Anda di halaman 1dari 16

IMUNOHEMATOLOGI

Tujuan

1. Pemeriksaan Golongan Darah ABO dan Rhesus (Rh)

a. Mahasiswa mampu membedakan komponen antigen dan antibodi dalam darah pada
sistem golongan darah ABO dan Rh

i. Mahasiswa mampu mendeskripsikan karakteristik antigen dan Antibodi


pada sistem golongan darah ABO dan Rh

ii. Mahasiswa mampu menjelaskan pentingnya penggolongan sistem ABO


dan Rh

b. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan golongan darah sistem ABO dan Rh


dengan metode slide dan tabung

i. Mahasiswa mampu menjelaskan Grading dari reaksi aglutinasi

ii. Mahasiswa mampu menginterpretasikan hasil

iii. Mahasiswa mampu menjelaskan pitfalls yang dapat terjadi saat melakukan
pemeriksaan penggolongan darah

c. Mahasiswa mampu menjelaskan diskrepansi hasil yang dapat ditemukan dalam


penggolongan darah sistem ABO

d. Mahasiswa mampu menjelaskan varian antigen D (DU) dan kepentingan klinisnya

2. Uji Cocok Serasi (Cross-match test)

a. Mahasiswa memahami uji cocok serasi dan kepentingan klinisnya

b. Mahasiswa memahami prinsip uji cocok silang mayor maupun minor

c. Mahasiswa mampu menjelaskan antibodi yang terdeteksi pada masing-masing fase


uji cocok silang

d. Mahasiswa mampu melakukan uji kompatibilitas baik mayor maupun minor

i. Mahasiswa mampu melakukan interpretasi terhadap hasil pemeriksaan

3. Test Coombs / antihuman globulin (AHG)

a. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan dari pemeriksaan AHG


b. Mahasiswa mampu memahami prinsip pemeriksaan AHG

c. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan AHG

i. Mahasiswa mampu melakukan interpretasi terhadap hasil pemeriksaan


GOLONGAN DARAH ABO & Rhesus

International Society of Blood Tranfusion menetapkan 33 sistem golongan darah yang


diakui. Selain sistem ABO dan Rhesus, banyak antigen pada membran eritrosit yang telah diakui.
Antigen pada membran eritrosit dapat berupa protein dimana polimorfisme dapat terjadi karena
adanya variasi urutan asam amino (contoh Rh, kell), glycoprotein atau glycolipid (contoh ABO)
Namun, sistem ABO dan Rh tetap memiliki peran penting dan mendasar terutama dalam proses
tranfusi darah.1

A. Golongan darah sistem ABO

Sistem penggolongan darah ABO merupakan salah satu sistem penggolongan darah
terpenting dalam dunia medis, terutama kaitannya dengan proses tranfusi. Sistem ABO
terdiri dari beberapa komponen yakni antigen A, antigen B dan antibodi-antibodi yang
berlawanan dengan antigen-antigen tersebut. Sistem ABO ditemukan oleh Lansteiner pada
tahun 1900. Sistem ABO berbeda dengan sistem penggolongan lain seperti Sistem Rh,
karena pada sistem ABO antibodi terbentuk secara alami “naturally occurring” yakni
antibodi- antibodi yang berlawanan dengan antigennya (Lansteiner’s low) terbentuk secara
alami, contohnya bila antigen pada permukaan membran sel adalah antigen A maka
antibodi yang terdapat dalam serum tubuh pasien adalah anti-B. Antibodi yang terbentuk
secara alami tersebut disebabkan adanya stimulasi imunologik yang terjadi secara konstan
maupun sewaktu-waktu oleh substansi seperti makanan, pollen, dan bakteri yang berada di
lingkungan.2

Jenis immunoglobulin (Ig) yang dominan pada sistem golongan darah ABO adalah
IgM walaupun komponen IgG dan IgA sering ditemukan. Perubahan jenis Ig dari IgM ke
IgG dapat terjadi bila ada “Hyperimmunizing” seperti kehamilan dengan inkompatibillitas
ABO atau transfusi dengan darah yang tidak cocok.3

