OLEH :
KELOMPOK 1
PEMBIMBING PRAKTIK
Pembimbing Klinik
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan Dan
Asuhan Keperawatan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan pada Sdr. E Dengan Diagnosa Medis Tuberkulosis Di Rumah Sakit
UNAIR Surabaya”. Asuhan Keperawatan ini merupakan salah satu persyaratan
pada Pendidikan Program Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
II di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya. Asuhan
Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Bapak Ari Kusumanandi, S.Kep.,Ns selaku PJ Unit yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, serta penuh kesabaran membimbing
penyusunan dalam menyelesaikan laporan kasus asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Ayu Susilawati S.Kep.,Ns, Fani Lailatul Hikmah, S.Kep.,Ns, dan Bapak
Egha Rizki Masyunda, S.Kep.,Ns. Selaku Pembimbing Klinik yang telah
memberikan dorongan, arahan dan pemikiran serta penuh kesabaran
membimbing penyusunan dalam menyelesaikan laporan kasus asuhan
keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah membantu hingga laporan kasus asuhan keperawatan
ini dapat terselesaikan, yang mana telah memberikan bimbingan dan bantuan
kepada penyusun.
Penyusun menyadari bahwa dalam menyusun laporan kasus asuhan
keperawatan ini masih jauh dari sempurna untuk itu kepada semua pihak,
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat
menunjang kesempurnaan laporan kasus asuhan keperawatan ini.
P enyusun
6
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
1. Bagi klien dan keluarga
Klien dapat menjaga pola tidur, pola makan, lingkungan sekitar agar
tetap bersih, menghindari stress, tetap semangat dalam pengobatan,
sehingga mempercepat dalam proses sembuh. Keluarga juga mampu
memberdayakan masalah kesehatan yang terjadi pada keluarganya.
2. Bagi masyarakat
Hasil dari penilitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi
masyarakat, khususnya penderita TB Paru mengenai tindakan
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
10
7
4) Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokoan berbentuk seperti pipa dengan panjang kurang lebih 10
cm. Di paru-paru trakea bercabang dua membentuk bronkus. Dinding
tenggorokan terdiri atas tiga lapisan berikut:
(1) Lapisan paling luar terdiri atas jarigan ikat.
(2) apisan tengah terdiri atas otot polos dan cincin tulang rawan.
Trakea tersusun atas 16-20 cincin tulang rawan yang berbentuk
huruf C. Bagian belakang cincin tulang rawan ini tidak
tersambung dan menenmpel pada esofagus. Hal ini berguna untuk
mempertahankan trakea tetap terbuka
(3) Lapisan terdalam terdiri atas jaringan epitelium bersilia yang
menghasilkan banyak lendir. Lendir ini berfungsi menangkap
debu dan mikroorganisme yang masuk saat menghirup udara.
Selanjutnya, debu dan mikroorganisme tersebut didorong oleh
gerakan silia menuju bagian belakang mulut.
Akhirnya, debu dan mikroorganisme tersebut dikeluarkan dengan cara
batuk. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang
masuk bersama udara pernapasan.
5) Cabang tenggorokan (Bronkus)
Bronkus merupakan cabang batang tenggorokan. Jumlahnya sepasang,
yang satu menuju paru-paru kanan dan yang satu menuju paru-paru
kiri. Bronkus yang ke arah kiri lebih panjang, sempit, dan mendatar
daripada yang ke arah kanan. Hal ini yang mengakibatkan paru-paru
kanan lebih mudah terserang penyakit. Struktur dinding bronkus
hampir sama dengan trakea. Perbedaannya dinding trakea lebih tebal
dripada dinding bronkus. Bronkus akan bercabang menjadi bronkiolus.
Bronkus kanan bercabang menjadi tiga bronkiolus sedangkan bronkus
kiri bercabang menjadi dua bronkiolus.
6) Bronkiolus
Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus. Bronkiolus bercabang-
cabang menjadi saluran yang semakin halus, kecil, dan dindingnya
9
1. Fisiologi pernapasan
Proses pernapasan pada manusia dapat terjadi secara sadar maupun
secara tidak sadar. Pernapasan secara sadar terjadi jika kita melakukan
pengaturan-pengaturan saat bernapas, misalnya pada saat latihan
dengan cara menarik napas panjang, kemudian menahannya beberapa
saat, lalu mengeluarkannya. Pernapasan secara tidak sadar yaitu
pernapasan yang dilakukan secara otomatis dan dikendalikan oleh
saraf di otak, mislanya pernapasan yang terjadi saat kita tidur.
