Anda di halaman 1dari 32

Gagal Ginjal Kronik

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1

Dosen Pengampu : Ns. Santi Herlina, M.Kep, Sp.Kep.MB

Disusun Oleh :

Mahasiswa DIII Keperawatan 2018

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA 2018

Jl. Limo Raya No. 1, Limo, Sawangan, Limo, Kota Depok, Jawa Barat 16514

Telp. (021) 75332884, website: www.upnvj.ac.id


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami tentang “Gagal Ginjal Kronik” tepat pada
waktunya. Terima kasih kepada Ns. Santi Herlina, M.Kep, Sp.Kep.MB selaku dosen pengampu
mata kuliah keperawatan medial bedah 1 yang telah membimbing dan membantu pembuatan
makalah ini.

Dalam makalah ini kami mendiskusikan materi pelajaran mengenai Gagal Ginjal Kronik
dalam keperawatan medial bedah. Makalah ini penyusun akui masih banyak kekurangan
karena pengalaman yang penyusun miliki sangat kurang. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca maupun bagi kami, saran serta kritik yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini kami harapkan.

Depok, September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................1

A. Latar Belakang .........................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................................1
C. Tujuan ......................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3

A. Pengertian/ Klasifikasi/Prevalensi .......................................................................... 3


B. Etiologi GGK .......................................................................................................... 5
C. Patofisologi GGK.................................................................................................... 6
D. Tanda & Gejala GGK ............................................................................................. 7
E. Komplikasi GGK .................................................................................................... 9
F. Penatalaksanaan Penunjang GGK........................................................................... 11
G. Penatalaksanaan Medis GGK ................................................................................. 16
H. Askep pada pasien GGK ......................................................................................... 18
I. Perhitungan Nilai Gfr/Lfg ....................................................................................... 22
J. Proses Terjadinya Ude (Piting Udem + Asites) Pada GGK ................................... 25
K. Proses Terjadinya Anemia pada GGK .................................................................... 26
L. Patofisiologi keseluruhan pada GGK...................................................................... 27

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 28

A. Simpulan ................................................................................................................ 28
B. Saran ....................................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 29

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal Ginjal Kronik merupakan kondisi medis yang harus ditangani dengan
tepat dan berkelanjutan. Sudah banyak klien yang mengidap GGK di Indonesia dari
berbagai usia dengan faktor risiko penyakit ginjal seperti hipertensi, diabetes melitus
dan obesitas. Tidak menjaga pola makan sedini mungkin dapat memicu timbulnya
gejala GGK di kemudian hari ditambah keadaan perkembangan kehidupan yang banyak
kepraktisan/keinstanan membuat gaya hidup seseorang tidak sehat dan memicu resiko
mengalami gagal ginjal lebih besar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian/ Klasifikasi/Prevalensi GGK?
2. Bagaimana Etiologi GGK?
3. Bagaimana Patofisologi GGK?
4. Bagaimana Tanda & Gejala GGK?
5. Bagaimana Komplikasi GGK?
6. Bagaimana Penatalaksanaan Penunjang GGK?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Medis GGK?
8. Bagaimana Askep pada pasien GGK?
9. Bagaimana Perhitungan Nilai Gfr/Lfg?
10. Bagaimana Proses Terjadinya Ude (Piting Udem + Asites) Pada GGK?
11. Bagaimana Proses Terjadinya Anemia pada GGK?
12. Bagaimana Patofisiologi keseluruhan pada GGK?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar pembaca mampu memahami bagaimana perjalanan penyakit GGK dan
mengetahui tanda gejala dari penyakit GGK sebelum terlambat dan menjadi
komplikasi.

1
2. Tujuan Khusus
Agar menambah pengetahuan mahasiswa mengenai penyakit GGK dengan
mengetahui berbagai tanda gejala serta perjalanan dan pemeriksaan dari GGK agar
tidak terjadi komplikasi pada klien suatu saat nanti.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian/ Klasifikasi/Prevalensi GGK


1) Pengertian GGK

Penyakit ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi ginjal dalam beberapa
bulan atau tahun. (depkes.2017)

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai dengan
abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3
bulan.(jurnal fk unand.2018)

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kegagalan fungsi ginjal dalam mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik
uremik) didalam darah yang terjadi selama bertahun-tahun (Muttaqin dan Sari
2011).

2) Klasifikasi GGK

Pengukuran fungsi ginjal terbaik adalah dengan mengukur Laju Filtrasi


Glomerulus (LFG). Melihat nilai laju filtrasi glomerulus ( LFG ) baik secara
langsung atau melalui perhitungan berdasarkan nilai pengukuran kreatinin, jenis
kelamin dan umur seseorang. Pengukuran LFG tidak dapat dilakukan secara
langsung, tetapi hasil estimasinya dapat dinilai melalui bersihan ginjal dari suatu
penanda filtrasi. Salah satu penanda tersebut yang sering digunakan dalam praktik
klinis adalah kreatinin serum.
Menurut Chronic Kidney Disease Improving Global Outcomes (CKD
KDIGO) proposed classification, dapat dibagi menjadi :

3
Berdasarkan albumin didalam urin (albuminuia), penyakit ginjal kronis dibagi
menjadi :

* berhubungan dengan remaja dan dewasa

** termasuk nephrotic syndrom, dimana biasanya ekskresi albumin > 2200mg/ 24


jam

3) Prevalensi

Prevalensi Gagal Ginjal Kronis menurut Karakteristik di Indonesia Tahun 2013

Data Penyakit Ginjal di Indonesia

Data mengenai penyakit ginjal didapatkan dari hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas), Indonesian Renal Registry (IRR), dan sumber data lain.

