Tujuan
a. Mahasiswa mampu membedakan komponen antigen dan antibodi dalam darah pada
sistem golongan darah ABO dan Rh
iii. Mahasiswa mampu menjelaskan pitfalls yang dapat terjadi saat melakukan
pemeriksaan penggolongan darah
Sistem penggolongan darah ABO merupakan salah satu sistem penggolongan darah
terpenting dalam dunia medis, terutama kaitannya dengan proses tranfusi. Sistem ABO
terdiri dari beberapa komponen yakni antigen A, antigen B dan antibodi-antibodi yang
berlawanan dengan antigen-antigen tersebut. Sistem ABO ditemukan oleh Lansteiner pada
tahun 1900. Sistem ABO berbeda dengan sistem penggolongan lain seperti Sistem Rh,
karena pada sistem ABO antibodi terbentuk secara alami “naturally occurring” yakni
antibodi- antibodi yang berlawanan dengan antigennya (Lansteiner’s low) terbentuk secara
alami, contohnya bila antigen pada permukaan membran sel adalah antigen A maka
antibodi yang terdapat dalam serum tubuh pasien adalah anti-B. Antibodi yang terbentuk
secara alami tersebut disebabkan adanya stimulasi imunologik yang terjadi secara konstan
maupun sewaktu-waktu oleh substansi seperti makanan, pollen, dan bakteri yang berada di
lingkungan.2
Jenis immunoglobulin (Ig) yang dominan pada sistem golongan darah ABO adalah
IgM walaupun komponen IgG dan IgA sering ditemukan. Perubahan jenis Ig dari IgM ke
IgG dapat terjadi bila ada “Hyperimmunizing” seperti kehamilan dengan inkompatibillitas
ABO atau transfusi dengan darah yang tidak cocok.3
Fenotipe Bombay pertama kali ditemukan pada tahun 1952 di Bombay, India. Pada
kelompok golongan darah ini, antigen A dan B tidak dapat diidentifikasi pada membran
eritrosit. Secara definisi cocok dengan golongan darah O. Akan tetapi, pada fenotipe
Bombay selain tidak adanya antigen A dan antigen B, juga tidak ditemukan Antigen H.
Diduga bahwa antigen-H adalah prekursor karbohidrat yang merupakan asal terbentuknya
golongan darah A dan B. Semua sel darah mengeskpresikan antigen-H kecuali pada O
Bombay.5
Pemeriksaan langsung (direct test) atau forward grouping atau red cells grouping
membutuhkan serum anti-A dan anti-B yang sudah diketahui untuk menguji sel-sel
yang belum diketahui antigennya. Uji ini digunakan untuk mendeteksi ada atau
tidaknya antigen A atau antigen B pada eritrosit individu.
Pemeriksaan tidak langsung (indirect test) atau reverse grouping atau back
grouping atau Serum grouping membutuhkan sel golongan A dan B yang sudah
diketahui. Uji ini digunakan untuk mendeteksi anti A atau anti B pada serum
individu dan untuk mengkonfirmasi uji ABO forward grouping.
Diskrepansi terjadi ketika hasil dari forward grouping dan reverse grouping tidak cocok.
Diskrepansi dapat terjadi karena adanya kesalahan tekhnis atau kondisi klinis dari pasien.6
Sistem Rh lebih dikenal dengan Sistem Rhesus. Penamaan ini karena sistem
golongan darah Rh ditemukan karena antibodi yang terbentuk pada saat menyuntikkan
eritrosit kera rhesus ke kelinci dan marmot bereaksi dengan sebagian besar eritrosit
manusia. Antigen yang berperan penting pada sistem ini adalah antigen D. Rh positif dan
Rh negatif ditentukan oleh ada tidaknya antigen D. Kepentingan klinis pada sistem ini
adalah individu yang memiliki antigen D (D positif) membentuk anti-D jika ditranfusi
dengan darah D-positif atau misalnya pada kasus wanita hamil D negatif, jika terpapar
darah fetal D-positif.7
Pembentukan antibodi pada sistem Rh terjadi apabila terpapar Antigen Rh. Reaksi
imun terjadi ketika individu Rh negative terpapar darah Rh positif baik melalui tranfusi,
kehamilan, atau penggunaan jarum suntik bersama-sama. Hampir sebagian besar Antibodi
Rh adalah IgG, biasanya subklas IgG1 atau IgG3. Antibodi biasanya akan muncul antara 6
minggu sampai 6 bulan setelah terpapar Antigen Rh. Antibodi IgG sistem Rh bereaksi
paling optimal pada suhu 37oC.8
b. Beberapa hilang (“Partial D Phenotype”). Terdapat satu atau lebih epitope D yang
hilang. Individu dengan Partial D Phenotype dapat memproduksi allo Anti-D
terhadap epitope D yang tidak dimiliki. Oleh Karena itu individu dengan Partial D
Phenotype tidak dapat menerima darah Rh D-positif. Ini merupakan kelainan
kualitatif.9
1. Metode slide
Tes ini relatif murah dan cepat, namun tidak sensitif dan hanya digunakan
sebagai pemeriksaan pendahuluan golongan darah untuk mendapatkan hasil
yang cepat. Tes ini tidak dapat mendeteksi antigen yang lemah.
