Anda di halaman 1dari 13

PRAKTIKUM VI PEMERIKSAAN UJI SILANG SERASI (CROSSMATCHING) METODE GEL TEST

Hari/Tanggal : Senin/ 13 Mei 2013 Tempat : Unit Transfusi Darah , RSUP Sanglah

I.

TUJUAN Untuk dapat melakukan pemeriksaan uji silang serasi dengan metode gel test. Untuk mengetahui kecocokan darah pendonor dengan darah resipien.

II.

METODE Metode yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah metode Gel Test dengan ID Liss/Coombs Card.

III. PRINSIP Antibodi yang terdapat dalam serum/plasma, bila direaksikan dengan antigen pada sel darah merah, melalui inkubasi pada suhu 370C dan dalam waktu tertentu, dan dengan adanya antihuman globulin akan terjadi reaksi aglutinasi.

IV. DASAR TEORI Darah selalu dihubungkan dengan kehidupan, baik berdasarkan kepercayaan saja maupun atas dasar bukti pengamatan. Penggunaan darah yang berasal dari individu lain dan diberikan secara langsung ke pembuluh darah juga sudah lama pula dilakakukan, paling tidak sejak abad pertengahan. Pada mulanya, pemberian darah seperti ini dan kini yang dikenal sebagai transfusi tidak dilakukan dengan landasan ilmiah, tidak mempunyai indikasi yang jelas dan dilakukan sembarang saja. Tindakan ini lebih banyak dilakukan atas dasar yang lebih bersifat kepercayaan, misalnya darah sebagai lambang kehidupan. Indikasi juga tidak jelas, bukan terutama

untuk mengobati penyakit atau memperbaiki keaadaan karena perdarahan. Lebih sering hal ini dilakukan untuk tujuan seperti peremajaan jaringan (rejuvenilisasi). Pelaksanaannya juga tidak didasarkan atas pengetahuan yang cukup. Oleh karena itu tidak heran bila pada masa itu banyak korban karena tindakan yang dilakukan secara sembarang ini, baik pada donor maupun pada penerima darah. Bahkan pernah ada suatu masa, tepatnya abad ke-17 dan 18 transfusi dilarang dilakukan di Eropa (Sadikin, 2002). Barulah pada akhir abad ke-19 dan di awal abad ke-20. Fenomena ini dapat dipahami dengan jelas dan tepat, sehingga tindakan transfusi dapat dilakukan dengan cara yang jauh lebih aman. Pada masa itu, seorang dokter berkebangsaan Austria dan bekerja di New York, Karl Landsteiner, menemukan melalui sejumlah besar pengamatan, bahwa darah manusia yang berasal dari dua orang yang berbeda tidaklaah selalu dapat dicampur begitu saja tanpa perubahan fisik apapun. Dalam kebanyakan pengamatan, pencampuran darah yang berasal akan menyebabkan timbulnya pegendapan sel-sel darah merah. Peristiwa mengendap sel tersebut dinamai sebagai aglutinasi. Pengamatan selanjutnya memperlihatkan, bahwa peristiwa ini melibatkan SDM dan bagian cair dari darah, yaitu serum atau plasma. Serum sesorang tidak dapat mengendapkan SDM orang itu sendiri atau SDM yang berasal dari orang lain, yang bila darahnya dicampur dengan darah orang yang pertama, tidak menyebabkan pengendapan. Akan tetapi, bila darah dari 2 orang berbeda dicampur dan aglutinasi terjadi, maka bila serum dari salah satu dari orang tersebut dicampur dengan SDM dari orang yang lainnya, akan terjadi aglutinasi (Sadikin, 2002). Hemolisis atau lebih dikenal dengan kejadian pecahnya sel darah merah secara normal didalam tubuh tidak dapat dihindari apabila sel darah merah atau eritrosit sudah mencapai usianya, dengan pecahnya sel darah merah atau eritrosit didalam tubuh secara normal tubuh direspon untuk membentuk sel darah merah yang baru. Haemoglobin yang keluar dari sel darah merah atau eritrosit akan diuraikan oleh organ tubuh yang bertanggung jawab dan bagian yang penting dari penguraian ini akan dimanfaatkan kembali untuk pembentukan sel darah merah yang baru. Pada kejadian yang tidak normal