4
Riskesdas 2013 mengumpulkan data responden yang didiagnosis dokter menderita
penyakit gagal ginjal kronis, juga beberapa faktor risiko penyakit ginjal yaitu
hipertensi, diabetes melitus dan obesitas.

Keterangan : CCT = Creatinin Clearance Test eGFR = perkiraan laju filtrasi


glomerulus Sumber : Comprehensive Clinical Nephrology, 2015 Tabel 1. Diagram
Deteksi Dini Penyakit Ginjal Kronik Penting untuk melakukan deteksi dini PGK
yang dapat dilihat dalam diagram di bawah ini: Hasil Riskesdas 2013, populasi
umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal kronis sebesar 0,2%. Angka ini
lebih rendah dibandingkan prevalensi PGK di negara-negara lain, juga hasil
penelitian Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2006, yang
mendapatkan prevalensi PGK sebesar 12,5%. Hal ini karena Riskesdas 2013 hanya
menangkap data orang yang terdiagnosis PGK sedangkan sebagian besar PGK di
Indonesia baru terdiagnosis pada tahap lanjut dan akhir.

Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi meningkat seiring dengan


bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 35-44 tahun
dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun. Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih
tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi terjadi pada masyarakat
perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta,
petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan
menengah bawah masing-masing 0,3%. Sedangkan provinsi dengan prevalensi
tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan
Sulawesi Utara masing-masing 0,4 %.

B. Etiologi GGK
 Etiologi
1. Faktor patogenesis (perkembangan penyakit)
Dan patofisiologis (proses respon tubuh terhadap fisiologis terkena
penyakit)
2. Faktor endogen (genetik) dari difisiensi fungsi insulin sehingga
hiperglikemi lalu darah disaring ginjal dan kerja ginjal menjadi berat begitu
juga dengan kerja neufron yang bertambah sehingga terjadi kematian pada
neufron pembentuk jaringan yang luka mengakibatkan aliran darah ginjal

5
menurun sehingga terjadi destruktif struktur ginjal progresif sehingga gagal
mempertahankan metabolisme serta cairan dan elektrolit dan timbul lah
Gagal Ginjal Kronik
3. Faktor eksogen (lingkungan, makanan dan infeksi)
Dari penderita diabetes militus biasanya mengonsumsi obat rutin serta dari
pola makan yang tidak terjaga sehingga memakan makanan yang
mengandung kalsium dan fosfat dan terjadi peningkatan fosfat dan kalsium
lalu di ekskresikan di ginjal dan menjadi batu ginjal dan mengakibatkan
obstruksi traktus urinarius jadi urine terhambat dan penurunan fungsi ginjal
dan mengakibatkan Gagal Ginjal Kronik

 Faktor risiko :
o Peningkatan risiko
1. bertambah umur
2. penurunan masa ginjal
3. BB lahir rendah
4. riwayat keluarga
5. edukasi
6. ekonomi
7. inflamasi sistemik
o Keadaan yang secara langsung dapat menyebabkan gagal ginjal
1. diabetes militus
2. hipertensi
3. penyakit auto imun
4. toksisitas obat

C. Patofisologi GGK
Pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam
perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Ginjal mempunyai
kemampuan untuk beradaptasi,pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
kompensasi, yang di perantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti peningkatan
6
tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
kemudian terjadi proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses
ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis reninangiotensin-
aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,
sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-
aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor
β (TGF-β) Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemi, dislipidemia.
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus
maupun tubuleintersitial Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, gejala klinis
yang serius belum muncul, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada
keadaan dimana basal LGF masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif,yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%,
pasien masih belum merasakan keluhan, tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada penderita
antara lain penderita merasakan letih dan tidak bertenaga, susah berkonsentrasi, nafsu
makan menurun dan penurunan berat badan, susah tidur, kram otot pada malam hari,
bengkak pada kaki dan pergelangan kaki pada malam hari, kulit gatal dan kering, sering
kencing terutama pada malam hari. Pada LFG di bawah 30% pasien memperlihatkan
gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Selain itu pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi
saluran cerna, maupun infeksi saluran nafas. Sampai pada LFG di bawah 15% akan
terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi
ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

D. Tanda dan Gejala GGK

Gagal Ginjal Kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (ESRD/PGTA) adalah
penyimpangan progresif, fungsi ginjal, yang tidak dapat pulih dimana kemampuan

7
tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, dan cairan dan elektrolit
mengalami kegagalan, yang mengakibatkan uremia.kondisi ini mungkin disebabkan
oleh glomerounefritis kronis; pielonefritis; hipertensi tak terkontrol; lesi herediter
seperti pada penyakit polikistik; kelainan vaskular; obstruksi saluran perkemihan;
penyakit ginjal sekunder akibat penyakit sistemik (diabetes); infeksi; obat-obatan; atau
preparat toksik. Preparat lingkungan dan okupasi yang telah menunjukan mempunyai
dampak dalam gagal ginjal kronis termasuk, timah, kadmium, merkuri, dan kromium.
Pada akhirnya dialisis atau transplantasi ginjal diperlukan untuk menyelamatkan
pasien.

