Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN AGREGAT DALAM KOMUNITAS:

KESEHATAN LANSIA

OLEH
KELOMPOK III :

POPY RAHAYU INAKU 2118008


YANTI ABDURRAHMAN 2118018
ADELYA PRATIWI RAHIM 2118023
ISSABELA 2118036
KRISTINA WISRANCE 2118043
FADIL ASHARI 2118028

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2021
Kata Pengantar

Assalamu alaikum warahmatulahi wabarakatuh.

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya kami
Kelompok III dapat menyelesaikan makalah keperawatan komunitas yang khususnya
membahas Asuhan Keperawatan Agregat dalam Komunitas yaitu Kesehatan Lansia. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekerangan, namun kami berharap
makalah ini dapat digunakan mahasiswa dan bagi yang membacanya dapat mengetahui dan
memahami tentang Asuhan Keperawtan Agregat dalam Komunitas: Kesehatan Lansia.

Semoga makalah ini dapat berguna, dan diharapkan saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat membuat makalah ini, menjadi lebih baik dan mendekati kesempurnaan.
Terima kasih.

Wassalamu alaikum warahmatulahi wabarakatuh


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG.......................................................................................

RUMUSAN MASALAH...................................................................................

TUJUAN ............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

Definisi Lansia....................................................................................................

Teori Penuaan......................................................................................................

Perubahan Lansia................................................................................................

Masalah Kesehatan .............................................................................................

Geriatric Syndrom ..............................................................................................

Askep Keperawatan............................................................................................

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN .................................................................................................

SARAN...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menua adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan- tahapan


menurunnya berbagai fungsi organ, sehingga tubuh sangat rentan terhadap berbagai
serangan penyakit bahkan kematian. Hal tersebut terjadi karena seiring dengan
meningkatnya usia terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta
sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran
kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan
sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living.

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, proporsi


populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah 11,7% dari total populasi dunia
dan akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Jumlah
lansia tahun 2009 telah mencapai 737 juta jiwa dan sekitar dua pertiga dari jumlah
lansia tersebut tinggal di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Diproyeksikan
pada tahun 2020 populasi lansia meningkat 7,2%, hampir sepadan dengan proporsi
lansia di negara-negara maju saat ini (Tamher, 2009) dalam (Nafthali, Ranimpi, &
Anwar, 2017).

Meningkatnya jumlah lansia berarti meningkat pula tantangan dalam


masyarakat untuk mewujudkan kehidupan lansia yang sejahtera juga dalam
menyediakan pelayanan dan fasislitas lainnya bagi kesejahteraan lansia. Hal ini karena
pada usia lanjut individu akan mengalami perubahan fisik, mental, sosial ekonomi dan
spiritual yangm mempengaruhi kemampuan fungsional dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari sehingga menjadikan lansia menjadi lebih rentan menderita gangguan
kesehatan baik fisik maupun mental.

Menurunnya kemampuan pada lansia berarti derajat keperawatan yang


diperlukanpun semakin tinggi, sehingga diperlukan peran perawat komunitas
didalamnya. Keperawatan Komunitas menurut WHO (1974) dalam (Harnilawati, 2013)
mencakup perawatan kesehatan keluarga juga kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
luas, yang membantu masyarakat mengidentifikasi masalah kesehatannya sendiri, serta
memecahkan masalah kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada pada
mereka sebelum meminta bantuan orang lain. Sehingga diharapkan dengan adanya
keterpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran
serta masyarakat, yang mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara
berkesinambungan dengan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif,
secara menyeluruh dan terpadu ditujukan kesatuan yang utuh melalui proses
keperawatan untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal.

B. Rumusan Masalah
1) Apa definisi dari lansia?
2) Apa saja teori- teori penuaan?
3) Apa sajakah Perubahan- perubahan yang terjadi pada lansia?
4) Apa saja masalah kesehatan yang terjadi pada lansia?
5) Apakah sajakah bagian dari Geriatric Syndrome?
6) Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Agregat dalam Komunitas untuk Kesehatan
Lansia?
C. Tujuan Pembelajaran
1) Mahasiswa mampu mengetahui definisi dari lansia
2) Mahasiswa mampu mengetahui apa saja teori- teori penuaan
3) Mahasiswa mampu mengetahui perubahan- perubahan yang terjadi pada lansia
4) Mahasiswa mampu mengetahui apa saja masalah kesehatan yang terjadi pada
lansia
5) Mahasiswa mampu mengetahui bagian dari Geriatric Syndrome
6) Mahasiswa mampu mengetahui Asuhan Keperawatan Agregat dalam Komunitas
untuk Kesehatan Lansia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Lansia
 Menurut Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I Pasal I ayat 2 yang
berbunyi “Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh)
tahun ke atas” (Effendi & Makhfudli, 2009)
 Lansia, menurut World Health Organisation (WHO) adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas (Effendi & Makhfudli, 2009).

Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda.

 Menurut World Health Organitation (WHO) 2009 dalam (Effendi &


Makhfudli, 2009) lansia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun
 Menurut Setyonegoro (Effendi & Makhfudli, 2009) lanjut usia (getriatric age)
dibagi menjadi 3 batasan umur, yaitu:
a. young old (usia 70-75 tahun),
b. old (usia 75-80 tahun), dan
c. very old (usia > 80 tahun).
 Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006)
pengelompokkan lansia menjadi :
a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan
kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)
b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa
usia lanjut dini (usia 60-64 tahun)
c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia
>65 tahun) (Nafthali, Ranimpi, & Anwar, 2017)

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa lansia merupakan


seseorang yang berusia di atas 60 tahun.
B. Teori Penuaan
Teori-Teori Proses Menua Teori penuaan secara umum menurut (Ma'rifatul,
2011) dapat dibedakan menjadi dua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial.

1. Teori Biologi
a. Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan
kebanyakan sel–sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika sel
pada lansia dari tubuh dan dibiakkan di laboratrium, lalu diobrservasi, jumlah
sel–sel yang akan membelah, jumlah sel yang akan membelah akan terlihat
sedikit. Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem musculoskeletal
dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti
jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem
tersebut beresiko akan mengalami proses penuaan dan mempunyai
kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan
memperbaiki diri
b. Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada
lansia. Proses kehilangan elastiaitas ini dihubungkan dengan adanya
perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tertentu. Pada lansia
beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh
tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda.
Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang
kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan
bertambahnya usia (Tortora & Anagnostakos, 1990). Hal ini dapat lebih
mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan
elastisitanya dan cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas
dan kecepatan pada system musculoskeletal
c. Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam
tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun
dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahan diri tertentu.
Ketidakmampuan mempertahankan diri dari toksink tersebut membuat
struktur membran sel mengalami perubahan dari rigid, serta terjadi kesalahan
genetik (Tortora & Anagnostakos, 1990). Membran sel tersebut merupakan
alat untuk memfasilitas sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang
juga mengontrol proses pengambilan nutrisi dengan proses ekskresi zat
toksik di dalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel yang
sangat penting bagi proses di atas, dipengaruhi oleh rigiditas membran
tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan
reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua
jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
kerusakan sistem tubuh
d. Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan.
Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem
limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang
berkontribusi dalam proses 13 penuaan. Mutasi yang berulang atau
perubahan protein pasca tranlasi, dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi
isomatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel,
maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel
yang mengalami perubahan tersebut sebagai se lasing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya
peristiwa autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya
mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel
kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah
e. Teori Menua
Akibat Metabolisme pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda
akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan
umur karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena
menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan
pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan
hormon pertumbuhan.

