Anda di halaman 1dari 25

VALIDASI REAGEN

Hari/Tanggal : Senin/ 3 Juni 2013

Tempat :Unit Transfusi Darah, RSUP Sanglah

I. TUJUAN
- Mahasiswa dapat melakukan validasi reagen sesuai dengan prosedur yang ada.
- Untuk mengetahui kondisi reagen yang digunakan apakah masih valid atau dalam
kondisi baik.

II. METODE

2.1 Test Validasi Reagen Anti–A, Anti – B, Anti – D serta Sel Standar A, B, O

Metode yang digunakan adalah Bloodgrouping Plate

2.2 Test Validasi Reagen Bovine Albumin (BA) 22 % dan Anti Human globulin (AHG)

Metode yang digunakan adalah Tube Test

III. PRINSIP

3.1 Test Validasi Reagen Anti–A, Anti–B, Anti–D serta Sel Standar A, B, O

Suspensi sel A, atau B, atau O ditambahkan dengan reagen anti-A atau


anti-B atau anti- D , akan membentuk aglutinasi yang menunjukkan reagen
tersebut valid untuk pemeriksaan.

3.2. Test Validasi Reagen Bovine Albumin (BA) 22 % dan Anti Human globulin (AHG)

Suspensi sel A, B dan O direaksikan dengan penambahan bovine albumin


22% kemudian disentrifuge, dilakukan pencucian sebanyak 3 kali
menggunakan saline dan ditambahkan anti human globulin kemudian
disentrifuge lalu dilakukan pemeriksaan dengan cara coombs control
cells sehingga akan terjadi aglutinasi yang menunjukkan bahwa reagen valid.
IV. DASAR TEORI
4.1 Tinjauan Umum Transfusi Darah
Darah selalu dihubungkan dengan kehidupan, baik berdasarkan kepercayaan saja
maupun atas dasar bukti pengamatan. Penggunaan darah yang berasal dari individu lain
dan diberikan secara langsung ke pembuluh darah juga sudah lama pula dilakakukan,
paling tidak sejak abad pertengahan. Pada mulanya, pemberian darah seperti ini dan
kini yang dikenal sebagai transfusi tidak dilakakukan dengan landasan ilmiah, tidak
mempunyai indikasi yang jelas dan dilakukan sembarang saja. Tindakan ini lebih
banyak dilakukan atas dasar yang lebih bersifat kepercayaan, misalnya darah sebagai
lambang kehidupan. Indikasi juga tidak jelas, bukan terutama untuk mengobati
penyakit atau memperbaiki keaadaan karena perdarahan. Lebih sering hal ini dilakukan
untuk tujuan seperti peremajaan jaringan (rejuvenilisasi). Pelaksanaannya juga tidak
didasarkan atas pengetahuan yang cukup. Oleh karena itu tidak heran bila pada masa itu
banyak korban karena tindakan yang dilakukan secara sembarang ini, baik pada donor
maupun pada penerima darah. Bahkan pernah ada suatu masa, tepatnya abad ke-17 dan
18 transfusi dilarang dilakukan di Eropa (Sadikin, 2002).
Barulah pada akhir abad ke-19 dan di awal abad ke-20. Fenomena ini dapat
dipahami dengan jelas dan tepat, sehingga tindakan transfusi dapat dilakukan dengan
cara yang jauh lebih aman. Pada masa itu, seorang dokter berkebangsaan Austria dan
bekerja di New York, Karl Landsteiner, menemukan melalui sejumlah besar
pengamatan, bahwa darah manusia yang berasal dari dua orang yang berbeda tidaklaah
selalu dapat dicampur begitu saja tanpa perubahan fisik apapun. Dalam kebanyakan
pengamatan, pencampuran darah yang berasal akan menyebabkan timbulnya
pegendapan sel-sel darah merah. Peristiwa mengendap sel tersebut dinamai sebagai
aglutinasi. Pengamatan selanjutnya memperlihatkan, bahwa peristiwa ini melibatkan
SDM dan bagian cair dari darah, yaitu serum atau plasma. Serum sesorang tidak dapat
mengendapkan SDM orang itu sendiri atau SDM yang berasal dari orang lain, yang bila
darahnya dicampur dengan darah orang yang pertama, tidak menyebabkan
pengendapan. Akan tetapi, bila darah dari 2 orang berbeda dicampur dan aglutinasi
terjadi, maka bila serum dari salah satu dari orang tersebut dicampur dengan SDM dari
orang yang lainnya, akan terjadi aglutinasi (Sadikin, 2002).
4.2 Pengertian Reagen
Reagen merupakan bahan kimia dasar yang akan digunakan dalam sebuah
reaksi kimia. Reagen merupakan syarat utama sebuah reaksi terjadi. tanpa reagen,
tidak akan ada reaksi yang terjadi, reagen juga bersifat spesifik, artinya sebuah
reaksi hanya akan terjadi jika dan hanya jika reagen yang ada sesuai dengan reaksi
yang akan terjadi, jika reagen berbeda