Tanda dan Gejala Penyakit Gagal Ginjal Kronik

Pasien akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala; keparahan kondisi bergantung
pada tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia pasien.

1. Manifestasi Kardiovaskuler: Hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema pulmonal,


perikarditis
2. Gejala-gejala dermatologis : gatal-gatal hebat (pruritis); serangan uremik tidak
umum karena pengobatan dini dan agresif
3. Gejala-gejala gastrointestinal; anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan
aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan
penghidu dan pengecap, dan parotitis atau stomatitis
4. Perubahan neuromuskular: perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang
5. Perubahan hematologis kecenderungan perdarahan.
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum
7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernapasan menjadi
kussmaul; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulasi (kedutan mioklonik)
atau kedutan otot.

Tanda dan Gejala Penyakit Gagal Ginjal Kronik Yang timbul Non sekresi antara lain:
lemas, tidak ada tenaga, tidak nafsu makan, mual, muntah, bengkak, kencing berkurang,
gatal, sesak nafas, dan pucat.

Kelainan Urin: Protein, Eritrosit, Leukosit. Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium


lain: Kreatinin darah naik, Hb turun, urin: protein selalu positif.

8
E. Komplikasi GGK

Penderita yang sudah memasuki gagal ginjal kronis wajib berhati-hati terhadap
komplikasi yang dapat memperparah kondisi kesehatan, lho. Dilansir dari berbagai
sumber ilmiah, berikut adalah 5 komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita gagal
ginjal kronis!

1. Kelebihan kalium (hiperkalemia)


Komplikasi pertama yang mungkin terjadi ketika kamu di diagnosa terkena
gagal ginjal kronis adalah kelebihan kadar kalium dalam darah atau dalam istilah
medis disebut hiperkalemia. Seseorang yang mengalami gagal ginjal kronis akan
mengalami gangguan filtrasi (penyaringan awal) pada ginjal. Hal ini mengakibatkan
tubulus di ginjal tidak dapat lagi menukar ion K+/H+ dengan Na+, sehingga
menyebabkan berlebihnya kadar kalium di dalam darah.

Kalium sendiri memang penting bagi tubuh yaitu untuk memperlancar fungsi
otot, syaraf dan jantung. Namun, dalam jumlah yang berlebih dapat mengakibatkan
terganggungnya fungsi jantung dan dapat menyebabkan jantung berhenti berdetak,
bahkan hingga kematian.

2. Pembengkakan Paru-Paru (Edema)

Keadaan seseorang yang menderita gagal ginjal kronis membuat ginjal


mengalami penurunan fungsi. Kerusakan ginjal dapat memicu penurunan kadar
albumin dalam tubuh (hipoalbuminemia) dan akan menyebabkan meningkatnya
permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan penumpukan cairan secara cepat,
sehingga terjadi pembengkakan pada paru-paru. Pembengkakan ini terjadi pada
bagian interstitial dan alveolus paru.

Pada kondisi normal saat paru-paru mengembang maka akan terisi oleh oksigen,
namun karena terjadi penumpukan cairan maka cairanlah yang akan terisi kedalam
paru-paru. Hal ini menyebabkan penderita akan kesulitan dalam bernafas bahkan
bisa merasakan nyeri ketika bernafas.

9
3. Tingginya Kadar Asam Dalam Tubuh (Asidosis)

Ginjal bertugas untuk memfiltrasi darah dan melakukan reabsorbsi (penyerapan


kembali) pada ion-ion yang masih dibutuhkan oleh tubuh. Ion H+ seharusnya terikat
pada HCO3- karena ion H+ perlu dikeluarkan dari tubuh untuk menjaga
keseimbangan pH dalam tubuh agar tidak terlalu asam. Kerusakan ginjal
menyebabkan gangguan di tubulus sehingga HCO3- tidak bisa di reabsorbsi. Ha ini
menyebabkan terjadinya penumpukan H+ di pembuluh darah sistemik sehingga
kadar asam meningkat (asidosis).

Asidosis menyebabkan gangguan pada tubuh seperti kelemahan otot, penurunan


refleks bahkan bisa menyebabkan kelumpuhan. Selain itu juga dapat memicu
pengendapan kalsium dalam darah dan berdampak pada pembentukan batu ginjal.

4. Gangguan Pada Otak (ensefalopati)

Umumnya di dalam tubuh terjadi metabolisme protein yang berasal dari


makanan dan terjadi di dalam saluran pencernaan (duodenum). Protein akan dipecah
menjadi asam amino dan zat sisa berupa amonia. Amonia merupakan senyawa toksik
yang akan didetoksifikasi (diubah menjadi senyawa tidak toksik) di hati dan
selanjutnya akan dieksresikan melalui ginjal dalam bentuk urin.

Pada pasien gagal ginjal kronis akan mengalami gangguan pada proses eksresi
(pengeluaran senyawa yang tidak digunakan lagi oleh tubuh) sehingga menyebabkan
amonia tidak dapat dikeluarkan dan akhirnya menumpuk di dalam tubuh. Hal ini
menyebabkan amonia dapat masuk ke dalam aliran darah sistemik dan terbawa
sampai ke otak. Amonia akan menyebabkan kerusakan pada otak dan mengganggu
kinerja otak. Tubuh akan mengalami perubahan kesadaran, terganggunya aktivitas
hingga paling parah dapat menyebabkan kejang-kejang.