2. Teori Psikologis
a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara
keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa
mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada
lanjut usia yang sukses adalah meraka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial
b. Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara
hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat,
kelurga dan hubungan interpersonal
c. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau
menarik diri dari pergaulan sekitarnya

C. Perubahan Pada Lansia


a. Perubahan Fisik
Perubahan fisik normal terjadi pada semua sistem tubuh pada lansia.
Walaupun demikian, sangat perlu untuk diperhatikan bahwa perubahan ini
sangat individual. Perubahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
genetik, diet, latihan, lingkungan, status kesehatan, stress, piliham gaya
hidup, dan banyak elemen lainnya. Perubahan fisik yang terjadi pada
lansia digolongkan menjadi perubahan yang dapat terlihat dan tidak dapat
terlihat. \

 Perubahan yang dapat terlihat antara lain : berkurangnya elastisitas


kulit, kulit menjadi berkeriput, rambut yang memutih, tubuh yang terlihat
lebih pendek, dan bungkuk.
 Perubahan fisik yang kurang terlihat : penurunan berat otak akibat
menurunnya jumlah sel neuron, dan menyebabkan keterlambatan respon,
penurunan fungsi alat indra, yang sering menghambat aktivitas lansia,
penurunan kekuatan otot dan keseimbangan tubuh penurunan fungsi
seksual, dimana terjadi penurunan libido, dan menopause pada wanita
sehingga secara hormonal akan mempengaruhi perubahan tubuh, dan
cenderung mengalami penurunan fungsi kognitif. Lansia dengan
penurunan status kognitif ini sering berakhir sebagai penderita Alzheimer
dan Parkinson (Ismayadi, 2004).

Berikut ini merupakan perubahan-perubahan fisik pada lansia saat


terjadi penuaan lebih spesifik:

Perubahan sensori Sistem gastrointestinal

a. Penglihatan  Gigi keropos


 Penurunan gerak peristaltik esofagus
 Timbul sklerosis dan hilangnya
dan kolon
respon terhadap sinar.
 Penurunan moralitas perut
 Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
 Peniru am produksi saliva, HCl dan
 Kekeruhan pada lensa menyebabkan
enzim pencernaan
katarak.
 Penurunan penyerapan lemak, cit B1
 Meningkatnya ambang, pengamatan
dan B2
sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat dan susah  Penurunan respons haus

melihat dalam cahaya gelap.


 Hilangnya daya akomodasi.
 Menurunnya lapangan pandang,
berkurang luas pandangannya.
 Menurunnya daya membedakan
warna biru atau hijau.

b. Pendengaran

 Presbiakusis (gangguan dalam


pendengaran). Hilangnya kemampuan
pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara atau
nadanada yang tinggi, suara yang
tidak jelas, sulit mengerti kata-kata,
50% terjadi pada usia diatas umur 65
tahun.
 Otosklerosis akibat atrofi membran
tympani .
 Terjadinya pengumpulan serumen
dapat mengeras karena meningkatnya
keratin.
 Pendengaran bertambah menurun
pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa/stres.

c. Perasa

 Penurunan sensasi rasa


 Penurunan produksi saliva
 Penurunan sensitivitas pada rasa
manis dan asin

d. Penciuman

 Penurunan ketajaman pembau

e. Peraba

 Penurunan sensitivitas peraba

Sistem saraf Sistem ginjal

 Penurunan aliran darahbpada saraf  Penurunan ukuran ginjal


dan otak  Penurunan jumlah nefron
 Penurunan refleksi agronomi dan  Penurunan aliran darah ke ginjal dan
volunteer penurunan fungsi tubulus
 Penurunan kapasitas untuk merasakan  Penurunan glomerulus Fotration Rate
nyeri dan tekanan
 Peningkatan jumlah pak dan
neurolibrile yang kusut

Perubahan kognitif dan keseimbangan Sistem Perkemihan

 Waktu reaksi lebih lambat  Penebalan otot kandung kemih,


 Waktu belajar melambat sehingga meningkatnya frekuensi
 Memori jangka panjang lebih baik urgensi dan nokturia
dari memori jangka pendek  Penurunan kapasitas kandung kemih
 Kepribadian konsisten dengan tahun-  Peningkatan resensi dan nokturia
tahun seeblumnya

Tidur Sistem reproduksi

 Penurunan siklus tidur tahap 3 dan 4 a. Wanita


 Tingkatkan keinginan tidur pada
 Atrium vulva dan penipisan labia
malam hari
 Vagina mongering
 Penurunan yang tajam pada jumlah
 Penurunan jumlah dan elastisitas
jam tidur
jaringan payudara

b. Laki laki

 Penurunan elastisitas kulit skrotum


 Penebalan jaringan prostat
 Membutuhkan waktu lama untuk
ereksi tapi dapat bertahan lebih lama

Sistem kardiovaskular Sistem endokrin

 Penurunan tonus dan elastisitas dari  Peningkatan fibrosis dan nodul


aorta dan pembuluh darah besar kelenjar tiroid
 Penipisan dan kekakuan katub  Penyuluhan kelenjar timus dan
jantung pituitari
 Melambatnya konduksi sistem di  Penurunan sekresi kelenjar adrenal
jantung yaitu glukokortikoid
 Menurunnya kemampuan perbaikan
kontraktilitasndan iritabilitas jantung  Penurunan level aldosterone
 Penurunan curah dan output jantung  Penurunan pelepasan insulin
 Penurunan kemampuan untuk  Penurunan kemampuan metabolisme
meningkatkan denyut jantung ketika glukosa
terjadi stress  Penurunan hormon testosteron,
 Peningkatan tekanan sistolik ekstrogen dan progesteron

