Anda di halaman 1dari 72

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SDR.

E DENGAN DIAGNOSA MEDIS


TUBERKULOSIS PARU (TB PARU) DI RUANG IRNA 4
RUMAH SAKIT KHUSUS INFEKSI (RSKI)
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

OLEH :

KELOMPOK 1

1) Achmad Muflihuddin Yazid (2021-01-14901-001)


2) Agus Suhardi (2021-01-14901-003)
3) Amelia Fransisca (2021-01-14901-004)
4) Antoni Fandefitson (2021-01-14901-008)
5) Ayu Anjelia Eka Putri (2021-01-14901-010)
6) Darwin (2021-01-14901-012)
7) Efri (2021-01-14901-015)
8) Elinaria (2021-01-14901-017)
9) Erikson (2021-01-14901-019)
10) Halimatussyadiah (2021-01-14901-024)

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI PROFESI NERS ANGKATAN IX
TAHUN AJARAN 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini disusun oleh :


Nama : Achmad Muflihuddin Yazid
Nim : 2021-01-14901-001
Program Studi : Profesi Ners
Angkatan : IX (Sembilan)
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan pada Tn. E
Dengan Diagnosa Medis TB Ontherapy + cardiomegaly +ADHF
Di Ruang IRNA 4 RSKI Universitas Airlangga Surabaya

Telah melakukan Asuhan Keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh stase Keperawatan Medikal Bedah II Pada Progarm Studi Profesi
Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK PEMBIMBING KLINIK

Ari Kusumandini,S.Kep.,Ns Egha Rizki Masyuda,S.Kep.,Ns


LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan ini disusun oleh :


Nama : Erikson
Nim :2021-01-14901-019
Program Studi : Profesi Ners
Angkatan : IX (Sembilan)
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan pada Sdr.L
Dengan Diagnosa Medis HIV/AIDS Di Ruang IRNA 4 RSKI
Universitas Airlangga Surabaya

Telah melakukan Asuhan Keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh stase Keperawatan Medikal Bedah II Pada Progarm Studi Profesi
Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK
Pembimbing Klinik

Ari Kusumandani, S.Kep.,Ns


NIP 199102032014115101

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan Dan
Asuhan Keperawatan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan pada Sdr. E Dengan Diagnosa Medis Tuberkulosis Di Rumah Sakit
UNAIR Surabaya”. Asuhan Keperawatan ini merupakan salah satu persyaratan
pada Pendidikan Program Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
II di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya. Asuhan
Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Bapak Ari Kusumanandi, S.Kep.,Ns selaku PJ Unit yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, serta penuh kesabaran membimbing
penyusunan dalam menyelesaikan laporan kasus asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Ayu Susilawati S.Kep.,Ns, Fani Lailatul Hikmah, S.Kep.,Ns, dan Bapak
Egha Rizki Masyunda, S.Kep.,Ns. Selaku Pembimbing Klinik yang telah
memberikan dorongan, arahan dan pemikiran serta penuh kesabaran
membimbing penyusunan dalam menyelesaikan laporan kasus asuhan
keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah membantu hingga laporan kasus asuhan keperawatan
ini dapat terselesaikan, yang mana telah memberikan bimbingan dan bantuan
kepada penyusun.
Penyusun menyadari bahwa dalam menyusun laporan kasus asuhan
keperawatan ini masih jauh dari sempurna untuk itu kepada semua pihak,
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat
menunjang kesempurnaan laporan kasus asuhan keperawatan ini.

Surabaya, 31 Mei 2022

P enyusun
6

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii


KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................... 5
1.4 Manfaat Penulisan................................................................................... 5
1.4.1 Untuk Mahasiswa........................................................................... 5
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga.............................................................. 5
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit).............................. 6
1.4.4 Untuk IPTEK.................................................................................. 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit...................................................................................... 7
1.1.1 Definisi ....................................................................................... 7
1.1.2 Anatomi fisiologi ........................................................................ 7
1.1.3 Klasifikasi .................................................................................. 10
1.1.4 Etiologi ....................................................................................... 12
1.1.5 Faktor Resiko Stroke..................................................................... 13
1.1.6 Manifestasi Klinis ....................................................................... 14
1.1.7 Patofisiologi ............................................................................... 15
1.1.8 Penatalaksaan Medis .................................................................. 18
1.1.9 Pemeriksa Penunjang .................................................................. 18
1.1.10 Komplikasi ................................................................................. 19
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan .......................................................... 19
2.2.1 Pengkajian Keperawatan ............................................................... 19
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................. 27
7

2.2.3 Intervensi Keperawatan ................................................................ 28


2.2.4 Implementasi Keperawatan ........................................................... 39
2.2.5 Evaluasi keperawatan ................................................................... 39
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian .............................................................................................. 47
3.2 Diagnosa Keperawatan .......................................................................... 57
3.3 Intervensi Keperawatan ......................................................................... 59
3.4 Implementasi Keperawatan..................................................................... 61
3.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................................ 61

DAFTAR PUSTAKA
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


TB paru masih merupakan masalah kesehatan di masyarakat, terutama di
Indonesia. TB paru adalah penyebab kematian kesembilan di seluruh dunia dan
penyebab utama dari satu agen infeksius. TB paru dapat memperlemah fungsi
fisik penderita dan menganggu kualitas hidup mereka. Upaya penanggulangan TB
Paru telah dilaksanakan di banyak negara sejak tahun 1995, namun TB masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan kesakitan, kecacatan,
dan kematian yang tinggi (Ridwan, 2019). Penderita tuberkulosis paru BTA
positif dapat menularkan pada orang sekelilingnya, terutama yang melakukan
kontak erat. Setiap penderita tuberculosis paru BTA positif dapat menularkan
pada 10-15 orang per tahun. Daya penularan dari seorang penderita tuberculosis
paru BTA positif ditentukan oleh banyak bakteri yang dikeluarkan dari paru-paru.
Kondisi lingkungan dalam rumah yang tidak memenuhi syarat menjadi media
penularan penyakit tuberculosis paru (Budi, Ardillah, Sari, & Septiawati, 2018).
World Health Organization (WHO, 2017), menyatakan bahwa sekitar
sepertiga dari populasi penduduk di dunia telah terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis dan kejadian penyakit tuberkulosis memiliki potensi besar untuk
meningkat. WHO melaporkan pada tahun 2017, ada sekitar 9,6 juta orang di
seluruh dunia menderita penyakit tuberkulosis, serta 1,5 juta meninggal akibat
penyakit ini. Lebih dari 95% kematian akibat tuberkulosis terjadi di negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Pada tahun 2017 diperkirakan sekitar 1 juta
anak menderita tuberkulosis dan 140.000 anak meninggal karena tuberkulosis. Di
Indonesia, tuberkulosis merupakan masalah utama kesehatan masyarakat, karena
jika tidak diobati atau penanganannya tidak tuntas, maka penyakit ini dapat
menyebabkan komplikasi yang berbahaya dan dapat menyebabkan kematian.
Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru dengan menerapkan strategi
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasi oleh
WHO di Indondesia dimulai tahun 1995. Seiring dengan pembentukan
GERDUNAS TBC, maka Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru berganti
2

nama menjadi Program Penanggulangan Tuberkulosis (Mertaniasih, 2013).


Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, angka penemuan kasus baru
tuberkulosis di Indonesia atau case notification rate (CNR) terjadi penurunan
jumlah kasus tuberkulosis dari tahun 2015 sampai 2016 yaitu dari 134,6
kasus/100.000 penduduk menjadi 113 kasus/100.000 penduduk atau dari 196.310
kasus ditahun 2015 menjadi 176.677 (Sisingoringo, 2017).
Berdasarkan data (Dinkes, 2016), Jawa Timur merupakan salah satu
provinsi yang menempati urutan kedua di Indonesia dalam jumlah penemuan
kejadian TB paru terbanyak. Angka penemuan kasus BTA lama + BTA baru di
Jawa Timur sebesar 23.183 penderita. Pada tahun 2016, jumlah perkiraan kasus
adalah sebesar 123.414 kasus. Mayoritas penderita TB di Jawa Timur adalah usia
produktif. Sementara di Kabupaten Lamongan Pada tahun 2016, jumlah kasus
baru BTA (+) tercatat sebanyak 989 orang yang terdiri dari 591 orang laki-laki
dan 398 orang perempuan dengan CNR kasus baru BTA (+) per 100.000
penduduk sebesar 83,24. Jumlah seluruh kasus TB sebanyak 1.901 orang yang
terdiri dari 1.089 orang laki-laki dan 812 orang perempuan dengan CNR seluruh
kasus TB per 100.000 penduduk sebesar 159,99. Untuk BTA (+) diobati sebanyak
968 orang yang terdiri dari 596 orang laki-laki dan 372 orang perempuan dengan
angka kesembuhan sebesar 865 orang yang terdiri dari 527 orang laki-laki dan
338 orang perempuan, dan dengan angka pengobatan lengkap sebesar 24 orang
terdiri dari 16 orang laki-laki dan 8 orang perempuan (Dinkes Lamongan, 2016).
Faktor pertama tuberkulosis adalah faktor umur karena insiden tertinggi
penyakit tuberkulosis adalah pada usia dewasa muda di Indonesia diperkirakan
75% penderita tuberkulosis adalah pada kelompok usia produktif. Faktor yang
kedua adalah jenis kelamin yang lebih banyak menyerang laki-laki daripada
wanita, karena sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok. Faktor ketiga
adalah kebiasaan merokok yang dapat enurunkan daya tahan tubuh, sehingga
mudah untuk terserang penyakit terutama pada laki-laki yang mempunyai
kebiasaan merokok. Faktor keempat adalah kepadatan hunian yang merupakan
faktor lingkungan terutama pada penderita tuberkulosis yaitu kuman M.
tuberculosis dapat masuk pada rumah yang memiliki bangunan yang gelap dan
tidak ada sinar matahari yang masuk. Faktor kelima adalah pekerjaan yang
3

merupakan faktor risiko kontak langsung dengan penderita. Risiko penularan


tuberkulosis pada suatu pekerjaan adalah seorang tenaga kesehatan yang secara
kontak langsung dengan pasien walaupun masih ada beberapa pekerjaan yang
dapat menjadi faktor risiko yaitu seorang tenaga pabrik. Faktor keenam adalah
status ekonomi yang merupakan faktor utama dalam keluarga masih banyak
rendahnya suatu pendapatan yang rendah dapat menularkan pada penderita
tuberkulosis karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat layak
memenuhi syarat-syarat kesehatan (Sejati & Sofiana, 2015).
Pencegahan dan pengendalian faktor resiko TBC dilakukan dengan cara
membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat, membudayakan perilaku etika
batuk, melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan
lingkungannya sesuai dengan standar rumah sehat, peningkatan daya tahan tubuh,
penanganan penyakit penyerta TBC, penerapan pencegahan dan pengendalian
infeksi TBC di fasilitas pelayanan kesehatan dan di luar fasilitas pelayanan
kesehatan, diagnosis TBC sedini mungkin, termasuk uji kepekaan OAT bagi
semua, pengobatan untuk semua pasien TBC, termasuk untuk penderita resistan
obat dengan disertai dukungan yang berpusat pada kebutuhan pasien, upaya
pemberian pengobatan penceghan pada kelompok rentan dan beresiko tinggi seta
pemberian vaksinasi untuk mencegah TBC, keterlibatan aktif masyarakat,
organisasi sosial kemasyarakatan dan pemberi layanan kesehatan baik pemerintah
maupun swasta, penerapan layanan kesehatan semesta (universal health coverage)
dan kerangka kebijakan lain yang mendukung pengendalian TBC seperti wajib
lapor, registrasi vital, tata kelola dan penggunaan obat rasional serta pengendalian
infeksi, jaminan sosial, pengentasan kemiskinan dan kegiatan lain untuk
mengurangi dampak determinan sosial terhadap TBC, penemuan, pengembangan
dan penerapan secara cepat alat metode intervensi dan strategi baru pengendalian
TB, pengembangan riset untuk optimalisasi pelaksanaan kegiatan dan merangsang
inovasi-inovasi baru untuk mempercepat pengembangan program pengendalian
TB (Depkes RI, 2018).
4

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang dapat dirumuskan
adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Dengan Diagnosa Medis
Tuberkulosis Paru?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Agar penulis mampu berpikir secara logis dan ilmiah dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien Tuberkulosis Paru dengan menggunakan
pendekatan manajemen keperawatan secara benar, tepat dan sesuai dengan
standart keperawatan secara professional.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada dengan diagnosa medis
Tuberkulosis Paru.
b. Menganalisa kasus dan merumuskan masalah keperawatan pada dengan
diagnosa medis Tuberkulosis Paru.
c. Menyusun asuhan keperawatan yang mencakup intervensi keperawatan
pada dengan diagnosa medis Tuberkulosis Paru.
d. Melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan pada
dengan diagnosa medis Tuberkulosis Paru.
e. Mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan yang diberikan pada dengan
diagnosa medis Tuberkulosis Paru.