Gambar 1. Antigen dan antibodi sistem Golongan Darah ABO


Pada tahun 1911, diketahui bahwa sebenarnya sistem ABO memiliki sistem yang
jauh lebih kompleks ketika ditemukan bahwa golongan darah A dapat dibedakan secara
serologi dan genetika kedalam dua sub-grup yang berbeda: A1 dan A2. Sejak
ditemukannya A1 dan A2, lebih banyak lagi sub-grup yang dilaporkan dan saat ini sudah
terdapat 12 golongan yang diketahui, semua menunjukkan variasi karakteristis serologis
dan kimiawi. Namun banyak dari golongan tersebut yang tidak bermakna terutama dalam
pemeriksaan rutin.4

Fenotipe Bombay pertama kali ditemukan pada tahun 1952 di Bombay, India. Pada
kelompok golongan darah ini, antigen A dan B tidak dapat diidentifikasi pada membran
eritrosit. Secara definisi cocok dengan golongan darah O. Akan tetapi, pada fenotipe
Bombay selain tidak adanya antigen A dan antigen B, juga tidak ditemukan Antigen H.
Diduga bahwa antigen-H adalah prekursor karbohidrat yang merupakan asal terbentuknya
golongan darah A dan B. Semua sel darah mengeskpresikan antigen-H kecuali pada O
Bombay.5

Penggolongan darah ABO dilakukan dapat dilakukan dengan 2 jenis pemeriksaan:

 Pemeriksaan langsung (direct test) atau forward grouping atau red cells grouping
membutuhkan serum anti-A dan anti-B yang sudah diketahui untuk menguji sel-sel
yang belum diketahui antigennya. Uji ini digunakan untuk mendeteksi ada atau
tidaknya antigen A atau antigen B pada eritrosit individu.

 Pemeriksaan tidak langsung (indirect test) atau reverse grouping atau back
grouping atau Serum grouping membutuhkan sel golongan A dan B yang sudah
diketahui. Uji ini digunakan untuk mendeteksi anti A atau anti B pada serum
individu dan untuk mengkonfirmasi uji ABO forward grouping.

Diskrepansi terjadi ketika hasil dari forward grouping dan reverse grouping tidak cocok.
Diskrepansi dapat terjadi karena adanya kesalahan tekhnis atau kondisi klinis dari pasien.6

B. Golongan Darah Sistem Rhesus (Rh)

Sistem Rh lebih dikenal dengan Sistem Rhesus. Penamaan ini karena sistem
golongan darah Rh ditemukan karena antibodi yang terbentuk pada saat menyuntikkan
eritrosit kera rhesus ke kelinci dan marmot bereaksi dengan sebagian besar eritrosit
manusia. Antigen yang berperan penting pada sistem ini adalah antigen D. Rh positif dan
Rh negatif ditentukan oleh ada tidaknya antigen D. Kepentingan klinis pada sistem ini
adalah individu yang memiliki antigen D (D positif) membentuk anti-D jika ditranfusi
dengan darah D-positif atau misalnya pada kasus wanita hamil D negatif, jika terpapar
darah fetal D-positif.7

Pembentukan antibodi pada sistem Rh terjadi apabila terpapar Antigen Rh. Reaksi
imun terjadi ketika individu Rh negative terpapar darah Rh positif baik melalui tranfusi,
kehamilan, atau penggunaan jarum suntik bersama-sama. Hampir sebagian besar Antibodi
Rh adalah IgG, biasanya subklas IgG1 atau IgG3. Antibodi biasanya akan muncul antara 6
minggu sampai 6 bulan setelah terpapar Antigen Rh. Antibodi IgG sistem Rh bereaksi
paling optimal pada suhu 37oC.8

