(CROSSMATCHING)
I. TUJUAN
II. METODE
III.PRINSIP
B. Transfusi Darah
Transfusi darah adalah proses pemindahan atau pemberian darah dari
seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). Transfusi bertujuan mengganti
darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi shock,
mempertahankan daya tahan tubuh terhadap infeksi (Tarwoto, 2006).
Pertimbangan utama dalam transfusi darah, khususnya yang mengandung
eritrosit, adalah kecocokan antigen-antibodi eritrosit. Golongan darah AB
secara teoritis merupakan resipien universal, karena memiliki antigen A dan B
di permukaan eritrositnya, sehingga serum darahnya tidak mengandung antibodi
(baik anti-A maupun anti-B). Karena tidak adanya antibodi tersebut, berarti
darah mereka (lagi-lagi, secara teoritis) tidak akan menolak darah golongan
manapun yang berperan selaku donor, dengan kata lain mereka boleh menerima
darah dari semua golongan darah lainnya. Sedangkan golongan darah O secara
teoritis merupakan donor universal, karena memiliki antibodi anti-A dan anti-B.
Darah yang diberikan diharapkan tidak memicu reaksi imunitas dari resipien,
dengan kata lain mereka boleh memberikan darah ke semua golongan darah
lain, termasuk golongan A dan B.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah faktor Rh. Seorang Rh (-) yang
belum memiliki anti-D namun menerima donor darah Rh (+) akan mengalami
reaksi sensitisasi terhadap antigen D. Untuk wanita hal ini dapat berbahaya bagi
kehamilan (sudah dibahas di bagian kedua). Sekali saja seorang Rh (-) terpapar
darah Rh (+); jika kali berikutnya ia kembali terpapar darah Rh (+), maka reaksi
transfusi yang timbul dapat sangat berbahaya. Namun hal ini tidak berlaku
sebaliknya. Jika seorang Rh (+) mendapat darah dari donor Rh (-), darah Rh (-)
itu sudah lepas dari sistem imunitas si donor, sehingga tidak akan terjadi reaksi
sensitisasi. Dengan kata lain, sistem imun orang Rh (+) tidak bereaksi
imunologis terhadap paparan darah Rh (-).
Resepien ( Pasien )
Orang atau pasien yang menerima darah dari donor yang aman bagi pasien
artinya pasien tidak tertular penyakit infeksi melalaui transfusi darah dan pasien
tidak mendapatkan komplikasi seperti misalnya ketidak cocokan golongan
darah.( Peraturan Pemerintah No 18 th 1980.)
Uji cocok serasi adalah reaksi silang invitro antara darah pasien yang akan
ditransfusi dengan darah donornya yang akan ditransfusikan. Interaksi antigen-
antibody invitro adalah dimana antigen hanya dapat dikenal dengan interaksi
terhadap zat antinya atau sebalikanya, dasar reaksi ini adalah :
1. Pemeriksaan antigen (pemerikaan golongan darah)
Mereaksikan sel darah merah yang belum dikenal dengan zat anti yang telah
diketahui jenisnya
2. Pemeriksaan zat anti.
Serum yang belum diketahui zat antinya direaksikan dengan sel darah merah
yang telah yang telah diketahui jenis antigennya
Reaksi ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah nantinya sel darah donor
yang akan ditransfusikan bisa hidup di dalam tubuh pasien dan untuk
mengetahui ada tidaknya antibodi komplit (tipe IgM) maupun antibody
incomplit (tipe IgG) dalam serum pasien (mayor) maupun dalam serum donor
yang melawan pasien (minor) sehingga akan memperberat anemia, disamping
adanya reaksi hemolitik transfusi yang bisa membahayakan pasien (Pelatihan
Analis Bank Darah, 1998).
1. Metode Pemeriksaan uji cocok serasi (cross matching) dengan Gel Test
a) Terbentuk aglutinasi sel berupa garis merah pada permukaan gel atau
aglutinasi menyebar di dalam gel dikatakan positif .
b) Terbentuk garis yang kompak (padat) pada dasar microtube dikatakan
negatif.
2. Prinsip uji cocok serasi ( cross matching )
7Uji cocok serasi yang dijalankan adalah suatu test invitro yaitu
mereaksikan darah pasien dengan darah donor melalui proses yang dibagi
menjadi 2 :
a) Mayor cross matching ( uji cocok serasi mayor )
Mereaksikan serum pasien terhadap sel donor, untuk mencari apakah ada
antibodi irregular yang melawan sel donor. ( Pelatihan Analis Bank Darah,
1998 )
b) Minor cross matching ( uji cocok serasi minor )
12Mereakasikan serum donor terhadap sel pasien, untuk mencari apakah ada
irregular antibodi di dalam serum donor yang melawan sel pasien.
3. Tujuan uji cocok serasi adalah:
a) Mencegah terjadinya reaksi hemolotik transfusi pada pasien yang
ditransfusi.
b) Supaya darah yang ditransfusikan itu benar-benar ada manfaatnya bagi
kesembuhan pasien.
4. Interprestasi hasil uji cocok serasi ada 2 yaitu:
a) Hasil uji cocok serasi kompatibel artinya bahwa hasil tersebut cocok,
atau tidak terdapat aglutinasi antara darah pasien dengan darah donor
baik mayor maupun minor.
b) Hasil uji cocok serasi inkompatibel artinya bahwa hasil tersebut tidak
cocok atau terdapat aglutinasi baik mayor dan atau minor.
