Anda di halaman 1dari 75

LAPORAN STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

M
DENGAN DIAGNOSA MEDIS TB PARU DI INSTALASI RAWAT INAP
3A RUMAH SAKIT KHUSUS INFEKSI UNIVERSITAS AIRLANGGA

Di Susun Oleh :
KELOMPOK IV
1. Kris Pernando 2022.04.14901.037
2. Kulviyansari Ayu Fitria 2022.04.14901.040
3. Lisa Margareta 2022.04.14901.043
4. Loren 2022.04.14901.044
5. Melatia Paska 2022.04.14901.046
6. Ni Ketut Dika Novita 2022.04.14901.048
7. Nia Rahmawati 2022.04.14901.049
8. Purnadi Nakalelu 2022.04.14901.055

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan studi kasus ini dengan judul “Laporan Studi Kasus Asuhan Keperawatan
Pada Tn. M dengan Diagnosa Medis TB Paru di Instalasi Rawat Inap 3A Rumah
Sakit Khusus Infeksi Universitas Airlangga” .
Penyusunan laporan studi kasus ini bertujuan untuk memenuhi tugas
Praktik Keperawatan Medikal Bedah II pada Program Profesi Ners. Penulis
menyadari bahwa penyusunan laporan studi kasus ini tidak lepas dari bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk itu perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1) Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes, selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2) Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep, selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3) Ibu Karmita Yanra Katimenta, Ns., M. Kep selaku Pembimbing Akademik
yang telah banyak memberi arahan, masukan dan bimbingan dalam
penyelesaian laporan studi kasus dan asuhan keperawatan ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan studi kasus ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan studi kasus selanjutnya. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat,
akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Palangka Raya, 17 Februari 2023


Penulis

Kelompok IV

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................. 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6
2.1 Konsep Penyakit Tuberkulosis Paru................................................... 6
2.1.1 Definisi Tuberkulosis Paru..................................................... 6
2.1.2 Anatomi Fisiologi .................................................................. 6
2.1.3 Etiologi ..................................................................................11
2.1.4 Klasifikasi...............................................................................12
2.1.5 Patofisiologi (WOC)...............................................................13
2.1.6 Manifestasi Klinis...................................................................16
2.1.7 Komplikasi..............................................................................17
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang..........................................................18
2.1.9 Penatalaksanaan Medis...........................................................19
2.2 Managemen Asuhan Keperawatan.....................................................21
2.2.1 Pengkajian...............................................................................21
2.2.2 Diagnosa keperawatan............................................................23
2.2.3 Intervensi Keperawatan..........................................................25
2.2.4 Implementasi Keperawatan.....................................................38
2.2.5 Evaluasi...................................................................................38
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN (PASIEN KELOLAAN) ......................39
3.1 Pengkajian Keperawatan.....................................................................39
3.2 Analisa Data........................................................................................50
3.3 Diagnosa Keperawatan........................................................................52
3.4 Intervensi Keperawatan.......................................................................53
3.5 Implementasi Keperawatan.................................................................56
3.6 Evaluasi...............................................................................................59
BAB 4 PEMBAHASAN......................................................................................65
4.1 Pengkajian Keperawatan....................................................................65
4.2 Diagnosa Keperawatan.......................................................................66
4.3 Intervensi Keperawatan......................................................................67
4.4 Implementasi Keperawatan................................................................67
4.5 Evaluasi..............................................................................................68
BAB 5 PENUTUP................................................................................................70
5.1 Kesimpulan.........................................................................................70
3.1 Saran....................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberculosis paru (TB paru atau biasa disebut TBC) merupakan salah satu
penyakit infeksi yang prevalensinya paling tinggi di dunia. TB paru merupakan
penyakit infeksi kronik dan menular yang erat kaitannya dengan keadaan
lingkungan dan prilaku masyarakat. Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini dapat menularka
nmelalui percikan ludah, bersin dan batuk yang ditularkan melalui udara. Penyakit
TB paru biasanya menyerang paru akan tetapi dapat pula menyerang organ tubuh
lain (Depkes RI, 2008)
Menurut World Health Organization (WHO) sejak tahun 2010 hingga
Maret 2011, tercatat 430.000 penderita TB paru dengan korban meninggal
sejumlah 61.000 (WHO, 2012). Di Indonesia, tuberculosis merupakan masalah
utama kesehatan masyarakat dengan jumlah menempati urutan ke-3 terbanyak di
dunia setelah Cina dan India, dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah klien
tuberculosis di dunia. Diperkirakan terdapat 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang setiap tahunnya (Riskesdas, 2013). Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur (2014), merujuk pada hasil survei terakhir tahun 2014 tentang prevalensi
penyakit TB paru didapatkan angka 165 per 100.000 penduduk (Dinkes Jatim,
2014)
Salah satu Negara berkembang yang terinfeksi kasus TB adalah Indonesia.
Indonesia menempati peringkat ketiga jumlah penderita RB di dunia, setelah India
(1.762.000) dan China (1.459.000). Depkes RI memperkirakan bahwa setiap
tahunnya terdapat 528.000 kasus TB baru TB di Indonesia. Perkiraan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) 2 tersebut mengacu pada hasil suvei
dari seluruh rumah sakit (RS) yang menyatakan bahwa 220.000 orang pasien
oenderita TB baru per tahun atau 500 orang penderita per hari, inilah yang
membuat Indonesia menduduki peringkat ke 3 di dunia dalam jumlah penderita
TB. Secara umum dapat disimpulkan bahwa setiap hari 5.000 orang
meninggalakibat TB, setiap jam 833 orang jatuh sakit TB, setiap menit 13 orang

1
2

jatuh sakit TB, setiap jam 208 orang meninggal akibat TB, setiap menit 3 orang
meninggal akibat TB, dan setiap detik orang terinfeksi TB. (Riskesdes,2014)
Pengobatan TB paru dapat dilaksanakan secara tuntas dengan kerjasama
yang baik antara penderita TB Paru dan tenaga kesehatan atau lembaga kesehatan,
sehingga penyembuhan klien dapat dilakukan secara maksimal (Aditama, 2006).
Penanganan TB paru oleh tenaga dan lembaga kesehatan dilakukan menggunakan
metode Direct Observe Treatment Shortcourse (DOTS) atau observasi langsung
untuk penanganan jangka pendek. DOTS terdiri dari lima hal, yaitu komitmen
politik, pemeriksaan dahak di laboratorium, pengobatan berkesinambungan yang
harus disediakan oleh negara, pengawasan minum obat dan pencatatan laporan
(Resmiyati, 2014).
Penyakit Tubercolusis bila tidak diobati akan menjadi sumber penularan,
bagi keluarga, masyarakat, terutama anak-anak yang sangat rentan terjadi
penularan berkaitan dengan daya tahan tubuh, bagi klien akan berdampak seperti
Batuk Darah (=Hemoptysis, Hemoptoe), TB Larings, Pleuritis Eksudatif,
Pnemotoraks, Hidropnemotoraks, Empiema/Piotoraks, dan Pnemotoraks, Abses
Paru, Cor Pulmonale (Danusantoso, 2000). Gejala Tubercolusis yaitu batuk
berdahak lebih dari 2 minggu, batuk darah, nyeri dada, badan panas sampai
menggigil, keringat malam hari tanpa aktifitas, gangguan mentruasi, anoreksia
dan lemah badan (Mukty, 2014)
Masalah keperawatan yang sering muncul pada pasien TB antara lain
bersihan jalan napas tidak efektif, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, dan hipertermia (Nurarif, 2015). Peran perawat dalam 3
mengatasi hal tersebut antara lain membersihkan jalan napas dengan mengajarkan
batuk efektif, membersihkan secret, mengatur kebutuhan kalori yang dibutuhkan
pasien, dan kolaborasi dalam pemberian terapi obat-obatan (Soemantri, 2014).
Keberhasilan pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan klien dan
dukungan dari keluarga. Dampak yang akan muncul bila tidak segera tertangani
adalah meningkatnya angka kematian akibat penyakit tuberculosis (Amin dan
Bahar, 2015).
Kepatuhan dapat diukur dengan menggunakan dua definisi, yaitu definisi
yang beriorientasi pada proses dan definisi yang berorientasi pada dampak
3

pengobatan. Indikator-indikator yang beriorientasi pada proses menggunakan


variable-variabel seperti penetapan janji untuk bertemu (antara dokter dan pasien)
atau pengambilan obat digunakan sebagai ukuran kepatuhan. Sedangkan definisi-
definisi yang beriorientasi pada dampak menggunakan hasil akhir pengobatan,
seperti angka kesembuhan sebagai salah satu indicator keberhasilan pengobatan
TB Paru (WHO, 2003 dalam hayati 2011). Alasan yang paling banyak
diungkapkan oleh responden yang patuh adalah karena ingin cepat sembuh dari
penyakitnya, bisa beraktivitas kembali seperti biasa sebelum sakit. Dukungan
keluarga sangat penting untuk mendorong pasien agar patuh meminum obat.
Dukungan keluarga sangat penting untuk mendorong pasien agar patuh dalam
meminum obatnya, memberi dorongan keberhasilan pengobatan dan tidak
mengindari pasien karena penyakitnya (BPOM,2006)
Secara umum, istilah kepatuhan (compkiance atau adherence)
didiskripsikan dengan sejauh mana pasien mengikuti instruksi-instruksi atau saran
medis. Terkait dengan terapi obat, kepatuhan pasien didefinisikan sebagai derajat
kesesuaian antara riwayat dosis obat yang diresepkan. Oleh karena itu,
pengukuran kepatuhan pada jangka panjang terhadap penyakit kronis di Negara
maju hanya 50% sedangkan di Negara berkembang, jumlahnya jauh lebih rendah.
Berdasarkan Global Tuberculosis Control WHO Report 2007, Indonesia sebagai
Negara yang sedang berkembang, berada diperingkat ketiga jumlah kasus
tuberculosis tersebar.Kepatuhan pasien sangat dituntut dalam menjalani
pengobatan 4 jangka panjang.Dengan upaya patuh dalam minum obat diharapkan
kemampuan bakteri dalam tubuh dapat berkembang dam mati.kepatuhan minum
obat ini diperlukan pada seluruh penyakit terutama TBC dan AIDS
yangmembutuhkan pengawasan ekstra dalam pengobatannya
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dan beberapa jenis, dalam
jumlah cukup dan dosis yang tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman
(termasuk kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan lanjutan
ditelan sebagai dosis tunggal dan sebaiknya ditelan pada saat perut kosong. Hal ini
berhubungan dengan biovabilitas. Apabila panduan obat yang dugunakan tidak
adekuat (jenis,dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman akan berkembang
menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk itu, diperlukan pengawasan langsung
4

agar menjamin kepatuhan pasien dalam meminum obat. (Pedoman Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis 2013)
Berdasarkan data tersebut maka diperoleh gambaran bahwa masalah
penyakit TB perlu mendapatkan perhatian, penanganan, dan pencegahan yang
baik. Berdasarkan alasan tersebut sehingga penulis tertarik untuk memilih judul
Asuhan Keperawatan pada Klien Tuberculosis

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil suatu rumusan
masalah, yaitu Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Tn. M dengan diagnosa
medis TB Paru.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu memahami konsep Tuberculosis dan mempelajari Asuhan
Keperawatan pada pasien yang mengalami Tuberculosis serta memberi
pemahaman pada penulis agar dapat belajar dengan lebih baik lagi.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun Tujuan Khusus penulisan Laporan Pendahuluan ini yaitu penulis
mampu :
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep penyakit Tuberculosis Paru.
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan manajemen asuhan keperawatan pada
pasien Tuberculosis Paru.
1.3.2.3 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien Tn. M dengan
diagnosa medis Tuberculosis Paru.
1.3.2.4 Mahasiswa mampu menentukan diagnosa pada Tn. M dengan diagnosa
medis Tuberculosis Paru.
1.3.2.5 Mahasiswa dapat menentukan intervensi pada Tn. M dengan diagnosa
medis Tuberculosis Paru.
1.3.2.6 Mahasiswa dapat melakukan implementasi pada Tn. M dengan diagnosa
medis Tuberculosis Paru.
1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Tn. M dengan diagnosa
medis Tuberculosis Paru.
5

