Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN

DIAGNOSA MEDIS GAGAL GINJAL KRONIS

Disusun Oleh:

Nama : Avilia Anggraini


NIM : 2018.C.10a.0927

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2020/2021
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan
Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronis” Laporan pendahuluan ini disusun guna
melengkapi tugas (PPK 4).

Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan


dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 20 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1Latar Belakang.................................................................................................1
1.2Rumusan Masalah...........................................................................................1
1.3Tujuan Penulisan.............................................................................................1
1.3.1Tujuan Umum...........................................................................................1
1.3.2Tujuan khusus...........................................................................................1
1.4Manfaat............................................................................................................2
1.4.1Untuk Mahasiswa.....................................................................................2
1.4.2Untuk Klien Dan Keluarga.......................................................................2
1.4.3Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)........................................2
1.4.4Untuk IPTEK............................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1Konsep Penyakit..............................................................................................3
2.1.1Definisi......................................................................................................3
2.1.2Anatomi Fisiologi.....................................................................................3
2.1.3Etiologi......................................................................................................5
2.1.4Klasifikasi.................................................................................................6
2.1.5Patifisiologi...............................................................................................6
2.1.6Manifestasi klinis (tanda dan gejala)........................................................8
2.1.7Komplikasi................................................................................................9
2.1.8Pemeriksaan Penunjang............................................................................9
2.1.9Penatalaksanaan medis............................................................................10
2.2Manajemen Asuhan Keperawatan.................................................................11
2.2.1Pengkajian keperawatan..........................................................................11
2.2.2Diagnosa keperawatan............................................................................15
2.2.3Intervensi keperawatan...........................................................................15
2.2.4Implementasi keperawatan......................................................................17
2.2.5Evaluasi keperawatan..............................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit gagal ginjal kronis merupakan suatu kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit akibat
destruksi struktur ginjal yang progresif yang ditandai dengan penumpukan sisa
metabolisme (toksik uremik) di dalam tubuh (Muttaqin & Sari, 2011).
Keadaan dimana Penurunan cepat/tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi
ginjaldisebut gagal ginjal akut. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan
konsentrasikreatinin serum atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN (blood
Urea Nitrogen).Setelah cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali
normal, sehingga yangmenjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan
produksi urin, Sedangkan dimana ginjal kehilangan kemampuannya untuk
mempertahankan volume dan komposisicairan tubuh yang berlangsung progresif,
lambat, samar dan bersifat irreversible (biasanya berlangsung beberapa tahun) di
sebut dengan gagal ginjal kronis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil suatu rumusan
masalah, yaitu Bagaimana asuhan keperawatan pada Pasien dengan diagnosa
medis gagal ginjal kronis ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada Pasien dengan
diagnosa medis gagal ginjal kronis.

1.3.2 Tujuan khusus


1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep penyakit gagal ginjal kronis.
1.3.2.2 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Pasien dengan diagnosa
medis gagal ginjal kronis.
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan pada Pasien
dengan diagnosa medis gagal ginjal kronis.

1
2

1.3.2.4 Mahasiswa dapat menentukan intervensi pada Pasien dengan diagnosa


medis gagal ginjal kronis
1.3.2.5 Mahasiswa dapat melakukan implementasi pada Pasien dengan diagnosa
medis gagal ginjal kronis
1.3.2.6 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Pasien dengan diagnosa
medis gagal ginjal kronis
1.3.2.7 Mahasiswa mampu membuat dokumentasi pada Pasien dengan diagnosa
medis gagal ginjal kronis

1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada Pasien dengan
diagnosa medis gagal ginjal kronis.
1.4.2 Untuk Klien Dan Keluarga
Klien dan keluarga dapat mengetahui perawatan yang tepat pada Pasien
dengan diagnosa medis gagal ginjal kronis.
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)
Institusi (Pendidikan Dan Rumah Sakit) dapat mengembangkan
pengetahuan mengenai sebuah asuhan keperawatan pada Pasien dengan diagnosa
medis gagal ginjal kronis.
1.4.4 Untuk IPTEK
Untuk mengembangakan ilmu pengetahuan teknologi di bidang kesehatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi
Gagal ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindroma klinik yang disebabkan
oleh penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
irreversible (Mailani & Andriani, 2017).
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan dan elektrolit, pasien gagal ginjal kronik harus menjalani terapi
hemodialisis secara terus menerus seumur hidup dan akan menimbulkan masalah
fisik dan psikologis yaitu depresi, pasien harus memiliki upaya dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapinnya yang dikenal dengan mekanisme
koping (Pratama, Pragholapa, & Nurrohman, 2020).
Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan perjalanan akhir dari
berbagai penyakit yang berhubungan dengan traktus urinarius dan ginjal, dimana
terjadi penurunan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible sehingga tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit (Muzaenah & Makiyah, 2018).
Maka dapat disimpulkan bahwa PGK (Penyakit Ginjal Kronis) / CKD
(Chronic Kidney Disease) adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
kerusakkan atau kegagalan fungsi kerja dari ginjal.
2.1.2 Anatomi Fisiologi

3
4

Pada umumnya struktur dari ginjal pada anatomi ginjal dibagi menjadi 3
bagian penting yakni meliputi :
1. Kulit Ginjal (sering disebut dengan korteks)
Jika dilihat bagian korteks, maka bisa ditemukan bagian glomerulus dan
juga bagian simpai bowman. Glomerulus dan juga simpai bowman akan
mulai melakukan pembentukan menjadi satu kesatuan yang dinamakan
sebagai badan malpighi. Pada bagian badan malpighi iniliah proses
penyaringan terhadap darah dimulai dan akan berlangsung.
Badan malpighi ialah bisa dikatakan sebagai awal dari nefron. Nefron
merupakan satuan dalam bentuk struktural dan juga fungsional. Dari bagian
badan malpighi akan mulai membentuk suatu saluran yang digunakan untuk
menuju ke bagian medula (sering disebut dengan sumsum ginjal).
2. Rongga Ginjal (sering disebut dengan pelvis renalis)
Pada bagian rongga ginjal akan bermuara ke bagian saluran yang bernama
saluran pengumpul. Dari bagian rongga tersebut, makan urine akan mulai
keluar dari bagian saluran ureter selanjutnya menuju ke bagian vesika
urinaria (sering disebut sebagai kandung kemih). Dari bagian kandung
kemih, kemudian urine akan mulai keluar dari bagian tubuh melewati
bagian yang bernama saluran uretra.
3. Sumsum Ginjal (Medula)
Medula (sering disebut dengan sumsum ginjal) terbentuk dari bagian
saluran-saluran yang bisa dikatakan sebagai kelanjutan dari bagian badan
malphigi dan juga bagian saluran yang terdapat di bagian dalam korteks.
Rongga ginjal merupakan rongga yang mempunyai fungsi dalam
5

menampung semua urine yang ada dalam waktu tertentu (penyimpanan


sementara) sebelum proses pengeluaran melalui bagian ureter.
Berikut fungsi ginjal pada anatomi ginjal yang perlu anda ketahui, yuk
simak penjelasannya sebagai berikut :
1. Mendukung dalam proses pengaturan tekanan osmosis
2. Membantu proses pengontrolan terhadap kondisi pH dalam darah agar tetap
dalam kondisi stabil.
3. Mempunyai peran aktif dalam membantu memproduksi hormon.
4. Membantu menjaga kestabilan air yang terkandung di seluruh bagian tubuh.
5. Membantu dalam proses pembentukan urine.
6. Membantu dalam proses ekskresi zat – zat yang tidak diperlukan dan yang
merugikan bagi tubuh.
7. Membantu proses pengaturan terhadap kondisi keseimbangan asam dan juga
basa di dalam anggota tubuh secara keseluruhan.
8. Membantu proses penyaringan darah.

2.1.3 Etiologi
Berikut adalah beberapa etiologic dari CKD:
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronis, glomerulonephritis
2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosismaligna, stenosis arteria renalis
3. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
4. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
5. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amyloidosis
6. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan obat-obatan seperti obat
analgesik dan obat antibiotik, penyalahgunaaan suplemen, nefropati timbal
7. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas : kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.
6

8. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

2.1.4 Klasifikasi
Gagal ginjal kronis dibagi 3 stadium
1. Stadium 1
Penurunan cadangan ginjal, pada stadium ini kadar kreatinin serum normal
dan penderita asimptomatik.
2. Stadium 2
Insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea
Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3
Gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

2.1.5 Patifisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR atau
daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾
dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah
itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
8

Woc Gagal ginjal kronis

Diabetes melitus Paparan kimiawi Hipertensi dan Infeksi urinarius Obstruksi traktus
obesitas urinarius/batu
renal

Gagal ginjal
kronis
9

B1 B2 B3 B4 B5 B6
1

Menurunya Penurunan Peningkatan Menurunnya Sekresi protein


fungsi ginjal osmolitas kerja ginjal tergenggu HT obesitas
kerja ginjal
menuju CES

Penumpukan Penurunan Penumpukan natrium


edema Keseimbangan ateioslerosis
natrium sekresi
eritopolitis asam basa
ternganggu
Kerja jantung Osmolitas menuju nyeri
peningkatan
osmolitas Produksi Hb CES
menuju CES
Penurunan Peningkatan
Edema asam lambung
Penurunan kardiac output
Edema paru suplai darah
Kelebihan
volume cairan Gastritis
Kehilanga
Gangguan G.g perfusi kesadaran
pertukaran O2 jaringan
Defisit nutrisi

Sumber : Wahyudi, Andri Setiya. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Mitra Wacana Media
10

2.1.6 Manifestasi klinis (tanda dan gejala)


Berikut adalah beberapa manisfestasi klinis tentang pasien gagal ginjal
kronis :
1. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan
edema.
2. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekels.
3. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
4. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan),
burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak
kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas).
5. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh
6. Gangguan endokrin
Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan vitamin D.
7. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium
dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
8. Sistem hematologi
Ginjal merupakan sumber pembentukan Erytropoetic Stimulating Factor
(ESF). Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
menyebabkan rangsangan eritropoesis pada sum – sum tulang berkurang.
Hemolisis juga terjadi akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam
11

suasana uremia toksik. Dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopen.

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronis yang dapat muncul adalah
anemia, neuropati perifer, komplikasi kardiopulmunal, komplikasi GI
(gastrointestinal), disfungsi seksual, defek skeletal, parastesia, disfungsi saraf
motorik seperti foot drop dan paralisis flasid, serta fraktur patologis.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Berikut adalah beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien CKD :
1. Urine
a. Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (oligouria) atau urin tidak
ada
b. Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat atau urat. Sedimen kotor,
kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin,
porifirin.
c. Berat jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat)
d. Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, dan rasio urine/serum sering 1:1
e. Klirens kreatinin : Mungkin agak menurun
f. Natrium : Lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
g. Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
2. Darah
a. BUN atau kreatinin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi.
Kadar kreatinin meningkat dalam 10 mg/dL diduga tahap akhir
(mungkin rendah yaitu 5)
b. Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun karena adanya anemia.
12

Hemoglobin biasanya kurang dari 7-8 g/dL


c. Sel darah merah : Waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin
seperti pada azotemia
d. GDA : pH menunjukkan penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2)
terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresi
hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikrbonat
menurun. PCO2 menurun.
e. Natrium serum : Mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan natrium” atau
normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia)
f. Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dnegan
perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis
SDM). Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai
kalium 6,5 mEq atau lebih besar.
g. Magnesium atau fosfat : Meningkat
h. Kalsium : Menurun
i. Protein (khususnya albumin) : Kadar serum menurun dapat
menunjukkan kehilangan protein melalui urin, perpindahan cairan,
penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam
amino esensial.
3. Osmolalitas serum : Lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama denngan
urin
4. KUB foto : Menunjukkan ukuran ginjal atau ureter atau kandung kemih dan
adanya obstruksi (batu)
5. Pielogram retrogard : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.

2.1.9 Penatalaksanaan medis


Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya odema
d. Batasi cairan yang masuk
13

2. Dialysis
a. peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat
akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)
b. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Terapi pengganti pada pasien GGK untuk dapat
mempertahankan hidup adalah hemodialisis (HD), yang bertujuan
menghasilkan fungsi ginjal sehingga dapat memperpanjang kelangsungan
hidup dan memperbaiki kualitas hidup pada penderita GGK (Mailani &
Andriani, 2017).
c. AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
d. Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
3. Operasi
a. Pengambilan batu
b. transplantasi ginjal

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian keperawatan
1. B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan sangat mendukung untuk
mengetahui masalah pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler.
Pemeriksaan ini meliputi :
Inspeksi bentuk dada
Untuk melihat seberapa berat gangguan sistem kardiovaskuler. Bentuk dada
yang biasa ditemukan adalah :
Bentuk dada thoraks phfisis (panjang dan gepeng)
Bentuk dada thoraks en bateau (thoraks dada burung)
Bentuk dada thoraks emsisematous (dada berbentuk seperti tong)
Bentuk dada thoraks pektus ekskavatus (dada cekung ke dalam)
14

Gerakan pernapasan : kaji kesimetrisan gerakan pernapasan klien


2. B2 (Blood)
Irama jantung : Frekuensi ..x/m, reguler atau irreguler
Distensi Vena Jugularis
Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan ventilator
Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi akibat
penutupan katup mitral dan trikuspid.
S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat penutupan katup
pulmonal dan katup aorta.
Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya dilatasi ventrikel.
 Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya
terdengar pada pasien gangguan katup atau CHF.
Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
 Nadi perifer : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia dapat
terjadi akibat adanya hipoksia miokardial.
PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada interkostal ke
lima kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi menunjukan adanya
pembesaran ventrikel pasien hipoksemia kronis.
Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.
3. B3 (Brain)
Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat terjadi
akibat penurunan PCO2 yang menyebabkan vasokontriksi cerebral.
Akibatnya akan menurunkan sirkulasi cerebral.
 Untuk menilai tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala pengkuran
yang disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
 GCS memungkinkan untuk menilai secara obyektif respon pasien terhadap
lingkungan. Komponen yang dinilai adalah : Respon terbaik buka mata,
respon motorik, dan respon verbal. Nilai kesadaran pasien adalah jumlah
nilai-nilai dari ketiga komponen tersebut.
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
15

Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,


dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal.
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor,
termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan,
kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan
berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
4. B4 (Bladder)
Kateter urin
Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.
Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi pada ginjal.
5. B5 (Bowel)
Rongga mulut Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut
atau perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidarsi.
a. Bising usus
Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum
melakukan palpasi abdomen. Bising usus dapat terjadi pada paralitik ileus
dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit.
16

Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yang


berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
b. Distensi abdomen
Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites dapat diketahui dengan
memeriksa adanya gelombang air pada abdomen. Distensi abdomen dapat
juga terjadi akibat perdarahan yang disebabkan karena penggunaan IPPV.
Penyebab lain perdarahan saluran cerna pada pasien dengan respirator
adalah stres, hipersekresi gaster, penggunaan steroid yang berlebihan,
kurangnya terapi antasid, dan kurangnya pemasukan makanan.
c. Nyeri
d. Dapat menunjukan adanya perdarahan gastriintestinal
e. Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya
f. Mual dan muntah
6. B6 (Bone)
Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.
Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya
sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran
mukosa). Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan den-
gan rendahnya kadar haemoglobin atau shok. Pucat, sianosis pada pasien
yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Jaun-
dice (warna kuning) pada pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi
akibatpenurunan aliran darah portal akibat dari penggunaan FRC dalam
jangka waktu lama.
 Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak begitu jelas
terlihat. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya demam, in-
feksi. Pada pasien yang menggunkan ventilator, infeksi dapat terjadi akibat
gangguan pembersihan jalan napas dan suktion yang tidak steril.
a. Integritas kulit
b. Perlu dikaji adanya lesi, dan dekubitu
17

2.2.2 Diagnosa keperawatan


1. Gangguan Pertukaran Gas b.d perubahan membran
2. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
3. Resiko perfusi serebral tidak efektif d.d penurunan kardiac output
4. Hipovolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
5. Defisit nutrisi b.d ketidak mampuan mencerna makanan
6. Nyeri akut b.d gagal agen pencedera fisiologis

2.2.3 Intervensi keperawatan


2.3.3.1 Gangguan Pertukaran Gas b.d perubahan membran
2.3.3.1.1 Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
pasien dapat mencapai kriteria hasil :
1. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
2. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
2.3.3.1.2 Intervensi
1. Monitor pola napas
2. Berikan okigen nasal kanul
3. Atur interval pemantauan respirasi
4. Dokumentasi hasil pemantauan
5. Informasikan hasil pemantauan , jika perlu
2.3.3.2 Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
2.3.3.2.1 Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
pasien dapat mencapai kriteria hasil :
1. Turgor kulit membaik

2. Hb dan Trombosit kembali normal

3. Tekanan sistol dan diastol dalam rentang yang di harapkan

4. CRT< 3 detik
18

2.3.3.2.2 Intervensi
1. Monitor tanda gejala pendarahan
2. Pertahankan bed rest selama perdarahan
3. Anjurkan untuk meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
4. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
2.3.3.3 Resiko perfusi serebral tidak efektif d.d penurunan kardiac output
2.3.3.3.1 Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
pasien dapat mencapai kriteria hasil :
1. Tekanan intracranial tidak ada deviasi dari kisaran normal
2. Muntah tidak ada
3. Penurunan tingkat kesadaran tidak ada
2.3.3.3.2 Intervensi
1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
2. Berikan posisi semi fowler
3. Cegah terjadinya kejang
4. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis
2.3.3.4 Hipovolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
2.3.3.4.1 Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
pasien dapat mencapai kriteria hasil :
1. Edema berkurang
2. tidak ada lagi edema
3. mengedukasi tentang diet cairan
2.3.3.4.2 Intervensi
1. monitor hasil pemeriksaan laboratorium
2. berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
3. edukasi tentang diet cairan
4. kolaborasi pemeberian diuretic jika perlu.