1. reaksi mungkin terjadii, tetapi membentuk hasil yang berbeda.


2. reaksi tidak akan terjadi.

4.3 Penyimpanan Reagen


1. Hal umum yang harus menjadi perhatian di dalam penyimpanan dan penataan
bahan kimia diantaranya meliputi aspek pemisahan (segregation), tingkat resiko
bahaya (multiple hazards), pelabelan (labeling), fasilitas penyimpanan (storage
facilities), wadah sekunder (secondary containment), bahan kadaluarsa
(outdate chemicals), inventarisasi (inventory), dan informasi resiko bahaya
(hazard information).
2. Pisahkan antara sediaan liquid dan solid dan klasifikasikan berdasarkan
sifatnya: flamable, mudah meledak, toxic, oksidator, korosif, infeksi, dll.
3. Disimpan dalam suatu lemari hindari bahan dari kayu
4. Kondisi ruangan harus dingin/ber ac atau dengan dilengkapi exhaust fan, lampu
ruangan pilih yang fire proof, dan kalau tidak dilengkapi dengan AC, ruangan
harus punya sirkulasi udara yg baik Karena ada beberapa reagen yg
penyimpananya dibawah suhu 25 C, pantau suhu ruangan maksimal 30 C.
5. Tempat penyimpanan harus bersih, kering dan jauh dari sumber panas atau kena
sengatan sinar matahari. Di samping itu tempat penyimpanan harus dilengkapi
dengan ventilasi yang menuju ruang asap atau ke luar ruangan. Pada penataan
bahan kimiapun diperlukan sumber literatur untuk mengetahui spesifikasi
masing-masing bahan kimia tersebut. Spesifikasi bahan kimia akan dijumpai
pada buku katalog bahan.
6. Jika terjadi tumpahan yang paling baik mengatasinya dengan pasir atau dengan
air kran.
7. Buat sistem administrasi nya: daftar isi, jumlah stock, ED bahan, memasang
perhatian APD yg sesuai dg peruntukannya, dll.
8. Salah satu informasi penting yang harus selalu disertakan adalah lembar data
keselamatan data (Material Safety Data Sheet – MSDS) Informasi MSDS
disamping harus tercantum pada produksi, juga harus muncul pada dokumen
pengangkutan, penyimpanan, pengedaran dan juga pada kemasan bahan
tersebut.
9. Penyimpanan Reagen yang bersifat berbahaya memerlukan perlakuan khusus,
antara lain :
a. Lokasi dan konstruksi tempat penyimpanan reagen yang bersifat
berbahaya dan beracun membutuhkan pengaturan tersendiri, agar
tidakterjadi kecelakaan akibat kesalahan dalam penyimpanan tersebut.
Salah satupersyaratan kelengkapan pada tempat penyimpanan tersebut
adalah sistem tanggap darurat dan prosedur penanganannya.
b. Penyimpanan dan penataan bahan kimia berdasarkan urutan alfabetis
tidaklah tepat, kebutuhan itu hanya diperlukan untuk melakukan proses
pengadministrasian. Pengurutan secara alfabetis akan lebih tepat apabila
bahan kimia sudah dikelompokkan menurut sifat fisis, dan sifat kimianya
terutama tingkat kebahayaannya.
c. Bahan kimia yang tidak boleh disimpan dengan bahan kimia lain, harus
disimpan secara khusus dalam wadah sekunder yang terisolasi. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah pencampuran dengan sumber bahaya lain
seperti api, gas beracun, dan ledakan. Penyimpanan bahan kimia tersebut
harus didasarkan atas tingkat risiko bahayanya yang paling tinggi.
Misalnya benzene memiliki sifat flammable dan toxic.
d. Sifat dapat terbakar dipandang memiliki resiko lebih tinggi daripada
timbulnya karsinogen. Oleh karena itu penyimpanan benzena harus
ditempatkan pada cabinet tempat menyimpan zat cair flammable daripada
disimpan pada cabinet bahan toxic.
e. Reagen berbahaya dan beracun yang dianggap kadaluwarsa, atau tidak
memenuhi spesifikasi, atau bekas kemasan, yang tidak dapat digunakan
tidak boleh dibuang sembarangan, tetapi harus dikelola sebagai
limbah berbahaya dan beracun. Kadaluwarsa adalah bahan yang karena
kesalahan dalam penanganannyamenyebabkan terjadinya perubahan
komposisi dan atau karakteristik sehingga bahan tersebut tidak sesuai lagi
dengan spesifikasinya.
f. Salah satu langkah yang wajib dilakukan adalah kewajiban uji kesehatan
secara berkala bagi pekerja, sekurang-kurangnya 1 kali dalam 1 tahun,
denganmaksud untuk mengetahui sedini mungkin terjadinya kontaminasi
oleh zat/senyawa kimiaberbahaya dan beracun terhadap pekerja
atau pengawas lokasi tersebut.
g. Salah satu kehawatiran utama dalam penanganan berbahaya dan
beracun adalah kemungkinan terjadinya kecelakaan baik pada saat masih
dalam penyimpanan maupun kecelakaan pada saat dalam
pengangkutannya. Kecelakaan ini adalah lepasnya atau tumpahnya reagen
kelingkungan, yang memerlukan penanggulangan cepat dan tepat. Bila
terjadi kecelakaan, maka kondisi awalnya adalah berstatus keadaan darurat
(emergency).
h. Penyimpanan reagen yang bersifat anhidrat, disimpan di dalam oven pada
suhu 100-110oC, selama 1-2 jam dan sebaiknya semalam, sedangkan
penyimpanan reagen yang bersifat hidrat disimpan pada deksikator.

V. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung
3. Plate
4. Inkubator
5. Stopwatch
6. Labu semprot
B. Reagen
1. Coombs serum
2. Bovine albumine 22 %
3. Anti-A
4. Anti-B
5. Anti-D
6. Coombs contol serum
7. Test sel standar A
8. Test sel B standar
9. Test sel O standar
C. Bahan
1. NaCl 0,9 %

VI. CARA KERJA


A. Anti-A
1. Disiapkan plate dan diisi label I, II, III
2. Masing-masing sumur uji diisi
Tabung I : 1 tetes sel A 5 %
Tabung II : 1 tetes sel B 5 %
Tabung III: 1 Tetes sel O 5 %
3. Masing-masing sumur ditambahkan 2 tetes anti –A (pada sumur I, II,III)
4. Digoyag-goyangkan plate hingga tercampur dan terbentuk aglutinasi
5. Dibaca reaksi
Pembacaan hasil
- Pada sumur 1 terjadi aglutinasi (Positif)
- Pada sumur 2 tidak terjadi aglutinasi (Negatif)
- Pada sumur 3 tidak terjadi aglutinasi (Negatif)

B. Anti-B
1. Disiapkan plate dan masing diisi label I, II, III
2. Masing-masing sumur uji diisi
Tabung I : 1 tetes sel A 5 %
Tabung II : 1 tetes sel B 5 %
Tabung III : 1 Tetes sel O 5 %
3. Masing-masing tsumur ditambahkan 2 tetes anti –B (pada sumur I, II,III)
4. Digoyang-gorang kan plate hingga tercampur dan terbentuk aglutinasi
5. Dibaca reaksi
Pembacaan hasil
- Pada sumur 1 tidak aglutinasi (Negatif)
- Pada sumur 2 terjadi aglutinasi (Positif)
- Pada sumur 3 tidak terjadi aglutinasi (Negatif)
C. Anti-D
1. Disiapkan plate dan diisi label I, II
2. Masing-masing sumur diisi
Tabung I : 1 tetes sel O 5 % Rhesus positif
Tabung II : 1 tetes sel O 5 % Rhesus negatif
3. Masing-masing sumur ditambahkan 2 tetes anti –D (pada sumur I, II)
4. Digoyang-goyangkan hingga tercampur dan terbentuk aglutinasi
5. Dibaca reaksi
Pembacaan hasil
- Pada sumur 1 aglutinasi (positif)
- Pada sumur 2 tidak terjadi aglutinasi (negatif)

