Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

KONSEP KEPERAWATAN ANAK

(Dosen : Ns.Rahel Metanfanuan,S.Kep.,M.Kes)

Disusun Oleh :

Nama : Vivi Torar

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN TUAL
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia–Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Makalah ini
disusun dengan tujuan untuk memperdalam pemahaman mahasiswa mengenai konsep anak
sehat, tumbuh kembang, hospitalisasi, dan sistem perlindungan anak di indonesia
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan
masih banyak kekurangan-kekurangan mengingat keterbatasan penulis dalam penyusunan.
Sehingga dengan keterbatasan tersebut penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak untuk kesempurnaan makalah ini. Tak lupa penulis ucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penyelesaian
makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Langgur, 06 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman depan .........................................................................................................................

Kata Pengantar ..........................................................................................................................ii

Daftar Isi ..................................................................................................................................iii

Bab 1 Pendahuluan ...................................................................................................................1

1.1. Latar
Belakang ..............................................................................................................1

1.2. Rumusan
Masalah .........................................................................................................2

1.3. Tujuan
Penulisan ...........................................................................................................2

Bab 2 Pembahasan ....................................................................................................................3

2.1. Konsep Anak Sehat .........................................................................................................3

2.2. Konsep Tumbuh Kembang .............................................................................................6

2.3. Konsep Hospitalisasi .....................................................................................................15

2.4. Sistem Perlindungan Anak Di Indonesia ......................................................................28

Bab 3 Penutup .........................................................................................................................33

3.1. Kesimpulan ...................................................................................................................33

3.2. Saran .............................................................................................................................33

Daftar Pustaka

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien) adalah anak yang
diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari 18 (delapan belas) tahun dalam
masa tumbuh kembang, dengan kebutuhan khusus yaitu kebutuhan fisik, psikologis,
sosial dan spiritual.
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Dalam proses berkembang anak
memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial. Ciri fisik pada
semua anak tidak mungkin pertumbuhan fisiknya sama, demikian pula pada
perkembangan kognitif adakalanya cepat atau lambat. Perkembangan konsep diri sudah
ada sejak bayi akan tetapi belum terbentuk sempurna dan akan mengalami
perkembangan seiring bertambahnya usia anak. Pola koping juga sudah terbentuk sejak
bayi di mana bayi akan menangis saat lapar.
Perilaku sosial anak juga mengalami perkembangan yang terbentuk mulai bayi
seperti anak mau diajak orang lain. Sedangkan respons emosi terhadap penyakit
bervariasi tergantung pada usia dan pencapaian tugas perkembangan anak, seperti pada
bayi saat perpisahan dengan orang tua maka responsnya akan menangis, berteriak,
menarik diri dan menyerah pada situasi yaitu diam.
Dalam memberikan pelayanan keperawatan anak selalu diutamakan, mengingat
kemampuan dalam mengatasi masalah masih dalam proses kematangan yang berbeda
dibanding orang dewasa karena struktur fisik anak dan dewasa berbeda mulai dari
besarnya ukuran hingga aspek kematangan fisik. Proses fisiologis anak dengan dewasa
mempunyai perbedaan dalam hal fungsi tubuh dimana orang dewasa cenderung sudah
mencapai kematangan. Kemampuan berpikir anak dengan dewasa berbeda dimana
fungsi otak dewasa sudah matang sedangkan anak masih dalam proses perkembangan.
Demikian pula dalam hal tanggapan terhadap pengalaman masa lalu berbeda, pada
anak cenderung kepada dampak psikologis yang apabila kurang mendukung maka akan
berdampak pada tumbuh kembang anak sedangkan pada dewasa cenderung sudah
mempunyai mekanisme koping yang baik dan matang.

1
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka makalah ini disusun berdasarkan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep anak sehat?
2. Bagaimana konsep tumbuh kembang?
3. Bagaimana konsep hospitalisasi?
4. Bagaimana sistem perlindungan anak di Indonesia?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep anak sehat
2. Untuk mengetahui konsep tumbuh kembang
3. Untuk mengetahui konsep hospitalisasi
4. Untuk mengetahui sistem perlindungan anak di Indonesia

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep anak sehat


Anak merupakan makhluk sosial sama halnya dengan orang dewasa. Anak juga
membutuhkan orang lain untuk bisa membantu mengembangkan kemampuannya, karena
pada dasarnya anak lahir dengan segala kelemahan, sehingga tanpa orang lain anak tidak
mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yg normal.

Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah
menikah/kawin.Batasan ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan
sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental seseorang yang dicapai pada umur 21
tahun.Anak merupakan potensi serta penerus cita –cita bangsa yang dasar-dasarnya telah
diletakkan generasi sebelumnya. Oleh karena itu anak harus mendapat perhatian yang
sempurna dalam memenuhi perkembangan dan pertumbuhan baik fisik maupun mental
sejak dini.

Sehat berarti terbebas dari segala penyakit. Definisi sehat menurut UU No. 9 Tahun
1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan, sehat adalah sehat badan, rohani (mental), dan
sosial, bukan hanya sebatas dari penyakit-penyakit, cacat, dan kelemahan. Kesehatan
rohani atau jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembagan fisik, intelektual, dan
emosional yang optimal dari seseorang. Sedangkan kesehatan jasmani yaitu kondisi yang
memungkinkan pertumbuhan serta perkembangan badan. Sehat itu bisa diartikan sebagai
sehat jiwa dan raga. UU No.23 Tahun 1992 Bab 1 Pasal 1 menyebutkan bahwa
kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Setiap anak berhak mendapatkan kesehatan untuk proses perkembangan dan


pertumbuhannya. Karna dengan kesehatan anak bisa melakukan apa yang dia mau,
beraktivitas dengan lancar dan baik, berfikir secara rasional, dan dapat berkonsentrasi
dalam belajarnya. Untuk itu, kesehatan sangatlah penting bagi anak usia dini bahkan
mempengaruhi kecerdasan otak anak. Akan tetapi bukan hanya setiap anak saja, orang
dewasa juga memerlukan kesehatan yang baik untuk bisa mendidik dan memberikan
contoh yang baik mengenai pentingnya kesehatan dan menjaga kebersihan bagi anak-
anak mereka.

3
Jadi, pengertian dari anak sehat yaitu suatu keadaan atau kondisi anak yang normal
baik badan serta bagian-bagiannya yang terbebas dari penyakit sehingga dapat
melakukan suatu kegiatan tanpa hambatan fisik maupun psikis (mental, emosional,
sosial, ekonomi, dan spiritual). Bila batasan kesehatan yang terdahulu UU No. 9 Tahun
1960 itu hanya mencakup 3 dimensi atau aspek, yakni: fisik, mental, dan sosial. Maka
dalam pengertian anak sehat yang menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, disitu
terdapat 4 kategori dimensi anak sehat yaitu sehat fisik, mental, social, dan ekonomi.
Secara umum, anak sehat mencakup beberapa katagori yaitu sebagai berikut.

a. Fisik (badan) yaitu tubuh atau raga yang sehat dan terbebas dari penyakit.

b. Mental (jiwa) maksudnya adalah seseorang yang memiliki motivasi, perasaan,


dan pemikiran yang kuat dalam menjalani kehidupannya dengan dapat
mengontrol dirinya agar tetap stabil.

c. Sosial maksudnya adalah seseorang yang selalu mampu menyesuaikan diri pada
setiap lingkungan sosial di sekitarnya.

d. Ekonomi maksudnya adalah produktivitas seseorang dalam hidupnya.

e. Spiritual maksudnya adalah kehidupan kerohanian, dimana seorang anak bisa


mendekatkan diri kepada Tuhan melalui ajaran agama yang dianut masing-
masing sehingga akan tercipta moral yang baik bagi anak tersebut.

f. Emosional yaitu kemampuan untuk mengenal emosi seperti takut, kenikmatan,


kedukaan, dan kemarahan, dan untuk mengekspresikan emosi-emosi secara
cepat.

g. Hal ini berarti bahwa kesehatan anak itu tidak hanya diukur dari aspek fisik,
mental, dan sosial saja, akan tetapi diukur juga dari aspek ekonomi atau
produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu
secara ekonomi.

