M
DENGAN DIAGNOSA MEDIS TB PARU DI INSTALASI RAWAT INAP
3A RUMAH SAKIT KHUSUS INFEKSI UNIVERSITAS AIRLANGGA
Di Susun Oleh :
KELOMPOK IV
1. Kris Pernando 2022.04.14901.037
2. Kulviyansari Ayu Fitria 2022.04.14901.040
3. Lisa Margareta 2022.04.14901.043
4. Loren 2022.04.14901.044
5. Melatia Paska 2022.04.14901.046
6. Ni Ketut Dika Novita 2022.04.14901.048
7. Nia Rahmawati 2022.04.14901.049
8. Purnadi Nakalelu 2022.04.14901.055
Kelompok IV
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................. 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6
2.1 Konsep Penyakit Tuberkulosis Paru................................................... 6
2.1.1 Definisi Tuberkulosis Paru..................................................... 6
2.1.2 Anatomi Fisiologi .................................................................. 6
2.1.3 Etiologi ..................................................................................11
2.1.4 Klasifikasi...............................................................................12
2.1.5 Patofisiologi (WOC)...............................................................13
2.1.6 Manifestasi Klinis...................................................................16
2.1.7 Komplikasi..............................................................................17
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang..........................................................18
2.1.9 Penatalaksanaan Medis...........................................................19
2.2 Managemen Asuhan Keperawatan.....................................................21
2.2.1 Pengkajian...............................................................................21
2.2.2 Diagnosa keperawatan............................................................23
2.2.3 Intervensi Keperawatan..........................................................25
2.2.4 Implementasi Keperawatan.....................................................38
2.2.5 Evaluasi...................................................................................38
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN (PASIEN KELOLAAN) ......................39
3.1 Pengkajian Keperawatan.....................................................................39
3.2 Analisa Data........................................................................................50
3.3 Diagnosa Keperawatan........................................................................52
3.4 Intervensi Keperawatan.......................................................................53
3.5 Implementasi Keperawatan.................................................................56
3.6 Evaluasi...............................................................................................59
BAB 4 PEMBAHASAN......................................................................................65
4.1 Pengkajian Keperawatan....................................................................65
4.2 Diagnosa Keperawatan.......................................................................66
4.3 Intervensi Keperawatan......................................................................67
4.4 Implementasi Keperawatan................................................................67
4.5 Evaluasi..............................................................................................68
BAB 5 PENUTUP................................................................................................70
5.1 Kesimpulan.........................................................................................70
3.1 Saran....................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
jatuh sakit TB, setiap jam 208 orang meninggal akibat TB, setiap menit 3 orang
meninggal akibat TB, dan setiap detik orang terinfeksi TB. (Riskesdes,2014)
Pengobatan TB paru dapat dilaksanakan secara tuntas dengan kerjasama
yang baik antara penderita TB Paru dan tenaga kesehatan atau lembaga kesehatan,
sehingga penyembuhan klien dapat dilakukan secara maksimal (Aditama, 2006).
Penanganan TB paru oleh tenaga dan lembaga kesehatan dilakukan menggunakan
metode Direct Observe Treatment Shortcourse (DOTS) atau observasi langsung
untuk penanganan jangka pendek. DOTS terdiri dari lima hal, yaitu komitmen
politik, pemeriksaan dahak di laboratorium, pengobatan berkesinambungan yang
harus disediakan oleh negara, pengawasan minum obat dan pencatatan laporan
(Resmiyati, 2014).
Penyakit Tubercolusis bila tidak diobati akan menjadi sumber penularan,
bagi keluarga, masyarakat, terutama anak-anak yang sangat rentan terjadi
penularan berkaitan dengan daya tahan tubuh, bagi klien akan berdampak seperti
Batuk Darah (=Hemoptysis, Hemoptoe), TB Larings, Pleuritis Eksudatif,
Pnemotoraks, Hidropnemotoraks, Empiema/Piotoraks, dan Pnemotoraks, Abses
Paru, Cor Pulmonale (Danusantoso, 2000). Gejala Tubercolusis yaitu batuk
berdahak lebih dari 2 minggu, batuk darah, nyeri dada, badan panas sampai
menggigil, keringat malam hari tanpa aktifitas, gangguan mentruasi, anoreksia
dan lemah badan (Mukty, 2014)
Masalah keperawatan yang sering muncul pada pasien TB antara lain
bersihan jalan napas tidak efektif, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, dan hipertermia (Nurarif, 2015). Peran perawat dalam 3
mengatasi hal tersebut antara lain membersihkan jalan napas dengan mengajarkan
batuk efektif, membersihkan secret, mengatur kebutuhan kalori yang dibutuhkan
pasien, dan kolaborasi dalam pemberian terapi obat-obatan (Soemantri, 2014).