jumlah sel darah merah yang pecah lebih besar dari pada pembentukan sel darah merah yang baru dan mengakibatkan dari peruraian Hb akan membubung tinggi dan sangat mengganggu organ lain (organ tubuh) (Ismail, 2010). Kejadian hemolisis yang tidak normal (abnormal) bisa disebabkan oleh beberapa faktor dari dalam tubuh (invivo) sendiri, misalnya kondisi sel darah merah itu sendiri kurang baik, atau bisa disebabkan oleh faktor luar (invitro), dari faktor luar bisa dijumpai akibat dari faktor transfusi darah, karena disebabkan adanya reaksi antibodi terhadap antigen yang masuk kedalam tubuh atau pada sel darah merah dan risikonya akan lebih besar apabila sel darah merah donor yang ditransfusikan tidak cocok dengan antibodi yang berada dalam plasma donor dengan sel darah merah pasien. reaksi hemolisis in vivo karena transfusi ini disebut reaksi hemolitik transfusi. Reaksi hemolitik bisa terjadi secara langsung (direck or indirec) dan dapat berakibat fatal, dan bisa juga reaksinya baru muncul beberapa waktu kemudian setelah transfusi ( delay hemolitik tarnsfution reaction ). Akibat yang fatal dari reaksi transfusi dikarenakan ketidak cocokan golongan darah ABO ( antibodi-A,-B,-AB ) yang dibuat secara teratur menurut golongan darah masing-masing. Disamping itu mungkin ada antibodi lain yang mungkin dibentuk secara alamiah tetapi tidak beratur ( antibodi -Lewis,-A1,-P1 dll ) atau antibodi immun (Ismail, 2010). Reaksi transfusi yang baru muncul beberapa waktu kemudian setelah transfusi ( delay hemolitik tarnsfution reaction ) bisa disebabkan karena darah donor sesungguhnya tidak compatible denga darah pasien, namun dalam reaksi silang/uji silang serasi menhasilkan false-compatible (Ismail, 2010). Reaksi silang (Crossmatch = Compatibility-test) perlu dilakukan sebelum melakukan transfusi darah untuk melihat apakah darah penderita sesuai dengan darah donor. Pengartian Crossmatch adalah reaksi silang in vitro antara darah pasien dengan darah donornya yang akan di transfusikan. Reaksi ini dimaksudkan untuk mencari tahu atau apakah darah donor akan ditranfusikan itu nantinya akan dilawan oleh serum pasien didalam

tubuhnya, atau adakah plasma donor yang turut ditransfusikan akan melawan sel pasien didalam tubuhnya hingga akan memperberat anemia, disamping kemungkinan adanya reaksi hemolytic transfusi yang biasanya membahayakan pasien. Maka dapat disimpulkan tujuan Crossmacth sendiri yaitu mencegah reaksi hemolitik tranfusi darah bila darah didonorkan dan supaya darah yang ditrafusikan itu benar-benar ada manfaatnya bagi kesembuhan pasien. Jika pada reaksi tersebut golongan darah A,B dan O penerima dan donor sama, baik mayor maupun minor test tidak bereaksi berarti cocok. Jika berlainan, misalnya donor golongan darah O dan penerima golongan darah A maka pada test minor akan terjadi aglutinasi atau juga bisa sebaliknya berarti tidak cocok (Anonim, 2010). Mayor Crossmatch merupakan tindakan terakhir untuk melindungi keselamatan penerima darah dan sebaiknya dilakukan demikian sehingga Complete Antibodies maupun incomplete Antibodies dapat ditemukan dengan cara tabung saja. Cara dengan objek glass kurang menjaminkan hasil percobaan. Reaksi silang yang dilakukan hanya pada suhu kamar saja tidak dapat mengesampingkan aglutinin Rh yang hanya bereaksi pada suhu 37 derajat Celcius. Lagi pula untuk menentukan anti Rh sebaiknya digunakan cara Crossmatch dengan high protein methode. Ada beberapa cara untuk menentukan reaksi silang yaitu reaksi silang dalam larutan garam faal dan reaksi silang pada objek glass (Anonim, 2010). Serum antiglobulin meningkatkan sensitivitas pengujian in vitro. Antibody kelas IgM yang kuat biasanya menggumpalkan eritrosit yang mengandung antigen yang relevam secara nyata, tetapi antibody yang lemah sulit dideteksi. Banyak antibodi kelas IgG yang tak mampu menggumpalkan eritrosit walaupun antibodi itu kuat. Uji saring terhadap antibodi penting bukan hanya pada transfusi tetapi juga ibu hamil yang kemungkinan terkena penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (Anonim, 2010). Gel Test ditemukan pertama kali oleh Y.Lapierre pada tahun 1984 di Regional Blood Transfusion Center of Lyon. Lapierre telah melakukan bermacam-macam percobaan, misalnya dengan Gelatin, polyacrylamide,