Darah yang dilakukan uji cocock serasi juga harus sesuai dengan golongan
ABO dan Rhesus darah pasien dan semestinya harus diperiksa terlebih dahulu
sebelumnaya.( Pelatihan Analis Bank Darah, 1998 ).
V.1. Alat
1. Tabung reaksi uk 12 x 75 mm
2. Inkubator
3. Serofuge
4. Labu semprot
5. Wadah limbah
6. Pipet disposable
V.2. Bahan
5. Serum Donor
6. Serum Donor
8. Serum Resipien
13. Label
3. Dihomogenkan
2. Dihomogenkan.
3. Dihomogenkan
Pembacaan hasil :
Tidak terjadi hemolisis atau aglutinasi → cocok / kompatibel,
darah dapat diberikan kepada pasien.
Terjadi hemolisis dan aglutinasi → tidak cocok/inkompatibel, darah
tidak boleh diberikan kepada pasien
d. Uji Validitas Reaksi Silang CCC
1. Ke dalam tabung M dan m yang pada reaksi silang fase III yang
memberikan hasil negtaif ditambahkan sebanyak 1 tetes coomb’s control
cell (CCC).
2. Dihomogenkan.
Pembacaan hasil :
Interpretasi Hasil
Bila reaksi silang Mayor dan Minor fase I sampai fase III tidak
menunjukkan aglutinasi dan atau hemolisis, hasil diinterpretasikan
kompatibel (cocok) darah dapat keluar.
Bila reaksi silang Mayor dan Minor fase I sampai fase III
menunjukkan adanya rekasi aglutinasi dan atau hemolisis, hasil
diinterpretasikan inkompatibel (tidak cocok) darah tidak
dapat dikeluarkan.
Sel 5% donor
2. Resipien : Rika
Coombs
Serum
Reagent
Reagen Bovine
Control Coomb Albumin 22%
Cell
VIII. PEMBAHASAN
Uji crossmatch ini penting bukan hanya pada transfusi tetapi juga ibu hamil
yang kemungkinan terkena penyakit hemolitik pada bayi baru lahir. Pentingnya
pemeriksaan crossmatch ini pada ibu hamil juga bertujuan supaya mencegah
kemungkinan terjadinya hemolitik pada bayi baru lahir akibat adanya perbedaaan
golongan darah antara ibu dan bayi yang dikandungnya.
Tujuan dilakukan periksaan uji silang adalah : (Ode Yani, 2013).
1. Untuk melihat apakah darah dari pendonor cocok dengan penerima (resipien).
2. Untuk konfirmasi golongan darah.
3. Untuk mencari tahu atau apakah darah donor yang akan ditranfusikan itu
nantinya akan dilawan oleh serum pasien didalam tubuhnya, atau adakah
plasma donor yang turut ditransfusikan akan melawan sel pasien didalam
tubuhnya hingga akan memperberat anemia, disamping kemungkinan adanya
reaksi hemolitik transfusi yang biasanya membahayakan pasien.
Prinsip crossmatch ada dua yaitu Mayor dan Minor, yang penjelasannya
sebagai berikut :
a. Mayor crossmatch adalah serum penerima dicampur dengan sel donor.
Maksudnya apakah sel donor itu akan dihancurkan oleh antibodi dalam serum
pasien.
b. Minor crossmatch adalah plasma donor dicampur dengan sel penerima. Yang
dengan maksud apakah sel pasien akan dihancurkan oleh plasma donor (Ode
Yani, 2013).
Jika golongan darah ABO penerima dan donor sama, baik mayor maupun
minor test tidak bereaksi. Jika berlainan misalnya, donor golongan darah O dan
penerima golongan darah A maka pada test minor akan terjadi aglutinasi (Indah
Kesuma Dewi, 2015).
d. Uji Validitas
Validasi dilakukan untuk mengetahui apakah pemeriksaan yang dilakukan
dari fase I sampai fase III telah benar atau tidak. Uji validasi ini dilakukan
dengan menambahkan 1 tetes CCC (Coomb’s Control Cell) terhadap hasil dari
coomb’s test yang menunjukkan hasil negatif, kemudian disentrifuge dengan
kecepatan 3000 rpm 15 detik. Hasil positif akan menunjukkan adanya aglutinasi
sehingga reaksi silang dianggap valid, sedangkan apabila hasil validasi negatif
atau tidak terjadi aglutinasi maka dapat dikatakan reaksi silang tidak valid atau
harus dilakukan pengujian ulang pada pemeriksaan crossmatch ini.
Karena seluruh tabung menunjukkan hasil negatif, maka pada seluruh tabung
dilakukan uji validitas untuk mengetahui apakah uji silang yang telah dilakukan valid
atau tidak. Tabung mayor, minor, dan auto control seluruhnya menunjukkan hasil uji
yang valid. Hasil ini ditunjukkan dari adanya aglutinasi pada tabung, namun
aglutinasinya lemah. Teknik pengocokan tabung pada saat membaca hasil dari uji
validitas berbeda dengan fase uji silang. Dimana aglutinasi yang terjadi adalah
aglutinasi lemah dan akan jelas terlihat apabila diamati dengan mikroskop.
IX. SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui, Denpasar, 7 Oktober 2016
Pembimbing Praktikan