Keberhasilan pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan klien dan
dukungan dari keluarga. Dampak yang akan muncul bila tidak segera tertangani
adalah meningkatnya angka kematian akibat penyakit tuberculosis (Amin dan
Bahar, 2015).
Kepatuhan dapat diukur dengan menggunakan dua definisi, yaitu definisi
yang beriorientasi pada proses dan definisi yang berorientasi pada dampak
3
6
7
organ berikut:
1) Hidung (cavum nasalis)
Rongga hidung di lapisi sejenis selaput lender yang sangat kaya akan
pembuluh darah. Rongga inibersambung dengan lapisan faring dan selaput
lender sinus yang mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung.
2) Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Nama
sinus paranasalis sendiri di sesuaikan dengan nama tulang dimana organ itu
berada. Organ ini terdiri dari sinus frotalis, sinus etmoidalis, sinus spenoidalis,
dan sinus maksilaris. fungsi dari sinus adalah untuk emmebantu
menghangatkan dan melembabkan udara manusia dengan ruang resonansi.
3) Faring (Tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenglorak sampai
persambungannya dengan esophagus. Pada ketinggian tulang rawan krikoid.
Oleh karena itu letak faring di belakang laring (larynx pharyngeal).
4) Laring (Tenggorokan)
Laring terletak di depan bagian terendahfaring yang memisahkan faring dan
columna vertebrata . laring merentang sebagai bagian atas vetebrata servikals
dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang
rawan yang diikat/disatukan oleh ligament dan membrane (Muhammad
Ardiansyah, 2012: 291).
2.1.2.2 Saluran Pernapasan Bagian Bawah (Lower Airway)
Ditinjau dari fungsinya secara umuj saluran pernapasan bagian bawah
terbagi menjadi dua komponen. Pertama, saluran udara kondusif atau yang seiring
di sebut sebagai percabangan dari trakeobronkialis. Saluran ini terdiri atas trakea.
Bronki, dan bronkioli. Kedua saluran respiratorius terminal (kadang kala disebut
dengan acini) yang merupakan saluran udara konduktif dengan fungsi utamanya
sebagai penyalur (Konduksi) gas masuk dan keluar dari saluran respiratorius
terminal merupakan pertukaran gas yang sesunggahnya. Alveoli sendiri
merupakan bagian dari satuan respiratorius terminal.
8
1) Trakea
Trakea atau batang tenggoroakan memiliki panjang kira-kira 9 cm. Organ ini
merentang laring sampai kira-kira di bagian atas vetebrata torakalis kelima.
Dari tempat ini, trakea bercabang menjadi dua bronkus (bronchi). Trakea
tersusun atas 16-20 lingkaran tak lengkap, berupa cincin-cincin tulang rawan
yang disatukan bersama oleh jaringan fibrosa dan melengkapi lingkaran
sebelah belakang trakea . selain itu, trakea juga memuat beberapa jaringan otot.
2) Bronkus dan Bronkiolus
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada tingkatan vetebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh
sejenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu membentang kebawah dan
kesamping, kea rah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar
daripada yang kiri, sedikit lebihtinggi dari arteri pulmonalis dan
mengeluarkansebuah cabang utamaleawat dibawah arteri, yang disebut
bronkus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan serta merentang
di bawah arteri pulmonalis sebelum akhirnya terbelah menjadi beberapa
cabang menuju ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronkus kanan dan
kiri bercabanglagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian menjadi lobus
sementalis. Percabangan ini merentang terus menjadi bronkus yang ukuranya
semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolis terminalis, yaitu saluran
udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkeolus
tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos
sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran udara kebawah sampai
tingkat bronkhiolus terminalis disebut saluran penghantar udara ke tempat
pertukaran gas paru-paru.
3) Alveolus
Alveolus (yaitu tempat pertukaran gas sinus) terdiri dari bronkiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil dan alveoli pada
dindingnya. Alveolus adalah kantung berdinding tipis yang mengandung udara.