Dalam pernapasan selalu terjadi dua siklus, yaitu inspirasi (menghirup
udara). Berdasarkan cara melakukan inspirasi dan ekspirasi serta
tempat terjadinya, manusia dapat melakukan dua mekanisme
pernapasan, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.
1) Pernapasan dada
Proses inspirasi ini diawali dengan berkontraksinya muskulus
interkostalis (otot antartulang rusuk), sehingga menyebabkan
terangkatnya tulang rusuk. Keadaan ini mengakibatkan rongga dada
membesar dan paru-paru mengembang. Paru-paru yang mengembang
menyebabkan tekanan udara rongga paru-paru menjadi lebih renda dari
tekanan udara luar. Dengan demikian, udara luar masuk ke dalam paru-
paru.
Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut:
a) Fase inspirasi
Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga
rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada
menjadi lebih kecil darpada tekanan di luar sehingga udara luar
yang kaya oksigen masuk.
b) Fase ekspirasi
Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara
tulang rusuk ke posisi semula yang diikuti oleh turunnya tulang
rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya,
tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan
11
luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya akan karbon
dioksida keluar.
2) Pernapasan perut
Mekanisme proses inspirasi pernapasan perut diawali dengan
berkontraksinya otot diafragma yang semula melengkung berubah
menjadi datar. Keadaan diafragma yang datar mengakibatkan rongga
dada dan paru-paru mengembang. Tekanan udara yang rendah dalam
paru-paru menyebabkan udara dari luar masuk ke dalam paru-paru.
Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni
sebagai berikut:
a) Fase inspirasi
Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma
mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi
kecil sehingga udara luar masuk.
b) Fase ekspirasi
Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma
(kembali keposisi semula, mengembang) sehingga rongga dada
mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar
dari paru-paru.
3) Pertukaran O2 dan CO2
a) Udara masuk ke alveolus (ke kapiler-kapiler darah) secara difusi.
b) Terjadi proses oksihemoglobin, yaitu hemoglobin (Hb) mengikat
O2.
c) O2 diedarkan oleh darah ke seluruh jaringan tubuh.
d) Darah melepaskan O2 sehingga oksihemoglobin menjadi
hemoglobin.
e) O2 digunakan untuk oksidasi menghasilkan energi + CO2+ uap air.
f) CO2 larut dalam darah dan diangkut darah ke paru-paru, masuk ke
alveolus secara difusi.
g) CO2 keluar melalui alat pernapasan di rongga hidung.
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) adapun faktor-faktor yang
memengaruhi fungsi pernapasan adalah sebagai berikut:
12
1) Posisi tubuh
Pada keadaan duduk atau berdiri pengembangan paru dan
pergerakan diafragma lebih baik daripada posisi datar atau
tengkurap sehingga pernapasan lebih mudah.
2) Lingkungan
Oksigen di atmosfer sekitar 21%, namun keadaan ini
tergantung dari tempat atau lingkungannya contoh: pada tempat
yang tinggi, dataran tinggi, dan daerah kutub akan membuat
kadar oksigen menjadi berkurang, maka tubuh akan
berkompensasi dengan meningkatkan jumlah pernapasan.
3) Polusi udara
Polusi udara yang terjadi baik karena industri maupun
kendaraan bermotor berpengaruh terhadap kesehatan paru-paru
dan kadar oksigen karena mengandung karbon monoksida yang
dapat merusak ikatan oksigen dengan hemoglobin.
4) Zat alergen
Beberapa zat alergen dapat memengaruhi fungsi pernapasan,
seperti makanan, zak kimia, atau benda sekitar yang kemudian
merangsang membran mukosa saluran pernapasan sehingga
mengakibatkan vasokonstriksi atau vasodilatasi pembuluh
darah, seperti pada pasien asma.
5) Gaya hidup dan kebiasaan
Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penyakit pernapasan
seperti emfisema, bronkitis, kanker, dan infeksi paru lainnya.
Penggunaaan alkohol dan obat-obatan memengaruhi susunan
saraf pusat yang akan mendepresi pernapasan sehingga
menyebabkan frekuensi pernapasan menurun.
6) Nutrisi
Nutrisi mengandung unsur nutrien sebagai sumber energi dan
untuk memperbaiki sel-sel rusak. Protein berperan dalam
pembentukan hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen
untuk disebarkan keseluruh tubuh.