Ciri-Ciri Anak Sehat

Anak sehat itu biasanya super aktif dalam tingkah lakunya maupun cara
berkomunikasi, dia lebih suka bergerak daripada diam, biasanya suka jahil terhadap

4
teman-temannya. Jahil tersebut merupakan proses perkembangan anak yang
mempunyai rasa ingin tahunya sangat tinggi.

Ada beberapa ciri-ciri Anak Sehat, Menurut Departemen Kesehatan RI (1993), di


antaranya yaitu:

a. Tumbuh dengan baik, dapat dilihat dari naiknya berat badan dan tinggi
badan secara teratur dan proporsional.

b. Tingkat perkembangannya sesuai dengan tingkat umurnya.

c. Gesit, aktif, dan gembira.

d. Mata bersih dan bersinar.

e. Nafsu makan baik.

f. Bibir dan lidah tampak segar.

g. Pernafasan tidak berbau.

h. Kulit dan rambut tampak bersih dan tidak kering atau kusam.

i. Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Secara sederhana, anak sehat dilihat dari segi fisik, psikis dan sosialisasi adalah :

a. Dilihat dari segi fisik ditandai dengan sehatnya badan dan pertumbuhan
jasmani yang normal.

b. Dari segi psikis, anak sehat itu jiwanya berkembang secara wajar, pikiran
bertambah cerdas, perasaan bertambah peka, kemauan bersosialisasi baik.

c. Dari segi sosialisasi, anak tampak aktif dan gesit, ceria serta mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Jika ciri-ciri tersebut dimiliki oleh seorang anak, maka anak tersebut dapat
dikatakan memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang wajar atau normal.
Pengertian normal dalam pertumbuhan tidak identik dengan normal dalam pengertian
kedokteran. Sebagai contoh, anak yang memiliki pertumbuhan yaitu tinggi badan di
luar kelompok normal, karena memang tubuhnya pendek. Namun dari sisi kedokteran

5
dapat dikatakan anak tersebut dalam pertumbuhan yang normal, karena anak tersebut
berasal dari keluarga yang memiliki turunan keluarga yang pendek.

2.2. Konsep Tumbuh kembang


2.2.1. Pengertian Tumbuh Kembang
Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya
berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Sedangkan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan
pertumbuhan dan perkembangan per definisi adalah sebagai berikut :
1. Pertumbuhan (Growth) merupakan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran
atau dimensi tingkat sel organ maupun individu (Kuantitatif).
2. Perkembangan merupakan bertambahnya kemampuan (Skill) dalam struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, sebagai hasil
dari proses pematangan (Kualitatif).
Meskipun pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang
berbeda, namun keduanya saling mempengaruhi dan berjalan secara
bersamaan. Pertambahan ukuran fisik akan disertai dengan pertambahan
kemampuan anak

2.2.2. Kebutuhan Dasar Anak


Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang secara umum digolongkan
menjadi 3 kebutuhan dasar:
1. Kebutuhan fisik-biomedis (Asuh)
Meliputi:
a. Pangan /gizi
b. Perawatan kesehatan dasar
c. Tempat tinggal yang layak
d. Sanitasi
e. Sandang
f. Kesegaran jasmani / rekreasi
2. Kebutuhan emosi / kasih sayang (Asih)
Pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra dan selaras
antara ibu / pengganti ibu dengan anak meruakan syarat mutlak untuk
menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental maupun
psikososial. Berperannya dan kehadiran orang tua terutama ibu sedini dan

6
selanggeng mungkin akan menjalin rasa aman bagi bayinya. Ini diwujudkan
dengan kontak fisik (kulit / mata) dan psikis sedini mungkin. Kasih saying dari
orang tua akan menciptakan ikatan yang erat (bonding) dan kepercayaan dasar
(basic trust).
3. Kebutuhan anak akan stimuli mental ( Asah)
Stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan
pelatihan) pada anak. Stimulasi mental ini mengembangkan perkembangan
mental psikososial: kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama,
kepribadian, moral-etika, produktivitas dan sebagainya.
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
Pola tumbuh kembang secara normal antara anak yang satu dengan yang lainnya
pada akhirnya tidak selalu sama, karena dipengaruhi oleh interaksi banyak faktor.
Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu :
1. Faktor Genetik
Faktor genetik akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan kematangan
tulang, serta saraf, sehingga merupakan modal dasar dalam mencapai hasil
akhir proses tumbuh kembang. Faktor genetik ini meliputi :
a. Berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik
b. Jenis kelamin
c. Suku bangsa atau bangsa
2. Faktor Lingkungan
a. Faktor Pranatal
− Gizi pada waktu hamil, mekanis, toksin, endokrin, radiasi, infeksi,
stress, imunitas, anoksia embrio
− Mekanis, posisi janin yang abnormal dalam kandungan dapat
menyebabkan kelainan congenital misalnya club foot.
− Toksin/zat kimia, radiasi
− Kelainan endokrin
− Infeksi TORCH atau penyakit menular seksual
− Kelainan imunologi
− Psikologis ibu
b. Faktor Postnatal
− Faktor Lingkungan Biologis

7
Ras, jenis kelamin, umur, gizi, kepekaan terhadap penyakit, perawatan
kesehatan, penyakit kronis, dan hormone.
− Faktor Lingkungan Fisik
Cuaca, musim, sanitasi,keadaan rumah.
− Faktor Lingkungan Sosial
Stimulasi, motivasi belajar, stress, kelompok sebaya, hukuman yang
wajar, cinta dan kasih sayang.
− Faktor Lingkungan Keluarga dan Adat Istiadat
Pekerjaan, pendidikan ayah dan ibu, jumlah saudara, stabilitas rumah
tangga, kepribadian ayah/ibu, agama, adat istiadat dan norma-norma.
2.2.4. Ciri-ciri Tumbuh Kembang Anak
1. Ciri-ciri pertumbuhan, antara lain :
a.    Perubahan ukuran
Perubahan ini terlihat jelas pada pertumbuhan fisik yang dengan
bertambahnya umur anak terjadi pula penambahan berat badan,tinggi
badan, lingkar kepala , dll.
b. Perubahan proporsi
Selain bertambahnya ukuran-ukuran, tubuh juga memperlihatkan 
perubahan proporsi. Tubuh anak  memperlihatkan  perbedaan proporsi bila
dibandingkan dengan tubuh orang dewasa. Pada bayi baru lahir titik pusat
terdapat kurang lebih setinggi umbilikus, sedangkan pada orang dewasa
titik pusat tubuh terdapat  kurang lebih setinggi simpisis pubis. Perubahan
proporsi tubuh mulai usia kehamilan dua bulan sampai dewasa.
c. Hilangnya ciri-ciri lama
Selama proses pertumbuhan  terdapat hal-hal yang terjadi perlahan–lahan,
seperti menghilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi susu dengan hilangnya
refleks  primitif.
d. Timbulnya ciri-ciri baru
Timbulnya ciri-ciri baru ini adalah akibat pematangan fungsi-fungsi organ.
Perubahan fisik yang penting selama pertumbuhan adalah munculnya gigi
tetap dan munculnya tanda-tanda seks sekunder seperti rambut pubis dan
aksila, tumbuhnya buah dada pada wanita dll.
2. Ciri-ciri perkembangan, antara lain :
a. Perkembangan melibatkan perubahan