1.3.2.8 Mahasiswa mampu membuat dokumentasi pada Tn. M dengan diagnosa


medis Tuberculosis Paru.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Untuk Mahasiswa
Untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan agar dapat mengetahui
dan memahami konsep Penyakit Tuberculosis Paru.dan agar dapat melakukan
pencegahan untuk diri sendiri dan orang disekitar agar tidak mengalami
Tuberculosis Paru.
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Manfaat penulisan bagi klien dan keluarga yaitu agar klien dan keluarga
dapat mengetahui gambaran umum dari Tuberculosis Paru.beserta tanda gejala
serta perawatan yang benar bagi klien agar penderita mendapat perawatan yang
tepat dalam lingkungan keluarganya.
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)
Manfaat penulisan bagi Pendidikan yaitu dapat digunakan sebagai
referensi bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan ilmu tentang konsep
Tuberculosis Paru dan ilmu tentang asuhan keperawatan dengan Tuberculosis
Paru.
Manfaat penulisan bagi Rumah Sakit yaitu agar dapat digunakan sebagai
acuan dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan bagi pasien khusunya
pasien Tuberculosis Paru.
1.4.4 Untuk IPTEK
Mampu mengembangkan lebih dalam lagi mengenai pengetahuan di
bidang kesehatan khususnya pada asuhan keperawatan pada pasien dengan
Tuberculosis Paru.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep penyakit Tuberkulosis Paru
2.1.1 Definisi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius terutama menyerang parenkim
paru. TB paru adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh Bacil
mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah. Sebagian besar bakteri M. tuberculosis masuk ke dalam
jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang
dikenal sebagai focus primer (Wijaya & Putri, 2013)
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Tuberculosis bisa menyerang bagian paru- paru dan dapat
menyerang semua bagian tubuh (Puspasari, 2019:102)
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri micro tuberculosis yang dapat menular melalui percikan dahak.
Tuberkulosis (TB) bukan penyakit keturunan atau kutukan dan dapat
disembuhkan dengan pengobatan teratur, diawasi oleh Pengawasan Minum Obat
(PMO). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB. Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi bisa juga
organ tubuh lainnya. (Kemenkes, 2018)

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Sistem pernapasan pada manusia di bagi menjadi beberapa bagian salauran
penghantar udara dari hidung hingga mencapai paru-parusendiri meliputidua
bagian yaitu saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah (Muhamad
Ardiansyah,2012 : 291).
2.1.2.1 Saluran Pernapasan Bagian Atas (Upper Respiratory Airway)
Saluran umum, fungsi utama dan saluran pernapasan atas adalah saluran
udara (air circulation) menuju saluran napas bagian bawah untuk pertukaran gas,
melindungi (protecting) saluran napas bagian bawah dari benda asing, dan sebgai
penghangat, penyaring, serta pelembab (warning fibriation amd humidifiation)
dari udara yang dihirup hidung. Saluran pernapasan atas ini terdiri dari organ

6
7

organ berikut:
1) Hidung (cavum nasalis)
Rongga hidung di lapisi sejenis selaput lender yang sangat kaya akan
pembuluh darah. Rongga inibersambung dengan lapisan faring dan selaput
lender sinus yang mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung.
2) Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Nama
sinus paranasalis sendiri di sesuaikan dengan nama tulang dimana organ itu
berada. Organ ini terdiri dari sinus frotalis, sinus etmoidalis, sinus spenoidalis,
dan sinus maksilaris. fungsi dari sinus adalah untuk emmebantu
menghangatkan dan melembabkan udara manusia dengan ruang resonansi.
3) Faring (Tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenglorak sampai
persambungannya dengan esophagus. Pada ketinggian tulang rawan krikoid.
Oleh karena itu letak faring di belakang laring (larynx pharyngeal).
4) Laring (Tenggorokan)
Laring terletak di depan bagian terendahfaring yang memisahkan faring dan
columna vertebrata . laring merentang sebagai bagian atas vetebrata servikals
dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang
rawan yang diikat/disatukan oleh ligament dan membrane (Muhammad
Ardiansyah, 2012: 291).
2.1.2.2 Saluran Pernapasan Bagian Bawah (Lower Airway)
Ditinjau dari fungsinya secara umuj saluran pernapasan bagian bawah
terbagi menjadi dua komponen. Pertama, saluran udara kondusif atau yang seiring
di sebut sebagai percabangan dari trakeobronkialis. Saluran ini terdiri atas trakea.
Bronki, dan bronkioli. Kedua saluran respiratorius terminal (kadang kala disebut
dengan acini) yang merupakan saluran udara konduktif dengan fungsi utamanya
sebagai penyalur (Konduksi) gas masuk dan keluar dari saluran respiratorius
terminal merupakan pertukaran gas yang sesunggahnya. Alveoli sendiri
merupakan bagian dari satuan respiratorius terminal.
8

1) Trakea
Trakea atau batang tenggoroakan memiliki panjang kira-kira 9 cm. Organ ini
merentang laring sampai kira-kira di bagian atas vetebrata torakalis kelima.
Dari tempat ini, trakea bercabang menjadi dua bronkus (bronchi). Trakea
tersusun atas 16-20 lingkaran tak lengkap, berupa cincin-cincin tulang rawan
yang disatukan bersama oleh jaringan fibrosa dan melengkapi lingkaran
sebelah belakang trakea . selain itu, trakea juga memuat beberapa jaringan otot.
2) Bronkus dan Bronkiolus
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada tingkatan vetebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh
sejenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu membentang kebawah dan
kesamping, kea rah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar
daripada yang kiri, sedikit lebihtinggi dari arteri pulmonalis dan
mengeluarkansebuah cabang utamaleawat dibawah arteri, yang disebut
bronkus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan serta merentang
di bawah arteri pulmonalis sebelum akhirnya terbelah menjadi beberapa
cabang menuju ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronkus kanan dan
kiri bercabanglagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian menjadi lobus
sementalis. Percabangan ini merentang terus menjadi bronkus yang ukuranya
semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolis terminalis, yaitu saluran
udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkeolus
tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos
sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran udara kebawah sampai
tingkat bronkhiolus terminalis disebut saluran penghantar udara ke tempat
pertukaran gas paru-paru.
3) Alveolus
Alveolus (yaitu tempat pertukaran gas sinus) terdiri dari bronkiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil dan alveoli pada
dindingnya. Alveolus adalah kantung berdinding tipis yang mengandung udara.
Melalui seluruh dinding inilah terjadi pertukaran gas. Setiap paru mengandung
9

sekitar 300 juta alveoli. Lubang-lubang kecil didalam dinding alveolar


memungkinkan udara melewati satu alveolus yang lain. Alveolus yang
melapisi rongga toraks dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori
kohn.
4) Paru-Paru
Bagian kiri dan kanan paru-paru terdapat rongga toraks. Paru- Paru yang juga
dilapisi pleura. Didalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi
untuk lubrikn. Paru kanan dibagi atas tiga lobus, yaitu lobus superior, lobus
medius, dan lobus inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastic yang
mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus
alveolar, sakkus alveolar, dan alveoli. Diperkirakan, setiap paru-paru
mengandung 150 juta alveoli sehingga organ ini mempunyai permukaan yang
cukup luas sebagai tempat permukaan/pertukaran gas.
5) Toraks, Diagfragma, dan Pleura
Rongga toraks berfungsi melindungi paru-paru, jantung dan pembuluh
darah besar. Bagian rongga toraks terdiri atas 12 iga costa. Pada bagian atas
toraks di daerah leher, terdapat dua otot tambahan untuk proses inspirasi, yakni
skaleneus dan stenokleidomastoideus. Otot sklaneuas menaikan tulang iga
pertama dan kedua selama inspirasi untuk memperluas rongga dada atas dan
menstabilkan dinding dada.
Otot sternokleidomastoideus berfungsi untuk mengangkat sternum. Otot
parasternal, trapezius, dan pektoralisjuga merupakan otot untuk inspirasi
tambahan yang berguna untuk meningkatkan kerja napas. Diantara tulang iga
terdapat ototinterkostal. Otot interkostal eksternum adalah otot yang
menggerakan tulang iga ke atas dan kedepan, sehingga dapat meningkatkan
diameter anteroposterior dari dinding dada.
Diagfragma terletak dibawah rongga toraks. Pada keadaan relaksasi,
diagfragma ini berbentuk kubah. Mekanisme pengaturan ototdiagfragma
(nervus frenikus) terdapat pada tulang belakang (spinal cord) di servikal ke-3
(C3). Oleh karena itu jika terjadi kecelakaan pada saraf C3, maka ini dapat
menyebabkan gangguan ventilasi.
10

6) Pleura merupakan membrane serosa yang menyelimuti paru. Terdapat dua


macam pleura, yaitu pleura parietal yan melapisi rongga toraks dan pleura
visceral yang menutupi setiap,paru-paru. Di antar kedua pleura tersebut
terdapat cairan pleura menyerupai selaput tipis yang memungkinkan kedua
permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi, sekaligus
mencegah pemisah toraks dan paru- paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah daripada tekanan atmosfer, sehingga mencegah terjadinya kolaps paru.
Jika pleura bermasalah, misalnya mengalami peradangan, maka udara cairan
dapt masuk kedalam rongga pleura. Hal tersebut dapat menyebabkan paru-
paru tertekan dan kolaps (Muhammad Ardiansyah, 2012 : 293)

2.1.2.3 Fisiologi pernapasan


Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara
kedalam jaringan-jaringan dan CO2 di keluarkan ke udara (ekspirasi), yaitu
stadium pertama dan stadium kedua.
1) Stadium Pertama
Stadium pertama di tandai dengan fase ventilasi, yaitu masuknya campuran
gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. Mekanisme ini di mungkinkan karena
ada selisih tekanan antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-
otot.
2) Stadium kedua
Transportasi pada fase ini terdiri dari beberapa aspek yaitu:
a. Disfusi gas antara alveolus dan kapiler pzru-pzru (respirasi eksternal) serta
antara darah sistemik dan sel-sel jaringan.
b. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaianya dengan
distribusi udara dalam alveolus.
c. Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah respimi attau
respirasi internal merupakan stadium akhir darirespirasi, dimana oksigen
dioksida untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah
dari proses metabolisme sel dan keluarkan oleh paru-paru.
11

d. Transportasi adalah tahap kedua dari proses pernapasan yang mencakup


proses pernapasan yang mencakup proses difusi gas- gas melintasi
membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0.5 mm).
kekuatan mendorong untuk pemindahan ini di peroleh dari selisih tekanan
persial antara darah dan fase gas.
e. Perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antar alveolus dan kapiler
paru-paru yang membutuhkan distibusi merata dari udara dalam paru-paru
yang membutuhkan distribusi merata darinudara dalam paru-paru dan
petfusi (aliran darah) dalam kapiler. Dengan kata lain, ventilasi dan perfusi
dari unit pulmonary yang sudah sesuai dengan orang normal pada posisi
tegak dan keadaan istirahat, maka ventilasi dan perfusi hamper seimbang,
kecuali pada apeks paru-paru.