1.4 Manfaat
1. Bagi klien dan keluarga
Klien dapat menjaga pola tidur, pola makan, lingkungan sekitar agar
tetap bersih, menghindari stress, tetap semangat dalam pengobatan,
sehingga mempercepat dalam proses sembuh. Keluarga juga mampu
memberdayakan masalah kesehatan yang terjadi pada keluarganya.
2. Bagi masyarakat
Hasil dari penilitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi
masyarakat, khususnya penderita TB Paru mengenai tindakan
5

pencegahan penularan TB dengan cara selalu berperilaku hidup bersih


dan sehat, menjaga kebersihan diri, kebersihan lingkungan sekitar, dan
selalu cek kesehatan rutin di pelayanan kesehatan terdekat.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai referensi terhadap profesi keperawatan dalam pemberian asuhan
keperawatan keluarga dengan kasus TB Paru guna meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan.
6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Definisi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh bakteri microbacterium tuberkulosis yang merupakan salah satu
penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar bakteri
tuberkulosis masuk kedalam jaringan paru melalui udara dan selanjutnya
mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari ghon (Wijaya,
2013).
TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman
TB (mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh
manusia melalui udara ke dalam paru-paru,dan menyebar dari paru-paru ke
organ tubuh yang lain melalui peredaran darah seperti kelenjar limfe,
saluran pernapasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lainnya
(Febrian, 2015).
TB merupakan penyakit infeksi kronis yang sering terjadi atau
ditemukan di tempat tinggal dengan lingkungan padat penduduk atau daerah
urban, yang kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan
berperan terhadap peningkatan jumlah kasus TB (Ganis indriati, 2015).

2.1.2 Anatomi Fisiologi

Gambar 1.1.2 Anatomi Sistem Pernafasan


Reiza Farandika (2014) menjelaskan tentang anatomi fisiologi dari sitem
pernapasan adalah sebagai berikut:

10
7

1. Anatomi sistem pernapasan


1) Rongga hidung (cavum nasalis)
Rongga hidung termasuk alat pernapasan pada manusia paling luar,
dan merupakan alat pernapasan paling awal. Udara dari luar akan
masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis
selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea)
dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi
menangkap benda asing yang masujk lewat saluran pernapasan. Selain
itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring
partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang
mempunyai banyak kapiler darah yag berfungsi menghangatkan udara
yang masuk. Di sebelah rongga hidung terhubung dengan nasofaring
melalui dua lubang yang disebut choanae.
2) Faring
Dari rongga hidung udara yang hangat dan lembab selanjutnya masuk
ke faring. Faring adalah suatu saluran yang menyerupai tabung sebagai
persimpangan tempat lewatnya makanan dan udara. Faring terletak
diantara rongga hidung dan kerongkongan. Pada bagian ujung bawah
faring terdapat katup yang disebut epiglotis. Epiglotis merupakan
katup yang mengatur agar makanan dari masuk ke kerongkongan,
tidak ke tenggorokan. Pada saat menelan , epiglotis menutup laring.
Dengan cara ini, makanan atau cairan tidak bisa masuk ke
tenggorokan.
3) Laring
Antara faring dan tenggorokan terdapat struktur yang disebut laring.
Laring merupakan tempat melekatnya pita suara. Pada saat kamu
berbicara, pita suara akan mengencang atau mengendor. Suara
dihasilkan apabila udara bergerak melewati pita suara dan
menyebabkan terjadinya getaran. Pita suara pada laki-laki lebih
panjang dibanding pita suara perempuan.
8

4) Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokoan berbentuk seperti pipa dengan panjang kurang lebih 10
cm. Di paru-paru trakea bercabang dua membentuk bronkus. Dinding
tenggorokan terdiri atas tiga lapisan berikut:
(1) Lapisan paling luar terdiri atas jarigan ikat.
(2) apisan tengah terdiri atas otot polos dan cincin tulang rawan.
Trakea tersusun atas 16-20 cincin tulang rawan yang berbentuk
huruf C. Bagian belakang cincin tulang rawan ini tidak
tersambung dan menenmpel pada esofagus. Hal ini berguna untuk
mempertahankan trakea tetap terbuka
(3) Lapisan terdalam terdiri atas jaringan epitelium bersilia yang
menghasilkan banyak lendir. Lendir ini berfungsi menangkap
debu dan mikroorganisme yang masuk saat menghirup udara.
Selanjutnya, debu dan mikroorganisme tersebut didorong oleh
gerakan silia menuju bagian belakang mulut.
Akhirnya, debu dan mikroorganisme tersebut dikeluarkan dengan cara
batuk. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang
masuk bersama udara pernapasan.
5) Cabang tenggorokan (Bronkus)
Bronkus merupakan cabang batang tenggorokan. Jumlahnya sepasang,
yang satu menuju paru-paru kanan dan yang satu menuju paru-paru
kiri. Bronkus yang ke arah kiri lebih panjang, sempit, dan mendatar
daripada yang ke arah kanan. Hal ini yang mengakibatkan paru-paru
kanan lebih mudah terserang penyakit. Struktur dinding bronkus
hampir sama dengan trakea. Perbedaannya dinding trakea lebih tebal
dripada dinding bronkus. Bronkus akan bercabang menjadi bronkiolus.
Bronkus kanan bercabang menjadi tiga bronkiolus sedangkan bronkus
kiri bercabang menjadi dua bronkiolus.
6) Bronkiolus
Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus. Bronkiolus bercabang-
cabang menjadi saluran yang semakin halus, kecil, dan dindingnya
9

semakin tipis. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan tetapi


rongganya bersilia. Setiap bronkiolus bermuara ke alveolus.
7) Alveolus
Bronkiolus bermuara pada alveol (tunggal: alveolus), struktur
berbentuk bola-bola mungil yang diliputi oleh pembuluh-pembuluh
darah. Epitel pipih yang melapisi alveoli memudahkan di dalam
kapiler-kapiler darah mengikat oksigen dari udara dalam rongga
alveolus.
8) Paru-paru
Paru-paru terletak didalam rongga dada. Rongga dada dan perut
dibatasi oleh suatu sekat disebut diafragma. Paru-paru ada dua buah
yaitu paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Paru-paru kanan terdiri atas
tiga gelambir (lobus) yaitu gelambir atas, gelambir tengah, dan
gelambir bawah. Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas dua gelambir
yaitu gelambir atas dan gelambir bawah. Paru-paru diselimuti oleh
suatu selaput paru-paru (pleura). Kapasitas maksimal paru-paru
berkisar sekitar 3,5 liter.
Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan
pernapasan biasa disebut udara pernapasan (udara tidal). Volume udara
pernapasan pada orang dewasa lebih kurang 500 ml. Setelah kita
melakukan inspirasi biasa, kita masih bisa menarik napas sedalam-
dalamnya. Udara yang dapat masuk setelah mengadakan inspirasi biasa
disebut udara komplementer, volumenya lebih kutrang 1500 ml.
Setelah kita melakukan ekspirasi biasa, kita masih bisa
menghembuskan napas sekuat-kuatnya. Udara yang dapat dikeluarkan
setelah ekspirasi biasa disebut udara suplementer, volumenya lebih
kurang 1500 ml.
Walaupun kita mengeluarkan napas dari paru-paru dengan sekuat-
kuatnya ternyata dalam paru-paru masih ada udara disebut udara
residu. Volume udara residu lebih kurang 1500 ml. Jumlah volume
udara pernapasan, udara komplementer, dan udara suplementer disebut
kapasitas vital paru-paru.
10

1. Fisiologi pernapasan
Proses pernapasan pada manusia dapat terjadi secara sadar maupun
secara tidak sadar. Pernapasan secara sadar terjadi jika kita melakukan
pengaturan-pengaturan saat bernapas, misalnya pada saat latihan
dengan cara menarik napas panjang, kemudian menahannya beberapa
saat, lalu mengeluarkannya. Pernapasan secara tidak sadar yaitu
pernapasan yang dilakukan secara otomatis dan dikendalikan oleh
saraf di otak, mislanya pernapasan yang terjadi saat kita tidur.
Dalam pernapasan selalu terjadi dua siklus, yaitu inspirasi (menghirup
udara). Berdasarkan cara melakukan inspirasi dan ekspirasi serta
tempat terjadinya, manusia dapat melakukan dua mekanisme
pernapasan, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.
1) Pernapasan dada
Proses inspirasi ini diawali dengan berkontraksinya muskulus
interkostalis (otot antartulang rusuk), sehingga menyebabkan
terangkatnya tulang rusuk. Keadaan ini mengakibatkan rongga dada
membesar dan paru-paru mengembang. Paru-paru yang mengembang
menyebabkan tekanan udara rongga paru-paru menjadi lebih renda dari
tekanan udara luar. Dengan demikian, udara luar masuk ke dalam paru-
paru.
Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut:
a) Fase inspirasi
Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga
rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada
menjadi lebih kecil darpada tekanan di luar sehingga udara luar
yang kaya oksigen masuk.
b) Fase ekspirasi
Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara
tulang rusuk ke posisi semula yang diikuti oleh turunnya tulang
rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya,
tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan
11

luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya akan karbon
dioksida keluar.
2) Pernapasan perut
Mekanisme proses inspirasi pernapasan perut diawali dengan
berkontraksinya otot diafragma yang semula melengkung berubah
menjadi datar. Keadaan diafragma yang datar mengakibatkan rongga
dada dan paru-paru mengembang. Tekanan udara yang rendah dalam
paru-paru menyebabkan udara dari luar masuk ke dalam paru-paru.
Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni
sebagai berikut:
a) Fase inspirasi
Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma
mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi
kecil sehingga udara luar masuk.
b) Fase ekspirasi
Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma
(kembali keposisi semula, mengembang) sehingga rongga dada
mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar
dari paru-paru.
3) Pertukaran O2 dan CO2
a) Udara masuk ke alveolus (ke kapiler-kapiler darah) secara difusi.
b) Terjadi proses oksihemoglobin, yaitu hemoglobin (Hb) mengikat
O2.
c) O2 diedarkan oleh darah ke seluruh jaringan tubuh.
d) Darah melepaskan O2 sehingga oksihemoglobin menjadi
hemoglobin.
e) O2 digunakan untuk oksidasi menghasilkan energi + CO2+ uap air.
f) CO2 larut dalam darah dan diangkut darah ke paru-paru, masuk ke
alveolus secara difusi.
g) CO2 keluar melalui alat pernapasan di rongga hidung.
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) adapun faktor-faktor yang
memengaruhi fungsi pernapasan adalah sebagai berikut:
12