Solid nets, Silica Beads, Ficoll dan Dextran gels. Dan akhirnya Lapierre menemukan bahwa pemeriksaan yang terbaik untuk dapat membedakan antara reaksi positip dengan reaksi negatip secara jelas dan stabil, yaitu dengan menggunakan Sephadex G 100 Superfine yang secara kebetulan ditemukan, oleh karena kesalahan tehnisi laboratorium saat memesan Sephadex G 100 yang seharusnya Sephadex G 25 (Anonim,2008). Akhirnya untuk menentukan parameter centrifugasi, bentuk tube dan komposisi medium serta antiglobulin serum yang sesuai tidak membutuhkan waktu yang lama,sehingga pada : Tahun 1985 dilakukan regiatrasi patent yang pertama Tahun 1987 uji coba di lapangan Tahun 1988 dibuat kit pertama Metode gel test dapat digunakan pada pemeriksaan : Sistim golongan darah ( ABO,Phenotyp Rhesus, subgroup A dan H, Kell, Duffy, Kidd, Lewis, MNS, P1, Lutheran, dan profil antigen lainnya. Uji Cocok Serasi Skrining antibodi Identifikasi antibodi

V.

ALAT DAN BAHAN A. ALAT 1. ID centrifuge 2. ID Inkubator 3. Micropipet 4. Tabung serologis 5. Rak Tabung serologis B. BAHAN 1. 2. 3. 4. Sampel serum OS Sampel plasma donor Cell darah donor 5 % Cell darah resipien 5 %

5.

Yellow tip

C. REAGENSIA 1. ID Liss (Coombs Card) Diamed (e.d 05-2014) 2. ID diluent 2 Diamed

VI. CARA KERJA a. Pembuatan Suspensi Cell 1 % 1. Alat dan bahan disiapkan. 2. Tabung serologis diisi ID diluent-2 sebanyak 500 l 3. Ke dalam tabung ditambahkan 5 l sel darah merah pekat 4. Tabung dihomogenkan perlahan. 5. Suspensi cell 1 % siap digunakan. b. Uji Silang Serasi terhadap satu donor 1. Coombs card/ ID liss disiapkan 2. Penutupnya dibuka sejumlah microtube yang digunakan 3. Masing masing microtube diberi label I - III 4. Ke dalam masing-masing microtube dimasukkan Microtube I Mayor Test : dengan micropipet dimasukkan 50 l sel donor suspensi 1 % dan dengan micropipet ditambahkan 25 l serum pasien. Microtube II Minor Test : dengan micropipet dimasukkan 50 l sel pasien suspensi 1 % dan dengan micropipet ditambahkan 25 l plasma donor. Microtube III Autocontrol : dengan micropipet dimasukkan 50 l sel pasien suspensi 1 % dan dengan micropipet ditambahkan 25 l serum pasien. 5. ID Liss diinkubasi pada ID inkubator suhu 370C selama 15 menit. 6. ID Liss diputar dalam ID centrifuge pada 2030 rpm selama 10 menit 7. Hasil reaksi dibaca secara makroskopis 8. Pembacaan hasil Tidak hemolisis / aglutinasi cocok / compatible. Darah boleh diberikan ke pasien.

Hemolisis / aglutinasi Tidak cocok / incompatible. Darah tidak boleh diberikan ke pasien.