2.1.3 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan dan sinar
ultraviolet. Terdapat 2 macam mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan
bovin. Basil tipe human berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal
dari penderita TB paru dan orang yang rentan terinfeksi bila menghirup bercak
ludah ini (Kusuma & Nurafif, 2015: 52). Penyakit infeksi yang menyebar dengan
rute naik di udara. Infeksi di sebabkan oleh penghisapan air liur yang berisi
bakteri tuberculosis (mycrobacterium tubercukoisis). Seorang yang terkena
infeksi dapat menyebarkan partikel kecil melalui batuk, bersin, dan berbicara.
Berhubungan dekat dengan mereka yang terinfeksi meningkatkan kesempatan
untuk transmisi. Begitu terhisap, organism secara khas diam di dalam paru-paru,
tetapi dapat menginfeksi organ tubuh lainya. Organism mempunyai kapsul
sebelah luar. ( Digiulio marry, Jackson donna, Keogh, 2014).
Penyebab penyakit tuberculosis adalah bakteri mycrobacterium
tuberculosis dan mycrobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4
mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok,
bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi memunyai selubung, tetapi
mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid terutama asam mikolat
12

(Widoyono, 2015:15)
2.1.4 Klasifikasi
Menurut (Puspasari, 2019: 125) klasifikasi tuberkulosis dibagi menjadi
empat, yaitu :
2.1.4.1 Berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit :
1) Tuberkulosis paru
TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap
sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
2) Tuberkulosis ekstra paru
TB yang terjadi pada organ selain paru misalnya kelenjar limfe, pleura,
abdomen, saluran kencing, kulit, selaput otak, sendi dan tulang
2.1.4.2 Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
1) Klien baru TB: klien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB
paru sebelumnya atau sudah pernah menelan obat anti-tuberkulosis
(OAT) namun kurang dari satu bulan (< 28 dosis).
2) Klien yang pernah diobati TB: klien yang sebelumnya pernah menelan
obat anti-tuberkulosis (OAT) selama satu bulan atau lebih (≥ 28 hari).
3) Klien berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
(1)Klien kambuh: klien TB paru yang pernah dinayatakn sembuh dan
saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologi
(2)Klien yang diobati kembali setelah gagal: klien TB paru yang pernah
diobati dan gagal pada pengobatan terakhir.
(3)Klien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):
klien TB paru yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow-up
(dikenal sebagai pengobatan klien setelah putus berobat).
(4)Lain-lain: klien TB paru yang pernah diobati tetapi hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
2.1.4.3 Berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat:
Pengelompokkan penderita TB berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji
dari mycobacterium tuberculosis terhadap obat anti-tuberkulosis (OAT) :
1) Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis obat anti-
tuberkulosis (OAT) lini pertama saja.
13

2) Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis obat anti-
tuberkulosis (OAT) lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin
(R) secara bersamaan.
3) Multidrug resisten (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
4) Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR sekaligus resisten
terhadap salah satu obat anti-tuberkulosis (OAT) golongan
fluorokuinolon dan minimal salah satu dari obat anti-tuberkulosis
(OAT) lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin, Amikasin).
5) Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap obat anti-tuberkulosis (OAT) lain yang
terdeteksi.
2.1.4.4 Klasifikasi penderita TB berdasarkan status HIV:
1) Klien TB dengan HIV positif
2) Klien TB dengan HIV negatif
3) Klien TB dengan status HIV tidak diketahui

2.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari pasien
Tuberculosis paru ketika pasien batuk, bersin, tertawa. droplet nuclei ini
mengandung basil Tuberculosis dan ukurannya kurang dari 5 mikron dan akan
melayang layang di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil Tuberculosis.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan
segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya melalui
serangkaian reaksi imunologis bakteri Tuberculosis (TB) ini akan berusaha
dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi
jaringan parut dan bakteri
Tuberculosis paru akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk
dormant

inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto


14

rontgen. Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limpospesifik-tubercolosis
melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu setelah
pemajanan. Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan gumpalan
basil yang masih hidup. Granulomas diubah menjadi massa jaringan jaringan
fibrosa, bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon dan menajdi
nekrotik membentuk massa seperti keju. Setelah pemajanan dan infeksi awal,
individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon yang
inadekuat dari respon system imun. Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi ulang
dan aktivasi bakteri dorman. (Devi, 2017).
15
15

WOC TB PARU TB paru adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh Bacil mycobacterium
tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah. Sebagian besar
bakteri M. tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya
mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer (Wijaya & Putri, 2013)

Etiologi: Penyebab penyakit tuberculosis Pemeriksaan Penunjang:


1 Batuk berdahak
1. Laboratorium darah rutin
adalah bakteri mycrobacterium tuberculosis dan 2 Batuk darah 2. Pemeriksaan sputum BTA
mycrobacterium bovis. lipoid terutama asam 3 Nyeri dada 3. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
mikolat (Widoyono, 2015:15) 4 Sesak nafas atau dispneu 4. Tes Mantoux/Tuberkulin
5 Demam 5. Teknik Polymerase Chain Reaction
6 Penurunan nafsu makan 6. Becton Dikinson Diagnostic Instrument Sintem
Komplikasi : (BACTEC)
1. Nyeri tulang belakang. 7 Badan lemah 7. Pemeriksaan Radiologi
2. Kerusakan sendi.
3. Infeksi pada meningen Infeksi bakteri tuberkulosis Amin, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
Nic- Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogakarta: Mediaction Publishing.
Ikawati, Z. 2016. Penatalaksanaan Terapi Penyakit TB Parun. Yogyakarta: Bursa Ilmu
(meningitis). Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 
Edisi 1. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
4. Masalah hati atau ginjal. Infeksi bakteri menyerang paru-paru Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), 
Edisi 1. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
5. Gangguan jantung. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), 
Edisi 1. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
6. Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru
Kurangnya Informasi MRS Hospitalisasi Batuk berdahak
Kurang Pengetahuan

Stimulasi sel-sel Sel T dan jaringan Pemeriksaan Menyebar pada Aktivitas seluler Mengaktifasi
Pemriksaan goblet dan sel fibrosa membungkus
radiologi bagian paru meningkat respon imun
sputum BTA makrofag dan basil
mukosa tuberkulosis (ingesti)
Pengeluaran ADL terbatas inflamasi
Sel mucus Fibrosis jaringan
batuk, droplet
berlebihan Fibrosis
Tirah baring Memicu
Iskemia jaringan pembentukan
Peningkatan Timbul jaringan Pemecahan KH,
paru serotonin
parut Proses peradangan lemak, protein
produksi mucus Gangguan
Integritas
Penumpukan Merangsang respon
Mual,Muntah, Kulit/jaringan
Masuk ke SSP
Akumulasi secret Alveolus tidak Granulasi syaraf sekitar untuk (SDKI D.0129)
secret Kembung,
pada saluran Kembali saat ekspirasi chemorection mengeluarkan
neurotransmitter
pernafasan Kelemahan
Hambatan jalan Bradikinin, histamine,
Nafsu Makan
Gas tidak dapat Peningkatan suhu serotinin
nafas
Bersihan Jalan Nafas berdifusi dengan baik tubuh Defisit Intoleransi
Tidak Efektif (SDKI Defisit Nutrisi Perawatan Diri Aktivitas (SDKI
Pola Nafas Tidak D.0001) Nyeri Akut (SDKI D.0019) (SDKI D.0109)
efektif (SDKI Gangguan Pertukaran Hipertermia (SDKI 0077)
D. 0056)
Gas (SDKI D.0003)
D.0005) (SDKI D.0130)
16

2.1.6. Manifestasi klinis


Menurut Naga (2014:27) gejala umum penyakit tuberkulosis ini adalah
batuk berdahak yang lebih dari 2 minggu. Namun gejala ini dibedakan menjadi
dua gejala yaitu:
2.1.6.1 Gejala Klinik, meliputi :
1) Batuk
Batuk merupakan gejala yang timbul paling awal dan merupakan
gangguan yang paling sering dikeluhkan, biasanya batuk ringan
sehingga dianggap batuk biasa atau akibat dari rokok. Batuk ringan
menyebabkan sekret akan terkumpul dan menyebabkan batuk berubah
menjadi batuk produktif.
2) Dahak
Dahak pada awalnya keluar dalam jumlah sedikit dan bersifat mukoid
dan akan berubah menjadi mukopurulen atau kuning kehijauan sampai
menjadi purulen dan kemudian apabila sudah terjadi perlunakan akan
berubah menjadi kental.
3) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan oleh pasien berupa bercak-bercak darah,
gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang sangat
banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah dan
beratringannya tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang
pecah.
4) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri yang ringan. Gejala pleuritis
luas dapat menyebabkan nyeri bertambah berat. Nyeri yang dirasakan
dibagian aksila dan ujung skapula.
5) Sesak nafas atau dispneu
Sesak nafas atau dispneu merupakan gejala lanjutan dari TB paru akibat
adanya obstruksi saluran pernapasan dan thrombosis yang dapat
mengakibatkan gangguan difusi, hipertensi pulmonal dan korpulmonal.
17

2.1.6.2 Gejala Umum meliputi :


1) Demam
Demam merupakan gejala awal yang paling sering terjadi, peningkatan
panas badan terjadi pada siang atau sore hari.
2) Menggigil
Menggigil terjadi apabila panas badan meningkat dengan cepat, tetapi
tidak diikuti pengeluaran panas.
3) Keringat malam
Keringat malam umumnya timbul akibat proses lebih lanjut dari
penyakit.
4) Penurunan nafsu makan
5) Manifestasi toksemia atau racun dapat mengakibatkan penurunan nafsu
makan atau anoreksia dan penurunan berat badan yang lebih sering
dikeluhkan pada proses progresif.
6) Badan lemah
Badan lemah dapat disebabkan oleh kerja berlebihan atau energi yang
dibutuhkan tidak seimbang dengan aktivitas yang dikerjakan dan
keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan. Sedangkan gejala
lainya adalah seperti batuk bercampur darah, sesak nafas dan nyeri
dada, nafsu makan berkurang, lemas, demam atau meriang
berkepanjangan dan berkeringat di malam hari meskipun tidak
melakukan kegiatan. Gejala ini akan semakin parah apabila seorang
suspek tidak memeriksakan diri kesehatannya. Namun dalam kasus
reactivation tuberculosis, infeksi awal tuberkulosis mungkin telah
lenyap, tetapi bakterinya tidak mati, tetapi hanya tidur untuk sementara
waktu.

2.1.7. Komplikasi
Menurut Puspasari (2019: 131), komplikasi yang terjadi pada penyakit
tuberkulosis paru antara lain :
2.1.7.1. Nyeri tulang belakang.
18

Nyeri punggung dan kekakuan adalah komplikasi tuberculosis yang


umum.
2.1.7.2. Kerusakan sendi.
Atritis tuberculosis biasanya menyerang pinggul dan lutut.
2.1.7.3. Infeksi pada meningen (meningitis).
Hal tersebut dapat menyebabkan sakit kepala yang berlangsung lama atau
intermiten yang terjadi selam berminggu-2minggu.
2.1.7.4. Masalah hati atau ginjal.
Hati dan ginjal memiliki fungsi membantu menyaring limbah dan kotoran
dari aliran darah. Apabila terkena tuberkulosis maka hati dan ginjal akan
terganggu.
2.1.7.5. Gangguan jantung.
Hal tersebut bisa jarang terjadi, tuberculosis dapat menginfeksi jaringan
yang mengelilingi jantung, menyebabkan pembengkakan dan tumpukan
cairan yang dapat mengganggu kemampuan jantung untuk memompa
secara efektif.