Sistem pernapasan Sistem integumen

 Penurunan dari ukuran, ekspansi,  Kulit mengerut atau keriput akibat


aktivitas dan recoil paru kehilangan jaringan lemak.
 Peningkatan kekakuan paru-paru dan  Permukaan kulit kasar dan bersisik
rongga karena kehilangan proses keratinisasi,
 Penurunan jumlah alveoli dan serta perubahan ukuran dan bentuk-
pertukaran gas bentuk sel epidermis.
 Kulit kepala dan rambut menipis
berwarna kelabu.
 Rambut dalam hidung dan telinga
menebal.
 Berkurangnya elastisitas akibat dari
menurunya cairan dan vaskularisasi.
 Pertumbuhan kuku lebih lambat.
 Kuku jari menjadi keras dan rapuh,
pudar dan kurang bercahaya.
 Kelenjar keringat berkurang jumlah
dan fungsinya.
Sistem muskuloskeletal

 Tulang kehilangan density (cairan)


dan makin rapuh.
 Kifosis
 Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-
jari terbatas.
 Persendiaan membesar dan menjadi
kaku.
 Tendon mengerut dan mengalami
skelerosis.
 Atrofi serabut otot (otot-otot serabut
mengecil).Otot-otot serabut mengecil
sehingga seseorang bergerak menjadi
lamban, otot-otot kram dan menjadi
tremor.
 Otot-otot polos tidak begitu
berpengaruh.

b. Perubahan Psikologis :
Memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai
peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis.
Perubahan-perubahan yang terjadi secara sosiologis dikombinasikan dengan perubahan
yang terjadi secara psikologis.

 Perubahan aspek kognitif terjadi perubahan fungsi intelektual dimana terjadi


penurunan kemampuan lansia dalam mengatasi masalah atau pemecahan
masalah, selanjutnya pada aspek terjadi perubahan kemampuan penyesuaian
secara psikologis terhadap proses menua (learning ability), pada aspek
kognitif ini untuk meningkatkan intelektual lansia dapat diberikan
pendidikan kesehatan atau edukasi agar perkembanagan dimensi dapat
ditunda.
 Perubahan yang terjadi pada aspek emosional adalah respon lansia terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi atau berkaitan dengan suasana alam
perasaan, sehingga lansia merasa tidak dihargai merasa sendiri dan tidak
diperhatikan, mudah tersinggung dan selalu ingin didengarkan.
 Perubahan mental pada lansia akan mudah curiga, bertambah pelit dan egois.
 Moral merupakan kepuasan hidup dan kebahagiaan hidup, hal ini termasuk
dalam komponen emosional dari perilaku lansia itu sendiri sebagai gambaran
dari perasaan lansia dimasa lalu, sekarang dan masa depan.
 Konsep diri pada lansia dikaitkan dengan perilaku lansia, dimana akibat dari
bertambahnya umur lansia cenderung untuk menarik diri dari lingkungannya.
Lansia ingin menceritakan pengalaman hidup yang selama ini mereka alami,
tetapi keluarga selalu menganggapnya sebagai orang yang cerewet, akibatnya
lansia menjadi pendiam dan menarik diri, proses ini membentuk persepsi
seseorang terkait tubuhnya, persepsi ini mecangkup tentang perubahan fisik
psikologis dan perubahan psikososial.
 Pensiun sering dikaitkan secara salah dengan kapafifan dan persaingan.
Dalam kenyataannya pension adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh
adanya transisi dan perubahan peran, yang dapat meyebabkan stress
psikososial. Stress ini meliputi perubahan peran pada pasangna atau keluarga
dan masalah isolasi social.
 Isolasi social, banyak lansia yang mengalami isolasi social yang meningkat
sesuai dengan usia. Tipe isolasi yaitu sikap, penampilan perilaku dan
geografi. Beberapa lansia mungkin dipengaruhi oleh keempat tipe tersebut.
 Seksualitas, semua lansia baik sehat maupun lemah, perlu mengekspresikan
perasaan seksualitasnya. Seksualitas meliputi cinta, kehangatan saling
membagi dan sentuhan,bukan hanyamelakukan hubungan seksual. Sekaligus
berkaitan dengan identitas dan validasi keyakinan bahwa orang dapat
memberi pada orang lain dan mendapatkan penghargaan.
 Tempat tinggal dan lingkungan, perubahan pada peran social, tanggung
jawab keluarga dan status kesehatan mempengaruhi rencana kehidupan klien
lansia sebagian hmemilih hidup dengan anggota keluarga. Yang lain lebih
memilih tinggal dirumah atau apartemen sendiriyang dekat dengan
keluarganya. Komunitas dengan waktu luang atau pensiunan memberikan
kesempatan tinggal dan social bagi lansia dalam lingkungan 1 generasi.
 Kematian, kelahiran dan kematian adalah universal, tetapi juga merupakan
kejadian yang unik didalam hidup. Kesalahan konsep yang biasa terjadi
adalah kematian seorang lansia adalah berkah dan kulminasi seluruh
kehidupan. Banyak lansia menjelang ajal masih memilki tujuan, dan mereka
secara emosi tidak siap untuk mati.
c. Perubahan Spiritual
Seiring bertambahnya usia dan menghadapi tantangan hidup, seperti kehilangan orang
yang dicintai, penurunan kesehatan fisik, dan sadar bahwa akhir hidup mungkin semakin
dekat, spiritualitas dapat menjadi lebih penting. spiritualitas melibatkan "menemukan
makna inti dalam kehidupan, menanggapi makna, dan berhubungan dengan Tuhan".
Spiritualitas merupakan konsep yang lebih luas daripada agama, meliputi nilai-nilai
seseorang atau keyakinan, pencarian makna, hubungan dengan kekuatan yang lebih
tinggi, alam, dan orang lain. hal ini termasuk agama, yang didefinisikan sebagai institusi
sosial yang menyatukan orang-orang dalam iman kepada Tuhan, kekuatan yang lebih
tinggi, dan ritual umum dan tindakan memuja. sebagian besar lansia menggambarkan diri
mereka sebagai spiritual dan religius.

Penelitian menyarankan bahwa spiritualitas penting bagi banyak lansia dan memiliki
manfaat kesehatan. memenuhi kebutuhan dan masalah spiritual klien merupakan bagian
dari pemberian asuhan keperawatan yang holistik. jika perawat nyaman dengan
spiritualitas sendiri, mereka akan lebih memperhatikan kebutuhan spiritual klien mereka.
Isyarat yang terlihat, seperti memakai sebuah artikel agama atau adanya simbol-simbol
Alkitab agama, Al-Qur'an, rosario, doa atau buku-buku inspirasi dapat memberikan
wawasan yang berguna dan sarana untuk membuka diskusi tentang kebutuhan rohani.
Selain itu, penggunaan pertanyaam terbuka untuk memulai dialog tentang masalah
spiritual dan penggunaan pengkajian spiritual yang ada seperti FICA Sejarah Alat
Spiritual dapat membantu. The FICA yang merupakan singkatan dari Faith,
Importance/influence,Community, dan Address, memberikan cara yang cepat dan
sederhana untuk melakukan pengkajian spiritual.