13
2.1.3 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan dan sinar
ultraviolet. Terdapat 2 macam mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan
bovin. Basil tipe human berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal
dari penderita TB paru dan orang yang rentan terinfeksi bila menghirup bercak
ludah ini (Nurrarif & Kusuma, 2015).
Menurut (Puspasari, 2019) Faktor resiko TB paru sebagai berikut:
1. Kontak dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif.
2. Status imunocompromized (penurunan imunitas) misalnya kanker, lansia,
HIV.
3. Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme.
4. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes, kekurangan
gizi, gagal ginjal kronis.
5. Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang tinggi misal
Asia Tenggara, Haiti.
6. Tingkat di perumahan yang padat dan tidak sesuai standart.
7. Pekerjaan misalnya petugas pelayanan kesehatan.
14
2.1.4 Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit : (Puspasari, 2019)
a. Tuberkulosis paru
TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap
sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
b. Tuberkulosis ekstra paru
TB yang terjadi pada organ selain paru misalnya kelenjar limfe,
pleura, abdomen, saluran kencing, kulit, selaput otak, sendi dan tulang
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
a. Klien baru TB: klien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB
paru sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari
satu bulan (< 28 dosis).
b. Klien yang pernah diobati TB: klien yang sebelumnya pernah menelan
OAT selama satu bulan atau lebih (≥ 28 hari).
c. Klien berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
d. Klien kambuh: klien TB paru yang pernah dinayatakn sembuh dan
saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologi
e. Klien yang diobati kembali setelah gagal: klien TB paru yang pernah
diobati dan gagal pada pengobatan terakhir.
f. Klien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):
klien TB paru yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow-up
(dikenal sebagai pengobatan klien setelah putus berobat).
g. Lain-lain: klien TB paru yang pernah diobati tetapi hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat:
Pengelompokkan penderita TB berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji
dari mycobacterium tuberculosis terhadap OAT:
a. Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja.
15
b. Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
c. Multidrug resisten (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
d. Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR sekaligus resisten
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah
satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin,
Amikasin).
e. Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi.
4. Klasifikasi penderita TB berdasarkan status HIV:
a. Klien TB dengan HIV positif
b. Klien TB dengan HIV negatif
c. Klien TB dengan status HIV tidak diketahui
2.1.5 Patofisiologi
Menurut Darliana (2011), Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari
pasien TB paru ketika pasien batuk, bersin, tertawa. Droplet nuclei ini
mengandung basil TB dan ukurannya kurang dari 5 mikron dan akan melayang-
layang di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil TB. Saat Mikrobacterium
Tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru maka dengan segera akan tumbuh
koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya melalui serangkaian reaksi
imunologis, bakteri TB paru ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan
dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan
dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TB
paru akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Sistem imun
tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan
makrofag) menelan banyak bakteri; limpospesifik-tuberkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, yang menyebabkan bronkopneumonia dan
infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu setelah pemajanan.
16
Bersin, batuk
TB Paru
Sel mukus berlebihan Menginfeksi jaringan jantung Konsentrasi Plasma Penyebaran hematogen TB menginfeksi tulang
Kurang nafsu
darah makan belakang
Peningkatan produksi Penyumbatan Kerusakan jaringan
B1 (Breathing)
mukus pembuluh darah Merangsang hipotalamus Nyeri
meningkatkan patokan suhu Anoreksia
Penurunan
Aliran darah turun kemampuan ginjal
Akumulasi sekret pada saluran Kelemahan
pernapasan meningkat Menggigil, meningkatkan Penurunan berat
Suplai O2 Turun suhu basal badan
Gangguan Eliminasi Intoleransi
Udara terperangkap dalam Urine Aktivitas
Iskemik
alveoli Hipertermia Defisit Nutrisi
Perfusi Perifer
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Tidak Efektif
2. Gangguan Pertukaran
Gas
18
d. Nyeri dada
Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila yang dirasakan
berada pada tempat patologi yang terjadi, tapi dapat beralih ke tempat
lain seperti leher,abdomen dan punggung. Bersifat pluritik apabila
nyeri yang dirasakan akibat iritasi pleura parietalis yang terasa tajam
seperti ditusuk-tusuk pisau (Smeltzer & Bare,2013).
2.1.7 Komplikasi
Menurut Wahid&Imam (2013), komplikasi yang muncul pada TB
paru yaitu :
1. Pneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
2. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) di paru.
3. Penyebaran infeksi keorgan lainnya seperti otak,tulang, persendian,
ginjal dan sebagainya.
4. Insufisiensi kardiopulmonal (Chardio Pulmonary Insufficiency).
5. Hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah) yang
mengakibatkan kematian karena terjadinya syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan pernafasan.
2. Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengumpulkan 3 contoh uji
dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan berupa Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS) :
S (sewaktu) : Dahak ditampung saat pasien TB datang berkunjung
pertama kali ke pelayanan kesehatan. Saat pulang pasien membawa sebuah
pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.
P (pagi) : Dahak ditampung pasien pada hari kedua,setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan kepada petugas pelayanan kesehatan.
S (sewaktu) : Dahak ditampung pada hari kedua setelah saat
menyerahkan dahak pagi.
b. Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi mycbacterium
tuberculosis.
c. GeneXpert MTB/RIF (Tes Cepat Molekuler)
Pemeriksaan TCM dengan GeneXpert merupakan satu – satunya
pemeriksaan molekuler yang mencakup seluruh elemen reaksi yang
diperlukan termasuk seluruh reagen yang diperlukan untuk proses PCR
(Polymerase Chain Reaction) dalam satu katrid. Pemeriksaan GeneXpert
mampu mendeteksi DNA MTB kompleks secara kualitatif dari spesimen
langsung, baik dari dahak maupun non dahak. Selain mendeteksi MTB
kompleks, pemeriksaan GeneXpert juga mendeteksi mutasi pada gen rpoB
yang menyebabkan resistansi terhadap rifampisin. Pemeriksaan GeneXpert
dapatmendiagnosis TB dan resistansi terhadap rifampisin secara cepat dan
akurat, namun tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan lanjutan
(monitoring) pada pasien yang mendapat pengobatan (Kemenkes,2017).
3. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
mycobacterium tuberculosis terhadap OAT. Pemeriksaan uji kepekaan obat
harus dilakukan oleh laboratorium yang telah lulus uji pemantapan mutu atau
quality assurance. (Kemenkes,2014).
21
Efek samping obat ini yaitu terjadi perubahan warna orange pada
urine dan air mata dan gangguan saluran pencernaan.
3) Etambutol (E)
Etambutol bertujuan untuk mencegah resistensi terhadap obat
yang lain.
4) Pirazinamid (Z)
Obat ini bersifat bakterisid dan memiliki efek samping rasa mual
yang disertai nyeri ulu hati dan muntah.
5) Streptomisin
Efek samping dari obat streptomisin yaitu rasa kesemutan
didaerah mulut dan muka setelah obat disuntikan.
4) Kesehatan keluarga
Tanyakan apakah penyakit TB paru pernah dialami oleh anggota
keluarga lain sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah
2. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan sangat mendukung untuk
mengetahui masalah pada klien dengan gangguan sistem pernafasan.
Pemeriksaan ini meliputi :
- Inspeksi
Pemeriksaan dengan melihat keadaan umum sistem pernafasan serta
menilai adanya tanda-tanda abnormal misalnya adanya sianosis, pucat,
kelelahan, sesak nafas, batuk dan menilai adanya sputum Palpasi
rongga dada
- Palpasi
Pemeriksaan dengan palpasi bertujuan untuk mendeteksi kelainan
seperti peradangan di daerah setempat. Cara palpasi dapat dilakukan
dari belakang dengan meletakkan kedua tangan di kedua sisi tulang
belakang. Jika di daerah puncak paru terdapat fibrosis seperti proses TB
paru, tidak akan ditemukan pengembangan di bagian atas thorak.
- Perkusi
Perkusi atau pengetukan dada akan menghasilkan vibrasi pada dinding
dada dan organ paru di bawahnya akan diterima oleh pendengaran
pemeriksa. Perkusi yang dilakukan diatas organ yang padat atau yang
berisi cairan akan menimbulkan bunyi yang memiliki amplitudo rendah
dan frekuensi tinggi yang disebut suara pekak.
- Auskultasi
Auskultasi merupakan mendengarkan suara yang berasal dari dalam
tubuh dengan cara menempelkan telinga ke dekat sumber bunyi dengan
menggunakan stetoskop. Pada klien dengan TB paru timbul suara ronki
basah, kasar dan nyaring akibat peningkatan produksi sekret pada
saluran pernafasan.
27
b. B2 (Blood)
• Inspeksi
1. Inspeksi adanya parut pasca pembedahan jantung. Posisi parut
dapat memberikan petunujuk mengenai lesi katup yang telah
dioperasi
2. Denyut apeks : posisinya yang normal adalah pada interkostal kiri
ke – 5 berjarak 1 cm medial dari garis midklavikula.