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang menurut Kusuma & Nurafif (2015: 73) pada
tuberkulosis paru meliputi :
2.1.8.1. Laboratorium darah rutin
LED normal/meningkat, limfositosis
2.1.8.2. Pemeriksaan sputum BTA
Untuk memastikan diagnostik paru, pemeriksaan ini spesifikasi karena
klien dapat didiagnosis TB paru berdasarkan pemeriksaan ini.
2.1.8.3. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
2.1.8.4. Tes Mantoux/Tuberkulin
Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
2.1.8.5. Teknik Polymerase Chain Reaction
19

Deteksi DNA kuman melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu


mikroorganisme dalam spesimen dapat mendeteksi adanya resistensi.
2.1.8.6. Becton Dikinson Diagnostic Instrument Sintem (BACTEC) Deteksi
Growth Indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme
asam lemak oleh kuman TB.
2.1.8.7. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran foto thorak yang menunjang diagnostis TB paru yaitu :
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas satu segmen apical lobus
2) bawah.
3) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak nodular.
4) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru.
5) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
6) Bayangan millie

2.1.9. Penatalaksanaan Medis


Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensife (2-3
bulan ) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang di gunakan terdiri atas
obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang di gunakan sesuai dengan
rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan
etambutol (Muttaqin, 2012 : 80)
Untuk progam nasional pemberantasan Tuberculosis paru, WHO
menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori di
dasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan dalam progam. Untuk itu, penderita
dibagi dalam empat kategori sebagai berikut:
2.1.9.1 Kategori I
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita dengan
keadaan yang berat seperti meningitis, tuberculosi milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis massif atau bilateral, spondilitis dengan gangguan neurologis, dan
penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya luas, tuberculosis usus,
tuberculosis saluran perkemihan, dan sebagainya.
Di mulai dengan fase 2 HRZS(E) obat di berikan setiap hari selama 2 bulan. Bila
selama 2 bulan sputum menjadi negatif, maka dimulai fase lanjutan. Bila setelah
20

dua bulan sputum masih positif, maka fase intensife di perpanjang 2-


4 minggu lagi (dalam progam P2TBDepkes diberikan 1 bulan dan di kenal
sebagai obat sisipan), kemudian diteruskan dengan fase lanjutan tanpa melihat
apakah sputum sudah negatif atau belum. Fase selanjutnya adalah 4 HR atau 4
H3R3. Pada penderita meningitis, tuberculosis milier, spondilitis dengan kelainan
neurologis, fase lanjutan di berikan lebih lama, yaitu 6-7 bulan hingga total
pengobatan 8-9 bulan. Sebagai panduan alternatif pada fase lanjutan ialah 6 HE.
2.1.9.2 Kategori II
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif.
Fase intensif dalam bentuk 2 HRZEZ-1 HRZE. Bila setelah fase intensif sputum
menjadi negatif, baru di teruskan ke fase lanjutan. Bial setelah 3 bulan sputum
masih bisa tetap positif, maka fase intensif di perpanjang 1 bulan lagi dengan
HRZE (juga dikenal sebagai otot sisipan). Bila setelah empat bulan sputum masih
tetap positif, maka pengobatan dihentikan 2-3 hari. Kemudian, periksa biakan dan
uji resistensi lalu pengobatan di teruskan dengan fase lanjutan.
Bila penderita mempunyai data resisten sebelumnya dan ternyata bakteri masih
sensitif terhadap semua obat dan setelah fase intensif sputum menjadi negatif
maka fase lanjutan dapat di ubah seperti kategori I dengan pengawasan ketat. Bila
data menunjukan resistensi terhadap H atau R, maka fase lanjutan harus di awasi
dengan ketat. Tetapi jika data menunjukan resisten terhadap H dan R, maka
kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil. Fase lanjutan adalah 5 HR3RE3
bila dapat dialakukan pengawasan atay 5 HRE bila tidak dapat dilakukan
pengawasan.
2.1.9.3 Kategori III
Kategori III adalah kasus dengan sputum sensitive tetapi kelainan parunya
tidak luas dan kasus tuberculosis di luar oaru selain yang di sebut dalam kategori
I. pengobatan di berikan:2 HRZ/6 HE, 2 HRZ/4HR, 2 HRZ/4 H3R3
2.1.9.4 Kategori IV
Kategori IV adalah tuberculosi(TB) kronis. Prioritas pengobatan rendah
karena kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil sekali. Untuk Negara kurang
mampu dari segi kesehatan masyarakat, dapat diberikan H saja seumur hidup.
Untuk Negara maju atau pengobatan secara individu (penderita mampu), dapat
21

dicoba pemberian oabat berdarkan uji resisten atau uji obat lapis seperti Quilon,
Ethioamide, Sikloserin, Amikasi, dan sebagainya (Muttaqin, 2012 : 81)

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan
yaitu:
a) Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,
tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi
menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang
dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita TB paru yang lain.
b) Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri
dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
c) Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA
efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d) Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan
penularannya.
e) Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan
sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk
dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru
yang lain
f) Pola fungsi kesehatan
22

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat


Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang
berdesak–desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara
dan tinggal dirumah yang sumpek.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu
makan menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam
miksi maupun defekasi
4) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas
5) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena
penyakit menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi
dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
23

11) Pola tata nilai dan kepercayaan


Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan
terganggunya aktifitas ibadah klien.
g) Pemeriksaan fisik
Berdasarkan system-sistem tubuh
1) Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
a. Inspeksi :  adanya tanda–tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
b. Palpasi   : Fremitus suara meningkat.
c. Perkusi      : Suara ketok redup.
d. Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki
basah, kasar dan yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.2.1 Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d pwnumpukan secret, sekresi yang
tertahan.(SDKI D.0001 Hal 18)
24

2.2.2.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gas tidak berdifusi dengan
baik (SDKI D.0003)
2.2.2.3 Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas (SDKI D.0005 Hal. 26)
2.2.2.4 Defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan nafsu makan (SDKI D.0019
Hal.56)
2.2.2.5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (SDKI D.0056
Hal.128)
2.2.2.6 Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan konsentrasi cairan di pleura
(SDKI D.0077 Hal. 172)
2.2.2.7 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan (SDKI D.109)
2.2.2.8 Gangguan Integritas kulit/jaringan berhubungan dengan tirah baring
(SDKI D.0129)
2.2.2.9 Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh (SDKI D.0130)
25

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Jalan Nafas Buatan (SIKI I.01012
keperawatan selama 3x7 jam diharapkan Hal.187)
Efektif b.d penumpukan
bersihan jalan nafas meningkat dengan Observasi :
secret sekresi yang kriteria hasil : 1. Monitor posisi selang endotrakeal (ETT), terutama
SLKI (L.01001 hal 18) setelah mengubah posisi
tertahan. (SDKI D.0001
1. Batuk efektif meningkat (5) 2. Monitor tekanan balon ETT setiap 4-8 jam
Hal 18) 2. Produksi sputum menurun (5) 3. Monitor area stoma trakeostomi (mis.
Kemerahan, drainase, perdarahan)
3. Mengi menurun (5)
Terapeutik :
4. Wheezing menurun (5) 1. Kurangi tekana balon secara periodik setiap
5. Dispnea menurun (5) shif
6. Ortopnea menurun (5) 2. Pasang oropharingeal airway (OPA) untuk
7. Sulit bicara menurun (5) mencegah ETT tergigit
8. Sianosis menurun (5) 3. Cegah ETT terlipat (kinking)
9. Gelisah menurun (5) 4. Berikan pre0oksigenasi 100% selama 30 detik
(3-6 kali ventilasi) sebelum dan setelah
10. Frekuensi nafas membaik (5)
pengisapan
11. Pola nafas membaik (5) 5. Berikan volume pre-oksigenasi (bagging atau
ventilasi mekanik) 1,5 kali volume tidal
6. Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15 detik
jika diperlukan (bukan secara berkala/rutin)
7. Gantik fikasi ETT setiap 24 jam
8. Ubah posisi ETT secara bergantian (kiri dan
kanan) setiap 24 Jam
9. Lakukan perawatan mulut(mis, dengan sikat
gigi,kasa,pelembab bibir)
10. Lakukan perawatan trakeostomi
26

Edukasi :
1. Jelaskan pasien dan/atau keluarga tujuan dan
prosedur pemasangan jalan nafas buatan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mocus plug
yang tidak dapat di lakukan pengisapan
27

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


2. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Jalan Nafas (SIKI I.01011 Hal.186)
keperawatan selama 3x7 jam diharapkan Observasi :
berhubungan dengan gas
pertukaran gas membaik dengan kriteria 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
tidak berdifusi dengan hasil : 2. Monitor posisi alat terapi oksigen
SLKI (L.00003 hal 13) 3. Monitor aliran oksigen secara periodik dan
baik (SDKI D.0003)
1. Tingkat kesadaran meningkat (5) pastikan fraksi yang diberikan cukup
2. Dispneu menurun (5) 4. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri,
3. Bunyi nafas tambahan menurun (5) analisa gas darah), jika perlu
4. Gelisah menurun (5) 5. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat
5. Diaforesis membaik (5) makan
6. PCO2 membaik (5) 6. Monitor tanda dan gejala toksikasi terapi oksigen
7. PO2 membaik (5) 7. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
8. Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik :
1. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea, jika
perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
3. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
4. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
5. Tetap berikan pasien oksigen saat ditaransportasi
6. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi :
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi :
1.Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2.Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/ tidur
28

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


3. Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Jalan Nafas (SIKI I.01011 Hal.186)
keperawatan selama 3x7 jam diharapkan Observasi :
berhubungan dengan
Pola nafas membaik dengan kriteria hasil : 9. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
hambatan upaya nafas SLKI (L.01004 hal 95) usaha nafas)
1. Ventilasi semenit meningkat (5) 10. Monitor bunyi nafas (mis. Gurgling, mengi,
(SDKI D.0005 Hal.26)
2. Kapasitas vital meningkat (5) wheezing, ronki kering)
3. Diameter toraks anterior-posterior 11. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
meningkat (5) Terapeutik :
4. Tekanan aspirasi meningkat (5) 7. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head lift
5. Tekanan inspirasi meningkat (5) dan chin lift (jaw thrust jika dicurigai trauma
6. Dipsnea menurun (5) servikal)
7. Penggunaan otot bantu napas menurun 8. Posisikan semi-fowler atau fowler
(5) 9. Berikan minuman hangat
8. Pemanjangan fase ekspirasi menurun 10. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
(5) 11. Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15
9. Ortopnea menurun (5) detik
10. Pernapasan pursed-lip menurun (5) 12. Lakukan hiper oksigenasi sebelum pengisapan
11. Pernapasan cuping hidung menurun (5) endotrakeal
12. Frekuensi napas membaik (5) 13. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
13. Kedalaman napas membaik (5) forsep Mcgil
Ekskursi dada membaik (5) 14. Berikan oksigenasi, jika perlu
Edukasi :
2. Anjurkan asupan cairan 200ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
3. Ajarkan teknik batuk efektif
29

Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

4. Defisit Nutrisi berhubungan Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nutrisi (SIKI I. 03119 Hal.200)
keperawatan selama 3x7 jam diharapkan Observasi :
dengan penurunan nafsu
Resiko defisit nutrisi menurun dengan 1. Identifikasi status nutrisi
makan (SDKI D.0019 kriteria hasil : SLKI (L.14137 hal 139) 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
1. Porsi makan yang dihabiskan membaik 3. Identifikasi makanan yang di sukai
Hal.56)
(5) 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
2. Verbalisasi keinginan untuk 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
meningkatkan nutrisi membaik (5) nasogastrik
3. Pengetahuan tentang pilihan makanan 6. Monitor asupan makan
yang sehat membaik (5) 7. Monitor berat badan
4. Pengetahuan tentang pilihan minuman 8. Monitor hasil laboratorium
yang sehat membaik (5) Terapeutik :
5. Nyeri abdomen menurun (5) 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
6. Berat badan membaik(5) 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
7. Indeks Masaa Tubuh (IMT) membaik makanan)
(5) 3. Sajikan makanan sssecara menarik dan suhu yang
8. Frekuensi makan membaik (5) sesuai
9. Nafsu makan membaik (5) 4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makanan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral dapat di toleransi
Edukasi :
30

1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu


2. Ajarkan diet yang di programkan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori, dan jenis nutrient yang di butuhkan,
jika perlu
31