Intervensi keperawatan yang dapat membantu memenuhi kebutuhan spiritual meliputi


kehadiran perawat, mendengarkan aktif, sentuhan peduli, menceritakan kenangan,
mengeksplorasi makna hidup, doa, harapan,menunjukkan sikap tidak menghakimi,
memfasilitasi praktik keagamaan, dan merujuk ke ahli perawatan spiritual (A & M., 2015)

D. Masalah Kesehatan yang Terjadi pada Lansia


Masalah kesehatan yang mungkin dialami lansia meliputi kecelakaan,
penyakit ketunadayaan kronis, penyalahgunaan dan penggunasalahan obat,
alkoholisme, demensia, dan penganiayaan. Penyebab utama kematian pada individu
yang berusia di atas 65 tahun adalah penyakit jantung, penyakit serebrovaskular
(stroke), pneumonia/influenza, penyakit paru obstruktif dan kanker.

a. Kecelakaan
Pencegahan kecelakaan merupakan focus perhatian utama bagi lansia.
Healthy People 2010 (USDHHS, 2000) melaporkan bahwa sebanyak 87% dari
seluruh kasus fraktur yang terjadi pada lansia di atas 65 tahun disebabkan oleh
insiden jatuh (hlm. 13-15). Karena penurunan fungsi penglihatan, reflex yang
semakin lambat, dan kondisi tulang yang rapuh, lansia harus selalu berhati-hati
pada saat menaiki anak tangga, mengemudikan mobil, dan bahkan saat
berjalan. Mengemudi, khususnya pada malam hari, memerlukan kewaspadaan,
sebab kemampuan akomodasi mata terhadap cahaya terganggu dan
penglihatan perifer menurun. Lansia perlu membiasakan diri menengokkan
kepala sebelum berpindah jalur dan tidak mengandalkan penglihatan samping,
misalnya saat menyeberang jalan. Mengemudi saat cuaca berkabut atau pada
kondisi berbahaya lain harus dihindari.
Kebakaran merupakan bahaya bagi lansia yang mengalami gangguan memori
Lansia dapat lupa kalau mereka meninggalkan setrika atau kompor gas
dalam keadaan menyala atau tidak mematikan puntung rokok dengan tuntas.
Karena sensitivitas kulit terhadap nyeri dan panas berkurang, lansia harus
berhati-hati pada saat mandi atau menggunakan alat pemanas untuk mencegah
terbakar.
Banyak lansia menderita dan meninggal setiap tahunnya akibat
hipotermia. Hipotermia adalah suhu tubuh di bawah normal. Penurunan
metabolisme dan hilangnya perlindungan normal akibat menipisnya jaringan
subkutan menurunkan kemampuan lansia dalam menahan panas.
Lansia yang mengonsumsi analgesic atau sedatif dapat menjadi letargi,
sehingga harus dipantau secara ketat dan teratur. Cara lain untuk merangsang
tidur harus digunakan kapan pun memungkinkan. Perawat dapat membantu
klien lansia menciptakan lingkungan rumah yang aman. Bahaya khusus yang
ada dapat diidentifikasi dan diperbaiki; misalnya susur tangan dapat dipasang
pada anak tangga. Perawat perlu mengajarkan pentingnya minum obat sesuai
resep dan untuk menghubungi tenaga kesehatan apabila terdapat tanda-tanda
intoleransi obat.
Individu dengan penyakit Alzheimer atau berbagai jenis demensia lain
memiliki kebutuhan keselamatan yang kian meningkat seiring memburuknya
kondisi. Perilaku mereka biasanya mengalami kemunduran seperti layaknya
anak kecil, dan tindakan kewaspadaan yang sama tentunya harus dilakukan.
Beberapa diantaranya adalah menyimpan racun dan obat-obatan di luar
jangkauan lansia (sebaiknya dalam keadaan terkunci), melepaskan kenop
kompor gas untuk mencegah terbakar dan bahaya kebakaran, serta memasang
kunci khusus pada pintu bagi lansia yang cenderung keluyuran. Kita harus
memberikan perhatian bagi masalah potensial tersebut, baik untuk lansia yang
tinggal di rumah maupun yang tinggal di fasilitas kesehatan.

b. Penyakit Ketunadayaan Kronik


Banyak lansia menjalani fungsinya dengan baik dalam komunitas
mengalami gangguan; sedang yang lainnya menderita akibat satu jenis
penyakit kronis atau lebih yang dapat menimbulkan gangguan fungsi yang
serius. Contoh penyakit tersebut adalah arthritis, osteoporosis, penyakit
jantung, stroke, penyakit paru obstruktif, perubahan penglihatan dan
pendengaran, serta disfungsi kognitif. Selain itu, penyakit akut seperti
pneumonia, fraktur, trauma akibat jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, atau
insiden lainnya dapat menyebabkan masalah kesehatan kronis. Penyakit kronis
menyebabkan banyak perubahan pada diri klien maupun anggota keluarga.
Contohnya, klien, memerlukan lebih banyak bantuan dalam melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari seperti ambulasi, makan, hygiene, dan lain
sebagainya; biaya perawatan kesehatan kerap menjulang dan dapat
menimbulkan permasalahan ekonomi; peran keluarga perlu diubah; dan
anggota keluarga perlu mengubah gaya hidup mereka untuk memenuhi
kebutuhan perawatan.