• Palpasi
Tujuannya adalah mendeteksi kelainan yang tampak saat inspeksi.
Teknik yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Palpasi dilakukan dengan menggunakan telapak tangan,
kemudian dilanjutkan dengan tekanan yang sedikit keras.
2. Pemeriksa berdiri di kanan klien, minta klien duduk kemudian
berbaring telentang. Pemeriksa meletakkan tangan di prekordium,
samping sternum dan lakukan palpasi denyut apeks.
3. Berikan tekanan yang lebih keras pada telapak tangan. Kemudian
tangan ditekan lebih keras untuk menilai kekuatan denyut apeks.
4. Kaji denyut nadi arteri, tarikan dan getaran denyutan.
• Perkusi
Pemeriksaan perkusi pada jantung biasanya jarang dilakukan jika
pemeriksaan foto rontgen toraks telah dilakukan. Tetapi pemeriksaan
perkusi ini tetap bermanfaat untuk menentukan adanya kardiomegali, efusi
perikardium, dan aneurisma aorta. Foto rontgen toraks akan menunjukkan
daerah redup sebagai petunjuk bahwa jantung melebar.
• Auskultasi
1. Katup Pulmonal
Terdengar lebih jelas pada interkosta ke – 2 dan ke – 3 kiri sternum
2. Katup aorta
Terdengar lebih jelas pada sternum, lebih rendah dan lebih medial
daripada katup pulmonal
3. Katup mitral
28
Terdengar lebih jelas pada sternum, dekat batas atas sendi antara
interkosta ke – 4 dan sternum
4. Katup trikuspidalis
Terdengar lebih jelas pada sternum, sesuai garis penghubung
proyeksi katup mitral dengan sendi antara sternum dengan
interkosta ke – 5 kanan.
5. Auskultasi jantung
c. B3 (Brain)
• Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan kepala sebagai bagian pengkajian kardiovaskuler
difokuskan untuk mengkaji bibir dan cuping telinga untuk mengetahui
adanya sianosis perifer.
• Pemeriksaan raut muka
1. Bentuk muka : bulat, lonjong dan sebagainya
2. Ekspresi wajah tampak sesak, gelisah, kesakitan
3. Tes saraf dengan menyeringai, mengerutkan dahi untuk
memeriksa fungsi saraf VII
• Pemeriksaan bibir
1. Biru (sianosis) pada penyakit jantung bawaan dan lainnya
2. Pucat (anemia)
• Pemeriksaan mata
1. Konjungtiva
- Pucat (anemia)
- Ptekie (perdarahan di bawah kulit atau selaput lendir) pada
endokarditis bakterial
2. Sklera
Kuning (ikterus) pada gagal jantung kanan, penyakit hati dan
lainnya.
3. Kornea
Arkus senilis (garis melingkar putih atau abu – abu di tepi kornea)
berhubungan dengan peningkatan kolesterol atau penyakit jantung
koroner.
29
4. Funduskopi
Yaitu pemeriksaan fundus mata menggunakan opthalmoskop
untuk menilai kondisi pembuluh darah retina khususnya pada klien
hipertensi.
5. Pemeriksaan neurosensori
Ditujukan terhadap adanya keluhan pusing, berdenyut selama
tidur, bangun, duduk atau istirahat dan nyeri dada yang timbulnya
mendadak. Pengkajian meliputi wajah meringis, perubahan postur
tubuh, menangis, merintih, meregang, menggeliat, menarik diri dan
kehilangan kontak mata.
d. B4 (Bladder)
Output urine merupakan indiktor fungsi jantung yang penting. Penurunan
haluaran urine merupakan temuan signifikan yang harus dikaji lebih lanjut
untuk menentukan apakah penurunan tersebut merupakan penurunan produksi
urine (yang terjadi bila perfusi ginjal menurun) atau karena ketidakmampuan
klien untuk buang air kecil. Daerah suprapubik harus diperiksa terhadap
adanya massa oval dan diperkusi terhadap adanya pekak yang menunjukkan
kandungkemih yang penuh (distensi kandung kemih).
e. B5 Bowel)
Pengkajian harus meliputi perubahan nutrisi sebelum atau pada masuk
rumah sakit dan yang terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit.