5. Anemia

Anemia terjadi pada pasien gagal ginjal kronis yang dipicu oleh kerusakan
ginjal. Ginjal sebagai organ yang memproduksi eritropoietin yang berfungsi untuk
pembentukan sel darah merah. Terganggunya proses pembentukan sel darah merah

10
menyebabkan penurunan produksi sel darah merah yang menyebabkan terjadinya
anemia. Selain terganggunga produksi sel darah merah, faktor lain yang
menyebabkan anemia yaitu kekurangan zat besi, vitamin, dan masa hidup eritrosit
yang mengalami hemolisis akibat perdarahan.

Menurut penelitian, anemia merupakan komplikasi yang perlu mendapatkan


perhatian khusus. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pasien gagal ginjal
kronis tidak menyadari jika terkena komplikasi anemia. Pasien perlu waspada jika
mengalami tanda atau gejala anemia seperti pusing, muka pucat, badan lemas, sakit
kepala atau jantung terasa berdebar.

F. Penatalaksanaan Penunjang GGK

1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin.
Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam amino yang
telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan
rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 20 mg – 40 mg
setiap 100 ccm darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang
di makan dan fungsi hati dalam pembentukan ureum.

Kadar kreatinin darah yang normal adalah:


Pria: 0,6-1,2 mg / dL; 53-106 mcmol / L
Wanita: 0,5-1,1 mg / dL; 44-97 mcmol / L
Remaja: 0,5-1,0 mg / dL
Anak-anak: 0,3-0,7 mg / dL

Kadar kreatinin urin normal adalah:


Pria: 107-139 mL / menit; 1,8-2,3 mL / detik
Wanita: 87-107 mL / menit; 1,5-1,8 mL / detik

11
Siapa pun di atas usia 40: tingkatnya harus turun 6,5 mL / menit untuk setiap
tambahan 10 tahun usia terjadi penurunan fungsi ginjal sehingga kadar kreatinin
serum lebih dari 2 kali nilai normal, minimal lamanya 3 bulan.

b. Identifikasi etiologi gagal ginjal


 Analisis Asam urin rutin
 Mikrobiologi urin
 Kimia darah
 Elektrolit
 Imunodiagnosis

c. Identifikasi perjalanan penyakit


 Progresifitas penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)

GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:


Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau 0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau 0,85 - 1,23 mL/detik/m2
-Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
-Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
-Endokrin : PTH dan T3,T4
Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal,
misalnya: infark miokard.

2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
 Foto polos abdomen.
Tujuan adalah untuk meliht batu radioopaq (90% batu saluran kemih radioopaq)
 USG.
 Nefrotogram.
 Pielografi retrograde.
 Pielografi antegrade.

12
 Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
 RetRogram
 USG

- Ureum atau blood urea nitrogen (BUN), yaitu tes untuk menentukan kadar
urea nitrogen dalam darah yang merupakan zat sisa dari metabolisme protein dan
seharusnya dibuang melalui ginjal, normalnya BUN adalah 10-20 mg/100ml
- Kreatinin darah, yaitu tes untuk menentukan kadar kreatinin dalam darah.
Kreatinin merupakan zat sisa hasil pemecahan otot yang akan dibuang melalui ginjal.
Kadar kreatinin yang tinggi dalam darah dapat menjadi tanda adanya gangguan pada
ginjal.
- Pemeriksaan USG dapat mendeteksi dan memberikan gambaran jelas
mengenai masalah pada saluran kemih, yang dimulai dari ginjal sampai kandung
kemih. Penyakit atau kondisi medis yang bisa dideteksi
termasuk hidronefrosis (pembesaran ginjal), tumor ginjal, penebalan dinding saluran
kemih, hingga testis yang tidak turun pada anak dan testis yang terpuntir (torsio
testis). Pemeriksaan USG Ginjal dapat dilakukan :

 Pasien tidur telentang dapat juga miring ke arah kiri untuk scan ginjal kanan dan
miring ke arah kanan untuk scan ginjal kiri (lihat Gambar 1)
 Oleskan gelly USG pada probe convex.
 Untuk scan ginjal kanan, letakan probe di subcosta bagian samping kanan. lalu
pasien tarik nafas, tahan nafas. lalu ambil gambar. nafas normal kembali
 Untuk scan ginjal kiri, tempatkan probe interkosta pada midsagital line kiri.
 Lakukan sweeping untuk mengevaluasi keseluruhan ginjal.

13
Gambar 1. Posisi Probe pada pemeriksaan ginjal kanan dan kiri

Gambar 2. Tampilan USG normal dari organ ginjal potongan sagital

Keterangan gambar 2 :

1. RLL/ Right Lobe Liver/ LIver lobus kanan


2. RK/ Right Kidney/ Ginjal Kanan
3. LK/ Left Kidney/ Ginjal kiri
4. SP/ Spleen/ Limpa

Dari hasil skening di atas, kita dapat melihat penampakan ginjal dalam pencitraan
USG. ginjal terlihat seperti biji kacang. echostrukturnya hipoechoic (lebih gelap) jika
dibandingkan dengan hati. Panjang Ginjal normal adalah 8-11 cm dimana ginjal kiri
lebih besar dibanding ginjal kanan.