c. Penyakit Ketunadayaan Kronik


Lansia yang menderita satu jenis penyakit kronis atau lebih kerap
memerlukan obat-obatan. Munculnya penyakit akut membutuhkan tambahan
obat-obatan. Klien dapat membeli obat bebas untuk mengatasi berbagai
ketidaknyamanan umum akibat penuaan, seperti konstipasi, gangguan tidur,
dan nyeri sendi. Selama beberapa tahun terakhir, penggunaan vitamin,
suplemen makanan, dan jamu-jamuan mengalami penigkatan. Agens tersebut
masuk ke dalam kategori obat bebas dan sering kali tidak dilaporkan klien
sebagai bagian dari program pengobatan mereka. Pengkajian yang akurat
harus memuat catatan seluruh agens tersebut. Banyak agens tersebut belum
menjalani uji keefektifan, efek samping, serta interaksi dengan obat-obat lain
secara adekuat.
Kerumitan yang ditemui dalam upaya pemberian obat secara mandiri
dapat menimbulkan berbagai situasi penggunasalahan, seperti mengonsumsi
obat terlalu banyak atau terlalu sedikit, mengonsumsi obat bersama alcohol,
mengonsumsi obat resep bersama obat bebas,atau mengonsumsi obat milik
orang lain. Situasi lain yang berpotensi menimbulkan penggunasalahan yaitu
ketika obat diresepkan oleh lebih dari satu dokter dank lien tidak member tahu
obat apa saja yang telah diterima sebelumnya kepada masing-masing dokter.
Selain itu, farmakodinamik obat pada lansia turut mengalami perunahan.
Variasi pada absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eksresi obat
berhubungan dengan perubahan fisiologik akibat penuaan.
c. Alkoholisme
Murray dan Zentner (2001) mengemukakan bahwa sekitar 10%-15%
(lebih dari 2 juta) lansia di Amerika alkoholik. Ada dua tipe lansia alkoholik;
mereka yang mulai mengonsumsi alcohol sejak muda dan mereka yang
mengonsumsi alcohol secara berlebihan di usia lanjut untuk membantu
mengatasi berbagai perubahan dan masalah yang muncul di masa tua mereka.
banyak, alkoholik awitan lambat adalah duda.
Mengonsumsi alcohol selama bertagun-tahun membawa pengaruh
buruk pada semua system tubuh, menyebabkan kerusakan progresif pada hati
dan ginjal, merusak lambung dan organ lain yang terkait, serta memperlambat
respons mental yang kerap mengakibatkan kecelakaan dan kematian. Alcohol
berinteraksi dengan banyak obat, yakni dengan mengubah efek normal obat
tersebut pada tubuh. Beberapa obat mengalami peningkatan efek saat
dikonsumsi bersama alcohol (mis., antikoagulan dan narkotika), sedang aksi
obat lain (mis., antibiotic justru diinhibasi). Untuk lansia yang menderita
penyakit kronis dan mengonsumsi banyak obat, konsumsi obat bersama
alcohol dapat menyebabkan overdosis obat serius.
Perawat tidak berhak mengecap atau menghakimi klien alkoholik.
Sebaliknya, perawat harus berupaya mendengarkan, menerima, serta
menawarkan bantuan kepada mereka. perawat harus mengkaji jumlah serta
jenis minuman beralkohol yang dikonsumsi klien berikut pola dan
frekuensinya. Penting bagi perawat untuk membahas mengenai obat-obat yang
dikonsumsi klien dan meninjau efek samping obat serta efek interaksi antara
alcohol dan obat yang muncul. Perawat berperan bertindak sebagai advokat
klien dan memfasilitasi upaya penanganan kebiasaan mabuk klien di samping
upaya pencegahan komplikasi yang mungkin muncul.
d. Demensia
Demensia merupakan proses yang membahayakan dan berlangsung
lambat, yang mengakibatkan hilangnya fungsi kognitif secara progresif.
Kondisi ini dikarakteristikkan dengan perubahan memori, penilaian, bahasa,
penghitungan matematik, penalaran abstrak, dan kemampuan menyelesaikan
masalah serta oleh perilaku impulsive, stupor, letargi, dan disorientasi (Wold,
1999, hlm. 252-253). Tipe demensia yang paling sering ditemui adalah
penyakit Alzheimer (Alzheimer’s Disease/AD). Penyebab AD tidak diketahui.
AD terjadi pada sekitar 3 juta penduduk Amerika Serikat. Dalam 50 tahun
mendatang, prevalensi PA akan meningkat menjadi 1 di antara 45 lansia
(Brookmeyer, Gray, & Kawas, 1998). Gejala AD dikelompokkan ke dalam
tiga atau empat tahap dan mungkin sedikit bervariasi antara klien satu dengan
klien yang lain. Gejala yang paling menonjol adalah disfungsi kognitif yang
meliputi penurunan memori, kemampuan belajar, atensi, penilaian, orientasi,
dan keterampilan bahasa. Gejala tersebut progresif, dan semua penderitanya
mengalami penurunan kemampuan kognitif dan fisik yang stabil yang
berlangsung selama 7-15 tahun dan berakhir dengan kematian. Pada tahap
akhir, klien AD memerlukan bantuan total, tidak mampu berkomunikasi,
inkontinensia, dan mungkin tidak mampu berjalan. Tidak ada obat atau terapi
khusus untuk AD. Sejumlah obat telah dikembangkan, tetapi tidak satu pun
terbukti mampu membalik perburukan penyakit.
Diperkirakan sekitar 1 juta penderita AD menjalani perawatan di
rumah. Tugas perawatan ini biasanya dibebankan kepada wanita—istri dan
anak perempuan—yang mereka sendiri pun mengalami penuaan. AD
menimbulkan penderitaan bagi keluarga maupun pemberi asuhan klien.
Pemberi asuhan kerap mengalami kelelahan fisik dan emosi saat memberikan
perawatan yang riada henti kepada klien dan juga merasakan kesedihan yang
mendalam saat melihat orang yang mereka cintai berubah menjadi seseorang
yang tidalagi mengenal mereka. Jika klien harus dirawat ditatanan
keperawatan, perawat bertanggung jawab memberi perawatan suportif,
informasi akurat, serta bantuan rujukan. Perawat perlu melakukan pengkajian
yang berkelanjutan pada klien maupun pemberi asuhan, sebab beberapa
perubahan muncul saat kondisi klien mulai memburuk. Jika perubahan ini
muncul, sumber-sumber yang tepat dapat digunakan untuk mengurangi stress
yang dialami oleh pemberi asuhan. Contohnya, dengan memanfaatkan tempat
penitipan lansia atau pusat rawat rehat selama beberapa jam per hari agar
pemberi asuhan memiliki waktu untuk dirinya sendiri.
e. Penganiayaan Lansia
Angka penganiayaan lansia tidak diketahui akibat insiden kasus yang
tidak dilaporkan. Seiring peningkatan proporsi lansia dalam populasi
meningkat, penganiayaan lansia mungkin menjadi masalah yang lebih besar.
Penganiayaan lansia dapat terjadi pada pria maupun wanita; namun, korban
yang paling sering adalah wanita di atas usia 75 tahun yang mengalami
gangguan fisik atau mental dan bergantung pada pelaku dalam perawatan diri.
Penganiayaan dapat berupa penganiayaan fisik, psikologis, atau emosi;
penganiayaan seksual; penganiayaan keuangan; pelanggaran terhadap hak
asasi dan hak warga Negara lansia; dan pengabaian aktif atau pasif.Jika
penganiayaan berupa pengabaian fisik, lansia dapat mengalami
dehidrasi, malnutrisi, atau oversedasi. Korban mungkin tidak dapat
menggunakan benda=benda penting, seperti kacamata, alat bantu dengar, atau
walker. Secara psikologis, lansia dapat mengalami kekerasan verbal, ancaman,
penghinaan, atau ejekan. Penganiayaan juga dapat berupa tidak diberi obat-
obatan atau penanganan medis yang tepat, isolasi, pengurungan yang tak-
beralasan, privasi yang kurang, lingkungan yang tidak aman, dan kerja paksa
yang tak disengaja. Beberapa lansia dieksploitasi secara financial oleh
keluarga yang mencuri atau menyalahgunakan harta atau uang mereka.
Tindakan lainnya berupa pemukulan atau bahkan perkosaan oleh anggota
keluarga. Sebagian besar korban mengalami dua bentuk penganiayaan atau
lebih.
Penganiayaan atau pengabaian lansia dapat terjadi di rumah pribadi,
penampungan lansia, panti wreda, rumah sakit,atau fasilitas layanan jangka
panjang. Banyak di antara penganiayaan adalah putra atau putri mereka; yang
lainnya meliputi pasangan, keluarga (cucu, saudara kandung, dan keponakan),
dan terkadang penyedialayanan kesehatan.
Lansia tidak melapor peristiwa penganiayaan atau pengabaian yang
mereka alami karena banyak sebab. Mungkin mereka malu mengaui bahwa
anak-anak mereka telah menganiaya mereka atau merasa takut akan menerima
pembalasan apabila mereka meminta bantuan. Lansia merasa takut akan
dikirim ke suatu lembaga. Lansia sering kali kekurangan sumber keuangan
dan kapasitas mental untuk dapat waspada terhadap peristiwa penganiayaan
atau pengabaian dan untuk melaporkan situasi tersebut. Contoh kasus antara
lain berupa tindak kekerasan atau penyalahgunaan keuangan pada lansia yang
tidak kompeten secara fisik maupun mental serta tidak memiliki teman atau
kerabat yang dapat dipercaya. Pada beberapa situasi, perawat dapat melakukan
intervensi dengan memberikan pendidikan kepada pemberi asuhan mengenai
kebutuhan lansia dan sumber-sumber yang tersedia guna meningkatkan
dukungan di rumah. Mereka juga harus melaporkan situasi tersebut kepada
pihak yang tepat di institusi layanan kesehatan.
Perawat harus mengenali hukum yang berlaku di Negara tertentu
tentang laporan mengenai dugaan atau bukti penganiayaan. Meski demikian,
individu dewasa yang kompoten secara hokum tidak dapat dipaksa untuk
meninggalkan situasi penganiayaan tersebut, dan pada banyak kasus, mereka
mungkin memutuskan untuk tetap bertahan. Jika klien tidak kompeten secara
hukum, proses peradilan untuk memperoleh perlindungan dapat dilakukan
(Erb & Snyder, 2010).