Kaji penurunan turgor kulit, kulit kering atau berkeringat, muntah dan
perubahan berat badan Refluks hepatojuguler.
f. B6 (Bone)
Pengkajian yang mungkin dilakukan adalah sebagai berikut :
- Keluhan lemah, cepat lelah, pusing, dada rasa berdenyut dan berdebar
- Keluhan sulit tidur (karena adanya ortopnea, dispnea nokturnal
paroksimal, nokturia dan keringat pada malam hari)
- Istirahat tidur : kaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam klien
tidur dalam 24 jam dan apakah klien mengalami sulit tidur dan
bagaimana perubahannya setelah klien mengalami gangguan pada
30
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur
2 Bersihan jalan napas Bersihan jalan nafas Manajemen Jalan Nafas Buatan (I.01012 Hal.
tidakefektif yang (SLKI,L.01001, Hal18) 187)
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Observasi
penumpukan sputum, keperawatan selama 1x7 jam 1. Monitor posisi selang endotrakeal (ETT),
peningkatan sekresi diharapkan penurunan produksi terutama setelah mengubah posisi
sekret, dan penurunan sekret, obstruksi jalan nafas untuk 2. Monitor tekanan balon ETT setiap 4-8
kemampuan batuk mempertahankan kepatenan jalan jam
(ketidakmampuan nafas. Dengan kriteria hasil : 3. Monitor area stoma trakeostomi (mis.
batuk/batuk efektif). 1. Produksi sputum menurun Kemerahan, drainase, perdarahan)
(D.0001 Hal. 18) skor 5 Terapeutik
2. Dispnea menurun skor 5 1. Kurangi tekana balon secara periodik
3. Sulit berbicara sedang skor setiap shif
3 2. Pasang oropharingeal airway (OPA)
4. Sianosis menurun skor 5 untuk mencegah ETT tergigit
5. Frekuensi nafas membaik 3. Cegah ETT terlipat (kinking)
skor 5 4. Berikan pre0oksigenasi 100% selama 30
6. Pola nafas membaik skor 5 detik (3-6 kali ventilasi) sebelum dan
setelah pengisapan
5. Berikan volume pre-oksigenasi (bagging
atau ventilasi mekanik) 1,5 kali volume
tidal
6. Lakukan pengisapan lendir kurang dari
15 detik jika diperlukan (bukan secara
34
berkala/rutin)
7. Gantik fikasi ETT setiap 24 jam
8. Ubah posisi ETT secara bergantian (kiri
dan kanan) setiap 24 Jam
9. Lakukan perawatan mulut(mis, dengan
sikat gigi,kasa,pelembab bibir)
10. Lakukan perawatan trakeostomi
Edukasi
Jelaskan pasien dan/atau keluarga tujuan dan
prosedur pemasangan jalan nafas buatan
Kolaborasi
Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk
mocus plug yang tidak dapat di lakukan
pengisapan
3 Intoleransi aktifitas Toleransi aktivitas SLKI (L.05047 Manajemen energi (I.05178 hal. 176)
berhubungan dengan hal 149) Obsevasi
ketidakseimbangan antara Setelah di lakukan tindakan selama 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
suplai dan kebutuhan 1x7 jam di harapkan respon mengakibatkan kelelahan
oksigen (D.0057 Hal.126) fidiologis terhadap aktivitas yang 2. Monitor kelelahan fisik
membutuhkan tenaga dengan 3. Monitor pola dan jam tidur
kriteria hasil : 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
1. Frekuensi nadi meningkat skor 5 selama melakukan aktivitas selama
2. Saturasi oksigen meningkat skor melakukan aktivitas
5 Terapeutik
3. Kemudahan dalam melakukan 1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan
aktivitas sehari-hari meningkat rendah stimulus (mis. Cahaya, suara,
skor 5 kunjungan)
4. Kecepatan berjalan meningkat 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif
35
6 Hipertermia berhubungan (L.14134 Hal. 129) Manajemen hipertermia (I.15506 Hal. 181)
dengan proses penyakit Setelah dilakukan asuhan Observasi :
(D.0130 Hal. 284 ) keperawatan selama 1x7 jam 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis.
diharapkan termoregulasi teratasi dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
dengan kriteria hasil : penggunaan inkubator)
1. Menggigil cukup menurun 2. Monitor suhu tubuh
(Skor 4) 3. Monitor haluaran urine
2. Pucat cukup menurun (Skor Terapeutik :
4) 1. Sediakan lingkungan yang dingin.