Variasi dari Fenotipe D akan muncul ketika epitopnya:

a. hanya diekspresikan secara lemah (“Weak D Phenotype”). Fenotipe D yang lemah


bersifat kuantitatif, oleh karena itu semua epitope D ada. Ekspresi antigen-D yang
menurun ini biasanya dideteksi dengan uji indirect AHG (Indirect Antiglobulin
Test), meskipun beberapa Fenotipe weak D secara langsung diaglutinasi oleh Mab
Anti-D. Pada beberapa kasus, level antigen-D adekuat dan karena belum ada
perubahan pada epitope D, maka tidak terjadi produksi anti D. Oleh Karena itu
individu dengan Fenotipe D yang lemah dapat menerima darah Rh D-positif.9

b. Beberapa hilang (“Partial D Phenotype”). Terdapat satu atau lebih epitope D yang
hilang. Individu dengan Partial D Phenotype dapat memproduksi allo Anti-D
terhadap epitope D yang tidak dimiliki. Oleh Karena itu individu dengan Partial D
Phenotype tidak dapat menerima darah Rh D-positif. Ini merupakan kelainan
kualitatif.9

C. Pemeriksaan Golongan Darah

Secara umum, Pemeriksaan golongan darah adalah pemeriksaan untuk


mengidentifikasi antigen pada membran eritrosit. Prinsip pemeriksaan golongan darah
adalah adanya reaksi imunologi yang terjadi antara antigen antibodi yang spesifik. Reaksi
ini ditandai dengan adanya aglutinasi atau hemolysis. Ada berbagai macam metode
pemeriksaan golongan darah. Metode yang paling lama diketahui adalah dengan metode
silde atau tabung, sedangkan metode microplate dan gel merupakan metode yang relatif
baru.9

Teknik pemeriksaan golongan darah:

1. Metode slide

Tes ini relatif murah dan cepat, namun tidak sensitif dan hanya digunakan
sebagai pemeriksaan pendahuluan golongan darah untuk mendapatkan hasil
yang cepat. Tes ini tidak dapat mendeteksi antigen yang lemah.

2. Metode tabung

Metode tabung jauh lebih sensitif dibandingan dengan metode slide. Pada
metode ini, penggolongan forward (sel), begitu pula penggolongan Reverse
(serum) dapat dilakukan.

3. Metode Gel/ Column

Metode ini sensitif, sangat mudah dilakukan tetapi metode ini relative
mahal.9
Diskrepansi dapat terjadi karena kesalanan teknis dan berbagai kondisi klinis. Diskrepansi
penggolongan ABO kebanyakan terjadi karena kesalahan teknis sehingga dapat diperbaiki
dengan mengulangi prosedur dengan hati-hati.

Pitfalls yang dapat terjadi pada penggolongan darah:

 Teknik yang buruk

 Menggunakan sampel yang salah

 Kegagalan dalam proses penambahan anti atau sel dalam tabung


yang benar.

 Kegagalan dalam memperhatikan suhu dan waktu dalam inkubasi

 Kesalahan transkripsi seperti, menuliskan hasil yang salah atau


kesalahan mengkopi data.

 Penyimpanan dan standarisasi reagen yang buruk

 Jika tidak disimpan dengan benar maka reagen dapat berubah dan
menyebabkan hasil negative palsu

 Reagen yang terkontaminasi dapat menyebabkan hasil positif palsu

 Sampel darah yang sudah expired. Ditandai dengan sudah terjadinya proses
hemolysis

 Abnormalitas plasma

 Pembentukan Rouleaux, peseudoaglutinasi pada penyakit myeloma


maligna atau infeksi berat.

 Warton’s jelly. Warton’s jelly adalah suatu substansi yang


ditemukan pada badan dan korda umbilikalis neonatus sehingga
sering ditemukan pada sampel darah umbikalis. Substansi ini dapat
menimbulkan Rouleaux yang sangat kuat.

 Antibodi yang bereaksi lemah atau hilang

 Misalnya pada bayi yang belum mampu memproduksi antibodi


sendiri

 Pada orang tua yang mana terjadi penurunan level antibodi

 Hipogammaglobulinemia

 Antigen yang bereaksi lemah atau hilang


 Sub grup dari antigen A dan B

 Antigen B yang didapat (Aquired B antigen)

 Leukemia akut, antigen eritrosit pada sistem ABO mungkin dapat


sangat terdepresi.