E. Geriatric Syndrome
Menurut (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun
2015 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia Di Pusat Kesehatan
Masyarakat ) sindrom geriatri adalah kumpulan gejala atau masalah kesehatan yang
sering dialami oleh seorang pasien geriatri. Sindrom geriatri ini sangat penting untuk
diketahui oleh tenaga kesehatan di Puskesmas karena sering merupakan gejala atau
tanda awal dari penyakit yang mendasarinya. Sindrom geriatri ini dikenal juga dengan
istilah 14 i yaitu:
1. Berkurangnya kemampuan gerak (immobilisasi)
Didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari
atau lebih, dengan gerak anatomi tubuh menghilang akibat perubahan fungsi
fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan
imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa
nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidak seimbangan, dan masalah psikologis.
Beberapa informasi penting meliputi lamanya menderita disabilitas yang
menyebabkan imobilisasi, penyakit yang mempengaruhi kemampuan mobilisasi,
dan pemakaian obat-obatan untuk mengeliminasi masalah iatrogenesis yang
menyebabkan imobilisasi.
2. Jatuh dan patah tulang (instabilitas postural)
Perubahan cara jalan (gait) dan keseimbangan seringkali menyertai proses
menua, dimana perubahan cara jalan ini dapat disebabkan oleh faktor intrinsik
(faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang
terdapat di lingkungan). Instabilitas postural dapat meningkatkan risiko jatuh,
yang selanjutnya mengakibatkan trauma fisik maupun psikososial. Seiring dengan
penuaan, terjadi penurunan kecepatan cara berjalan sekitar 0,2 % pertahun sampai
dengan usia 63 tahun dan penurunan kecepatan tersebut meningkat sampai
dengan 1,6% per tahun setelah usia 63 tahun.
3. Inkontinensia Urin dan Alvi
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak
dikehendaki dalam jumlah dan frekuensi tertentu sehingga menimbulkan masalah
sosial dan atau kesehatan. Inkontinensia urin merupakan salah satu sindroma
geriatrik yang sering dijumpai pada usia lanjut. Diperkirakan satu dari tiga wanita
dan 15-20% pria di atas 65 tahun mengalami inkontinensia urin. Inkontinensia
alvi/fekal sebagai perjalanan spontan atau ketidakmampuan untuk mengendalikan
pembuangan feses melalui anus. Kejadian inkontinensia alvi/fekal lebih jarang
dibandingkan inkontinensia urin (Kane RL, 2008).
4. Infeksi (infection)
Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan dan kematian
no. 2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini terjadi akibat beberapa hal
antara lain: adanya penyakit komorbid kronik yang cukup banyak, menurunnya
daya tahan/imunitas terhadap infeksi, menurunnya daya komunikasi usia
sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri
utama pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai dengan meningkatnya
temperatur badan, dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia lanjut, 30-65% usia
lanjut yang terinfeksi sering tidak disertai peningkatan suhu badan, malah suhu
badan dibawah 36OC lebih sering dijumpai. Keluhan dan gejala infeksi semakin
tidak khas antara lain berupa konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan
nafsu makan tiba-tiba, badan menjadi lemas, dan adanya perubahan tingkah laku
sering terjadi pada pasien usia lanjut (Kane RL, 2008)
5. Gangguan Fungsi Panca Indera (Impairment Of Senses)
Gangguan fungsi indera merupakan masalah yang sering ditemui pada
Lanjut Usia. Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada geriatri.
Prevalensi gangguan pendengaran sedang atau berat meningkat dari 21% pada
kelompok usia 70 tahun sampai 39% pada kelompok usia 85 tahun.
6. Gangguan Gizi (Inanition)
Kekurangan zat gizi baik zat gizi makro (karbohidrat, lemak dan protein)
maupun zat gizi mikro (vitamin dan mineral) seringkali dialami orang Lanjut
Usia. Asupan energi secara signifikan menurun seiring proses menua, karena
berhubungan dengan penurunan akitivitas fisik pada Lanjut Usia serta perubahan
komposisi tubuh. Anoreksia pada usia lanjut ini merupakan penurunan fisiologis
nafsu makan dan asupan makan yang menyebabkan kehilangan berat badan yang
tidak diinginkan (Kane RL, 2008). Pada pasien, kekurangan nutrisi disebabkan
oleh keadaan pasien dengan gangguan menelan, sehingga menurunkan nafsu
makan pasien.
7. Masalah akibat Tindakan Medis (Iatrogenik)
Iatrogenik adalah masalah kesehatan yang diakibatkan oleh tindakan medis.
Iatrogenics (iatrogenesis), karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu
multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu mengkonsumsi
obat yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang ditimbulkan antara lain efek
samping dan efek dari interaksi obat-obat tersebut yang dapat mengancam jiwa.
Pemberian obat pada lansia haruslah sangat hati-hati dan rasional karena obat
akan dimetabolisme di hati sedangkan pada lansia terjadi penurunan fungsi faal
hati sehingga terkadang terjadi ikterus (kuning) akibat obat. Selain penurunan faal
hati juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana
sebagaian besar obat dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada lansia sisa
metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek toksik.
8. Gangguan Tidur (Insomnia)
Insomnia, dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang
menyebabkan seorang lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa penyakit juga
dapat menyebabkan insomnia seperti diabetes melitus dan hiperaktivitas kelenjar
thyroid, gangguan neurotransmitter di otak juga dapat menyebabkan insomnia.
Jam tidur yang sudah berubah juga dapat menjadi penyebabnya.
9. Gangguan Fungsi Kognitif (Intelectual Impairment)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada pasien
lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan fungsi
intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak
berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Demensia tidak hanya masalah
pada memori. Demensia mencakup berkurangnya kemampuan untuk mengenal,
berpikir, menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu dan juga kehilangan
pola sentuh, pasien menjadi perasa, dan terganggunya aktivitas (Blazer, 2009;
Geddes J, 2005)
10. Isolasi/Menarik Diri (Isolation)
Isolation (terisolasi) dan depresi, penyebab utama depresi pada usia lanjut
adalah kehilangan seseorang yan disayangi, pasangan hidup, anak, bahkan
binatang peliharaan. Selain itu kecenderungan untuk menarik diri dari
lingkungan, menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi. Keluarga yang
mulaimengacuhkan karena merasa direpotkan menyebabkan pasien akan merasa
hidup sendiri dan menjadi depresi. Beberapa orang dapat melakukan usaha bunuh
diri akibat depresi yang berkepanjangan
11. Berkurangnya Kemampuan Keuangan (Impecunity)
Impecunity (kemiskinan), usia lansia dimana seseorang menjadi kurang
produktif (bukan tidak produktif) akibat penurunan kemampuan fisik untuk
beraktivitas. Usia pensiun dimana sebagian dari lansia hanya mengandalkan
hidup dari tunjangan hari tuanya. Pada dasarnya seorang lansia masih dapat
bekerja, hanya saja intensitas dan beban kerjanya yang harus dikurangi sesuai
dengan kemampuannya, terbukti bahwa seseorang yang tetap menggunakan
otaknya hingga usia lanjut dengan bekerja, membaca, dsb., tidak mudah menjadi
“pikun”. Selain masalah finansial, pensiun juga berarti kehilangan teman sejawat,
berarti interaksi sosialpun berkurang memudahakan seorang lansia mengalami
depresi.
12. Konstipasi (Impaction)
Kesulitan buang air besar (konstipasi) sering terjadi pada lanjut usia karena
berkurangnya gerakan (peristaltik) usus.
13. Gangguan Sistem Imun (Immune Deficiency)
Gangguan kesehatan yang disebabkan oleh perubahan sistem imunitas pada
lansia. Banyak hal yang mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada
usia lanjut seperti atrofi thymus (kelenjar yang memproduksi sel-sel limfosit T)
meskipun tidak begitu bermakna karena limfosit T tetap terbentuk di jaringan
limfoid lainnya. Begitu juga dengan barrier infeksi pertama pada tubuh seperti
kulit dan mukosa yang menipis, refleks batuk dan bersin yang melemah. Hal yang
sama terjadi pada respon imun terhadap antigen, penurunan jumlah antibodi.
14. Gangguan Fungsi Seksual (Impotence)
Impotency (Impotensi), ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada
usia lanjut terutama disebabkan gangguan hormon, syaraf, dan pembuluh darah.
Gangguan fungsi ereksi misalnya pada lansia laki-laki dapat berupa
ketidakmampuan ereksi, ketidakmampuan penetrasi, atau ketidakmampuan
mempertahankan ereksi. Gangguan ini dapat disebabkan oleh obat-obat
antihipertensi, diabates melitus dengan kadar gula darah yang tidak terkendali,
merokok, dan hipertensi lama. Penyebab lainnya adalah depresi.
F. Asuhan Keperawatan Komunitas Agregat Lansia
Data pendukung pada komunitas lansia
1. Usia lansia
2. Kepercayaan
3. Cara pengobatan lansia/distribusi lansia berdasarkan pemeriksaan kesehatan
4. Kegiatan lansia sehari-hari
5. Bentuk bantuan yang paling dibutuhkan lansia di masyarakat
A. PENGKAJIAN
VARIABEL SUB VARIABEL ITEM PERTANYAAN SUMBER DATA METODE
Sub Sistem Komunitas 1. Lingkungan Fisik a. Apakah rumah dekat daerah pabrik?
b. Apakah lansia merokok ?
c. Apakah lingkungan rumah terpapar asap Data primer Winshield Survey
rokok.?