2.3.3.5 Defisit nutrisi b.d ketidak mampuan mencerna makanan


2.3.3.5.1 Kriteria hasil
19

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan


pasien dapat mencapai kriteria hasil :
1. Perasan cepat kenyang menurun
2. Nafsu makan meningkat
3. Serum albumin meningkat
4. Bising usus membaik
2.3.3.5.2 Intervensi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Berikan makanan yang tinggi serat untuk mencegah konstipasi
3. Ajarkan diet yang diprogramkan
4. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
2.3.3.6 Nyeri akut b.d gagal agen pencedera fisiologis
2.3.3.6.1 Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
pasien dapat mencapai kriteria hasil :
1. Keluhan nyeri berkurang
2. Muka klien tampak tidak meringis
3. Klien tampak tenang
4. TTV klien normal
2.3.3.6.2 Intervensi
1. Identifikasi skala nyeri
2. Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
4. Kolaborasi pemberian analgetik

2.2.4 Implementasi keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah tatus kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Perawat melakukan tindakan implementasi terapeutik terhadap klien
yang bermasalah kesejajar tubuh dan mobilisasi yang akatual maupaun beresiko.
20

2.2.5 Evaluasi keperawatan


Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaanya sudah berhasi dicapai. Perawat melakuakn evaluasi pada pasien
setelah dilakukan tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Dayrit, Siswadi. 2009. Seri Asuhan Keperawatan : Klien Gangguan
Ginjal. Jakarta: EGC
Muttaqin dan Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Salemba Medika: Jakarta.
Nursalam dan Baticaca. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Siatem Perkemihan. Salemba Medika, Jakarta.
Mailani, F., & Andriani, R. F. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Kepatuhan Diet Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis. Jurnal Endurance, 416-423.

Muzaenah, T., & Makiyah, S. N. (2018). Pentingnya Aspek Spiritual Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisa: A Literature Review. Herb-
Medicine Journal, 98-102.

Pratama, A. S., Pragholapa, A., & Nurrohman, I. (2020). Mekanisme Koping


Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Unit
Hemodialisa Rsud Bandung. Jurnal Smart Keperawatan, 18-21.
Volume. 3 Nomor. 1
Periode: Januari – Juni 2019; hal. 37-43
p-ISSN : 2580-1112; e-ISSN : 2655-6669
Copyrighr @2019 Jurnal Ilmiah Keperawatan Orthopedi
Penulis memiliki hak cipta atas artikel ini (JIKO)
journal homepage: https://ejournal.akperfatmawati.ac.id

Hubungan Kepatuhan Pembatasan Cairan Terhadap Terjadinya


Overload Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Post Hemodialisa Di Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati

Rita Melianna1, Wiwin Wiarsih2


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok

Abstrak
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang di tandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang ireversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal.
Masalah yang mengakibatkan kegagalan pada terapi hemodialisa adalah kepatuhan klien.
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi, menggunakan sampel pasien GGK
yang mengikuti hemodialisa di RS Fatmawati sebesar 84 responden. Hasil univariat
menunjukkan, responden tidak patuh terhadap pembatasan cairan sebesar 76%, responden
mengalami overload sebesar 53,6%. Hasil bivariat (Chi-Square) dengan α=0,05,
didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan pembatasan cairan
dengan overload (p=0,35). Semakin besar klien patuh pada pembatasan cairan maka akan
semakin kecil terjadi overload.

Kata Kunci : Kepatuhan, GGK, Hemodialisa, Overload

Abstract
Chronic kidney failure (CKD) is a clinical condition indicated by irreversible
decline in kidney function on a certain level resulting in the need for kidney replacement
therapy. One of the replacement therapy is hemodialysis. Patients obedience to fluid
restriction is one of the factors affecting the success of hemodialysis therapy. This study
used descriptive-correlative method. The samples of this study are CKD patients taking
hemodialysis at Fatmawati Hospital amounted to 84 persons. The result showed 76% of
respondents were disobedient to fluid restriction and 53,6% suffer from fluid overload.
Study also found there was no significant relationship between the patients obedience and
the incidence of overload (p=0,35; α=0,05). The higher patients obedience to fluid
restriction, the less likelier fluid overload would happen.

Keywords: Compliance, CKD, Hemodialysis, Overload


.

1,2
e-mail: ritamelianna@ui.ac.id
Pendahuluan 100.000 orang Amerika (Brunner &
Gagal ginjal kronik adalah suatu Suddarth, 2002), kemudian di Rumah
keadaan klinis yang di tandai dengan Sakit Fatmawati jumlah klien
penurunan fungsi ginjal yang ireversible, hemodialisa tiap tahunnya terus
pada suatu derajat yang memerlukan meningkat yaitu pada tahun 2009
terapi pengganti ginjal (Sudoyo, 2006). berjumlah 6.339, dan pada tahun 2010
Istilah penyakit ginjal tahap akhir atau berjumlah 7200 orang.
End Stege Renal Disease (ESRD) Kondisi ketergantungan pada mesin
digunakan oleh pemerintah seperti dialisis menyebabkan terjadinya
Health Care Financing Administration perubahan dalam kehidupan penderita
(HCFA) sinonim dengan gagal ginjal gagal ginjal kronis yang melakukan
kronik. terapi hemodialisa. Gaya hidup terencana
Menurut United State Renal Data berhubungan dengan terapi hemodialisa,
System (USRDT, 2008) di Amerika pembatasan asupan makanan dan cairan,
Serikat prevalensi penyakit gagal ginjal kesulitan dalam mempertahankan
kronik meningkat sebesar 20-25% setiap pekerjaan, dorongan seksual yang
tahunya. Di Kanada insiden penyakit menghilang serta komplikasi hemodialisa
gagal ginjal kronik tahap akhir menjadi dasar perubahan gaya hidup
meningkat rata- rata 6,5 % setiap tahun pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
(Canadian for Health Information terapi hemodialisa (Brunner & Suddarth,
(CIHI), 2005), dengan peningkatan 2001).
prevalensi 69,7% sejak tahun 1997 Kesuksesan hemodialisis
(CIHI, 2008) (Coresh et al 2003, dalam tergantung pada kepatuhan pasien, pada
Thomas 2008). populasi pasien hemodialisa prevalensi
Di Indonesia prevalensi penderita ketidakpatuhan cairan antara 10% sampai
gagal ginjal kronik diperkirakan semakin 60%, ketidakpatuhan diet 2% sampai
meningkat. WHO memperkirakan terjadi 57%, waktu dyalisis terhambat 19%,
peningkatan penderita gagal ginjal kronik ketidakpatuhan obat 9%, pasien
antara tahun 1995- 2025 sebesar 41,4%. hemodialisa mengalami kesulitan lebih
Berdasarkan data dari Yayasan tinggi dalam pengelolaan kontrol
Ginjal Diatras Indonesia (YGDI) RSU pembatasan asupan cairan ( Rustiawati,
AU Halim Jakarta, pada tahun 2006 ada 2012).
sekitar 100.000 orang lebih penderita Masalah yang mengakibatkan
gagal ginjal kronik di Indonesia, kegagalan pada terapi hemodialisa adalah
sedangkan di RSUP Fatmawati pada masalah kepatuhan klien, secara umum
tahun 2012 berjumlah 279 orang. kepatuhan (Adherence) didefenisikan
Meningkatnya prevalensi gagal sebagai tingkat perilaku seseorang yang
ginjal tahap akhir yang dirawat dapat mendapatkan pengobatan, mengikuti
dihubungkan dengan peningkatan jumlah diet, dan atau melaksanakan perubahan
pasien yang menjalani terapi pengganti gaya hidup sesuai dengan rekomendasi
ginjal (TPG) atau Replacement Renal pemberi pelayanan kesehatan (WHO,
Therapy (RRT). 2003).
Suhardjon (2007) dalam Arifin Kepatuhan terhadap rejimen
(2009) menyatakan bahwa insiden pengobatan dapat mencegah atau
penderita gagal ginjal tahap akhir dengan meminimalkan komplikasi yang terkait
terapi pengganti ginjal di Indonesia dengan hemodialisa, dan merupakan
mengalami peningkatan dengan rerata faktor penting yang berkontribusi untuk
tahun 2006 sebesar 30,7 % penduduk kelangsungan hidup dan kualitas hidup
pertahun. Hemodialisa merupakan (Atreja, Bellan, & Levy, 2005, dalam
prosedur yang dilakukan pada lebih dari
Jonh, Anggela, Masterson & Rosemary. Pada tahun 2011 pasien yang
2012 ). dirawat di ruang High Care Unit lantai
Sebagai akibat dari ketidakpatuhan enam RS Fatmawati dengan kasus gagal
terapi, biaya dan kompleksitas perawatan ginjal kronik yang menjalani HD karena
dapat meningkat, sehingga lebih sesak napas, edema ( overload), asidosis
meningkatkan beban pada sistem metabolik, sebelum hemodialisa
perawatan kesehatan, klien dengan terapi berikutnya berjumlah 13 orang.
hemodialisa harus patuh terhadap Hal ini diasumsikan oleh
program pengobatan karena jika tidak ketidakpatuhan terhadap pembatasan
patuh maka akan menimbulkan cairan. Studi pendahuluan yang
komplikasi, dan biaya perawatan akan dilakukan terhadap delapan orang klien
lebih mahal. gagal ginjal kronik yang menjalani
Rejimen pengobatan yang komplek hemodialisa di ruang hemodialisa Rumah
akan memungkinkan klien semakin besar Sakit Fatmawati menunjukan bahwa
tidak patuh (Renal Rehabilitasi Report, ketidakpatuhan terhadap program
2007), karakteristik pengobatan ESRD pembatasan cairan terjadi karena
dengan dalisis yang berkontribusi berbagai alasan yaitu empat orang
terhadap ketidakpatuhan meliputi: merasa haus atau cuaca panas, satu orang
pengobatan seumur hidup, rejimen karena bosan, dan tiga orang minum
pengobatan yang kompleks, kesulitan banyak karena akan dilakukan
memahami dasar program pengobatan, hemodialisa.
dan konsekuensi jangka pendek Tujuan penelitian ini adalah
ketidakpatuhan mungkin tidak jelas. mengetahui bagaimana hubungan
Pasien gagal ginjal kronik yang kepatuhan pembatasan cairan terhadap
menjalani hemodialisa yang patuh lebih terjadinya overload pada pasien gagal
banyak daripada yang tidak patuh, yaitu ginjal kronik post hemodialisa di ruang
sebanyak 71,3 % (112 orang), yang tidak hemodialisa Rumah Sakit Fatmawati.
patuh didapatkan sebanyak 28,7 % (45 Metode
orang) (Nita Syamsiah, 2011). Penelitian Metode yang digunakan dalam
Ahmad Sapri (2004) di RSUD Abdul penelitian ini merupakan studi deskriptif
Moeloek Bandar Lampung tentang korelasi, yang melibatkan responden
kepatuhan dalam mengurangi asupan pasien yang menderita GGK sebanyak 84
cairan pada pasien GGK yang menjalani orang seleksi menggunakan dengan
HD menunjukkan 67, 3 % pasien yang tehnik Consecutive sampling.
patuh dan 32,7 % pasien yang tidak Penelitian ini bertujuan untuk
patuh. mengetahui hubungan kepatuhan
Tingginya persentasi pasien yang pembatasan cairan terhadap terjadinya
tidak patuh mengakibatkan kerugian overload pada pasien GGK post
jangka panjang yaitu kerusakan sistem hemodialisa. Instrumen dalam penelitian
kardiovaskuler, gagal jantung, hipertensi menggunakan kuisioner 3 bagian yaitu
dan edema paru serta kerugian jangka demografi responden, paparan tentang
pendek yaitu edema, nyeri tulang dan tentang kepatuhan dan overload.
sesak napas (Jonh, Anggela, Masterson
& Rosemary. 2012). Penelitian Hasil Penelitian
menyatakan bahwa mereka yang Distribusi Karakteristik Responden
mengalami tingkat haus yang lebih Tabel 1. Distribusi karakteristik responden
menunjukan ketidakpatuhan daripada Variabel Kategori Frekuensi (%) n=
mereka yang melaporkan tidak merasa 84
haus. Usia Remaja (12- 2 (2,4%)
18 tahun)
Dewasa awal 13 (15,5 %)
Variabel Kategori Frekuensi (%) n=
84 Variabel Kategori Frekuensi
(>18-35 (%) n=84
tahun) Kepatuhan Patuh 27 (32%)
Dewasa 23 (27, 3%)
Tidak patuh 57 (68%)
tengah (>35-
55 tahun)

Dewasa akhir 37 (44%)


(>55 Tahun) Responden yang patuh dalam
pembatasan cairan sebesar 32% atau
Jenis Laki- laki 48 (57.1%) sebanyak 27 orang sedangkan responden
kelamin yang tidak patuh sebesar 68% atau
sebanyak 57 orang. Responden mayoritas
Perempuan 36 (42,9 %)
Pendidid SD 10 (11,9%)
tidak patuh terhadap pembatasan cairan
kan
SMP 15 (17,9%) Distribusi Kepatuhan Berdasarkan
SMA 36 (42 %) Karakteristik Responden
Perguruan 23 (27,4 %) Tabel 3 Distribusi Kepatuhan
Tinggi Berdasarkan Karaktesistik Responden Di
Lama < 12 bulan 38 (45,2%)
HD RS Fatmawati Mei 2013 (n= 84)
>12 bulan 48 (54,8 %) Karakteristik Patuh

Tidak
patuh
Tabel 1 menjelaskan usia remaja kepatuhan di RS Fatmawati Mei 2013 (n=
(12-18 tahun) sebanyak 2,4%, dewasa 84)
awal (>18-35 tahun) sebanyak 15,5%,
dewasa menengah ( >35- 55 tahun)
sebanyak 27,3%, dewasa akhir (> 55
tahun) sebanyak 44%. Hal ini
menunjukan usia responden paling
banyak adalah dewasa akhir (> 55 tahun).
Distribusi jenis kelamin laki-laki
sebanyak 48 orang atau 57,1% sedangkan
perempuan sebanyak 36 orang atau
42,9% mayoritas responden berjenis
kelamin laki-laki.
Responden dengan latar belakang
Sekolah Dasar sebanyak 10 orang atau
11,9%; SMP sebanyak 15 orang atau
17,9%; SMA sebanyak 36 orang atau
42%; dan Perguruan Tinggi sebanyak 23
orang atau 27,4%. Mayoritas responden
berada pada pendidikan SMA. Ditinjau
dari lama menjalani HD HD < 12 bulan
sebanyak 38 orang atau 45,2%, dan >12
bulan sebanyak 46 orang atau 54,8 %.
Responden lebih banyak yang menjalani
HD > dari 12 bulan.

