(METODE KONVENSIONAL)
I. TUJUAN
1
Untuk dapat melakukan pemeriksaan uji silang serasi (crossmatching) pada satu donor.
II. METODE
Metode yang digunakan adalah metode aglutinasi (konvensional).
III.PRINSIP
Antibodi yang terdapat dalam serum/plasma, bila direaksikan dengan antigen pada sel
darah merah, melalui inkubasi pada suhu 37 0C dan dalam waktu tertentu, dan dengan
penambahan anti monoglobulin akan terjadi reaksi aglutinasi.
serangan kuman, dan lain sebagainya. Beda halnya dengan tumbuhan, manusia dan hewan
level tinggi punya sistem transportasi dengan darah (Gustini, 2011).
Darah merupakan suatu cairan yang sangat penting bagi manusia karena berfungsi
sebagai alat transportasi serta memiliki banyak kegunaan lainnya untuk menunjang
kehidupan. Tanpa darah yang cukup seseorang dapat mengalami gangguan kesehatan dan
bahkan dapat mengakibatkan kematian (Gustini, 2011).
Darah pada tubuh manusia mengandung 55% plasma darah (cairan darah) dan 45% selsel darah (darah padat). Jumlah darah yang ada pada tubuh kita yaitu sekitar sepertigabelas
berat tubuh orang dewasa atau sekitar 4 atau 5 liter (Gustini, 2011).
Fungsi darah pada tubuh manusia yaitu (Gustini, 2011) :
1. Alat pengangkut air dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
2. Alat pengangkut oksigen dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
3. Alat pengangkut sari makanan dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
4. Alat pengangkut hasil oksidasi untuk dibuang melalui alat ekskresi
5. Alat pengangkut getah hormon dari kelenjar buntu
6. Menjaga suhu temperatur tubuh
7. Mencegah infeksi dengan sel darah putih, antibodi dan sel darah beku
8. Mengatur keseimbangan asam basa tubuh.
B. Transfusi Darah
Transfusi darah adalah tindakan memasukkan darah atau komponennya ke dalam
sistem pembuluh darah seseorang. Komponen darah yang biasa ditransfusikan ke dalam
tubuh seseorang adalah sel darah merah, trombosit, plasma, sel darah putih. Transfusi
darah adalah suatu pengobatan yang bertujuan menggantikan atau menambah komponen
darah yang hilang atau terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi. Tindakan transfusi
darah atau komponennya bukanlah tindakan tanpa risiko, sebaliknya tindakan ini
merupakan tindakan yang mengandung risiko yang dapat berakibat fatal. Komplikasi
yang dapat timbul akibat transfusi darah atau komponennya, dapat dibagi dalam 3
kelompok yaitu : (Anonim, 2011)
1. Reaksi imunologis,
2. Reaksi nori imunologis,
3. Penularan penyakit
1
Resepien ( Pasien )
Orang atau pasien yang menerima darah dari donor yang aman bagi pasien artinya
pasien tidak tertular penyakit infeksi melalaui transfusi darah dan pasien tidak
( Peraturan Pemerintah No 18 th 1980 ). Darah harus aman bagi pasien artinya pasien tidak
tertular penyakit infeksi melalui transfusi darah, pasien tidak mendapatkan komplikasi
seperti ketidakcocokan golongan darah . Aman bagi donor artinya donor tidak tertular
penyakit infeksi melalui tusukan jarum/ Vena, donor tidak mengalami komplikasi setelah
penyumbangan darah, seperti: kekurangan darah, mudah sakit/ sering sakit.
Reaksi silang (Cross matching) adalah reaksi silang in vitro antara darah pasien yang
akan ditransfusi darah dengan darah donor yang akan ditransfusikan. Pemeriksaan ini
untuk mengetahui apakah sel darah merah donor mampu bertahan hidup didalam tubuh
pasien, dan untuk mengetahui ada tidaknya antibodi IgM maupun IgG dalam serum pasien
(mayor) maupun dalam serum donor yang melawan sel pasien (minor) (Imad. 2012).
Uji silang (cross matching) ini
tranfusi bila darah donor ditransfusikan supaya darah yang ditransfusikan itu benarbenar
ada manfaatnya bagi kesembuhan pasien. Darah donor dan pasien yang di crossmatch ini,
kecuali golongan darah ABO dan Rhesus yang kita ketahui (diperiksa lebih dahulu), kita
tidak mengetahui antigen lainya yang ada didalam sel donor dan pasien, dan kita tidak
mengetahui pula adanya antibody lain (irregular) yang complet maupun incomplete di
dalam serum pasien atau plasma donor. Dalam Cross Match ini, sesuai dengan maksudnya
kita berusaha mencari semua kemungkinan adanya semua jenis antibody complete maupun
incomplete terutama yang mempunyai arti klinis yang bisa menyebabkan Cross Match
invitro tidak cocok atau incompatible. Maka Cross Match harus kita jalankan dalam
medium dan temperatur yang berbeda, yang dalam praktiknya dikenal dengan fase 1, fase
2, dan fase 3 (Febriyanti, 2011).