 Adanya percampuran darah pada pasien yang baru saja ditranfusi

 Antibodi tambahan

 Adanya Auto-antibodi, cold antibodies dapat menyebabkan


aglutinasi spontan dari sel Adan B yang digunakan dalam reverse
grouping

 Adanya Anti-A 1. Individu dengan A2 & A2B dapat memproduksi


anti-A1 yang terjadi secara alamiah

 Antibodi iregular pada beberapa sistem penggolongan darah dapat


hadir yang bereaksi dengan sel A dan B yang digunakan dalam
reverse grouping.4,6
PRAKTIKUM PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ABO DAN RHESUS

o Metode Slide

a. Spesimen : darah EDTA

b. Alat dan Bahan

a. Kaca obyek b. anti A


c. Pengaduk d. anti B
e. Vacuitaner EDTA K3 f. anti AB
g. Mikroskop h. Anti D
b. Tata cara pemeriksaan:

1. Tandai kaca objek sebagai A, B, AB dan D

2. Teteskan masing-masing antisera sebesar 1 (satu) tetes pada gelas obyek yang sudah
ditandai

3. Masing masing tetesan ditambahkan 1 (satu) tetes darah yang akan ditentukan
golongan darahnya.

4. Kemudian masing-masing campuran diaduk dengan pengaduk dan dijaga masing-


masing campuran letaknya tetap terpisah. Jangan sampai terjadi percampuran baik
pada saat diaduk atau penggunaan pengaduk yang sama.

5. Miringkan kaca objek dengan lembut ke berbagai arah dan lihat adanya aglutinasi

6. Pembacaan dengan melihat ada atau tidaknya aglutinasi, apabila ragu-ragu dapat
menggunakan mikroskop.

7. Catat hasilnya

c. Interpretasi hasil

ANTI- A ANTI- B ANTI – AB ANTI - D GOLONGAN DARAH


+ - + + A Rhesus (+)
+ - + - B Rhesus (-)
+ + + + AB Rhesus (+)
- - - - O Rhesus (-)
o Metode tabung (reverse grouping)

a. Spesimen : serum / plasma

b. Alat dan Bahan

a. Tabung reaksi b. Suspensi eritrosit A 2%


c. Sentrifus d. Suspensi eritrosit B 2%
e. Vacuitaner EDTA K3 f. Suspensi eritrosit O 2%
g. Pipet

c. Tata cara pemeriksaan

1. Beri label pada ketiga tabung yakni tabung A, tabung B dan tabung O.

2. Masukkan 2 tetes serum pasien kedalam masing-masing tabung

3. Tambahkan satu tetes Sel A pada tabung A, satu tetes sel B pada tabung B dan satu
tetes sel O pada tabung O

4. Ketiga tabung disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm dalam waktu 1 menit

5. Ambil salah satu dari ketiga tabung, Pegang dan lihatlah, pastikan tabung diamati
didepan latar yang berwarna putih dan pencahayaan yang baik. Pegang salah satu sisi
tabung, goyangkan perlahan serta perhatikan adanya aglutinasi

6. Tuliskan segera hasil yang didapat berdasarakan Grading reaksi aglutinasi

Gambar 2. Grading reaksi aglutinasi.10


7. Interpretasi hasil
UJI COCOK SERASI (CROSS-MATCH) & COOMB’S TEST (AHG)

A. UJI COCOK SERASI (CROSS-MATCH)

Pemeriksaan cross-matching dilakukan untuk memastikan tidak adanya antibodi pada


serum pasien yang dapat bereaksi dengan sel donor ketika dilakukan proses tranfusi.
Pemeriksaan ini merupakan tes serologi terakhir dalam menentukan kompatibilitas sehingga
penting untuk tetap melakukan pemeriksaan cross-matching sekalipun pada pasien yang
sudah diketahui golongan darah ABO dan Rhesusnya. Akan tetapi, pemeriksaan cross match
tidak mencegah adanya reaksi imun dalam tubuh pasien dan tidak menjamin daya hidup
eritrosit yang ditranfusi atau mendeteksi semua antibodi irregular dalam serum.4,11

Terdapat 3 tipe pemeriksaan cocok serasi/ cross-match

 Major cross-match: dengan mencampurkan serum resipien dengan eritrosit donor. Cara
ini dinilai jauh lebih penting untuk memastikan keamanan dari tranfusi dibandingkan
Minor cross-match. Disebut Major cross-match dikarenakan antibodi dengan serum
resipien lebih mungkin untuk merusak eritrosit donor.

