OLEH :
KELOMPOK III
Ni Kadek Dwi Anjani
Nyoman Krisna Wicaksana
Ni Putu Yudi Yastrini
Ni Made Yuni Lestari
Dewa Ayu Yuni Dewantari
Benny Tresnanda
AA. Ayu Trina Pradnyandari
Kadek Sri Sumadewi
AA. Inten Pradnya Swamami
(P07134013021)
(P07134013022)
(P07134013023)
(P07134013025)
(P07134013026)
(P07134013027)
(P07134013028)
(P07134013029)
(P07134013030)
I. TUJUAN
a. Tujuan Umum
1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi uji silang serasi (crossmatch secara
umum) dan mengetahui tujuan uji silang serasi (crossmatch)
2. Mahasiswa dapat memahami cara pemeriksaan Uji Silang Serasi (crossmatch)
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan cara pemeriksaan Uji Silang Serasi
2. Mahasiswa mampu menginterpretasikan hasil uji silang serasi yang telah
didapatkan.
II. METODE
Aglutinasi dan Gel Test
III. PRINSIP
Antibody yang terdapat dalam serum/plasma, bila direaksikan dengan antigen pada sel
darah merah, melalui inkubasi pada suhu 37oC dan dalam waktu tertentu dan dengan
penghambat ant monoglobulin akan terjadi reaksi aglutinasi.
IV. DASAR TEORI
Transfusi Darah
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu
orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi
medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi, syok
dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah. (Wikipedia. 2015)
Crossmatch
Pengertian Crossmatch adalah reaksi silang in vitro antara darah pasien dengan darah
donornya yang akan di transfusikan. Pemeriksaan ini dilakukan sebelum pelaksanaan
transfusi darah. Uji crossmatch ini penting bukan hanya pada transfusi tetapi juga ibu
hamil yang kemungkinan terkena penyakit hemolitik pada bayi baru lahir. (Puspita,
Anila. 2012)
Crossmatching adalah proses pengujian darah pasien terhadap sampel donor potensial,
menemukan kecocokan dari kompatibilitas.Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah
sel darah merah donor bisa hidup didalam tubuh pasien, dan untuk mengetahui ada
tidaknya antibodi IgM maupun IgG dalam serum pasien (mayor) maupun dalam serum
donor yang melawan sel pasien (minor). (Imad. 2012)
Reaksi silang (Crossmatch = Compatibility-test) perlu dilakukan sebelum melakukan
transfusi darah untuk melihat apakah darah penderita sesuai dengan darah donor.
Pengartian Crossmatch adalah reaksi silang in vitro antara darah pasien dengan darah
donornya yang akan di transfusikan. Reaksi ini dimaksudkan untuk mencari tahu atau
apakah darah donor akan ditranfusikan itu nantinya akan dilawan oleh serum pasien
didalam tubuhnya, atau adakah plasma donor yang turut ditransfusikan akan melawan sel
pasien didalam tubuhnya hingga akan memperberat anemia, disamping kemungkinan
adanya reaksi hemolytic transfusi yang biasanya membahayakan pasien.
Maka dapat disimpulkan tujuan Crossmacth sendiri yaitu mencegah reaksi hemolitik
tranfusi darah bila darah didonorkan dan supaya darah yang ditrafusikan itu benar-benar
ada manfaatnya bagi kesembuhan pasien.
Jika pada reaksi tersebut golongan darah A,B dan O penerima dan donor sama, baik
mayor maupun minor test tidak bereaksi berarti cocok. Jika berlainan, misalnya donor
golongan darah O dan penerima golongan darah A maka pada test minor akan terjadi
aglutinasi atau juga bisa sebaliknya berarti tidak cocok (Anonim, 2010).
Mayor Crossmatch merupakan tindakan terakhir untuk melindungi keselamatan
penerima darah dan sebaiknya dilakukan demikian sehingga Complete Antibodies
maupun incomplete Antibodies dapat ditemukan dengan cara tabung saja. Cara dengan
objek glass kurang menjaminkan hasil percobaan. Reaksi silang yang dilakukan hanya
pada suhu kamar saja tidak dapat mengesampingkan aglutinin Rh yang hanya bereaksi
pada suhu 37 derajat Celcius. Lagi pula untuk menentukan anti Rh sebaiknya digunakan
cara Crossmatch dengan high protein methode. Ada beberapa cara untuk menentukan
reaksi silang yaitu reaksi silang dalam larutan garam faal dan reaksi silang pada objek
glass (Anonim, 2010).