Melalui seluruh dinding inilah terjadi pertukaran gas. Setiap paru mengandung
9
2.1.3 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan dan sinar
ultraviolet. Terdapat 2 macam mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan
bovin. Basil tipe human berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal
dari penderita TB paru dan orang yang rentan terinfeksi bila menghirup bercak
ludah ini (Kusuma & Nurafif, 2015: 52). Penyakit infeksi yang menyebar dengan
rute naik di udara. Infeksi di sebabkan oleh penghisapan air liur yang berisi
bakteri tuberculosis (mycrobacterium tubercukoisis). Seorang yang terkena
infeksi dapat menyebarkan partikel kecil melalui batuk, bersin, dan berbicara.
Berhubungan dekat dengan mereka yang terinfeksi meningkatkan kesempatan
untuk transmisi. Begitu terhisap, organism secara khas diam di dalam paru-paru,
tetapi dapat menginfeksi organ tubuh lainya. Organism mempunyai kapsul
sebelah luar. ( Digiulio marry, Jackson donna, Keogh, 2014).
Penyebab penyakit tuberculosis adalah bakteri mycrobacterium
tuberculosis dan mycrobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4
mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok,
bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi memunyai selubung, tetapi
mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid terutama asam mikolat
12
(Widoyono, 2015:15)
2.1.4 Klasifikasi
Menurut (Puspasari, 2019: 125) klasifikasi tuberkulosis dibagi menjadi
empat, yaitu :
2.1.4.1 Berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit :
1) Tuberkulosis paru
TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap
sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
2) Tuberkulosis ekstra paru
TB yang terjadi pada organ selain paru misalnya kelenjar limfe, pleura,
abdomen, saluran kencing, kulit, selaput otak, sendi dan tulang
2.1.4.2 Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
1) Klien baru TB: klien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB
paru sebelumnya atau sudah pernah menelan obat anti-tuberkulosis
(OAT) namun kurang dari satu bulan (< 28 dosis).
2) Klien yang pernah diobati TB: klien yang sebelumnya pernah menelan
obat anti-tuberkulosis (OAT) selama satu bulan atau lebih (≥ 28 hari).
3) Klien berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
(1)Klien kambuh: klien TB paru yang pernah dinayatakn sembuh dan
saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologi
(2)Klien yang diobati kembali setelah gagal: klien TB paru yang pernah
diobati dan gagal pada pengobatan terakhir.
(3)Klien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):
klien TB paru yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow-up
(dikenal sebagai pengobatan klien setelah putus berobat).
(4)Lain-lain: klien TB paru yang pernah diobati tetapi hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
2.1.4.3 Berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat:
Pengelompokkan penderita TB berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji
dari mycobacterium tuberculosis terhadap obat anti-tuberkulosis (OAT) :
1) Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis obat anti-
tuberkulosis (OAT) lini pertama saja.
13
2) Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis obat anti-
tuberkulosis (OAT) lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin
(R) secara bersamaan.
3) Multidrug resisten (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
4) Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR sekaligus resisten
terhadap salah satu obat anti-tuberkulosis (OAT) golongan
fluorokuinolon dan minimal salah satu dari obat anti-tuberkulosis
(OAT) lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin, Amikasin).
5) Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap obat anti-tuberkulosis (OAT) lain yang
terdeteksi.
2.1.4.4 Klasifikasi penderita TB berdasarkan status HIV:
1) Klien TB dengan HIV positif
2) Klien TB dengan HIV negatif
3) Klien TB dengan status HIV tidak diketahui
2.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari pasien
Tuberculosis paru ketika pasien batuk, bersin, tertawa. droplet nuclei ini
mengandung basil Tuberculosis dan ukurannya kurang dari 5 mikron dan akan
melayang layang di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil Tuberculosis.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan
segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya melalui
serangkaian reaksi imunologis bakteri Tuberculosis (TB) ini akan berusaha
dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi
jaringan parut dan bakteri
Tuberculosis paru akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk
dormant
rontgen. Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limpospesifik-tubercolosis
melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu setelah
pemajanan. Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan gumpalan
basil yang masih hidup. Granulomas diubah menjadi massa jaringan jaringan
fibrosa, bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon dan menajdi
nekrotik membentuk massa seperti keju. Setelah pemajanan dan infeksi awal,
individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon yang
inadekuat dari respon system imun. Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi ulang
dan aktivasi bakteri dorman. (Devi, 2017).