1) Posisi tubuh
Pada keadaan duduk atau berdiri pengembangan paru dan
pergerakan diafragma lebih baik daripada posisi datar atau
tengkurap sehingga pernapasan lebih mudah.
2) Lingkungan
Oksigen di atmosfer sekitar 21%, namun keadaan ini
tergantung dari tempat atau lingkungannya contoh: pada tempat
yang tinggi, dataran tinggi, dan daerah kutub akan membuat
kadar oksigen menjadi berkurang, maka tubuh akan
berkompensasi dengan meningkatkan jumlah pernapasan.
3) Polusi udara
Polusi udara yang terjadi baik karena industri maupun
kendaraan bermotor berpengaruh terhadap kesehatan paru-paru
dan kadar oksigen karena mengandung karbon monoksida yang
dapat merusak ikatan oksigen dengan hemoglobin.
4) Zat alergen
Beberapa zat alergen dapat memengaruhi fungsi pernapasan,
seperti makanan, zak kimia, atau benda sekitar yang kemudian
merangsang membran mukosa saluran pernapasan sehingga
mengakibatkan vasokonstriksi atau vasodilatasi pembuluh
darah, seperti pada pasien asma.
5) Gaya hidup dan kebiasaan
Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penyakit pernapasan
seperti emfisema, bronkitis, kanker, dan infeksi paru lainnya.
Penggunaaan alkohol dan obat-obatan memengaruhi susunan
saraf pusat yang akan mendepresi pernapasan sehingga
menyebabkan frekuensi pernapasan menurun.
6) Nutrisi
Nutrisi mengandung unsur nutrien sebagai sumber energi dan
untuk memperbaiki sel-sel rusak. Protein berperan dalam
pembentukan hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen
untuk disebarkan keseluruh tubuh.
13

7) Peningkatan aktivitas tubuh


Aktivitas tubuh membutuhkan metabolisme untuk
menghasilkan energi. Metabolisme membutuhkan oksigen
sehingga peningkatan metabolisme akan meningktkan
kebutuhan lebih banyak oksigen.
8) Gangguan pergerakan paru
Kemampuan pengembangan paru juga berpengaruh terhadap
kemampuan kapasitas dan volume paru. Penyakit yang
mengakibatkan gangguan pengembangan paru diantaranya
adalah pneumotoraks dan penyakit infeksi paru menahun.
9) Obstruksi saluran pernapasan
Obstruksi saluran pernapasan seperti pada penyakit asma dapat
menghambat aliran udara masuk ke paru-paru.

2.1.3 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan dan sinar
ultraviolet. Terdapat 2 macam mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan
bovin. Basil tipe human berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal
dari penderita TB paru dan orang yang rentan terinfeksi bila menghirup bercak
ludah ini (Nurrarif & Kusuma, 2015).
Menurut (Puspasari, 2019) Faktor resiko TB paru sebagai berikut:
1. Kontak dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif.
2. Status imunocompromized (penurunan imunitas) misalnya kanker, lansia,
HIV.
3. Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme.
4. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes, kekurangan
gizi, gagal ginjal kronis.
5. Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang tinggi misal
Asia Tenggara, Haiti.
6. Tingkat di perumahan yang padat dan tidak sesuai standart.
7. Pekerjaan misalnya petugas pelayanan kesehatan.
14

8. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai misalnya


tunawisma atau miskin.

2.1.4 Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit : (Puspasari, 2019)
a. Tuberkulosis paru
TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap
sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
b. Tuberkulosis ekstra paru
TB yang terjadi pada organ selain paru misalnya kelenjar limfe,
pleura, abdomen, saluran kencing, kulit, selaput otak, sendi dan tulang
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
a. Klien baru TB: klien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB
paru sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari
satu bulan (< 28 dosis).
b. Klien yang pernah diobati TB: klien yang sebelumnya pernah menelan
OAT selama satu bulan atau lebih (≥ 28 hari).
c. Klien berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
d. Klien kambuh: klien TB paru yang pernah dinayatakn sembuh dan
saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologi
e. Klien yang diobati kembali setelah gagal: klien TB paru yang pernah
diobati dan gagal pada pengobatan terakhir.
f. Klien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):
klien TB paru yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow-up
(dikenal sebagai pengobatan klien setelah putus berobat).
g. Lain-lain: klien TB paru yang pernah diobati tetapi hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat:
Pengelompokkan penderita TB berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji
dari mycobacterium tuberculosis terhadap OAT:
a. Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja.
15

b. Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
c. Multidrug resisten (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
d. Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR sekaligus resisten
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah
satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin,
Amikasin).
e. Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi.
4. Klasifikasi penderita TB berdasarkan status HIV:
a. Klien TB dengan HIV positif
b. Klien TB dengan HIV negatif
c. Klien TB dengan status HIV tidak diketahui

2.1.5 Patofisiologi
Menurut Darliana (2011), Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari
pasien TB paru ketika pasien batuk, bersin, tertawa. Droplet nuclei ini
mengandung basil TB dan ukurannya kurang dari 5 mikron dan akan melayang-
layang di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil TB. Saat Mikrobacterium
Tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru maka dengan segera akan tumbuh
koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya melalui serangkaian reaksi
imunologis, bakteri TB paru ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan
dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan
dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TB
paru akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Sistem imun
tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan
makrofag) menelan banyak bakteri; limpospesifik-tuberkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, yang menyebabkan bronkopneumonia dan
infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu setelah pemajanan.
16

Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan gumpalan basil


yang masih hidup. Granulomas diubah menjadi massa jaringan -jaringan fibrosa,
bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon dan menjadi nekrotik
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi,
membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan
penyakit aktif. Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami
penyakit aktif karna gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem
imun. Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman.
Dalam kasus ini, tuberkel ghon memecah melepaskan bahan seperti keju dalam
bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran
penyakit lebih jauh. Tuberkel yang menyerang membentuk jaringan parut. Paru
yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut.
17
WOC TB PARU Kuman TB (Mycrobacterium Tuberculosis)

Bersin, batuk

Percikan dahak (droplet)

Mencapai lobus paru

TB Paru

Bakteri sampai pada alveoli

B1 (Breathing) B2 (Blood) B3(Brain) B4 (Bladder) B6 (Bone)


B5 (Bowel)

Sel mukus berlebihan Menginfeksi jaringan jantung Konsentrasi Plasma Penyebaran hematogen TB menginfeksi tulang
Kurang nafsu
darah makan belakang
Peningkatan produksi Penyumbatan Kerusakan jaringan
B1 (Breathing)
mukus pembuluh darah Merangsang hipotalamus Nyeri
meningkatkan patokan suhu Anoreksia
Penurunan
Aliran darah turun kemampuan ginjal
Akumulasi sekret pada saluran Kelemahan
pernapasan meningkat Menggigil, meningkatkan Penurunan berat
Suplai O2 Turun suhu basal badan
Gangguan Eliminasi Intoleransi
Udara terperangkap dalam Urine Aktivitas
Iskemik
alveoli Hipertermia Defisit Nutrisi
Perfusi Perifer
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Tidak Efektif
2. Gangguan Pertukaran
Gas
18

2.1.6 Manifestasi klinis


Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri dada,
malaise, sesak nafas, batuk darah, demam. Tanda dan gejala pada TB paru dibagi
menjadi 2 bagian yaitu gejala sistemik dan respiratorik (Padila,2013).
1. Gejala sistemik yaitu :
a. Demam
Adanya proses peradangan akibat dari infeksi bakteri sehingga timbul
gejala demam. Ketika mycobacterium tuberculosis terhirup oleh udara
ke paru dan menempel pada bronkus atau alveolus untuk
memperbanyak diri, maka terjadi peradangan (inflamasi), dan
metabolisme meningkat sehingga suhu tubuh meningkat dan terjadilah
demam.
b. Malaise
Malaise adalah rasa tidak enak badan, penurunan nafsu makan, pegal-
pegal, penurunan berat badan dan mudah lelah.
2. Gejala respiratorik yaitu :
a. Batuk
Batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian muncul
peradangan menjadi produktif atau menghasilkan sputum yang terjadi
lebih dari 3 minggu (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
b. Batuk darah
Batuk darah atau hemoptisis merupakan batuk yang terjadi akibat dari
pecahnya pembuluh darah. Darah yang dikeluarkan bisa bervariasi,
berupa garis atau bercak darah, gumpalan darah atau darah segar
dalam jumlah yang banyak. (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
c. Sesak nafas
Pada awal TB sesak nafas tidak ditemukan. Sesak nafas ditemukan
jika penyakit berkelanjutan dengan kerusakan paru yang meluas atau
karena adanya hal lain seperti efusi pleura, pneumothorax dan lain-
lain (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
19

d. Nyeri dada
Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila yang dirasakan
berada pada tempat patologi yang terjadi, tapi dapat beralih ke tempat
lain seperti leher,abdomen dan punggung. Bersifat pluritik apabila
nyeri yang dirasakan akibat iritasi pleura parietalis yang terasa tajam
seperti ditusuk-tusuk pisau (Smeltzer & Bare,2013).

2.1.7 Komplikasi
Menurut Wahid&Imam (2013), komplikasi yang muncul pada TB
paru yaitu :
1. Pneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
2. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) di paru.
3. Penyebaran infeksi keorgan lainnya seperti otak,tulang, persendian,
ginjal dan sebagainya.
4. Insufisiensi kardiopulmonal (Chardio Pulmonary Insufficiency).
5. Hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah) yang
mengakibatkan kematian karena terjadinya syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan pernafasan.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Kemenkes (2014) pemeriksaan pada penderita TB paru yang
perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
a. Untuk diagnosis dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis langsung,
penderita TB diperiksa contoh uji dahak SPS (sewaktu-pagi-sewaktu).
b. Ditetapkan sebagai penderita TB apabila minimal satu dari
pemeriksaan hasilnya BTA positif.
20

2. Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengumpulkan 3 contoh uji
dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan berupa Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS) :
S (sewaktu) : Dahak ditampung saat pasien TB datang berkunjung
pertama kali ke pelayanan kesehatan. Saat pulang pasien membawa sebuah
pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.
P (pagi) : Dahak ditampung pasien pada hari kedua,setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan kepada petugas pelayanan kesehatan.
S (sewaktu) : Dahak ditampung pada hari kedua setelah saat
menyerahkan dahak pagi.
b. Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi mycbacterium
tuberculosis.
c. GeneXpert MTB/RIF (Tes Cepat Molekuler)
Pemeriksaan TCM dengan GeneXpert merupakan satu – satunya
pemeriksaan molekuler yang mencakup seluruh elemen reaksi yang
diperlukan termasuk seluruh reagen yang diperlukan untuk proses PCR
(Polymerase Chain Reaction) dalam satu katrid. Pemeriksaan GeneXpert
mampu mendeteksi DNA MTB kompleks secara kualitatif dari spesimen
langsung, baik dari dahak maupun non dahak. Selain mendeteksi MTB
kompleks, pemeriksaan GeneXpert juga mendeteksi mutasi pada gen rpoB
yang menyebabkan resistansi terhadap rifampisin. Pemeriksaan GeneXpert
dapatmendiagnosis TB dan resistansi terhadap rifampisin secara cepat dan
akurat, namun tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan lanjutan
(monitoring) pada pasien yang mendapat pengobatan (Kemenkes,2017).
3. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
mycobacterium tuberculosis terhadap OAT. Pemeriksaan uji kepekaan obat
harus dilakukan oleh laboratorium yang telah lulus uji pemantapan mutu atau
quality assurance. (Kemenkes,2014).
21