Kelainan pada USG Ginjal

Gambar 3. Batu ginjal / Nefrolitiasis. terlihat jelas struktur hyperechoic (putih/tanda


panah) yang diikuti bayangan hitam dibawahnya (shadowing)

14
Gambar 4. Kista pada ginjal. Terlihat jelas masa unechoic (hitam/tanda panah) pada
ujung ginjal

Gambar 5. Hydronephrosis. Terlihat jelas penumpukan cairan (tanda panah/hitam)


pada pelvic calises ginjal. Gambar kanan karena adanya sumbatan batu (warna putih)

Gambar 6. Masa Ginjal. Terlihat struktur tambahan pada ujung dan tengah2 dari ginjal
(tanda panah). Perlu evaluasi apakah tumor itu ganas atau jinak. Biasanya akan
menggunakan pemeriksaan USG Color Doppler

15
- Pemeriksaan Uretrografi adalah pemeriksaan radiologi untuk uretra dengan
menggunakan media kontras positif yang diinjeksikan ke uretra proksimal secara
retrograde, dengan tujuan untuk melihat anatomi, fungsi dan kelainan pada uretra.

G. Penatalaksanaan Medis GGK


Terapi

Secara garis besar langkah-langkah penatalaksanaan GGK pada umumnya meliputi .


1. Pengobatan penyakit dasar atas
2. Pengobatan terhadap penyakit penyerta
3. Penghambatan progresivitas penurunan fungsi ginjal
4. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit kardio vaskular
5. Pencegahan dan pengobatan terhadap komplikasi
6. Persiapan dan pemilihan terapi pengganti ginjal, khususnya apabila sudah
didapatkan gejala dan tanda-tanda uremia.

1) Terapi Nonfarmakologis
1. Pengaturan asupan protein
a. Pasien nondialisis 0,6-0,75 g/kg BB ideal /hari sesuai dengan CCT dan
toleransi pasien
b. Pasien hemodialisis 1-1,2 g/kg BB ideal /hari Pasien peritoneal dialisis 1,3
g/kg BB/hari
c. Pasien peritoneal dialysis 1,3 g/kg BB/hari
2. Pengaturan asupan kalori: 35 Kal/kg BB ideal /hari
3. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah
yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
4. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
5. Pengaturan asupan garam dan mineral
a. Garam (NaC): 2-3 g/hari
b. Kalium: 40-70mEq/kg BB/hari
c. Fosfor: 5-10 mg/kg BB/hari
d. Pasien HD 17 mg/hari Kalsium: 1400-1600 mg/hari
e. Besi: 10-18 mg/hari

16
f. Magnesium: 200-300 mg/hari
6. Asam folat pasien hemodialisa: 5 mg
7. Air: jumlah urine 24 jam + 500 ml (insensible water loss)
Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat badan
di antara waktu HD <5% BB kering

2) Terapi Farmakologis
1. Kontrol tekanan darah
a. Penghambat ACE atau antagonis reseptor Angiotensin II -> evaluasi
kreatinin dan kalium serum. Bila kreatinin >35% atau timbul hiperkalemi,
hentikan terapi ini
b. Penghambat kalsium
c. Diuretik
2. Pada pasien diabetes mellitus, gula darah dikontrol. Hindari memakai
metforminin dan obat-obatan sulfonylurea dengan masa kerja yang panjang.
Target HbA1C untuk DM tipe I, 0,2 di atas nilai normal tertinggi. Untuk
diabetes melitus tipe II adalah 6%
3. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
4. Kontrol hiperfosfatemi: kalsium karbonat atau kalsium asetat
5. Kontrol osteodistrol renal: kalsitriol
6. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO, 20-22 mEq/l
7. Koreksi hiperkalemia
8. Kontrol dislipidemia dengan target LDL <100 mg/dl dianjurkan golongan
statin
9. Terapi ginjal pengganti

Cangkok Ginjal
Penatalaksanaan transplantasi ginjal atau cangkok ginjal sebenarnya adalah
suatu terapi definitive yang paling tepat dan ideal untuk penatalaksanaan suatu
keadaan gagal ginjal yang sangat berat. Prinsip dari penatalaksanaan terapi cangkok
ginjal ini adalah pencangkokkan ginjal sehat ke dalam tubuh pasien. Ginjal sehat
tersebut bisa didapatkan dari donor manusia yang sehat dan masih hidup, atau bisa
juga dari donor yang baru saja meninggal. Permasalahan yang paling sering dihadapi
dalam cangkok ginjal adalah adanya penolakan dari tubuh pasien sebagai resipien

17
terhadap tubuh pasien sebagai resipien terhadap ginjal baru yang dicangkokkan
kedalam tubuhnya. Oleh karna itu, dalam penatalaksanaannya harus dipilih ginjal
yang paling cocok sehingga memberikan reaksi penolakan yang paling minimal.
Resiko lain dalam pelaksanaan terapi ini adalah berkaitan dengan resiko dan efekk
samping pada pelaksanaan operasi.