Status kepatuhan
Tabel 2 Distribusi responden berdasarkan
Usia
1.Remaja (12-18) 1 1
2. Dewasa awal (>18- 2 11
35) 10 22
3. Dewasatengah 14 23
(>35-55)
4. Dewasa akhir
(>55) Jenis
kelamin
1. Laki-laki 14 34
2. Perempuan 12 23
Pendidikan
1.SD 1 9
2.SMP 3 12
3.SMA 11 25
4.PT 12 11
Lama HD
1.≤12 bulan 15 23
2.>12 bulan 12 34

Tabel 3 Menjelaskan kepatuhan


berdasarkan usia terlihat pada semua
rentang usia lebih banyak tidak patuh,
berdasarkan jenis kelamin terlihat
laki- laki tidak patuh sebanyak 70,8%
dan perempuan sebanyak 63,9%.
Mayoritar responden patuh tapi lebih
banyak yang tidak patuh dengan
jenis kelamin perempuan. Kepatuhan
berdasarkan tingkat pendidikan
terlihat semua latar belakang
pendidikan lebih banyak tidak patuh
kecuali perguruan tinggi lebih banyak
yang patuh. Kepatuhan berdasarkan
lama menjalani HD terlihat
lama HD > 12 bulan tidak patuh sebesar Pembahasan
73,9% dan lama HD≤12 bulan sebesar Kepatuhan
60,5 %, masih lebih banyak yang tidak Dari hasil penelitian didapatkan
patuh. responden yang tidak patuh terhadap
pembatasan cairan sebesar 76% atau
Status Overlaoad Responden sebanyak 64 orang. Penelitian ini sejalan
Tabel 4 Distribusi Responden dengan penelitian yang dilakukan
Berdasarkan status overload cairan di RS Heniyati (2012) bahwa mayoritas
Fatmawati Mei 2013 (n=84) responden tidak patuh dalam melakukan
Variabel Kategori Frekuensi pembatasan cairan tetapi presentasinya
(%) n= 84 lebih kecil dibandingkan penelitian ini
Status Tidak 39 (46%) yaitu sebesar 52,3%, dengan indikator
overloa overloa responden mengalami peningkatan berat
d d
Overload 45 (54 %) badan pada saat sebelum dilakukan
hemodialisa.
Responden yang pernah mengalami Persamaan ini terjadi diasumsikan
overload cairan sebesar 54% atau 45 karena karakteristik respondennya
orang sedangkan responden yang tidak hampir sama, data kriteria inklusi yaitu
pernah mengalami overload sebesar 46% pasien GGK yang menjalani HD rutin,
atau 39 orang. kesadaran kompos mentis, mampu
berkomunikasi, mampu membaca dan
Hubungan kepatuhan pembatasan menulis serta bersedia menjadi
cairan terhadap terjadinya Overload responden.
Tabel 4 Hubungan kepatuhan Hal ini sesuai tengan teori Smeltzer
pembatasan cairan dan pengalaman (2002) kepatuhan merupakan gambaran
overload cairan pada pasien GGK post perilaku yang menunjukan perilaku yang
hemodialisa di RS Fatmawati Mei 2013 berubah. Kepatuhan menurut NANDA
(n= 84) (2009, dalam Wilkinson, 2012) adalah
Variabel Keptidakpatuhan
indevenden Overload Cairan
(noncompliance/ nonadherence) terhadap
rencana terapi
Variabel Tidak berhubungan dengan
depende overload overload Total kompleksitas, biaya, durasi,
n
pengaruh budaya,
kepercayaan kesehatan,
Kepatuhan Patuh 15 12 27 kekuatan motivasi dan nilai
55.6% 44.4% 100.0% spiritual. Rejimen pengobatan yang
Tidak Patuh 24 33 57 komplek akan gkinkan
42.1% 57.9% 100.0% m e m 0, 3 5 klien semakin besar tidak
Renal Rehabilitasi
un Report, 2007). enelitian ini
Total 39 45 patuh (dengan Nita
84berbeda
46.4% 53.6% 100.0% SyamsiahP dimana responden patuh
Hubungan antara kepatuhan dengan nilai p value=0,35 (p>α) artinya tidak ada
overload cairan diperoleh data, bahwa hubungan antara kepatuhan pembatasan
responden yang tidak overload sebanyak cairan dengan overload cairan.
39 (46,4%) dan yang mengalami
overload sebanyak 45 (53,6%)
responden. Hasil uji statistik diperoleh
sebanyak 88 orang (77,2%),
perbedaan ini diasumsikan terjadi
karena perbedaan dalam karakteristik
lamanya HD yang menggunakan
waktu lebih lama dari kriteria lama
yaitu ≤ 4 tahun.
Hal lain yang berbeda adalah
konteks kepatuhan penelitian, Nita
Syamsiah adalah pada kepatuhan
mengikuti program HD bukan pada
pembatasan cairan setelah HD
Status Kepatuhan Kerdasarkan generativitas, akan terjadi stagnasi, yang
Karakteristik Responden dapat ditunjukkan dengan perilaku
Berikut digambarkan karakteristik merugikan diri sendiri ataupun orang
responden dan yang cenderung lain.
mempengaruhi status kepatuhan. 2 Status kepatuhan berdasarkan jenis
1.Usia kelamin
Hasil penelitian ini menjelaskan Hasil analisis status kepatuhan
bahwa proporsi responden yang tidak berdasarkan jenis kelamin diperoleh
patuh lebih banyak pada usia dewasa responden laki-laki yang tidak patuh
awal yaitu 84,6% (11 orang) sementara terhadap pembatasan cairan sebanyak
proporsi yang patuh banyak terjadi pada 70,8% dan yang patuh sebanyak 29,2%.
usia dewasa akhir yaitu 37,8% (14 Responden perempuan yang tidak patuh
orang). Rerata umur responden adalah terhadap pembatasan cairan sebanyak
49,9 tahun, dengan median 51,00 tahun, 63,9% dan yang patuh sebanyak 36,1%.
dimana usia termuda adalah 12 tahun dan Dari analisis diatas bahwa lebih
tertua 80 tahun. Gambaran usia banyak perempuan yang patuh (36,1%)
menunjukkan bahwa mayoritas pasien dari pada laki-laki (29,2%). Penelitian
berada pada kelompok usia dewasa. Nita (2013) bahwa proporsi kepatuhan
Hasil penelitian ini mendukung lebih banyak laki- laki yang patuh (62,4
penelitian Nita (2011) bahwa usia ≤ 65 %) dari perempuan sebanyak (54,2%).
tahun lebih banyak yang tidak patuh Gilligan,(1993) dalam Potter dan Perry
(83,4%) dari pada usia > 65 tahun (2005) menyatakan bahwa
(16,6%). Hasil penelitian ini juga perkembangan intelektual dan moral
mendukung studi DOPPS (the Dialysis antara laki- laki dan perempuan berbeda.
Outcomes and Practice Patterns Study) Wanita berjuang dalam soal
yang menemukan bahwa prediktor merawat dan tanggung jawab, sementara
peluang ketidakpatuhan lebih tinggi laki- laki di pandang sebagai pemberi
mengenai usia yang lebih muda (Saran et nafkah dan penunjang utama dalam
al, 2003 dalam Nita syamsiah 2011). keluarga. Akan tetapi banyak wanita dan
Berdasarkan hasil penelitia Nita, menjadi sukses dalam memasuki dunia
diketahui bahwa prediktor kerja dan mengejar karier, sehingga
ketidakpatuhan pada usia adalah bahwa kemungkinan laki-laki dan perempuan
usia muda beresiko untuk tidak patuh akan beresiko tidak patuh.
dibandingkan usia yang lebih tua. 3. Status kepatuhan berdasarkan
Levinson et al, (1978) dalam Perry pendidikan responden
dan Potter (2005) mengidentifikasi Hasil analisis status kepatuhan
dewasa awal merupakan masa berdasarkan pendidikan diperoleh
pencapaian tanggung jawab sosial, responden dengan pendidikan SD
mencoba karier, dan gaya hidup dengan sebanyak 90% tidak patuh dan yang
memodifikasi aktivitas serta memikirkan patuh 10%, SMP sebanyak 80% tidak
tujuan hidup, membantu anak-anak patuh dan yang patuh 20%, SMA
menjadi orang dewasa yang bertanggung sebanyak 69,4% tidak patuh dan yang
jawab. patuh sebanyak 30,6%, sedangkan
ewasa tengah dapat mencapai responden dengan pendidikan perguruan
generativitas (keinginan untuk merawat tinggi sebanyak 47,8% tidak patuh dan
dan membimbing orang lain) dengan yang patuh sebanyak 52,2%. Dari hasil
anak-anaknya atau anak-anak sahabat diatas terlihat bahwa perguruan tinggi
atau melalui bimbingan dalam interaksi lebih patuh (52,2%) dan SMA lebih
sosial dengan generasi selanjutnya. Jika tinggi tidak patuh sebesar (69,4%).
pada masa ini gagal mencapai
Penelitian Nita (2011) menyatakan biasanya responden telah mencapai tahap
bahwa responden mayoritas pendidikan menerima ditambah mereka juga
SMA sebanyak 49,9%, dan status mendapatkan pendidikan kesehatan dari
kepatuhan lebih besar pada pendidikan perawat dan dokter tentang penyakit dan
SD sebesar 80,8%. Penelitian ini berbeda pentingnya melaksanakan HD secara
dengan Nita (2011) dimana kepatuhan teratur.
lebih tinggi pada pendidikan SD.
Kepatuhan merupakan perubahan Overload Cairan
prilaku, perubahan bisa terjadi pada Dari penelitian didapatkan data
setiap tingkat pendidikan sehingga sesuai responden yang mengalami overload
dengan konsep menurut WHO cairan sebesar 53,6% atau 45 orang.
(Notoatmodjo, 2003) perubahan prilaku Penelitian yang dilakukan Farida (2010)
dikelompokkan dalam 3 bentuk yaitu (1) menyatakan bahwa responden
perubahan alamiah (natural change), mengalami gangguan pola napas berupa
sebagian perubahan perilaku manusia sesak napas, disebabkan oleh kelebihan
disebabkan oleh kejadian alamiah. asupan cairan dan asites.
Jika dalam masyarakat sekitar, Dari kedua penelitian ini
terjadi perubahan lingkungan fisik, sosial didapatkan persamaan dimana klien
budaya atau ekonomi, anggota mengalami overload. Bots dkk, (2005)
masyarakat di dalamnya akan mengalami dalam Rustiawati (2012) menyatakan
perubahan. (2) Perubahan terencana bahwa pasien penyakit ginjal tahap akhir
(planned change), perubahan perilaku ini yang menjalani hemodialisis (HD), harus
terjadi karena memang direncanakan membatasi cairan dan diet untuk
sendiri oleh subjek. (3) Kesediaan untuk mencegah overload cairan. Overload
berubah (readiness to change), setiap cairan kronis dapat mengakibatkan
orang dalam suatu masyarakat hipertensi, akut paru edema, gagal
mempunyai kesediaan untuk berubah jantung kongestif, dan kematian.
yang berbeda- beda meskipun kondisinya Gangguan eliminasi urine
sama. merupakan masalah yang terjadi pada
4. Status kepatuhan berdasarkan lama klien dengan gagal ginjal kronik.
HD Gangguan eliminasi berupa anuri,
Hasil analisis kepatuhan dimana anuri arti sesungguhnya adalah
berdasarkan lama HD terlihat lama HD suatu keadaan dimana tidak ada produksi
> 12 bulan tidak patuh sebesar 73,9%, urine, namun dalam penggunaan klinis
dan lama HD ≤12 bulan sebesar 60,5 %. diartikan sebagai suatu keadaan dimana
Hasil penelitian ini berbeda dengan produksi urine dalam 24 jam kurang dari
penelitian yang dilakukan Nita (2011) 100 ml (Rahardjo, 1992).
proporsi kepatuhan didapat lebih banyak Hal ini menunjukan responden
yang patuh dengan lama HD ≤ 4 tahun lebih banyak yang mengalami overload
sebesar 77,2 % di banding >4 tahun cairan. Pembatasan asupan cairan/air
sebesar 55,4% dan menyimpulkan ada pada pasien penyakit ginjal kronik,
hubungan antara lama HD dan ketidak sangat perlu dilakukan. Hal ini bertujuan
patuhan dimana makin lama HD makin untuk mencegah terjadinya edema, sesak
tidak patuh karena bosan, lelah, tidak napas dan komplikasi kardiovaskular.
punya biaya dan lain- lain. Peneliti menyimpulkan bahwa overload
Hasil penelitian Sapri (2004) dalam di sebabkan karena ketidakpatuhan klien
Nurhayati (2010) didapatkan bahwa dalam membatasi cairan.
rerata lama HD adalah 10,8 bulan sampai
dengan 14 bulan , semakin lama pasien
menjalani HD semakin patuh karena
Hubungan Kepatuhan Pembatasan Kesimpulan dan Saran
Cairan Terhadap Terjadinya Overload Karakteristik responden
Hubungan antara kepatuhan dengan berdasarkan umur rerata 49,9 tahun,
overload cairan diperoleh data responden proporsi laki- laki lebih banyak
yang tidak overload sebanyak 39 (46,4%) dibanding perempuan, hampir separuh
dan yang mengalami overload sebanyak responden berpendidikan SMA, lebih
45 (53,6%) responden. Hasil uji statistik banyak responden menjalani HD >12
diperoleh nilai p value=0,35 (p>α) bulan, sebagian besar responden tidak
artinya tidak ada hubungan yang patuh dan lebih dari separuh responden
bermakna antara kepatuhan pembatasan mengalami overload.
cairan dengan overload cairan diruang Status kepatuhan berdasarkan
hemodialisa RS Fatmawati Jakarta. Lebih karakteristik responden yang terdiri dari
besar klien tidak patuh maka akan lebih usia dewasa akhir (55 tahun) lebih
besar terjadi overload, oleh karena itu banyak yang patuh, jenis kelamin laki-
klien harus patuh pada pembatasan cairan laki sebagian besar tidak patuh,
sehingga overload lebih kecil terjadinya. pendidikan perguruan tinggi lebih dari
Hasil tidak ada hubungan separuh yang patuh, dan lama HD >12
diasumsikan ada faktor lain yang bulan sebagian besar tidak patuh. Tidak
mempengaruhi terjadinya overload. terdapat hubungan yang bermakna antara
Terjadinya overload pada pasien gagal kepatuhan dengan overload cairan.
ginjal post hemodialisa dapat juga Diharapkan hasil penilitian ini
disebabkan oleh faktor diet (asupan dapat dijadikan sebagai bahan
natriun). Ketika menahan garam, ginjal pertimbangan dalam pengembangan
secara otomatis menahan H2O, karena ilmu pengetahuan dan penelitian lanjut
H2O mengikuti Na+ secara osmotis. tentang kepatuhan cairan pada pasien
Semakin banyak garam terdapat di gagal ginjal yang menjalani hemodialisa,
cairan ekstra seluler (CES), semakin pendidikan untuk persiapan HD
banyak H2O di CES. Berkurangnya mengedepankan dampak atau akibat
jumlah garam menyebabkan menurunya ketidak patuhan, serta menyesuaikan
retensi H2O sehingga CES tetap isotonik metode pendidikan sesuai tingkat
tetapi dalam volume yang kecil. Karena pendidikan klien. Untuk penelitian lebih
itu, massa total gram Na+ di CES ( yaitu lanjut diharapkan dapat mengembangkan
jumlah Na+) menentukan volume CES penelitian tentang hubungan kepatuhan
dan karenanya, regulasi volume CES pembatasan diet, kepatuhan terhadap
terutama tergantung pada pengendalian program HD (frekuensi dan durasi) dan
keseimbangan garam (Sherwood, 2012 ). pengobatan terhadap terjadinya overload.
Kebutuhan yang diperbolehkan Bagi pemerintah agar merencanakan
pada klien gagal ginjal adalah 1000 jaminan kesehatan bagi klien GGK yang
ml/hari dan klien yang menjalani dialisis menjalani HD
diberi cairan yang mencukupi untuk
memungkinkan penambahan berat badan Daftar Pustaka
0,9 kg sampai dengan 1,3 kg selama Brown, D & Edwards, H. (2005)
pengobatan, yang jelas, asupan natrium Lewis’s: Medikal Surgical
dan cairan harus diatur sedemikian rupa Nursing, Assment and Manegement
untuk mencapai keseimbangan cairan dan of Clinical Problem. (2rd Ed).
mencegah hipervolemia serta hipertensi Australia. Elseveir Mosby.
(Price & Wilson, 2002). Bungin, H.M.B. (2005), Metodologi
Penelitian kuantitatif : komunikasi,
ekonomi dan kebijakan publik,
serta ilmu-ilmu sosial lainnya, Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi
Jakarta: Prenada Media. Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT
Danim. (2002), Riset Keperawatan : Rineka Cipta
Sejarah dan Metodologi, Jakarta: Perhimpunan Nefrologi Indonesi. (2003).
EGC Konsensus Dialisis. Jakarta.
Colette, B. & Lori, D. (2011). Cannt PERNEFRI
Journal. Medication Adherence in .(2006).
Patiens With Cronic Kidney Konsensus Dialisis. Jakarta.
Disease. PERNEFRI
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Perry & Potter. (2006). Buku Ajar
Geisster, AC,( 2000). Rencana Fundamental Keperawatan.
Asuhan Keperawatan dan Konsep, Proses, dan Praktik. Vol 2.
Pendokumentasian Perawatan Ed 4. Jakarta. EGC.
Pasien. Edisi 3. Alih Bahasa : I Rustiawati, E.(2012). Dietary Intake
Made Kariasa dan Ni Made Monitoring Application ( DIMA)
Sumarwati, Jakarta : EGC. Untuk Evaluasi Asupan Cairan Dan
Hidayat, A.A., (2007), Metode Penelitian Diet Bagi Pasien Hemodialisa.
Keperawatan dan Teknik Analisa Sastroasmoro, S, & Ismail, S, (2011).
Data. Jakarta: Salemba Medika. Dasar- Dasar Metodologi
Heniyati.(2012). Hubungan Suport Penelitian Klinis. Edisi 4. Jakarta.
Keluarga Terhadap Kepatuhan Sagung Seto.
Pasien Hemodialisa Dalam Sherwood, L. (2012). Fisiologi Manusia,
Melakukan Pembatasan Cairan Di dari sel ke sistem. Ed 6. Jakarta.
Unit HD RSUP Fatmawati. Belum EGC.
dipublikasikan. Silvia A. Prince. Loraine M.Wilson.
Jonh, R. Anggela, C. Masterson, (2006). Patofisiologi ; Konsep
Rosemary. (2012). Canadian Klinis Proses- Proses Penyakit. Ed
Medical Assosiation Journal. 6. Jakarta. EGC.
Factor Influcing Patiens Choice of Rahardjo P., Susalit E., Suhardjon
Dialisysis Versus Conservatif Care (2006). Hemodialisis. Dalam
To End- Stage- Kidney- Disease: Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu
CMAJ . Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Kallenbach et al. 2005, Review Of Penerbitan Departemen Penyakit
Hemodialysis For Nursing And Dalam Fakultas Kedokteran
Dialysis Personnel 7th Edition. Universitas Indonesia.
Elsevier Saunders. St Louis Suzanne, C. Smeltzer. 2002. Buku Ajar
Missouri. Keperawatan Medikal-Bedah
Lingerfelh, Kim.L, Kathy, Thornton. Brunner & Suddarth editor; alih
(2011) Nephrology Nursing bahasa, Agung Waluyo; editor
Journal, An Education Project bahasa Indonesia, Monica Ester.
for Patients on Hemodialisis to Ed. 8.Jakarta, EGC.
Promote Self- Management Suwitra, K (2006). Penyakit Ginjal
Behaviors of End Stage Renal Kronik. Dalam Sudoyo, dkk. Buku
Disease. Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Nursalam. (2003). Konsep & Penerapan Pusat Penerbitan Departemen
Metodologi Penelitian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Keperawatan, Jakarta: Salemba Kedokteran Universitas Indonesia.
Medika Syamsiah, N. (2011). Faktor- Faktor
Yang Berhubungan Dengan
Kepatuhan Pasien CKD Yang
Menjalani Hemodialisa Di
RSPAU Dr Esnawan Antariksa
Halim Perdanakusuma
Jakarta.
Thaha, M. (2011). Judika, vol xxxvi, hal
3. Pendekatan Komprensif
Untuk Penyakit Ginjal Dan
Hypertensi.
Thomas, (2008). Renal Nursing.(3 rd
Ed) Philadelpia, Baillere
Tindall Elsevier.
Wilkinson M, J & Ahern R, N,
(2012). Buku Saku
Diagnosis
Keperawatan. Ed 9. Jakarta.
EGC.
Data IRRMIK RSUP Fatmawati. (2012)
.
MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI
HEMODIALISIS DI UNIT HEMODIALISA RSUD BANDUNG