2.1.9 Penatalaksanaan medis


1. Pengobatan TB paru menurut Kemenkes RI (2014):
a. Tujuan pengobatan
Pengobatan TB paru untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kekambuhan, mencegah kematian, memutuskan rantai penularan serta
mencegah resistensi mycobacterium tuberculosis terhadap OAT.
b. Prinsip pengobatan
Pengobatan yang dilakukan harus memenuhi prinsip sebagai berikut:
OAT yang diberikan mengandung minimal 4 macam obat untuk
mencegah resistensi, diberikan dalam dosis yang tepat, obat ditelan
secara teratur dan diawasi oleh PMO sampai selesai.
c. Tahapan pengobatan
pengobatan TB diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal (intensif)
dan tahap lanjutan.
1) Tahap awal
Pada tahap awal, penderita mendapatkan obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung guna mencegah terjadinya resisten
obat.
2) Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan, penderita mendapatkan jenis obat yang lebih
sedikit tetapi dalam jangka waktu lebih lama.
d. Obat anti tuberkulosis
1) Isoniazid (H)
Isoniazid diberikan melalui oral atau intramuskular. Obat ini
memiliki dua pengaruh toksik utama yaitu neuritis perifer dan
hepatotoksik. Tanda dari neuritis perifer yaitu mati rasa dan rasa
gatal pada tangan dan kaki. Sedangkan hepatotoksik jarang
terjadi, mungkin terjadi pada anak dengan TB berat dan remaja
(Astuti,2010).
2) Rifampisin (R)
22

Efek samping obat ini yaitu terjadi perubahan warna orange pada
urine dan air mata dan gangguan saluran pencernaan.
3) Etambutol (E)
Etambutol bertujuan untuk mencegah resistensi terhadap obat
yang lain.
4) Pirazinamid (Z)
Obat ini bersifat bakterisid dan memiliki efek samping rasa mual
yang disertai nyeri ulu hati dan muntah.
5) Streptomisin
Efek samping dari obat streptomisin yaitu rasa kesemutan
didaerah mulut dan muka setelah obat disuntikan.

2. Penatalaksanaan Non Farmakologi


a. Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada terdiri atas drainase postural,perkusi,dan vibrasi dada.
Tujuannya yaitu untuk memudahkan dalam pembuangan sekresi bronkhial,
memperbaiki fungsi ventilasi, dan meningkatkan efisiensi dari otot-otot
sistem pernafasan agar berfungsi secara normal (Smeltzer & Bare,2013).
Drainase postural adalah posisi yang spesifik dengan gaya gravitasi
untuk memudahkan proses pengeluaran sekresi bronkial.
Perkusi adalah suatu prosedur membentuk mangkuk pada telapak
tangan dengan menepuk ringan pada dinding dada dalam. Gerakan
menepuk dilakukan berirama diatas segmen paru yang akan dialirkan
(Smeltzer & Bare,2013).
Vibrasi dada adalah tindakan meletakkan tangan berdampingan
dengan jari-jari tangan dalam posisi ekstensi diatas area dada
(Somantri,2012).
b. Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif yaitu tindakan yang dilakukan agar mudah
membuang sekresi dengan metode batuk efektif sehingga dapat
mempertahankan jalan nafas yang paten (Smeltzer & Bare,2013).
c. Penghisapan Lendir
23

Penghisapan lendir atau suction merupakan tindakan yang dilakukan


untuk mengeluarkan sekret yang tertahan pada jalan nafas. Penghisapan
lendir bertujuan untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.
24

2.2 Manajemen Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama
dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit
maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
1. Anamnesa
a. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
TB paru dijuluki sebagai the great iminator yaitu suatu penyakit yang
memiliki kemiripan gejala dengan penyakit lain seperti lemah dan
demam. Menurut Arif Mutaqqin (2012) keluhan pada penderita TB
paru yaitu:
a) Batuk
Keluhan batuk timbul pada awal dan merupakan gangguan yang
sering dikeluhkan oleh klien.
b) Batuk darah
Keluhan batuk darah pada klien TB paru selalu menjadi alasan
utama untuk meminta pertolongan kesehatan.
c) Sesak nafas
Keluhan sesak nafas ditemukan apabila kerusakan parenkim
sudah luas atau ada hal-hal lainnya seperti efusi pleura,
pneumothoraks dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada klien dengan TB paru termasuk nyeri pleuritik
ringan.
e) Demam
Demam biasanya timbul pada sore atau malam hari mirip demam
atau influenza yang hilang timbul.
25

f) Keluhan sistemis lainnya


Keluhan yang muncul biasanya keringat malam, anoreksia,
malaise, penurunan berat badan.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Jika
keluhan pada pasien adalah batuk maka perawat harus menanyakan
berapa lama batuk muncul. Jika yang menjadi alasan pasien meminta
pertolongan kesehatan adalah sesak nafas maka perawat harus
mengkaji dengan menggunakan PQRST agar memudahkan perawat
dalam pengkajian.
a) Provoking incident: apakah ada peristiwa penyebab sesak nafas,
apakah sesak nafas berkurang saat istirahat?
b) Quality of pain: seperti apa rasa sesak nafas yang dirasakan
pasien apakah rasanya seperti tercekik atau sulit dalam melakukan
inspirasi?
c) Region: dimana rasa berat dalam melakukan pernafasan? Harus
ditunjukan oleh pasien.
d) Severity (scala) of pain: seberapa jauh sesak nafas yang dirasakan
klien, seberapa jauh sesak nafas mempengaruhi aktivitas klien.
e) Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan dan apakah
bertambah buruk pada malam hari atau pada siang hari. Apakah
sesak nafas timbul mendadak atau perlahan-lahan. Tanyakan pada
pasien apakah gejala terus menerus atau hilang timbul
(intermiten)
3) Riwayat kesehatan dahulu
Perawat menanyakan apakah sebelumnya pernah menderita TB paru,
keluhan batuk lama saat masih kecil, TB dari orang lain, atau Riwayat
penyakit lain seperti diabetes militus. Tanyakan pada pasien apakah
ada obat-obatan yang diminum pada masa lalu, tanyakan adanya alergi
obat serta reaksi alergi yang timbul.
26

4) Kesehatan keluarga
Tanyakan apakah penyakit TB paru pernah dialami oleh anggota
keluarga lain sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah
2. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan sangat mendukung untuk
mengetahui masalah pada klien dengan gangguan sistem pernafasan.
Pemeriksaan ini meliputi :
- Inspeksi
Pemeriksaan dengan melihat keadaan umum sistem pernafasan serta
menilai adanya tanda-tanda abnormal misalnya adanya sianosis, pucat,
kelelahan, sesak nafas, batuk dan menilai adanya sputum Palpasi
rongga dada
- Palpasi
Pemeriksaan dengan palpasi bertujuan untuk mendeteksi kelainan
seperti peradangan di daerah setempat. Cara palpasi dapat dilakukan
dari belakang dengan meletakkan kedua tangan di kedua sisi tulang
belakang. Jika di daerah puncak paru terdapat fibrosis seperti proses TB
paru, tidak akan ditemukan pengembangan di bagian atas thorak.
- Perkusi
Perkusi atau pengetukan dada akan menghasilkan vibrasi pada dinding
dada dan organ paru di bawahnya akan diterima oleh pendengaran
pemeriksa. Perkusi yang dilakukan diatas organ yang padat atau yang
berisi cairan akan menimbulkan bunyi yang memiliki amplitudo rendah
dan frekuensi tinggi yang disebut suara pekak.
- Auskultasi
Auskultasi merupakan mendengarkan suara yang berasal dari dalam
tubuh dengan cara menempelkan telinga ke dekat sumber bunyi dengan
menggunakan stetoskop. Pada klien dengan TB paru timbul suara ronki
basah, kasar dan nyaring akibat peningkatan produksi sekret pada
saluran pernafasan.
27

b. B2 (Blood)
• Inspeksi
1. Inspeksi adanya parut pasca pembedahan jantung. Posisi parut
dapat memberikan petunujuk mengenai lesi katup yang telah
dioperasi
2. Denyut apeks : posisinya yang normal adalah pada interkostal kiri
ke – 5 berjarak 1 cm medial dari garis midklavikula.
• Palpasi
Tujuannya adalah mendeteksi kelainan yang tampak saat inspeksi.
Teknik yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Palpasi dilakukan dengan menggunakan telapak tangan,
kemudian dilanjutkan dengan tekanan yang sedikit keras.
2. Pemeriksa berdiri di kanan klien, minta klien duduk kemudian
berbaring telentang. Pemeriksa meletakkan tangan di prekordium,
samping sternum dan lakukan palpasi denyut apeks.
3. Berikan tekanan yang lebih keras pada telapak tangan. Kemudian
tangan ditekan lebih keras untuk menilai kekuatan denyut apeks.
4. Kaji denyut nadi arteri, tarikan dan getaran denyutan.
• Perkusi
Pemeriksaan perkusi pada jantung biasanya jarang dilakukan jika
pemeriksaan foto rontgen toraks telah dilakukan. Tetapi pemeriksaan
perkusi ini tetap bermanfaat untuk menentukan adanya kardiomegali, efusi
perikardium, dan aneurisma aorta. Foto rontgen toraks akan menunjukkan
daerah redup sebagai petunjuk bahwa jantung melebar.
• Auskultasi
1. Katup Pulmonal
Terdengar lebih jelas pada interkosta ke – 2 dan ke – 3 kiri sternum
2. Katup aorta
Terdengar lebih jelas pada sternum, lebih rendah dan lebih medial
daripada katup pulmonal
3. Katup mitral
28

Terdengar lebih jelas pada sternum, dekat batas atas sendi antara
interkosta ke – 4 dan sternum
4. Katup trikuspidalis
Terdengar lebih jelas pada sternum, sesuai garis penghubung
proyeksi katup mitral dengan sendi antara sternum dengan
interkosta ke – 5 kanan.
5. Auskultasi jantung
c. B3 (Brain)
• Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan kepala sebagai bagian pengkajian kardiovaskuler
difokuskan untuk mengkaji bibir dan cuping telinga untuk mengetahui
adanya sianosis perifer.
• Pemeriksaan raut muka
1. Bentuk muka : bulat, lonjong dan sebagainya
2. Ekspresi wajah tampak sesak, gelisah, kesakitan
3. Tes saraf dengan menyeringai, mengerutkan dahi untuk
memeriksa fungsi saraf VII
• Pemeriksaan bibir
1. Biru (sianosis) pada penyakit jantung bawaan dan lainnya
2. Pucat (anemia)
• Pemeriksaan mata
1. Konjungtiva
- Pucat (anemia)
- Ptekie (perdarahan di bawah kulit atau selaput lendir) pada
endokarditis bakterial
2. Sklera
Kuning (ikterus) pada gagal jantung kanan, penyakit hati dan
lainnya.
3. Kornea
Arkus senilis (garis melingkar putih atau abu – abu di tepi kornea)
berhubungan dengan peningkatan kolesterol atau penyakit jantung
koroner.
29