Maka dapat disimpulkan tujuan Crossmacth sendiri yaitu mencegah reaksi
hemolitik tranfusi darah bila darah didonorkan dan supaya darah yang ditrafusikan itu
benar-benar ada manfaatnya bagi kesembuhan pasien.
Jika pada reaksi tersebut golongan darah A,B dan O penerima dan donor sama,
baik mayor maupun minor test tidak bereaksi berarti cocok. Jika berlainan, misalnya donor
golongan darah O dan penerima golongan darah A maka pada test minor akan terjadi
aglutinasi atau juga bisa sebaliknya berarti tidak cocok (Anonim, 2010).
Mayor Crossmatch merupakan tindakan terakhir untuk melindungi keselamatan
penerima darah dan sebaiknya dilakukan demikian sehingga Complete Antibodies maupun
incomplete Antibodies dapat ditemukan dengan cara tabung saja. Cara dengan objek glass
kurang menjaminkan hasil percobaan. Reaksi silang yang dilakukan hanya pada suhu
kamar saja tidak dapat mengesampingkan aglutinin Rh yang hanya bereaksi pada suhu 37
derajat Celcius. Lagi pula untuk menentukan anti Rh sebaiknya digunakan cara
Crossmatch dengan high protein methode. Ada beberapa cara untuk menentukan reaksi
silang yaitu reaksi silang dalam larutan garam faal dan reaksi silang pada objek glass
(Anonim, 2010).
Pada prinsipnya Cross Match dibagi menjadi dua prosedur :
Untuk fase dalam cross matching terdiri atas beberapa tahapan : (Febriyanti, 2011)
a
Bila mediumnya saline bisa terdeteksi aglutinasi anti E, anti Le a. Antibody yang bersifat
incomplete, dan antibodi yang belum terdeteksi aglutinasi atau hemolisisnya pada fase II
ini bisa bereaksi coated (sensitized) : anti D, E, c, K, Fy a,Fyb, Jka, S, Lea, Leb. Jadi penting
sekali peranan fase inkubasi 37 oC ini, dimana setidak-tidaknya memberi kesempatan
kepada antibody untuk mengcoatedkan sel.
c
memeriksa golongan darah ABO dari pasien dan darah donor yang akan di transfusikan,
memeriksa faktor rhesus dari pasien dan darah donor yang akan di transfusikan,
mempersiapkan suspensi sel pasien maupun donornya, dan kemudian kita melaksanakan
Cross Match sesuai dengan tuntunannya (Febriyanti, 2011).
4. Labu semprot
5. Wadah limbah
B. BAHAN
1. Saline/ NaCl 0,9%
2. Aquades
3. Bovine albumin 22%
4. Sel Suspensi Donor 5%
5. Sel Suspensi Resipien 5%
6. Serum Resipien
7. Plasma Donor
8. Coombs serum
9. Coombs Control Cell
Tabung II
Minor
Tabung III
Autocontrol
2 tetes serum OS
+
1 tetes sel darah donor 5%
2 tetes serum OS
+
1 tetes sel darah OS 5%
3. Dihomogenkan
4. Dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 detik.
5. Dibaca reaksi terhadap hemolisis dan aglutinasi secara makroskopis.
6. Apabila hasil negative maka dilanjutkan pada fase II.
Pembacaan hasil :
Tidak terjadi hemolisis atau aglutinasi cocok / kompatibel, darah dapat
diberikan kepada pasien.
Terjadi hemolisis dan aglutinasi tidak cocok/inkompatibel, darah tidak boleh
diberikan kepada pasien
: Valid ( benar )
Gustini, Yulisa. 2011. Pemeriksaan Golongan Darah ABO. .(online).tersedia: http://yulisagustini.blogspot.com/2011/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html. [diakses pada : 20 Oktober
2016 12:10 WITA]
Anonim. 2011. Masalah Transfusi Darah. www.kalbe.co.id/.../07MasalahTransfusiDarah9 .html
[diakses pada : 20 Oktober 2016 12:20 WITA]
Febrianti. 2011. Transfusi.. http://mardianafebriyanti.blogspot.com/2011/12/transfusi.html.
[diakses pada : 20 Oktober 2016 12:35 WITA]
Imad. 2012. Cross Matching Blood. http://imadanalis.blogspot.com/2012/02/cross-matchingblodd.html. [diakses pada : 20 Oktober 2016 11:45 WITA]