Tabel Tingkatan Reaksi Negatif : Seluruh sel menembus/ melewati jel dan endapan pada bagian dasar microtube. Positif I : Seluruh sel beraglutinasi dalam media gel dan kepekatan aglutinasi dapat berpusat pada bagian dasar microtube. Positif II : Seluruh sel beraglutinasi dalam media jel dan aglutiansi dapat dilihat memanjang pada seluruh bagian membentuk

microtube. Positif III : Seluruh sel beraglutinasi dalam media jel dan kepekatan aglutinasi terlihat hampir/ mendekati bagian permukaan atas microtube. Positif IV : seluruh sel beraglutinasi dan letak aglutinasi terdapat pada permukaan atas microtube (lapisan atas microtube) MF : Sebagian sel beraglutiansi dan terdapat pada bagian atas microtube, sebagian lagi terletak pada bagian dasar microtube mengendap tak beraglutinasi.

VII. HASIL PENGAMATAN Aglutinasi Mayor Minor Autocontrol Negatif Negatif Negatif

No 1
1

Gambar
2

Keterangan Sampel yang digunakan dalam uji Crossmatching. Urutan sampel 1 : Sel darah resipien 5% 2 : Sel darah donor 5% 3 : Serum OS Nama: R Umur: JK: 4 : Plasma donor (DN7)

Diluent yang digunakan dalam uji Crossmatching metode Gel Test ID Diluent 2

Hasil aglutinasi pada ID Liss/Coombs Card. Dimana seluruh micro tube menunjukan hasil negative aglutinasi. Dimana seluruh sel darah mengendap di dasar microtube. Hal ini berarti hasil cross matching compatible sehingga bisa dilakukan tranfusi darah dari donor ke pasien.

VIII. PEMBAHASAN Penetapan Golongan darah ini penting dilakukan, terutama dalam

menghadapi keperluan transfusi. Untuk tujuan tersebut, golongan darah penerima resipien harus sama dengan golongan darah pemberi donor. Selain

itu, juga perlu dilakukan uji serasi silang, yaitu uji aglutinasi antara serum resipien dengan sel darah merah donor dan serum donor dengan sel darah merah resipien. Crossmatch adalah reaksi silang in vitro antara darah pasien dengan darah donornya yang akan di transfusikan. Pemeriksaan ini dilakukan sebelum pelaksanaan transfusi darah. Uji crossmatch ini penting bukan hanya pada transfusi tetapi juga ibu hamil yang kemungkinan terkena penyakit hemolitik pada bayi baru lahir. Tujuan dilakukan periksaan uji silang adalah 1. untuk melihat apakah darah dari pendonor cocok dengan penerima (resipien). 2. 3. untuk konfirmasi golongan darah. untuk mencari tahu atau apakah darah donor akan ditranfusikan itu nantinya akan dilawan oleh serum pasien didalam tubuhnya, atau adakah plasma donor yang turut ditransfusikan akan melawan sel pasien didalam tubuhnya hingga akan memperberat anemia, disamping kemungkinan adanya reaksi hemolytic transfusi yang biasanya membahayakan pasien. Maka dapat disimpulkan tujuan Crossmacth sendiri yaitu mencegah reaksi hemolitik darah bila darah didonorkan dan supaya darah yang ditranfusikan itu benar-benar ada manfaatnya bagi kesembuhan pasien. Crossmatch mempunyai tiga fungsi, yaitu: 1. 2. 3. Konfirmasi jenis ABO dan Rh (kurang dari 5 menit) Mendeteksi antibodi pada golongan darah lain. Mendeteksi antibody dengan titer rendah atau tidak terjadi aglutinasi mudah. Yang dua terakhir memerlukan sedikitnya 45 menit. Prinsip crossmatch ada dua yaitu Mayor dan Minor, yang penjelasnya sebagai berikut :

Mayor crossmatch adalah serum penerima dicampur dengan sel donor. Maksudnya apakah sel donor itu akan dihancurkan oleh antibody dalam serum pasien.