H. Askep pada pasien GGK


Kasus:
Seorang pasien laki –laki berusia 57 tahun dirawat dengan keluhan sesak nafas, seluruh
tubuh bengkak. Seorang perawat melakukan anamnesa, didapatkan hasil sebagai
berikut: klien memiliki riwayat penyakit DM sejak 9 tahun lalu dengan DM tidak
terkontrol, Pitiing edema positif, BAK mulai sedikit perharinya, Abdomen buncit,
Tubuh terlihat pucat, BB : 78 kg. Hasil pemeriksaan lab Hb 7,6 g/dl, ureum 114 mg/dl
dan kreatinin 10,2 mg/dl, gula darah 401 mg/dl. Pasien didiagnosa Gagal Ginjal Kronik
a. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Klien
Tn. X berusia 57 tahun dengan diagnosa Gagal Ginjal Kronik
b. Identitas Penanggung Jawab
-
2. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak nafas dan seluruh tubuh bengkak

3. Riwayat Kesehatan Sekarang


a. Seorang pasien laki – laki berusia 57 tahun dirawat dengan keluhan sesak
nafas, seluruh tubuh bengkak. Seorang perawat melakukan anamnesa,
didapatkan hasil sebagai berikut : klien memiliki riwayat penyakit DM sejak 9
tahun lalu dengan DM tidak terkontrol, piting edema positif, BAK mulai
sedikit perharinya, abdomen buncit, tubuh terlihat pucat, BB: 78 kg. Hasil
pemeriksaan lab Hb 7,6 g/dl, ureum 114 mg/dl dan kreatinin 10,2 mg/dl, gula
darah 401 mg/dl. Pasien didiagnosa Gagal Ginjal Kronik.

18
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien memiliki riwayat penyakit DM sejak 9 tahun lalu.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


-

b. Analisa Data

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF

1. Klien mengatakan sesak jika bernafas 1. Klien terlihat sesak ketika bernafas

2. Klien mengatakan mengalami 2. Klien terlihat pucat


pembengkakan pada tubuhya
3. Pemeriksaan yang dijalaini klien
3. Kalien mengatakan ketika buang air mendapat hasil: piting adema (+) dan
kecil hanya sedikit abdomen buncit

4. BB:78 kg

5. Hasil lab : Hb 7,6 g/dl ureum 114


9mg/dl ,kreatin 10,2 mg/dl, gula darah
401 mg/dl.

c. Diagnosa Keperawatan

No. Analisa Data Masalah Etiologi

1. Ds : Kelebihan Volume Gangguan Mekanisme


Cairan Regulasi
 Klien mengatakan sesak
jika bernafas

 Klien mengatakan
mengalami

19
pembengkakan pada
tubuh nya

Do:

 Pasien terlihat bengkak di


sekujur badan

 piting adema (+) dan


abdomen buncit

2 Ds: Risiko Kerusakan Gangguan Volume


Integritas Kulit Cairan
 Kalien mengatakan
pembengkakan seluruh
tubuh

 Pasien terlihat pucat

Do:

 Kalien terlihat badan


nya mengalami edema

 Pasien terlihat pucat

3 Ds: Retensi Urine Sumbatan Saluran


Perkemihan
 Pasien mengatakan sulit
untuk buang air kecil

 Pasien mengatakan
buang air kecil nya
sedikit
Do:

 Volume urine klien


terlihat sedikit

d. Diagnosa Keperawatan Prioritas

20
No. Masalah / Diagnosa Tgl. ditemukan Tgl. Teratasi
1. Kelebihan Volume Cairan b.d
Gangguan Mekanisme Regulasi
ditandai dengan :
- Gangguan Pola Napas
- Edema
2. Risiko Rusaknya Integritas Kulit
b.d Gangguan Volume Cairan
ditandai dengan :
- Gangguan Turgor Kulit
3. Retensi Urine b.d Sumbatan
Saluran Perkemihan ditandai
dengan :
- Berkemih Sedikit

e. Intervensi

No. NDX. Dan Data Tujuan Rencana Rasional


Penunjang Tindakan

1. Kelebihan Volume Setelah dilakukan 1. Tentukan 1. Upaya


Cairan b.d Gangguan asuhan keperawatan jumlah dan mengetahui
Mekanisme Regulasi jenis intake jumlah cairan
selama 3x24 jam cairan serta output dan
diharapkan pasien kebiasaan input
eliminasi 2. Upaya
dengan masalah
2. Periksa mengetahui
Kelebihan Volume turgor kulit adanya edema
Cairan teratasi dengan 3. Upaya
memegang pengaturan
dengan kriteria hasil jaringan keseimbangan
sebagai berikut : sekitar tulang dalam berat
3. Monitor badan
1. berat badan
2. Risiko Rusaknya Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Upaya
Integritas Kulit b.d asuhan keperawatan tanda-tanda mengetahui
Gangguan Volume vital pasien keadaan dasara
Cairan selama 3x24 jam 2. Kaji lokasi pada pasien
diharapkan pasien dan luas 2. Upaya
edema mengetahui
dengan masalah
bagaimana

21
Risiko Rusaknya tindakan yang
Integritas Kulit dapat di
lakukan dalam
teratasi dengan mengkaji
kriteria hasil sebagai edema pada
pasien
berikut :