15
15
WOC TB PARU TB paru adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh Bacil mycobacterium
tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah. Sebagian besar
bakteri M. tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya
mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer (Wijaya & Putri, 2013)
Stimulasi sel-sel Sel T dan jaringan Pemeriksaan Menyebar pada Aktivitas seluler Mengaktifasi
Pemriksaan goblet dan sel fibrosa membungkus
radiologi bagian paru meningkat respon imun
sputum BTA makrofag dan basil
mukosa tuberkulosis (ingesti)
Pengeluaran ADL terbatas inflamasi
Sel mucus Fibrosis jaringan
batuk, droplet
berlebihan Fibrosis
Tirah baring Memicu
Iskemia jaringan pembentukan
Peningkatan Timbul jaringan Pemecahan KH,
paru serotonin
parut Proses peradangan lemak, protein
produksi mucus Gangguan
Integritas
Penumpukan Merangsang respon
Mual,Muntah, Kulit/jaringan
Masuk ke SSP
Akumulasi secret Alveolus tidak Granulasi syaraf sekitar untuk (SDKI D.0129)
secret Kembung,
pada saluran Kembali saat ekspirasi chemorection mengeluarkan
neurotransmitter
pernafasan Kelemahan
Hambatan jalan Bradikinin, histamine,
Nafsu Makan
Gas tidak dapat Peningkatan suhu serotinin
nafas
Bersihan Jalan Nafas berdifusi dengan baik tubuh Defisit Intoleransi
Tidak Efektif (SDKI Defisit Nutrisi Perawatan Diri Aktivitas (SDKI
Pola Nafas Tidak D.0001) Nyeri Akut (SDKI D.0019) (SDKI D.0109)
efektif (SDKI Gangguan Pertukaran Hipertermia (SDKI 0077)
D. 0056)
Gas (SDKI D.0003)
D.0005) (SDKI D.0130)
16
2.1.7. Komplikasi
Menurut Puspasari (2019: 131), komplikasi yang terjadi pada penyakit
tuberkulosis paru antara lain :
2.1.7.1. Nyeri tulang belakang.
18
dicoba pemberian oabat berdarkan uji resisten atau uji obat lapis seperti Quilon,
Ethioamide, Sikloserin, Amikasi, dan sebagainya (Muttaqin, 2012 : 81)
2.2.2.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gas tidak berdifusi dengan
baik (SDKI D.0003)
2.2.2.3 Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas (SDKI D.0005 Hal. 26)
2.2.2.4 Defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan nafsu makan (SDKI D.0019
Hal.56)
2.2.2.5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (SDKI D.0056
Hal.128)
2.2.2.6 Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan konsentrasi cairan di pleura
(SDKI D.0077 Hal. 172)
2.2.2.7 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan (SDKI D.109)
2.2.2.8 Gangguan Integritas kulit/jaringan berhubungan dengan tirah baring
(SDKI D.0129)
2.2.2.9 Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh (SDKI D.0130)
25
Edukasi :
1. Jelaskan pasien dan/atau keluarga tujuan dan
prosedur pemasangan jalan nafas buatan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mocus plug
yang tidak dapat di lakukan pengisapan
27
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
4. Defisit Nutrisi berhubungan Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nutrisi (SIKI I. 03119 Hal.200)
keperawatan selama 3x7 jam diharapkan Observasi :
dengan penurunan nafsu
Resiko defisit nutrisi menurun dengan 1. Identifikasi status nutrisi
makan (SDKI D.0019 kriteria hasil : SLKI (L.14137 hal 139) 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
1. Porsi makan yang dihabiskan membaik 3. Identifikasi makanan yang di sukai
Hal.56)
(5) 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
2. Verbalisasi keinginan untuk 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
meningkatkan nutrisi membaik (5) nasogastrik
3. Pengetahuan tentang pilihan makanan 6. Monitor asupan makan
yang sehat membaik (5) 7. Monitor berat badan
4. Pengetahuan tentang pilihan minuman 8. Monitor hasil laboratorium
yang sehat membaik (5) Terapeutik :
5. Nyeri abdomen menurun (5) 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
6. Berat badan membaik(5) 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
7. Indeks Masaa Tubuh (IMT) membaik makanan)
(5) 3. Sajikan makanan sssecara menarik dan suhu yang
8. Frekuensi makan membaik (5) sesuai
9. Nafsu makan membaik (5) 4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makanan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral dapat di toleransi
Edukasi :
30
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori, dan jenis nutrient yang di butuhkan,
jika perlu
31
2.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelakasaan tindakan yang harus dilaksanakan berdasarkan
diagnosis perawat. Pelaksaan tindakan keperawatan dapat dilaksanakan oleh sebagian
perawat, perwata secara mandiri atau bekerja sama dengan tim kesehatan luar. Dalam
hal ini perwat adalah pelaksana asuhan keperawatan yaitu memberikan pelayanan
keperwatan dengan tindakan keperawatan menggunakan proses keperawatan
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
2. Status Kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama (saat MRS dan Saat ini)
Pasien mengeluh Mual muntah
2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan saat ini
Pada tanggal 05 Februari 2023 pukul 10.00 WIB pasien datang
ke IGD Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya dengan
keluhan mual muntah ± 2 hari setelah minum obat TB dibawa
oleh istri dilakukan perawatan di IGD dan pada jam 14.00 WIB
Pasien dipindahkan ke ruang IRNA 3A RSKI Untuk dilakukan
rawat inap.