2. Pendidikan
a. Apakah asap kendaraan di lingkungan anda
Data Primer dan
3. Keamanan dan Transportasi mengganggu. Winshield Survey
data Sekunder
b. Transportasi apa yang biasa anda gunakan?
a. Apakah banyak orang – orang disini yang
merokok? Survey Data dan
4. Politik dan Pemerintahan Data Primer
b. Bila ada, apakah ada larangan pemerintah Interview
tentang merokok?
a. Apakah ada posyandu lansia di sini?
b. Jika ada apakah lansia rutin datang ke
5. Pelayanan Sosial dan posyandu? Data Primer dan Interview dan
Kesehatan c. Apakah pernah ada petugas kesehatan yang Data Sekunder Literatur Review
melakukan penyuluhan tentang hipertensi?
d. Apakah ada pelayanan pemeriksaan darah
secara berkala?
e. Bila ada, kapan dilakukannya?
f. Apakah mudah memperoleh obat – obatan
hipertensi di sini?
a. Apakah ada sarana komunikasi untuk lansia
dalam memperoleh informasi tentang
6. Komunikasi Data Primer Survey Data
hipertensi?
b. Jika ada, dalam bentuk apa?
a. Sumber keuangan lansia.
b. Lansia tinggal dengan siapa.
c. Pandangan lansia terhadap lingkungan
sekitar dan keluarga.
7. Ekonomi d. Seberapa sering lansia bertemu dengan Data Primer Interview
orang diluar rumah.
e. Lansia dapat menyalurkan hobi dengan
fasilitas yang ada: ya/ tidak.
f. Bagaimana pola istirahat lansia.
8. Rekreasi a. Apakah ada sarana olahraga disini ? Data Primer dan Survey Data
b. Jika ada, sarana apa yang bisa digunakan Data Sekunder
lansia?
c. Apakah anda selalu menggunakan sarana
olahraga tersebut?
d. Bersama siapa anda berolahraga?
e. Apakah ada tempat berkumpul untuk para
lansia?
Data pengkajian penduduk secara umum di Lingkungan Leang-Leang
Kelurahan Leang-Leang 2007
 Jumlah penduduk lingkungan Leang-Leang: 1146 orang
 Terdapat 80 KK yang kebersihan lingkungannya kurang
 Terdapat 161 KK yang memiliki halaman tidak bersih
 Vektor yang membahayakan kesehatan:
1. Lalat
2. Nyamuk
3. Ayam
 Tenaga kesehatan yang sering melakukan kunjungan di lingkungan Leang-Leang
dalam 1 tahun
1. Bidan: 109 KK (36.5%)
2. Perawat: 3 KK (1%)
3. Tidak ada : 187 KK (62,5%)
 Masalah lingkungan yang kurang sehat: minimnya jumlah jamban, SPAL
yang tidak memenuhi syarat, cara penyimpanan dan pengolahan air minum
yang kurang sehat.