D. Bovine Albumin 22 %

Validasi Bovine 1 tetes suspensi sel 1 tetes suspensi 1 tetes suspensi


Albumine 22 % A 5 % + 2 tetes sel B 5 % + 2 tetes sel O 5 % + 2
BA 22 % BA 22 % tetes BA 22 %
Dikocok agar homogen,
kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 15 menit
Diputar 3000 rpm selama 15 menit baca reaksi
Hasil Pemeriksaan Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi
aglutinasi aglutinasi aglutinasi
Validasi Anti Dicuci 3 x dengan saline
Human Globulin Kemudian reaksi dilanjutkan dengan menambahkan masing-
masing tabung 2 tetes anti human globulin
Dikocok perlahan-lahan,
Kemudian diputar 3000 rpm selama 15 detik lalu dibaca
reaksi
Diamati aglutinasi dengan mengocok perlahan-lahan
Coomb’s control cell (CCC)
Kontrol semua tabung bila hasil negatif dengan CCC
Ditambahkan kedalam masing-masing tabung dengan 1tetes
CCC
Dikocok perlahan-lahan, kemudian diputar 3000 rpm selama
15 detik lalu reaksi dibaca
Hasil Pemeriksaan Dibaca reaksinya dengan mengocok secara perlahan

VII. HASIL PENGAMATAN

7.1.1. Reagensia
No Nama Reagen Gambar Keterangan

1 Anti-A No Lot : 060413


E.d : April 2014
Warna : Biru

2. Anti-B No Lot : 060413


E.d : April 2014
Warna : Kuning

3 Anti-D No Lot : DM040313


E.d : Maret 2014
Warna : Putih
4 Coomb’s No Lot : -
Control Cell E.d : 3 Juni 2013
Warna : Merah

5 Coomb’s No Lot : SGA060812


Serum E.d : Agustus 2013
Warna : Putih

5 a. Suspensi No Lot : -
sel A 5%. E.d : 3 Juni 2013
b. Suspensi Warna : Merah
sel B 5%.
c. Suspensi
sel O 5%.
6 a. Suspensi No Lot : -
sel A 10%. E.d : 3 Juni 2013
b. Suspensi Warna : Merah
sel B 10%.
c. Suspensi
sel O 10%.

7 Bovine No Lot : 111212


albumin 22% E.d : Des’ 2013
Warna : Kuning

8 NaCl 0,9% No Lot : -


E.d :-
Warna : Putih
No Pengujian Gambar Keterangan

1 Validasi reagen a. Bioplate I


Anti-A 2 tetes anti A + 1 tetes
suspensi sel A 10%:
Terjadi aglutinasi
ditandai adanya
gumpalan merah
besar dengan cairan
berwarna bening
disekitarnya (+4)
b. Bioplate II
2 tetes anti A + 1 tetes
suspensi sel B 10%:
Tidak terjadi
aglutinasi (-)
c. Bioplate III
2 tetes anti A + 1 tetes
suspensi sel O 10%:
Tidak terjadi
aglutinasi (-)
2 Validasi reagen a. Bioplate I
Anti-B 2 tetes anti A + 1 tetes
suspensi sel A 10%:
Tidak terjadi
aglutinasi (-)
b. Bioplate II
2 tetes anti A + 1 tetes
suspensi sel B 10% :
Terjadi aglutinasi
ditandai adanya
gumpalan merah
besar dengan cairan
berwarna bening
disekitarnya (+4)
c. Bioplate III
2 tetes anti A + 1 tetes
suspensi sel O 10%:
Tidak terjadi
aglutinasi (-)
3 Identitas reagen a. Bioplate I
Anti-D IgM 2 tetes anti-D IgM + 1
tetes suspensi sel A
10 % : Terjadi
aglutinasi ditandai
gumpalan agak besar
dengan cairan merah
disekitarnya ( +3)
b. Bioplate II
2 tetes anti-D IgM + 1
tetes suspensi sel B 10
% : Terjadi aglutinasi
ditandai gumpalan
agak besar dengan
cairan merah
disekitarnya ( +3)
c. Bioplate III
2 tetes BA 22% + 1
tetes suspensi sel A
10 % : Tidak terjadi
aglutinasi (-)
d. Bioplate IV
2 tetes BA 22% + 1
tetes suspensi sel B
10 % : Tidak terjadi
aglutinasi (-)