8
Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan  disertai dengan
perubahan fungsi. Perkembangan sistem reproduksi misalnya, disertai
dengan perubahan pada organ kelamin. Perubahan-perubahan ini meliputi
perubahan ukuran tubuh secara umum, perubahan proporsi tubuh,
berubahnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru sebagai tanda
pematangan.
b. Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya
Seseorang tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum ia
melewati tahapan sebelumnya. Misalnya, seseorang anak tidak akan bisa
berjalan sebelum ia berdiri. Karena itu perkembangan awal ini merupakan
masa kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya.
c. Perkembangan mempunyai pola yang tetap
Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut  dua hukum yang tetap,
yaitu:
1) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala, kemudian menuju
ke arah kaudal. Pola ini disebut pola sefalokaudal.
2) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerakan kasar)
lalu berkembang di daerah distal seperti jari-jari yang mempunyai
kemampuan dalam gerakan halus. Pola ini disebut proksimoldistal.
d. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan
Tahap ini dilalui seorang anak mengikuti pola yang teratur berurutan,
tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik, misalnya anak terlebih
dahulu mampu membuat lingkaran sebelum mampu membuat gambar
kotak, berdiri sebelum berjalan dll.
e. Perkembangan mempunyai kacepatan yang berbeda
Perkembangan berlangsung dalam kecepatan yang berbeda –beda. Kaki dan
tangan berkembang pesat pada awal masa remaja. Sedangkan bagian tubuh
yang lain mungkin berkembang pesat pada masa lainnya.
f. Perkembangan berkolerasi dengan pertumbuhan
Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat perkembanganpun demikian,
terjadi peningkatan mental, ingatan, daya nalar, asosiasi dan lain-lain.

9
2.2.5. Tahap-tahap Tumbuh Kembang Anak
Banyak “milestone” perkembangan anak yang penting dalam mengetahui taraf
perkembangan seorang anak (yang dimaksud dengan “milestone” perkembangan
adalah tingkat perkembangan yang harus dicapai anak pada umur tertentu).
1. Milestone perkembangan
Adalah tingkat perkembangan yang harus dicapai anak pada umur tertentu.
Milestone ini terdiri dari :
a. Milestone motorik kasar
 Lahir- 3bulan :
− Belajar mengangkat kepala
− Kepala bergerak dari kiri ke kanan atau sebaliknya tergantung
stimulasi
 3-4 bulan :
− Menegakkan kepala 900 dan mengangkat dada
− Menoleh ke arah suara
 6-9 bulan :
− Duduk tanpa dibantu
− Dapat tengkurap dan berbalik sendiri
− Merangkak meraih benda atau mendekati seseorang
 9-12 bulan :
− Merangkak
− Berdiri sendiri tanpa dibantu
− Dapat berjalan dengan dituntun
 12-13 bulan :
− Berjalan tanpa bantuan
 12-18 bulan :
− Berjalan mengeksplorasi rumah dan sekelilingnya
 18-24 bulan:
− Naik turun tangga
 2-3 tahun :
− belajar melompat, memanjat, dan melompat dengan satu kaki
− mengayuh sepeda roda tiga
 3-4 tahun:
− berjalan dengan jari-jari kaki

10
 4-5 tahun:
− melompat dan menari

b. Milstone motorik halus

 Lahir- 3 bulan:
− mengikuti obyek dengan matanya
− menahan barang yang dipegangnya
 3-6 bulan:
− menyentuhkan tangan satu ke tangan lainnya
− belajar meraih benda dalam dan di luar jangkauannya
− menaruh benda di mulut
 6-9 bulan:
− memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya
− memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk
− bergembira dengan melempar benda-benda
 9- 12 bulan:
− ingin menyentuh apa saja dan memasukkan benda ke mulut
 12-18 bulan:
− menyusun 2-3 balok/kubus
 18-24 bulan:
− menyusun 6 kubus
− menunjuk mata dan hidung
− belajar makan sendiri
− menggambar garis dikertas atau pasir
 2-3 tahun:
− menggambar lingkaran
− membuat jembatan dengan 3 balok
 3-4 tahun:
− belajar berpakaian dan membuka pakaiannya sendiri
− menggambar orang hanya kepala dan badan
 4-5 tahun:
− menggambar orang terdiri dari kepala,badan, dan lengan
− mampu menggambar segiempat dan segitiga
c. Milestone bahasa atau kognitif

11
 Lahir-3bulan:
− mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh(cooing)
 3-6 bulan:
− tertawa dan menjerit gembira bila diajak bermain
 6-9 bulan:
− mengeluarkan kata-kata tanpa arti (bubbling), da-da, ta-ta
 9- 12 bulan:
− menirukan suara
− dapat mengulang bunyi yang didengarnya
− belajar menyatakan satu atau dua kata
 12-18 bulan:
− mengatakan 5-10 kata
 18-24 bulan:
− menyusun dua kata mebentuk kalimat
− menguasai sekitar 50-200 kata
 2-3 tahun:
− mampu menyusun kalimat lengkap
− menggunakan kata-kata saya, bertanya, mengerti kata-kata yang
ditujukan kepadanya
 3-4 tahun:
− mampu berbicara dengan baik
− mampu menyebut namanya,jenis kelamin, dan umur
− banyak bertanya
 4-5 tahun:
− pandai bicara
− mampu menyebut hari-hari dalam seminggu
− berminat/ tertarik pada kata baru dan artinya
− mampu menghitung jari
− memprotes bila dilarang apa yang diinginkan
− mendengar dan mengulang hal penting dan cerita
d. Milestone sosial
 3-4 bulan:
− mampu menatap mata
− tersenyum bila diajak bicara/senyum

12
− tertawa dan menjerit gembira bila diajak bermain
 6-9 bulan:
− mulai berpartisipasi dalam tepuk tangan
 9-12 bulan:
− berpartisipasi dalam permainan
 18-24 bulan:
− memperlihatkan minat kepada anak lain dan bermain dengan
mereka
 2-3 tahun:
− bermain bersama anak lain dan menyadari adanya lingkungan
lain diluar keluarganya
 4-5 tahun:
− bermain bersama anak lain dan dapat mengikuti aturan
permainan
e. Milestone Emosi
 Lahir-3bulan:
− bereaksi terhadap suara atau bunyi
 3-6 bulan:
− tersenyum melihat gambar atau mainan lucu
− tertawa dan menjerit gembira bila diajak bermain
 6-9 bulan:
− mengenal anggota keluarga dan takut terhadap orang asing
 9-12 bulan:
− memperlihatkan minat yang besar terhadap sekitarnya
 12-18 bulan:
− memperlihatkan rasa cemburu dan bersaing
 18-24 bulan:
− memperlihatkan minat yang besar terhadap apa yang dikerjakan
orang dewasa
 3-4 tahun :
− menunjukkan rasa sayang terhadap saudaranya

13
2.2.6. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak

1. Deteksi Pertumbuhan dan Standar Normalnya


Menurut Nursalam (2005) parameter untuk pertumbuhan yang sering
digunakan dalam pedoman deteksi tumbuh kembang anak balita adalah :
a. Ukuran antropometri
1) Berat badan
2) Panjang badan
3) Lingkar kepala
4) Lingkar lengan atas
5) Lingkar dada
b.    Keseluruhan fisik
Berkaitan dengan pertumbuhan, hal-hal yang dapat diamati dari
pemeriksaan fisik adalah :
1) Keseluruhan fisik
Dilihat bentuk tubuh, perbandingan kepala, tubuh dan anggota
gerak, ada tidaknya odema, anemia, dan ada tanda gangguan
lainnya.
2) Jaringan otot
Dapat dilihat dengan cubitan tebal pada lengan atas, pantat,
dan paha untuk mengetahui lemak subcutan.
3) Jaringan lemak
Diperiksa dengan cubitan tipis pada kulit di bawah triceps dan
subskapular.
4) Rambut
Perlu diperiksa pertumbuhannya, tebal / tipisnya rambut, serta
apakah akar rambut mudah dicabut atau tidak.
5) Gigi geligi
Perlu diperhatikan kapan tanggal dan erupsi gigi susu atau
gigi permanen.
2. Deteksi Perkembangan dan Standar Normalnya
Terdapat empat aspek perkembangan anak balita, yaitu :
a. Kepribadian/tingkah laku social (personal social)