Angga Satria Pratama1, Andria Pragholapati2, Ikhwan Nurrohman3


1,3Universitas Bhakti Kencana, Jl. Soekarno-Hatta No.754, Cipadung Kidul, Panyileukan, Bandung 40614, Jawa Barat
2Universitas
Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung 40154, Jawa Barat

Email: angga.satria@bku.ac.id

ABSTRAK

Gagal ginjal kronik merupakan gangguan renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan dan elektrolit, pasien gagal ginjal kronik harus menjalani terapi
hemodialisis secara terus menerus seumur hidup dan akan menimbulkan masalah fisik dan psikologis yaitu depresi, pasien
harus memiliki upaya dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinnya yang dikenal dengan mekanisme koping. Tujuan
penelitian untuk mengetahui mekanisme koping pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di unit
hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bandung.Metode penelitian menggunakan deskriptif kuantitatif. Sampel
dalam penelitian ini menggunakan total sampling yaitu sebanyak 51 responden pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
terapi hemodialisis.Hasil penelitian mekanisme koping lebih dari setengahnya adalah mekanisme koping adaptif sebanyak
38 orang (74.5%). Berdasarkan hasil penelitian Perawat di ruang hemodialisa diharapkan dapat meningkatkan asuhan
keperawatan secara menyeluruh yang bukan hanya biologisnya saja tapi pada psikologis pasien gagal ginjal kronik juga,
seperti memberikan konseling sehingga pasien mampu menggunakan mekanisme koping yang adaptif.

Kata Kunci: gagal ginjal; hemodialisis; mekanisme koping

MECHANISM OF COPING IN CHRONIC KIDNEY FAILURE IN HEMODIALYSIS PATIENTS AT


REGIONAL PUBLIC HOSPITAL OF BANDUNG

ABSTRACT

Chronic renal failure is a progressive and irreversible renal disorder in which the body's ability to fail to maintain metabolism
and balance and electrolytes, patients with chronic renal failure must undergo continuous hemodialysis therapy for life and it
will cause physical and psychological problems namely depression, patients must have the effort to resolve the problem that
is facing by knowing the coping mechanism. The purpose of this study was to determine the coping mechanism in chronic
kidney failure patients undergoing hemodialysis therapy in the hemodialysis unit of Regional Public Hospital of Bandung
City.The research method used quantitative descriptive. The sample in this study used a total sampling of 51 respondents
from chronic kidney failure patients undergoing hemodialysis therapy.The results of research on coping mechanisms more
than half are adaptive coping mechanisms as many as 38 people (74.5%). Based on the results of research Nurses in the
hemodialysis room are expected to improve overall nursing care that is not only biologically but also psychologically in
patients with chronic kidney failure, such as providing counseling so that patients are able to use adaptive coping
mechanisms.

Keywords: kidney failure; hemodialysis; coping mechanism


LATAR BELAKANG kecemasan, harga diri rendah, isolasi sosial,
Ginjal adalah bagian tubuh yang sangat penting.
Fungsi ginjal sebagai penyaring darah dari sisa-
sisa metabolisme menjadikan keberadaannya
tidak bisa tergantikan oleh organ tubuh lainnya.
Kerusakan atau gangguan pada ginjal
menimbulkan masalah pada kemampuan dan
kekuatan tubuh. Akibatnya, aktivitas kerja
terganggu dan tubuh jadi mudah lelah dan lemas
(Colvy, 2010).
Pusat data dan informasi perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PDPERSI) juga
menyatakan bahwa jumlah penyakit ginjal kronis
± 50 orang per satu juta penduduk. Peningkatan
tersebut dilihat dari jumlah klien yang menjalani
hemodialisis pada tahun 2011 sebanyak 17259
orang dan terus meningkat di tahun 2012
sebanyak 22140 orang, tahun 2013 sebanyak
21759 orang, tahun 2014sebanyak 21165 orang,
tahun 2015 sebanyak 30554 orang dan di
tahun 2016meningkat tajam menjadi 52835
orang. Provinsi Jawa Barat adalah provinsi yang
tertinggi dengan jumlah tindakan hemodialisis
(Indonesia Renal Registry, 2016).
Penderita gagal ginjal kronik (GGK)
memerlukan terapi yang bertujuan untuk
menunjang kehidupanya yaitu terapi hemodialisis
(HD) atau cangkok ginjal. Bagi pasien gagal ginjal
kronik, terapi hemodialisis harus dilakukan
seumur hidupnya (Muhammad, 2012).
Hemodialisa adalah suatu metode terapi dialisis
yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika secara
akurat atau secara progresif ginjal tidak mampu
melaksanakan proses tersebut (Arif dan Kumala,
2011). Hemodilisis biasanya diprogramkan dua
hingga tiga kali seminggu untuk gagal ginjal
kronis. Hemodialisis lebih tepat untuk pasien
dengan hemodinamis stabil yang dapat
menoleransi perpindahan cairan yang lebih
agresif dalam 3-4 jam dengan sekitar 300 mL
darah dalam filter pada suatu waktu tertentu
(Marlene, 2015).
Menurut Georgianni (2014), dalam
penelitianya ditemukan bahwa dampak dari
tindakan hemodialisis adalah dampak fisik
(Anemia, nyeri, gangguan tulang) sedangkan
dampak psikososial (depresi, penolakan penyakit,
persepsi negatif daritubuh image/body, takut
kecacatan, dan kematian, kehilangan pekerjaan,
kesulitan keuangan).Pada kondisi yang
memaksa seseorang untuk rutin menjalani
hemodialisa dan ketidakpastian periode lamanya
terapi tersebut dijalani merupakan stressor yang
kuat untuk memicu terjadinya depresi. Selain itu,
seorang pasien dengan gagal ginjal kronis juga
masih menanggung pikiran tentang proses
perjalanan penyakit yang dialaminya seperti,
gejala-gejala yang ditimbulkan penyakit,
komplikasi penyakit dan terapi dialisa, batasan
makan dan minum yang merupakan bagian dari
terapi, masalah finansial, psikologis dan
psikososial (Pratiwi, 2013)
Saat seseorang berada dalam situasi
yang terancam, maka respon koping perlu
segera dibentuk. Mekanisme koping yang dapat
diterapkan oleh individu yaitu mekanisme koping
adaptif dan maladaptif (Stuart,
2016)).Mekanisme koping diartikan sebagai cara
yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan
serta respons terhadap situai yang mengancam
Keliat (1999) dalam Jaya (2015). Sedangkan
menurut Lazarus (1985) dalam Jaya (2015),
koping adalah perubahan kognitif dan perilaku
secara konstan dalam upaya untuk mengatasi
tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang
melelahkan atau melebihi sumber individu.
Hasil wawancara yang dilakukan 12 april
2018 kepada 7 pasien mengatakan semuanya
merasa menyesal dan kecewa karena di vonis
gagal ginjal kronik dan harus menjalani terapi
hemodialisis, pasien mengatakan sering merasa
lelah dan lesu, dan terlihat lamban berbicara
atau berpikir saat diwawancara oleh peneliti
pasien juga mengatakan sulit tidur 5 orang
mengatakan sedih (secara verbal atau non
verbal dengan ekspresi muka sedih dan
murung), merasa tidak nafsu makan, terlihat
gugup serta gelisah, selanjutnya 2 dari 7
tersebut mengatakan sering menyendiri dan
banyak tidur serta menonton tv dalam
menghadapi permasalahan yang ada selama
menjalani cuci darah (hemodialisis) dan 3 pasien
lainnya mengatakan dengan makan banyak dan
tarik nafas panjang. Pasien juga mengatakan
saat ini mereka lebih banyak berserah diri
kepada Allah Subhanahuwata A’la
dan menganggap kondisinya saat ini adalah Bandung lebih dari setengahnya adalah
cobaan yang diberikan Allah berusaha untuk mekanisme koping adaptif yaitu sebanyak 38
tetap sembuh dengan menjalani hemodialisis orang (74.5%), dan sementara itu sebagian kecil
serta sering berbicara dengan pasien lain yang pasien menggunakan mekanisme koping
telah lama menjalani cuci darah dengan berbagi maladaptif yaitu sebanyak 13 orang (25.5%).
pengalaman selama menjalani cuci darah. Banyaknya klien yang menggunakan mekanisme
Berdasarkan data diatas, penelitian ini dilakukan koping adaptif pada umumnya pasien sudah
untuk mengetahui gambaran mekanisme koping mengalami hemodialisis berulang kali sehingga
pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani sudah menjadi pola dalam kehidupanya
hemodialisis di unit hemodialisa RSUD Bandung. (Mutoharoh, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian disebutkan
METODE bahwa mekanisme koping yang adaptif dilakukan
Rancangan penelitian yang digunakan dengan menerima seberat apapun hemodialisis
adalah deskriftif kuantitatif (Nursalam, 2016). pasien harus menghadapinya, membicarakan
Populasi dalam penelitian ini adalah semua masalah dengan keluarga, berdoa dan berdzikir,
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi mencoba menyelesaikan masalah secara
hemodialisis rutin yaitu yang didapatkan dari unit bertahap. Hal ini sejalan dengan penelitian
hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Kota Armiyanti, Rahayu (2013) dengan judul faktor
Bandung sebanyak 51 pasien. Teknik sampel yang berkorelasi terhadap mekanisme koping
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Pasien CKD yang menjalani hemodialisis di
sampling jenuh/total sampling yaitu teknik RSUD Kota Semarang. Hasil berdasarkan
pengambilan sampel bila semua anggota kuesioner mekanisme koping yang adaptif yang
populasi digunakan sebagai sampel yang paling banyak digunakan oleh pasien adalah
berjumlah 51 orang. Instrumen yang digunakan mencoba berbicara dengan orang lain, mencoba
menggunakan Coping dari Lazarus. mencari informasi yang lebih banyak tentang
masalah yang sedang dihadapi, menghubungkan
HASIL situasi atau masalah yang dihadapi dengan
Tabel 1 Distribusi frekuensi mekanisme koping melakukan kegiatan ibadah dan berdoa,
pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani melakukan latihan fisik untuk mengurangi
hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD Kota ketegangan, membuat berbagai alternatif
Bandung tahun 2018 tindakan untukmengurangi situasi, dan
mengambil pelajaran atau pengalaman masa lalu.
No Kategori f % Mekanisme koping adalah tiap upaya yang
diajukan untuk penatalaksanaan stress, termasuk
1 Adaptif 38 74.5 upaya penyelesaian masalah langsung dan
2 Maladaptif 13 25.5
mekanisme pertahanan ego yang digunakan
Jumlah 51 100
untuk melindungi diri (Stuart, 2016). Mekanisme
koping adaptif yang banyak dipilih adalah berdoa,
Berdasarkan tabel 1 diatas menjelaskan berserah diri pada Allah dan menerima seberat
gambaran mekanisme koping pada pasien gagal apapun hemodialisis pasien harus
ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisi di menghadapinya. Hasil penelitian tentang
unit hemodialisa RSUD Kota Bandung lebih dari mekanisme koping yang adaptif sejalan dengan
setengahnya adalah mekanisme koping adaptif penelitian Novalia (2011) dengan judul koping
yaitu sebanyak 38 orang(74.5%). pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis di RSU Adam Malik Medan yang
PEMBAHASAN menunjukan bahwa koping yang paling sering
Gambaran mekanisme koping pada pasien digunakan pasien hemodialisis adalah sprirtual.
gagal ginjal kronik yang menjalani terapi Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang
hemodialisi di unit hemodialisa RSUD Kota
dilakukan oleh Yemima, Kanine, dan Wowling
Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X