4. Funduskopi
Yaitu pemeriksaan fundus mata menggunakan opthalmoskop
untuk menilai kondisi pembuluh darah retina khususnya pada klien
hipertensi.
5. Pemeriksaan neurosensori
Ditujukan terhadap adanya keluhan pusing, berdenyut selama
tidur, bangun, duduk atau istirahat dan nyeri dada yang timbulnya
mendadak. Pengkajian meliputi wajah meringis, perubahan postur
tubuh, menangis, merintih, meregang, menggeliat, menarik diri dan
kehilangan kontak mata.
d. B4 (Bladder)
Output urine merupakan indiktor fungsi jantung yang penting. Penurunan
haluaran urine merupakan temuan signifikan yang harus dikaji lebih lanjut
untuk menentukan apakah penurunan tersebut merupakan penurunan produksi
urine (yang terjadi bila perfusi ginjal menurun) atau karena ketidakmampuan
klien untuk buang air kecil. Daerah suprapubik harus diperiksa terhadap
adanya massa oval dan diperkusi terhadap adanya pekak yang menunjukkan
kandungkemih yang penuh (distensi kandung kemih).
e. B5 Bowel)
Pengkajian harus meliputi perubahan nutrisi sebelum atau pada masuk
rumah sakit dan yang terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit.
Kaji penurunan turgor kulit, kulit kering atau berkeringat, muntah dan
perubahan berat badan Refluks hepatojuguler.
f. B6 (Bone)
Pengkajian yang mungkin dilakukan adalah sebagai berikut :
- Keluhan lemah, cepat lelah, pusing, dada rasa berdenyut dan berdebar
- Keluhan sulit tidur (karena adanya ortopnea, dispnea nokturnal
paroksimal, nokturia dan keringat pada malam hari)
- Istirahat tidur : kaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam klien
tidur dalam 24 jam dan apakah klien mengalami sulit tidur dan
bagaimana perubahannya setelah klien mengalami gangguan pada
30

sistem kardiovaskuler. Perlu diketahui, klien dengan IMA sering


terbangun dan susah tidur karena nyeri dada dan sesak napas
- Aktivitas : kaji aktivitas klien di rumah atau di rumah sakit. Apakah ada
kesenjangan yang berarti misalnya pembatasan aktivitas. Aktivitas klien
biasanya berubah karena klien merasa sesak napas saat beraktivitas

2.2.2 Diagnosa keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sputum, peningkatan sekresi sekret, dan penurunan kemampuan batuk
(D.0001 Hal. 18)
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus-kapiler (D.0003 Hal.22)
3. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (D0130 Hal 284)
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis (SDKI D.0077 Hal
172)
5. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kapasitas
kandung kemih (SDKI D.0040 Hal 96)
6. Defisit nutrisi berhubungan dengan factor psikologis ( keengganan untuk
makan ) (SDKI D.0019 Hal 56)
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (D.0057 Hal.126)
31

2.2.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran Gas Pertukaran Gas SLKI (L.01003 hal Pemantauan respirasi (I.01014 hal: 186)
berhubungan dengan 94) Observasi
distensi kapiler pulmonar 1. Monitor ferkuensi, irama, kedalaman dan
(D.0003 Hal.22) Setelah di lakukan tindakan selama upaya nafas
1x7 jam di harapkan oksigenasi 2. Monitor pola nafas (seperti bradipnea,
dan/atau eliminasi karbondiosida takipnea, hiperventilasi,
pada membran alveolus kapiler kussmaul,cheyne-stokes, biot, ataksik)
dalam batas normal dengan kriteria 3. Monitor kemampuan batuk efektif
hasil : 4. Monitor adanya produksi sputum
1. Tingkat kesadaran meningkat 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
skor 5 6. Palpasi kesimetrisan akspansi paru
2. Dispnea menurun skor 5 7. Auskultasi bunyi nafas
3. Bunyi nafas tambahan menurun 8. Monitor saturasi oksigen
skor 5 9. Monitor nilai AGD
4. Pusing menurun skor 5 10. Monitor x-ray toraks
5. Penglihatan kabur menurun skor Terapeutik
5 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
6. Diaforesis menurun skor 5 kondisi pasien
7. Gelisah menurun skor 5 2. Dokumentasikan hasil pemantauan
8. Nafas cuping hidung skor 5 Edukasi
9. PCO3 membaik skor 5 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
10. PO2 membaik skor 5 2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
11. Takikardia membaik skor 5
12. pH arteri membaik skor 5
13. sianosis membaik skor 5 Menajemen jalan nafas (I.01026 hal: 430)
14. pola nafas membaik skor 5 Observasi
32

15. warna kulit membaik skor 5 1. Monitor kecepatan aliran oksigen


2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara periodik dan
pastikan fraksi yang diberikan cukup
4. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis.
Oksimetri, analisa gas darah), jika perlu
5. Monitor kemampuan melepaskan oksigen
saat makan
6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen
dan atelektasis
8. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
oksigen
9. Monitor ingritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
1. Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
3. Siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen
4. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
5. Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
6. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien
7. Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah
33

Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur

2 Bersihan jalan napas Bersihan jalan nafas Manajemen Jalan Nafas Buatan (I.01012 Hal.
tidakefektif yang (SLKI,L.01001, Hal18) 187)
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Observasi
penumpukan sputum, keperawatan selama 1x7 jam 1. Monitor posisi selang endotrakeal (ETT),
peningkatan sekresi diharapkan penurunan produksi terutama setelah mengubah posisi
sekret, dan penurunan sekret, obstruksi jalan nafas untuk 2. Monitor tekanan balon ETT setiap 4-8
kemampuan batuk mempertahankan kepatenan jalan jam
(ketidakmampuan nafas. Dengan kriteria hasil : 3. Monitor area stoma trakeostomi (mis.
batuk/batuk efektif). 1. Produksi sputum menurun Kemerahan, drainase, perdarahan)
(D.0001 Hal. 18) skor 5 Terapeutik
2. Dispnea menurun skor 5 1. Kurangi tekana balon secara periodik
3. Sulit berbicara sedang skor setiap shif
3 2. Pasang oropharingeal airway (OPA)
4. Sianosis menurun skor 5 untuk mencegah ETT tergigit
5. Frekuensi nafas membaik 3. Cegah ETT terlipat (kinking)
skor 5 4. Berikan pre0oksigenasi 100% selama 30
6. Pola nafas membaik skor 5 detik (3-6 kali ventilasi) sebelum dan
setelah pengisapan
5. Berikan volume pre-oksigenasi (bagging
atau ventilasi mekanik) 1,5 kali volume
tidal
6. Lakukan pengisapan lendir kurang dari
15 detik jika diperlukan (bukan secara
34

berkala/rutin)
7. Gantik fikasi ETT setiap 24 jam
8. Ubah posisi ETT secara bergantian (kiri
dan kanan) setiap 24 Jam
9. Lakukan perawatan mulut(mis, dengan
sikat gigi,kasa,pelembab bibir)
10. Lakukan perawatan trakeostomi
Edukasi
Jelaskan pasien dan/atau keluarga tujuan dan
prosedur pemasangan jalan nafas buatan
Kolaborasi
Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk
mocus plug yang tidak dapat di lakukan
pengisapan
3 Intoleransi aktifitas Toleransi aktivitas SLKI (L.05047 Manajemen energi (I.05178 hal. 176)
berhubungan dengan hal 149) Obsevasi
ketidakseimbangan antara Setelah di lakukan tindakan selama 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
suplai dan kebutuhan 1x7 jam di harapkan respon mengakibatkan kelelahan
oksigen (D.0057 Hal.126) fidiologis terhadap aktivitas yang 2. Monitor kelelahan fisik
membutuhkan tenaga dengan 3. Monitor pola dan jam tidur
kriteria hasil : 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
1. Frekuensi nadi meningkat skor 5 selama melakukan aktivitas selama
2. Saturasi oksigen meningkat skor melakukan aktivitas
5 Terapeutik
3. Kemudahan dalam melakukan 1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan
aktivitas sehari-hari meningkat rendah stimulus (mis. Cahaya, suara,
skor 5 kunjungan)
4. Kecepatan berjalan meningkat 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif
35

skor 5 dan/atau aktif


5. Jarak berjalan meningkat skor 5 3. Berikan aktivitas distraksi yang
6. Kekuatan tubuh bagian atas menenangkan
meningkat skor 5 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
7. Kekuatan tubuh bagian bawah tidak dapat berpindah atau berjalan
meningkat skor 5 Edukasi
8. Toleransi dalam menaiki tangga 1. Anjurkan tirah baring
meningkat skor 5 2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
9. Keluhan lelah menurun skor 5 bertahap
10. Dispnea saat aktivitas menurun 3. Anjurkan menghubungi perawat jika
skor 5 tanda dan gejala kelelahan tidak
11. Dispnea setelah aktivitas berkurang
menurun skor 5 4. Ajarkan strategi koping untuk
12. Perasaan lemah menurun skor mengurangi kelelahan
5 Kolaborasi
13. Aritmia saat aktivitas menurun 1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
skor 5 meningkatkan asupan makanan
14. Aritmia setelah aktivitas
menurun skor 5
15. Sianosis menurun skor 5
16. Warna kulit membaik skor 5
17. Tekanan darah membaik skor 5
18. Frekuensi nafas membaik skor
5
19. EKG iskemia membaik skor 5
4 Nyeri Akut (SDKI D.0077 (SLKI L.08066 Hal. 145) Manajemen Nyeri (SIKI I.08238 Hal. 201)
Hal. 172) Setelah dilakukan tindakan Observasi
Keperawatan 1x7 jam diharapkan 1. Identifikasi local, karakteristik, durasi,
36

nyeri menurun KH : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,.


Tingkat Nyeri 2. Identifikasi nyeri.
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal.
2. (5) 4. Identifikasi factor yang memperberat dan
3. Gelisah menurun (5) memperingan nyeri.
4. Meringis menurun (5) 5. Monitor efek samping penggunaan
5. Kesulitan tidur menurun (5) analgetik.
6. Pola tidur membaik (5) Terapeutik
Kontrol Nyeri 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
1. Kemampuan mengunakan teknik mengurangi rasa nyeri (mis.tarik napas
non-farmakologis meningkat (5) dalam, kompres hanagat/dingin).
2. Dukungan orang terdekat 2. Kontrol lingkungan yang memperberat
meningkat (5) rasa nyeri .
3. Pengunaan analgetik menurun 3. Fasilitasi istirahat dan tidur.
(5) 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
Penyembuhan luka dalam pemilihan strategy meredakan
1. Pembentukan jaringan parut nyeri.
menurun. Edukasi
2. Peradangan luka menurun (5) 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
3. Peningkatan suhu kulit menurun nyeri.
(5). 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
4. Infeksi menurun (5) 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
4. Anjurkan mengunakan analgetik secara
tepat.
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik .jika perlu
37

5 Defisit nutrisi Setelah diberikan asuhan Observasi


berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam 1. Identifikasi status nutrisi
factor psikologis diharapkan status nutrisi dapat 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
(keengganan untuk membaik dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi makanan yang disukai
makan) (SDKI D.0019 1. Porsi makanan yang dihabiskan 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
Hal 56) meningkat skor 5 nutrient
2. Perasaan cepat kenyang 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
menurun skor 5 nasogastrik
3. Nyeri abdomen menurun skor 5 6. Monitor asupan makanan
4. Frekuensi makan membaik skor 7. Monitor berat badan
5 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
5. Nafsu makan membaik skor 5 Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
4. Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui selang
nasigastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
38

2. Ajarkan diet yang diprogramkan


Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

6 Hipertermia berhubungan (L.14134 Hal. 129) Manajemen hipertermia (I.15506 Hal. 181)
dengan proses penyakit Setelah dilakukan asuhan Observasi :
(D.0130 Hal. 284 ) keperawatan selama 1x7 jam 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis.
diharapkan termoregulasi teratasi dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
dengan kriteria hasil : penggunaan inkubator)
1. Menggigil cukup menurun 2. Monitor suhu tubuh
(Skor 4) 3. Monitor haluaran urine
2. Pucat cukup menurun (Skor Terapeutik :
4) 1. Sediakan lingkungan yang dingin.
3. Takikardi cukup menurun 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian.
(Skor 4) 3. Berikan cairan oral
4. Suhu tubuh cukup membaik 4. Ganti linen setiap hari atau lebih sering
(Skor 4) jika mengalami hiperhidrosis (keringat
5. Suhu kulit cukup membaik berlebih)
(Skor 4) 5. Lakukan pendinginan eksternal (mis.
selimut hipotermia, atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
6. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
39

1. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
7 Gangguan eliminasi urin (L.04034 Hal.24) Manajemen eliminasi urine (I.04152)
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Observasi
penurunan kapasitas keperawatan selama 1x7 jam 1. Monitor eliminasi urine
kandung kemih (SDKI diharapkan eliminasi urine Terapeutik
D.0040 Hal 96) membaik dengan kriteria hasil : 1. Batasi asupan cairan
1. Volume residu urine menurun 2. Ambil sampel tengah atau kultur
skor 5 Edukasi
2. Frekunsi BAK membaik skor 5 1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran
3. Karakteristik membaik skor 5 kemih
2. Anjurkan minum yang cukup
3. Anjurkan mengurangi minum menjelang
tidur
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat supositoria
uretra
40

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Pada tahap ini ada pengolahan dan perwujudan dari rencana perawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan keperawatan yang telah ditentukan
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan secara optimal

2.2.5 Evaluasi keperawatan


Evaluasi adalah perbandingan yang sitematik dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dilakukan dengan berkesinambungan
dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lain
41

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 31 mei 2022, pukul 14:15 WIB di
ruang IRNA 4 RSKI Universitas Airlangga Surabaya, dengan teknik anamnesa
(wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan data dari buku status pasien)
Didapatkan hasil sebagai berikut :
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. E
Umur : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Kalikepiting jaya 9/30
Tgl MRS : 20 Mei 2022
Diagnosa Medis : TB Ontherapy + cardiomegali +ADHF

3.1.2 RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN


3.1.2.1 Keluhan Utama :
Klien mengatakan sesak nafas
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien mengatakan pada tanggal 20 mei 2022 tiba-tiba klien mengalami
sesak nafas, batuk, filek serta demam, kemudian klien langsung di bawa oleh
keluarganya ke RS UNIVERSITAS AIRLANGGA pada tanggal 20 mei 2022 dan
tiba di IGD klien dilakukan pemeriksaan fisik dengan keadaan umum lemah GCS
4-5-6 Compos menthis reflek cahaya + TD : 119/106 mmHg RR: 28 x/m
Nadi :134 x/m Suhu : 36, 4 oC Spo2 : 96%. Kemudian klien di pindahkan ke
ruang IRNA 4 untuk mendapatkan penanganan yang lebih lanjut.

45
42

3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Klien mengatakan tidak pernah menjalani operasi dank lien mengatakan
sering melakukan Kontrol kerumah sakit tentang penyakitnya.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada mempunyai penyakit yang
sama seperti dirinya dan tidak mempunyai keturunan ataupun yang menular
GENOGRAM KELUARGA :

kKeterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Meninggal
: Klien
... : Tinggal Serumah
: Hubungan Keluarga

3.1.3 PEMERIKASAAN FISIK


3.1.3.1 Keadaan Umum :
Klien tampak lemah, keadaan klien compos menthis, klien tampak
kesulitan ketika berbicara, dan klien tampak terbaring di tempat tidur dengan
posisi semi fowler dengan terpasangn infus NaCl 0,9% 7 tpm 500 ml / 24 jam di
tangan sebelah kiri, dan terpasang Sp dobutamin 250 mg dengan kecepatan 3 mcg
Iv atau 1,7 ml/jam .
3.1.3.2 Status Mental :
43

Tingkat kesadaran klien compos menthis, bentuk badan klien kurus, cara
berbaring/bergerak semifowler, cara berbicara klien baik/jelas, suasana hati klien
sedih, penampilan klien cukup rapi, fungsi kognitif klien, orientasi waktu yaitu
klien dapat membedakan pagi, siang dan malam, orientasi orang yaitu klien dapat
membedakan keluarga dengan perawat, orientasi tempat yaitu klien mengetahui
bahwa dirinya berada di Rumah Sakit, klien tidak berhalusinasi, proses berpikir
klien baik, insight klien baik, mekanisme pertahanan diri klien adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Suhu/T tubuh 36,2 0C (Axilla), Nadi/HR 69 x/menit, pernapasan/RR 27
x/menit, tekanan Darah/BP 100/88 mmHg Spo2:98%

3.1.4 PERNAPASAN (BREATHING)


Bentuk dada klien simetris, klien sebelum sakit memiliki kebiasaan
merokok, rokok yang dihabiskan sebanyak 5-6 batang/hari. klien tidak ada batuk,
tidak nyeri dada, sesak nafas saat istirahat, type pernafasan yaitu dada dan perut,
irama pernafasan tidak teratur, suara nafas bronchial, suara nafas tambahanronchi
kering klien menggunakan alat bantu nafas nasal canula 3 lpm, cuping hidung
tidak ada.
Masalah Keperawatan : Pola nafas tidak efektif

3.1.5 CARDIOVASCULER (BLEEDING)


Tidak ada nyeri dada, kram kaki, sinkop, sianosis, sakit kepala, palpitasi,
dan pingsan. Tidak ada oedema, tidak ada asites ictus cordis tidak terlihat,vena
jungularisntidak meningkat, Capillary refill <2 detik, suara jantung normal
murmur, ada kelainan jantung (kardiomegali).
Masalah Keperawatan : Tidak ada

3.1.6 PERSYARAFAN (BRAIN)


Nilai GCS Eye 4 (klien dapat membuka mata spontan, verbal 5 (klien
dapat berbicara), Motorik (klien dapat menggerakn tubuh) dan total nilai GCS 15
(compos menthis), jadi kesadaran klien compos menthis, pupil isokor, reflex
44

cahaya kiri dan kanan positif, tidak ada nyeri, tidak ada vertigo, gelisah, aphasia,
kesemutan, bingung dan lain-lain.
3.1.6.1 Uji Syaraf Kranial
3.1.6.1.1 Nervus Kranial I : Olfaktorius Normal, klien dapat mencium bau
bauan seperti minyak telon
3.1.6.1.2 Nervus Kranial II : Optikus Normal, klien dapat melihat jelas
orang di Sekitarnya
3.1.6.1.3 Nervus Kranial III : Okulomotor Normal, pupil dapat berkontraksi
saat melihat cahaya
3.1.6.1.4 Nervus Kranial IV : Troklearis Normal, klien dapat menggerkan
bola mata ke atas ke bawah
3.1.6.1.5 Nervus Kranial V : Trigeminus Normal, klien dapat mengunyah
makanan seperti nasi
3.1.6.1.6 Nervus Kranial VI : Abdusen Normal, klien dapat melihat ke
samping
3.1.6.1.7 Nervus Kranial VII : Fasialis Normal, klien dapat tersenyum
3.1.6.1.8 Nervus Kranial VIII : Vestibulokoklearis Normal, klien dapat
mendengarkan perkataan
3.1.6.1.9 Nervus Kranial IX : Glosofaringeal Normal, klien dapat
membedakan rasa pahit dan manis
3.1.6.1.10 Nervus Kranial X : Vagus Normal, klien berbicara dengan jelas
3.1.6.1.11 Nervus Kranial XI : Aksesorius Normal, klien dapat menggerakan
Tubuhnya
3.1.6.1.12 Nervus Kranial XII : Hipoglossus Normal, klien dapat mengantur
lidahnya
3.1.6.2 Uji Koordinasi
Ekstrimitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif, ekstrimitas bawah
tumit jempol ke kaki positif
3.1.6.3 Uji Kestabilan tubuh
Refleks positif, uji sensasi baik
Masalah Keperawatan : Tidak ada
45

3.1.7 ELIMINASI URI (BLADDER) :


Produksi urine, 1000 ml/ 24 jam, warna kuning pekat, bau amoniak, tidak
ada masalah.
Masalah Keperawatan : Ketidakseimbangan Elektrolit
3.1.8 ELIMINASI ALVI (BOWEL) :
Mulut dan faring bibir kering ada sariawan, gigi lengkap, gusi lembab
merah muda, lidah normal merah muda, mukosa kering, tidak ada inflamasi,
BAB -x/hari konsistensi lembek/tidak ada masalah, bising usus 20 x/menit, tidak
ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
Masalah Keperawatan : Tidak ada

3.1.9 TULANG - OTOT – INTEGUMEN (BONE) :


Kemampuan pergerakan sendi bebas, tidak ada psrese, tidak ada paralise,
tidak ada hemiparesis, tidak ada krepitasi, tidak ada nyeri, tidak ada bengkak,
tidak ada flasiditas, tidak ada spastisitas, ukuran otot simetris, kekuatan otot
ektrimitas atas 5/5 ekstrimitas bawah 5/5 tulang belakang normal. Keluhan
lainnya Terdapat bintik-bintik merah kehitaman di badan klien, adanya keluhan
klien mengalami gatal-gatal di badannya. Turgor kulit kurang dan klien kulit klien
tampak pucat.
Masalah keperawatan : Gangguan Integritas Kulit

3.1.10 KULIT-KULIT RAMBUT


Riwayat alergi, klien ada alergi obat, klien tidak ada alergi makanan, klien
tidak ada alergi kosmetik, dan tidak ada alergi lainnya, suhu kulit hangat, warna
kulit normal, turgor kurang, tekstur halus, tidak ada lesi, tekstur rambut lurus dan
agak kasar, distribusi rambut merata, bentuk kuku simetris. Kondisi kulit kepala
kotor, ada ketombe.
Masalah Keperawatan : Tidak ada

3.1.11 SISTEM PENGINDERAAN :


46

3.1.11.1 Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan normal, gerakan bola mata normal, sklera normal/putih,
konjunctiva anemis, dan tidak menggunakan alat bantu
3.1.12 Telinga / Pendengaran
Telinga/pendengaran baik, fungsi pendengaran baik
3.1.13 Hidung / Penciuman
Bentuk hidung simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan
Masalah Keperawatan : Tidak ada

3.1.12 LEHER DAN KELENJAR LEHER


Tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, kelenjar limfe tidak teraba,
kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bebas
Masalah Keperawatan : Tidak ada

3.1.13 SISTEM REPRODUKSI


3.1.13.1 Reproduksi Pria : Tidak Dikaji

3.4 POLA FUNGSI KESEHATAN


3.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Klien mengatakan saya ingin cepat sembuh, sehat itu penting, dimana saya
dapat beraktivitas secara mandiri, sementara jika saya sakit, saya tidak bisa
beraktivitas secara mandiri.
3.4.2 Nutrisida Metabolisme
Tinggi badan 172 Cm, berat badan 49 Kg, berat badan sebelum sakit 52
Kg, diet biasa, tidak ada diet khusus, tidak ada mual muntah tidak ada kesukaran
menelan.
IMT = 49 Kg
172 (m) x 172 (m)
= 16,6 (Underwhigt)
Masalah Keperawatan : Tidak ada
Pola Makan Saat Sakit Sebelum Sakit
Sehari-Hari
47

Frekuensi/hari 3 Kali Sehari 3 Kali Sehari


Porsi ½ Porsi 1 Porsi
Nafsu makan Kurang Kurang
Jenis Makanan Nasi, Lauk Pauk, Sayur Nasi, Lauk Pauk, Sayur
Jenis Minuman Air Putih Air Putih
Jumlah 1.200 cc 2.100 cc
minuman/cc/24 jam
Kebiasaan makan Pagi, Siang, Sore Pagi, Siang, Sore
Keluhan/masalah Kurang nafsu makan Tidak ada masalah
Masalah Keperawatan : Defisit Nutrisi