14
Yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk mandiri,
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan.
b. Motorik halus (fine motor adaptive)
Yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu dan melakukan gerakan yang melibatkan bagian-
bagian tubuh tertentu dan otot-otot kecil, memerlukan koordinasi yang
tepat, serta tidak memerlukan banyak tenaga, misalnya memasukkan
manik-manik ke dalam botol, menempel dan menggunting.
c. Motorik kasar (gross motor)
Yaitu aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh
yang melibatkan sebagian besar tubuh karena dilakukan oleh otot-otot
yang lebih besar sehingga memerlukan cukup tenaga, misalnya
berjalan dan berlari.
d. Bahasa (language)
Yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan
respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara secara
spontan. Pada masa bayi, kemampuan bahasa bersifat pasif, sehingga
pernyataan akan perasaan atau keinginan dilakukan melalui tangisan
atau gerakan. Semakin bertambahnya usia, anak akan menggunakan
bahasa aktif, yaitu dengan berbicara.
2.3. Konsep hospitalisasi
2.3.1. Pengertian
Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada lingkungan
rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan atau pengobatan
sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya. Tetapi pada umumnya
hospitalisasi dapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat
menimbulkan gangguan emosi atau tingkah laku yang mempengaruhi kesembuhan
dan perjalanan penyakit anak selama dirawat di rumah sakit. Hospitalisasi
merupakan perawatan yang dilakukan dirumah sakit dan dapat menimbulkan
trauma dan stress pada klien yang baru mengalami rawat inap dirumah sakit.
Hospitalisasi dapat diartikan juga sebagai suatu keadaan yang memaksa
seseorang harus menjalani rawat inap di rumah sakit untuk menjalani pengobatan
maupun terapi yang dikarenakan klien tersebut mengalami sakit. Pengalaman
hospitalisasi dapat mengganggu psikologi seseorang terlebih bila seseorang

15
tersebut tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya di rumah sakit.
Pengalaman hospitalisasi yang dialami klien selama rawat inap tersebut tidak
hanya mengganggu psikologi klien, tetapi juga akan sangat berpengaruh pada
psikososial klien dalam berinteraksi terutama pada pihak rumah sakit termasuk
pada perawat. Hospitalisasi diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang
dapat menjadi sebab yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah
perawatan (Berton, 1958 dalam Stevens, 1992).
Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena
suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke
rumah.
Hospitalisasi adalah suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana
atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.
Stressor yang mempengaruhi permasalahan di atas timbul sebagai akibat dari
dampak perpisahan, kehilangan kontrol ( pembatasan aktivitas ), perlukaan tubuh
dan nyeri, dimana stressor tersebut tidak bisa diadaptasikan karena anak belum
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dengan segala rutinitas dan
ketidakadekuatan mekanisme koping untuk menyelesaikan masalah sehingga
timbul prilaku maladaptifdari anak.
Untuk mengurangi dampak rawat nginap di rumah sakit, peran perawat sangat
berpengaruh dalam mengurangi ketegangan anak. Usaha-usaha yang dilakukan
untuk mengurangi dampak stress hospitalisasi antara lain :
a. Meminimalkan dampak perpisahan
b. Mengurangi kehilangan kontrol
c. Meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan nyeri.
  Untuk dapat mengambil sikap sesuai dengan peran perawat dalam usahanya
meminimalkan stress akibat hospitalisasi, perlu adanya pengetahuan sebelumnya
tentang stress hospitalisasi, karena keberhasilan suatu asuhan keperawatan sangat
tergantung dari pemahaman dan kesadaran mengenai makna yang terkandung
dalam konsep-konsep keperawatan serta harus memiliki pengetahuan , sikap dan
keterampilan dalam menjalankan tugas sesuai dengan perannya. Untuk itu,
penelitian ini dibuat untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap
perawat dalam meminimalkan stress akibat hospitalisasi pada anak pra sekolah

16
Berbagai perasaan yang muncul pada anak yaitu : cemas, marah, sedih, takut, rasa
bersalah. Perasaan itu timbul karena menghadapi sesuatu yg baru dan belum
pernah dialami. Apabila anak stress selama dalam perawatan,orang tua menjadi
sress pula, dan streess orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin
miningkat. Sehingga asuhan keperawatan tidak bisa hanya berfokus pada anak ,
tetapi juga pada orangtuanya.
Penelitian membuktikan bahwa hospitalisasi anak dapt menjadi suatu
pengalaman yang menimbulkan trauma, baik pada anak, maupun orang tua.
Sehingga menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada kerja
sama anak dan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit (Halstroom
dan Elander, 1997, Brewis, E, 1995, dan Brennan, A, 1994). Oleh karena itu
betapa pentingnya perawat memahami konsep hospitalisasi dan dampaknya pada
anak dan orang tua sebagai dasar dalam pemberian asuhan keperawatan
(Supartini, 2002).
Tingkah laku pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dikenal menurut
Berton (1958 dalam Stevens, 1992) dari :
-    Kelemahan untuk berinisiatif.
-    Kurang/ tak ada perhatian tentang hari depan.
-    Tak berminat (ada daya tarik).
-    Kurang perhatian cara berpakaian dan segala sesuatu yang bersifat
pandangan luas.
-    Ketergantungan dari orang-orang yang membantunya.
2.3.2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Hospitalisasi pada anak
1. Fantasi-fantasi dan unrealistic anxieties tentang kegelapan, monster,
pembunuhan dan  diawali oleh situasi yang asing.àbinatang buas.
2. Gangguan kontak social jika pengunjung tidak diizinkan
3. Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit
4. Prosedur yang menyakitkan.
5. Takut akan cacat atau mati.
6. Berpisah dengan orang tua dan sibling
Faktor-faktor yang menunjang hospitalisasi (Stevens, 1992) :
a. Kepribadian Manusia
Tidak setiap orang peka terhadap hospitalisasi. Kita melihat ada sebagian
orang yang sangat menderita dan sangat tergantung pada pada apa yang

17
diberikan lingkungannya. Namun ada juga yang menangani sendiri dan
tidak bisa menerima keadaan itu begitu saja. Semua tergantung dari segi
kepribadian manusia itu sendiri.
b. Kehilangan Kontak dengan Dunia Luar Rumah Perawatan
Pasien/ orang yang tinggal di rumah perawatan akan kehilangan kontak
yang sudah lama berjalan dengan terpaksa. Dia sudah tidak berada lagi
dalam lingkungan yang aman yang dijalaninya dalam sebagian besar
hidupnya. Orang-orang yang sering berkomunikasi dengannya kini hanya
sekedar bertamu dalam suasana yang berbeda, hanya sebagian kecil
keluarga dekat yang menemaninya. Sebagian besar kontak-kontak dengan
orang senasib yang terbatas dalam ruang perawatan yang sama dan dengan
orang-orang yang membantunya. Dunia mereka boleh dikatakan terbatas
pada lingkungan kecil. Apalagi ia bergaul dengan orang-orang yang
sebenarnya bukan pilihannya.
c. Sikap Pemberi Pertolongan
Ada perbedaan tugas antara pasien dan yang memberi pertolongan. Ini
terlihat jelas dalam kegiatan mereka sehari-hari. Pasien biasanya menunggu
dan yang menolong yang menentukan apa yang dilakukan dan kapan.
Pasien menunggu apa yang terjadi dan perawat yang tahu. Pasien
tergantung pada yang menolong dan ia terpaksa mengikuti. Ia sering merasa
tidak berdaya sehingga merasa harga dirinya berkurang. Hal ini membuat
dirinya lebih merasa tergantung. Perawat melakukan pekerjaan yang rutin
dan berkembang sedikit saja, hal ini akan membuat mereka menanamkan
jiwa hospitalisasi pada pasien.
d. Suasana Bagian Perawatan
Suasana bagian sebagian besar ditentukan oleh sikap personel/ perawat,
baik oleh hubungan antar sesama perawat, maupun oleh sikap mereka
terhadap pasien dan tamu-tamu mereka. Cara berpakaian orang-orang di
bagian juga sangat penting. Cara manuasia bergaul, dapat mempengaruhi
sikap pasien. Ketergantungan antara personal biasanya mudah dapat
dipengaruhi. Pasien yang dirawat inap mendapat kesan bahwa mereka
bukan yang terpenting dalam perawatan ini. Juga ternyata bahwa orang-
orang yang hanya mendapatkan tugas melaksanakan pekerjaan dan tanpa
bisa memberi tanggapan atau saran maka pasien-pasien atau tamu-tamu