3. Retensi Urine b.d Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Upaya


Sumbatan Saluran asuhan keperawatan indikasi mengetahui
Perkemihan kelebihan adanya
selama 3x24 jam cairan/retensi kelebihan
diharapkan pasien 2. Monitor hasil cairan
laboratorium 2. Upaya
dengan masalah
yang relevan mengetahui
Retensi Urine dengan hasil tindakan
teratasi dengan retensi cairan melalui hasil
laboratorium
kriteria hasil sebagai
berikut :

I. Perhitungan Nilai Gfr/Lfg

Glomerular Filtration Rate (GFR) disebut juga sebagai laju filtrasi


glomerular, yaitu rata rata kecepatan volume cairan yang filtrasi di glomerulus
ginjal. Pemeriksaan LFG atau eGFR mengukur penyaringan limbah dalam darah oleh
ginjal berdasarkan kadar kreatinin dalam darah, usia ukuran tubuh, dan jenis kelamin.
Tes LFG ini dibutuhkan guna menentukan langkah pengobatan yang sesuai.

GFR dapat digunakan sebagai indikator untuk menilai derajat fungsi ginjal dan
gangguan yang terjadi pada ginjal.

Terdapat berbagai macam teknik untuk menghitung laju GFR seseorang, yang
paling mudah adalah dengan menggunakan kalkukator GFR yang telah tersedia dan
dapat diakses secara online. Namun, untuk menghitung GFR, diperlukan nilai kadar
kreatinin darah yang bisa didapatkan dengan pemeriksaan laboratorium darah.

22
Sehingga penurunan fungsi ginjal dapat diketahui ketika pemeriksaan ditingkat pratama
dilakukan, dan tidak menunggu keputusan dokter spesialis.

Menghitung laju GFR dapat dilakukan dengan perhitungan berikut :

 GFR laki laki = (140 - umur) x kgBB / (72 x serum kreatinin)


 GFR perempuan = (140 - umur) x kgBB x 0,85 / (72 x serum kreatinin)

Cara perhitungan diatas relatif lebih mudah, namun ada juga beberapa cara lain untuk
menghitung laju GFR.

Nilai laju GFR dapat menentukan derajat gagal ginjal yang diderita
seseorang. Gagal ginjal dibagi dua yaitu akut dan kronik. Gagal ginjal akut terjadi
secara tiba tiba yang seringkali disebabkan dan dipicu oleh beberapa faktor misalnya
kelainan dasar penyakit yang diderita, dehidrasi, dll. Sedangkan gagal ginjal kronik
merupakan penurunan fungsi dan struktur ginjal yang terjadi secara perlahan (minimal
3 bulan). National Kidney Foundation telah membagi beberapa jenis gagal ginjal
berdasarkan nilai GFR nya, yaitu :

 Normal
 Stage 1 : terindikasi adanya kerusakan ginjal dengan nilai GFR normal (> 90)
 Stage 2 : penurunan fungsi ginjal dengan GFR 60 - 89
 Stage 3 : penurunan fungsi ginjal dengan GFR 30 - 59. Penurunan tingkat lanjut
ini seringkali ditemui gejala anemia dan gangguan pada tulang akibat kerusakan
ginjal
 Stage 4 : penurunan derajat berat dengan GFR 15 - 29. Upaya pengobatan untuk
mengurangi resiko komplikasi dan pencegahan ke arah kegagalan ginjal
 Stage 5 (kegagalan ginjal) : ginjal telah tak mampu lagi menjalankan fungsinya
dengan nilai GFR dibawah 15. Penanganan yang sesuai adalah transplantasi
ginjal atau hemodialisis rutin.
Pada orang dewasa, nilai LFG normal berada di atas 90, meski seiring penambahan
usia, nilai tesebut dapat berkurang walaupun tanpa penyakit ginjal. Nilai rata-rata LFG
berdasarkan usia adalah:

 Usia 20-29, nilai LFG rata-rata 116


 Usia 30-39, nilai LFG rata-rata 107

23
 Usia 40-49, nilai LFG rata-rata 99
 Usia 50-59, nilai LFG rata-rata 85
 Usia di atas 70 tahun, nilai LFG rata-rata 75

Contoh Soal
1. Seorang wanita, 30 tahun, berat badan 60kg, dengan keluhan sesak dan muntah.
Tekanan darah 160/100mmHg, frekwensi nafas 28 kali/menit. Edema kedua
kaki, didapatkan rales pada kedua basal paru. Pemeriksaan darah: kadar
hemoglobin 7,3 g/dl, MCV dan MCHC normal, ureum 421 mg/dl, kreatinin 32
mg/dl. Pemeriksaan ultrasonografi didapatkan ukuran kedua ginjal mengecil,
densitas cortex meningkat, batas medula cortex kabur.

Jawaban:

GFR perempuan = {(140 - umur) x kgBB} x 0,85 / (72 x serum kreatinin)

= {(140-30) x 60kg} x 0,85

( 72 x 32mg/dl )
= 5.610
2.304
= 2,4 (Stage 5. Gagal ginjal, GFR <15)

2. Tn. X berusia 50 tahun, berat badannya 60kg, hasil pemeriksaan kreatinin darah
3 mg/dl, maka berapa perhitungan fungsi ginjalnya?