PENTINGNYA ASPEK SPIRITUAL PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISA: A LITERATURE REVIEW
Tina Muzaenah1, Sri Nabawiyati Nurul Makiyah2
1
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto
2
Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Email: 1311020173tina@gmail.com

ABSTRAK

Latar belakang: Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan penyakit terminal yang mempengaruhi
kualitas hidup pasien. GGK menimbulkan ketidakseimbangan biologi, psikologi, sosial dan spiri-
tual. Gangguan spiritual menyebabkan gangguan psikologis berat seperti bunuh diri. Pen-
dekatan spiritual perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien GGK yang menjalani
hemodialisa baik dari keluarga maupun tenaga medis.
Tujuan: Melakukan literature review terhadap artikel-artikel yang meneliti tentang aspek spiritu-
alitas dan kebutuhan spiritual pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa.
Desain: Literature review

Metode: Menggunakan database dengan penelusuran elektronik pada EBSCO, Google, Google
Scholar, ProQuest dan PubMed yang dipublikasikan pada tahun 2013-2017
Hasil: Enam artikel dipakai dalam review. Empat artikel menyarankan komponen-komponen ke-
sejahteraaan spiritualitas harus dipertimbangkan dan dirumuskan dalam program perawatan
pasien dengan hemodialisa, untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, kualitas tidur, mengu-
rangi kecemasan dan rasa takut akan kematian. Salah satu artikel menyarankan agar perawat
dialisis membuat program-program yang mendukung kegiatan spiritualitas pasien predialisis dan
dialisis. Perawat diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan secara holistic (biop-
sikososiospiritual), selain perawatan fisik perawat juga memberikan perawatan dengan pen-
dekatan spiritual (Spiritual care). Doa dan sholat merupakan aktivitas yang dapat memperbaiki
pasien dan membantu mengurangi kecemasan dan rasa takut akan kematian.
Kesimpulan: Pemenuhan aspek spiritualitas dan kebutuhan spiritual pasien gagal ginjal kronik

ABSTRACT

Background: Chronic renal failure (CRF) is a terminal illness affects the patient's quality of life.
CRF creates a biological, psychological, social and spiritual imbalance. Spiritual disorders cause
severe psychological disorders such as suicide. The spiritual needs to improve the quality of life
of patients with CRF undergoing hemodialysis from their families and medical personnel.
Objective: Conduct literature review of articles that examine the spiritual aspects and spiritual
needs of chronic renal failure patients with hemodialysis.
Design: Literature review

Methods: Searches on the EBSCO database, Google, Google Scholar, ProQuest and PubMed
published in 2013-2017 Result: Six articles are used in the review. Four articles suggest compo-
nents of spiritual welfare should be considered and formulated in a patient care program with
hemodialysis, to improve patient quality of life, sleep quality, reduce anxiety and fear of death.
One article suggests dialysis nurses make programs support the activities of the patient's spiritu-
ality of predialysis and dialysis. Nurses are expected to provide holistic nursing care (biopsy-
chosociospiritual), in addition to physical care also care with a spiritual approach (Spiritual care).
Prayer and prayer are activities that improve the patient, helping to reduce anxiety and fear of
death.

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 98


Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X

PENDAHULUAN hemodialisa. Berdasarkan data IRR (2014) diketahui bahwa jenis


layanan terapi pengganti ginjal yang diberikan oleh renal unit terbanyak
Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan perjalanan akhir dari adalah layanan Hemodialisa (82%), transplantasi (2,6%), dan CAPD
berbagai penyakit yang berhubungan dengan traktus urinarius dan (12,8%) serta CRRT (2,3%), dengan demikian hemodialisa merupakan
ginjal, dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang progresif dan jenis terapi yang paling banyak digunakan oleh penderita gagal ginjal di
irreversible sehingga tubuh gagal untuk mempertahankan Indonesia.1
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Prevalensi GGK Gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyakit terminal yang akan
di Amerika Serikat dengan jumlah penderita meningkat setiap mempengaruhi kualitas hidup pasien yang menimbulkan
tahunnya. Pada tahun 2007 jumlah penderita GGK sekitar 80.000 ketidakseimbangan biologi, psikologi, sosial dan spiritual. Pentingnya
orang, dan tahun 2010 meningkat menjadi 660.000 orang. Indonesia Spiritualitas dalam kesehatan, WHO (1984) menyatakan bahwa aspek
adalah salah satu negara dengan tingkat penderita penyakit ginjal agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian
kronik yang cukup tinggi. Data program Indonesian Renal Registry kesehatan seutuhnya. WHO menambahkan dimensi agama sebagai
(IRR) 2007-2014 menunjukkan jumlah pasien penyakit ginjal kronik salah satu dari empat pilar kesehatan manusia seutuhnya yaitu: sehat
yang baru di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, pasien fisik (biologi), sehat secara kejiwaan (psikiatrik/psikologi), sehat secara
baru sebanyak 4.977 orang dan meningkat menjadi 17.193 orang sosial, dan sehat secara spiritual (kerohanian/agama). Dengan kata
sedangkan pasien aktif sebanyak 1.885 orang meningkat menjadi lain manusia yang sehat seutuhnya adalah manusia yang beragama
11.689 orang.1 dan hal ini sesuai dengan fitrah manusia.4
Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 menunjukkan Aspek spiritual harus diperhatikan dalam perawatan selain aspek fisik
prevalensi penyakit gagal ginjal kronis 0,3% usia 34-44 tahun, 0,4% dan psikososial karena menurut beberapa hasil penelitian menunjukkan
usia 45-54 tahun, 0,5% usia 55-74 tahun dan pada kelompok usia bahwa keyakinan spiritual berpengaruh terhadap kesehatan dan
lebih dari 75 tahun sebesar 0,6%.2 Jumlah kematian pasien GGK juga perawatan, diantaranya; penelitian Stoll menyebutkan bahwa berdoa
menunjukkan kenaikan dari 10.478 pada tahun 1980 menjadi 90.118 sendiri atau dengan orang terdekat dilaporkan sebagai strategi koping
pada tahun 2009.3 Gagal ginjal kronis memerlukan terapi yang dapat yang baik/positif.
menggantikan fungsi ginjalnya, salah satunya adalah

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 99


Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X

Melalui doa orang dapat mengekspresikan perasaan, harapan dan 2017 dan kriteria ekslusi: (i) Artikel yang terduplikat;
kepercayaanya kepada Tuhan.5
Tujuan makalah ini untuk melakukan literature review terhadap artikel- (ii) Artikel yang tidak dipublikasi dalam jurnal ilmiah.
artikel yang meneliti tentang aspek spiritualitas dan kebutuhan
spiritual pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa Artikel-artikel yang telah diperoleh dan memenuhi kriteria inklusi dan
METODE eksklusi kemudian dianalisis, dibandingan antara artikel yang satu
dengan yang lain, dibahas dan disimpulkan.
Strategi pencarian HASIL

Penyusunan literature review ini menggunakan berbagai database Proses seleksi terhadap artikel yang termasuk dalam literature review
dengan melakukan penelusuran elektronik pada EBSCO, Google, ini ditunjukan pada Gambar 1. Hasil dari strategi pencarian database
Google Scholar, ProQuest dan PubMed yang telah dilakukan sejak ada 1.534 artikel yang diperoleh, akan tetapi terdapat 1.482 artikel
bulan November sampai Desember 2017. Pencarian dibatasi pada yang dikeluarkan, karena tidak
dokumen yang dipublikasikan pada tahun 2013 sampai dengan tahun berhubungan dengan pertanyaan penelitian.
2017 yang tersedia dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Terdapat enam artikel yang memenuhi kriteria inklusi dari semua artikel
Beberapa istilah atau kata kunci digabungkan untuk mendapatkan yang telah diidentifikasi. Artikel-artikel
dokumen yang tepat sebagai strategi pencarian seperti menggunakan tersebut membahas
istilah “Spiritual needs”+“Hemodialysis”, Spiritual AND Hemodialysis, tentang kesejahteraan spiritual, pengalaman
Spiritual need AND Chronic Kidney Disease, Spirituality AND/OR spiritualitas, dan aspek spiritualitas pada pasien dengan hemodialisa.
Chronic Kidney Disease, Gagal ginjal kronik + Hemodialisa + Spiritual Terdapat satu artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia, dan artikel
pdf. yang lainnya dengan bahasa inggris. Dua dari enam artikel yang
Kriteria pemilihan artikel direview adalah original research. Dua studi deskriptif, tiga studi cross-
sectional-korelasi dan satu studi kohort (Tabel 1). Enam artikel yang
Dalam proses seleksi terhadap artikel yang termasuk dalam literature direview, dua studi diskriptif mengeksplorasi
review ini harus memenuhi kriteria inklusi: (i) Penelitian tentang aspek tentang pemenuhan pengalaman
spiritualitas pasien gagal ginjal kronik; (ii) Penelitian tentang pasien spiritual dan kesejahteraan spiritual pasien dengan hemodialisa,
gagal ginjal kronik dengan hemodialisa; (iii) Penelitian empat artikel menyarankan komponen-komponen
yang dipublikasikan pada tahun 2013 sampai dengan kesejahteraaan spiritualitas harus dipertimbangkan dan dirumuskan
dalam program
perawatan pasien dengan hemodialisa untuk

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 100


Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X

meningkatkan kualitas hidup pasien, kualitas tidur dan mengurangi Gambar 1. Proses seleksi artikel
kecemasan serta rasa takut akan kematian, satu artikel menyarankan
agar perawat dialisis membuat program-program yang dapat
mendukung kegiatan spiritualitas pasien predialisis dan dialisis. Artikel yang relevan yang diidentifikasi dengan
Perawat diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan secara pencarian elektronik databased:
holistic (biopsikososiospiritual), selain perawatan fisik perawat juga n = 1.534
memberikan perawatan dengan pendekatan spiritual (spiritual care), Google Scholar: n = 765 Pubmed: n = 37 Google: n =
dan satu artikel menyebutkan bahwa doa dan sholat merupakan 292 EBSCO: n = 393 dan ProQuest: n = 47
aktivitas yang dapat memperbaiki pasien dan membantu mengurangi
kecemasan dan rasa takut akan kematian.

Artikel yang
dikeluarkan:
n = 1.497

Artikel yang
tersaring:
n = 37

Artikel yang
dikeluarkan:
n = 21

Jumlah artikel
dengan full-
text: n = 16

Artikel
dengan full-
text yang
dikeluarkan:
n = 10

Artikel yang
masuk dalam
review:
n=6

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 101


Herb-Medicine JournalISSN: 2620-567X

Tabel 1. Daftar jurnal yang masuk dalam review

No Author Language Design of research Name of


(Year) journal Aim of Research Result
1. Mailani & Setiawan Mengeksplorasi spiritualitas pasien gagal ginjal kronik Terdapat 4 tema pengalaman spiritualitas pasien gagal ginjal kronik
(2015) Indonesia Studi fenomenologi JKP.f.kep.unpad 2015 yang menjalani hemodialisa yaitu (1) mendekatkan diri kepada Tuhan, (2) dukungan dari orang
deskriptif April; terdekat,
3(1): 11-17 (3) mempunyai harapan besar untuk sembuh, (4) menerima dengan
2. Mahboubi et al. analytic cross- Meneliti hubungan antara rasa takut akan kematian dan ikhlas penyakit yang diderita Keyakinan agama yang tinggi dan
(2014) Inggris sectional J. Biol. Today's World. dimensi spiritual pada pasien hemodialisa aktivitas religius dapat mengurangi rasa takut akan kematian dan
(correlation). 2014 Jan; 3(1): mengurangi kecemasan pada pasien hemodialisa
3. Eslami et al. (2014) 7-11 Meneliti hubungan antara kesejahteraan spiritual dan
Inggris Iran Red Crescent kualitas tidur pada pasien hemodialisa di Isfahan, Iran Kesejahteraan mental dan spiritual sebagai faktor yang dapat
a correlation Med J. mempengaruhi relaksasi mental dan mengurangi kecemasan akan
research 2014 July; penyakit yang diderita sehingga dapat meningkatkan kualitas tidur
16(7): 1-7 Mengkaji hubungan antara variabel kesejahteraan pasien hemodialisa
4. Pilger et al.
Rev Bras Enferm spiritual, sosiodemografi, ekonomi, agama, dan Sebagian besar orang tua memiliki kesejahteraan spiritual pada
(2017) Inggris
a cross- sectional [Internet]. 2017 kesehatan serta kualitas hidup orang tua yang sedang level moderat;
and correlational jul-ago; 70(4): menjalani hemodialisa. kesejahteraan spiritual berkolerasi positif dengan domain fisik,
5. Davison & Jhangri, (2013)
study 689-96. Mengeksplorasi hubungan antara penyesuaian psikologis, dan hubungan sosial tetapi tidak berkolerasi positif
psikososial terhadap penyakit, existential well-being dengan domain lingkungan Penyesuaian psikososial terhadap
Journal of Pain and (EWB), dan health- penyakit sangat berkorelasi dengan HRQL, dan spiritualitas
Symptom memberikan varians yang unik pada HRQL pasien
Inggris a cohort study Management 2013 related quality of life (HRQL) pada pasien Penting untuk menargetkan penyesuaian psikososial
February; dengan penyakit ginjal kronis lanjut dan menentukan terhadap penyakit dan spiritualitas sebagai cara untuk melestarikan
45(2): 170-178 apakah penyesuaian terhadap penyakit memediasi atau meningkatkan HRQL pasien predialisis dan dialisis
descriptive hubungan antara EWB dan HRQL.
6. Ebrahimi et al. Mengetahui hubungan antara kesejahteraan spiritual Tidak ada hubungan signifikan antara kesejahteraan spiritual dan
(2014) Journal of Nursing dan kualitas hidup pasien QOL, namun ada korelasi positif
and
Inggris analytical study Midwifery Sciences hemodialisa. signifikan antara aspek eksistensi kesejahteraan
2014; spiritual dan dimensi kelelahan, kesehatan emosional, fungsi sosial dan kesehatan umum, dan kinerja
1(3): 41-48 sosial.