18
mereka akan diperlakukan sama seperti itu. Ini memperbesar kemungkinan
adanya hospitalisasi.
e. Obat-Obatan
Obat-obatan dapat memberi pengaruh besar pada sikap. Beberapa obat-
obatan dapat mengakibatkan adanya tanda-tanda yang sama seperti
hospitalisasi. Dengan sendirinya, kemungkinan hospitalisasi besar. Jika
dipakai obat-obatan yang dapat merangsang adanya sikap tadi.
2.3.3. Manfaat Hospitalisasi
Menurut Supartini (2004), cara memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak adalah
sebagai berikut.
1. Membantu perkembangan orang tua dan anak dengan cara memberi
kesempatan orang tua mempelajari tumbuh-kembang anak dan reaksi anak
terhadap stressor yang dihadapi selama dalam perawatan di rumah sakit.
2. Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar orang tua.Untuk itu,
pearawat dapat memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang
penyakit anak, terapi yang didapat, dan prosedur keperawatan yang
dilakukan pada anak, tentunya sesuai dengan kapasitas belajarnya.
3. Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan
memberi kesempatan pada anak mengambil keputusan, tidak terlalu
bergantung pada orang lain dan percaya diri. Tentunya hal ini hanya dapat
dilakukan oleh anak yang lebih besar, bukan bayi. Berikan selalu penguatan
yang positif dengan selalu memberikan pujian atas kemampuan anak dan
orang tua dan dorong terus untuk meningkatkannya.
4. Fasilitasi anak untuk menjaga sosialisasinya dengan sesama pasien yang ada,
teman sebaya atau teman sekolah. Beri kesempatan padanya untuk saling
kenal dan berbagi pengalamannya. Demikian juga interaksi dengan petugas
kesehatan dan sesama orang tua harus difasilitasi oleh perawat karena
selama di rumah sakit orang tua dan anak mempunyai kelompok sosial yang
baru.
2.3.4. Reaksi Hospitalisasi
Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia
perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit,sistem pendukung
yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya,pada umumnya,reaksi

19
anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan
tubuh, dan rasa nyeri.
Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat dianggap sebagai:
1. Pengalaman yang mengacam
2. Stressor
Keduanya dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga. Bagi anak hal
ini mungkin terjadi karena :
1. Anak tidak memahami mengapa dirawat / terluka
2. Stress dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan dan
kebiasaan sehari-hari
3. Keterbatasan mekanisme koping
Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi dipengaruhi :
1. Tingkat perkembangan usia
2. Pengalaman sebelumnya
3. Support system dalam keluarga
4. Keterampilan koping
5. Berat ringannya penyakit
Stress yang umumnya terjadi berhubungan dengan hospitalisasi:
1. Takut
 Unfamiliarity
 Lingkungan rumah sakit yang menakutkan
 Rutinitas rumah sakit
 Prosedur yang menyakitkan
 Takut akan kematian
2. Isolasi
Isolasi merupakan hal yang menyusahkan bagi semua anak terutama
berpengaruh pada anak dibawah usia 12 tahun. Pengunjung, perawat dan
dokter yang memakai pakaian khusus ( masker, pakaian isolasi, sarung tangan,
penutup kepala ) dan keluarga yang tidak dapat bebas berkunjung
3. Privasi yang terhambat.
Terjadi pada anak remaja ; rasa malu, tidak bebas berpakaian
Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi

20
Berikut beberapa reaksi orang tua saat anak mereka dirawat di rumah sakit
(Supartini,2004) :
1. Perasaan Cemas dan Takut
Perasaan cemas ini mungkin dapat terjadi ketika orang tua melihat anaknya
mendapat prosedur menyakitkan seperti pengambilan darah, injeksi, dan
prosedur invasiof lainnya. Hal ini mungkin saja membuat orang tua merasa
sedih atau bahkan menangis karena tidak tega melihat anaknya. Oleh karea
itu, pada kondisi ini perawat atau petugas kesehatan harus lebih bijaksana
bersikap pada anak dan orang tuanya. Penelitian membuktikan bahwa rasa
cemas paling tinggi dirasakan orang tua saat menunggu nformasi tentang
diagnosis penyakit anaknya (Supartini, 2000), sedangkan rasa takut muncul
pada orang tua terutama akibat takut kehilangan anak pada kondisi sakit yang
terminal (Brewis, 1995). Hal lain yang mungkin menyebabkan rasa cemas
adalah rasa trauma terhadap lingkungan rumah sakit, ataupun rasa cemas
karena pertama kali membawa anaknya untuk dirawat di rumah sakit
sehingga merasa asing dengan lingkungan baru. Perilaku yang sering
ditunjukkan orang tua berkaitan dengan adanya perasaan cemas dan takut ini
adalah sering bertanya atau bertanya tentang hal yang sama secara berulang
pada orang yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang, dan bahkan marah
(Supartini, 2001).
2. Perasaan Sedih
Perasaan sedih sering muncul ketika anak pada saat anak berada pada kondisi
termal dan orang tua mengetahui bahwa anaknya hanya memiliki sedikit
kemungkinan untuk dapat sembuh. Bahkan ketika menghadapi anaknya yang
menjelang ajal, orang tua merasa sedih dan berduka. Namun di satu sisi,
orang tua harus berada di samping anaknya sembari memberikan bimbingan
spiritual pada anaknya. Pada kondisi ini, orang tua menunjukkan perilaku
isolasi atau tidak mau didekati orang lain, bahkan bisa tidak kooperatif
terhadap petugas kesehatan (Supartini, 2000).
3. Perasaan Frustasi
Pada kondisi ini, orang tua merasa frustasi dan putus asa ketika melihat
anaknya yang telah dirawat cukup lama namun belum mengalami perubahan
kesehatan menjadi lebih baik. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan

21
psikologis dari pihak-pihak luar (seperti keluarga ataupun perawat atau
petugas kesehatan). 
4. Perasaan Bersalah
Perasaan bersalah muncul karena orang tua menganggap dirinya telah gagal
dalam memberikan perawatan kesehatan pada anaknya sehingga anaknya
harus mengalami suatu perubahan kesehatan yang harus ditangani oleh
tenaga kesehatan di rumah sakit.
Memberikan dukungan pada angota keluarga lain (Supartini, 2004) :
1. Berikan dukungan pada keluarga untuk mau tinggal dengan anak di rumah
sakit.
2. Apabila diperluakn, fasilitasi keluarga untuk berkonsultasi pada psikolog
atau ahli agama karena sangat dimungkinkan keluarga mengalami masalah
psikososial dan spiritual yang memerluakn bantuan ahli.
3. Beri dukungan pada keluarga untuk meneria kondisi anaknya dengan nilai-
nilai yang diyakininya.
4. Fasilitasi untuk menghadirkan saudara kandung anak apabila diperlukan
keluarga dan berdampak positif pada anak yang dirawat ataupun saudara
kandungnya.
2.3.5. Dampak Hospitalisasi
Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menjadi masalah pada anak,
tetapi juga pada orang tua. Brewis (1995 dalam Supartini, 2002) menemukan rasa
takut pada orang tua selama perawatan anak di rumah sakit terutama pada kondisi
sakit anak yang terminal karena takut akan kehilangan anak yang dicintainya dan
adanya perasaan berduka. Stessor lain yang sangat menyebabkan orang tua stres
adalah mendapatkan informasi buruk tentang diagnosis medik anaknya,
perawatan yang tidak direncanakan dan pengalaman perawatan di rumah sakit
sebelumnya yang dirasakan menimbulkan trauma (Supartini (2000) dalam
Supartini, 2002)
Menurut Asmadi (2008), hospitalisasi merupakan pengalaman yang
mengancam bagi setiap orang. Penyakit yang diderita akan menyebabkan
perubahan perilaku normal sehingga klien perlu menjalani perawatan
(hospitalisasi). Secara umum, menurut Asmadi (2008), hospitalisasi
menimbulkan dampak pada beberapa aspek, yaitu:
1. Privasi