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


5. Intoleransi aktivitas
b.d Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen energi (SIKI I.05178 Hal.176)
keperawatan selama 3x7 jam diharapkan Observasi :
kelemahan (SDKI D.0056
aktovitas fisik meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
hal 128) hasil mengakibatkan kelelahan
kriteria hasil : SLKI (L.05047 hal 149) 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
1. Frekuensi nadi meningkat (5) 3. Monitor pola dan jam tidur
2. Saturasi oksigen meningkat (5) 4. Monitir lokasi dan ketidaknyamanan melakukan
3. Kemudahan dalam melakukan aktivitas aktivitas
sehari-hari meningkat (5) Terapeutik :
4. Kecepatan berjalan meningkat (5) 1. Sediakan lingkungan nyaman, dan rendah stimulus
5. Jarak berjalan meningkat (5) (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
6. Kekuatan tubuh bagian atas meningkat 2. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
(5) 3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
7. Kekuatan tubuh bagian bawah 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
meningkat (5) berpindah atau berjalan
8. Toleransi dalam menaiki tangga Edukasi :
meningkat (5) 1. Anjurkan tirah baring
9. Keluhan lelah menurun (5) 2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
10. Dispnea menurun (5) 3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
11. Dispnea setelah aktivitas menurun (5) gejala kelelahan tidak berkurang
12. Perasaan lemah menurun (5) 4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
13. Aritmia saat aktivitas menurun (5) kelelahan
14. Sianosis menurun (5) Kolaborasi :
15. Warna kulit membaik (5) 1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
16. Tekanan darah membaik (5) meningkatkan asupan makanan
32

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


6. Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nyeri (SIKI I.08238 Hal.201)
keperawatan selama 3x7 jam diharapkan Observasi :
dengan peningkatan
nyeri akut berkurang dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
konsentrasi cairan di pleura SLKI (L.08066 hal 145) kualitas, intensitas nyeri
1. Kemampuan menutaskan aktivitas 2. Identifikasi skala nyeri
(SDKI D.0077 Hal. 172)
meningkat (5) 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
2. Keluhan nyeri menurun (5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
3. Meringis menurun (5) memperingan nyeri
4. Gelisah menurun (5) 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
5. Kesulitan tidur menurun (5) nyeri
6. Nafsu makan membaik (5) 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Pola tidur membaik (5) 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
9. Monitor efek samping yang sudah diberikan
penggunaan analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi
music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
33

3. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri


4. Anjurkan menggunakan analgetik secara mandiri
5. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
6. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
34

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


7. Defisit perawatan Diri b.d Setelah dilakukan tindakan asuhan Dukungan Perawatan DIri (SIKI I. 11348 Hal.36)
keperawatan selama 3x7 jam diharapkan Observasi
gangguan neuromuskular,
perawatan diri meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri
kelemahan (SDKI D.0109 hasil :SLKI (L.11103 hal 81) sesuai usia
1. Kemampuan mandi meningkat (5) 2. Monitor tingkat kemandirian
Hal 240)
2. Kemampuan mengenakan pakaian 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
meningkat (5) berpakaian, berhias, dan makan
Terapeutik
3. Kemampuan ketoilet meningkat (5)
1. Sediakan lingkungan yang terapeutik
4. Verbalisasi keinginan melakukan 2. Siapkan keperluan pribadi
perawatan diri meningkat (5) 3. Dampingi dalam melalukan perawatan diri
5. Minat melakukan perawan diri 4. Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
meningkat (5) 5. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu
6. Mempertahankan kebersihan diri melakukan perawatan dir
meningkat (5) 6. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
7. Mempertahankan kebersihan mulut
1. Anjurkan melakukan perawatan diri secara
meningkat (5) konsisten sesuai kemampuan
35

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


8. Gangguan Integritas Kulit Setelah dilakukan tindakan asuhan Perawatan Luka (SIKI I.14564 Hal.328)
keperawatan selama 3x7 jam diharapkan Observasi :
berhubungan dengan
gangguan integritas kulit menurun dengan 1. Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, warna,
prosedur pembedahan kriteria hasil : SLKI (L.14125 hal 33) ukuran, bau)
1. Elastis meningkat (5) 2. Monitor tanda – tanda infeksi
(D.0129) hal. 282
2. Hidrasi meningkat (5) Terapeutik :
3. Perfusi jaringan meningkat (5) 1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
4. Nyeri menurun (5) 2. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
5. Kemerahan menurun (5) 3. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
6. Pigmentasi abnormal menurun (5) nontoksik, sesuai kebutuhan
7. Jaringan parut menurun (5) 4. Bersihkan jaringan nekrotik
8. Suhu kulit membaik (5) 5. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
9. Sensasi membaik (5) 6. Pasang balutan sesuai jenis luka
10. Tekstur membaik (5) 7. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan
luka
1. 8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
9. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai
kondisi pasien
10. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kg BB/hari
dan protein 1,25 – 1,5 g/kg BB/ hari
11. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis.
Vitamin A, vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai
indikasi
12. Berikan terapi TENS (Stimulasi Saraf
Transkutananeous), jika perlu
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
36

2. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan


protein
3. Anjurkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi prosedur debriment (mis. Enzimatik,
biologis, mekanis, autolitik), jika perlu
2. Kolaborasi pemberian antbiotik, jika perlu
37

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


9. Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x8 Observasi :
dengan respon trauma jam di harapkan masalah keperawatan 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi,
(halaman 284, D.0130). Hipertermia dapat teratasi dengan kriteria terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator)
hasil : 2. Monitor suhu tubuh
1. Mengigil menurun (5) 3. Monitor kadar elektrolit
2. Kulit merah menurun (5) 4. Monitor haluaran urine
3. Kejang menurun (5) 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
4. Akrosiasis menurun (5) Terapeutik :
5. Konsumsi oksigen menurun (5) 1. Sediakan lingkungan yang dingin
6. Piloreksi menurun (5) 2. Longgarkan atau lepas pakaian
7. Vasokonstriksi perifer menurun (5) 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
8. Kutis memorata menurun (5) 4. Berikan cairan oral
9. Pucat menurun (5) 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
10. Takikardi menurun (5) mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih)
11. Takipnea menurun (5) 6. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut
12. Bradikardi menurun (5) hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher,
13. Dasar kuku sianotik menurun (5) dada, abdomen, aksila)
14. Hipoksia menurun (5) 7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
15. Suhu tubuh membaik (5) 8. Berikan oksigen, jika perlu
16. Suhu kulit membaik (5) Edukasi :
17. Kadar glukosa darah membaik (5) 1. Anjurkan tirah baring
18. Pengisian kapiler membaik (5) Kolaborasi :
19. Ventilasi membaik (5) Kolaborasi pemberian cairan elektrolit intravena, jika
20. Tekanan darah membaik (5) perlu

2.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelakasaan tindakan yang harus dilaksanakan berdasarkan
diagnosis perawat. Pelaksaan tindakan keperawatan dapat dilaksanakan oleh sebagian
perawat, perwata secara mandiri atau bekerja sama dengan tim kesehatan luar. Dalam
hal ini perwat adalah pelaksana asuhan keperawatan yaitu memberikan pelayanan
keperwatan dengan tindakan keperawatan menggunakan proses keperawatan

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk mengukur
keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien  Bila masalah
tidak dipecahkan atau timbul masalah baru, maka perawat harus berusaha untuk
mengurangi atau mengatasi beban masalah dengan meninjau kembali rencana
perawatan dengan menyesuaikan kembali terhadap keadaan masalah yang ada.
39

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Oleh Kelompok : 4 (Empat)


Ruang Praktek : Ruang IRNA 3A RSKI
Tanggal Praktek : 06-10 Februari 2023
Tanggal & Jam Pengkajian : 06 Februari 2023 Jam 13.00 WIB

3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN


I. DATA UMUM
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Tn. M
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai Pabrik
Suku bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Lebak Jaya No.56 Surabaya
Tanggal Masuk : 05 Februari 2023
Tanggal Pengkajian : 06 Februari 2023
No. Register : 19.45.61
Diagnose medis :
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 47 tahun
Hub. Dengan pasien : Istri
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : JL. Lebak Jaya No.56 Surabaya
40

2. Status Kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama (saat MRS dan Saat ini)
Pasien mengeluh Mual muntah
2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan saat ini
Pada tanggal 05 Februari 2023 pukul 10.00 WIB pasien datang
ke IGD Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya dengan
keluhan mual muntah ± 2 hari setelah minum obat TB dibawa
oleh istri dilakukan perawatan di IGD dan pada jam 14.00 WIB
Pasien dipindahkan ke ruang IRNA 3A RSKI Untuk dilakukan
rawat inap.
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Jika merasa sakit pasien selalu dibawa kefasilitas kesehatan
terdekat
b. Status kesehatan masa lalu
1) Penyakit yang pernah dialami
Pasien memiliki riwayat penyakit DM Tipe 2 dengan injeksi
levemit sc 6 unit
2) Pernah dirawat
Pasien pernah dirawat di Rumah Sakit Universitas Airlangga
Surabaya dengan keluhan batuk dan sesak nafas, menjalani terapi
perawatan TB Paru 6 Bulan.
3) Alergi
Tidak ada Riwayat alergi obat atau makanan
4) Kebiasaan (merokok/kopi/alcohol dll)
Pasien memiliki kebiasaan merokok 1-2 bungkus dalam sehari 1
tahun yang lalu namun sekarang sudah berhenti, Pasien tidak
memiliki kebiasan minup kopi, pasien tidak minum minuman
alcohol.
c. Riwayat penyakit keluarga
Pasien Mengatakan kakanya pernah menderita TB Paru dan sudah
meninggal 1 tahun yang lalu.
41

d. Diagnose medis dan therapy


TB Paru

II. POLA KESEHATAN FUNGSIONAL (bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


1. Pola persepsi dan Pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
Pasien menjalankan kehidupan sehari-hari dengan baik seperti
biasanya
Saat sakit:
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh agar bisa cepat pulang
kerumah dan bisa melakukan aktivitas seperti biasanya.
2. Pola nutrisi dan metabolic
Sebelum sakit:
Pasien mengatakan makan 3 kali sehari nasi biasa dengan sayur dan
lauk, porsi 1 piring penuh mampu dihabiskan.minum ± 1200
Saat sakit:
Pasien makan 3 kali sehari dengan nasi biasa dengan sayur dan lauk
1 porsi tidak mampu dihabiskan hanyan 3-5 sendok lalu mual dan
muntah. Minum air putih 600cc per hari (air putih)
3. Pola eliminasi
1) Eliminasi Feses
Sebelum sakit :
1x sehari, konsistensi lembek, warna kecoklatan, bau khas
Saat sakit :
1x sehari, konsistensi lembek, warna kecoklatan, bau khas
2) BAK
Sebelum sakit:
4x sehari, dengan warna kuning , bau khas amoniak
Saat sakit:
2-3x sehari, dengan warna kuning, bau khas amoniak
42

4. Pola aktivitas dan latihan


1) Aktivitas
Kemampuan Penilaian:
0 1 2 3 0: Mandiri
Perawatan diri
Makan dan minum  1: Kergantungan minimal

2: Keteragntungan parsial
Mandi
3: Ketergantungan total
Toileting 
Berpakaian 
Berpindah 
2) Latihan
Sebelum sakit
Sebelum sakit pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
secara mandiri.
Saat sakit
Saat sakit melakukan aktivitas secara mandiri, pasien hanya
beraktivitas diatas Kasur dan berjalan ke WC
5. Pola kognitif dan perseptual sensori
 Kognitif
Sebelum sakit:
Klien mengatakan mengetahui bahwa dirinya sedang dirawat
dirumah sakit
Saat sakit:
Klien mengatakan masih tetap bias berbahasa jelas, mengingat
sesuatu dan berpikir fokus.
 Persepsi
Sebelum sakit:
Klien mengatakan selalu berpikir yang baik baik saja
Saat sakit:
Klien mengatakan selalu berpikir ingin cepat sehat, klien
mengatakan menaruh harapan terhadap tim medis yang
merawatnya.
6. Pola persepsi diri dan Konsep diri
 Persepsi diri:
43