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 102


Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X

PEMBAHASAN sesak nafas, 4) perubahan aktifitas; tidak lagi bekerja dan tidak
melakukan aktifitas apapun, tidak lagi mengikuti kegiatan di lingkungan
Gagal ginjal kronik merupakan penyakit terminal yang mempengaruhi dan jarang keluar rumah.9,10 Mengingat keterbatasan GGK dan
kualitas hidup pasien termasuk masalah spiritualitas.6 Diantara pengobatannya, spiritual dapat dijadikan sebagai sumber daya koping
penyakit paling merusak yang mempengaruhi kehidupan manusia tambahan.11
adalah gagal ginjal kronik, yang menyebabkan kelelahan, mengubah Penulisan ini mereview artikel-artikel yang membahas tentang agama,
rutinitas kehidupan, dan menghasilkan efek samping terkait aspek spiritualitas, kesejahteraan spiritualitas, kesehatan spiritual, dan
perawatan, yang menimbulkan berbagai tanda dan gejala mengarah kebutuhan spiritual pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa.
pada ketergantungan terhadap penggunaan obat yang terus Pada abad terakhir ini, WHO menciptakan Quality of Life Group, yang
berkelanjutan dan kesulitan untuk beradaptasi dengan perangkat dan menyentuh ranah spiritualitas/agama/keyakinan pribadi dalam
perawatan yang menggantikan fungsi alami ginjal.7 Dan diantara instrumennya secara global untuk menilai kualitas hidup.8 Selama dua
perawatan tersebut adalah hemodialisa yang merupakan salah satu dekade terakhir, semakin banyak bukti menunjukkan bahwa
alternatif yang paling banyak digunakan dan sangat diperlukan, spiritualitas dapat mempromosikan penyesuaian psikososial untuk
mampu memperpanjang hidup, dan biasa digunakan untuk penyakit kronis dan terminal.12,13 Spiritualitas telah ditekankan berkaitan
menangani GGK di beberapa negara.8 dengan kualitas proses kehidupan.7
Gagal ginjal kronis dan prosedur terapeutik seperti Hemodialisa AGAMA
menghasilkan perubahan gaya hidup dan status kesehatan individu.
Masalah ini tidak hanya membahayakan kesehatan fisik tapi juga Agama/kepercayaan agama dapat memberi individu rasa
dimensi kesehatan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan yang lebih besar.14,15,8 Agama dan spiritualitas dianggap
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa mengalami sebagai sumber penting untuk mengatasi kejadian kehidupan yang
empat perubahan, yaitu: 1) perubahan psikologis; rasa takut terhadap penuh tekanan.7 Religiositas dan spiritualitas adalah dimensi
terapi, cemas terkait ketidakpastian sakit, cemas terkait peran dan kesejahteraan yang penting dan mengatasi penyakit. Pengetahuan
tanggung jawab serta penolakan dan marah, 2) perubahan fisik; yang lebih dalam tentang agama
penurunan berat badan dan edema, 3) perubahan fungsi tubuh; mual,
insomnia, lemas, cepat merasa lelah dan

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 98


Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X

dan keyakinan spiritual dibutuhkan, karena dapat mempengaruhi dan kecemasan psikologis dan ketakutan akan
pengobatan dan pemulihan pasien yang menderita penyakit kronis.16 kematian.22
Penyakit kronis seperti gagal ginjal kronis dapat berpengaruh Tingkat kepercayaan agama dan aktivitas keagamaan yang tinggi,
terhadap hubungan dengan Yang Maha Tinggi menyangkut iman dan menyebabkan berkurangnya ketakutan akan kematian.22 Dalam hal ini
harapan hidup.17 Seseorang yang didiagnosa dengan penyakit kronis sebuah penelitian menyebutkan bahwa sholat sebagai aktivitas spiritual
sering menganggap dirinya berbeda dengan orang lain dan mulai untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan akan kematian
merasakan kesepian yang mendalam. Pasien dengan penyakit kronis disebabkan percepatan penyembuhan.23 ASPEK SPIRITUALITAS
cenderung merasa cemas terhadap penyakit yang dialaminya, mereka Spiritualitas merupakan kontributor health- related quality of life yang
mulai membatasi hubungan dan aktifitas sosial sehingga penting bagi pasien dengan penyakit yang membatasi kehidupan.24
menimbulkan harga diri rendah dan perasaan negatif terhadap diri Spiritualitas merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari kualitas
sendiri. Dukungan dari keluarga dan orang terdekat termasuk perawat hidup individu dan merupakan salah satu aspek yang sangat penting
dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien.10 American Psychiatric bagi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Spiritualitas
Association merekomendasikan agar dokter meminta pasien untuk mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhannya dengan
menjadi religius dan memiliki orientasi spiritual.18 menggunakan medium sholat, puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya.4
Hasil penelitian menunjukkan keterlibatan agama dan kesehatan Komponen spiritualitas terdiri dari hubungan manusia dengan alam,
dengan tujuan terapeutik, menunjukkan bahwa orang beragama hubungan dengan dirinya sendiri dan hubungan dengan orang lain.
mempunyai gaya hidup yang lebih sehat dan kualitas hidup yang lebih Domain spiritual mengacu pada pencarian makna dan jawaban aspek
baik.19,15,20 Orang Brasil mengungkapkan iman yang kuat kepada fundamental kehidupan melalui pengalaman suci dan transenden, yang
Tuhan, dan dalam dimensi spiritual banyak peningkatan aspek dapat memperbaiki kondisi kesehatan.25,26 Spiritualitas mencakup nilai,
kesehatan lebih kepada kekuatan spiritual daripada perawatan medis prinsip, kepercayaan, kekuatan batin, universal, subyektif, multidimensi
yang diterima.21,8 Iman kepada Tuhan dan perhatian yang lebih besar dan transendental, umumnya dialami secara individual.8
dan penuh terhadap hal-hal rohani mengurangi kegelisahan

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 99


Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X

Empat tema spiritualitas pada pasien penyakit ginjal kronik yang mengurangi ketegangan penyakit yang akan
menjalani hemodialisa yaitu: 1) Mendekatkan diri kepada Tuhan berpengaruh juga terhadap kualitas tidur pasien.18 KESEHATAN
seperti rajin beribadah, memperdalam ilmu agama, dan memperbaiki SPIRITUAL
kualitas ibadah dalam kehidupan sehari-hari. 2) Dukungan dari orang Penelitian yang dilakukan pada dokter keluarga, 96%
terdekat, seperti dukungan dari keluarga, pasangan hidup, dan responden percaya bahwa kesehatan spiritual merupakan faktor
teman-teman terdekat. 3) Mempunyai harapan kesehatan yang penting.18 Kesehatan spiritual memiliki dua ukuran.
besar untuk sembuh, seperti mencoba pengobatan non medis, yakin Dimensi vertikal yang dilibatkan komunikasi metafisik dan horisontal
dengan mukjizat dan selalu berdoa agar diberi kesembuhan. 4) dimensi yang mencakup komunikasi dengan lingkungan dan lainnya.7
Menerima dengan ikhlas penyakit yang diderita, seperti menerima Penelitian pada pasien dialisis yang dilakukan oleh Sharifnia et al.
penyakit sebagai bagian dari cobaan dari Tuhan.6 Hal ini menunjukkan (2012), ditemukan bahwa mereka yang mendengarkan doa selama
bahwa pasien yang menjalani hemodialisa menggunakan pendekatan perawatan adalah sebagai bentuk kesehatan spiritual. Dokter Matthaus
spiritualitas sebagai koping untuk menghadapi penyakit terminal yang percaya dan mendorong pasien untuk berlatih dan percaya bahwa doa
dideritanya. KESEJAHTERAAN SPIRITUALITAS dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi
Beberapa peneliti telah mencatat bahwa spiritualitas saling terkait erat pengobatan.29,22 KEBUTUHAN SPIRITUAL
dengan keseluruhan kesejahteraan individu.27 Kesejahteraan spiritual Pasien GGK diketahui mempunyai pengalaman health-related quality
meningkatkan kemampuan pasien untuk mengatasi suatu penyakit of life (HRQL) yang buruk.30,19 Dalam dua penelitian menunjukkan
dan mempercepat pemulihan.28 Konsep kesejahteraan spiritual diukur bahwa spiritualitas, lebih spesifiknya existential well-being (EWB) dapat
melalui bagaimana Individu secara subjektif memahami kepercayaan meningkatkan HRQL pasien GGK dan pasien GGK memiliki kebutuhan
mereka, berpengalaman ketika pasien menemukan tujuan yang spiritual yang tidak terpenuhi.11,31 Kebutuhan spiritual pasien yang
membenarkan melakukan sesuatu dalam hidup.8 Kesejahteraan menjalani hemodialisa meliputi menguatkan hubungan dengan Tuhan,
mental dan spiritual pasien hemodialisa mempunyai peran yang diri sendiri dan orang lain.6 Pemenuhan kebutuhan spiritual pada
sangat penting sebagai faktor yang mempengaruhi relaksasi mental pasien gagal ginjal kronik merupakan salah satu cara untuk
dan meningkatkan makna dan harapan hidup, memperbaiki kualitas hidup,
dan

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 100


Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X

meningkatkan kepercayaan diri pasien meskipun dalam kondisi Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Sri Nabawiyati Nurul
kesehatan yang tidak mendukung.10 KESIMPULAN Makiyah selaku pembimbing, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia dengan tempat penulis menimba ilmu, dan Universitas Muhammadiyah
Tuhannya dengan menggunakan medium sholat, puasa, zakat, haji, Purwokerto tempat penulis bekerja.
doa dan sebagainya. kesejahteraan spiritual dapat meningkatkan DAFTAR PUSTAKA
kemampuan pasien untuk mengatasi suatu penyakit dan 1. Report of Indonesia Renal Registry (IRR). (2014).
mempercepat pemulihan serta mengurangi kecemasan dan 2. Riset Kesehatan Dasar. (2013). Jakarta: Badan Penelitian dan
ketegangan penyakit yang berpengaruh juga terhadap kualitas tidur Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik
pasien. Indonesia.
Kebutuhan spiritual pasien yang menjalani hemodialisa meliputi 3. National Kidney an Urologic Diseases Information
menguatkan hubungan dengan Tuhan, diri sendiri dan orang lain. Clearinghouse. Kidney disease statistic for the United States.
Pemenuhan aspek spiritualitas dan kebutuhan spiritual pada pasien NH Publication. 26 November 2012.
gagal ginjal kronik penting sebagai salah satu cara untuk
4. Hawari D. (2002). Dimensi religi dalam praktek psikiatri dan
meningkatkan makna dan harapan hidup, memperbaiki kualitas hidup,
psikologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
dan meningkatkan kepercayaan diri pasien meskipun dalam kondisi
kesehatan yang tidak mendukung serta mengurangi kecemasan dan
5. Carpenito L. J. (2000). Diagnosa keperawatan aplikasi pada
rasa takut akan kematian dengan aktivitas spiritual seperti sholat dan praktik linik . Edisi 6. Jakarta : EGC
doa. 6. Mailani F., Setiawan S. (2015). Pengalaman spiritualitas pada
KONFLIK pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. J.
Keperawatan Padjadjaran 3.
Tidak terdapat konflik pada peneliti 7. Ebrahimi H., Ashrafi Z., Eslampanah G., Noruzpur
F. (2014). Relationship between spiritual well- being and quality of life
KONSTRIBUSI PENULIS in hemodialysis patients.
J. Nurs. Midwifery Sci. 1, 41–48.
TN: Mebuat dan menyusun artikel SNNM: Membantu mencari juranal 8. Pilger C., Santos R.O.P. dos, Lentsck M.H., Marques S.,
yang akan dituju untuk publish dan mengarahkan susunan pembuatan Kusumota L. (2017). Spiritual well- being and quality of life of
artikel. UCAPAN TERIMA KASIH older adults in hemodialysis. Rev. Bras. Enferm. 70, 689–696.
9. Asty, Hamid, Putri. (2014). Gambaran perubahan hidup klien
gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. 10(2), 172-18.
10. Lestari I., Safuni N. (2016). Pemenuhan kebutuhan spiritual
pada pasien gagal ginjal kronik rumah sakit umum Aceh. J. Ilm.
Mhs. Fak. Keperawatan 1.
11. Davison S., Jhangri G.S. (2010). Existential and religious
dimensions of spirituality and their relationship with health-
related quality of life in chronic kidney disease. Clin J Am Soc
Nephrol 5(11), 1969-7.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20651152
12. Albaugh J.A. (2003). Spirituality and life- threatening illness: a
phenomenological study. Oncol Nurs Forum 30, 593-598.

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 101


Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X

13. Tatsumara Y., Maskarinec G., Shumay D.M., Kakai H. (2003). Organization. Soc Sci Med.
Religious and spiritual resources, CAM, and conventional https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8560308.
treatment in the lives of cancer patients. Altern Ther Health 25. Lepherd L. (2015). Spirituality: everyone has it, but what is it?
Med 9, 64-71. Int J Nur Pract 21(5), 566-74.
14. Chatrung C., Sorajjakool S., Amnatsatsue K. (2014). Wellness http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/ijn.122 85
and religious coping among Thai individuals living with chronic 26. Szaflarski M., Kudel I., Cotton S., Leonard A.C., Tsevat J.,
kidney disease in Southern California. J Relig Health 54(6), Ritchey P.N. (2014). Multidimensional assessment of
2198- 211. spirituality/religion in patients with HIV: conceptual framework
15. Cruz J.P., Colet P.C., Quabeilat H., Al-Otaibi J., Coronel E.L., dan empirical refinement. J Relig Health 51(4), 1239-60.
Suminta R.C. (2016). Religiosity and Health-Related Quality 27. Cheraghi M., Molavi H. (2006). The relationship between
of Life: A Cross- Sectional Study on Filipino Christian different aspects of religious and public health at University of
Hemodialysis Patients. J Relig health 55(3), 895- 908 Isfahan. JNEA 2(2), 1-22.
16. Silva M.S., Kimura, M., Stelmach, R., Santos, 28. Potter P., Perry A., editors. (2003). Basic nursing. St Louis:
V.L.G. (2009). Quality of life and spiritual well- being in chronic Mosby Company.
obstructive pulmonary disease patients. Rev Esc Enferm USP. 43(S): 29. Sharifnia, S.H., Hojjati, H., Nazari, R., Qorbani, M., Akhoondza-
1 187-92. de, G. (2012). The effect of prayer on mental health of
17. Young & Koopsen. (2011). Spirituality, health, and healing, an hemodialysis patients. Journal of Critical Care Nursing, 5(1):
integrative approach. Second Edition 29-34.
18. Eslami A.A., Rabiei L., Khayri F., Rashidi Nooshabadi M.R., 30. Finkelstein F.O., Wuerth D., Finkelstein S.H. (2009). Health
Masoudi R. (2014). Sleep quality and spiritual well-being in related quality of life and the CKD patient: challenges for the
hemodialysis patients. Iran. Red Crescent Med. J. 16. nephrology community. Kidney Int 76, 946-952.
19. Mapes D.L., Bragg-Gresham J.L., Bommer J., Fukuhara S., 31. Davison S.N., Jhangri G.S. (2013). The Relationship between
McKevitt P., Wikstrom B.,, et al. (2004). Health-related quality spirituality, psychosocial adjustment to illness, and health-
of life in the Dialysis Outcomes and Practice Patterns Study related quality of life in patients with advanced chronic kidney
(DOPPS). Am J Kidney Dis 44(Supll 2), 54–60. disease. J. Pain Symptom Manage. 45, 170–178.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15486875 https://doi.org/10.1016/j.jpainsymman.2012.02.01 9
20. Tan H., Wutthilert C., O’Connor M. (2011). Spirituality and
quality of life in older people with chronic illness in Thailand.
Prog Palliat Care 19(4), 177-85.
21. Rocha N.S., Fleck M.P.A. (2011). Evaluation of quality of life
and importance given to spirituality/religiousness/persona
beliefs (SRPB) in adults with and without chronic health
conditions. Rev Psiq Clin 38(1),19-23.
22. Mahboub M., Ghahramani F., Shamohammadi Z., Parazdeh
S. (2014). Relationship between daily spiritual experiences
and fear of death in hemodialysis patients. J. Biol. Todays
World 3, 7– 11.
23. Taghizadeh K., Asadzdani M., Tadrisi S.D., Ebadi
A. (2011). Effect of Prayer on Severity of Patients Illness in Intensive
Care Units. Journal of Critical Care Nursing 4(1),1-6.
24. WHOQOL. (1995). Whoqol Group The World Health
Organization quality of life assessment: Position paper from
the World Health

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 102


Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 102
(2013) dengan judul mekanisme koping pada Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisis di RS Prof.Dr. R. D. Kandou Manado, hasil penelitian menunjukan lebih banyak pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis menggunakan mekanisme koping maladaptif,
hal ini disebabkan oleh berbagai hal yang berpengaruh terhadap kondisi pasien yang ada, baik psikis
maupun fisiknya. Pikiran yang optimis dapat membuat keadaan yang stresful sebagai sesuatu hal
yang harus dihadapi dan diselesaikan, oleh karena itu individu akan memilih menyelesaikan masalah
yang ada dibandingkan dengan individu yang mempunyai pikiran yang psimis (Matthews 2008).
Banyak reaksi emosional yang dialami oleh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
dan mengharuskan pasien tersebut bereaksi dan mengatasi masalah yang dialaminya dengan
menggunakan mekanisme koping yang ada dalam dirinya (Tharob, 2014).