3.4.3 Pola istirahat dan tidur


Sebelum sakit klien tidur kurang lebih 9 jam dan pada saat sakit klien tidur
kurang lebih 7 jam
Masalah Keperawatan : Tidak ada
3.4.4 Kognitif
Klien mengetahui bahwa ia sedang dirawat di rumah sakit karena penyakit
yang di deritanya
Masalah Keperawatan : Tidak ada
3.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran)
Gambaran diri klien berada di Rumah Sakit, ideal diri klien ingin cepat
pulang dan sembuh, identitas diri klien seorang laki-laki, harga diri klien sangat
diperhatikan keluarganya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada
3.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit : Klien mampu melakukan ADL secara mandiri
Sesudah sakit :Klien mengeluh mudah merasa lelah, ADL klien seperti makan,
minum, dan toileting dibantu keluarga dan perawat, skala aktivitas 2
Masalah Keperawatan : Intoleransi aktivitas

3.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress


Klien mengatakan saat ia batuk-batuk dan mengalami sesak nafas klien
48

selalu memberitahukan kepada keluarganya


Masalah Keperawatan : Tidak ada

3.4.8 Nilai-Pola Keyakinan


Klien beragama Islam, klien mengatakan selalu beribadah setiap hari
Masalah Keperawatan : Tidak ada

3.5 SOSIAL – SPIRITUAL


Kemampuan berkomunikasi klien mampu beromunikasi dengan baik,
bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Indonesia, hubungan dengan
keluarga baik, karena ada keluarga yang menemani, hubungan dengan teman atau
petugas kesehatan atau orang lain baik, karena dapat berkomunikasi dengan baik
dengan orang-orang di sekitar, orang berarti atau terdekat dari klien yaitu orang
tua, anak, kebiasaan menggunakan waktu luang sebelum sakit klien seorang
Pelajar/Mahasiswa, saat sakit klien hanya berbaring di tempat tidur, dan kegiatan
beribadah sebelum sakit klien beribadah pada hari kebesaran agama Islam, saat
sakit klien hanya berbaring di tempat tidur

3.6 DATA PENUNJANG (RADIOLOGIS, LABORATORIUM,


PENUNJANG LAINNYA)
3.6.1 RADIOLOGIS
3.6.1.1 Hasil pemeriksaaan radiologi foto thorax AP duduk pada tanggal 22 mei
2022
3.6.1.2 Cor : Besar dan bentuk kesan normal
Pulmo : Tampak peselubungan dengan fibrosis di suprahiler, paracardial
kanan dan lapang paru kiri
Sinus Pheronicocostalis kanan kiri tajamTulang-tulang dan soft tissue
yang tervisualisasi tampak baik.
Kesimpulan : TB Paru
3.6.1.3 Hasil pemeriksaan radiologi foto thorax AP duduk pada tanggal 25 mei
2022
Cor : Membesar dengan CTR 53%
49

Pulmo : Tampak peselubungan dengan fibrosis di suprahiler, paracardial


kanan dan lapang paru kiri
Sinus Pheronicocostalis kanan kiri tajam
Tampak elavasi diafragma kanan
Tulang-tulang dan soft tissue yang tervisualisasi tampak baik.
Kesimpulan :
TB Paru
Cor Prominent
Hemidiafragma kanan letak tinggi

3.6.2 LABORATORIUM
3.6.2.1 Hasil Laboratorium Hematologi pada Tanggal 20 Mei 2022
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 15.1 13.2-17.3 g/dl
Lekosit 11.91 6.0-12.0 10ˆ3/uL
Eritrosit 5.20 4.4-5.9 10ˆ3/uL
Hematokrit 43.2 40-52 %
Trombosit 236 150-440 10ˆ3/uL
MCV 83.1 80-100 fL
MCH 29.0 26-34 Pg
MCHC 35.0 32-36 g/dl
RDW 19.5 11.5-14.5 %
MPV 10.8 6.8-10 Fl

3.6.2.2 Hasil pemerksaan laboratorium klinik kimia elektrolit pada tanggal 01 juni
2022
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

Natrium 123 135-147 Mmol/L


Kalium 3.1 3.5-5 Mmol/L
Cholorida 95 98-108 Mmol/L
50

Magnesium 0,84 0,8-1,20 Mmol/L

3.6.3 PENATALAKSANAAN MEDIS


No Nama Obat Dosis Rute Indikasi
1 NaCl 0,9 % 7 tpm IV - NaCl 0,9 % Golongan Obat Bebas
Drip - NaCl 0,9 % digunakan untuk
mengatasi atau mencegah
kehilangan sodium yang disebabkan
dehidrsi, keringat berlebih, atau
penyebab lainnya
2 Nac 3x200 Oral N-ACE merupakan obat yang
mg mengandung Acetylcsteine. Obat ini
digunakan untuk penyakit-penyakit
pada saluran pernafasan yang ditandai
dengan hipersekresi dahak atau mukun,
misalnya bronkis akut atau kronis,
emfisema paru, mucoviscidosis dan
bronchieactasis.
3 Moxifloxacin 400 Oral Moxifloaxacin adalah obat antibiotik
mg untuk mengatasi penyakit infeksi
bakteri, seperti pneumonia, infeksi
kulit, sinusitis, infeksi perut, atau
radang panggul
4 Codein 10 Oral Codein adalah obat untuk meredakan
Mg nyeri ringan hingga sedang. Obat ini
juga bisa digunakan untuk meredakan
batuk.
5 Neurobion 100 Oral Neurobiuon adalah suplemen yang
Mg bermanfaat untuk menajga kesehatan
sistem saraf. Neurobion merupakan
vitamin B1, B6 dan B12.
5 Isoniazid 300 Oral Adalah obat antibiotik untuk mengatasi
Mg tuberkulosis (TBC). Dalam pengobatan
TBC
6 Rifampisin 600 Oral Dikenal sebagai rimapin adalah suatu
mh obat antibiotik yang untuk mengobati
beberapa jenis. Bakteri patogen.
Termasuk diantaranya tuberkulosis
7 Ethambutil 500 Oral Diindikasikan dalam terapi tuberkolusis
mg paru dan ekstraparu maupun infeksi non
tubercolusis lainya
8 Pirazinamid 500 Oral Merupakan obat yang di gunakan untuk
51

mg mengobati tuberkulosis.
9 Bisoprolol 1x1,25 Oral Obat untuk mengatasi hipertensi atau
(Bila N tekanan darah tinggi, angina pektoris,
>100x/m) aritmia, dan gagal
(TUNDA) jantung. Bisoprolol termasuk ke dalam
golongan obat penghambat beta (beta
blockers). Bisoprolol bekerja dengan
cara memperlambat detak jantung dan
menurunkan tekanan otot jantung saat
berdetak
10 Vip Albumin 3x2 Oral Suplemen makanan untuk
tab meningkatkan kadar albumin dan
hemoglobin sekaligus menjaga daya
tahan tubuh.
11 Spironolactone 2x50 Oral obat yang digunakan untuk menurunkan
mg tekanan darah pada hipertensi. Obat ini
juga dapat digunakan untuk menangani
sembap atau edema akibat gagal
jantung, hipokalemia, sirosis, atau
penyakit ginjal dan kondisi ketika tubuh
terlalu banyak memproduksi hormon
aldosterone (hiperaldosteronisme). obat
yang digunakan gagal jantung, sirosis
hati
12 KSR 2x1tab Mengandung Potasium Clorida atau
kcl. Digunakan untuk membantu
mengobati dan mencegah hipokalemia
(menurunnya kadar kalium di dalam
darah).
13 Ranitidine 2x1 Obat yang digunakan untuk mengobati
ampul gejala atau penyakit yang berkaitan
dengan produksi asam lambung
berlebih.
14 Dexamethasone 2x1 IV Obat antiradang yang digunakan pada
ampul berbagai kondisi peradangan, seperti
reaksi alergi, penyakit autoimun, atau
radang sendi.
15 Furosemide 2x20 IV Obat untuk mengatasi penumpukan
mg cairan di dalam tubuh atau
edema. Obat yang termasuk ke dalam
kelompok diuretik ini juga bisa
digunakan untuk mengatasi tekanan
darah tinggi atau
hipertensi. Furosemide bekerja dengan
cara menghalangi penyerapan natrium
di dalam sel-sel tubulus ginjal
52

Surabaya, 31 Mei 2022

Kelompok 1
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB

DS : Klien Mengatakan Microbacterium Pola Nafas Tidak


Sesak Nafas Tuberkulosis Efektif
DO :
- Tampak Lemah Bakteri masuk ke
- Tampak Kesulitan pernapasan atas dan
Ketika Berbicara mencapai alveolus
- Klien Tampak
Berbaring Dengan
Posisi Semi Fowler Reaksi inflamasi
- Sesak Nafas Saat membran alveolar-
Istirahat kapilar
- Tipe Pernapasan Dada
Dan Perut
- Irama Pernapasan
Tidak Teratur Penurunan ekspansi
- Suara Nafas Broncial paru akibat akumulasi
- Suara Nafas Tambahan cairan
Ronchi Kering
- Terpasang Nasal Kanul
3 Lpm Suplai O2 pada paru-
TTV: paru berkurang
- BP 100/88 mmHg
- T : 36,2 0C (Axilla)
- HR: 69 x/menit
- RR 27 x/menit Sesak nafas
- Spo2:98%

Pola Nafas Tidak


Efektif

DS : Klien mengatakan Kehilangan nafsu Defisit Nutrisi


nafsu makan berkurang makan
DO :
- Klien hanya mampu Asupan makan
menghabiskan ½ porsi berkurang dari
53

makanan kebutuhan tubuh


- Klien tampak kurus
- Berat badan saat sakit
45 kg Berat badan menurun
- Berat badan sebelum
sakit 48 kg
- Klien mengalami Defisit Nutrisi
penurunan berat badan
3 kg
- Diet biasa
- IMT : 16,6 ( Berat
badan kurang )
DS : Asupan nutrisi tak Intoleransi Aktivitas
adekuat
Klien mengatakan sesak
nafas dan mudah meraa
lelah
Cadangan energi
DO : menurun
- Klien tampak lemah
- ADL klien seperti
makan, minum, dan Kelemahan
toileting dibantu
keluarga dan perawat
- Terpasang infus Nacl Intoleransi aktivitas
0.9 % 500 7 tpm
dilengan sebelah kiri
- Skala aktivitas 2
(dibantu oang lain)
DS: Reaksi terapi obat Gangguan Integritas
Klien mengeluh terdapat Kulit
banyak bintik merah
kehitaman di tubuhnya
Perubahan pada
disertai gatal-gatal
permukaan kulit
DO:
- Tampak bintik-bintik
merah kehitaman di
badan klien Turgor kulit sedang
- Turgor kulit kurang
- Kulit klien tampak
kusam dan kehitaman Kulit berbintik-bintik
kemerahan dan
kehitaman
54

Gangguan Integritas
Kulit

DS: Proses penyakit Ketidakseimbangan


Klien mengatakan mudah Elektrolit
merasa lelah
DO:
Penurunan elektrolit
- Klien tampah lemah
Natrium dan Kalium
- kulit hangat
- warna kulit pucat
- turgor kulit kurang
- Natrium: 123 Mmol/L Kadar Elektrolit tidak
- Kalium: 3.1 Mmol/L seimbang

Lemas, Lemah

Ketidakseimbangan
Elektrolit
DS : Klien Mengatakan Memenuhi Kebutuhan Kesiapan Peningkatan
Bibir Sariawan Metabolisme Keseimbangan Cairan
DO :
- Klien tampak lemah Pola Asupan Cairan
- Klien tampak Pucat Yang Cukup
- Klien tampak masih
bias mengunyah Makan Teratur Dan
- Klien tampak masih Adekuat
bias minum
- Natrium Hasil 123 Mengekspresikan
Mmol/L Keinginan Untuk
- Kalium Hasil 3.1 Cairan
Mmol/L
Penyiapan Dan
Penyiapan Makanan
Dan Minuman Yang
Aman