4 Validasi Bovine a. Tabung I


albumin 22% 2 tetes BA 22% + 1
tetes suspensi sel A
5% : Tidak terjadi
aglutinasi (-)
b. Tabung II
2 tetes BA 22%+ 1
tetes suspensi sel B 5
% : Tidak terjadi
aglutinasi (-)
c. Tabung III
2 tetes BA 22% + 1
tetes suspensi sel
O5% : Tidak terjadi
aglutinasi (-)
5 Validasi a. Tabung I
Coomb’s serum Hasil validasi BA
22% (dicuci 3 kali
dalam saline) + 2 tetes
Coomb’s serum:
Tidak terjadi
aglutinasi (-)
b. Tabung II
Hasil validasi BA
22% (dicuci 3 kali
dalam saline) + 2 tetes
Coomb’s serum:
Tidak terjadi
aglutinasi (-)
c. Tabung III
Hasil validasi BA
22% (dicuci 3 kali
dalam saline) + 2 tetes
Coomb’s serum:
Tidak terjadi
aglutinasi (-)
a. Tabung I
Hasil validasi AHG +
1 CCC : Terjadi
aglutinasi ditandai
terbentuknya
gumpalan kecil
dengan warna merah
disekitarnya (+1)
b. Tabung II
Hasil validasi AHG +
1 CCC : Terjadi
aglutinasi ditandai
terbentuknya
gumpalan kecil
dengan warna merah
disekitarnya (+1)
c. Tabung III
Hasil validasi AHG +
1 CCC : Terjadi
aglutinasi ditandai
terbentuknya
gumpalan kecil
dengan warna merah
disekitarnya (+1)

7.1 Reagen
No Nama Reagen Gambar Keterangan

1 Anti-A No Lot : 060413


E.d : April 2014

2. Anti-B No Lot : 060413


E.d : April 2014

3 Anti-D No Lot : DM040313


E.d : Maret 2014
4 Coomb’s No Lot : -
Control Cell E.d : 3 Juni 2013

5 Coomb’s No Lot : SGA060812


Serum E.d : Agustus 2013

5 d. Suspensi No Lot : -
sel A 5%. E.d : 3 Juni 2013
e. Suspensi
sel B 5%.
f. Suspensi
sel O 5%.
6 d. Suspensi No Lot : -
sel A 10%. E.d : 3 Juni 2013
e. Suspensi
sel B 10%.
f. Suspensi
sel O 10%.

7 Bovine No Lot : 111212


albumin 22% E.d : Des’ 2013

8 NaCl 0,9% No Lot : -


E.d :-
7.2 Hasil Validasi Reagen

No Pengujian Gambar Keterangan

1 Validasi reagen d. Bioplate I


Anti-A 2 tetes anti A + 1 tetes
suspensi sel A 10%:
Terjadi aglutinasi
ditandai adanya
gumpalan merah
besar dengan cairan
berwarna bening
disekitarnya (+4)
e. Bioplate II
2 tetes anti A + 1 tetes
suspensi sel B 10%:
Tidak terjadi
aglutinasi (-)
f. Bioplate III
2 tetes anti A + 1 tetes
suspensi sel O 10%:
Tidak terjadi
aglutinasi (-)
2 Validasi reagen d. Bioplate I
Anti-B 2 tetes anti A + 1 tetes
suspensi sel A 10%:
Tidak terjadi
aglutinasi (-)
e. Bioplate II
2 tetes anti A + 1 tetes
suspensi sel B 10% :
Terjadi aglutinasi
ditandai adanya
gumpalan merah
besar dengan cairan
berwarna bening
disekitarnya (+4)
f. Bioplate III
2 tetes anti A + 1 tetes
suspensi sel O 10%:
Tidak terjadi
aglutinasi (-)
3 Identitas reagen e. Bioplate I
Anti-D IgM 2 tetes anti-D IgM + 1
tetes suspensi sel A
10 % : Terjadi
aglutinasi ditandai
gumpalan agak besar
dengan cairan merah
disekitarnya ( +3)
f. Bioplate II
2 tetes anti-D IgM + 1
tetes suspensi sel B 10
% : Terjadi aglutinasi
ditandai gumpalan
agak besar dengan
cairan merah
disekitarnya ( +3)
g. Bioplate III
2 tetes BA 22% + 1
tetes suspensi sel A
10 % : Tidak terjadi
aglutinasi (-)
h. Bioplate IV
2 tetes BA 22% + 1
tetes suspensi sel B
10 % : Tidak terjadi
aglutinasi (-)