KESIMPULAN DAN SARAN


Sebagian besar responden yaitu pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di unit
hemodialisa RSUD Kota Bandung tahun 2018 menggunakan mekanisme koping adaptif. Perlu
adanya eksplore yang lebih dalam pada responden hemodialisis dengan menggunakan sampel yang
lebih banyak dan lama waktu dilakukan hemodialisa.

REFFERENSI
Arif & Kumala. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba
Medika.
Armiyanti. Y , Rahayu. D. A. (2014). Faktor yang berkorelasi terhadap mekanisme koping Pasien
CKD yang menjalani Hemodialisis Di RSUD Kota Semarang.
Colvy Jack. (2010). Gagal Ginjal (Tips Cerdas Mengenali & Mencegah Gagal Ginjal). Yogyakarta :
DAFA Publishing.
Georgianni, S & Babatsikou, P. (2014). Psychological Aspects in Chronic Renal Failure. Health
Sciance Journal.

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 102


Indonesian Renal Registry, (2016), 9th Report Of Indonesian Renal Registry.
https://www.indonesianrenalregistry.org.
Jaya K. (2015). Keperawatan Jiwa. Tanggerang : Binarupa Askara Publisher
Marlene, H. (2015). Belajar Mudah Keperawatan Medikal-Bedah Vol 1. EGC: Jakarta.
Matthews, Ellyn E and Cook, Paul F. (2008). Relathionship Among Optimism, Well- Being, Self
Transcedence, Coping, And Social Support In Women During Treatment For Breast Cancer .
Journal Of Pshycho-Oncology 12 : 716-726
Muhammad, A. (2012). Serba Serbi Gagal Ginjal. Yogjakarta: DIVA Press. KARISMA Publishing
Group.
Mutoharoh, I. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan mekanisme koping klien gagal ginjal
kronik yang menjalani terapi hemodialisis di rumah sakit umum pusat (RSUP) Fatmawati
Tahun 2009.
Novalia, E. (2011). Koping pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSU Adam
Malik Medan.
Nursalam, N. I. D. N. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Pratiwi, D.T. (2013). Hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi Pasien Gagal Ginjal
Kronik yang menjalani Hemodialisa di Ptpn X Rumah Sakit Gatoel Mojokerto.
Stuart. W.G. (2016). Praktik dan Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapoer : Elsevier.
(Terjemahan Budi Anna Keliat dan Jesika Pasaribu).
Tharob, I. (2014). Hubungan dukungan keluarga terhadap mekanisme koping pada Pasien Gagal
Ginjal Kronik dengan hemodialisis di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.
Yemima. Wurara, Kanine. E., Wowling. F. (2013). Mekanisme koping pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik yang menjalani terapi hemodialisis di RS Prof.Dr.R.D. Kandou Manado.

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 102


Jurnal Endurance 2(3) October 2017 (416-423)

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET


PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI
HEMODIALISIS
Fitri Mailani, Rika Fitri Andriani STIKes YPAK Padang
fitri_mailani@ymail.com

Submitted :23-08-2017, Reviewed:06-09-2017, Accepted:13-09-2017


DOI: http://doi.org/10.22216/jen.v2i3.2379

ABSTRACT
Diet on chronic renal failure patient is very important to avoid the appearance of uremia effect, liquid
hoarding which can affect heart congestive failure and heart edema so that the death is last final.
Family support is a factor that influences obedience. The aim of this research was to know the correla-
tion of family support with diet obedience on chronic renal failure patient in Dr. ReksodiwiryoTk III
hospitalPadang on year 2017. This research used descriptive analytic with the research design was
cross sectional study. This research had been done on October 2016 to Mei 2017. The population in
this research was 161 people and the sample was taken by accidental sampling in two weeks for 62 re-
spondents at Hemodialisa room in Dr. ReksodiwiryoTk III hospitalPadang. The data analysis was
done by computerization and analyzed in univariat with frequency distribution and bivariat used chi-
square test with p value <0,05. The result of this research showed that more than a half respondent
(62,9%) had high disobedience and more than a half respondent (61,3%) got less family support.
Based on the statistic test, it showed that there was a useful relationship between family support and
diet obedience (p= 0,003). To increase family support on diet obedience, it is suggested to medic and
family to give the information, attention, and support to patient in doing diet therapy.

Keywords : Family support, Diet Obedience, Chronic Kidney Failure

ABSTRAK
Diet pada pasien gagal ginjal kronik sangat penting mengingat adanya efek uremia, penumpukan
cairan yang dapat menyebabkan gagal jantung kongestif serta edema paru sehingga berujung pada
kematian. Dukungan keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi kepatuhan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pada pasien gagal gin-
jal kronik di Rumah Sakit Tk.III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.Penelitian ini bersifat Deskrip-
tif Analitik dengan desain penelitian Cross Sectional Study. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan
Oktober 2016 - Mei 2017 . Populasi dalam penelitian ini sebanyak 161 orang, sampel diambil secara
accidentalsampling dengan batasan waktu 2 minggu sampel sebanyak 62 orang di Ruangan Hemodi-
alisa Rumah Sakit Tk.III Dr. Reksodiwiryo Padang. Pengolahan data secara komputerisasi, dianalisis
secara univariat dengan distribusi frekuensi dan bivariat menggunakan uji chi-Square dengan p value
<0,05.Hasil yang didapatkan bahwa lebih separuh (62,9%) responden memiliki ketidakpatuhan tinggi
dan lebih dari separuh (61,3%) responden mendapatkan dukungan keluarga kurang baik.
Berdasarkan uji statistic didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga
dengan kepatuhan diet (p= 0,003). Untuk meningkat dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet dis-
arankan bagi tenaga kesehatan dan keluarga untuk memberikan informasi, perhatian dan dukungan
kepada pasien dalam menjalani terapi diet.

Kata Kunci : Dukungan Keluarga, Kepatuhan Diet, Gagal Ginjal Kronik

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 102


PENDAHULUAN kali seminggu dan setiap kalinya memer-
Penyakit gagal ginjal kronik adalah lukan waktu 2-5 jam, kegiatan ini akan
kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal berlangsung terus 3-4 jam per kali terapi.
tidak dapat membuang racun dan produk Kegiatan ini akan berlangsung terus-
sisa dari darah, ditandai adanya protein menerus sepanjang hidupnya (Smeltzer dan
dalam urin serta penurunan laju filtrasi Bare, 2002).
glomerulus, berlangsung lebih dari 3 bulan Seorang pasien gagal ginjal membutuhkan
(Black & Hawks, 2009).Penyakit ginjal kro- terapi hemodialisa namun pasien harus
nis merupakan masalah kesehatan menjaga keteraturannya dalam melakukan
masyarakat yang utama di seluruh dunia. hemodialisa. Kebanyakan pasien mengang-
Karena peningkatan progresif baik dalam gap bahwa dengan hemodialisa maka fungsi
insiden dan prevalensi pasien dengan ginjal mereka akan kembali normal. Utami
penyakit ginjal tahap akhir atau End Stage (2011) mengatakan bahwa hemodialisa
Renal Diases (ESRD), dan tingkat kematian merupakan pengobatan untuk mengganti se-
yang tinggi dan meningkatnya biaya per- bagian faal ginjal pada keadaan gagal ginjal
awatan. sehingga dapat memperpanjang kelangsun-
Gagal ginjal Kronik (GGK) adalah suatu gan hidup dan memperbaiki kualitas hidup
sindroma klinik yang disebabkan oleh penu- pada pasien gagal ginjal kronis. Budiyanto
runan fungsi ginjal yang bersifat menahun, (2001) menyatakan ginjal yang mengalami
berlangsung progresif dan irreversible. gangguan maka keseimbangan elektrolit
Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika dan cairan akan terganggu, sehingga pasien
tubuh gagal untuk mempertahankan dianjurkan untuk melakukan pembatasan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan asupan makan. Sehingga dapat disimpulkan
elektrolit sehingga menyebabkan retensi bahwa pembatasan asupan makanan meru-
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. pakan hal yang penting untuk dilakukan
Kerusakan ginjal ini mengakibatkan oleh pasien gagal ginjal kronis untuk tetap
masalah pada kemampuan dan kekuatan menjaga kondisi tubuhnya. Almatsier
tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja ter- (2005) menyatakan beberapa makanan yang
ganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas tidak dianjurkan untuk pasien gagal ginjal
sehingga kualitas hidup pasien kronis yaitu kacang- kacangan beserta hasil
menurun(Smeltzer dan Bare, 2002). olahannya, kelapa, santan, minyak kelapa,
Terapi pengganti pada pasien GGK untuk margarine mentega biasa dan lemak hewani,
dapat mempertahankan hidup adalah sayuran dan buah- buahan tinggi kalium.
hemodialisis (HD), yang bertujuan meng- Diet pada pasien gagal ginjal kronis dengan
hasilkan fungsi ginjal sehingga dapat mem- terapi hemodialisis sangat penting mengin-
perpanjang kelangsungan hidup dan mem- gat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang
perbaiki kualitas hidup pada penderita rusak tidak mampu mengekskresikan pro-
GGK. Terapi hemodialisis adalah suatu duk akhir metabolisme,
teknologi tinggi sebagai terapi pengganti substansi yang bersifat asam ini akan
untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme menumpuk dalam serum pasien dan bekerja
atau racun tertentu dari peredaran darah sebagai racun atau toksin dalam tubuh pen-
manusia seperti air, natrium, kalium, hidro- derita. Semakin banyak toksin yang
gen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat menumpuk akan lebih berat gejala yang
lain melalui membran semi permeabel seba- muncul. Penumpukan cairan juga dapat ter-
gai pemisah darah dan cairan dialisat pada jadi yang mengakibatkan gagal jantung
ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, kongestif serta edema paru sehingga dapat
osmosis dan ultra filtrasi (Sukandar, 2006). berujung pada kematian. Karna hal-hal
Pasien gagal ginjal menjalani proses tersebut sangatlah penting
Volume 1, Nomor 1-3
hemodialisa 2, Oktober 2018 102
pasien patuh pada dietnya. Agar kebutuhan kurang baik (70,6%) responden sedangkan
pasien tetap tercukupi dan dapat beraktivi- dukungan keluarga yang baik (29,4%) re-
tas secara normal (Smeltzer & Bare, 2002). sponden.
Diet yang bersifat membatasi akan merubah Penelitian lain dilakukan olehNurul (2014)
gaya hidup dan dirasakan pasien sebagai menunjukkan bahwa kategori patuh
gangguan, serta diet yang dianjurkan terse- (43,8%) dan sebanyak (56,2%) responden
but tidak disukai oleh kebanyakan pasien. termasuk kategori tidak patuh dan didap-
Pasien merasa “dihukum” bila menuruti atkan dukungan keluarga tidak baik
keinginan untuk makan dan minum. Karena (54,8%) responden dan (55,2%) responden
bila pasien menuruti keinginan untuk termasuk kategori ada dukungan keluarga.
makan dan minum. Karena bila pasien Menurut Wold Health Organization (WHO)
menuruti keinginannya maka akan terjadi pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal
seperti asites, hipertensi, edema, kram dan pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari
lain- lain. Hal ini membuat pasien merasa tahun sebelumnya. Kejadian dan prevalensi
sangat kesakitan dan tidak bisa melakukan gagal ginjal di Amerika Serikat meningkat
aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, pasien 50% di tahun 2014. Data menunjukkan
menjadi tergantung kepada keluarganya bahwa setiap tahun 200.000 orang Amerika
(Smeltzer dan bare, 2002). menjalani hemodialisis karena gangguan
Dukungan keluarga merupakan suatu ben- ginjal kronis artinya 1140 dalam satu juta
tuk dorongan dan selalu memberikan ban- orang Amerika adalah pasien dialisis
tuan bila pasien membutuhkan (Friedman, (Widyastuti, 2014). Di seluruh dunia,
1998 dalam Akhmadi, 2009). Dukungan diperkirakan 2 juta orang mendapat dialisis
keluarga menurut House dan Kahn (1985) setiap tahunnya.
dalam Friedman (2010), terdapat empat tipe Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini
dukungan keluarga yaitu dukungan instru- terus terjadi peningkatan jumlah pasien
mental (sumber pertolongan yang praktis yang mendapatkan dialisis, padahal fasili-
dan konkrit), dukungan informasional tasnya terbatas, mungkin ada 100.000 orang
(keluarga sebagi kolektor dan penyebar in- yang perlu dialisis (Kumar, 2012).Angka
formasi yang baik dan dapat dipercaya), kejadian gagal ginjal kronis di Indonesia
dukungan penilaian (keluarga sebagai pem- berdasarkan data dari Riskesdas pada tahun
bimbing, penengah dalam memecahkan 2013, prevalensi gagal ginjal kronis 0,2%
masalah, sebagai sumber dan validator iden- dari penduduk Indonesia. Hanya 60% dari
titas dalam keluarga), dan dukungan emo- pasien gagal ginjal kronis tersebut yang
sional (keluarga sebagai tempat berlindung menjalani terapi dialisis.
yang aman dan damai untuk beristirahat dan Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis di
pemulihan serta dapat membantu dalam Provinsi Sumatera Barat 0,2% dari pen-
menguasai terhadap emosi). duduk dari pasien gagal ginjal kronis di In-
Berdasarkan penelitian yang dilakukan donesia, yang mencakup pasien mengalami
Yulinda (2015) tentang hubungan antara pengobatan, terapi penggantian ginjal, dial-
dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan ysis peritoneal dan Hemodialisis pada tahun
pasien gagal ginjal kronis dalam melakukan 2013(Riskesdas, 2013).
dietdi Rumah Sakit TelogorejoSemarang Data yang diperoleh dari Rumah Sakit
menyatakan bahwa lebih dari separuh Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang
(67,7%) responden tidak patuh dan (32,4%) , jumlah pasien yang menjalani hemodialisa
responden yang patuhdalam menjalalani rutin pada tahun 2013 adalah 179 orang ,
diet dan didapatkan dukungan keluarga dan meningkat pada tahun 2014 menjadi
440 orang, dan terakhir tahun 2015 tercatat
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018
658 orang yang rutin menjalani hemodial-102
isa, dan diperkirakan semakin meningkat
setiap tahunnya.