Sebelum sakit:
Klien mengatakan sebelum sakit klien selalu bisa beraktivitas
setiap hari bekerja menjadi pegawai pabrik
Saat sakit:
Klien mengatakan menerima keadaannya saat ini
 Konsep diri
Sebelum sakit:
Sebelum sakit klien merasa yakin terhadap kemampuannya sendiri
dalam melakukan apapun terutama mencari nafkah buat keluarga
Saat sakit:
Setelah sakit klien mudah menyesuaikan diri dengan kondisinya
sekarang yang membutuhkan perawatan
7. Pola istirahat tidur
Sebelum sakit:
Sebelum sakit Pasien tidur malam 9 jam, tidur siang 1-2 jam
Saat sakit:
Saat sakit Pasien tidur malam hanya 7-9 jam siang 1-2 jam
8. Pola peran hubungan dengan orang lain
Sebelum sakit:
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik, dengan keluarga maupun
temannya.
Saat sakit:
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik, dengan perawat, keluarga
maupun temannya.
9. Pola seksual-reproduksi:
Sebelum sakit :
Tidak ada keluhan
Saat sakit :
Tidak ada keluhan
10. Pola mekanisme koping:
Sebelum sakit:
44

Pasien mengatakan jika mengalami masalah stress akan bercerita


dengan istri
Saat sakit:
Pasien menceritakan keluhannya ke dokter, perawat dan petugas
medis lainnya.
11. Pola nilai dan kepercayaan:
Sebelum sakit:
Klien mengatakan sebelum sakit klien rutin beribadah mengikuti
kegiatan keagamaan
Saat sakit:
Saat sakit klien hanya bisa berdoa meminta pertolongan Tuhan.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan umum: Composmentis
Tingkat kesadaran:
GCS : 15 Mata: 4 Verbal: 5 Motorik: 6
b. Tanda-tanda vital
Nadi : 100x/mnt
Suhu : 37,8oC
TD : 148/99 mmHg
RR : 20x/mnt
SPO2 : 98%
c. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher: (kepala, rambut, hidung, telinga, mata,mulut
dan leher)
Inspeksi :
Kepala simetris, tidak ada benjolan, lesi atapun luka, rambut
bersih, hidung simetris tidak terdapat luka, telinga simetris tidak
ada sumbatan, mata simetris tidak ada kelainan pupil mengecil
ketika terkena cahaya, seklera berwarna putih, konjungtiva
normal, mulut bersih, gigi lengkap, lidah lembab, membrane
45

mukosa kering, tidak ada luka ataupun radang, leher normal tidak
ada hambatan gerak, tidak ada distensi vena jugularis.
Palpasi:
Tidak terdapat benjolan atau nyeri ketika di palpasi di sekitar
area kepala, hidung, telinga, mata dan leher.
2) Dada:
1. Paru:
Inspeksi:
Bentuk simetris kanan dan kiri, tidak terdapat jejas, Pola nafas
takipnea pernapasan tanpak cepat dan dangkal
Palpasi:
Tidak ada pergeseran, tidak ada nyeri, ekspansi paru tidak
teraba
Perkusi : suara paru sonor
Auskultasi: suara napas tambahan Ronchi
2. Jantung
Inspeksi : bentuk simetris kanan dan kiri, tidak terdapat jejas
Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri, CRT <2 detik,
Perkusi : bunyi jantung pekak/datar
Auskultasi: bunyi jantung S1, S2, S3 Lup-Dup
3) Payudara dan ketiak:
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada luka
Palpasi : tidak ada benjolan
4) Abdomen:
Inspeksi : kulit bersih, tidak ada luka
Auskultasi : peristaltic usus 12x/menit
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada daerah abdomen kiri dan
bawah
Perkusi : suara timpani
5) Genetalia :
Inspeksi : tidak ada dikaji
Palpasi : tidak ada dikaji
46

6) Integument:
Inspeksi:
Kemampuan pergerakan sendi bebas, tidak ada patah tulang,
tulang belakang normal, ukuran otot simetris.
Palpasi:
Tidak ada benjolan, pembengkakan, ataupun nyeri tekan
7) Ektremitas :
1. Atas :
Inspeksi : ukuran otot normal, bergerak terbatas, bentuk tangan
simetris, tidak ada patah tulang, tangan kiri tampak sulit digerakan,
klien mengeluh nyeri pada tangan kiri ketika digerakan skala 4, nyeri
seperti ditusuk-tusuk kadang hilang dan muncul.
Palpasi : Tidak ada benjolan dan pembengkak, nyeri tekan pada
tangan kiri
2. Bawah :
Inspeksi : ukuran otot normal, bergerak terbatas, bentuk kaki
simetris, tidak ada patah tulang, kaki kanan tampak sulit digerakan,
klien mengeluh nyeri pada kaki kanan ketika digerakan skala 4, nyeri
seperti ditusuk-tusuk kadang hilang dan muncul.
Palpasi :tidak ada benjolan dan pembengkakan dan nyeri tekan di
area kaki kanan
8) Neurologis:
1. Status mental dan emosi: (tingkat kesadaran, orientasi, memori,
suasana hati dan afek, nyeri, intelektual, bahasa).
Tingkat kesadaran: Composmenthis
 Orientasi Waktu
Pasien dapat membedakan waktu pagi, siang dan malam.
 Orientasi Orang
Pasien dapat mengenali keluarganya dan petugas kesehatan.
47

 Orientasi Tempat
Pasien dapat mengetahui sedang berada di RS
Memori : Baik
Suasana hati : Tampak meringis menahan nyeri, tampak gelisah
Nyeri : tidak ada nyeri
Bahasa:
Bahasa sehari-hari menggunakan bahasa jawa dan bahasa Indonesia
2. Pengkajian saraf cranial:
Berdasarkan pemeriksaan dan pengkajian nilai GCS pasien, E (Eye) :
4 (Membuka mata dengan spontan), V (Verbal) : 5 (Kalimat lengkap
dan jelas), M (Motorik) : 6 (Dapat mengikuti perintah), Total Nilai
GCS adalah 15 dengan Kesadaran Tn.D yaitu Composmentis Nervus
Kranial I (Olfaktorius) Pasien dapat membedakan aroma minyak
kayu putih. Nervus Kranial II (Optikus) Pasien dapat membaca,
Nervus Kranial III (Okulomotorus) Pasien dapat menggerakan bola
mata ke atas dan ke bawah, Nervus Kranial IV (Troklearis) Pasien
dapat menggerakan bola mata ke kiri dan ke kanan, Nervus Kranial
V (Trigeminus) Pasien dapat mengunyah dengan baik, Nervus
Kranial VI (Abdusen) Pasien dapat membedakan rasa asam, manis,
asin, pahit, Nervus Kranial VII : (Fasialis) Pasien dapat tersenyum,
Nervus Kranial VIII (Vestibuloakustikus) Pasien dapat mendengar
dengan baik, Nervus Kranial IX (Glosofaringus) Pasien dapat
menelan dengan baik, Nervus Kranial X (Vagus) Pasien dapat
berbicara dengan baik dan jelas, Nervus Kranial XI (Aksesorius)
Pasien dapat menggerakan kepala ke kiri dan ke kanan, Nervus
Kranial XII (Hipoglosus) Pasien dapat menjulurkan lidah.
3. Pemeriksaan reflek:
Reflek biseps normal ketika diberi rangsangan, reflek trisep normal
ketika diberikan rangsangan, otot tidak tegang, reflek patela normal
ketika diberikan ransangan, reflek achilles normal ketika diberikan
48

ransangan, reflek Babinski normal klien mengatan merasakan ada


benda tajam di telapak kaki klien.
4. Pemeriksaan Sensorik
Reflek biseps normal ketika diberi rangsangan, reflek trisep normal
ketika diberikan rangsangan, otot tidak tegang, reflek patela normal
ketika diberikan ransangan, reflek achilles normal ketika diberikan
ransangan, reflek Babinski normal klien mengatan merasakan ada
benda tajam di telapak kaki klien
5. Pemeriksaan motoric
Pemeriksaan motoric normal, klien berkoordinasi mata dengan
perawat, klien masih bisa menulis dan memegang sesuatu dengan
kuat.
6. Pemeriksaan rangsangan meningeal
Pemeriksaan kaku duduk normal, tanda brudzinki I normal, tanda
brudzinski normal II normal, perasat kering normal

IV. DATA PENUNJANG


1) Data laboratorium yang berhubungan:
Hasil Laboratorium (05 Februari 2023)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Trambosit 370 150.000-450.000


HGB 10,1 g/dL 10.5 – 18.0
Leukosit 15,96 3.500-10.500
Natrium 135 135-148
Ureum 73 21-53
Kalium 3,3 3,5-5,3
Neutrofil% 79,8 1.500-8.000
Kreatinin 2,72 0,17-1,5

2) Pemeriksaan TCM
49

Hasil TCM (01 Februari 2023 )


Hasil pemeriksaan TCM Positif
3) Terapi farmakologi:
Nama obat Dosis obat Rute
Inj Metoclopamid 1x3 IV
Ondan Sentron 8mg/3x IV
Antrain 1gr/3x IV
Omeprazole 2x1 IV
metamizole sodium 2x1 IV

Surabaya, 07 Februari 2023

Mahasiswa
(Kelompok 4)
50

3.2 ANALISA DATA


No Data Interpretasi Masalah
1. DS: TB Paru Hipertermia
Pasien Mengeluh badannya
terasa panas dirasakan pada
malam hari.
Konstrasi plasma darah
DO:
- Pasien tampak gelisah
- Mukosa bibir kering
- Badan teraba hangat
Meransang
- Suhu pasien ketika dicek
hipotelamasi
saat malam hari 37,80C
meniningkat
- Leukosit 15,96
- TTV
TD: 148/99 mmhg
N: 100x/menit Suhu meningkat
RR: 20x/menit
S: 37,8oC

Hipertermia

2. DS: Peradangan Nyeri Akut


Pasien merasa nyeri saat
beraktivitas dan berkurang saat
istirahat, nyeri seperti ditusuk- Meransang pengeluaran
tusuk, nyeri dirasakan pada bradikimin,
tangan kiri dan lutut sebelah prostaglandin dan
kanan, skala 4 (nyeri sedang), histamin
nyeri hilang timbul.

DO: Reseptor nyeri


- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak meringis
- Skla nyeri 4 (Sedang) Hypotelamus
- TTV
TD: 148/99 mmhg Nyeri akut
N: 100x/menit
RR: 20x/menit
S: 37,8oC

Resiko Defisit
Kurang nafsu makan Nutrisi
DS:
51

Pasien mengatakan tidak ada


nafsu makan terasa mual
muntah Anoreksia

DO:
- Pasien tanpak lemas
- Makanan 1 porsi tidak
mampu dihabiskan Resiko Defisit Nutrisi
- Pasien terlihat mual muntah
saat makan
- IMT : 19,7 (Normal)
- Pasien tidak nafsu makan
52

3.3 Diagnosa keperawatan


Tanggal/
No Jam Diagnosa keperawatan
ditemukan
Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai
dengan Pasien tampak gelisah, Mukosa bibir kering, Badan
Jumat,
teraba hangat, Suhu pasien ketika dicek saat malam hari,
1 06/03/2023
leukosit 15,96, TTV TD: 148/99 mmhg, N: 100x/menit, RR:
13.00 WIB
20x/menit, S: 37,8oC.

Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencidera fisik ditandai


Jumat,
dengan, Pasien tampak gelisah, Pasien tampak meringis, Skala
2 06/02/2023
nyeri 4, TTV TD: 148/99 mmhg, N: 100x/menit, RR:
13.00 WIB
20x/menit, S: 37,8oC.
Resiko deficit nutrisi berhubungan dengan kurang nafsu makan
Jumat, mual muntah ditandai dengan Pasien tanpak lemas Makanan 1
3 06/02/2023 porsi tidak mampu dihabiskan Pasien terlihat mual muntah saat
13.0 IB makan IMT : 19,7 (Normal) Pasien tidak nafsu makan
53

3.4 RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Hipertermia Setelah di lakukan 1. Identifikasi penyebab hipertermia 1. Mengetahui penyebab kenaikan


berhubungan dengan perawatan selama 1 x 7 jam 2. Monitor suhu tubuh suhu disebabkan oleh apa
proses penyakit diharapkan termoglasi, 3. Monitor kadar elektrolit 2. Memantau suhu tubuh agar
ditandai dengan dengan kriteria hasil: 4. Monitor komplikasi akibat tidak menigkat
Pasien tampak 1. Pucat menurun dengan hipertermia 3. Memantau elektrolit klien
gelisah, Mukosa bibir nilai 5 5. Sediakan lingkungan yang dingin apakah berkurang
kering, Badan teraba 2. Hipoksia menurun 6. Longgarkan atau lepaskan pakaian 4. Untuk melihat apakah
hangat, Suhu pasien dengan nilai 5 7. Berikan oksigen, Jika perlu hipertermi klien bisa berakibat
ketika dicek saat 3. Dasar kuku sianotik 8. Kolaborasi pemberian cairan dan pada kejang demam
malam hari 37,80C menurun elektrolit, jika perlu 5. Untuk membantu menurunkan
suhu tubuh klien
6. Untuk membantu menurunkan
suhu tubuh klien
7. Memberikan O2 yang
maksimal agar SPO2 klien
tetap dalam kondisi normal
8. Membuat cairan dan elektrolit
klien tidak berkurang akibat
dari hiperteri klien dan
menghindari dari dehidrasi
54

2. Nyeri Akut Setelah di lakukan 1. Identifikasi respon nyeri non 1. Untuk mengetahui tingkat
berhubungan perawatan selama 3x7 jam verbal ketidaknyamanan yang
dengan agen diharapkan nyeri akut 2. Monitor efek samping penggunaan dirasakan oleh klien
pencidera fisik teratasi, dengan kriteria:
analgetik 2. Untuk mengetahui efek
ditandai dengan, 1. Kemampuan
Pasien tampak 3. Monitor TTV samping yang ditimbulkan
menutaskan aktivitas
gelisah, Pasien 4. Berikan teknik nonfarmakologis dari pengguanaan analgetik
meningkat (5)
tampak meringis, seperti terapi musik atau 3. Untuk mengetahui keadaan
2. Keluhan nyeri menurun
Skala nyeri 4, TTV aromaterapi. umum pasien
TD: 148/99 mmhg, (5)
5. Kontrol ruangan yang dapat 4. Membantu menurunkan
N: 100x/menit, RR: 3. Meringis menurun (5)
memperberat rasa nyeri (Mis. Suhu persepsi respon nyeri dengan
20x/menit, S: 4. Gelisah menurun (5)
ruangan, kebisingan) memanipulasi adaptasi
37,8oC. 5. Kesulitan tidur menurun
6. Jelaskan penyebab, periode, dan fisiologi terhadap nyeri
(5)
pemicu nyeri 5. Dapat membantu dalam
6. Nafsu makan membaik
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis menghilangkan
(5)
untuk mengurangi rasa nyeri ketidaknyaman
7. Pola tidur membaik (5)
8. Kolaborasi pemberian analgetik, 6. Agar klien tau tentang nyeri
jika perlu yang dialaminya
7. Agar klien bisa melakukan
secara mandiri teknik
nonfarmakologis
8. Untuk membantu menangani
masalah yang dialami klien
55

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


3. Resiko deficit nutrisi Setelah Tindakan Keerawatan 1. Identifikasi Status Nutrisi 1. Memantau apakah status
berhubungan dengan kurang Dilakukan Selama 3 X 24 Jam 2. Identifikasi Alergi Dan nutrisi tercukupi
nafsu makan mual muntah Diharapkan Nutrisi Terpenuhi Intoleransi Makanan 2. Mengetahui apakah klien
Dengan Kriteria Hasil: memiliki riwayat alergi pada
3. Monitor Asupan Makanan
1. Porsi Makannan Yang makanan tertentu
4. Monitor Hasil Pemeriksaan 3. Untuk memenuhi asupan
Dihabiskan Cukup
Laboratorium nutrisi klien agar tidak
Meningkat Dengan Nilai 4,
5. Anjurkan Posisi Duduk,Jika menurun
2. Indeks Masa Tubuh (IMT)
Mampu 4. Untuk melihat apakah ada
Membaik Dengan Nilai 5, masalah darai pemeriksaan
3. Nafsu Makan Cukup laboratorium klien yang
Membaik Dengan Nilai 4, memicu kompilkasi lain
4. Frekuensi Makan Cukup 5. Agar makanan yang di
Membaik Dengan Nilai 4 makan lebih baik untuk
dicerna dengan posisi duduk
56

3.5 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Hari/tgl/ No Evaluasi Proses.
No Tindakan Keperawatan Ttd
Jam Dx Pukul 16:30 WIB
1 selasa DX 1. Mengidentifikasi penyebab hipertermia S : Klien mengatakan kadang masih
07 Februari 2. Memonitor suhu tubuh merasa panas pada malam hari
1
2023 3. Monitor komplikasi akibat hipertermia O:
Pukul 4. Menyediakan lingkungan yang dingin  Lingkungan yang diberikan klien sudah
5. Melonggarkan atau lepaskan pakaian terasa dingin
10:00
6. Memberikan oksigen  Tubuh klien terasa panas KEL 4
WIB 7. Berkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit,  Suhu tubuh klien 38,8 ⁰C
PZ 500 7tpm  Klien merasa gelisah
 TTV :
Nadi : 100 x/m
Suhu : 38,4⁰C
TD :142/98 mmHg
RR : 20x/m
Spirometri : 97%
A : Hipertermi belum terastasi
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5
57

Hari/tgl/ No Evaluasi Proses.


No Tindakan Keperawatan Ttd
Jam Dx Pukul 16:30 WIB
2 selasa DX 1. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal S : Klien mengatakan masih merasa
07 Februari 2. Memonitor efek samping penggunaan nyeri pada tangan iri dan lutut kanan
2
2023 analgetik nyeri seperti ditusuk-tusuk kadang
Pukul hilang dan timbul saat bergerak skala
3. Monitor TTV
nyeri 4 nyeri hilang timbul nyeri
10:00 4. Memberikan teknik nonfarmakologis klien tidak menjalar ke daerah lain
seperti terapi musik atau aromaterapi. KEL 4
WIB O:
5. Mengontrol ruangan yang dapat  Klien tampak meringis
memperberat rasa nyeri (Mis. Suhu  Skala nyeri 4
ruangan, kebisingan)  Klien tampak gelisah
6. Menjelaskan penyebab, periode, dan  Klien merasaka nyeri saat bergerak
pemicu nyeri  Tampak sedikit bengkak pada
7. Mengajarkan teknik nonfarmakologis tangan dan lutut klien
untuk mengurangi rasa nyeri  TTV :
Nadi : 100 x/m
8. Berkolaborasi pemberian analgetik, berupa
Suhu : 38,8⁰C
metamizole sodium 2 x1 100 mg dalam TD :142/98 mmHg
spuit 10 cc RR : 20x/m
Spirometri : 97%
A : Nyeri belum terastasi
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan
5
58

Hari/tgl/ No Evaluasi Proses.


No Tindakan Keperawatan Ttd
Jam Dx Pukul 16:30 WIB
3 selasa DX 1. Mengidentifikasi Status Nutrisi S : Klien mengatakan masih tidak
07 Februari 2. Mengidentifikasi Alergi Dan Intoleransi memiliki nafsu makan dan kadang masih
3
2023 Makanan merasa mual dan kadang juga muntah
Pukul O:
3. Memonitor Asupan Makanan
 Porsi makanan klien hanya ½ porsi saja
10:00 4. Memonitor Hasil Pemeriksaan Laboratorium
 Nafsu makan klien masih kurang KEL 4
WIB 5. Menganjurkan Posisi Duduk,Jika Mampu
 Klien kadang masih mula dan juga
6. Klien diberikan injeksi obat ondansendtron 8 muntah
mg/3x iv dan omeprazole 2x1 IV  Klien diberikan injeksi obat
ondansentron dan OMZ
 TTV :
Nadi : 100 x/m
Suhu : 37,8⁰C
TD :148/99 mmHg
RR : 20x/m
Spirometri : 98%
A : resiko defisit nutrisi belum terastasi
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5
59

3.6 EVALUASI KEPERAWATAN


Hari/tgl/
No No Dx Evaluasi Ttd
Jam
1. Kamis, 09 februari 1 S: klien mengatakan demam berkurang
2022
Pukul, 08.00 WIB O:
- Suhu tubuh klien terasa dingin
- Klien masih tampak gelisah
- Lingkungan klien sudah diseting dengan dingin
- TTV: (Kelompok 4)
- TD: 131/89 mmhg
- N : 85 x/menit
- S : 34,0 ⁰C
- RR: 20 x/menit
- Spo2 : 99 %

A: Hipertermi teratasi sebagian pertahankan intervensi

P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,4

2 Kamis, 09 Desember 02 S: Klien mengeluh nyeri pada bagian tangan dan lutut klien skala nyer
2022 6 nyeri muncul ketika bergerak nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri
60

Pukul, 09.00 WIB hanya pada bagian tangan dan lutut klien.

O:
- Klien tampak meringis
- Nyeri muncul ketika klien bergerak (Kelompok 4)
- Klien tampak gelisah
- Skala nyeri 6 sedang dari (1-10)
- Nyeri klien masih pada lutut dan dangan kiri klien
- TTV:
- TD: 131/89 mmhg
- N : 85 x/menit
- S : 34,0 ⁰C
- RR : 20 x/menit
- Spo2 : 99 %
-
A: Nyeri belum teratasi

P: Lanjutka Intervensi 1,2,4,5

3 kamist, 09 Desember 03 S: Klien mengatakan kadang masih mual muntah setelah meminum
2022 obat TB
61

Pukul, 09.00 WIB O:


- Klien tampak lemas
- Porsi makan klien masih kurang
- Klien hanya menghabisan ½ porsi makanannya saja (Kelompok 4)
- Klien masih lanjut diberikan ondansentron dan OMZ
- TTV:
- TD: 131/89 mmhg
- N : 85 x/menit
- S : 34,0 ⁰C
- RR: 20 x/menit
- Spo2 : 99 %
-
A: Resiko deficit nutisi belum teratasi

P: Lanjutka Intervensi 1,2,4,5


62

1 Jumat, 10 Desember 01 S: Klien mengatakan suhu tubuh sudah tidak terlalu panas lagi seperti
2022 3 hari sebelumnya
Pukul, 09.00 WIB
O:
- Tubuh klien tampak dingin
- Klien masih tampak gelisah
- Lingkungan klien sudah disesuaikan dengan suhu tubuh klien (Kelompok 4)
- TTV:
- TD: 148/97 mmhg
- N : 99 x/menit
- S : 35,9 ⁰C
- RR: 20
- Spo2 : 97 %
-
A: Hipertermi teratasi

P: Pertahankan Intervensi 1,2,4,5

2 Jumat, 10 Desember 01 S: Klien mengatakan Nyeri masih terasa seperti ditusuk-tusuk, skala
2022 nyeri 6 nyeri pada bagian tangan kiri dan lutut, nyeri muncul ketika
Pukul, 09.00 WIB bergerak ,nyeri tidak menyebar
63

O:
- Klien tampak meringis (Kelompok 4)
- Skala nyeri 6 sedang dari (1-10)
- Klien tampak gelisah
- Nyeri klien pada tangan kiri dan lutut
- Lutut dan tangan klien tampak bengkak
- TTV:
- TD: 148/97 mmhg
- N : 99 x/menit
- S : 35,9 ⁰C
- RR: 20
- Spo2 : 97 %
-
A: Nyeri belum teratasi

P: Lanjutkan Intervensi 1,2,4,5

3 Jumat, 09 Desember 03 S: Klien mengatakan kadang masih merasa mual


2022
Pukul, 09.00 WIB O:
- Klien tampak lemas
- Klien tampak sedikit kurus
- Porsi makan klien masih sedikit
- Makanan yang dapat klien habisan masih ½ porsi saja (Kelompok 4)
64

- TTV:
- TD: 131/89 mmhg
- N : 85 x/menit
- S : 34,0 ⁰C
- Spo2 : 99 %
-
A: resiko deficit nutrisi belum teratasi

P: Lanjutka Intervensi 1,2,4,5


BAB 4
PEMBAHASAN
Proses keperawatan adalah dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek
keperawatan. Hal ini disebutkan sebagai suatu pendekatan problem yang
memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan klien baik sebagai individu, keluarga maupun masyarakat
mengemukakan dalam proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu : pengkajian,
diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi (Nursalam
2001). Pengkajian menurut teori (Nursalam, 2010:17).adalah tahap awal dari proses
keeprawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber data untuk menegvaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan pasien .