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Jika merasa sakit pasien selalu dibawa kefasilitas kesehatan
terdekat
b. Status kesehatan masa lalu
1) Penyakit yang pernah dialami
Pasien memiliki riwayat penyakit DM Tipe 2 dengan injeksi
levemit sc 6 unit
2) Pernah dirawat
Pasien pernah dirawat di Rumah Sakit Universitas Airlangga
Surabaya dengan keluhan batuk dan sesak nafas, menjalani terapi
perawatan TB Paru 6 Bulan.
3) Alergi
Tidak ada Riwayat alergi obat atau makanan
4) Kebiasaan (merokok/kopi/alcohol dll)
Pasien memiliki kebiasaan merokok 1-2 bungkus dalam sehari 1
tahun yang lalu namun sekarang sudah berhenti, Pasien tidak
memiliki kebiasan minup kopi, pasien tidak minum minuman
alcohol.
c. Riwayat penyakit keluarga
Pasien Mengatakan kakanya pernah menderita TB Paru dan sudah
meninggal 1 tahun yang lalu.
41
Sebelum sakit:
Klien mengatakan sebelum sakit klien selalu bisa beraktivitas
setiap hari bekerja menjadi pegawai pabrik
Saat sakit:
Klien mengatakan menerima keadaannya saat ini
Konsep diri
Sebelum sakit:
Sebelum sakit klien merasa yakin terhadap kemampuannya sendiri
dalam melakukan apapun terutama mencari nafkah buat keluarga
Saat sakit:
Setelah sakit klien mudah menyesuaikan diri dengan kondisinya
sekarang yang membutuhkan perawatan
7. Pola istirahat tidur
Sebelum sakit:
Sebelum sakit Pasien tidur malam 9 jam, tidur siang 1-2 jam
Saat sakit:
Saat sakit Pasien tidur malam hanya 7-9 jam siang 1-2 jam
8. Pola peran hubungan dengan orang lain
Sebelum sakit:
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik, dengan keluarga maupun
temannya.
Saat sakit:
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik, dengan perawat, keluarga
maupun temannya.
9. Pola seksual-reproduksi:
Sebelum sakit :
Tidak ada keluhan
Saat sakit :
Tidak ada keluhan
10. Pola mekanisme koping:
Sebelum sakit:
44
mukosa kering, tidak ada luka ataupun radang, leher normal tidak
ada hambatan gerak, tidak ada distensi vena jugularis.
Palpasi:
Tidak terdapat benjolan atau nyeri ketika di palpasi di sekitar
area kepala, hidung, telinga, mata dan leher.
2) Dada:
1. Paru:
Inspeksi:
Bentuk simetris kanan dan kiri, tidak terdapat jejas, Pola nafas
takipnea pernapasan tanpak cepat dan dangkal
Palpasi:
Tidak ada pergeseran, tidak ada nyeri, ekspansi paru tidak
teraba
Perkusi : suara paru sonor
Auskultasi: suara napas tambahan Ronchi
2. Jantung
Inspeksi : bentuk simetris kanan dan kiri, tidak terdapat jejas
Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri, CRT <2 detik,
Perkusi : bunyi jantung pekak/datar
Auskultasi: bunyi jantung S1, S2, S3 Lup-Dup
3) Payudara dan ketiak:
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada luka
Palpasi : tidak ada benjolan
4) Abdomen:
Inspeksi : kulit bersih, tidak ada luka
Auskultasi : peristaltic usus 12x/menit
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada daerah abdomen kiri dan
bawah
Perkusi : suara timpani
5) Genetalia :
Inspeksi : tidak ada dikaji
Palpasi : tidak ada dikaji
46
6) Integument:
Inspeksi:
Kemampuan pergerakan sendi bebas, tidak ada patah tulang,
tulang belakang normal, ukuran otot simetris.