Minor crossmatch adalah serum donor dicampur dengan sel penerima. Yang dengan maksud apakah sel pasien akan dihancurkan oleh plasma donor. Pada Praktikum ini pemeriksaan uji silang serasi menggunakan metode

Gel Test. Metode Gel Test ini menggunakan ID Liss atau Coombs Card yang di dalamnya terdapat mirotube. Dalam Microtube tersebut terdapat gel test anti human globulin. Gel test tersebut berfungsi sebagai media reaksi antara antibodi dan antigen dan membantu munculnya pertanda reaksi positif. Kelebihan metode gel tes dibandingkan metode Tube dalam Cross Matching antara lain: 1. Metode gel tes dengan ID Liss tidak perlu menambahkan anti human globulin ke dalam microtube seperti metode Tube karena anti human globulin sudah menempel pada microtube. 2. Inkubasi yang diperlukan pada metode gel tes dengan ID Liss hanya 15 menit, sedangkan metode tube 30 menit. Ini memudahkan praktikan untuk melalukan pekerjaan lainnya dengan cepat 3. Centifugasi pada metode gel test ini dilakukan hanya 1 kali dengan waktu 10 menit, namun pada metode tube test centrifuge dilakukan 3 kali centrifuge dengan waktu 15 menit setiap kali centrifuge. Dalam praktikum cross matching dengan metode gel test ini, digunakan suspensi sel 1 %. Sebagai pengencer digunakan Diamed ID Diluent-2 yang merupakan modifikasi dari NaCl 0,9 % yang biasa digunakan dalam pembuatan suspensi sel. Untuk membuat suspensi sel 1 % digunakan 5 l sel darah merah pekat dan ditambahkan 500 l ID Diluent-2 ke dalam tabung serologis. Proses cross matching dengan metode gel tes menggunakan prinsip yang sama dengan metode lain cross matching, yaitu memanfaatkan reaksi antigen antibody. Antibody yang terdapat dalam serum akan bereaksi dengan antigen pada sel darah dengan Antihuman globulin yang terdapat dalam microtube akan menimbulkan aglutinasi. Dalam tahapan cross matching dengan metode gel tes ini, dilakukan uji mayor, minor dan autocontrol. Masing masing uji ini dilakukan dengan

menambahkan suspensi sel terlebih dahulu ke dalam microtube, karena pada pengujiannya ingin diketahui, apakah sel darah dilisiskan atau tidak oleh serum, jadi apabila serum yang lebih dulu ditambahkan ke dalam microtube, dapat terjadi reaksi yang tidak sesuai. Penambahan sel darah dan serum ke dalam microtube diusahakan agar tidak sampai ke gel test sebelum dilakukan sentrifugasi. Agar tidak terjadi reaksi terlebih dahulu dalam gel, sehingga hasil palsu dapat dihindari. Proses sentrifuge dilakukan dengan centrifuge khusus, yaitu ID centrifuge dengan kecepatan 2030 rpm selama 10 menit untuk mempercepat reaksi aglutinasi pada medium gel. Sebelum dicentrifuge, dilakukan inkubasi pada ID inkubator dengan suhu 37oC selama 15 menit. Proses ini bertujuan untuk mengkondisikan suhu yang tepat bagi antigen dalam sel darah dengan antibody dalam serum untuk bereaksi. Pada praktikum ini, aglutinasi yang terjadi diamati secara makroskopis. Dimana pada ketiga microtube (mayor test, minor tes dan auto control), tidak ditemukan adanya aglutinasi yang di tandai dengan mengendapnya seluruh sel darah di dasar microtube tanpa ada bagian yang beraglutinasi pada medium gel. Hal ini menunjukan hasil compatible. Artinya sel darah donor cocok untuk pasien. IX. Simpulan Hasil uji silang dengan metode gel test untuk sampel R sebagai resipien dan DN7 sebagai donor adalah compatible/cocok, sehingga dapat dilakukan tranfusi darah dari donor ke resipien.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.

2008.

Teknik

Gel

Test.

Diakses

di

http://mokotransequipment.blogspot.com/2008/10/teknik-gel-test.html. diakses tgl 18 Mei 2013 Anonim. 2010. Reaksi Silang Serasi. Diakses di

http://www.sodiycxacun.web.id/2010/10/reaksi-silang-crossmatch.html. diakses tanggal 11 April 2013 Anonim. 2011. Crossmatch ( reaksi Silang Serasi. Diakses di

http://labku1rskd.wordpress.com/tag/crossmatch-reaksi-silang-serasi/. Diakses tanggal 11 April 2013 Ismail.2011. Pemeriksaan pre Transfusi Darah. Diakses di http://ismailpemeriksaandarahpretransfusi.blogspot.com/. Diakses tanggal 11 April 2013. Sadikin, Muhamad. 2002. Biokimia Darah. Jakarta : Widya Medika

Anda mungkin juga menyukai