3. Takikardi cukup menurun 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian.
(Skor 4) 3. Berikan cairan oral
4. Suhu tubuh cukup membaik 4. Ganti linen setiap hari atau lebih sering
(Skor 4) jika mengalami hiperhidrosis (keringat
5. Suhu kulit cukup membaik berlebih)
(Skor 4) 5. Lakukan pendinginan eksternal (mis.
selimut hipotermia, atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
6. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
39
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
7 Gangguan eliminasi urin (L.04034 Hal.24) Manajemen eliminasi urine (I.04152)
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Observasi
penurunan kapasitas keperawatan selama 1x7 jam 1. Monitor eliminasi urine
kandung kemih (SDKI diharapkan eliminasi urine Terapeutik
D.0040 Hal 96) membaik dengan kriteria hasil : 1. Batasi asupan cairan
1. Volume residu urine menurun 2. Ambil sampel tengah atau kultur
skor 5 Edukasi
2. Frekunsi BAK membaik skor 5 1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran
3. Karakteristik membaik skor 5 kemih
2. Anjurkan minum yang cukup
3. Anjurkan mengurangi minum menjelang
tidur
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat supositoria
uretra
40
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 31 mei 2022, pukul 14:15 WIB di
ruang IRNA 4 RSKI Universitas Airlangga Surabaya, dengan teknik anamnesa
(wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan data dari buku status pasien)
Didapatkan hasil sebagai berikut :
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. E
Umur : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Kalikepiting jaya 9/30
Tgl MRS : 20 Mei 2022
Diagnosa Medis : TB Ontherapy + cardiomegali +ADHF
45
42
kKeterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Meninggal
: Klien
... : Tinggal Serumah
: Hubungan Keluarga
Tingkat kesadaran klien compos menthis, bentuk badan klien kurus, cara
berbaring/bergerak semifowler, cara berbicara klien baik/jelas, suasana hati klien
sedih, penampilan klien cukup rapi, fungsi kognitif klien, orientasi waktu yaitu
klien dapat membedakan pagi, siang dan malam, orientasi orang yaitu klien dapat
membedakan keluarga dengan perawat, orientasi tempat yaitu klien mengetahui
bahwa dirinya berada di Rumah Sakit, klien tidak berhalusinasi, proses berpikir
klien baik, insight klien baik, mekanisme pertahanan diri klien adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Suhu/T tubuh 36,2 0C (Axilla), Nadi/HR 69 x/menit, pernapasan/RR 27
x/menit, tekanan Darah/BP 100/88 mmHg Spo2:98%
cahaya kiri dan kanan positif, tidak ada nyeri, tidak ada vertigo, gelisah, aphasia,
kesemutan, bingung dan lain-lain.
3.1.6.1 Uji Syaraf Kranial
3.1.6.1.1 Nervus Kranial I : Olfaktorius Normal, klien dapat mencium bau
bauan seperti minyak telon
3.1.6.1.2 Nervus Kranial II : Optikus Normal, klien dapat melihat jelas
orang di Sekitarnya
3.1.6.1.3 Nervus Kranial III : Okulomotor Normal, pupil dapat berkontraksi
saat melihat cahaya
3.1.6.1.4 Nervus Kranial IV : Troklearis Normal, klien dapat menggerkan
bola mata ke atas ke bawah
3.1.6.1.5 Nervus Kranial V : Trigeminus Normal, klien dapat mengunyah
makanan seperti nasi
3.1.6.1.6 Nervus Kranial VI : Abdusen Normal, klien dapat melihat ke
samping
3.1.6.1.7 Nervus Kranial VII : Fasialis Normal, klien dapat tersenyum
3.1.6.1.8 Nervus Kranial VIII : Vestibulokoklearis Normal, klien dapat
mendengarkan perkataan
3.1.6.1.9 Nervus Kranial IX : Glosofaringeal Normal, klien dapat
membedakan rasa pahit dan manis
3.1.6.1.10 Nervus Kranial X : Vagus Normal, klien berbicara dengan jelas
3.1.6.1.11 Nervus Kranial XI : Aksesorius Normal, klien dapat menggerakan
Tubuhnya
3.1.6.1.12 Nervus Kranial XII : Hipoglossus Normal, klien dapat mengantur
lidahnya
3.1.6.2 Uji Koordinasi
Ekstrimitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif, ekstrimitas bawah
tumit jempol ke kaki positif
3.1.6.3 Uji Kestabilan tubuh
Refleks positif, uji sensasi baik
Masalah Keperawatan : Tidak ada
45
3.1.11.1 Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan normal, gerakan bola mata normal, sklera normal/putih,
konjunctiva anemis, dan tidak menggunakan alat bantu
3.1.12 Telinga / Pendengaran
Telinga/pendengaran baik, fungsi pendengaran baik
3.1.13 Hidung / Penciuman
Bentuk hidung simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan
Masalah Keperawatan : Tidak ada
3.6.2 LABORATORIUM
3.6.2.1 Hasil Laboratorium Hematologi pada Tanggal 20 Mei 2022
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 15.1 13.2-17.3 g/dl
Lekosit 11.91 6.0-12.0 10ˆ3/uL
Eritrosit 5.20 4.4-5.9 10ˆ3/uL
Hematokrit 43.2 40-52 %
Trombosit 236 150-440 10ˆ3/uL
MCV 83.1 80-100 fL
MCH 29.0 26-34 Pg
MCHC 35.0 32-36 g/dl
RDW 19.5 11.5-14.5 %
MPV 10.8 6.8-10 Fl
3.6.2.2 Hasil pemerksaan laboratorium klinik kimia elektrolit pada tanggal 01 juni
2022
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
mg mengobati tuberkulosis.