Palpasi:
Tidak ada benjolan, pembengkakan, ataupun nyeri tekan
7) Ektremitas :
1. Atas :
Inspeksi : ukuran otot normal, bergerak terbatas, bentuk tangan
simetris, tidak ada patah tulang, tangan kiri tampak sulit digerakan,
klien mengeluh nyeri pada tangan kiri ketika digerakan skala 4, nyeri
seperti ditusuk-tusuk kadang hilang dan muncul.
Palpasi : Tidak ada benjolan dan pembengkak, nyeri tekan pada
tangan kiri
2. Bawah :
Inspeksi : ukuran otot normal, bergerak terbatas, bentuk kaki
simetris, tidak ada patah tulang, kaki kanan tampak sulit digerakan,
klien mengeluh nyeri pada kaki kanan ketika digerakan skala 4, nyeri
seperti ditusuk-tusuk kadang hilang dan muncul.
Palpasi :tidak ada benjolan dan pembengkakan dan nyeri tekan di
area kaki kanan
8) Neurologis:
1. Status mental dan emosi: (tingkat kesadaran, orientasi, memori,
suasana hati dan afek, nyeri, intelektual, bahasa).
Tingkat kesadaran: Composmenthis
Orientasi Waktu
Pasien dapat membedakan waktu pagi, siang dan malam.
Orientasi Orang
Pasien dapat mengenali keluarganya dan petugas kesehatan.
47
Orientasi Tempat
Pasien dapat mengetahui sedang berada di RS
Memori : Baik
Suasana hati : Tampak meringis menahan nyeri, tampak gelisah
Nyeri : tidak ada nyeri
Bahasa:
Bahasa sehari-hari menggunakan bahasa jawa dan bahasa Indonesia
2. Pengkajian saraf cranial:
Berdasarkan pemeriksaan dan pengkajian nilai GCS pasien, E (Eye) :
4 (Membuka mata dengan spontan), V (Verbal) : 5 (Kalimat lengkap
dan jelas), M (Motorik) : 6 (Dapat mengikuti perintah), Total Nilai
GCS adalah 15 dengan Kesadaran Tn.D yaitu Composmentis Nervus
Kranial I (Olfaktorius) Pasien dapat membedakan aroma minyak
kayu putih. Nervus Kranial II (Optikus) Pasien dapat membaca,
Nervus Kranial III (Okulomotorus) Pasien dapat menggerakan bola
mata ke atas dan ke bawah, Nervus Kranial IV (Troklearis) Pasien
dapat menggerakan bola mata ke kiri dan ke kanan, Nervus Kranial
V (Trigeminus) Pasien dapat mengunyah dengan baik, Nervus
Kranial VI (Abdusen) Pasien dapat membedakan rasa asam, manis,
asin, pahit, Nervus Kranial VII : (Fasialis) Pasien dapat tersenyum,
Nervus Kranial VIII (Vestibuloakustikus) Pasien dapat mendengar
dengan baik, Nervus Kranial IX (Glosofaringus) Pasien dapat
menelan dengan baik, Nervus Kranial X (Vagus) Pasien dapat
berbicara dengan baik dan jelas, Nervus Kranial XI (Aksesorius)
Pasien dapat menggerakan kepala ke kiri dan ke kanan, Nervus
Kranial XII (Hipoglosus) Pasien dapat menjulurkan lidah.
