pagi dan sore menggunakan alat
Sepeda Statis Terapi Speeds Pedal Exerciser Sepeda Stroke

3.1.10 Pengkajian Lingkungan:


1. Ventilasi : 10% luas lantai
2. Pencahayaan : Baik
3. Lantai : Kayu
4. Kebersihan rumah : Baik
5. Jenis bangunan : Permanen
6. Air untuk keperluan sehari-hari
1) Sumber air untuk keperluan minum: HTC
2) Sumber air untuk keperluan mandi dan cuci: HTC
3) Jarak sumber air dengan pembuangan limbah keluarga/septic tank:
>10 meter
4) Tempat penampungan air sementara: Tank
5) Kondisi tempat penampungan air: Tertutup
6) Kondisi air: Jernih
7. Sampah Keluarga
1) Pembuangan sampah: Dibakar
2) Apakah rumah memiliki tempat penampungan sampah sementara
? Ya, Terbuka
3) Jarak tempat penampungan sampah dengan rumah ? >5meter
8. Sistem pembuangan kotoran :
1) Tempat Keluarga buang hajat(BAK/BAB) :Jamban(WC)
2) Apabila memiliki jamban,jenisnya apa :Cemplung
3) Pembuangan air limbah :Resapan
9. Hewan peliharaan / ternak
1) Apakah memiliki hewan peliharan/ ternak ? Tidak

2) Apabila memiliki ,apakah termasuk hewan ternak/ peliharaan ? T


3) Bila ya, apakah hewan ternak ada kandangnya ?Tidak ada
4) Bila ada, dimana letaknya ? -
5) Bila diluar rumah, berapa jauh jaraknya ? >1 meter 51

tetapi < 10 meter


6) Kondisi kandang :-

PERAWAT YANG MENGKAJI


Nama : Amelia Fransisca Tgl :7/04/2022 Pkl :09:00
WIB Catatan Keperawatan Keluarga
52

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

No Diagnosa Tujuan Tujuan Khusus Evaluasi Intervensi


Keperawatan Umum Kriteria Standar
Keluarga
1 Gangguan Mobilitas Setelah Setelah dilakukan Verbal dan Keluarga dan klien 1. Lakukan kunjungan pertama
Fisik berhubungan dilakukan kunjungan rumah non verbal bisa mengetahui dan untuk melengkapi data.
dengan tindakan sebanyak 3 x memahami tentang: 2. BHSP dengan Pasien dan
Ketidakmampuan keperawatan, diharapkan: 1. Menyebutkan
keluarga.
keluarga merawat klien  Pasien mampu definisi Stroke
Tn.M diharapkan 3. Ukur TTV anggota keluarga.
menjelaskan tanda- 2. Menyebutkan
mengetahui 4. Pemberian penguatan positif
tanda Stroke penyebab Stroke
tentang selama aktivitas akan mem-
Stroke dan  Pasien bisa 3. Menyebutkan tanda
bantu
penyakit meningkatkan genjala Stroke
5. klien semangat dalam latihan.
dapat mibilitas dini secara 4. Menyebutkan
6. Mengajarkan klien tentang dan
teratasi. perlahan dampak Stroke
pantau penggunaan alat bantu
 Pasien bisa 5. Menyebutkan
mobilitas klien lebih mudah.
menyebutkan salah pencegahan Stroke
7. Membantu klien dalam proses
satu obat sakit perpindahan akan membantu
Stroke klien latihan dengan cara
tersebut.
8. Mempercepat klien dalam
mobilisasi dan mengkendorkan
otot-otot
9. Mengetahui perkembangan
mobilisasi klien sesudah latihan
ROM
53

2 Kurang pengetahuan Setelah Setelah dilakukan Respon 1. Menjelaskan 1. Berikan pendidikan


mengenai dilakukan kunjungan rumah Verbal dan bagaimana kesehatan tentang
Penyakit dan tindakan sebanyak 3 x Sikap merawat pasien 2. penanganan dan perawatan
penanganan penyakit keperawatan, diharapkan: Stroke
pada pasien Stroke
Stroke berhubungan resiko 1. Keluarga mampu 2. Keluarga
Dengan terjadinya mengerti tentang mengerti akibat 3. Evaluasi pemahaman pasien
ketidakmamapuan komplikasi diet rendah garam kurang disiplin
2. Keluarga mampu dan keluarga tentang
Keluarga Tn.M pada pasien dalam merawat
mengenal masalah bisa mengerti tentang pasien Stroke informasi yang telah
kesehatan keluarga dikurangi. akibat jika makanan 3. Keluarga
dipatuhi disampaikan
kooperatif pada
3. Keluarga mampu saat kegiatan 4. Anjurkan kelurga untuk
kooperatif pada
saat kegiatan bertanya tentang hal-hal yang
dilaksanakan kurang jelas
5. Motivasi keluarga untuk
mengulangi apa yang telah
disampaikan
54