4 Validasi Bovine d. Tabung I


albumin 22% 2 tetes BA 22% + 1
tetes suspensi sel A
5% : Tidak terjadi
aglutinasi (-)
e. Tabung II
2 tetes BA 22%+ 1
tetes suspensi sel B 5
% : Tidak terjadi
aglutinasi (-)
f. Tabung III
2 tetes BA 22% + 1
tetes suspensi sel
O5% : Tidak terjadi
aglutinasi (-)
5 Validasi d. Tabung I
Coomb’s serum Hasil validasi BA
22% (dicuci 3 kali
dalam saline) + 2 tetes
Coomb’s serum:
Tidak terjadi
aglutinasi (-)
e. Tabung II
Hasil validasi BA
22% (dicuci 3 kali
dalam saline) + 2 tetes
Coomb’s serum:
Tidak terjadi
aglutinasi (-)
f. Tabung III
Hasil validasi BA
22% (dicuci 3 kali
dalam saline) + 2 tetes
Coomb’s serum:
Tidak terjadi
aglutinasi (-)
d. Tabung I
Hasil validasi AHG +
1 CCC : Terjadi
aglutinasi ditandai
terbentuknya
gumpalan kecil
dengan warna merah
disekitarnya (+1)
e. Tabung II
Hasil validasi AHG +
1 CCC : Terjadi
aglutinasi ditandai
terbentuknya
gumpalan kecil
dengan warna merah
disekitarnya (+1)
f. Tabung III
Hasil validasi AHG +
1 CCC : Terjadi
aglutinasi ditandai
terbentuknya
gumpalan kecil
dengan warna merah
disekitarnya (+1)

- Reagen Anti-A (No lot :060413)

Identitas Anti-a 2 tetes Anti-A+1 2 tetes Anti-A+1 2 tetes Anti-A+1


tetes suspensi sel tetes suspensi sel tetes suspensi sel
A 10% B 10% O 10%
Plate digoyang ke depan dan ke belakang hingga tercampur merata
Hasil reaksi +4 (Aglutinasi) Tidak terjadi Tidak terjadi
aglutinasi aglutinasi

- Reagen Anti-B (No Lot :060413)


Identitas Anti-a 2 tetes Anti-B+1 2 tetes Anti-B+1 2 tetes Anti-B+1
tetes suspensi sel A tetes suspensi sel tetes suspensi sel
10% B 10% O 10%
Plate digoyang ke depan dan ke belakang hingga tercampur merata
Hasil reaksi Tidak terjadi +3 (Aglutinasi) Tidak terjadi
aglutinasi aglutinasi

- Reagen Anti-D (No Lot : DM040313)


Identitas Anti- 2 tetes Anti-D 2 tetes Anti-D 2 tetes Anti- 2 tetes Anti-BA
D IgM+1 tetes IgM +1 tetes BA 22%+1 22%+1 tetes
suspensi sel A suspensi sel B tetes suspensi suspensi sel B
10% 10% sel A 10% 10%
Plate digoyang ke depan dan ke belakang hingga tercampur merata
Hasil reaksi +2 (Agutinasi) Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi
aglutinasi aglutinasi aglutinasi

Hasil Validasi
Anti-A : Valid
Anti-B : Valid
Anti-D : Valid
Anti-Bovine Albumine 22 % : Valid