3. Pemeriksaan reflek:
Reflek biseps normal ketika diberi rangsangan, reflek trisep normal
ketika diberikan rangsangan, otot tidak tegang, reflek patela normal
ketika diberikan ransangan, reflek achilles normal ketika diberikan
48
2) Pemeriksaan TCM
49
Mahasiswa
(Kelompok 4)
50
Hipertermia
Resiko Defisit
Kurang nafsu makan Nutrisi
DS:
51
DO:
- Pasien tanpak lemas
- Makanan 1 porsi tidak
mampu dihabiskan Resiko Defisit Nutrisi
- Pasien terlihat mual muntah
saat makan
- IMT : 19,7 (Normal)
- Pasien tidak nafsu makan
52
2. Nyeri Akut Setelah di lakukan 1. Identifikasi respon nyeri non 1. Untuk mengetahui tingkat
berhubungan perawatan selama 3x7 jam verbal ketidaknyamanan yang
dengan agen diharapkan nyeri akut 2. Monitor efek samping penggunaan dirasakan oleh klien
pencidera fisik teratasi, dengan kriteria:
analgetik 2. Untuk mengetahui efek
ditandai dengan, 1. Kemampuan
Pasien tampak 3. Monitor TTV samping yang ditimbulkan
menutaskan aktivitas
gelisah, Pasien 4. Berikan teknik nonfarmakologis dari pengguanaan analgetik
meningkat (5)
tampak meringis, seperti terapi musik atau 3. Untuk mengetahui keadaan
2. Keluhan nyeri menurun
Skala nyeri 4, TTV aromaterapi. umum pasien
TD: 148/99 mmhg, (5)
5. Kontrol ruangan yang dapat 4. Membantu menurunkan
N: 100x/menit, RR: 3. Meringis menurun (5)
memperberat rasa nyeri (Mis. Suhu persepsi respon nyeri dengan
20x/menit, S: 4. Gelisah menurun (5)
ruangan, kebisingan) memanipulasi adaptasi
37,8oC. 5. Kesulitan tidur menurun
6. Jelaskan penyebab, periode, dan fisiologi terhadap nyeri
(5)
pemicu nyeri 5. Dapat membantu dalam
6. Nafsu makan membaik
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis menghilangkan
(5)
untuk mengurangi rasa nyeri ketidaknyaman
7. Pola tidur membaik (5)
8. Kolaborasi pemberian analgetik, 6. Agar klien tau tentang nyeri
jika perlu yang dialaminya
7. Agar klien bisa melakukan
secara mandiri teknik
nonfarmakologis
8. Untuk membantu menangani
masalah yang dialami klien
55
2 Kamis, 09 Desember 02 S: Klien mengeluh nyeri pada bagian tangan dan lutut klien skala nyer
2022 6 nyeri muncul ketika bergerak nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri
60
Pukul, 09.00 WIB hanya pada bagian tangan dan lutut klien.
O:
- Klien tampak meringis
- Nyeri muncul ketika klien bergerak (Kelompok 4)
- Klien tampak gelisah
- Skala nyeri 6 sedang dari (1-10)
- Nyeri klien masih pada lutut dan dangan kiri klien
- TTV:
- TD: 131/89 mmhg
- N : 85 x/menit
- S : 34,0 ⁰C
- RR : 20 x/menit
- Spo2 : 99 %
-
A: Nyeri belum teratasi
3 kamist, 09 Desember 03 S: Klien mengatakan kadang masih mual muntah setelah meminum
2022 obat TB
61
1 Jumat, 10 Desember 01 S: Klien mengatakan suhu tubuh sudah tidak terlalu panas lagi seperti
2022 3 hari sebelumnya
Pukul, 09.00 WIB
O:
- Tubuh klien tampak dingin
- Klien masih tampak gelisah
- Lingkungan klien sudah disesuaikan dengan suhu tubuh klien (Kelompok 4)
- TTV:
- TD: 148/97 mmhg
- N : 99 x/menit
- S : 35,9 ⁰C
- RR: 20
- Spo2 : 97 %
-
A: Hipertermi teratasi
2 Jumat, 10 Desember 01 S: Klien mengatakan Nyeri masih terasa seperti ditusuk-tusuk, skala
2022 nyeri 6 nyeri pada bagian tangan kiri dan lutut, nyeri muncul ketika
Pukul, 09.00 WIB bergerak ,nyeri tidak menyebar
63
O:
- Klien tampak meringis (Kelompok 4)
- Skala nyeri 6 sedang dari (1-10)
- Klien tampak gelisah
- Nyeri klien pada tangan kiri dan lutut
- Lutut dan tangan klien tampak bengkak
- TTV:
- TD: 148/97 mmhg
- N : 99 x/menit
- S : 35,9 ⁰C
- RR: 20
- Spo2 : 97 %
-
A: Nyeri belum teratasi
- TTV:
- TD: 131/89 mmhg
- N : 85 x/menit
- S : 34,0 ⁰C
- Spo2 : 99 %
-
A: resiko deficit nutrisi belum teratasi
4.1 Pengkajian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius terutama menyerang parenkim paru. TB
paru adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh Bacil mycobacterium
tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah.