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Pukul Implementasi Evaluasi


1. Mengkaji pengetahuan S:
Rabu, 20 Mei 2022 09.00 WIB - Keluarga Tn.M mengatakan dapat mengerti tentang
keluarga tentang stroke
2020 WIB pengertian, penyebab dan tanda gejala Stroke
2. Memberikan penyuluhan - Keluarga Tn.M mengatakan akan memberikan
dukungan kepada Tn.D agar cepat sembuh seperti
tentang stroke : (pengertian, minum obat teratur.
penyebab, tanda gejala,factor O:
- Keluarga Tn.M tampak antusias mengikuti kegiatan.
pencetus terjadinya stroke
-
Keluarga Tn.M dapat menjelaskan kembali
pencegahan stroke berulang) pengertian, penyebab, tanda dan gejala Stroke dengan
3. Menjelaskan pengendalian kata-katanya sendiri.
- Tn.M tampak meminum obat secara teratur
stroke dengan diet rendah - Tn.M tampak dapat mempraktekan cara latihan gerak
A : Masalah teratasi
garam
P : Pertahankan Intervensi
4. Menganjurkan keluarga
membawa Tn.M ke pelayanan
kesehatan seperti puskesmas
dan rumah sakit terdekat
5. Mengajarkan latihan gerak
untuk mengurangi
kecacatan,meningkatkan
kebugaran dan memperlancar
peredaran darah
55

Rabu, 20 Mei 2022 09:00 WIB 1. Berikan pendidikan kesehatan S:


tentang penanganan dan - Keluarga Tn.M mengatakan dapat mengerti tentang
perawatan pada pasien Stroke perawatan pada pasien Stroke serta diet dan obat stroke
2. Evaluasi pemahaman pasien O:
dan keluarga tentang informasi - Keluarga Tn.M tampak antusias dan kooperatif
yang telah disampaikan mengikuti kegiatan
3. Anjurkan kelurga untuk - Keluarga Tn.M dapat menjelaskan kembali
bertanya tentang hal-hal yang mengenai
informasi yang telah disampaikan
kurang jelas A : Masalah teratasi.
4. Motivasi keluarga untuk P : Pertahankan Intervensi
mengulangi apa yang telah - Menganjurkan Tn.M teratur minum obat
56

3.3 Skoring Prioritas Diagnosa Keperawatan Keluarga


3.3.1 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Ketidakmampuan
keluarga merawat Tn.M

Kriteria Skore Pembenaran


Sifat Masalah (Bobot 3/3x1= 1 Sifat masalah ini Aktual
1)
karena sedang dialami oleh
Skala:
3 : Aktual Tn.M dimana Tn.M sedang
2 : Resiko
mengalami Stroke
1 : Potensial
Kemungkinan Masalah 2/2x2=2 Kemungkinan masalah
Dapat Diubah untuk diubah adalah mudah
(Bobot 2)
Skala: hal ini dapat dilihat Tn.M
2 : Mudah
dan keluarga Tn.M mau
1 : Sebagian
0 : Rendah tahu tentang penanganan
stroke, keluarga menerima
kehadiran petugass
kesehatan

Pontensial Masalah 3/3x 1= 1 Masalah dapat diubah


Untuk Dicegah
(Bobot 1) dengan mudah kalau
Skala: ditunjang kemampuan
3 : Tinggi
2 : Cukup keluarga dalam merespon
1 : Rendah adanya masalah
Menonjolnya Masalah 2/2x1=1 Keluarga merasa masalah
(Bobot 1)
harus segera ditangani, dan
2 : Berat, Segera
ditangani membawa Tn.M berobat
1 : Tidak Perlu Segera
ditangani
0 : Tidak Dirasakan
TOTAL 5