4.1 Pengkajian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius terutama menyerang parenkim paru. TB
paru adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh Bacil mycobacterium
tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah.
Sebagian besar bakteri M. tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone
infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer (Wijaya
& Putri, 2013)
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Tuberculosis bisa menyerang bagian paru- paru dan dapat menyerang semua bagian
tubuh (Puspasari, 2019:102)
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
micro tuberculosis yang dapat menular melalui percikan dahak. Tuberkulosis (TB)
bukan penyakit keturunan atau kutukan dan dapat disembuhkan dengan pengobatan
teratur, diawasi oleh Pengawasan Minum Obat (PMO). Tuberkulosis (TB) adalah
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB. Sebagian besar kuman
TB menyerang paru tetapi bisa juga organ tubuh lainnya. (Kemenkes, 201
66

4.2 Diagnosa keperawatan


Berdasarkan diagnosa, intervensi dan implementasi keperawatan yang telah
dilakukan, penulis melihat intervensi keperawatan yang diberikan mampu
mengatasi masalah yang ada. Pada setiap intervensi keperawatan, baik itu pola
nafas tidak efektif, bersihan jalan tidak efektif, perfusi perifer tidak efektif,
resiko perfusi serebral tidak efektif, hypovolemia, dan resiko defisit nutrisi
penulis melibatkan intervensi nonfarmakologis sebagai intervensi utama untuk
mengurangi dan menyelesaikan masalah keperawatan. Pada keperawatan,
pelayanan kesehatan kuratif merupakan intervensi mandiri yang ditujukan untuk
penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian
penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga
seoptimal mungkin. Oleh karena itu, perawat sebagai pemberi pelayanan
kesehatan kuratif perlu terlebih dahulu memiliki pengetahuan dan kemampuan
yang tinggi terkait hal-hal yang ingin diberikan dalam pelayanan kesehatan.
Masalah ini perlu diangkat, agar nyeri pada klien dapat berkurang atau hilang.
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d pwnumpukan secret, sekresi yang
tertahan.(SDKI D.0001 Hal 18)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gas tidak berdifusi dengan
baik (SDKI D.0003)
3. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas (SDKI D.0005 Hal. 26)
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan nafsu makan (SDKI
D.0019 Hal.56)
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (SDKI D.0056
Hal.128)
6. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan konsentrasi cairan di pleura
(SDKI D.0077 Hal. 172)
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan (SDKI D.109)
8. Gangguan Integritas kulit/jaringan berhubungan dengan tirah baring
(SDKI D.0129)
9. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh (SDKI D.0130)
67

4.3 Intervensi keperawatan


Intervensi yang diberikan untuk mengatasi pneumonia yang terjadi pada
responden penelitian adalah
1). Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan Pasien
tampak gelisah, Mukosa bibir kering, Badan teraba hangat, Suhu pasien
ketika dicek saat malam hari TTV Nadi : 87x/mnt Suhu : 37,8OC TD :
200/131 mmHg RR: 25x/mnt SPO2 : 97%, Intervensi Identifikasi
penyebab hipertermia, Monitor suhu tubuh, Monitor kadar elektrolit,
Monitor komplikasi akibat hipertermia, Sediakan lingkungan yang dingin,
Longgarkan atau lepaskan pakaian , Berikan oksigen, Jika perlu,
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit, jika perlu.
2). Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencidera fisik ditandai dengan,
Pasien tampak gelisah, Pasien tampak meringis, Skala nyeri 4, TTV TD:
148/99 mmhg, N: 100x/menit, RR: 20x/menit, S: 37,8 oC., Identifikasi
respon nyeri non verbal Monitor efek samping penggunaan analgetik
Monitor TTV Berikan teknik nonfarmakologis seperti terapi musik atau
aromaterapi. Kontrol ruangan yang dapat memperberat rasa nyeri (Mis.
Suhu ruangan, kebisingan) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi
pemberian analgetik, jika perlu
3). Resiko deficit nutrisi berhubungan dengan kurang nafsu makan mual
muntah ditandai dengan Pasien tanpak lemas Makanan 1 porsi tidak
mampu dihabiskan Pasien terlihat mual muntah saat makan IMT : 19,7
(Normal) Pasien tidak nafsu makan Identifikasi Status Nutrisi, Identifikasi
Alergi Dan Intoleransi Makanan , Monitor Asupan Makanan, Monitor
Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Anjurkan Posisi Duduk,Jika Mampu
4.4 Implementasi
Setelah rencana keperawatan dibuat kemudian di implementasikan sesuai
dengan intervensi yang dibuat. Implementasi merupakan suatu pelaksanaan
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan
dalam implementasi dapat meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama dan sesudah tindakan, dan menilai data-
data yang baru (Dermawan, 2012). Pada tahap melaksanakan tindakan
68

keperawatan yang mengacu pada rencana tindakan sampai dengan hari ketiga.
Tindakan keparawatan yang telah dilakukan pada pasien Tn.M adalah
mengkaji keluhan pasien, pemeriksaan fisik pada pasien, memonitor tanda-
tanda vital, dan mengkaji tingkat pengetahuan pasien, memberikan obat sesuai
dengan kebutuhan pasien. Selain itu, penulis juga melakukan penyuluhan
kesehatan tentang pneumonia yang mencakup pengertian, penyebab, tanda
gejala, pencegahan dan perawatan pasien dengan pneumonia dirumah.

4.5 Evaluasi
Berdasarkan evaluasi keperawatan yang telah di dokumentasikan, Metode
yang digunakan adalah dengan SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisis,
Planning).Untuk dapat mengetahui apakah masalah teratasi, teratasi sebagian,
belum teratasi atau timbul masalah baru. Evaluasi proses dan evaluasi akhir
yang penulis lakukan selama tiga hari.
Adapun evaluasi keperawatan dengan masalah teratasi dari Tn.M selama
dilakukan asuhan keperawatan, sebagai berikut :
1). Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
Dibuktikan dengan Klien mengatakan kadang masih merasa panas pada
malam hari ,Lingkungan yang diberikan klien sudah terasa dingin, Tubuh
klien terasa panas, Suhu tubuh klien 38,8 ⁰C, Klien merasa gelisah, TTV :
Nadi : 100 x/m, Suhu : 38,4⁰C, TD :142/98 mmHg, RR : 20x/m
Spirometri: 97%

2). Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencidera fisik


Dibuktikan dengan Klien mengatakan masih merasa nyeri pada tangan iri
dan lutut kanan nyeri seperti ditusuk-tusuk kadang hilang dan timbul saat
bergerak skala nyeri 4 nyeri hilang timbul nyeri klien tidak menjalar ke
daerah lain , Klien tampak meringis , Skala nyeri 4, Klien tampak gelisah ,
Klien merasaka nyeri saat bergerak, Tampak sedikit bengkak pada tangan
dan lutut klien, TTV : Nadi : 100 x/m, Suhu : 38,8⁰C, TD :142/98 mmHg,
RR : 20x/m, Spirometri : 97%.
69

3). Resiko deficit nutrisi berhubungan dengan kurang nafsu makan mual muntah
Dibuktikan dengan Klien mengatakan masih tidak memiliki nafsu makan
dan kadang masih merasa mual dan kadang juga muntah, Porsi makanan
klien hanya ½ porsi saja, Nafsu makan klien masih kurang , Klien kadang
masih mula dan juga muntah , Klien diberikan injeksi obat ondansentron
dan OMZ, TTV : Nadi : 100 x/m Suhu: 37,8⁰C, TD:148/99 mmHg, RR :
20x/m, Spirometri: 98%
70

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius terutama menyerang parenkim paru.
TB paru adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh Bacil
mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah. Sebagian besar bakteri M. tuberculosis masuk ke dalam
jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang
dikenal sebagai focus primer (Wijaya & Putri, 2013)
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Tuberculosis bisa menyerang bagian paru- paru dan dapat
menyerang semua bagian tubuh (Puspasari, 2019:102)
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri micro tuberculosis yang dapat menular melalui percikan dahak.
Tuberkulosis (TB) bukan penyakit keturunan atau kutukan dan dapat
disembuhkan dengan pengobatan teratur, diawasi oleh Pengawasan Minum Obat
(PMO). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB. Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi bisa juga
organ tubuh lainnya. (Kemenkes, 2018)
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan TB merupakan penyakit
yang disebabkan oleh bakteri micro tuberculosis yang dapat menular melalui oral
doplet atau percikan dahak ketika seseorang batuk yang biasannya langsun
menyerang bagian paru-paru dan juga dapat menyerang beberapa organ lainnya
seperti tulang kulit dan lain-lain Berdasarkan diagnosa, intervensi dan
implementasi keperawatan yang telah dilakukan, penulis melihat intervensi
keperawatan yang diberikan mampu mengatasi masalah yang ada. Pada setiap
intervensi keperawatan, baik itu pola nafas tidak efektif, defisit nutrisi dan
intoleransi aktivitas, penulis melibatkan intervensi nonfarmakologis sebagai
intervensi utama untuk mengurangi dan menyelesaikan masalah keperawatan.
Pada keperawatan, pelayanan kesehatan kuratif merupakan intervensi mandiri
yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat
71

penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas


penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Oleh karena itu, perawat sebagai
pemberi pelayanan kesehatan kuratif perlu terlebih dahulu memiliki pengetahuan
dan kemampuan yang tinggi terkait hal-hal yang ingin diberikan dalam pelayanan
kesehatan.

5.2 Saran
Penulis mengharapkan agar materi laporan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca agar dapat menambah wawasan tentang keilmuan keperawatan
hipertermi, nyeri akut dan resiko deficit nutrisi, semoga keilmuan
keperawatan ini terus dapat berkembang dalam bidang ilmu pengetahuan.

5.2.1 Bagi Mahasiswa


Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan
ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program
Studi profesi NERS Stikes Eka Harap Palangka Raya tentang keperawatan
hipertermi, nyeri akut dan resiko deficit nutrisi pada klien dengan TB paru.

5.2.2 Bagi Klien dan Keluarga


Diharapkan dapat mengedukasi keluarga untuk dapat selalu menjaga
kesehatannya dan sebagai sumber informasi pada keluarga tentang hipertermi,
nyeri akut dan resiko deficit nutrisi pada klien dengan TB paru.

5.2.3 Bagi Institusi


Menjadi sumber refrensi bagi institusi pendidikan maupun rumah sakit.

5.2.4 Bagi IPTEK


Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat peraktis dalam
keperawatan yaitu sebagai panduan perawat dalam pengelolaan kasus pada
pasien TB paru.
72

DAFTAR PUSTAKA

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017.Standar Diagnosis


Keperawatan Indonesia (SDKI).Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018.Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018.Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat

Alsagaff H, dan Mukty H.A. 2010. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:


Airlangga University Press
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta :
MediAction
Dahlan,Sopiyudin,2014. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Edisi 6.
Jakarta, Salmba Medika
NANDA. (2012). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klarifikasi 2009
2011.Jakarta: EGC
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
2017, P., & Ridha, 2014. (2016). konsep asuhan keperawatan asfiksia pola nafas
tidak efektif. Pola Nafas Tidak Efektif Pada Bayi, 2 (2014).
Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medical Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta :
DIVA Ekspres
DiGiulio Mary, Donna Jackson, Jim Keogh (2014), Keperawatan Medikal bedah,
Ed. I, Yogyakarta: Rapha publishing
A. Nurarif, H. K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda NIc-NOC. (3, Ed.). Jogjakarta: Mediaction publishing

Anda mungkin juga menyukai