Perilaku Upaya
Peningkatan
Kesehatan

Kesiapan
Peningkatan
Keseimbangan
55

Cairan
56

PRIORITAS MASALAH
1. Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan penurunan ekspansi
paru
2. Ketidakeimbangan elektrolit berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan
3. Kesiapan Peningkatan Keseimbangan Cairan Berhubungan untuk
meningkatkan makan dan minum dengan memenuhi kebutuhan
metabolisme.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekurangan/kelebihan
volume cairan
5. Defisit Nutrisi Berhubungan Dengan Faktor Psikologis (Keengganan
Untuk Makan )
6. Intoleransi Aktivitas Berhubungan Dengan Ketidakmampuan Antara
Suplai Dan Kebutuhan Oksigen
57

RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. E
Ruang Rawat : IRNA 4

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil ) Intervensi

Pola Nafas Tidak Tujuan: 1. Monitor pola nafas


Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
3x24 jam diharapkan inspirasi dan atau napas
ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi 3. Monitor saturasi oksigen, monitor nilai AGD
adekuat membaik 4. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
5. Monitor produksi sputum
Kriteria Hasil: 6. Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi ps
Dipsnea menurun 7. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Penggunaan otot bantu napas menurun 8. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Frekuensi napas meningkat
Kedalaman napas meningkat
Ketidakseimbangan Tujuan: 1. Identifikasi kemungkinan penyebab
Elektrolit Setelah dilakukan tindakan keperawatan ketidakseimbangan cairan elektrolit
3x24 jam diharapkan kadar serum 2. Monitor kadar serum elektrolit
elektrolit dalam batas normal 3. Monitor mual, muntah dan diare
4. Monitor tanda dan gejala hipokalemia
Kriteria Hasil: 5. Monitor tanda dan gejala hiperkalemia
Serum natrium meningkat 6. Monitor tanda dan gejala hiponatremia
Serum kalium meningkat 7. Monitor tanda dan gejala hipernatermia
8. Monitor tanda dan gejala hipokalsemia
58

9. Monitor tanda dan gejala hiperkalsemia


Kesiapan Peningkatan Tujuan: 1. Monitor status hidrasi
Keseimbangan Cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Monitor berat badan harian
3x24 jam keseimbangan cairan membaik 3. monitor berat badan sebelum dan sesudah dialysis
Kriteria Hasil : 4. monitor hasil pemeriksaan laboratorium
1. Asupan Cairan Meningkat 5. Monitor status dinamik
2. Haluaran Urin Meningkat 6. catatan intake output dan hitung balance cairan
3.Kelembaban Membrane Mukosa 7. berikan asupan cairan , sesuai kebutuhan
Meningkat 8. berikan cairan intravena , jika perlu
4. Asupan Makanan 9. Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
5. Edema Menurun
6. Dehidrasi Menurun
7. Tekanan Darah Membaik
8. Denyut Nadi Radial Membaik

Gangguan integritas Tujuan: 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit


kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
3x24 jam diharapkan keutuhan kulit 3. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit
epidermis membaik kering
4. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Kriteria Hasil: 5. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
Elastisitas meningkat 6. Anjurkan mandi menggunakan sabun secukupnya
Kerusakan jaringan menurun
Kerusakan lapisan kulit menurun
Suhu kulit membaik
Tekstur kulit membaik
59

Defisit Nutrisi Tujuan: 1. Identifikasi status nutrisi


Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3x24 jam kemampuan saluran cerna untuk 3. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
memasukkan dan mencerna makanan 4. Monitor asupan makanan
serta menyerap nutrisi dan membuang zat 5. Lakukan oral hygiene sebelum makan, Jika perlu
sisa membaik 6. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
Kriteria Hasil: 7. Hentikan pemberian makanan melalui selang
Toleransi terhadap makanan meningkat nasogastric jika asupan oral dapat ditoleransi
Nafsu makan meningkat 8. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Mual menurun 9. Ajarkan diet yang diprogramkan
Muntah menurun 10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
Warna feses membaik jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan

Intoleransi Aktivitas Tujuan: 1. Identifikasi deficit tingkat aktivitas


Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam
3x24 jam diharapkan toleransi aktivitas aktivitas tertentu
meningkat. 3. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang
diinginkan
Kriteria Hasil: 4. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam
- Kemudahan dalam melakukan aktivitas
aktivitas sehari-hari meningkat 5. Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan
- Kekuatan tubuh bagian atas dan spiritual terhadap aktivitas
bawah meningkat 6. Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi
- Keluhan Lelah menurun dan rentang aktivitas
- Dispnea saat aktivitas menurun 7. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai umur
8. Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
60

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari / Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda Tangan dan


Nama Perawat
Kamis, 02 Juni 2022 1. Memonitor pola nafas S:
Jam 07.40 WIB 2. Memonitor frekuensi, irama, Klien mengatakan sudah tidak merasa sesak
kedalaman dan upaya napas nafas
Pola Nafas Tidak 3. Memonitor saturasi oksigen O:
Efektif 4. Memonitor adanya sumbatan jalan - Pola nafas teratur
nafas - irama pernafasan vesikuler, tidak ada Kelompok 1
cuppinh hidung
- Tidak terdapat sumbatan jalan nafas
- TTV
- TD:104/82
- SPO2 :99%
- N: 96
- S: 35,2
- RR: 21
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dihentikan (Pasien Pulang)
Kamis, 02 Juni 2022 1. Medentifikasi kemungkinan S:
Jam 07.40 WIB penyebab ketidakseimbangan Klien mengatakan badannya masih terasa lemas
cairan elektrolit O:
Ketidakseimbangan 2. Memonitor kadar serum elektrolit - Hasil pemeriksaan terakhir Kadar serum
elektrolit 3. Memonitor mual, muntah dan diare elektolit klien natrium dan kalum masih Kelompok 1
4. Memonitor tanda dan gejala dibawah batas normal
hipokalemia - Klien tidak mengalami mual, muntah dan
5. Monitor tanda dan gejala diare
61

hiponatremia - Klien mengalami kelemahan otot dan


kelelahan
- Mukosa bibir klien kering
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dihentikan (klien pulang)
Kamis, 02 Juni 2022 1. Memonitor status hidrasi S : Klien Mengatakan Bibir Sariawan
Jam 08.20 WIB 2. Memonitor berat badan harian O:
3. Memonitor berat badan sebelum 1. Klien tampak lemah
Kesiapan Peningkatan 2. Klien tampak Pucat
dan sesudah dialysis
Keseimbangan Cairan 3. Klien tampak masih bias mengunyah
4. Memonitor hasil pemeriksaan
laboratorium 4. Klien tampak masih bias minum
5. Memonitor status dinamik 5. TTV
6. Mencata intake output dan hitung 6. TD : 104/ 82 mmHg Kelompok 1
balance cairan 7. N : 90 x/menit
7. Memberikan asupan cairan , sesuai 8. RR: 20 x/ menit
kebutuhan 9. S : 35,2 °C
8. Memberikan cairan intravena , jika 10. Natrium Hasil 123 Mmol/L
perlu 11. Kalium Hasil 3.1 Mmol/L
9. Berkolaborasi pemberian diuretik, A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dihentikan (Pasien pulang)
jika perlu

Kamis, 02 Juni 2022 1. Mengidentifikasi penyebab S:


Jam 07.40 WIB gangguan integritas kulit Klien mengatakan kulitanya tidak gatal
2. Mengubah posisi setiap 2 jam jika
Gangguan Intergritas tirah baring
62

kulit 3. Menganjurkan meningkatkan O:


asupan nutrisi - Gangguan integritas kulit klien disebabkan Kelompok 1
4. Meganjurkan meningkatkan asupan oleh adanya alergi terapi obat
buah dan sayur - Klien tampak sering mengubah posisi
10. Menganjurkan mandi tidurnya dengan memiringkan badan
menggunakan sabun secukupnya - Klien setuju untuk mengingkatkan
(membantu klien untuk menyeka asukapan nutrisi serta memakan buah dan
sayuran
badan)
- Klien tampak diseka oleh perawat dengan
menggunakan sabun yang secukupnya
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dihentikan (klien pulang)
Kamis, 02 Juni 2022 1. Mengidentifikasi alergi dan S:
Jam 07.40 WIB intoleransi makanan Klien mengatakan tidak ada alegi makanan
2. Mengidentifikasi perlunya O:
Defisit nutrisi penggunaan selang nasogastric - Klien tampak tidak perlu menggunakan
3. Memonitor asupan makanan selang nasogastric
5. Menganjurkan mengkonsumsi - Klien tampak tidak mampu menghabiskan
makanan yang tinggi kalori dan 1 porsi makannnya
tinggi protein - Klien mampu mengulangi jenis makanan
yang tinngi kalori dan tinggi protein Kelompok 1
A: Masalah terasi sebagian
P: Intervensi dihentikan (Pasien Pulang)
Kamis, 02 Juni 2022 1. Mengidentifikasi deficit tingkat S:
Jam 07.40 WIB aktivitas Klien mengatakan mampu melakukan Kelompok 1
2. Megidentifikasi kemampuan beraktivitas mandiri seperti berjalan
Intoleransi Aktivitas berpartisipasi dalam aktivitas O:
tertentu Skala aktivitas 0 (mandiri)
63

3. Mengidentifikasi sumber daya Klien tampak mampu berpindah tempat dari


untuk aktivitas yang diinginkan tempat tidur ke wc mandiri
4. Memonitor respons emosional, Klien mampu melakukan ADL secara mandiri
fisik, sosial, dan spiritual terhadap A: Masalah teratasi sebagian
aktivitas P: Intervensi dihentikan (Pasien Pulang)
4.
64

DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. Al, & Juniati, D. (2017). Klasifikasi Kelompok Umur Manusia


Berdasarkan Analisis Dimensi Fraktal Box Counting Dari Citra Wajah
Dengan Deteksi Tepi Canny. Jurnal Ilmiah Matematika, 2(6), 1–10.
Arfan, I., Rizky, A., & Alkadri, S. R. (2020). Optimalisasi Kemampuan Kader TB
dalam Pengendalian Tuberkulosis. Dharma Raflesia : Jurnal Ilmiah
Pengembangan Dan Penerapan IPTEKS, 18(2), 209–217.
https://doi.org/10.33369/dr.v18i2.13927
Dirjen P2P Kemenkes RI. (2017). Penemuan Pasien Tuberkulosis. Kementerian
Kesehatan RI.
Dirjen P2P Kemenkes RI. (2019). Petunjuk Tehnis Investigasi kontak pasien TBC
bagi petugas Kesehatan dan Kader. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. (2017). Petunjuk Teknis Pemeriksaan TB Menggunakan Tes Cepat
Molekuler. Jakarta: PDF
Kemenkes RI. (2018). Info data dan informasi kesehatan RI 2018 Toss
Tuberkulosis.6. Retrieved from file:///C:/Users/User/Downloads/infodatin
tuberkulosis 2018 (6).pdf
Kemenkes RI. (2019). Data dan Informasi profil Kesehatan Indonesia 2018.
Ratnasari, D. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pencapaian
petugas terhadap case detection rate (cdr) pada program tb paru di
kabupaten rembang. Retrieved from http://lib.unnes.ac.id/20424/
Smeltzer & Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP
PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP
PPNI
65

WHO. (2019). Global Tuberculosis Report 2019. Geneva, Switzerland: WHO


Press.

Anda mungkin juga menyukai