22
Privasi dapat diartikan sebagai refleksi perasaan nyaman pada diri
seseorang dan bersifat pribadi. Bisa dikatakan, privasi adalah suatu hal
yang sifatnya pribadi. Sewaktu dirawat di rumah sakit, klien kehilangan
sebagai privasinya. Kondisi ini disebabkan oleh beberpa hal :
 Selama dirawat di rumah sakit, klien berulang kali diperiksa oleh
petugas kesehatan (dalam hal ini perawat dan dokter). Bagian tubuh
yang biasanya dijaga agar tidak dilihat, tiba-tiba dilihat fdan disentuh
oleh orang lain. Hal ini tentu akan membuat klien merasa tidak
nyaman.
 Klien adalah orang yang berada dalam keadaan lemah dan bergantung
pada orang lain. Kondisi ini cendurung membuat klien “pasrah” dan
menerima apapun tindakan petugas kesehatan kepada dirinya asal ia
cepat sembuh. Menyikapi hal tersebut, perawat harus selalu
memperhatikan dan menjaga privasi klien ketika berinteraksi dengan
mereka. Beberapa hal yang dapat perawat lakukan guna menjaga
privasi klien adalah sebagai berikut.
a. Setiap akan melakukan tindakan keperawatan, perawat harus
selalu memberitahu dan menjelaskan perihal tindakan tersebut
kepada klien.
b. Memperhatikan lingkungan sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan. Yakinkan bahwa lingkungan tersebut menunjang
privasi klien.
c. Menjaga kerahasiaan tentang segala sesuatu yang berkaitan
dengan klien. Sebagai contoh, setelah memasang kateter, perawat
tidak boleh menceritakan alat kelamin pasien kepada orang lain,
termasuk pada teman sejajwat.
d. Menunjukkan sikap profesional selama berinteraksi dengan klien.
Perawat tidak boleh mengeluarkan kata-kata yang dapat membuat
klien malu atau marah. Sikap tubuh pun tidak boleh layaknya
majikan kepada pembantu.
e. Libatkan klien dalam aktivitas keperawatan sesuai dengan batas
kemampuannya jika tidak ada kontraindikasi.
2. Gaya Hidup

23
Klien yang dirawat di rumah sakit sering kali mengalami perubahan pola
gaya hzidup. Hal ini disebabkan oleh perubahan kondisi antara rumah sakit
dengan rumah ztempat tinggal klien, juga oleh perubahan kondisi keehatan
klien. Aktivitas hidup yang klien jalani sewaktu sehat tentu berbeda dengan
aktivitas yang dialaminya selama di rumah sakit. Perubahan gaya hidup
akibat hospitalisasi inilah yang harus menjadi perhatian setiap perawat.
Asuhan keperawatan yang diberikan harus diupayakan sedemikian rupa
agar dapat menghilangkan atau setidaknya meminimalkan perubahan yang
terjadi.
3. Otonomi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa individu yang sakit da
dirawat di rumah sakit berada dalam posisi ketergantungan. Artinya, ia
akan pasrah terhadap tindakan apapun yang dilakukan oleh petugas
kesehatan demi mencapai keadaan sehat. Ini meniunjukkan bahwa klien
yang dirawat di rumah sakit akan mengalami perubahan otonomi. Untuk
mengatasi perubahan ini, perawat harus selalu memberitahu klien sebelum
melakukan intervensi apapun dan melibatkan klien dalam intervensi, baik
secara aktif maupun pasif.
4. Peran
Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan
individu sesuai dengan status sosialnya Jika ia seorang perawat, peran yang
diharapkan adalah peran sebagi perawat bukan sebagai dokter.Selain itu,
peran yang dijalani seseorang adalah sesuai dengan status kesehatannya.
Peran yang dijalani sewaktu sehat tentu berbeda dengan peran yang dijalani
saat sakit.Tidak mengherankan jika klien yang dirawat di rumah sakit
mengalami perubahan peran. Perubahan yang terjadi tidak hanya pada diri
pasien, tetapi juga pada keluarga. Perubahan tersebut antara lain :
a. Perubahan peran. Jika salah seorang anggota keluarga sakit, akan
terjadi perubahan pera dalam keluarga. Sebagai contoh, jiak ayah
sakit maka peran jepala keluarga akan digantikan oleh ibu. Tentunya
perubahan peran ini mengharuskan dilaksanakannya tugas tertentu
sesuai dengan peran tersebut.
b. Masalah keuangan. Keuangan keluarga akan terpengaruh oleh
hospitalisasi. Keuangan yang sedianya ditujukan untuk memenuhi

24
kebutuhan hidup keluarga akhirnya digunakan untukj keperluan klien
yang dirawat. Akibatnya, keuangan ini sangat riskan, terutama pada
keluarga yang miskin. Dengan semakin mahalnya biaya kesehatan,
beban keuangan keluarga semakin bertambah.
c. Kesepian. Suasana rumah akan berubah jika ada seorang anggota
keluarga ytang dirawat. Keseharian keluarga yang biasanya dihiasi
kegembiraan, keceriaan, dan senda-gurau anggotaanya tiba-iba
diliputi oleh kesedihan. Suasana keluarga pun menjadi sepi karena
perhatian keluarga terpusat pada penanganan anggota keluarganya
yang sedang dirawat.
d. Perubahan kebiasan sosial. Keluarga merupakan unit terkecil dari
masyarakat. Karenanya, keluarga pun mempunyai kebiasaan dalam
lingkungan sosialnya. Sewaktu seha, keluarga mampu berperan serta
dalam kegiata sosial. Akan tetapi, saat salah seorang anggota
keluarga sakit, keterlibatan keluarga dalam aktivitas sosial di
masyarakatpun mengalami perubahan.
2.3.6. Mempersiapkan Anak Untuk Mendapatkan Pelayanan Di Rumah Sakit
Rumah sakit tempat dirawat mungkin merupakan tempat dan suasana baru bagi
anak. Oleh karena itu, persiapan sebelum dirawat itu sangat penting. Persiapan
anak sebelum dirawat di rumah sakit didasarkan pada asumsi bahwa ketakutan
akan sesuatu yang tidak diketahui akan menjadi ketakutan yang (Supartini,
2004). Menurut Supartini (2004), pada tahap sebelum masuk rumah sakit dapat
dilakukan :
1. Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia dan jenis penyakit
dengan peralatan yang diperlukan.
2. Apabila anak harus dirawat secara berencana, 1-2 hari sebelum dirawat
diorientsikan dengan situasi rumah sakit dengan bentuk miniatur
bangunan rumah sakit.
Sedangkan pada hari pertama dirawat, menurut Supartini (2004), tindakan yang
harius dilakuan adalah :
1. Kenalkan perawat dan dokter yang akan merawatnya.
2. Orientasikan anak dan orang tua pada ruangan rawat yang ada beserta
fasilitas yang dapat digunakannya.
3. Kenalkan dengan pasien anak lain yang akan menjadi teman sekamarnya.

25
4. Berikan identitas pada anak. Misalnya pada papan nama anak.
5. Jelaskan aturan rumah sakit yang berlaku da jadwal kegiatan yang harus
diikuti.
6. Laksanakan pengkajian riwayat keperawatan.
7. Lakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lainya sesuai dengan yang
diprogramkan.
2.3.7. Stressor Dalam Hospitalisasi
Saat dirawat di rumah sakit atau tengah menjalani proses hospitalisasi, klien
(dalam hal ini adalah anak), tentu akan mengalami stress akibat dari segala
macam bentuk perubahan yang ia alami, seperti perubahan lingkungan, suasana,
dan lain sebagainya.
a. Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Stressor dan reaksi hospitalisasi sesuai dengan tumbuh kembang pada anak 
(Novianto dkk,2009):
1) Masa Bayi (0-1 tahun)
Dampak perpisahan, usia anak > 6bulan terjadi stanger anxiety (cemas)
- Menangis keras
- Pergerakan tubuh yang banyak 
- Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan
2) Masa Todler (2-3 tahun)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku
anak dengan tahapnya.
3) Masa Prasekolah (3-6 tahun)
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman, sehingga
menimbulkanreaksi agresif.
- Menolak makan
- Sering bertanya
- Menangis perlahan
- Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
4) Masa Sekolah (6-12 tahun)
Perawatan di rumah sakit memaksakan ;
- Meninggalkan lingkungan yang dicintai
- Meninggalkan keluarga
- Kehilangan kelompok sosial, sehingga menimbulkan kecemasan

26
5) Masa Remaja (12-18 tahun)
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Reaksi
yang muncul:
- Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
- Tidak kooperatif dengan petugas
- Bertanya-tanya
- Menarik diri
- Menolak kehadiran orang lain
Pendekatan yang digunakan dalam hospitalisasi (Novianto dkk, 2009) :
1. Pendekatan Empirik 
Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang terlibat dalam
hospitalisasi, metode pendekatan empirik menggunakan strategi, yaitu ;
1) Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta
didik.
2) Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri
mereka sendiridan peka terhadap lingkungan sekitarnya.
2. Pendekatan Melalui Metode Permainan
Metode permainan merupakan cara alamiah bagi anak untuk
mengungkapkankonflik dalam dirinya yang tidak disadari. Kegiatan yang
dilakukan sesuai keinginansendiri untuk memperoleh kesenangan.
2.3.8. Mengatasi Dampak Hospitalisasi
Menurut Supartini (2004, hal. 196), cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
dampak hospitalisasi adalah sebagai berikut :
a. Upaya meminimalkan stresor :
Upaya meminimalkan stresor dapat dilakukan dengan cara mencegah atau
mengurangi dampak perpisahan, mencegah perasaan kehilangan kontrol
dan mengurangi/ meminimalkan rasa takut terhadap pelukaan tubuh dan
rasa nyeri
b. Untuk mencegah/meminimalkan dampak perpisahan dapat dilakukan dengan
cara :
1) Melibatkan keluarga berperan aktif dalam merawat pasien dengan cara
membolehkan mereka tinggal bersama pasien selama 24 jam (rooming
in).

27
2) Jika tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan keluarga untuk
melihat pasien setiap saat dengan maksud mempertahankan kontak
antar mereka.
3) Modifikasi ruangan perawatan dengan cara membuat situasi ruangan
rawat perawatan seperti di rumah dengan cara membuat dekorasi
ruangan.
2.4. Sistem perlindungan anak di Indonesia
Indonesia menghadapi masalah serius terkait dengan hak dan kesejahteraan anak-
anak. Hampir setengah dari anak-anak Indonesia berusia antara 13 dan 18 tahun putus
sekolah, hampir tiga juta anak terlibat dalam perburuhan anak berpotensi berbahaya, dan
sekitar 2,5 juta anak Indonesia menjadi korban kekerasan setiap tahun. Lebih dari 80%
anak-anak sedang menjalani proses peradilan berakhir di belakang bar dan jumlah yang
lebih besar adalah tanpa bantuan hukum. Statistik ini menggarisbawahi kebutuhan untuk
mengintensifkan dan memperkuat upaya saat ini untuk meningkatkan perlindungan anak
di Indonesia. 2008 review dari Pemerintah Program Negara Indonesia dan UNICEF
Kerjasama menyoroti hubungan antara kebutuhan untuk meningkatkan perlindungan
anak dan pengembangan ekonomi nasional yang adil dan berkelanjutan.
Kesenjangan yang signifikan tetap dalam ketersediaan informasi pembangunan
kerangka kebijakan di Indonesia dan aktual, on-the-tanah program di bidang hak-hak
anak dan perlindungan anak. Ada kebutuhan mendesak untuk berpindah dari penyediaan
ad-hoc, responsif, dan donor-driven upaya perlindungan anak ke sistem anak strategis
dan komprehensif perlindungan.
2.4.1. Pengertian
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak
dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sistem perlindungan anak diatur
berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014, dimana
pada Pasal 55 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pemda)
wajib menyelenggarakan pemeliharaan, perawatan dan rehabilitasi sosial anak
terlantar baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga.
2.4.2. Hak-hak Anak
Hak anak merupakan hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan
dipenuhi orang tua, keluarga dan masyarakat, pemerintah dan negara. Menurut

28
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014, hak-hak anak
meliputi:
a. Dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai
harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
b. Identitas diri sejak kelahirannya.
c. Untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai
tingkat kecerdasannya dan usianya dalam bimbingan orang tua.
d. Untuk mengetahui orang tuannya, dibesarkan dan diasuh orang tuanya
sendiri bila karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh
dan kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut
berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh
orang lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
e. Memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai kebutuhan
fisik, mental, spiritual dan sosial.
f. Memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya,
anak yang harus memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan
pendidikan khusus.
g. Untuk menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima mencari dan
memberikan informasi sesuai tingkat kecerdasan dan usianya demi
pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatuhan.
h. Untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak
sebaya beriman, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan
tingkat kecerdasannya untuk mengembangkan diri.
i. Mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik
ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan dan
penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya.
j. Diasuh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan atau ada aturan
hukum yang sah menunjukkan bahwa perpisahan tersebut adalah demi
kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
Sedangkan setiap anak penyandang disabilitas selain memiliki hak tersebut di atas
maka memiliki hak lainnya yaitu:
a. Memperoleh pendidikan inklusif dan atau pendidikan khusus.

29
b. Memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan dalam taraf
kesejahteraan sosial anak bagi anak dengan disabilitas.
Khusus bagi anak yang dirampas kebebasannya selain memiliki hak tersebut di
atas maka memiliki hak:
a. Mendapat perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan
sesuai umurnya.
b. Pemisahan dari orang dewasa.
c. Pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif.
d. Pemberlakuan kegiatan rekreasi.
e. Pembebasan dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang
kejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat dan derajatnya.
f. Penghindaran dari publikasi atas identitasnya.
g. Pemberian keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak
memihak dan dalam sidang yang tetutup umum.
2.4.3. Jenis Perlindungan Anak Khusus
Semua anak perlu mendapat perlindungan terutama perlindungan dari orang
tuanya tetapi terdapat anak-anak khusus yang memerlukan perlindungan baik dari
pemerintah maupun lembaga. Menurut Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 35 tahun 2014 pasal 59 menyatakan bahwa Pemerintah, Pemerintah
Daerah (Pemda) dan lembaga lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
memberikan perlindungan khusus kepada anak, di mana anak yang memerlukan
perlindungan khusus tersebut adalah:
a. Anak dalam situasi darurat.
b. Anak yang berhadapan dengan hukum.
c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi.
d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual.
e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika dan zat adiktif lainnya.
f. Anak yang menjadi korban pornografi.
g. Anak dengan HIV/AIDS.
h. Anak korban penculikan, penjualan dan atau perdagangan.
i. Anak korban kekerasan fisik dan atau psikis.
j. Anak korban kejahatan seksual.
k. Anak korban jaringan terorisme.