- Bovine albumin No Lot : 111212


Validasi Bovine 1 tetes suspensi sel 1 tetes suspensi 1 tetes suspensi
Albumine 22 % A 5 % + 2 tetes sel B 5 % + 2 tetes sel O 5 % + 2
BA 22 % BA 22 % tetes BA 22 %
Dikocok agar homogen,
kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 15 menit
Diputar 3000 rpm selama 15 menit baca reaksi
Hasil Pemeriksaan Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi
aglutinasi aglutinasi aglutinasi
Validasi Anti Dicuci 3 x dengan saline
Human Globulin Kemudian reaksi dilanjutkan dengan menambahkan masing-
masing tabung 2 tetes anti human globulin
Dikocok perlahan-lahan,
Kemudian diputar 3000 rpm selama 15 detik lalu dibaca
reaksi
Hasil Pemeriksaan Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi
aglutinasi aglutinasi aglutinasi
Coomb’s control cell (CCC)
Kontrol semua tabung bila hasil negatif dengan CCC
Ditambahkan kedalam masing-masing tabung dengan 1tetes
CCC
Dikocok perlahan-lahan, kemudian diputar 3000 rpm selama
15 detik lalu reaksi dibaca
Hasil Pemeriksaan Positif (+1) Positif (+1) Positif (+1)
aglutinasi aglutinasi aglutinasi
VIII. PEMBAHASAN
Darah memiliki arti yang vital bagi kelangsungan hidup organisme. Itu
karena darah dan komponennya berfungsi sebagai life saving therarapy atau
replacement therapy belum dapat diganti dengan bahan atau obat yang lain. Oleh
sebab itu pula sebabnya, keberadaan Unit Transfusi Darah (UTD) sebagai unit
pelayanan penunjang dalam pengobatan dan pemulihan kesehatan tidak dapat
diabaikan begitu saja. Namun, pengelolaan darah tersebut ternyata tidaklah
sederhana, tidak sekadar berhenti hingga pada ketersediaan stok darah. Kualitas
dan keamanan darah juga perlu mendapat perhatian. Karena itu, dalam
pengelolaan darah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Pertama, kualitas. Darah yang berkualitas untuk ditransfusikan haruslah
sesuai dengan tujuan transfusi dan selalu konsisten dalam setiap produksinya.
Kadar bioaktif dan hemoglobin (Hb) dalam darah harus sesuai dengan kebutuhan
pasien. Kantong darah juga harus bebas dari kontaminasi. Teknis pengambilan
darah juga perlu mendapat perhatian agar darah tidak terkontaminasi
bakteria/kuman.
Kedua, penerapan sistem jaminan mutu dan sistem mutu dalam
operasionalisasi UTD. Jaminan mutu adalah suatu sistem yang mengatur
bagaimana suatu upaya dapat dilaksanakan sehingga hasil yang dicapai sesuai
dengan yang dibutuhkan. Dalam upaya kesehatan transfusi darah, setiap pasien
yang menerima transfusi darah mendapatkan darah yang sesuai dengan spesifikasi
yang dibutuhkan untuk dapat menyembuhkan penderitaannya.
Ketiga, keamanan darah. Kualitas dan kemanan darah beserta komponennya
harus dijamin melalui proses sejak dari seleksi donor sampai ketika darah
diberikan kepada pasien. Uji saring darah menjadi amat vital untuk menghindari
infeksi penyakit yang menular melalui transfusi darah seperti HIV/AIDS, hepatitis
B dan C, syphilis, hingga infeksi lainnya seperti malaria dan Chagas.
Keempat, seleksi donor. Seleksi donor harus dilakukan secara ketat dan teliti
karena pemilihan donor yang salah akan merugikan semua pihak. UTD pun akan
terbebani dengan pekerjaan yang sebetulnya tidak perlu. Pemusnahan darah yang
tidak memenuhi syarat juga telah mengorbankan bahan-bahan serta proses-proses
pemeriksaan darah yang cukup mahal.
Kelima, penyadapan darah. Teknis penyadapan darah penting artinya,
meskipun acapkali disepelekan, guna menjamin mutu darah, sekaligus
menghindarkan darah dari kontaminasi kuman, bakteri, dan hal-hal lain yang
dapat menyebabkan darah tercemar. Upaya pencampuran dan volume darah dalam
kantong juga harus dilakukan secara benar untuk mencegah koagulasi
(penggumpalan) atau hymolisis (hancur) yang akan mengurangi mutu dan bahkan
bisa merusak darah.
Keenam, penyimpanan darah. Penyimpanan darah pun tak boleh disepelekan.
Temperatur yang benar sesuai jenis darah harus dijaga secara ketat dengan
memonitor temperatur secara berkala paling sedikit 2-3 kali dalam sehari.
Pengaturan penyimpanan darah juga dilakukan dengan mengelompokkan per
golongan darah untuk memudahkan pencarian, serta memilahkan darah yang
belum diuiji saring dengan yang sudah diuji saring.
Ketujuh, uji saring darah. Uji saring dilakukan untuk menghindari Penyakit