9 Bisoprolol 1x1,25 Oral Obat untuk mengatasi hipertensi atau
(Bila N tekanan darah tinggi, angina pektoris,
>100x/m) aritmia, dan gagal
(TUNDA) jantung. Bisoprolol termasuk ke dalam
golongan obat penghambat beta (beta
blockers). Bisoprolol bekerja dengan
cara memperlambat detak jantung dan
menurunkan tekanan otot jantung saat
berdetak
10 Vip Albumin 3x2 Oral Suplemen makanan untuk
tab meningkatkan kadar albumin dan
hemoglobin sekaligus menjaga daya
tahan tubuh.
11 Spironolactone 2x50 Oral obat yang digunakan untuk menurunkan
mg tekanan darah pada hipertensi. Obat ini
juga dapat digunakan untuk menangani
sembap atau edema akibat gagal
jantung, hipokalemia, sirosis, atau
penyakit ginjal dan kondisi ketika tubuh
terlalu banyak memproduksi hormon
aldosterone (hiperaldosteronisme). obat
yang digunakan gagal jantung, sirosis
hati
12 KSR 2x1tab Mengandung Potasium Clorida atau
kcl. Digunakan untuk membantu
mengobati dan mencegah hipokalemia
(menurunnya kadar kalium di dalam
darah).
13 Ranitidine 2x1 Obat yang digunakan untuk mengobati
ampul gejala atau penyakit yang berkaitan
dengan produksi asam lambung
berlebih.
14 Dexamethasone 2x1 IV Obat antiradang yang digunakan pada
ampul berbagai kondisi peradangan, seperti
reaksi alergi, penyakit autoimun, atau
radang sendi.
15 Furosemide 2x20 IV Obat untuk mengatasi penumpukan
mg cairan di dalam tubuh atau
edema. Obat yang termasuk ke dalam
kelompok diuretik ini juga bisa
digunakan untuk mengatasi tekanan
darah tinggi atau
hipertensi. Furosemide bekerja dengan
cara menghalangi penyerapan natrium
di dalam sel-sel tubulus ginjal
52
Kelompok 1
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
Gangguan Integritas
Kulit
Lemas, Lemah
Ketidakseimbangan
Elektrolit
DS : Klien Mengatakan Memenuhi Kebutuhan Kesiapan Peningkatan
Bibir Sariawan Metabolisme Keseimbangan Cairan
DO :
- Klien tampak lemah Pola Asupan Cairan
- Klien tampak Pucat Yang Cukup
- Klien tampak masih
bias mengunyah Makan Teratur Dan
- Klien tampak masih Adekuat
bias minum
- Natrium Hasil 123 Mengekspresikan
Mmol/L Keinginan Untuk
- Kalium Hasil 3.1 Cairan
Mmol/L
Penyiapan Dan
Penyiapan Makanan
Dan Minuman Yang
Aman
Perilaku Upaya
Peningkatan
Kesehatan
Kesiapan
Peningkatan
Keseimbangan
55
Cairan
56
PRIORITAS MASALAH
1. Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan penurunan ekspansi
paru
2. Ketidakeimbangan elektrolit berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan
3. Kesiapan Peningkatan Keseimbangan Cairan Berhubungan untuk
meningkatkan makan dan minum dengan memenuhi kebutuhan
metabolisme.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekurangan/kelebihan
volume cairan
5. Defisit Nutrisi Berhubungan Dengan Faktor Psikologis (Keengganan
Untuk Makan )
6. Intoleransi Aktivitas Berhubungan Dengan Ketidakmampuan Antara
Suplai Dan Kebutuhan Oksigen
57
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. E
Ruang Rawat : IRNA 4
DAFTAR PUSTAKA