Serum antiglobulin meningkatkan sensitivitas pengujian in vitro. Antibody kelas IgM
yang kuat biasanya menggumpalkan erythrosit yang mengandung antigen yang relevam
secara nyata, tetapi antibody yang lemah sulit dideteksi. Banyak antibodi kelas IgG yang
tak mampu menggumpalkan eryhtrosit walaupun antibody itu kuat. Semua pengujian
antibodi termasuk uji silang tahap pertama menggunakan cara sentrifugasi serum dengan
eryhtrosit. Sel dan serum kemudian diinkubasi selama 15-30 menit untuk memberi
kesempatan antibodi melekat pada permukaan sel, lalu ditambahkan serum antiglobulin
dan bila pendertita mengandung antibodi dengan eryhtrosit donor maka terjadi
gumpalan. Uji saring terhadap antibodi penting bukan hanya pada transfusi tetapi juga
ibu hamil yang kemungkinan terkena penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (Yoni,
Ode. 2013)
CROSS MATCH bertujuan untuk:
1.
2.
3.
4.
GAMBAR
KETERANGAN
1. Serum OS Mumu
2. Sel darah merah donor (DN V)
suspensi 5%
3. Plasma donor (DN V)
4. Sel darah merah OS Mumu
suspense 5%
Phase I
Tabung I (Mayor) : tidak terjadi aglutinasi
Tabung II (Minor) : terjadi aglutinasi
Tabung III (Auto Control) : terjadi
aglutinasi
10
11
Phase II
Tabung I (Mayor) : tidak terjadi aglutinasi
Tabung II (Minor) : tidak terjadi aglutinasi
Tabung III (Auto Control) : tidak terjadi
aglutinasi
Dilanjutkan pada phase III
12
13
14
15
16
Phase III
Tabung I (Mayor) : tidak terjadi aglutinasi
Tabung II (Minor) : tidak terjadi aglutinasi
Tabung III (Auto Control) : tidak terjadi
aglutinasi
UJI VALIDITAS
NO
1
GAMBAR
KETERANGAN
CCC (Coombs Control Cell)
Pada tabung yang hasil coombs testnya
negatif ditambahkan 1 tetes CCC
Kemudian diputar 3000 rpm selama 15
detik
VIII. Pembahasan
Transfusi darah, adalah kegiatan pemberian darah
resipien. dalam tranfusi darah banyak hal yang harus diperhatikan, mengingat terdapat
beberapa jenis system golongan darah dan setiap orang memiliki golongan darah yang
berbeda-beda. Jadi perlu disesuaikan golongan darah resipien dengan pendonor. Selain
mecocokan golongan darah antara resepien (penerima) dan pendonor (pemberi darah)
dilakukan juga pemeriksaan uji silang serasi. Pemerikasaan ini bertujuan untuk
mengetahui kecocokan darah antara resipien dengan pendonor yang memiliki golongan
darah yang sama. Walaupun memiliki golongan darah yang sama, tetapi kemungkinan
saja darahnya tidak cocok dimana dalam darah resipien ataupun donor terdapat
antigen/antibody yang saling berlawanan sehingga dapat terjadi hemolisis atau aglutinasi
saat dicampur. Reaksi uji silang serasi ini merupakan reaksi pencocokan darah donor
dengan resipien yang dilakukan secara in vitro. Reaksi silang serasi dapat dilakukan
untuk satu orang donor dan dapat juga dilakukan untuk beberapa orang donor. Namun
dalam pemeriksaan ini hanya dilakukan reaksi silang untuk satu orang donor saja.
Uji silang serasi ini diawali dengan persiapan sampel darah, baik sampel dari
pasien (resipien) dan sampel darah donor. Bagian darah pasien yang digunakan dalam uji
ini adalah bagian serum dan sel darah merah suspense 5%. Dan bagian yang digunakan
untuk sampel darah donor adalah bagian plasma dan sel darah merah suspense 5%.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan, sampel darah baik sampel serum dan sel darah
pasien serta sampel plasma dan sel darah donor telah disediakan sehingga tidak
dilakukan persiapan sampel darah. Sampel darah yang disiapkan yaitu Serum OS
(Mumu), Plasma donor, sel darah merah donor 5 %, sel darah merah (Mumu) OS 5 %
pada mayor atau minor maka darah donor dikatakan tidak cocok untuk resipien, karena
secara alami dalam serum pasien terdapat antibody yang bisa menghancurkan sel
eritrosit dari donor sehingga darah donor tidak dapat diberikan kepada resipien. Namun
apabila tidak terjadi hemolisis atau aglutinasi maka pemeriksaan dilanjutkan pada uji
phase II. Dalam pemeriksaan uji silang serasi yang dilakukan pada sampel uji untuk fase
satu diperoleh hasil test mayor, minor dan autocontrol memberikan hasil negative.
