Anda di halaman 1dari 31

TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK II

JUDUL
PATOFISIOLOGI PERADANGAN PADA SISTEM URINARI DAN ASUHAN
KEPERAWATAN PADA ANAK: GLOMERULONEFRITIS (GN) DAN
DAMPAKNYA TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
(DALAM KONTEKS KELUARGA)

Dosen Pengampu Ibu Ns. Ika Purnamasari, S.Kep. M.Kep.

Disusun Oleh:

SAPTI WIDADI 2021270071


NIA KANIA A. 2021270074
SLAMET BUDIMAN 2021270061

PRODI S1 KEPERAWATAN KELAS EKSTENSI


FIKES UNSIQ JAWA TENGAH
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Patofisiologi Peradangan Pada Sistem Urinari Dan Asuhan Keperawatan Pada Anak:
Glomerulonefritis (GN) Dan Dampaknya terhadap Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
(Dalam Konteks Keluarga)”

Makalah ini dibuat untuk menyelasaikan tugas kelompok mata kuliah Keperawatan
Keperawatan Anak II yang diampu oleh ibu Ns. Ika Purnamasari, S.Kep. M.Kep..

Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu proses
pembuatan makalah ini..

Besar harapan kami makalah ini dapat memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dalam keperawatan yang bisa bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat luas
nantinya.

Sebagai penyusun, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan.

Terima kasih

Wonosobo, 5 Januari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Tujuan ............................................................................................................................. 2
BAB II ........................................................................................................................................ 3
KONSEP DASAR PENYAKIT ................................................................................................ 3
A. Anatomi Fisiologi Ginjal ................................................................................................ 3
B. Definisi Masalah ............................................................................................................. 4
C. Etiologi............................................................................................................................ 6
D. Patofisiologi .................................................................................................................... 6
E. Pathways ......................................................................................................................... 9
F. Manifestasi Klinis ......................................................................................................... 10
G. Pemeriksaan Diagnostik................................................................................................ 10
H. Penatalaksanaan ............................................................................................................ 11
I. Komplikasi .................................................................................................................... 11
BAB III .................................................................................................................................... 12
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................................. 12
A. Pengkajian ..................................................................................................................... 12
B. Diagnosa Keperawatan ................................................................................................. 13
C. Intervensi....................................................................................................................... 13
BAB IV .................................................................................................................................... 16
PENUTUP................................................................................................................................ 16
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glomerulonefritis adalah kondisi peradangan pada bagian ginjal yang bernama
glomerulus. Glomerulus pada ginjal berfungsi untuk menyaring menyaring sisa
metabolisme yang tidak diperlukan dalam tubuh dan mengeluarkannya dalam bentuk
urine. Ketika ginjal mengalami luka, kotoran tersebut tidak dapat dibuang dari dalam
tubuh. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus, dapat mengakibatkan penyakit gagal
ginjal.
Glomerulonefritis yang terjadi pada anak-anak tersering disebabkan oleh infeksi.
Infeksi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca streptokokus, kondisi ini disebut
glomerulonephritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS yang terjadi pada anak-
anak sebagian besar disebabkan oleh infeksikuman Streptokokus β-hemoliticus grup A
strain nephritogenic (Tatipang, 2017)
WHO memperkirakan 472.000 kasus GNAPS terjadi setiap tahunnya secara global
dengan 5.000 kematian setiap tahunnya (Kher, 2019). Penelitian yang dilakukan di Sri
Manakula Vinayagar Medical College and Hospital India pada periode waktu Januari
2012– Desember 2014 ditemukan 52 anak dengan diagnosis GNAPS. Dari 52 pasien
ditemukan 46 anak (88,4%) dengan GNAPS, usia pasien berkisar antara 2,6– 13 tahun, 27
anak (52%) pada kelompok usia 5-10 tahun. Di Indonesia pengamatan mengenai GNA
pada anakdi sebelas universitas di Indonesia pada tahun 1997-2002, lebih dari 80% dari
509 anak dengan GNA mengalami efusi pleura, kardiomegali serta efusi perikardial, dan
9,2% mengalami ensefalopati hipertensif. Selama 5 tahum sejak 1998-2002, didapatkan
45 pasien GNA (0,4%) yaitu diantara 10.709 pasien yang berobat di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSCM. Empat puluh lima pasien ini terdiri dari 26 laki–laki dan 19
perempuan yang berumur antara 4-14 tahun, dan yang paling sering adalah 6–11 tahun
(Hidayani et al., 2016)

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Patofisiologi Peradangan Pada Sistem Urinari Dan Asuhan
Keperawatan Pada Anak: Glomerulonefritis (GN) Dan Dampaknya terhadap
Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia (Dalam Konteks Keluarga)
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui:
a. Anatomi fisiologi ginjal
b. Definisi Masalah
c. Etiologi GN
d. Patofisiologi GN
e. Pathways GN
f. Manifestasi Klinis GN
g. Pemeriksaan Diagnostik GN
h. Penatalaksanaan GN
i. Komplikasi GN
j. Asuhan keperawatan GN dalam konteks keluarga

2
BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Anatomi Fisiologi Ginjal


Ginjal merupakan organ ganda yang terletak ddidalam rongga abdomen,
retroperitoneal, antara vertebra L1-L14. Panjang ginjal bervariasi antara 6 sampai 12 cm
serta memiliki berat yang beragam antara 24-150 gram. Organ ini mempunyai pembuluh
darah yang sangat banyak dan tugas utamanya adalah menyaring darah.
Bentuk dari ginjal seperti biji kacang, ginjal kanan terletak sedikit lebih bawah daripada
ginjal kiri. Ginjal terdiri dari korteks dan medulla. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput
tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna
coklat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang
dibandingkan cortex.
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah pada
tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula
bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan
tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul.

Proses terbentuknya urin dan filtrasi glomerulus


Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai saringan
disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan disaring sehingga
terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari,
kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar
ke saluran Ureter, kandung kencing, kemudian ke luar melalui Uretra. Nefron berfungsi
sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara
menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan
tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan
dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir
yang kemudian diekskresikan disebut urin.

3
Fungsi dari organ ginjal antara lain:
1. Fungsi ekskresi
a. Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah
ekskresi air.
b. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H*dan
membentuk kembali HCO,
c. Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
d. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea,
asam urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
a. Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
b. Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi produk
sel darah merah oleh sumsum tulang.
c. Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
d. Degradasi insulin.
e. Menghasilkan prostaglandin
B. Definisi Masalah
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu proses histopatologis berupa proliferasi
dan inflamasi glomerulus akibat proses imunologik, dapat bermanifestasi klinis
sebagai sindrom nefritik akut (SNA), sindrom nefrotik, atau rapidly progressive
glomerulonefritis (Hidayani & Dkk, 2016).
Glomerulonefritis adalah istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan berbagai
macam penyakit ginjal dengan proliferasi dan inflamasi di glomerulus akibat suatu proses
imunologik (Umboh, 2018)
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) adalah peradangan glomerulus
yang ditandai dengan proliferasi dan inflamasi glomeruli yang didahului oleh infeksi group
α β-Hemolytic Streptococci (GABHS) dan ditandai dengan gejala nefritik seperti
hematuria, edema, hipertensi, oligouria yang terjadi secara akut (Nurul Putri, 2017).
Dapat terjadi glomerulus akut maupun kronis serta goodpasteure’s syndrome. Akut
terjadi karena adanya infeksi dapat diatasi dalam waktu yang tidak lama. Sedangkan kronis
dikarenakan glomerulusnefritis yang menahun dari gangguan ginjal sebelumnya.
Glomerulus kategori goodpasteure’s syndrome merupakan reaksi peradangan pada

4
glomerulus yang terjadi karena penyakit autoimun, berproses cepat dan berujung pada
gagal ginjal.
Orang tua harus terlibat dalam perawatan anak baik saat sehat maupun sakit bahkan
saat anak sedang menjalani perawatan difasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini dikarenakan
seorang anak tidak bisa jauh dari orang tuanya. Orang tua juga memiliki kekuatan bagi
anak untuk mendukung penyembuhan atau kesehatnnya. Oleh karena itu akan sangat
penting keterlibatan orang tua dalam perawatan sang anak.
Anak akan dapat mengalami trauma saat dilakukan perawatan difasilitas pelayanan
kesehatan, seperti trauma denganalat medis, dengan tindakan perawatan, dengan
lingkungan rumah sakit bahkan ketakutan akan berpisah dengan orang tua atau keluarga.
Keterlibatan orang tua sangat dapat meningkatkan kesehatan dan perkembangan setiap
anak. Kondisi ini dapat membawa dampak baik bagi pasien (anak) maupun bagi keluarga,
antara lain (Silalahi, 2021):
1.Kehilangan kesehatan
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa pasien merasa takut,
cemas dan pandangan tidak realistic, aktivitas terbatas.
2. Kehilangan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan melalui
berbagai perilaku, bersifat kekanakkanakan, ketergantungan
3. Kehilangan situasi
Pasien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama keluarga
kelompoknya
4. Kehilangan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti nyeri, dll
5. Kehilangan fungsi fisik
6. Kehilangan fungsi mental
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti pasien
mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir efisien
sehingga pasien tidak dapat berpikir secara rasional--- Pengkajian Pertukem
7. Kehilangan konsep diri
Pasien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan fungsi
sehingga pasien tidak dapat berpikir secara rasional (bodi image) peran serta
identitasnya. Hal ini dapat akan mempengaruhi idealism diri dan harga diri rendah
8. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
5
C. Etiologi
Ada banyak faktor yang menjadi penyebab glomerulonrfitis, beberapa faktor seperi
infeksi yang merupakan faktor tersering, kemudian faktor sistemik serta autoimun.
1. Penyakit autoimun sistemik
Penyakit ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat secara tidak
sengaja. Sistemik berarti banyak bagian tubuh yang terpengaruh. Contoh dari penyakit
ini adalah lupus eritematosus sistemik (SLE atau lupus).
2. Polyarteritis Nodosa
Polyarteritis nodosa adalah kondisi ketika pembuluh darah arteri mengalami
peradangan atau kerusakan. Ini adalah penyakit serius pada pembuluh darah yang
disebabkan oleh kerusakan pada sistem kekebalan tubuh.
3. Henoch-Schonlein Purpura
Penyakit ini menyebabkan gejala berupa lesi ungu kecil atau besar (purpura) pada kulit
dan organ dalam. Ini menyebabkan gejala lain di beberapa sistem organ.
4. Sindrom Alport
Ini adalah bentuk glomerulonefritis bawaan yang dapat terjadi pada anak laki-laki dan
perempuan. Namun, anak laki-laki lebih cenderung memiliki masalah ginjal.
5. Infeksi Streptokokus
Pada anak-anak, glomerulonefritis iniyang paling sering. Diawali oleh radang
tenggorokan atau infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi pada kulit.
6. Hepatitis B
Hepatitis B merupakan penyakit peradangan hati akibat infeksi virus hepatitis B. Infeksi
ini dapat ditularkan dari ibu ke bayi atau melalui transfusi darah.

D. Patofisiologi
Mekanisme dari pathogenesis terjadinya jejas glomerulus pada GNAPS sampai
sekarang belum diketahui, meskipun telah diduga terdapat sejumlah faktor host dan
faktor kuman streptokokus yang berhubungan dalam terjadinya GNAPS (Dedy, 2010)
Faktor host Penderita yang terserang infeksi kuman streptokokus grup A strain
nefritogenik, hanya 10-15% yang berkembang menjadi GNAPS, mengapa hal ini
demikian masih belum dapat diterangkan, tetapi diduga beberapa faktor ikut berperan.3
GNAPS menyerang semua kelompok umur dimana kelompok umur 5-15 tahun (di

6
Indonesia antara umur 2.5 – 15 tahun, dengan puncak umur 8.4 tahun) merupakan
kelompok umur tersering dan paling jarang pada bayi.
Rasio anak laki-laki dibanding anak wanita adalah 76.4%:58.2% atau 1.3:1.6 GNAPS
lebih sering dijumpai di daerah tropis dan biasanya menyerang anak-anak dari golongan
ekonomi rendah. Di Indonesia 68.9% berasal dari keluaga sosial ekonomi rendah dan
82% dari keluarga berpendidikan rendah.6 Keadaan lingkungan yang padat, higiene
sanitasi yang jelek, malnutrisi, anemia, dan infestasi parasit, merupakan faktor risiko
untuk GNAPS, meskipun kadang-kadang outbreaks juga terjadi dinegara maju. Faktor
genetik juga berperan, misalnya alleles HLA-DRW4, HLA-DPA1 dan HLA-DPB1
paling sering terserang GNAPS. Faktor kuman streptokokus Proses GNAPS dimulai
ketika kuman streptokokus sebagai antigen masuk kedalam tubuh penderita,yang
rentan, kemudian tubuh memberikan respon dengan membentuk antibodi. Bagian mana
dari kuman streptokokus yang bersifat antigen masih belum diketahui. Beberapa
penelitian pada model binatang dan penderita GNAPS menduga yang bersifat antigenik
adalah: M protein, endostreptosin, cationic protein, Exo-toxin B, nephritis plasmin-
binding protein dan streptokinase.3 Kemungkinan besar lebih dari satu antigen yang
terlibat dalam proses ini, barangkali pada stadium jejas ginjal yang berbeda
dimungkinkan akibat antigen M protein dan streptokinase.3,7 Protein M adalah suatu
alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat sebagai rambut-
rambut pada permukaan kuman. Protein M menentukan apakah strain kuman tersebut
bersifat rematogenik atau nefritogenik. Strain nefritogenik dibagi menjadi serotype
yang berkaitan dengan faringitis (M 1, 4, 12, 25) dan serotipe infeksi kulit (M 2, 42, 49,
56, 57, 60).2,3,8 Streptokinase adalah protein yang disekresikan oleh kuman
streptokokus, terlibat dalam penyebaran kuman dalam jaringan karena mempunyai
kemampuan memecah plasminogen menjadi plasmin. Streptokinase merupakan
prasarat terjadinya nefritis pada GNAPS.3 Saat ini penelitian lebih menitikberatkan
terhadap protein M yang terdapat pada
streptokokus sebagai tipe nefritogenik yang dapat menyebabkan kerusakan glomerulus.
Selain itu penelitian-penelitian terahir menemukan adanya dua fraksi antigen, yaitu
nephritis associated plasmin receptor (NAPlr) yang diidentifikasi sebagal
glyceraldehide 3-phosphate dehydrogenase (GAPDH) dan streptococcal pyrogenic
exotoxin B (SPEB) sebagai fraksi yang menyebabkan infeksi nefritogenik. NAPlr dan
SPEB didapatkan pada biopsi ginjal dini dan menyebabkan terjadinya respon antibodi
di glomerulus. Penelitian terbaru pada pasien GNAPS memperlihatkan deposit SPEB
7
di glomerulus lebih sering terjadi daripada deposit NAPlr.9,10 Mekanisme terjadinya
jejas renal pada GNAPS GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi
antigen-antibodi yang terjadi dalam sirkulasi atau in situ dalam glomerulus.8,9
Mekanisme terjadinya inflamasi yang mengakibatkan terjadinya jejas renal didahului
oleh proses sebagai berikut:3 1. Terbentuknya plasmin sebagai akibat pemecahan
plasminogen oleh streptokinase yang akan menaktivasi reaksi kaskade komplemen.
2. Terperangkapnya kompleks Ag-Ab yang sudah terbentuk sebelumnya kedalam
glomerulus. 3. Antibodi antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan
dengan molekul tiruan (molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai Ag
Streptokokus (jaringan glomerulus yang normal yang bersifat autoantigen).

8
E. Pathways

INFEKSI PENYAKIT AUTOIMUN


SISTEMIK

Antigen antibody Suplai darah ke Antibody


membuat infeksi ginjal menurun menyerang ginjal
glomerulus

Glomerulus rusak, tidak


mampu memfilter darah

Penurunan GFR

Kerusakan
Sekresi protein
Retensi natrium membrane kapiler
terganggu
dan air

uremia Proteinuria,
Edema hematuria

Gangguan keseimbangan
Kerusakan hipervolemia
asam basa Penurunan kadar HB
integritas
jaringan

Oedema pulmo dan


Peningkatan jantung, Beban kerja
produksin asam meningkat
lambung

Kussmaul breath, Lelah, syok, tremor,pusing, kejang

Mual muntah

nausea nyeri Risiko Pola nafas Defisit


Penurunan tak efektif Intoleransi
pengetahuan
curah jantung aktivitas
tentang
manajemen
penyakit
ginjal

9
F. Manifestasi Klinis

Gejala klinis GNAPS terjadi secara tiba-tiba, 7–14 hari setelah infeksi saluran
nafas (faringitis), atau 3-6 minggu setelah infeksi kulit (piodermi).3 Gambaran klinis
GNAPS sangat bervariasi, kadang-kadang gejala ringan atau tanpa gejala sama sekali,
kelainan pada urin ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin. Pada anak yang
menunjukkan gejala berat, tampak sakit parah dengan manifestasi oliguria, edema,
hipertensi, dan uremia dengan proteinuria, hematuria dan ditemukan cast.3, Kerusakan
pada dinding kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah
daging dan albuminuria., Gejala overload cairan berupa sembab3 (85%), sedangkan di
Indonesia6 76.3% kasus menunjukkan gejala sembab orbita dan kadang-kadang
didapatkan tanda-tanda sembab paru (14%), atau gagal jantung kongestif (2%).3
Hematuria mikroskopik ditemukan pada hampir semua pasien (di Indonesia 99.3%).6
Hematuria gros (di Indonesia6 53.6%) terlihat sebagai urin berwarna merah kecoklatan
seperti warna coca-cola. Penderita tampak pucat karena anemia akibat hemodilusi
(Dedy, 2010)
Hipertensi dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik hampir semua pasien
GNAPS, biasanya ringan, sedang, bahkan berat (Nurul Putri, 2017). Kadang-kadang
terjadi krisis hipertensi yaitu tekanan darah mendadak meningkat tinggi dengan tekanan
sistolik > 200 mm Hg, dan tekanan diastolik > 120 mmHg (Dedy, 2010)

G. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan antara lain:


1. Pemeriksaan gold standar pada glomerulonephritis adalah dengan pemeriksaan
ASTO, pada kasus ini hasil pemeriksaan ASTO meningkat.
2. Pemeriksaan immunologi kadar komplemen C3 menurun
3. Pada pemeriksaan urinalisis sering ditemukan hematuria, proteinuria, silinder
eritrosit (+)
4. Pada pemeriksaan darah ditemukan kadar kreatinin dan ureum meningkat.
5. Pemeriksaan radiologi ditemukan oedema pulmo dan jantung
6. Pemeriksaan EKG adanya gambaran gannguan jantung
7. Biopsi ginjal

10
H. Penatalaksanaan

1. Tatalaksana secara umum meliputi:


a. Pengaturan tekanan darah dengan obat antihipertensi (ACE-
inhibitor/ARB/CCB nondihidropiridin), target tekanan darah <125/75
mmHg
b. Restriksi asupan garam
c. Restriksi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari)
d. Forced diuretik: furosemide
e. Hindari penggunaan zat-zat nefrotoksis

2. Tata laksana khusus pada GNAPS meliputi pemberian antibiotik, yaitu:


Definitif -> Antibiotik: penisilin, eritromisin, atau sefalosporin
generasi pertama. Pilihan utama adalah penisilin (amoxsisilin) namun jika
pasien mengalami alergi dapat digunakan pilihan kedua yaitu eritromisin
a. Amoksisilin: 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis (anak)
b. Eritromisin: 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis (anak)

I. Komplikasi

Ada beberapa komplikasi yang cukup serius jika glomerulonephritis (GN) tidak
ditangani dengan baik. Komplikasinya meliputi (Setiawan,Vina 2020) :

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari


2. gagal ginjal akut
3. penyakit ginjal kronis
4. ketidakseimbangan elektrolit, seperti kadar natrium atau kalium yang tinggi
5. infeksi saluran kemih kronis
6. gagal jantung kongestif karena kelebihan cairan
7. edema paru karena kelebihan cairan
8. tekanan darah tinggi
9. Ensefalopati
10. Anemia
11. peningkatan risiko infeksi

11
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Fokus pengkajian keperawatan yang dilakukan pada pasien anak dengan
glomerulonephritis:
1. Wawancara
Identitas sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih sering pada pria
Keluhan Utama : Keluhan utama yang sering dikeluhkan bervariasi meliputi
keluhan nyeri pada pinggang atau kostovertebra, miksi berdarah, wajah atau kaki
bengkak, pusing atau keluhan badan cepat lelah.
Untuk komprehensifnya pengkajian, perawat menanyakan hal berikut :
a. Kaji apakah pada beberapa hari sebelumnya pasien mengalami demam, nyeri
tenggorokan, dan batuk karena peradangan pada tenggorokan.
b. Kaji berapa lama edema pada kaki atau wajah
c. Kaji adanya keluhan sesak napas
d. Kaji adanya penurunan frekuensi miksi dan urine output
e. Kaji adanya perubahan warna urin menjadi lebih gelap seperti warna kola.
f. Kaji berapa lama keluhan penurunan nafsu makan dan gangguan gastrointestinal
seperti mual dan muntah.
g. Kaji berapa lama keluhan miksi berdarah dan adanya perubahan urine output.
h. Kaji onset keluhan bengkak pada wajah dan kaki, apakah disertai dengan adanya
keluhan pusing dan cepat lelah.
i. Kaji keluhan nyeri daerah pinggang atau kostovertebra secaraPQRST
j. Kaji keluhan adanya memar dan perdarahan hidung yang bersifat rekuren.
k. Kaji adanya anoreksi dan penurunan berat badan pada pasien.
l. Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise.
2. Pemeriksaan Fisik
TTV: adakah hipertensi, sesak nafas
Edema
Apakah penglihatan kabur, kejang, penurunan kesadaran (gejala SSP)
3. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan ASTO, urinalisa, rontgen thorax

12
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul sesuai dengan SDKI:
1. Hipervolemia b.d kelebihan asupan cairan
2. Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan preload
3. Pola nafas tidakk efektif b.d hambatan upaya nafas
4. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
5. Nausea b.d gangguan biokimiawi (uremia)
6. Nyeri (kronis) b.d gangguan fungsi metabolic
7. Defisit pengetahuan tentang manajemen penyakit ginjal

C. Intervensi
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Kep.
Hypervolemia Setelah ➢ Keluhan ➢ Periksa tanda dan
dilakukan dispone gejala hypervolemia
b.d kelebihan
Tindakan menurun ➢ Identifikasi
asupan cairan selama 2x24 ➢ Odema penyebab
jam menurun hypervolemia
diharapkan ➢ Oliguri ➢ Monitor status
keseimbangan menurun hemodinamik
cairan ➢ Berat badan ➢ Monitor intake dan
meningkat membaik output cairan
➢ Monitor tanda
hemokonsentrasi
(natrium,hematokrit,
berat jenis urin)
➢ Monitor kecepatan
infus secara ketat
➢ Monitor efek
samping diuretic
➢ Timbang BB tiap
hari di jam yang
sama
➢ Batasi asupan cairan
dan garam
➢ Tinggikan kepala
tempat tidur 30-400
➢ Anjurkan lapor bila
BB naik > 1kg
dalam sehari

13
➢ Anjurkan lapor bila
produksi urin < 0,5
ml/kgBB/jam dalam
6 jam
➢ Ajarkan membatasi
cairan
➢ Kolaborasi
pemberian diuretic
➢ Kolaborasi koreksi
kalium akibat
diuretik
Resiko Setelah ➢ Kekuatan ➢ Identifikasi tanda
dilakukan nadi perifer /gejala primer
penurunan
Tindakan meningkat penurunan curah
curah jantung keperawatan ➢ Cardiac jantung
selama index (kelelahan,edema,
b.d perubahan
3x24jam meningkat peningkatan CVP)
preload curah jantung ➢ Edema ➢ Identifikasi
meningkat menurun tanda/gejala
➢ Oliguri sekunder penurunan
menurun curah jantung
(peningkatan
BB,ronkhi
basah,oliguri,kulit
pucat)
➢ Monitor TD
➢ Monitor intake dan
output cairan
➢ Monitor BB setiap
hari pada waktu
yang sama
➢ Monitor saturasi
oksigen
➢ posisikan semi
fowler atau posisi
nyaman
➢ berikan diet jantung
➢ berikan oksigen
adekuat
➢ anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
➢ kolaborasi
pemberian anti
aritmia

Pola nafas tak Setelah ➢ Penggunaan ➢ Monitor pola nafas


dilakukan otot bantu (frekwensi
efektif b.d
Tindakan nafas kedalaman,usaha
selama 1x 24 menurun nafas)

14
hambatan jam pola nafas ➢ Frekwensi ➢ Monitor saturasi
membaik nafas oksigen
upaya nafas
membaik ➢ Posisikan semi
➢ Tekanan fowler atau fowler
ekspirasi ➢ Ajarkan Teknik
dan nafas dalam
inspirasi ➢ Kolaborasi
membaik pemberian
bronkodilator k/p
Defisit Setelah ➢ Perilaku ➢ Identifikasi kesiapan
dilakukan sesuai dan kemampuan
pengetahuan
intervensi anjuran menerima informasi
tentang keperawatan meningkat ➢ Sediakan materi dan
selama 2x24 ➢ Pertanyaan media pendidikn
manajemen
jam,maka sesuai yang berikan kesempatan
penyakit status tingkat dihadapi untuk beratanya
pengetahuan menurun ➢ Jelaskan factor
ginjal b.d
meningkat ➢ Persepsi resiko yang dapat
kurang yang keliru mempengaruhi
terhadap kesehatan
terpapar
masalah
informasi menurun

15
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Glomerulonefritis adalah kondisi peradangan pada bagian ginjal yang bernama
glomerulus. Glomerulus pada ginjal berfungsi untuk menyaring menyaring sisa
metabolisme yang tidak diperlukan dalam tubuh dan mengeluarkannya dalam bentuk
urine. Glomerulonefritis yang terjadi pada anak-anak tersering disebabkan oleh
infeksi. Infeksi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca streptokokus, kondisi
ini disebut glomerulonephritis akut pasca streptokokus (GNAPS).GNAPS yang terjadi
pada anak-anak sebagian besar disebabkan oleh infeksikuman Streptokokus β-
hemoliticus grup A strain nephritogenic

B. Saran
Diharapkan bagi pembaca terutama sebagai perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan dapat memberikan informasi tentang bagaimana tanda gejala, cara
pencegahan, cara pengobatan dan penanganan pasien dengan Glomerulus Nefritis
Akut sehingga keluarga juga dapat beperan aktif dalam pemeliharaan kesehatan baik
individu itu sendiri maupun orang lain disekitarnya. dikarenakn Jika kondisi ini
dibiarkan terus menerus, dapat mengakibatkan penyakit gagal ginjal.

16
DAFTAR PUSTAKA

Nydia.2022.Waspada Bahaya Glomerulonefritis Akut pada Anak, Cek Gejala dan


Penyebabnya di Sini! Akses online: https://www.orami.co.id/magazine/glomerulonefritis-
akut-pada-anak
PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Setiawan, Vina.2020. Glomerulonefritis - Tanda, Penyebab, Gejala, Cara Mengobati. Akses
online: https://www.honestdocs.id/glomerulonefritis
Dedy, R. (2010). Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut.
https://pustaka.unpad.ac.id/archives/129317
Hidayani, A. R. ., & Dkk. (2016). Profil glomerulonefritis akut pasca streptokokus pada anak
yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. In e-
CliniC (Vol. 4, Issue 2). https://doi.org/10.35790/ecl.4.2.2016.14678
Kher, K. K. (2019). Acute Glomerular Diseases in Children. In The Open Urology &
Nephrology Journal (Vol. 8, Issue 1). https://doi.org/10.2174/1874303x015080100104
Nurul Putri, I. (2017). Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus dengan Krisis Hipertensi
pada. In Anak J Medula Unila | (Vol. 7, Issue 2).
Silalahi, B. (2021). Keperawatan Anak. UIM Press. https://storage-imelda.s3.ap-southeast-
1.amazonaws.com/repositori/TDchjsfrE2KJDkhSNGeHgNZitoFfDvUYmByA1qOg.pdf
Tatipang, P. dkk. (2017). Analisis Faktor Risiko Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
pada. In Jurnal e-Clinic (eCl) (Vol. 5, Issue 2).
Umboh, V. dkk. (2018). Gambaran Klinis Glomerulonefritis Akut pada Anak di RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado.

17
SEORANG ANAK LAKI-LAKI 13 TAHUN DENGAN GAGAL
GINJAL AKUT ET CAUSA GLOMERULONEFRITIS AKUT
PASKA STREPTOKOKUS
A 13-Year-Old Boy with Acute Kidney Injury Induced by Post-Streptococcus Acute
Glomerulonephritis

Septiana Maulidya Fajrin1, Kautsar Prastudia Eko Binuko2


'Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
2
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUD Dr. Harjono Ponorogo
Korespondensi: maulidyafajrin@gmail.com

ABSTRAK

Gagal ginjal akut didefinisikan sebagai penurunan fungsi ginjal dalam waktu singkat. Gagal
ginjal akut pada anak-anak mempunyai manifestasi klinis yang beragam mulai peningkatan serum
kreatinin, penurunan urine output, hingga gagal ginjal anuria. Penyebab tersering gagal ginjal akut
pada anak-anak adalah glomerulonefritis akut paska streptokokus (GNAPS), suatu penyakit
peradangan non-supuratif pada glomerulus yang didahului oleh infeksi bakteri streptokokus beta
hemolitikus grup A strain nefrogenik. Pada kasus ini dilaporkan seorang anak laki-laki berusia 13
tahun datang dengan keluhan sesak nafas dan bengkak pada kedua kaki selama 3 hari. Pasien
mengalami demam naik turun sejak 2 hari sebelumnya, mual disertai muntah, batuk berdahak, dan
nyeri ulu hati. Pasien merupakan santri pondok pesantren dan memiliki riwayat scabies yang
dinyatakan sembuh 6 minggu sebelum keluhan sesak muncul. Pasien mengalami oliguria dan
pemeriksaan penunjang menunjukkan efusi pleura kanan, proteinuria, hematuria, dan peningkatan
kadar serum kreatinin. Diagnosis gagal ginjal akut et causa GNAPS ditegakkan. Terapi diberikan baik
medikamentosa dan suportif. Respon pasien membaik seiring berjalannya waktu. Pada hari rawat
ketujuh, pasien mengalami kejang dan perubahan status mental. Terapi tambahan untuk kejang
diberikan dan monitoring dilakukan secara ketat. Pada hari ke-14 pasien menunjukkan perbaikan
klinis. Diagnosis dan tatalaksana GNAPS secara dini dapat membantu mencegah terjadinya gagal
ginjal akut.

Kata kunci: Glomerulonefritis Akut, Gagal Ginjal Akut, Infeksi Streptokokus

ABSTRACT

Acute kidney injury is defined as a short-term decline in kidney function. Acute kidney injury in
children has a varied clinical manifestation from increased serum creatinine, decreased urine output,
to anuric renal failure. The most common cause is acute post-streptococcal glomerulonephritis
(PSGN), a non-suppurative inflammatory disease of the glomerulus that is preceded by infection with
group A nephrogenic beta hemolytic streptococcal bacteria. In this case, a 13-year-old boy came to the
emergency department complaining of shortness of breath and swelling in both legs for the last 3 days.
The patient also experienced fluctuating fever since the previous 2 days, nausea accompanied by
vomiting, coughing with phlegm, and pain in the pit of the stomach. The patient is a boarding school
student and is known to have a history of scabies which was declared cured 6 weeks before the
complaint of shortness of breath appeared. The patient had oliguria and investigation revealed right
pleural effusion, proteinuria, hematuria, and elevated serum creatinine levels. The diagnosis of acute
kidney injury caused by PSGN was established. Therapy is given both medical and supportive. The
patient's response improved over time. However, on the seventh day of hospitalization, the patient had
seizures and changes in mental status. Additional therapy for seizures was given and monitoring was
done closely. On day 14, the patient showed clinical improvement and was discharged. Early diagnosis
and treatment is crucial in preventing acute kidney injury.
Keywords: Acute Glomerulonephritis, Acute Kidney Injury, Streptococcal Infection

449
ISSN : 2721-2882
PENDAHULUAN 2,5 – 15 tahun dengan rerata usia tertinggi

Gagal ginjal akut didefinisikan 8,46 tahun dan rasio perempuan

sebagai penurunan fungsi ginjal dalam disbanding laki-laki 1 banding 2. Sebagian

waktu singkat yang mengakibatkan besar kasus terjadi di negara berkembang

penurunan Glomerular Filtration Rate dengan angka kejadian 470,000 kasus

(GFR), terjadinya retensi urea dan zat sisa baru tiap tahunnya, dengan 97% kasus

lainnya. Gagal ginjal akut pada anak-anak terjadi di area dengan sosioekonomi

mempunyai manifestasi klinis yang luas rendah, berkaitan dengan higienitas yang

dan beragam mulai dari peningkatan kurang baik dan kurangnya akses yang

serum kreatinin, penurunan urine output, memadai ke fasilitas kesehatan. Di negara

hingga gagal ginjal anuria. Gagal ginjal maju, insiden GNAPS berkurang berkat

akut pada anak-anak dapat disebabkan sanitasi yang lebih baik dan pengobatan

oleh berbagai macam faktor etiologis, dini terhadap penyakit infeksi1.

yang paling tersering adalah GNAPS perlu dicurigai apabila

glomerulonefritis akut paska streptokokus anak mengalami penurunan frekuensi dan

(GNAPS). GNAPS merupakan suatu volume berkemih, bengkak pada kedua

penyakit peradangan non-supuratif pada kaki atau daerah sekitar mata, dan

glomerulus yang didahului oleh infeksi mengalami infeksi kulit atau saluran

bakteri streptokokus beta hemolitikus grup pernafasan beberapa minggu sebelumnya2.

A strain nefrogenik, yang dapat Diagnosis dini GNAPS dapat membantu

menyerang organ lain seperti kulit dan mencegah terjadinya gagal ginjal akut.

saluran nafas bagian atas1. Tatalaksana dini terhadap GNAPS

GNAPS dapat terjadi pada semua pada pasien anak tidak kalah penting

usia, tetapi paling sering terjadi pada usia dalam mencegah terjadinya gagal ginjal

5 sampai 12 tahun. Penelitian multisenter akut dan menurunkan insidensi penurunan

di Indonesia memperlihatkan sebaran usia fungsi ginjal progresif di masa mendatang.

Selain menjaga higienitas secara umum,

450
ISSN : 2721-2882
salah satunya tatalaksana pasien dan urinalisis dapat menunjukkan

glomerulus post infeksi adalah dengan kenaikan serum kreatinin, proteinuria,

pemberian antibiotik profilaksis golongan hematuria, dan bakteri urin.

penicillin, terutama penicillin G benzatine, Prinsip tatalaksana kasus GNAPS

yang dapat secara spesifik mengeradikasi meliputi pengobatan spesifik terhadap

kuman streptokokus strain nefrogenik. faktor etiologi, manajemen cairan,

Strain ini memiliki afinitas terhadap manajemen elektrolit, mencukupi

glomerulus dan pembuluh darah kecil kebutuhan nutrisi, penyesuaian dosis obat,

pada ginjal dan membentuk kompleks terapi obat simtomatik, dan terapi

infeksi yang menyebabkan kerusakan pengganti ginjal sesuai indikasi1.

struktur ginjal dan menurunkan GFR,

pemberian antibiotik profilaksis dapat LAPORAN KASUS

mencegah kerusakan lebih lanjut pada Seorang anak laki-laki berusia 13

glomerulus dan pembuluh darah ginjal. tahun dengan berat badan 39 kg dirujuk

Infeksi streptokokus strain nefrogenik juga dari RS swasta ke RSUD dr. Harjono

dapat menyerang pasien endocarditis, dengan keluhan sesak nafas dan bengkak

sehingga penicillin profilaksis juga pada kedua kaki 3 hari terakhir. Sesak

diberikan kepada anak dengan hipertensi nafas dirasakan hilang timbul dan

dan tanda-tanda gagal jantung, meskipun menimbulkan rasa nyeri tiap kambuh.

tidak ditemui tanda khas Pasien juga mengalami demam naik turun

glomerulonephritis post infeksi seperti sejak 2 hari sebelumnya yang membaik

hematuria dan riwayat infeksi kulit atau dengan pemberian paracetamol. Keluhan

saluran nafas sebelumnya9. lain berupa mual disertai muntah, batuk

Gejala khas yang terjadi pada berdahak, dan nyeri di bagian ulu hati.

kasus seperti ini adalah edema, oliguria Tidak ada riwayat kejang sejak lahir

atau anuria, dapat disertai hipertensi. hingga sekarang. Buang air kecil 3 hari

Pemeriksaan laboratorium kimia klinik terakhir diakui hanya 2 sampai 3 kali

451
ISSN : 2721-2882
sehari dengan urin berwarna pekat seperti output urin mencapai 0.26 ml/kgBB/jam.

teh. Buang air besar masih dalam batas Penghitungan Glomerular Filtration Rate

normal. dengan Rumus Schwartz menghasilkan

Riwayat penyakit dahulu angka GFR 16.9 ml/min/1.73 m2.

didapatkan bahwa pasien terdiagnosa Dari pemeriksaan laboratorium,

scabies 6 minggu sebelumnya. Pasien didapatkan leukositosis mencapai

merupakan santri suatu pondok pesantren 34,700/µl, peningkatan neutrofil

yang identik dengan kehidupan komunal 31,300/µl, peningkatan ureum sebanyak

dan angka kejadian scabies yang tinggi. 75.8 mg/dl, peningkatan BUN 35.4 mg/dl,

Didapatkan makula hiperpigmentasi dan peningkatan serum kreatinin sebanyak

disertai skuama kasar disertai krusta akibat 1.52 mg/dl. Urinalisis menunjukkan

sering digaruk. Lesi bekas scabies tersebar proteinuria ++ dan hematuria. Pasien juga

di perut, punggung bagian bawah, serta mengalami imbalans elektrolit berupa

kedua ekstremitas. Keluhan gatal saat hiponatremia dan hiperkalemia dengan

masuk rumah sakit sudah tidak dirasakan. kadar natrium 136 mEq/l dan kalium 5.9

Dari pemeriksaan fisik, mEq/l.

didapatkan keadaan umum pasien lemah Penurunan GFR yang sangat

namun masih dengan kesadaran baik. signifikan, peningkatan serum kreatinin

Tekanan darah 90/60 mmHg dan laju dan adanya gangguan elektrolit menjadi

pernafasan 26 kali per menit. Saturasi alasan penegakan diagnosis gagal ginjal

oksigen 98%. Auskultasi paru akut et causa GNAPS. Regimen

menunjukkan penurunan suara dasar pengobatan pada pasien ini meliputi

vesikuler dan rhonki basah halus pada pemberian obat injeksi ceftriaxone 2×1 g

paru-paru kanan. Hal ini dibuktikan dan dexamethasone 3×5 mg untuk

dengan gambaran efusi pleura kanan dari mengobati peradangan yang ditandai

foto X-Ray thoraks. Terdapat pitting dengan leukositosis, furosemide 3×20 mg

edema pada kedua tungkai dan penurunan sebagai diuretik untuk mengurangi edema

452
ISSN : 2721-2882
dan mengatasi sesak nafas, ondansetron monitoring ketat, pada hari ke-14 pasien

3×4 mg sebagai anti muntah, natrium menunjukkan perbaikan klinis.

bikarbonat 3×1 tablet dan kalitake 4×1

sachet diberikan untuk memperbaiki PEMBAHASAN

kondisi imbalans elektrolit, asam amino Gagal ginjal akut didefinisikan

3×1 tablet juga diberikan untuk kondisi sebagai penurunan fungsi ginjal dalam

insufisiensi ginjal dengan GFR dibawah waktu singkat3. Gagal ginjal akut pada

50. Terapi simtomatik untuk nyeri ulu hati, anak-anak mempunyai manifestasi klinis

batuk, dan obat topikal scabies juga yang luas dan beragam mulai dari

diberikan. Pasien menunjukkan respon peningkatan serum kreatinin, penurunan

baik terhadap terapi, edema tungkai dan urine output, hingga gagal ginjal anuria.

sesak nafas berkurang, proteinuria dan Gagal ginjal akut pada anak-anak dapat

hematuria teratasi dan output urin semakin disebabkan oleh berbagai macam kausa

mendekati normal. yang terbagi menjadi 3 yaitu prerenal,

Pada hari rawat ketujuh, pasien intrarenal, dan postrenal. Gangguan

mengalami perubahan status mental prerenal disebabkan oleh adanya

disertai kejang tanpa provokasi. gangguan vaskuler yang menyebabkan

Proteinuria kembali menjadi ++ dan penurunan perfusi renal. Jenis ini paling

terdapat hematuria. Terapi tambahan sering terjadi pada anak-anak, biasanya

untuk kejang dan neuroproteksi diberikan diakibatkan kondisi hipovolemia atau

menggunakan fenobarbital 3×50 mg, penurunan sirkulasi efektif. Contoh

piracetam 2 gram terbagi dalam 3 dosis, kondisi yang berujung pada hipoperfusi

dan maintenance menggunakan ginjal antara lain dehidrasi, perdarahan,

midazolam 1 mg. Antibiotik ditingkatkan luka bakar, syok, sindroma nefrotik, gagal

dengan menggunakan meropenem, jantung, dan sepsis. Gangguan intrarenal

pemberian kalitake dan natrium bikarbonat disebabkan karena kerusakan struktural

dihentikan. Setelah evaluasi dan pada parenkim ginjal (glomerulus dan

453
ISSN : 2721-2882
tubulus ginjal), contohnya pada tubular Diagnosis ditegakkan dari

injury (acute tubular necrosis), penyakit anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

vaskuler renal, penyakit interstisial, dan pemeriksaan penunjang. Manifestasi klinis

penyakit pada glomerulus. Gangguan post- khas pada GNAPS adalah edema (75%),

renal disebabkan oleh suatu obstruksi pada hematuria (30-70%), oliguria atau anuria

saluran kemih bagian bawah baik akibat (5-10%), hipertensi atau tanda

anomali anatomis atau kondisi seperti ensefalopati hipertensi berupa nyeri

batu, thrombus, neurogenic bladder, dan kepala, muntah, kejang, dan penurunan

konsumsi obat yang menyebabkan retensi kesadaran, dan yang paling khas adalah

urin4 riwayat infeksi sebelumnya (faringitis,

Pada pasien, penyebab gagal ISPA, pioderma). Hasil pemeriksaan

ginjal akut adalah kausa intrarenal berupa laboratorium yang umum dijumpai pada

Glomerulonefritis Akut Paska kasus GNAPS dan gagal ginjal akut

Streptokokus (GNAPS), dengan tanda dan adalah penurunan hemoglobin, kenaikan

gejala glomerulonefritis disertai BUN dan serum kreatinin, hipoalbumin,

predisposisi infeksi kulit 6 minggu peningkatan titer ASTO, penurunan

sebelumnya. GNAPS merupakan suatu komplemen C3, peningkatan LED pada

penyakit peradangan non-supuratif pada fase akut, proteinuria ringan, hematuria,

glomerulus yang didahului oleh infeksi torak eritrosit, torak granuler.

bakteri streptokokus beta hemolitikus grup Pemeriksaan radiologi, seringkali

A strain nefrogenik2. Bentuk infeksi menunjukkan efusi pleura dan

streptokokus yang menjadi predisposisi kardiomegali

GN selain infeksi kulit adalah infeksi Pada pasien, tanda dan gejala

saluran pernafasan 2-3 minggu yang mengarah kepada kondisi gagal

sebelumnya dan faringitis 2 minggu ginjal akibat peradangan pasca infeksi

sebelumnya1. pitting edema kedua tungkai, hematuria,

oliguria, batuk, sesak nafas dibuktikan

454
ISSN : 2721-2882
dengan gambaran efusi pleura kanan, khas pada CKD adalah riwayat hipertensi

riwayat infeksi kulit, efusi pleura kanan, kronis. (3) Pertumbuhan, anak dengan

proteinuria, kenaikan BUN, ureum, serum AKI pertumbuhannya normal, berbeda

kreatinin, dan kondisi imbalans elektrolit dengan pasien CKD yang akan mengalami

berupa hiponatremia dan hiperkalemia gangguan pertumbuhan. (4) Kondisi

ringan. tulang, kondisi tulang pasien CKD adalah

Pemeriksaan tambahan yang dapat ditemukannya osteodistrofi tulang,

dilakukan untuk menegakkan diagnosis didukung dengan riwayat mudah terjadi

adalah fluid challenge dengan normal fraktur dengan trauma ringan-sedang dan

saline 10-20 ml/kgBB, USG ginjal, dan tulang tibia yang torsi abnormal. (5)

biopsi ginjal apabila pemeriksaan non Sedimen urin, adanya broad waxy urinary

invasif belum cukup atau gagal casts menunjukkan kondisi suatu

menegakkan diagnosis4. disfungsi ginjal kronis. (6) Hematokrit,

Diagnosis banding yang sering anemia pada CKD masuk ke kategori

untuk gagal ginjal akut (Acute Kidney berat. (7) USG ginjal, kondisi ginjal pada

Injury atau AKI) adalah gagal ginjal pasien AKI berukuran normal atau

kronis (Chronic Kidney Disease) atau mengalami pembesaran, sedangkan pada

CKD. Pada anak-anak, tanda dan gejala pasien CKD ginjalnya tampak kecil atau

yang dapat diidentifikasi untuk menyusut5.

membedakan gagal ginjal akut dan kronis Prinsip tatalaksana pada pasien

adalah (1) Serum BUN dan kreatinin, pada dengan tanda-tanda gagal ginjal akut

AKI, kenaikan BUN dan kreatinin serum akibat GNAPS meliputi pengobatan

terjadi secara progresif sementara pada spesifik faktor etiologi, manajemen cairan,

CKD kadar serum BUN dan kreatinin manajemen elektrolit, memastikan

terus tinggi dalam jangka waktu yang lama kecukupan nutrisi, penyesuaian dosis obat,

tanpa ada perubahan angka yang terapi pengganti ginjal,

bermakna. (2) Riwayat penyakit dahulu,

455
ISSN : 2721-2882
Apabila masih terjadi proses non-oliguri. Trial dose diadministrasikan

infeksi, antibiotik pilihan pertama adalah dengan bolus high single dose 2-5

golongan penicillin. Obat yang digunakan mg/kgbb maksimal 200 mg. Apabila

sebagai pilihan pertama adalah efektif, dilanjutkan dengan infusion pump

Amoxicillin 50 mg/kgBB diberikan secara 0.1-0.3 mg/kgBB/jam. Pemberian diuretik

peroral dengan dosis maksimal 1000 harus segera dihentikan jika setelah 2 jam

mg/hari selama 10 hari. Terapi suportif pemberian tidak ada tanda-tanda diuresis.

yang diberikan biasanya berupa diuretik Diuretik tidak disarankan untuk diberikan

untuk kondisi edema, menggunakan loop jangka panjang karena potensi

diuretik atau furosemide. Pasien pada nefrotoksik6.

kasus ini memiliki riwayat konsumsi Pada ketidakseimbangan

golongan penicillin yang sering untuk elektrolit, yang pertama diatasi adalah

penyakit ringan seperti batuk dan pilek, hiperkalemia. Pasien mengalami

sehingga pilihan antibiotik jatuh ke hiperkalemia ringan dan hiponatremia

sefalosporin yaitu ceftriaxone. Untuk ringan, terapi yang diberikan adalah

edema tungkai dan edema paru, pasien furosemide dan natrium bikarbonat

merespon baik dengan pemberian sebagai transporter ke intrasel serta

furosemide6. kalsium polystyrene sulfonate atau

Manajemen cairan dilakukan kalitake sebagai pengikat kalium7.

melalui kombinasi terapi cairan, obat, dan Pemberian natrium bikarbonat tidak

nutrisi yang masuk. Pasien pada kasus ini direkomendasikan sebagai terapi tunggal

datang dengan sesak nafas dan bengkak hiperkalemia dan tidak disarankan untuk

pada kedua tungkai, sehingga kondisinya pemakaian jangka panjang karena dapat

adalah hipervolemia yang membutuhkan menyebabkan kondisi hipokalsemia.

terapi fluid removal dan fluid restriction. Natrium bikarbonat dapat menurunkan

Furosemide diberikan untuk diuresis dan kadar kalsium terionisasi dalam darah dan

konversi gagal ginjal akut oliguri menjadi cairan serebrospinal, kondisi ini dapat

456
ISSN : 2721-2882
meningkatkan eksitabilitas pada sistem menghindari atrofi vili usus dan

saraf pusat dan menimbulkan manifestasi keterlambatan perkembangan imunitas.

berupa kejang7. Penyesuaian dosis obat dilakukan

Pasien mengalami kejang pada dengan mengurangi atau menghindari obat

hari rawat ketujuh setelah pemberian yang berpotensi nefrotoksik dan mengatur

terapi koreksi elektrolit sejak hari rawat dosis obat-obatan yang dieliminasi lewat

kedua. Komplikasi kejang pada kasus ginjal terutama pada pasien gagal ginjal

gagal ginjal akut biasanya disebabkan oleh akut dengan GFR dibawah 50

ensefalopati hipertensi. Namun karena ml/menit/1.73m2. Pemberian obat yang

pasien tidak mengalami hipertensi dan memerlukan perhatian khusus adalah

imbalans elektrolit yang dialami bersifat untuk obat seperti vancomycin,

ringan, etiologi kejang sangat mungkin aminoglikosida, enoxaparin, dan digoxin.8

disebabkan oleh efek samping dari Indikasi terapi pengganti ginjal

natrium bikarbonat. didasarkan pada persentase kelebihan

Pasien anak dengan kondisi cairan yang dihitung dengan rumus :

seperti ini juga harus dipastikan (𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 − 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟)


%=
𝐵𝐵 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑀𝑅𝑆
kecukupan nutrisinya. Intake kalori 30% × 100

di atas kebutuhan maintenance. Intake


Terapi pengganti ginjal dipertimbangkan
protein per hari berkisar antara 1.5 hingga
pada pasien kelebihan cairan >10%
3 gram/kgBB sesuai kategori umur
dengan kegagalan multi organ dan
menurut American Society of Pediatric
oliguria menetap setelah diberikan
Enteral Nutrition (ASPEN). Diet rendah
diuretik. Terapi pengganti ginjal
sodium 2-3 mEq/kgBB/hari atau sekitar ¼
diindikasikan pada kondisi berikut :
hingga ½ sendok teh per hari. Pemberian
kelebihan cairan >15%, komplikasi
nutrisi diutamakan secara enteral apabila
uremik (BUN 80-100 mg/dL), dan
tidak ada kontraindikasi pada pasien, guna

457
ISSN : 2721-2882
kelainan metabolik yang mengancam Pasien pada kasus ini

jiwa8 menunjukkan perbaikan klinis dan bebas

Terapi medikamentosa simtomatik keluhan kejang selama tujuh hari pasca

yang biasa diperlukan antara lain adalah kejang pertama, sehingga pada hari rawat

antiinflamasi, antipiretik, analgesik, ke-14, pasien memenuhi indikasi untuk

antiemetik, dan mukolitik-ekspektoran. pulang.

Terapi kejang yang diberikan pada pasien KESIMPULAN

adalah fenobarbital sebagai terapi inisial Deteksi dan tatalaksana dini

dan midazolam 1 mg untuk terapi terhadap GNAPS pada pasien anak

maintenance. penting dalam mencegah terjadinya

Prognosis pada pasien anak-anak kerusakan glomerulus dan menurunkan

dengan gagal ginjal akut bergantung pada insidensi gagal ginjal akut pada anak,

kondisi klinis dan derajat gagal ginjal. secara tidak langsung menurunkan resiko

Angka mortalitas akan meningkat apabila kejadian gagal ginjal kronis di masa

terdapat kondisi seperti infeksi berat, mendatang.

perdarahan, gagal jantung, gagal nafas,

gagal multi organ, dan sepsis. DAFTAR PUSTAKA

Pasien gagal ginjal akut sangat Ault BH, Jones DP, et al. post-
streptococcal acute
beresiko mengalami gagal ginjal kronik di glomerulonephritis in children:
clinical features and pathogenesis.
tahun-tahun mendatang, diperlukan follow Pediatric Nephrology J 2018;
26:133.
up secara rutin terutama untuk monitor
Becquet O, Pasche J, Gatti H, et al. Acute
proteinuria dan hipertensi. Deteksi dini post - streptococcal
glomerulonephritis in children of
tanda dan gejala prerenal, intrarenal, French Polynesia: a 3-year
retrospective study. Pediatr
maupun post-renal menjadi faktor penting Nephrol 2018; 25:275.

dalam pencegahan dan tatalaksana kasus Greenbaum LA. Delay in diagnosis in


poststreptococcal
gagal ginjal akut.8 glomerulonephritis. J Pediatr 2018;
153:560.

458
ISSN : 2721-2882
Roy JP, Devarajan P. Acute Kidney Injury:
Diagnosis and Management. Indian
J Pediatr 2020; 87:600.

Devarajan P. The Current State of the Art


in Acute Kidney Injury. Front
Pediatr 2020; 8:70.

Basu RK. Acute Kidney Injury in


Hospitalized Pediatric Patients.
Pediatr Ann 2018; 47: e286.

Hoste EAJ, Kellum JA, Selby NM, et al.


Global epidemiology, and
outcomes of acute kidney injury.
Nat Rev Nephrol 2018; 14:607.

Kaddourah A, Basu RK, Goldstein SL, et


al. Oliguria and Acute Kidney
Injury in Critically Ill Children:
Implications for Diagnosis and
Outcomes. Pediatr Crit Care Med
2019; 20:332.

Balasubramanian R, Marks SD. Post-


infectious
glomerulonephritis. Paediatr Int
Child Health. 2017 Nov;37(4):240-
247.

459
ISSN : 2721-2882

Anda mungkin juga menyukai