Data pengkajian penduduk Lansia di Lingkungan Leang-Leang Kelurahan


Leang-Leang 2007

 Jumlah lansia 55 tahun keatas:


Laki-laki: 59 orang atau sekitar 2,6% dari jumlah total penduduk leang-leang
Perempuan: 77 orang atau sekitar 3,38% dari jumlah total penduduk leang-leang
Total lansia: 136 orang
 Usia lansia:
1. 55-59 tahun sebanyak 20 orang (14,71%)
2. 60-69 tahun sebanyak 69 orang (50,73%)
3. > 70 tahun sebanyak 47 orang (34,56%)
 Semua penduduk beragama islam
 Distribusi lansia berdasarkan tempat pemeriksaan kesehatan
1. Berobat ke sarana pelayanan kesehatan : 70 orang (51,5%)
2. Berobat ke praktek tenaga kesehatan : 30 orang (22,1%)
3. Berobat ke dukun : 9 orang (6,6%)
4. Diobati/diatasi sendiri : 27 orang. (19,8%)
 Jenis kegiatan yang dilakukan lansia sehari-hari
1. Pengajian/ keagamaan : 10 orang (7,4%)
2. Berkebun : 42 orang (30,9%)
3. Beternak : 32 orang (23.5%)
4. Nonton tv/santai : 18 orang (13.2%)
5. Lainnya : 34 orang (25%)
 Bentuk bantuan yang paling dibutuhkan oleh lansia:
1. Dana sehat sekitar 47,06 %
2. Pelayanan kesehatan 33,82 %

Data Diagnosis Keperawatan NOC NIC

Kode Diagnosis Kode Hasil Kode Intervensi


1. Terdapat 80 KK (00099) Ketidakefektif (1230 Preventif primer (5510 Preventif primer :
an 8) : )
yang kebersihan pendidikan
pemeliharaan
lingkungannya kesehatan Melakukan kesehatan terkait
pendidikan lansia
kurang kesehatan terkait
2. Terdapat 161 KK kesehatan lansia (6526
(1823 ) Preventif
yang memiliki Preventif sekunder :
27)
halaman tidak bersih sekunder : Skrining
Scrining faktor kesehatan
3. Sebanyak 9 orang risiko kesehatan
(6,6%) masih lansia

berobat ke dukun
dan: 27 orang
(19,8%)
Diobati/diatasi
sendiri
4. Sebanyak 18 orang
lansia (13,2%) yang
aktivitasnya hanya
nonton TV/santai.
5. Masalah
lingkungan yang
kurang sehat:
minimnya jumlah
jamban, SPAL
yang tidak
memenuhi syarat,
cara penyimpanan
dan pengolahan air
minum yang
kurang sehat.

1. Usia lansia: (00215) Defisiensi (2701 Prefentif (8700 Preventif primer :


 55-59 tahun kesehatan 29) primer : ) Pengembangan
sebanyak 20 orang komunitas 1. Monitori programkesehatan
ng status lansia
 60-69 tahun
kesehata
sebanyak 69 orang n lansia (8880 Preventif
 >70 tahun sebanyak (2701 2. Pembaru ) sekunder :
47 orang 27) an data Perlindungan
Total lansia: 136 surveilan lingkungan yang
s berisiko
orang
kesehata
n
2. Bentuk bantuan setempat
yang paling
dibutuhkan oleh
lansia:
 Dana sehat sekitar
47,06 %
 Pelayanan kesehatan
33,82 %

Sebanyak 187 KK
menganggap tidak
dikunjungi oleh tenaga
kesehatan (62,5%)
(Nanda International Inc., 2015)
(Nursing Outcomes Classification (NOC), 2013)
(Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2013)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Semakin meningkatnya penduduk lansia berarti semakin meningkat pula pelayanan
kesehatan yang diperlukan pada kelompok ini dikarenakan fungsi organ yang sudah
mulai menurun. Oleh karena itu peran perawat komunitas sangat diperlukan untuk
membantu masyarakat. Sehingga dengan adanya keterpaduan antara keperawatan dan
kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta masyarakat, yang mengutamakan
pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan dengan tanpa mengabaikan
pelayanan kuratif dan rehabilitatif, secara menyeluruh dan terpadu ditujukan kesatuan
yang utuh melalui proses keperawatan untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan
manusia secara optimal.

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Blazer, D. a. (2009). The american psychiatric Publishing Textbook of Geriatric Psychiatry. America:
Psychiatric Pub.
Effendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. (Nursalam, & M. Nurs, Penyunt.) Jakarta: Salemba Medika.

Erb, K., & Snyder, B. (2010). Buku Fundamental Keperawatan (7 ed., Vol. 1). Jakarta: EGC.

Geddes J, G. M. (2005). Psychiatry. Oxford: Oxford University Press.

Harnilawati. (2013). Pengantar Ilmu Keperawatan Komunitas. Takalar: Pustaka As Salam.

Ismayadi. (2004). Proses Menua (Aging Proses). Medan.

Kane RL, O. J. (2008). Essentials of Clinical Geriatris (6th ed). New York: McGraw-Hill.

Ma'rifatul, L. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Jogyakarta: Graha Ilmu.

Nafthali, A. R., Ranimpi, Y. Y., & Anwar, M. A. (2017). Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia.
Buletin Psikologi, 25, 124.

(t.thn.). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2015 Tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia Di Pusat Kesehatan Masyarakat .

Tortora, G., & Anagnostakos, N. (1990). Principles of Anatomy and Physiology. Herper and Row: New
York.

Anda mungkin juga menyukai