Sebagian besar bakteri M. tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone
infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer (Wijaya
& Putri, 2013)
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Tuberculosis bisa menyerang bagian paru- paru dan dapat menyerang semua bagian
tubuh (Puspasari, 2019:102)
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
micro tuberculosis yang dapat menular melalui percikan dahak. Tuberkulosis (TB)
bukan penyakit keturunan atau kutukan dan dapat disembuhkan dengan pengobatan
teratur, diawasi oleh Pengawasan Minum Obat (PMO). Tuberkulosis (TB) adalah
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB. Sebagian besar kuman
TB menyerang paru tetapi bisa juga organ tubuh lainnya. (Kemenkes, 201
66
keperawatan yang mengacu pada rencana tindakan sampai dengan hari ketiga.
Tindakan keparawatan yang telah dilakukan pada pasien Tn.M adalah
mengkaji keluhan pasien, pemeriksaan fisik pada pasien, memonitor tanda-
tanda vital, dan mengkaji tingkat pengetahuan pasien, memberikan obat sesuai
dengan kebutuhan pasien. Selain itu, penulis juga melakukan penyuluhan
kesehatan tentang pneumonia yang mencakup pengertian, penyebab, tanda
gejala, pencegahan dan perawatan pasien dengan pneumonia dirumah.
4.5 Evaluasi
Berdasarkan evaluasi keperawatan yang telah di dokumentasikan, Metode
yang digunakan adalah dengan SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisis,
Planning).Untuk dapat mengetahui apakah masalah teratasi, teratasi sebagian,
belum teratasi atau timbul masalah baru. Evaluasi proses dan evaluasi akhir
yang penulis lakukan selama tiga hari.
Adapun evaluasi keperawatan dengan masalah teratasi dari Tn.M selama
dilakukan asuhan keperawatan, sebagai berikut :
1). Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
Dibuktikan dengan Klien mengatakan kadang masih merasa panas pada
malam hari ,Lingkungan yang diberikan klien sudah terasa dingin, Tubuh
klien terasa panas, Suhu tubuh klien 38,8 ⁰C, Klien merasa gelisah, TTV :
Nadi : 100 x/m, Suhu : 38,4⁰C, TD :142/98 mmHg, RR : 20x/m
Spirometri: 97%
3). Resiko deficit nutrisi berhubungan dengan kurang nafsu makan mual muntah
Dibuktikan dengan Klien mengatakan masih tidak memiliki nafsu makan
dan kadang masih merasa mual dan kadang juga muntah, Porsi makanan
klien hanya ½ porsi saja, Nafsu makan klien masih kurang , Klien kadang
masih mula dan juga muntah , Klien diberikan injeksi obat ondansentron
dan OMZ, TTV : Nadi : 100 x/m Suhu: 37,8⁰C, TD:148/99 mmHg, RR :
20x/m, Spirometri: 98%
70
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius terutama menyerang parenkim paru.
TB paru adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh Bacil
mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah. Sebagian besar bakteri M. tuberculosis masuk ke dalam
jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang
dikenal sebagai focus primer (Wijaya & Putri, 2013)
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Tuberculosis bisa menyerang bagian paru- paru dan dapat
menyerang semua bagian tubuh (Puspasari, 2019:102)
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri micro tuberculosis yang dapat menular melalui percikan dahak.
Tuberkulosis (TB) bukan penyakit keturunan atau kutukan dan dapat
disembuhkan dengan pengobatan teratur, diawasi oleh Pengawasan Minum Obat
(PMO). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB. Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi bisa juga
organ tubuh lainnya. (Kemenkes, 2018)
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan TB merupakan penyakit
yang disebabkan oleh bakteri micro tuberculosis yang dapat menular melalui oral
doplet atau percikan dahak ketika seseorang batuk yang biasannya langsun
menyerang bagian paru-paru dan juga dapat menyerang beberapa organ lainnya
seperti tulang kulit dan lain-lain Berdasarkan diagnosa, intervensi dan
implementasi keperawatan yang telah dilakukan, penulis melihat intervensi
keperawatan yang diberikan mampu mengatasi masalah yang ada. Pada setiap
intervensi keperawatan, baik itu pola nafas tidak efektif, defisit nutrisi dan
intoleransi aktivitas, penulis melibatkan intervensi nonfarmakologis sebagai
intervensi utama untuk mengurangi dan menyelesaikan masalah keperawatan.
Pada keperawatan, pelayanan kesehatan kuratif merupakan intervensi mandiri
yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat
71
5.2 Saran
Penulis mengharapkan agar materi laporan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca agar dapat menambah wawasan tentang keilmuan keperawatan
hipertermi, nyeri akut dan resiko deficit nutrisi, semoga keilmuan
keperawatan ini terus dapat berkembang dalam bidang ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA