Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN RHD (RHEUMATIC HEART DISEASE)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Anak II

Disusun Oleh :
Sri Nur Chasanah 2021270061
Fety Fauziah 2021270062
Lutmilatul Jihan Ali 2021270063

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN -NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS SAINS AL-QURAN
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Asuhan Keperawatan Anak Dengan RHD (Reumatic Heart Diseasa)” dengan baik

tanpa ada halangan yang berarti.

Makalah ini berhasil di selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan

bantuan dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini

masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharap saran dan kritik yang

bersifat membangun untuk perbaikan makalah ini.Penulis berharap makalah ini

dapat bermanfaat bagi kita semua, aamiin.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Sampul ....................................................................................................... i
Kata pengantar ............................................................................................ ii
Daftar Isi...................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian............................................................................. 2
BAB II Tinjauan Pustaka ......................................................................... 3
A. Defenisi RHD ................................................................................. 3
B. Etiologi ........................................................................................... 3
C. Klasifitasi ........................................................................................ 5
D. Manifestasi Klinis ........................................................................... 6
E. Patofisiologi .................................................................................... 7
F. Komplikasi ...................................................................................... 8
G. Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 8
H. Penatalaksanaan .............................................................................. 9
BAB III Asuhan Keperawatan ................................................................. 10
A. Pengkajian ...................................................................................... 10
B. Diagnosa Keperawatan.................................................................... 11
C. Intervensi ........................................................................................ 12
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 20
B. Saran ............................................................................................... 21
Daftar Pustaka ............................................................................................ 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau biasa di bahasa medisnya Rheumatic
Heart Disiase (RHD) adalah suatu komplikasi yang berbahaya dari demam
reumatik. RHD merupakan sebuah kondisi yang terjadi karena kerusakan permanen
daru kutup-kutup jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Kutup-kutup
tersebut rusak karena proses perjalanan dari penyakit yang diawali dengan infeksi
tenggorakan yang disebabkan oleh bakteri strepcoccus hemoliticus tipe A (bakteri
penyebab demam).
Kurang lebih 39% pasien dengan demam reumatik akut akan terjadi
kelainan pada jantung seperti gangguan kutup, gagal jantung, perikarditis (radang
selaput jantung), sampai juga dengan kematian. Sedangkan pada penyakit jantung
reumatik kronik, pasien bisa terjadi stenosis kutup (gangguan kutup), pembesaran
atrium (ruang jantung), aritmia (gangguan irama jantung) dan gangguan fungsi
ventrikel (ruang jantung).
RHD (Rheumatic Heart Desease) dapat terjadi di seluruh dunia. Kurang
lebih dari 100.000 kasus baru demam reumatik terjadi setiap tahunnya, khususnya
pada anak dengan usia 6 – 15 tahun. Sering terjadi pada daerah dengan udara dingin,
lembab, lingkungan dan gizi yang kurang memadai.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Rheumatic Heart Disease?
2. Bagaimana etiologi dari Rheumatic Heart Disease?
3. Apa saja klasifikasi dari Rheumatic Heart Disease?
4. Apa saja manifestasi Rheumatic Heart Disease?
5. Bagaimana patofisiologi dari Rheumatic Heart Disease?
6. Apa saja komplikasi pada Rheumatic Heart Disease?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dibutuhkan pada Rheumatic Heart
Disease?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Rheumatic Heart Disease.
2. Untuk mengetahui etiologi dari Rheumatic Heart Disease.
3. Untuk mengetahui klasifikasi Rheumatic Heart Disease.
4. Untuk mengetahui apa saja manifestasi dari Rheumatic Heart Disease.
5. Untuk mengatahui bagaimana patofisiologi dari Rheumatic Heart Disease.
6. Untuk mengetahui beberapa komplikasi dari Rheumatic Heart Disease.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik yang dibutuhkan Rheumatic Heart
Disease.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang
mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan
pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b tipe A (Pusdiknakes,
2016).
Penyakit jantung reumatik merupakan penyakit peradangan sistemik akut
ataupun kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta
Strepcoccus Hemoliyticus Tipe A. Beta Strepcoccus Hemoliyticus Tipe A sampai
saat ini belum diketahui mekanisme perjalanannya, dengan satu atau lebih gejala
mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, kerditis, korea minor, nodul subkutan dan
eritema marginatum.

B. Etiologi
RHD merupakan penyakit yang sangat berhubungan dengan infeksi saluran
nafas atas yang disebabkan oleh Beta Strepcoccus Hemoliyticus Tipe A yang
pengobatannya tidak selesai dan tidak terobati. Penyebab pasti dari RHD belum
diketahui sampai saat ini.
Terdapat beberapa faktor prediposisi yang berpengaruh saat timbul reaksi
RHD seperti :
1. Faktor-faktor Pada Individu
a. Faktor Genetik
Terdapat antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. Antara HLA dengan
demam Reumatik mempunyai hubungan dengan aloantigen sel B spesifik
yang biasa disebut dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.
b. Jenis Kelamin
Demam reumatik sering terjadi pada anak dengan jenis kelamin perempuan
dibandingkan dengan anak berjenis kelamin laki-laki. Tetapi terdapat pada
data lain menunjukkan ketidak adaan perbedaan jenis kelamin, walaupun

3
manifestasi yang sering ditemukan hanya pada satu jenis kelamin yaitu
perempuan.
c. Golongan Etnik dan Ras
Suatu data menunjukkan bahwa sasaran pertama maupun serangan ulang
dari demam reumatik sering terdapat pada orang yang berkulit hitam
dibandingkan orang yang berkulit putih. Tetapi data ini harus berhati-hati.
Bisa jadi berbagai faktor lingkungan yang berbeda diantara kedua golongan
tersebut.
d. Umur
Umur merupakan faktor predisposisi timbulnya deman reumatik ataupun
penyakit jantung reumatik. Penyakit ini sering mengenai anak umur 5 – 15
tahun dengan puncak saat berumur 8 tahun. Penyakit ini tidak bisa
ditemukan pada usia 3 – 5 tahun atau setelah umur 20 tahun.
e. Reaksi Autoimun
Pada penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida pada
bagian dinding sel streptococcus beta hemolitikus grub A dengan
glikoprotein dalam kutub. Kemungkinan mendukung terjadinya
miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
2. Faktor – Faktor Lingkungan
a. Keadaan Sosial Ekonomi yang Buruk
Keadaan sosial ekonomi yang buruk merupakan faktor predisposisi
terjadinya demam reumatik. Sanitasi lingkungan yang buruk dengan
penghuni yang padat serta rendahnya pendidikan. Rendahnya pendidikan
juga menjadi faktor karena orang tua dengan pendidikan yang kurang tidak
akan segera mengobati anak yang sedang menderita sakit, pendapatan yang
kurang sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang.
b. Iklim dan Geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Di daerah yang
letaknya di dataran tinggi lebih banyak terjadi insiden demam reumatik
daripada di dataran rendah.

4
c. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak juga dapat mengakibatkan terjadinya
insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga kejadian
demam reumatik juga akan meningkat.

C. Klasifikasi
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik atau penyakit jantung reumatik
dapat dibagi dalam 4 (Empat) stadium yaitu :
1. Stadium I
Pada stadium I terdapat infeksi saluran nafas atas yang disebabkan oleh kuman
Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A. Stadium I mempunyai beberapa
keluhan seperti demam, batuk, rasa sakit saat menelan, muntah, diare,
peredangan pada tonsil disertai eksudat.
2. Stadium II
Stadium II biasanya disebut juga dengan periode laten. Dimana periode laten
merupakan masa antara infeksi strepcoccus dengan awal gejala demam
reumatik, periode ini biasanya berlangsung selama 1 – 3 minggu.
3. Stadium III
Stadium III merupakan fase akut dari demam reumatik. Manifestasi klinis dari
fase akut ini digolongkan dalam gejala peradangan umum dan manifestasi
spesifik demam reumatik atau penyakit jantung reumatik. Gejala peradangan
umumnya yaitu, demam yang tinggi, lesu anoreksia, gampang tersinggung,
berat badan menurun, pucat, epistaksis,antharlgia, rasa sakit disekitar sendi dan
sakit perut.
4. Stadium IV
Stadium IV sering disebut juga dengan stadium inaktif. Pada periode ini
penderita demam reumatik tidak muncul gejala apapun. Pada periode ini juga,
baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu –
waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

5
D. Manifekasi Klinis
Manifestasi yang muncl pada penyakit ini tergantung pada bagian jantung
yang diserang. Katup mitral merupakan katup yang sering terkena, biasanya
menimbulkan gejala gagal jantung kiri, sesak nafas dengan whezing pada paru.
Gejala umum yang biasa timbul yaitu sesak nafas yang disebabkan karena
bagian jantung sudah mengalami gangguan, nyeri sendi yang berpindah-pindah,
bercak kemerahan dikulit. Selain itu juga, gejala yang muncul adalah nyeri perut,
berat badan menurun, demam dan cepat lelah. Berikut ini merupakan tanda-tanda
juga kriteria diagnosis :
Meurut Julius (2016) dan Dwi & Pamela (2019), tanda dan gejala dari
jantung reumatik sebagai berikut :
1. Kriteria Mayor
a. Poliarthritis
Pasien biasanya mempunyai gejala sakit pada sendi yang berpindah-
pindah, radang sendi, lulut, pergelangan kaki, pergelangan tangan dan siku
(Poliartitis migran).
b. Karditis
Karditis merupakan peradangan yang terjadi pada jantung (Miokarditis,
endokarditis).
c. Eritema Marginatum
Terdapat tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak
gatal.
d. Nodul Subkutan
Terletak pada permukaan ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut,
persendian kaki, tidak nyeri dan bebas digerakan.
e. Khorea Syndendham
Gerakan yang tidak sengaja atau gerakan abnormal, sebagai manifestasi
peradangan pada sistem saraf pusat.
2. Kriteria Minor
a. Mempunyai riwayat demam reumatik atau penyakit jantung reumatik.
b. Artraliga ataupun nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi,
terkadang penderita sulit menggerakan tungkainya.

6
c. Demam tidak lebih dari 39˚C
d. Leukositosis
e. Peningkatan laju endap darah (LED)
f. Peningkatan pulse atau denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)
g. Peningkatan anti streptolisin O (ASTO)

E. Patofisiologi
RHD atau jantung jantung rematik disebabkan oleh demam rematik, suatu
penyakit sistemik yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A. Jantung
merupakan organ yang menjadi sasaran dan merupakan bagian yang biasanya
kerusakan paling serius.
Kerusakan jantung dan lesi pada sendi bukan diakibatkan oleh infeksi,
artinya jaringan tersebut tidak mengalami infeksi atau secara langsung dirusak oleh
organisme itu sendiri, tetapi pada hal tesebut merupakan reaksi yang terjadi sebagai
respon terhadap strepcoccus hemolitikus. Pada saat itu leukosit darah akan
tertimbun pada jaringan yang diserang dan membentuk nodul, kemudian diganti
dengan jaringan perut. Miokardium juga ikut serta pada fase inflamasi, maka
berkembanglah miokarditis rematik kemudian melemahnkan tenaga kontraksi
jantung. Pada perjalanan ini juga pericardium ikut serta, maka akan terjadi
pericarditis rematik selama proses penyakit ini. Komplikasi yang terjadi pada
miokardial dan pericardia tidak meninggalkan gejala yang serius, sedangkan pada
endokarditis rematik meninggalkan efek samping yaitu kecacatan permanen.
Demam reumatik yang terjadi diduga akibat kepekaan tubuh yang
berlebihan beberapa produk seperti stertolisin O, streptolisin S, hialuronidase,
streptokinase, di fosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease dan streptococcus
erythrogenic toxin. Sensitiv sel B antibodi memproduksi antistreptococcus yang
membentuk imun komplek. Persilangan antara imun komplek dan sercolema
kardiak dapat menimbulkan respon peradangan myocardial dan valvular.
Peradangan sering terjadi pada katup mitral, dimana akan menjadi skar dan
kerusakan permanen.
Demam reumatik biasanya terjadi antara 2 – 6 minggu setelah tidak ada
pengobatan ataupun pengobatan yang tidak selesai karena adanya infeksi pada

7
saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh kelompok kuman A betahemolytic.
Penyebab dari morbiditas dan mortalitas yaitu saat fase akut dan kronik dengan
karditis.

F. Komplikasi
1. Gagal jantung pada kasus yang berat
2. Pada jangka panjang akan timbul demam jantung reumatik
3. Aritmia
4. Perikarditis dengan efusi
5. Pneumonia reumatik

G. Pemeriksaan Penunjang
menurut Dewi & Pamela (2019) untuk diagnosis dan evaluasi penyakit demam
reumatik, diperlukan pemeriksaan penunjang, seperti :
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah akan ditemukan peningkatan ASTO,
peningkatan laju endap darah (LED) dan CRP, di dapatkan hasil kultur swab
tenggorokan potif, adanya leukositosis dan mungkin menjadi penurunan
hemoglobin.
2. Radiologi
Pemeriksaan thoraks terdapat pembesaran pada jantung.
3. Pemeriksaan elektrokardiogram
Dengan hasil interval P-R memanjang
4. Pemeriksaan ekokardiografi
Pemeriksan ini menggunakan doppler. Pemeriksaan ini juga sangat penting
karena pada karditis subklinis regurgitasi mitral atau aorta terkadang tidak
ditemukan dengan cara pemeriksaan fisik (auskultasi). Pemeriksaan
ekokardiografi dengan enggunakan doppler juga dapat melihat patologi katub
mitral atau aorta.
5. Apusan tenggorokan
Adanya stepcoccus hemolitikus b grub A.

8
H. Penatalaksanaan
Menurut Dwi & pamela (2019) tatalaksan demam rematik meliputi tirah
baring, terapi anti-streptokokus (profilaksis primer DNA sekunder) serta terapi anti
inflamasi dan anti-konvulsi. Pada komplikasi penyakit ini diperlukan obat deuretik
(furosemide, spironolaton), kataptropil, digoxin dan diet yang sesuai.
Dasar pengobatan demam reumatik terdiri dari istirahat, eradikasi kuman
streptokok, pengobatan dengan obat anti radang dan pengobatan suportif.
1. Istirahat ; tergantung parah tidaknya, ada atau tidaknya karditis
2. Eradikasi kuman streptokok ; pada negara berkembang WHO menganjurkan
dengan menggunakan benzatin penisilin 1,2 juta IM. Apabila ada alergi maka
diganti dengan eritromisin 20mg/kg BB 2x sehari selama 10 hari.
3. Penggunaan obat anti radang tergantung ada atau tidaknya serta beratnya
karditis. Prednison hanya untuk digunakan untuk krditis dengan kardiomegali
atau gagal jantung.
4. Pengobatan suportif ; seperti diet tinggi kalori serta protein, vitamin (terutama
vitain c) serta pengobatan terhadap komlikasi. Apabila dengan pengobatan
medikamentosa saja gagal maka perlu dipertimbangkan lagi untuk tindakan
operasi pembetulan katup jantung.

Secara ringkas penanganan demam reumatik bisa dilaksanakan sebagai berikut :

1. Artritis tidak dengan kardiomegali


Istirahat baring selama 2 minggu, rehabilitas selama 2 minggu, pengobatan
dengan obat-obatan anti inflamasi, eridikasi dan profilaksi.
2. Artritis, karditis tanpa kardiomegali
Tirah baring selama 4 minggu, pengobatan yang sudah diuraikan.
3. Karditis, kardiomegali
Tirah baring selama 6 minggu, mobilisasi selama 6 minggu, pengobatan seperti
yang diuraikan. Olahraga terbatas, menghindari olahraga berat dan kompetitif.
4. Karditis, kardiomegali, gagal jantung
Tirah baring selama terdapat gagal jantung, mobilisasi bertahap selama 12
minggu, pengobatan yang sudah diuraikan, olahraga dilarang.

9
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien ; nama, umur, alamat, pendidikan
2. Riwayat kesehatan ; demam, nyeri, dan pembengkakan sendi
3. Riwayat penyakit dahulu ; apakah pernah mengalami penyakit yang sama, atau
mungkin demam biasa, tonsilitis, pharingitis, otitis media.
4. Riwayat penyakit sekarang ; demam, sakit persendian, timbul gerakan yang
tiba-tiba
5. Riwayat kesehatan keluarga ; adakan anggota keluarga yang mengalami
riwayat penyakit yang sama.
6. Riwayat kesehatan lingkungan
a. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
b. Iklim dan geografi
7. Imunisasi
8. Riwayat nutrisi ; apakah adanya penurunan nafsu makan selama sakit sehingga
dapat mempengaruhi status nutrisi berubah
9. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
a. Kepala : ada gerakan yang tidak disadari pada wajah, sclera anemis,
terdapat nafas cuping hidung, membran mukosa pucat.
b. Kulit : turgor kulit kembali setelah 3 detik, peningkatan suhu tubuh sampai
39˚C.
c. Dada : (IPPA)
1) Inspeksi ; terdapat edema, peteki
2) Palpasi ; vocal fremitus tidak sama
3) Perkusi ; redup
4) Auskultasi ; terdapat pericardial friction rub, ronchi, crackles
d. Jantung (IPPA)
1) Inspeksi ; iktus kardis tampak
2) Palpasi ; dapat terjadi kardiomegali
3) Perkusi ; redup

10
4) Auskultasi ; terdapat murmur,gallop
e. Abdomen : (IAPP)
1) Inspeksi perut ; simetris
2) Auskultasi ; bising usus normal
3) Palpasi ; terkang terjadi hepatomegali
4) Perkusi ; tympani
f. Genetalia tidak ada kelainan
g. Ekstermitas
1) Inspeksi ; sendi terlihat bengkak dam merah, ada gerakan yang tidak
disadari
2) Palpasi ; teraba hangat dan terjadi kelemahan otot.
10. Pengkajian data khusus
a. Karditis : takikardi terutama saat tidur, kardiomegali, suara sistilok,
perubahan suara jantung, perubahan EKG (interval PR memanjang)nyeri
prekornial, lekositosis, peningkatan LED, peningkatan ASTO.
b. Poliartitis : nyeri tekan di daerah sendi, menyebar pada sendi lutut, siku,
bahu, dan lengan (gangguan fungsi sendi)
c. Nodul subkutan : timbul benjolan dibawah kulit, teraba lunak dan bergerak
bebas. Biasanya muncul sesaat dan biasanya langsung hilang. Biasanya
terdapat pada permukaan ekstensor persendian.
d. Khorea : pergerakan ireguler pada ekstermitas, infolunter dan ceoat, emosi
labil, kelemahan otot.
e. Eritema marginatum : umumnya terdapat bercak merah pada batang tubuh
dan telapak tangan. Bercak merah dapat berpindah lokasi, tidak permanen,
eritema bersifat non-prorutis.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontrakilitas otot jantung
2. Nyeri akut b.d agen cidera
3. Hipertemia b.d respon infeksi penyakit
4. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri sendi
5. Gangguan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi

11
6. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit b.d kurang terpapar informasi
7. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik ditandai dengan pasien cepat lelah saat
melakukan aktivitas berlebihan
8. Resiko cidera b.d gerakan involunter

C. Intervensi
1. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas otot jantung
a. Tujuan
Curah jantung meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24
jam dengan kriteria hasil :
1) Kekuatan nadi perifer meningkat
2) Palpitasi menurun
3) Brakikardi menurun
4) Gambaran EKG NSR
5) Sesak nafas menurun
6) Tidak pucat
7) Tidak batuk
8) Suara jantung S3 dan S4 menurun
9) Murmur jantung menurun
10) CRT < 3 detik
b. Intervensi
1) Observasi
a) Observasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung
meliputi : dyspnea, kelelahan, edema, orthopnea,
paroxismalnocturnal dyspnea, peningkatan CVP
b) Identifikasi tanda dan gejala sekunder penurunan curah jantung
meliputi : peningkatan BB, hepatomegali, distensi vena jugularis,
palpitasi, ronchi basah, oliguria, batuk, tanda sianosis.
c) Monitor tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu,
saturasi oksigen.
d) Monitor intake dan output cairan
e) Monitor adanya keluhan nyeri dada

12
f) Monitor EKG 12 sandapan
g) Monitor adanya aritmia
2) Terapeutik
a) Berikan posisi tidur semi fowler atau fowler
b) Berikan diit jantung yang sesuai
c) Berikan dukungan emosional dan spritual
3) Edukasi
a) Anjurkan melakukan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan
b) Anjurkan untuk aktivitas secara bertahap
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antiaritmia apabila perlu
5) Rujuk ke program rehabilitas jantung
2. Nyeri akut b.d agen cidera
a. Tujuan
Tingkat nyeri berkurang setelah 1 x 24 jam perawatan dengan kriteria hasil:
1) Skala nyeri 0-2 (dari skala 0-10)
2) Ekspresi wajah rilek
3) Tekanan darah dalam batas normal 120/80 mmHg
4) Denyut jantung normal 60-100x/menit
5) Pasien bisa mengungkapkan penyebab nyeri
b. Intervensi
Manajemen Nyeri :
1) Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi nyeri, frekuensi, kualitas
dan intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respon nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Monitor efek samping penggunaan analgetik
2) Terapeutik
a) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri, misalnya
teknik nafas dalam, pemberian aroma terapi, terapi musik, terapi
pijat

13
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misalnya
pencahayaan, suhu ruangan, kebisingan)
3) Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
3. Hipertermia b.d respon infeksi penyakit
a. Tujuan
Pasien tidak mengalami hipertermi setelah perawatan 3 x 24 jam dengan
kriteria hasil :
1) Suhu tubuh dalam batas normal (36,5˚C – 37,5˚C)
2) Tidak sakit kepala
3) Nadi dalam batas normal (80 – 100x/mnt)
4) Frekuensi nafas dalam batas normal (12 – 24x/mnt)
5) Tidak ada perubahan warna kulit
6) Hidrasi cukup
b. Intervensi
Manajemen Hipertemi
1) Observasi
a) Identifikasi penyebab hipertemia
b) Monitor suhu tubuh
c) Monitor kadar urine
2) Terapeutik
a) Ciptakan lingkungan yang dingin
b) Longgarkan atau lepaskan pakaian
c) Berikan cairan per oral
d) Ganti linen jika basah akibat keringat
e) Berikan oksigenasi apabila perlu
3) Edukasi : anjurkan tirah baring
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan intravena dan
antipiretik

14
4. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri sendi
a. Tujuan
Pasien mampu melakukan gerakan fisik ekstermitas secara mandiri setelah
3 x 24 jam, dengan kriteria :
1) Pergerakan ekstermitas mengangkat
2) Kekuatan otot meningkat
3) Nyeri menurun skala 0-3
4) Kaku sendi menurun
5) Kelemahan fisik menurun
b. Intervensi
Dukungan ambulasi :
1) Observasi
a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
b) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi
c) Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
2) Teraupetik
a) Fasilitas aktivitas ambulasi dengan alat bantu (kruk, tongkat)
b) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi
3) Edukasi
a) Anjurkan pada pasien supaya melakukan amulasi dini
b) Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (misal : berjalan
dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai toleransi)
Dukungan mobilisasi
1) Observasi
a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
b) Identifikasi toleransi fisik melakukan gerakan
c) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
d) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

15
2) Terapeutik
a) Fasilitasi mobilisasi fisik dengan alat bantu
b) Fasilitasi melakukan pergerakan
c) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi
3) Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
b) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
c) Anjurkan mobilisasi sederhana yang bisa dilakukan
5. Gangguan intergritas kulit b.d perubahan sirkulasi
a. Tujuan
Keutuhan kulit membaik setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
2 x 24 jam, dengan kriteria hasil :
1) Turgor kulit elastis
2) Perfusi jaringan kulit meningkat
3) Kemerahan pada kulit menurun
4) Tidak ditemukan tanda-tanda hematom pada kulit
b. Intervensi
Perawatan integritas kulit
1) Observasi
Identifikasi penyebab gangguanintegritas kulit
2) Teraupetik
a) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
b) Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
c) Hindari produk berbahan alkohol pada kulit kering
3) Edukasi
a) Anjurkan menggunakan pelembab
b) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi, buah dan sayur
c) Anjurkan untuk menghindari terpapar dengan suhu yang ekstrim
4) Kolaborasi dengan dokter spesialis kulit

16
6. Defisit pengetahuan tentang proses penyakit b.d kurang terpaparnya informasi
a. Tujuan
Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien meningkat dala, waktu 1 x 24
jam setelah diberikan edukasi proses penyakit ditandai :
1) Perilaku sesuai anjuran
2) Mampu menjelaskan pengetahuan tentang proses penyakit
b. Intervensi
Edukasi proses penyakit
1) Observasi
Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2) Teraupetik
a) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
c) Berikan kesempatan untuk bertanya
3) Edukasi
a) Jelaskan penyebab dan faktor resiko penyakit
b) Jelaskan patofisiologi munculnya penyakit
c) Jelaskan tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit
d) Jelaskan kemungkinan terjadinya komplikasi
e) Ajarkan cara meredakan atau mengatasi gejala yang dirasakan
7. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik ditandai dengan pasien cepat lelah saat
melakukan aktivitas berlebihan.
a. Tujuan
Toleransi aktivitas meningkat dalam waktu 3 x 24 jam setelah perawatan
ditandai :
1) Kemudahan melakukan aktivitas sehari-hari
2) Keluhan lelah menurun
3) Adanya perbaikan, nadi, tekanan darah, frekuensi pernafasan
4) Gambaran EKG membaik
b. Intervensi
Manajemen energi
1) Observasi

17
a) Identifikasi gangguan fungsi tubh yang mengakibatkan kelelahan
b) Monitor kelelahan fisik dan emosional
c) Monitor likasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
2) Teraupetik
a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulasi
b) Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif
c) Fasilitasi ambulasi pasien
3) Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
c) Anjurkan menghubungi perawat apabila tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
d) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
4) Kolaborasi dengan gizi cara meningkatkan asupan makanan.
8. Resiko cidera b.d gerakan involunter
a. Tujuan
Tingkat cidera menurun ditandai dengan :
1) Toleransi aktivitas meningkat
2) Gerakan involunter menurun
3) Tekanan darah, frekuensi nadi dan pernafasan dalam batas normal
b. Intervensi
Manajemen keselamatan lingkungan
1) Observasi
a) Identifikasi kebutuhan keselamatan
b) Monitor perubahan status kesehatan
2) Teraupetik
a) Modifikai lingkungan untuk meminimkan bahaya dan resiko
b) Gunakan perangakat pelindung, pengaman tempat tidur
3) Edukasi
Ajarkan pasien/keluarga resiko tinggi bahaya lingkungan
Pencegahan cidera
1) Observasi

18
a) Identifikasi area lingkungan yang menyebabkan cidera
b) Identifikasi obat yang menyebabkan cidera
2) Teraupetik
a) Sediakan pencahayaan yang memadai
b) Jika perlu sediakan pispot/urinal untuk eliminasi di tempat tidur
c) Pastikan roda tempat tidur terkunci
d) Gunakan pengaman tempat tidur
e) Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien sesuai
kebutuhan
3) Edukasi
a) Jelaskan intervensi alasan pencegahan ke pasien dan kelurga
b) Anjurkan berganti posisi secara bertahap

19
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penyakit jantung reumatik merupakan penyakit peradangan sistemik


akut ataupun kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi
Beta Strepcoccus Hemoliyticus Tipe A. Beta Strepcoccus Hemoliyticus
Tipe A sampai saat ini belum diketahui mekanisme perjalanannya, dengan
satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, kerditis, korea
minor, nodul subkutan dan eritema marginatum.
Demam reumatik adalah suatu sindroma penyakit radang yang
biasanya timbul setelah suatu infeksi tenggorok oleh streptokokus beta
hemolitikus golongan A, mempunyai kecenderungan untuk kambuh dan
dapat menyebabkan gejala sisa pada jantung khususnya katub.
Demam rematik akut biasanya didahului oleh radang saluran nafas
bagian atas yang disebabkan oleh infeksi streptokokus betahemolitikus
golongan A, sehingga kuman termasuk dianggap penyebab demam
reumatik akut. Infeksi tenggorokan yang terjadi bisa berat, sedang, ringan,
atau asimtomatik, diikuti fase laten (asimtomatik) selama 1 sampai 3
minggu , baru setelah itu timbul gejala gejala demam rematik acut.
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani
secara adekuat, maka akan sangat mungkin sekali mengalami serangan
penyakit jantung rematik. Diawali dengan peradangan pada saluran
tenggorokan, tata laksana yang kurang terarah menyebabkan racun/ toksin
dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan
peradangan pada katup jantung. Akibatnya daun daun katub mengalami
perlengketan sehingga menyempit, atau mnebal dan mengkerut sehingga
kalua menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.
Apabila diagnose penyakit jantung rematik sudah ditegakkan dan
masih ada infeksi oleh kuman tersebut, maka tim dokter memberikan
antibiotika dan anti radang. Penderita dianjurkan untuk tirah baring di RS,
selain itu Tim medis akan memikirkan tentang penanganan terjadinya

20
komplikasi. Pasien akan diberi diet bergizi tinggi yang mengandung cukup
vitamin. Pemberian terapi harus maksimal untuk menghindarkan risiko
serangan keduakalinya atau bahkan penyebab penyakit jantung rematik.

B. SARAN
Penderita yang terinfeksi kuman streptokokus hemolitikus dan
mengalami demam rematik, harus diberikan tata laksana dan terapi yang
maksimal dengan antibiotika. Hal ini untuk menghindari kemungkinan
serangan keduakalinya bahkan menyebabkan penyakit jantung rematik.

21
Daftar Pustaka

Jumiarni Ilyas, dkk(2006), Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga.


Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep. Kes. RI, Jakarta

Doktrian Julius, William. (2016). Penyakit Jantung Reumatik. Lampung: fakultas


Kedokteran.

Kliegman RM, Stanton B, Joseph SG, Schor N, Behrman RE. Rheumatic heart
disease. Dalam: Kliegman RM, Stanton B, Joseph SG, Schor N, Behrman
RE. Nelson text book of pediatric. Edisi ke-19. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2011. hlm. 1961- 63

Rahayuningsih SE, Farrah A. Role of echoacardiography in diagnose of acute


rhematic fever. Paediatrica Indonesiana. 2010; 50(2):1-9

Madyono B. Epidemiologi penyakit jantung reumatik di Indonesia. J Kardiol


Indones. 2005; 200:25-33.

22

Anda mungkin juga menyukai