1.3.2 Kurang pengetahuan mengenai penyakit dan penanganan penyakit Stroke


berhubungan dengan ketidakmamapuan keluarga Ny.D mengenal masalah
kesehatan keluarga

Kriteria Skore Pembenaran


Sifat Masalah (Bobot 3/3x 1 = 1 Sifat masalah ini
1) aktual karena sedang
Skala: dialami oleh Tn.M
3 : Aktual
2 : Resiko
1 : Sejahtera
Kemungkinan Masalah penyuluhan kesehatan
Dapat Diubah 2/2x 2= 2 terutama tentang
(Bobot 2) Stroke 57
Skala:
2 : Mudah
1 : Sebagian
0 : Rendah
Pontensial Masalah 3/3x 1=1 Dengan diberikannya
Untuk Dicegah informasi maka
(Bobot 1) keluarga Tn.M
Skala: dapat mengetahui
3 : Tinggi tentang perawatan
2 : Cukup penyakit Stroke.
1 : Rendah
Menonjolnya Masalah Keluarga menganggap
(Bobot 1) 0/2x1=0 jika dibawa
2 : Berat, Segera kepuskesmas/ rumah
ditangani sakit. Tanpa perlu
1 : Tidak Perlu Segera ditangani sendiri
ditangani dirumah Tn.M akan
0 : Tidak Dirasakan membaik.

TOTAL 4
58

3.4 Prioritas Diagnosa Keperawatan Keluarga

Prioritas Diagnosa Keperawatan Skore


Gangguan mobilitas fisik
1 5
berhubungan dengan
Ketidakmampuan keluarga
merawat Tn.M

2 Kurang pengetahuan mengenai 4


penyakit dan penanganan
penyakit Stroke berhubungan
dengan ketidakmamapuan
keluarga Tn.M mengenal
masalah kesehatan keluarga
59
60

DAFTAR PUSTAKA

Ackley BJ, Ladwig GB. Nursing Diagnosis Handbook. An Evidance-Based


Guide to Planning Care. Ninth Edition. United States of Amerika:
Elsevier, 2011.

Israr YA. Stroke. Riau: Faculty of Medicine, 2008. http://case-s-t-r-o-k-


e.pdf
Diakses pada 1 Juni 2013.

Kneafsey R: A systematic review of nursing contributions to mobility


rehabilitation: examining the quality and content of the evidence, J Clin
Nurs 16(11c):325-340, 2007.

Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009. Medan: FK USU, 2010.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21421 Diakses pada 1 Juni
2013.

Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia
Muda. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2003.

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan. Kapita Selekta Kedokteran


edisi ketiga jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, 2014.

Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat, 2010.

Nurarif AH, Hardhi K. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosis
Medis dan Nanda Nic Noc. Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction, 2013.

Price, Sylvia A, Lorraine MW. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit. Jakarta: EGC, 2012.

Rambe AS. Obat Obat Penyakit Serebrovaskular. Medan: FK USU, 2002.


http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3458. Diakses pada 1
Juni
2013.

Rismanto. Gambaran Faktor-Faktor Risiko Penderita Stroke Di Instalasi Rawat


Jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2006.
Semarang: FKM UNDIP, 2006.
http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=3745. Diakses
pada 1 Juni 2013.

Ritarwan K. Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke Yang


Dirawat Di Rsup H. Adam Malik Medan. Medan: FK USU, 2003.

Rubenstein D, Waine D & Bradley J. Kedokteran Klinis Edisi Ke 6. Jakarta:


Penerbit Erlangga, 2005.
61
LAMPIRAN
62

SATUAN ACARA PENYULUHAN


A. Topik
B. Sasaran
1. Program : Pasien Stroke Hemoragik
2. Penyuluhan : Di Puskesmas Pahandut
C. Tujuan
1. Tujuan Umum : Setelah diberikan pendidikan atau penyuluhan
kesehatan selama 5 menit di harapkan klien dan
keluarga dapat mengetahui dan memahami tentang
Stroke Hemoragik
2. Tujuan Khusus : Mampu memahami pengertian Stroke Hemoragik
Mampu memahami Penyebab Stroke Hemoragik
Mampu memahami tanda dan gejala Stroke
Hemoragik
Mampu memahami akibat Stroke Hemoragik
Mampu memahami pecegahan Stroke Hemoragik
D. Materi : Penyakit Stroke Hemoragik
E. Metode : Ceramah, dan tanya jawab.
F. Media : Leaflet
G. Waktu Pelaksanaan : 5 Menit
1. Hari/Tanggal : Kamis, 21 Mei 2022
2. Pukul : 09-00 WIB - selesai
3. Alokasi Waktu : 5 Menit
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pembukaan : 1 Menit Ceramah
1. Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam
2. Menjelaskan tujuan dari
tujuan penyuluhan
3. Menyebutkan materi yang
akan diberikan
4. Kontrak waktu penyampaian
materi
2 Pelaksanaan : 3 Menit Ceramah
Menjelaskan tentang :
1. Pengertian Stroke Hemoragik
2. Penyebab Stroke Hemoragik
3. Tanda dan gejala Stroke
Hemoragik
63

4. Akibat Stroke Hemoragik


5. Pencegahan Stroke
Hemoragik
3 Tanya Jawab : 1 Menit Ceramah
1. Mengevaluasai kembali
materi yang sudah dijelaskan
dengan bertanya kepada
peserta penyuluhan.
4 Penutup : 1 Menit Ceramah
1. Mengucapkan terimakasih
2. Membagikan leaflet

H. Tugas Pengorganisasian
1) Moderator : Amelia Fransisca
1. Membuka acara penyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalannya diskusi

2) Leader : Amelia Fransisca

1. Menyampaikan materi penyuluhan


2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3. Memperagakan cara memotong kuku yang baik dan benar
4. Mengucapkan salam penutup
3) Dokumentasi : Amelia Fransisca
1. Mengambil foto saat pelaksanaan kegiatan penyuluhan
2. Bertanggung jawab menyimpan semua data dokumentasi yang berupa
gambar atau foto
64

I. TEMPAT
Setting Tempat
1. Setting Tempat :

Keterangan:

: Moderator dan
: Peserta

: Dokumentasi
65

SATUAN ACARA PENYULUHAN


A. Topik
B. Sasaran
1. Program : Pasien dan keluarga stroke hemoragik
2. Penyuluhan : Di Puskesmas Pahandut
C. Tujuan
1. Tujuan Umum : Setelah diberikan pendidikan atau penyuluhan kesehatan
selama 5 menit di harapkan klien dapat mengetahui dan memahami tentang
Mobilisasi
2. Tujuan Khusus : Mampu memahami pengertian Mobilisasi
Mampu memahami jenis Mobilisasi Mampu
memahami tirah baring lama Mampu memahami
manfaat latihan gerak
D. Materi : Latihan Gerak
E. Metode : Ceramah, dan tanya jawab.
F. Media : Leaflet
G. Waktu Pelaksanaan : 5 Menit
1. Hari/Tanggal : Kamis,21 Mei 2022
2. Pukul : 09-00 WIB - selesai
3. Alokasi Waktu : 5 Menit
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pembukaan : 1 Menit Ceramah
1. Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam
2. Menjelaskan tujuan dari
tujuan penyuluhan
3. Menyebutkan materi yang
akan diberikan
4. Kontrak waktu penyampaian
materi
2 Pelaksanaan : 3 Menit Ceramah
Menjelaskan tentang :
1. Pengertian Mobilisasi
2. Jenis Mobilisasi
3. Tirah baring lama
4. Manfaat latihan gerak

3 Tanya Jawab : 1 Menit Ceramah


1. Mengevaluasai kembali
materi yang sudah dijelaskan
66

dengan bertanya kepada


peserta penyuluhan.
4 Penutup : 1 Menit Ceramah
1. Mengucapkan terimakasih
2. Membagikan leaflet

H. Tugas
Pengorganisasian
I. Moderator : Amelia Fransisca
1. Membuka acara penyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalannya diskusi

J. Leader : Amelia Fransisca

1. Menyampaikan materi penyuluhan


2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3. Memperagakan cara memotong kuku yang baik dan benar
4. Mengucapkan salam penutup
K. Dokumentasi : Amelia Fransisca
1. Mengambil foto saat pelaksanaan kegiatan penyuluhan
2. Bertanggung jawab menyimpan semua data dokumentasi yang berupa gambar
atau foto
I. TEMPAT
Setting Tempat
1. Setting Tempat
:

Keterangan:

: Moderator dan
: Peserta

: Dokumentasi
67
68
69
70
71

Anda mungkin juga menyukai