Jawaban :

GFR laki - laki = {(140 - umur) x kgBB} / (72 x serum kreatinin)

= {(140-50) x 60kg}

( 72 x 3mg/dl )
= 5.400
216
= 25 (Stage 4. Penurunan derajat berat dengan GFR 15 - 29

24
J. Proses Terjadinya Ude (Piting Udem + Asites)
Dalam bahasa Inggris pembengkakan adalah Edema yang berasal dari bahasa
yunani yaitu dropsyatau semacam penyakit yang merupakan akumulasi abnormal
cairan di bawah kulit atau dalam satu atau lebih rongga tubuh. Oedema (bengkak)
adalah pembengkakan karena penumpukan cairan pada exstremitas maupun pada organ
dalam tubuh.
Edema adalah gelembung cairan dari beberapa organ atau jaringan yang
merupakan terkumpulnya kelebihan cairan limfe, tanpa peningkatan umlah sel dalam
mempengaruhi jaringan. Edema bisa terkumpul pada beberapa lokasi pada tubuh, tetapi
biasanya terdapat pada kaki dan pergelangan kaki (Aethur C. Guyton)
Edema adalah peningkatan cairan intertisil dalam beberapa organ. Umumnya
jumlah cairan interstisil, yaitu keseimb angan homeostatis. Peningkatan sekresi
cairan ke dalam interstisium atau kerusakan pemebersihan cairan ini juga dapat
menyebabkan edema (Ida Bagus Gede Manuaba).
a) Retensi natrium dan air
Retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam kemih lebih kecil dari pada
yang masuk (intake). Karena konsentrasi natrium meninggi maka akan terjadi
hipertoni. Hipertoni menyebabkan air ditahan, sehingga jumlah cairan ekstraseluler
dan ekstravaskuler (cairan interstitium) bertambah. Akibatnya terjadi edema.
Retensi natrium dan air dapat diakibatkan oleh factor hormonal (penigkatan
aldosteron pada cirrhosis hepatis dan sindrom nefrotik dan pada penderita yang
mendapat pengobatan dengan ACTH, testosteron, progesteron atau estrogen).

25
K. Proses Terjadinya Anemia pada GGK

Ginjal yang sehat menghasilkan hormon yang disebut EPO. EPO meminta sumsum
tulang untuk membuat sel darah merah, yang kemudian membawa oksigen ke seluruh
tubuh. Ketika ginjal sakit atau rusak, mereka tidak membuat cukup EPO. Akibatnya,
sumsum tulang membuat sel-sel darah merah lebih sedikit, dan menyebabkan anemia.

26
L. Patofisiologi keseluruhan pada GGK

27
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai dengan
abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan.(jurnal fk
unand.2018). Hasil Riskesdas 2013, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal
kronis sebesar 0,2%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi PGK di negara-negara
lain, juga hasil penelitian Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2006, yang
mendapatkan prevalensi PGK sebesar 12,5%. Hal ini karena Riskesdas 2013 hanya
menangkap data orang yang terdiagnosis PGK sedangkan sebagian besar PGK di Indonesia
baru terdiagnosis pada tahap lanjut dan akhir. Etiologi GGK terdapat beberapa faktor
diantaranya faktor patogenesis, faktor endogen dan faktor eksogen dengan beberapa tanjak
gejala seperti lemas, tidak ada tenaga, tidak nafsu makan, mual, muntah, bengkak, kencing
berkurang, gatal, sesak nafas, dan pucat dengan komplikasi yang lebih lanjut yaitu
menimbulkan hiperkalemia, edema, asidosis, gangguan pada otak (ensefalopati) dan
anemia.

B. Saran

Terima kasih untuk para pembaca yang telah membaca makalah ini. Kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Maka dari itu kami
sebagai penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari seluruh
pihak demi perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini bisa menambah
pengetahuan dan bermanfaat bagi mahasiswa khususnya dan bagi para pembaca lain pada
umumnya.

28
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, M. Farid. 2008. Panduan Pelayanan Medik: Model Interdisiplin Penatalaksanaan


Kanker Serviks Dengan Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC

Brunner & Suddarth. 1996. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Edema patofisiologi & penanganan. Ian effendi, Restu pasaribu (ed). BAIPD. Jilid I. Edisi
IV. Jakarta : FKUI.
Gloria M. Bulechek dkk. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa
Indonesia:Singapore:Elesevier.

Herman, Andreas. 2016. Cara menyembuhkan Batu & Gagal Ginjal Secara Alami. Jakarta:
Dt Awan.
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin%20ginja
l%202017.pdf

http://www.p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-jantung-dan-pembuluh-
darah/diagnosis-klasifikasi-pencegahan-terapi-penyakit-ginjal-kronis

Moorhead,Sue dkk.2016.Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia.


Singapore:Elesevier.
Nanda-I Diagnosis keperawatan : Definisi dan klasifikasi 2018-2019/ Editior, T.
Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru ; alih bahasa, Budi Anna Keliat, Henny
Suzana Mediani, Teuku Tahlil; editor penyelaras, Monica Ester, Wuti Praptiani.-
Ed.11-Jakarta:EGC,201

National Kidney Foundation (2017). About Chronic Kidney Disease. Perhimpunan Nefrologi
Indonesia (2016). 9th Report of Indonesia Renal Registry.

Sirait.2017.Ensefalopati Uremikum pada Gagal Ginjal Kronis, Fakultas Kedokteran


Universitas Lampung.

29

Anda mungkin juga menyukai