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 102


Berdasarkan survey awal yang telah peneliti lebih dari separuh yaitu 39 orang (62,9%)
lakukan pada tanggal 12 Oktober 2016 sam- responden memiliki kepatuhan diet tidak
pai 19 Oktober 2016 dengan melakukan baik.
wawancara kepada 10 orang pasien yang Tabel 2. Frekuensi Responden
menderita gagal ginjal kronik yang men- Berdasarkan Kepatuhan Diet No
jalani hemodialisa didapatkan 6 dari 10 Kepatuhan F %
orang pasien yang tidak patuh terhadap diet Diet
nya dan 7 dari 10 orang pasien yang setiap 1 Tidak patuh 39 62,9
terapi selalu sendiri tidak ada keluarga yang 2 Patuh 23 37,1
menemaninya. Jumlah 62 100
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Hasil penelitian menunjukkan bahwa
mengetahui hubungan dukungan keluarga proposi responden dengan dukungan kelu-
dengan kepatuhan diet pada pasien gagal arga tidak baik terhadap kepatuhan diet se-
ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di banyak 30 (78,9%) responden tidak patuh
Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo dalam menjalani diet. Sedangkan dengan
Padang tahun 2017. dukungan keluarga baik terhadap kepatuhan
diet sebanyak 9 (37,5%) responden tidak
METODE PENELITIAN patuh dalam menjalani diet. Hasil tersebut
Desain penelitian adalah deskriptif analitik- dapat dilihat pada tabel dibawah ini
dengan pendekatan cross sectional study. Tabel 3. Hubungan Dukungan Keluarga
penelitian ini dilakukan pada bulanOktober Dengan Kepatuhan Diet
2016 sampai Mei 2017. Populasi dalam Kepatuhan Diet
Juml
ah
penelitian ini sebanyak 161
orang, sampel diambil secara accidental Dukunga
nKeluar
sampling dengan batasan waktu 2 minggu ga
TidakPatuh Patuh P
n % n % (va lue
sampel sebanyak 62 orang. Pengambilan N%

data dilakukan dengan pengisian kuisioner Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
yang dibagikan kepada pasien gagal ginjal
kronis yang menjalani hemodialisa, dengan
kriteria inklusi: kesadaran composmentis
dan telah menjalani hemodialisa > 3 bulan.
Data dianalisis secara distribusifrekuensi
dan menggunakan uji chi-square dengan
tingkat kemaknaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lebih
dari separuh yaitu 38 orang (61,3%) respon-
den memiliki dukungan keluarga tidak baik
di Rumah Sakit TK.III Dr. Reksodiwiryo
Padang 2017. Hasil penelitian dapat dilihat-
dalam tabel berikut.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Respon-
den Berdasarkan Dukungan
Keluarga
No DukunganKeluarga F %
1 Tidak baik 38 61,3
2 Baik 24 38,7
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 102
Jumlah 62 100
)
Tidakbai 30 78,9 8 21 3 1
k ,1 8 0
0 0,0
Baik 9 37,5 15 62 2 1 03
,5 4 0
0
Jumlah 39 62, 23 37,1 6 1
9 2 0
0
Hasil Penelitian ini sejalan dengan peneli-
tianGeledis (2015) dengan hasil penelitian
didapatkan nilai p–Value= 0,001(p< 0,05).
Hasil analisis tersebut menunjukkan
adanya hubungan yang bermakna antara
dukungan keluarga dengan kepatuhan diet
pada pasien gagal ginjal kronik di Irina C2
dan C4 RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado.
Hasil penelitian ini juga sama dengan hasil
penelitian Yulinda (2015) menunjukkan
Ada hubungan positif antara dukungan so-
cial keluarga dengan kepatuhan pasien ga-
gal ginjal kronis dalam melakukan diet
dengan didapatkan nilai p – Value = 0,098
(p< 0,05). Semakin besar dukungan social
keluarga yang dirasakan

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 102


pasien gagal ginjal kronis, maka semakin responden tidak patuh dalam menjalalani
patuh pasien gagal ginjal kronis dalam diet. Hasil penelitian ini sejalan dengan
melakukan diet dan sebaliknya semakin ke- hasil penelitian Dilek (2015) tentang
cil dukungan social keluarga yang dirasakan kepatuhan terhadap pembatasan diet dan
pasien gagal ginjal kronis, maka semakin cairan individu pada perawatan hemodiali-
kurang patuh dalam melakukan diet. sis dan faktor-faktor yang mempengaruhi di
Kepatuhan pasien penyakit ginjal dalam Turki dengan hasil bahwa 98,3% individu
menjalani diet rendah cairan membutuhkan mengalami ketidakpatuhan terhadap diet
suatu pengetahuan yang baik tentang man- dan 95,0% dengan pembatasan cairan.
faat diet dan cara diet. Ketidakpatuhan Menurut teori Laureen Green, ada beberapa
pasien untuk diet rendah protein dapat faktor yang mempengaruhi perilaku kese-
membahayakan kesehatan pasien seperti hatan dan kepatuhan, salah satunya adalah
anoreksia, mual, dan muntah. Hal ini sesuai factor pendukung seperti dukungan kelu-
dengan Hartono (2006) yang menyatakan arga. Dukungan keluarga dengan kepatuhan
bahwa diet protein yang tepat akan mem- diet pada pasien gagal ginjal kronik yang
perlambat terjadinya keracunan ureum. menjalani hemodialisa akan menimbulkan
Ketidakpatuhan pasien ginjal untuk men- pengaruh positif bagi kesejahteraan fisik
jalani diet rendah natrium dapat memba- maupun psikis. Seseorang yang mendapat
hayakan kesehatan pasien seperti retensi dukungan akan diperhatikan,disayangi,
cairan, edema perifer, edema paru- paru, merasa berharga dapat berbagi beban, per-
hipertensi dan gagal jantung kongestif dan caya diri dan menumbuhkan harapan se-
kepatuhan diet kalium meliputi mengupas hingga mampu menangkal atau mengurangi
buah, mencuci dan merendam dalam air stres yang akhirnya akan mengurangi de-
hangat, mengurangi makan buah jeruk dan presi.
apel, memilih buah yang rendah kalium Dukungan keluarga dapat bermanfaat positif
seperti buah, semangka dan rambutan, bagi kesehatan bila pasien dukungan yang
makan pisang. Ketidakpatuhan pasien ginjal layak dan sesuai dengan apa yang pasien
kronis melakukan diet kalium disebabkan butuhkan. Karena bentuk dukungan infor-
kurangnya pemahaman pasien terhadap in- masi tentang diet dari keluarga kepada
struksi yang diberikan oleh perawat pada pasien kurang optimal maka pasien kurang
pasien. Kesalahanan dalam pemahaman in- peduli pada diet yang dianjurkan. Kemam-
struksi ini mempengaruhi diet natrium yang puan keluarga dalam memberikan per-
dilakukan oleh pasien. awatan kesehatan mempengaruhi status ke-
Hal ini terbukti dari jawaban respon den ter- sehatan keluarga, dimana keluarga adalah
hadap kuisioner yang diberikan, hasil sumber dukungan yang penting karena kelu-
penelitian dari kuesiner no 1 kurang dari arga merupakan tempat pertumbuhan dan
separuh (45,2%) pasien jarang mengukur perkembangan individu.
jumlah konsumsi minuman sesuai dengan Menurut Nurkhayati (2005) menyatakan
takaran yang diharuskan. Seorang pasien bahwa keluarga berperan penting dalam ke-
gagal ginjal kronis diharapkan patuh dalam berhasilan terapi hemodialisis baik saat pra-
melakukan diet agar tubuh mereka sehat dan dialisis maupun saat dialysis karena dukun-
dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari. gan dari keluarga dapat mempengaruhi
PenelitianYulinda (2015) dengan judul tingkah laku pasien dan tingkah laku ini
Hubungan Antara Dukungan Sosial Kelu- member hasil kesehatan seperti yang di-
arga Dengan Kepatuhan Pasien Gagal Gin- inginkan. Keluarga juga berperan penting
jal Kronis Dalam Melakukan Diet di dengan memantau asupan makanan dan
RS.Telogorejo Semarang menyatakan minuman pasien agar sesuai dengan keten-
bahwa lebih dari separuh (67,7%) tuan diet.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 102
Tanpa adanya keluarga mustahil program Almatsier, Sunita. (2009). Prinsip Dasar
terapi hemodialisis dapat dilaksanakan Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
sesuai jadwal. Utama
Menurut analisa peneliti yang telah Arikunto & Suharsini. (2010). Manajemen
diteliti banyaknya responden yang tidak Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
patuh tinggi dikarenakan Black, J. M & Hawks, J. H. (2009).
kurangnya dukungan keluarga untuk Medikal surgical nursing, Edisi 8.
memberikan perhatian terhadap klien Philadelpia: WB Saunders Company.
kurang serta kurangnya informasi yang Cahyaningsih, N. D. (2009). Hemodialisa
di dapat keluarga untuk mengetahui tin- (Cuci Darah) : Panduan Praktis Perawatan
dakan terhadap pengobatan pasien, hal Gagal Ginjal. Jogjakarta: Mitra Cendikia
ini dibuktikan dengan hasil Nekada, C. D. Y. (2012). Hubungan
penelitian dari no 15 kurang dari Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan
separuh (47,6%) keluarga kurang peduli Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dalam
dengan kebutuhan dan keinginan yang Menjalani Hemodialisa Di RSUP Dr. Soer-
berkaitan dengan kelancaran program diet. adji Tirtonegoro. Klaten.
Kurangnya dukungan keluarga ter- http://journal.respati. Diakses pada tanggal
hadap pasien akan berpengaruh langsung 19 oktober 2016
pada kepatuhan diet. Sehingga hal ini bere- Davey, Patrick. (2005). At a Glance
siko terhadap kesehatan dan dapat Medicine. Jakarta: Erlangga.
berakibat buruk terhadap kondisi pasien. Friedman, M. M. (2010). Buku Ajar Keper-
awatan Keluarga: Riset, Teori, & Praktik,
SIMPULAN Ed.5. Jakarta: EGC
Semakin baik dukungan keluarga yang dim- Hidayat, A. A. (2009). Metode penelitian
iliki pasien, maka semakin patuh pasien keperawatan dan teknik analisa data.
dalam menjalani dietnya. Jakarta: Salemba Medika
Husna. (2014). Chapter II. Terdapat dalam
UCAPAN TERIMA KASIH http://repository.usu.ac.id/bitstream
Terima kasih kepada direktur Rumah Sakit /123456789/39893/4/Chapter%20II
TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang. Seluruh .pdf. Diakses pada tanggal 19
perawat dan pasien yang terlibat dalam Oktober 2016
penelitian ini. Kaplan HI, Sadock BJ, and Grebb JA.
(2010). Sinopsis Psikiatri: Ilmu Penge-
DAFTAR PUSTAKA tahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid Satu.
Achjar, K. A. Henny. (2010). Aplikasi Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga Kumar, V. (2012). Buku ajar patologiVol.
Cetakan I. Jakarta : Sagung Seto. 1. Jakarta : Buku EGC.
Abrory, M. A. (2014). Hubungan Lubis, H.H. (2013). Gambaran Tingkat
Kepatuham Menjalani Hemodialisa Dengan Pengetahuan, Sikap Dan Stres
Quality Of Life Pasien Chronic Kidney Dis- Pasien Rawat Jalan Hemodialisa Di RSUD
ease Di Ruang Hemodialisa RUMKI- Rantauprapat . Medan.
TAL Dr. RAMELAN. http://repository.usu.ac.id/handle/1
Surabaya. http://stikeshang- 23456789/40497 . Diakses pada tanggal 29
tuah- sby.ac.id/download.php?f=MANUS September 2016
CRIPT%20AFAN%20%28SECUR
E%29.pdf.Diakses pada tanggal 27 Oktober
2016
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 102
Mann, Jim., & Stewart, Truswell. (2014). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013).
Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC Mary E. Badan Penelitian
B. (2011). Ilmu Gizi Dan Diet. dan Pengembangan
Yogyakarta: Yayasan Essentia Kesehatan
Medika (YEM) Kementerian RI tahun 2013.
Moore, M. C. (1997). Buku Pedoman Ter- http://www.depkes.go.id/resources/ down-
api Diet Dan Nutrisi. Jakarta: Hipokrates load/general/Hasil%20Riskes das
Muttaqin, A., & Kumala, S. (2012). Asuhan %202013.pdf. Diakses pada
Keperawatan Gangguan Sistem Perkemi- tanggal 19 Oktober 2016
han. Jakarta: Salemba Medika Rini, Setia,. dkk. (2013). Hubungan Antara
Niven, N. (2002). Psikologi Kesehatan. Dukungan Keluarga Terhadap
Jakarta: EGC. Kepatuhan Dalam Pembatasan
Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Promosi Asupan Nutrisi Dan Cairan Pada Pasien
Kesehatan Teori Dan Aplikasinya. Jakarta: Gagal Ginjal Kro-
Rineka Cipta nik Dengan Hemodialisa.http://reposito-
Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi ry.unri.a c.id/xmlui/bitstream/handle/
Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: 123456 789/4064/jurnal%20rini.pdf?seque
Rineka Cipta nce=1. Diakses pada tanggal 19 oktober
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi 2016
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Rostanti, Anggreini., dkk. (2014). Faktor-
Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Perilaku Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Kepatuhan Menjalani Terapi Hemodialisa
Notoatmodjo, Soekidjo. (2014). Ilmu Peri- Pada Penyakit Ginjal Kronik Di RSUP Prof.
laku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Dr.R.D Kandou. Manado.
Nursalam. (2009). Asuhan Keperawatan http://ejournal.unsrat.ac.id/index.p hp/
Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem jkp/article/viewFile/12873/1246
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika 3. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2016
Nursalam. (2011). Konsep Dan Penerapan Satyaningrum, Megawati. (2011).
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Hubungan Dukungan Keluarga
Jakarta: Salemba Medika Dengan Kepatuhan Diet Pada
Nursalam & Fransiska, B. (2010). Asuhan Pasien Gagal Ginjal Kronis Dengan Terapi
Keperawatan pada Gangguan Sistem Hemodialisis Di RS PKU Muhamadiyah
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika . Jogjakarta. http://
Nursalim. (2015). Faktor-Faktor Yang opac.unisayogya.ac.id/1126/ 1/Naskah
Mempengaruhi Kepatuhan Terapi Cairan %20Publikasi%20Megaw ati%20Satyan-
Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang ingrum.pdf. Diakses pada tanggal
Menjalani Hemodial- 23 September 2016
isa Di Rumah Sakit TK.III Smeltzer, S.C. (2002). Buku
01.06.01 Dr. Reksodiwiryo Padang. Ajar Keperawatan
(Skripsi). Padang: Stikes YPAK Padang. Medikal-Bedah Brunner &
O’Callaghan, C. A. (2007). At a Glance Suddarth. Jakarta: EGC Sudiharto. (2007).
Sistem Ginjal. Jakarta: Erlangga Asuhan Keperawatan Keluarga
dengan Pendekatan Keper-
awatan Transkultural.
Jakarta: EGC
Sudoyo, A.W., dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 102
Sugiyono, A.W. (2013). Metode Kuali-
tatif dan Kuantitatif. Jakarta: Rineka
Cipta
Sumigar, G., dkk. (2015). Hubungan
Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan
Diet Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
Di IRINA C2 Dan C4 RSUP Prof.
DR.R.D.Kandou Manado.(Skripsi) . Di-
akses pada tanggal 19 Oktober 2016
Suprajitno, (2004). Asuhan Keperawatan
Keluarga : Aplikasi dalam praktik.
Jakarta: EGC
Taher, Barbara., dkk. (2015). Hubungan
Dukungan Keluarga Dan Mekanisme
Koping Dengan Kepatuhan Pasien Men-
jalani Hemodialisa Pada Pasien Gagal
Ginjal Kronik Di RSUD Dr.M.Djamil
Padang Tahun 2015. (Skripsi). Padang:
Stikes YPAK Padang.
Tjokronegoro, Arjatmo., dkk. (2004).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI
Yulinda, A. S, dkk. (2015). Kepatuhan
Pasien Gagal Ginjal Kronis Dalam
Melakukan Diet Ditinjau Dari Dukungan
Sosial Keluarga. http://journal.uni-
ka.ac.id. Di akses pada tanggal 20 no-
vember 2016

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 102

Anda mungkin juga menyukai