 Minor cross-match: dengan mencampurkan serum donor dengan eritrosit pasien. Antibodi
dalam serum donor akan terdilusi oleh volum darah yang banyak pada resipien sehingga
relatif tidak menyebabkan masalah, oleh karena itu tes ini disebut minor cross-match

 Auto contro : dilakukan dengan mencampurkan serum pasien dengan eritrosit pasien.11,12

Pemeriksaan cross-match lengkap untuk tranfusi yang direkomendasikan, dilakukan mengikuti


prosedur 3 fase yang berbeda (salin, protein, AHG) yaitu:

 Fase 1: Immediate spin cross-match (salin pada suhu ruang). Fase ini menyediakan suhu
dan media yang optimal untuk mendeteksi antibodi IgM pada sistem ABO dan cold
agglutinin poten yang lain.

 Fase 2: diinkubasi pada suhu 37oC. Suhu tersebut merupakan suhu optimal untuk
mendeteksi warm agglutinin, diantaranya adalah antibodi IgG pada sistem Rh.

 Fase 3: Tes coomb’s dikerjakan untuk mendeteksi antibodi inkomplit terhadap eritrosit di
dalam serum.11

Larutan tambahan seperti albumin, albumin terpolymer atau low ionic salt solution (LISS) sering
dipakai untuk meningkatkan sensitifitas dari cross-match atau memperpendek waktu inkubasi.
Dengan menurunkan kekuatan ion atau meningkatkan dielectric constant dari medium uji, larutan
ini akan meningkatkan antibody uptake dan kekuatan reaksi antigen-antibodi.12
B. Uji Anti Globulin (Coomb’s Test)

Tes ini diperkenalkan dalam dunia medis oleh Coomb’s pada tahun 1945. Test ini
merupakan tes yang sensitif untuk mendeteksi antibodi irregular. Antibodi irregular adalah
antibodi yang dapat mensensitisasi tetapi gagal untuk mengaglutinasi eritrosit dalam salin pada
suhu ruang, terutama IgG. Antibodi ini dapat diaglutinasi oleh Anti IgG yang terdapat dalam
serum antiglobulin melalui ikatannya dengan molekul IgG pada eritrosit yang saling
berdekatan, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.11

Gambar 3. Antiimmunoglobulin (Coombs) Test10

Terdapat 2 macam uji antiglobulin:

 Direct Antiglobulin Test (DAT)

Uji ini digunakan mendeteksi adanya eritrosit yang telah disensitiasi (terlapisi) oleh
antibodi atau komplemen secara in vivo, seperti pada kasus HDN, Autoimmune
Haemolytic Anemia, dan anemia hemolitik yang diinduksi obat, dan reaksi tranfusi.

Gambar 4. Direct Antiglobulin Test (DAT)10

Prinsip: Eritrosit yang telah dicuci untuk membersihkan antibodi dalam plasma
ditambahkan AHG. Jika terdapat incomplete antibodi pada permukaan membrane
eritrosit maka akan terjadi aglutinasi.10,11
 The Indirect Antiglobulin Test (IAT)

Uji ini digunakan untuk mendeteksi antibodi yang menyebabkan eritrosit


tersensititasi in vitro. IAT digunakan dalam uji cross-match fase 3 dan
untuk mendeteksi Du-antigen.

Gambar 5. Indirect Antiglobulin Test (IAT) 10

Prinsip: serum yang mengandung antibodi diinkubasi dengan eritrosit yang


mengandung antigen. Eritrosit yang telah diinkubasi dicuci dan
ditambahkan serum anti-globulin. Jika terdapat incomplete antibodi dalam
plasma atau serum maka akan terjadi aglutinasi. 10,11
PEMERIKSAAN UJI COCOK SERASI (CROSS-MATCHING)

Prinsip

Antibodi dalam plasma apabila bereaksi dengan antigen pada eritrosit pada suhu dan waktu
tertentu dan penambahan anti immunoglobulin akan terjadi reaksi aglutinasi.

Specimen: darah EDTA

Alat dan bahan

a. Tabung reaksi kecil b. Bovine albumin


c. Pipet Pasteur d. Larutan saline 0,85%
e. Sentrifuse f. Serum anti human globulin
g. Incubator

Cara pemeriksaan

C. Fase 1. Fase suhu kamar dalam medium salin

 Ambil 3 tabung reaksi dan labeli dengan Ma, Mi dan AC

 Masukkkan ke dalam tabung masing-masing:

o Mayor: 1 tetes suspensi eri donor + 2 tetes plasma pasien

o Minor : 1 tetes suspense eri pasien + 2 tetes plasma donor

o AC : 1 tetes suspense eri pasien + 2 tetes plasma pasien

 Kocok isi tabung hingga homogen. Putar dengan 3000 rpm selama 15 detik

 Baca reaksinya. Adakah aglutinasi atau hemolysis

o terlihat aglutinasi/hemolysis  incompatible

o tidak terlihat aglutinasi/hemolysis  lanjut fase 2

D. Fase 2. Fase inkubasi 37C dalam bovin albumin

o Tambahkan ke dalam semua tabung 2 tetes bovin albumin

o Kocok isi tabung, inkubasi pada suhu 37 0C selama 15 menit

o Putar 3000 rpm selama 15 detik

o Baca reaksinya. Adakah aglutinasi atau hemolysis


o terlihat aglutinasi/hemolysis  incompatible

o tidak terlihat aglutinasi/hemolysis  lanjut fase 3

E. Fase 3. AHG

o cuci suspensi eri pada semua tabung dengan larutan saline sebanyak 3 - 4 kali

o tambahkan 2 tetes serum Coomb’s

o kocok tabung, putar 3000 rpm selama 15 detik

o Baca reaksinya. Adakah aglutinasi atau hemolysis

o terlihat aglutinasi/hemolysis  incompatible

o tidak terlihat aglutinasi/hemolysis  compatible


DAFTAR PUSTAKA

1. Mitra R, Mishra N, Rath GP. Blood groups sistems. In: Indian Journal of Anaesthesia. 2014.
p. 524–8.

2. Yamamoto F. Review:ABO blood group sistem—ABH oligosaccharide antigens, anti-A


and anti-B,A and B glycosyltransferases, and ABO genes. In: Immunohematology. 2004. p.
3–22.

3. Storry J., Olsson M. The ABO blood group sistem revisited: a review and update. In:
Immunohematology. The American National Red Cross; 2004. p. 48–59.

4. Emmanuel JC. Blood group serology. World Health Organization [Internet]. 2009;
Available from: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/0268949989900313

5. Suraci N, Mora M. Bombay blood phenotype: Laboratory detection and transfusions


recommendations. Int J Blood transfus Immunohematol [Internet]. 2016;6:8–11. Available
from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=Detection+of+a+Rare+Blood+Group+?Bom
bay+(Oh)+Phenotype?

6. Arumugam, Hamsavardhini S, Ravishankar, Bharath R. Resolving ABO discrepancies by


serological workup- an analysis of few cases. International Journal of Research in Medical
Sciences. 2016;5(3):893–900.

7. National Institute of Biologicals. Guidance manual on “ ABO and Rh blood grouping .”


Guidance manual on ABO and Rh blood grouping. 2013;10–22.

8. Connie W. THE Rh BLOOD GROUP SISTEM. In: Immunohematology Principles and


Practice. 2010. p. 139–49.

9. Mujahid A, Dickert FL. Blood group typing: From classical strategies to the application of
synthetic antibodies generated by molecular imprinting. In: Sensors (Switzerland). 2016.

10. Blaney KD, Howard PR. Basic & Applied Concepts of Blood Banking and Transfusion
practices. 3rd ed. Elsevier; 2015. 535 p.

11. Birhaneselassie M. Immunohaematology. Ethiopia Public Health Training Initiative.


USAID; 2004. 1-117 p.

12. Nix MP, Zundel WB. Pretransfusion Compatibility Testing. In: Harmening DM, editor.
Modern Blood Banking and Transfusion Practices. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis
Company; 2005.

Anda mungkin juga menyukai