Kemudian pemeriksaan yang dilanjutkan ke fase II dan berikutnya adalah hasil
yang memberikan hasil negative. Pada phase II medium yang digunakan adalah high
protein yang dalam pemeriksaan ini meggunakan Bovine albumin 22% dengan inkubasi
pada suhu 37oC selama 15 menit. Phase ini digunakan untuk mengetahui inkompabilitas
darah donor dengan darah resipien yang disebabkan oleh antibody imun (immune
Antibody) seperti pada system Rh. Dimana, hasil negative dari phase I akan
dihomogenkan dengan Bovine Albumin 22% dan diinkubasi pada suhu 37oC sealama 15
menit. Kemudian untuk mempermudah mengidentifikasi adanya hemolisis dan aglutinasi
yang terjadi maka campuran tersebut kemudian dicentrifugasi dengan kecepatan 3000
rpm selama 15 detik. Sama seperti pada phase I, apabila diperoleh adanya aglutinasi atau
hemolysis maka dikatakan bahwa sampel darah donor tidak compatible dengan sampel
darah pasien. Namun jika diperoleh hasil yang negative maka perlu dilanjutkan pada
phase III. Dalam phase II yang memberikan hasil negative terhadap aglutinasi atau
hemolisis adalah test mayor, minor dan autocontrol.
Phase III merupakan fase dalam Indirect coombs Test serum atau menggunakan
antihuman globulin yang merupakan antibody yang bersifat blocking, dengan demikian
dalam fase ini dapat diketahui inkompabilitas darah donor dengan resepien. Mulai-mula
campuran yang memberikan hasil negative pada fase II dicuci terlebih dahulu dengan
menggunkan saline sebanyak tiga kali pencucian. Pencucian ini dilakukan untuk
menghilangkan sisa-sisa plasma/serum serta bahan-bahan lain yang dapat mengganggu
sehingga diperoleh sel darah merah saja. Sel-sel darah ini akan direaksikan dengan
Coombs serum, dari fase ini sampel yang memberikan hasil positif aglutinasi atau
terjadi hemolisis menandakan bahwa darah pasien dan donor tidak cocok. Pada pase III
ini didapat hasil yang negative.
Table. Hasil pemeriksaan uji silang serasi
Mayor
Minor
Autoconrol
Fase I
Fase II
Fase III
Hasil negative dari fase III, harus terlebih dahulu diuji validitasnya. Uji validitas
ini dilakukan dengan mengunakan Coombs control cell (CCC) . Coombs control cell
(CCC) merupakan eritrosit normal, biasanya diperoleh dari daerah golongan O Rh (+)
yang sengaja dibuat coated dengan suatu antibody inkomplit. Dibuat sedemikian rupa
coatednya dan memberikan hasil 1+ s.d. 2+ bila CCC direaksikan dengan Coombs
serum yang digunakan. CCC ini digunakan :
1. Untuk menguji Coombs serum, apakah masih aktif atau tidak. Bila masih
aktif penambahan CCC ke dalam Coombs serum member hasil reaksi positif
(aglutinasi).
2. Menguji kebenaran hasil Coombs test yang negative. setiap Coombs test
yang negative harus diuji validitasnya dengan cara menambahkan 1 tetes CCC.
Apabila hasil reaksinya pada uji dengan CCC memberikan hasil positif aglutinasi
maka tes reaksi silang serasi dinyatakan valid dan darah yang diperiksa dapat
didonorkan. Namun bila memberikan hasil negatif maka tes dinyatakan invalid. Hal ini
menunjukkan bahwa ada kesalahan dalam pengerjaannya , sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan pengulangan. Dari praktikum pemeriksaan crosmatching yang dilakukan,
didapatkan hasil positif yang menandakan menunjukkan pemeriksaan valid. Hasil ini
ditunjukan dari adanya aglutinasi pada tabung, namun aglutinasinya lemah dan tidak
sekuat aglutinasi pada pemeiksaan golongan darah.
V. Kesimpulan
1. Crossmatching adalah proses pengujian darah pasien terhadap sampel donor potensial,
menemukan kecocokan dari kompatibilitas.Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah
sel darah merah donor bisa hidup didalam tubuh pasien, dan untuk mengetahui ada
tidaknya antibodi IgM maupun IgG dalam serum pasien (mayor) maupun dalam serum
donor yang melawan sel pasien (minor).
2. Pemeriksaan uji silang serasi dilakukan dengan melakukan crossmatch mayor yang
merupakan reaksi antara serum pasien dengan sel donor, sedangkan crossmatch minor
dilakukan dengan mereaksikan antara plasma donor dengan sel pasien yang kemudian
dari masing-masing campuran tersebut/reaksi tersebut akan dilakukan tiga tahapan
diantaranya tahap I yang merupakan fase suhu kamar dalam saline medium , fase II
merupakan fase inkubasi pada suhu 37oC dengan penambahan bovine albumin ,
kemudian fase III merupakan fase indirect coombs test , setelah itu dilakukan uji
validitas dengan reagen CCC (Coombs control cell).
3. Dari praktikum pemeriksaan croosmacth yang dilakukan di dapat hasil negatif pada
semua phase dan didapat hasil positif pada uji validasi.
DAFTAR PUSTAKA
VI.
Lembar pengesahan
Denpasar, 19 Mei 2015
Mahasiswa
Pembimbing II
Pembimbing III
Pembimbing IV
Ni Made Darmaasih
Pembimbing V