Menular Melalui Transfusi Darah. Mikroorganisme yang menjadi penyebab
infkesi virus merupakan penyebab yang paling umum ditularkan melalui transfusi
darah. Dalam proses uji darah tersebut, ada tiga hal yang patut diperhatiakn, yaitu:
sampel darah yang benar, teknologi pemeriksaan, dan pemilihan metoda uji
saring.
Kedelapan, pengolahan komponen darah. Komponen darah merupakan
bagian darah yang sering dipergunakan. Permintaan dokter rumah sakit untuk
transfusi darah mengarah kepada komponen darah ini. Karena itu, UTD dituntut
untuk mengantisipasi clinical use of blood tersebut secara tepat dan sesuai.
Kesembilan, uji silang darah. Disebut juga tes kompabilitas yang bertujuan
untuk memastikan bahwa darah donor tidak akan menimbulkan reaksi apapun
pada pasien, dan darah yang diberikan yang diberikan pada pasien dapat hidup
secara maksimal setelah diberikan. Sering terjadi pada test ini yang kesulitan
menemukan darah yang cocok walaupun golongan darahnya sama karena adanya
antibodi yang langka pada pasien. Untuk itu, tes dilakukan berulang-ulang oleh
bagian referal hingga ditemukan antibodi penyebab penolakan tersebut.
Kesepuluh, hygiene sanitasi. Persyaratan ruangan tempat kerja yang
menentukan keadaan area kerja juga berpengaruh pada penciptaan proses jaminan
mutu.
Kesebelas, validasi dan kalibrasi. Validasi dilakukan terhadap reagen yang
dipakai untuk mendapatkan hasil yang akurat. Sementara kalibrasi terhadap alat
juga penting dilakukan secara teratur dengan interval waktu sesuai dengan jenis
alat tersebut.
Pada praktikum ini dilakukan validasi reagen terhadap beberapa reagen yang
digunakan di layanana Unit Transfusi Darah. Validasi Reagen ini sangat perlu
dilakukan untuk mengetahui apakah reagen yanng digunakan masih valid atau
tidak, yang tentu saja valid atau tidaknya reagen akan mempengaruhi hasil
pemeriksaan. Sebeleum melakukan validasi reagen terlebih dahulu mengecek
expired date dari masing-masing reagen. Expired date ini merupakan batas akhir
reagen tersebut dapat digunakan. Apabila reagen sudah melewati batas tanggal
kadaluarsa akan memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu sehingga
sebelum reagen digunakan harus diperiksa tanggal kadalursanya. Dari beberapa
reagen yang diperiksa meliputi Anti-A, Anti-B, Anti-D, Test standar A, Test
standar B, Test standar O, Bovine albumin, belum lewat dari tanggal kadalursa,
sehingga masih boleh digunakan. Untuk mengetahui kevalidan dari masing-
masing reagen maka dilakukan test validasi reagen.
Dari test validasi yang dilakukan pada beberapa reagen yang meliputi Anti-
A, Anti-B, Anti-D, Test standar A, Test standar B, Test standar O, Bovine
albumin diperoleh hasil yang valid. Jadi, reagen yang diperiksa baik untuk
digunakan untuk berbagai uji yang berhubungan dengan transfusi darah, mulai
dari golongan darah, uji silang serasi, coomb’s test dan lain-lain.
Selain expired date dari masing-masing reagen mempengaruhi tanggal
kadaluarsa, penyimpanan dan suhu penyimpanan juga berpengaruh besar terhadap
valid tau tidaknya regen yang digunakan. Dimana penyimpanan reagen yang baik
itu adalah pada suhu 2-80C. Sebelum digunakan reagen dikondisikan pada suhu
ruang, yaitu untuk mengoptimalkan reaksi dari reagen yang digunakan.
Selain faktor-faktor di atas, terdapat faktor yang harus diperhatikan pula
dalam pengelolaan Unit Transfusi Darah yaitu, tata ruang gedung. Tata ruang
gedung harus memberi kenyamanan kepada pendonor, konsumen darah, dan
petugas itu sendiri. Kedua belas faktor di atas adalah beberapa hal yang
sesungguhnya dapat menjadi problematika tersendiri dalam pengelolaan unit
transfusi darah (UTD) sebagai salah satu unit layanan Palang Merah Indonesia
(PMI) guna memenuhi tugas utamanya menjamin ketersediaan serta kualitas
darah.

IX. KESIMPULAN
Dari uji validasi reagen pada beberapa reagen antara lain Anti-A, Anti-B, Anti-D,
Test standar A, Test standar B, Test standar O, Bovine albumin 22 %, Coomb’s serum,
CCC diperoleh hasil valid.

X. DAFTAR PUSTAKA
Oktaviani Sri Nursyam.2010. http://www. Sri Oktaviani Nursyam.com/arsip/transfus-i
darah.html. Diakses tanggal 20 Maret 2013
Sadikin, Muhamad. 2002. Biokimia Darah. Jakarta : Widya Medika

Anda mungkin juga menyukai