30
l. Anak penyandang disabilitas.
m. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
2.4.4. Sistem Perlindungan Anak
Kerangka hukum dan kebijakan di Indonesia perlu diperkuat untuk mencegah dan
menangani kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran anak.
Pemerintah pusat dan daerah memerlukan keselarasan peraturan maka langkah
terakhir yang dilakukan pemerintah pusat adalah mengembangkan pedoman. Perda
yang mengacu pada pendekatan berbasis sistem terhadap perlindungan anak
merupakan sebuah langkah yang positif. Perlindungan anak melalui pendekatan
berbasis sistem meliputi :
(1) Sistem perlindungan anak yang efektif melindungi anak dari segala bentuk
kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran
(2) Sistem perlindungan anak yang efektif mensyaratkan adanya komponen-
komponen yang saling terkait
(3) Rangkaian pelayanan perlindungan anak di tingkat masyarakat dimulai dari
layanan pencegahan primer dan sekunder sampai pelayanan tersier (Unicef
Indonesia, 2012).
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014, dimana
pada Pasal 73a menyatakan bahwa (1) Dalam rangka efektivitas penyelenggaraan
perlindungan anak, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di
bidang perlindungan anak harus melakukan koordinasi lintas sektoral dengan
lembaga terkait, (2) Koordinasi dilakukan melalui pemantauan, evaluasi dan
pelaporan penyelenggaraan perlindungan anak. Pada pasal 74 menyatakan bahwa
(1) Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan
pemenuhan hak anak, dengan undang-undang ini dibentuk Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI) yang bersifat independen, (2) Dalam hal diperlukan,
Pemerintah Daerah dapat membentuk Komisi Perlindungan Anak Daerah atau
lembaga lainnya yang sejenis untuk mendukung pengawasan penyelenggaraan
perlindungan anak di daerah. Berikut ini cara melindungi anak dari kekerasan fisik
dan kejahatan seksual dimana banyak pelaku kekerasan fisik dan seksual banyak
dilakukan oleh orang yang dikenal oleh anak. Cara melindunginya yaitu dimulai
dengan:

1. Bangun komunikasi dengan anak.

a. Dengarkan cerita anak dengan penuh perhatian.

b. Hargai pendapat dan seleranya walaupun orang tua tidak setuju.

31
c. Jika anak bercerita sesuatu hal yang sekiranya membahayakan, tanyakan
anak bagaimana mereka menghindari bahaya tersebut.

d. Orang tua belajar untuk melihat dari sudut pandang anak. Jangan cepat
mengkritik atau mencela cerita anak.

2. Cara yang dilakukan jika mengira anak menjadi korban kekerasan fisik atau
kekerasan seksual:

a. Beri lingkungan yang aman dan nyaman agar dia dapat berbicara kepada
Anda atau orang dewasa yang dapat dipercaya.

b. Yakinkan anak bahwa dia tidak bersalah dan tidak melakukan apapun yang
salah. Yang bersalah adalah orang yang melakukan hal tersebut
kepadanya.

c. Cari bantuan untuk menolong kesehatan mental dan fisik.

d. Konsultasi dengan aparat negara yang dapat dipercaya bagaimana


menolong anak tersebut.

e. Laporkan kejadian ini kepada Komisi Anak Nasional.

f. Jaga rahasia: kejadian dan data pribadi anak agar tidak menjadi rumor
yang akan menjadi beban dan penderitaan mental anak. Dalam undang-
undang hak anak : anak yang menjadi korban kejahatan seksual berhak
untuk dirahasiakan namanya.

32
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Anak sehat yaitu suatu keadaan atau kondisi anak yang normal baik badan serta
bagian-bagiannya yang terbebas dari penyakit sehingga dapat melakukan suatu kegiatan
tanpa hambatan fisik maupun psikis (mental, emosional, sosial, ekonomi, dan spiritual).
Pertumbuhan (Growth) merupakan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi
tingkat sel organ maupun individu (Kuantitatif) . Sedangkan perkembangan merupakan
bertambahnya kemampuan (Skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks
dalam pola yang teratur, sebagai hasil dari proses pematangan (Kualitatif).
Hospitalisasi adalah suatu proses yang harus dilalui anak akibat adanya suatu
alasan sehingga mengharuskan anak untuk menjalani perawatan di rumah sakit. Bagi
anak yang menganggap bahwa dunia rumah sakit merupakan dunia baru baginya, orang
tua bersama tenaga kesehatan harus mempersiapkan anak sebelum mendapatkan
pelayanan kesehatan.
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak
dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi. Sistem perlindungan anak diatur berdasarkan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014, dimana pada Pasal 55
menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pemda) wajib
menyelenggarakan pemeliharaan, perawatan dan rehabilitasi sosial anak terlantar baik
di dalam lembaga maupun di luar lembaga.
3.2. Saran
Bagi teman-teman bahwa semoga makalah ini tidak hanya merupakan sebagai tugas
belaka, namun dipelajari dengan baik agar dapat menjadi acuan dalam menjalankan
tugas dan tanggungjawab sebagai perawat.

33
Daftar Pustaka

Alifiani, Hervira, Maharani. Pusat Tumbuh Kembang Anak. Bandung: Jurnal Tingkat
Sarjana Bidang Senirupa dan Desain.
Faizah, Nur R. Deteksi dini dan stimulasi tumbuh kembang anak.
http://file.upi.edu/direktori/Flp/JUR._PGTK/197011292003122-
NUR_FAIZAH_ROMADONA/DETEKSI_DINI_TUMB_KEMBANG/DETEKSI
_DINI_DAN_STIMULASI_TUMBUH_KEMBANG_ANAK.pdf. (diakses pada
tgl 06 Mei 2020).

Hidayat, Taufik, dkk. (2014). PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR BAYI MELALUI


STIMULASI IBU DI KELURAHAN KEMAYORAN SURABAYA. Surabaya:
Sumber Daya Manusia Kesehatan Vol.1 No. 1.
http://id.scribd.com/mobile/doc/152961430/Perkembangan-Milestone. (diakses pada tgl
06 Mei 2020).

http://rike-rikeriwayanti.blogspot.com/2011/06/pelayanan-kesehatan-anak.html. Akses: 06
Mei 2020.

Kania, Nia. (2006). STIMULASI TUMBUH KEMBANG ANAK UNTUK MENCAPAI


TUMBUH KEMBANG YANG OPTIMAL. Bandung: Stimulasi Tumbuh Kembang
Anak.
Kementerian Sosial RI, Badan Pusat Statistik. (2012). Profil PMKS, Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial, INDONESIA 2011. Pusat Data dan Informasi
Kementerian Sosial RI.(diakses pada tgl 06 Mei 2020)
Mallon, Gerald P and Peg McCartt Hess. (2005). Child Welfare For The Twenty-First
Century. A Handbook of Practices, Policies, and Program. Columbia
University Press.Pdf. (diakses pada tgl 06 Mei 2020)
Marsuki. H. (2014). DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK. Makassar: Poltekkes
Makassar.
Stevens, P.J.M. dkk (1997). Ilmu Keperawatan.2(1).Jakarta;EGC.
http://henitaekaputri.com/2012/11/hospitalisasi.html. (diakses pada tgl 06 Mei
2020)
Sukamti, Rini, Endang. (1994). Pengaruh Gizi Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Anak.
Supartini, Y. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:EGC. http://ners-
novriadi.com/2012/09/askep-pada-klien-hospitalisasi.html. (diakses pada tgl 06
Mei 2020).
Yuliastati, Nining. Modul Bahan Ajar cetak keperawatan Anak.pdf. (diakses pada tgl 06
Mei 2020)

34

Anda mungkin juga menyukai