2. Metode tabung
Metode tabung jauh lebih sensitif dibandingan dengan metode slide. Pada
metode ini, penggolongan forward (sel), begitu pula penggolongan Reverse
(serum) dapat dilakukan.
Metode ini sensitif, sangat mudah dilakukan tetapi metode ini relative
mahal.9
Diskrepansi dapat terjadi karena kesalanan teknis dan berbagai kondisi klinis. Diskrepansi
penggolongan ABO kebanyakan terjadi karena kesalahan teknis sehingga dapat diperbaiki
dengan mengulangi prosedur dengan hati-hati.
Jika tidak disimpan dengan benar maka reagen dapat berubah dan
menyebabkan hasil negative palsu
Sampel darah yang sudah expired. Ditandai dengan sudah terjadinya proses
hemolysis
Abnormalitas plasma
Hipogammaglobulinemia
Antibodi tambahan
o Metode Slide
2. Teteskan masing-masing antisera sebesar 1 (satu) tetes pada gelas obyek yang sudah
ditandai
3. Masing masing tetesan ditambahkan 1 (satu) tetes darah yang akan ditentukan
golongan darahnya.
5. Miringkan kaca objek dengan lembut ke berbagai arah dan lihat adanya aglutinasi
6. Pembacaan dengan melihat ada atau tidaknya aglutinasi, apabila ragu-ragu dapat
menggunakan mikroskop.
7. Catat hasilnya
c. Interpretasi hasil
1. Beri label pada ketiga tabung yakni tabung A, tabung B dan tabung O.
3. Tambahkan satu tetes Sel A pada tabung A, satu tetes sel B pada tabung B dan satu
tetes sel O pada tabung O
4. Ketiga tabung disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm dalam waktu 1 menit
5. Ambil salah satu dari ketiga tabung, Pegang dan lihatlah, pastikan tabung diamati
didepan latar yang berwarna putih dan pencahayaan yang baik. Pegang salah satu sisi
tabung, goyangkan perlahan serta perhatikan adanya aglutinasi
Major cross-match: dengan mencampurkan serum resipien dengan eritrosit donor. Cara
ini dinilai jauh lebih penting untuk memastikan keamanan dari tranfusi dibandingkan
Minor cross-match. Disebut Major cross-match dikarenakan antibodi dengan serum
resipien lebih mungkin untuk merusak eritrosit donor.
Minor cross-match: dengan mencampurkan serum donor dengan eritrosit pasien. Antibodi
dalam serum donor akan terdilusi oleh volum darah yang banyak pada resipien sehingga
relatif tidak menyebabkan masalah, oleh karena itu tes ini disebut minor cross-match
Auto contro : dilakukan dengan mencampurkan serum pasien dengan eritrosit pasien.11,12
Fase 1: Immediate spin cross-match (salin pada suhu ruang). Fase ini menyediakan suhu
dan media yang optimal untuk mendeteksi antibodi IgM pada sistem ABO dan cold
agglutinin poten yang lain.
Fase 2: diinkubasi pada suhu 37oC. Suhu tersebut merupakan suhu optimal untuk
mendeteksi warm agglutinin, diantaranya adalah antibodi IgG pada sistem Rh.
Fase 3: Tes coomb’s dikerjakan untuk mendeteksi antibodi inkomplit terhadap eritrosit di
dalam serum.11
Larutan tambahan seperti albumin, albumin terpolymer atau low ionic salt solution (LISS) sering
dipakai untuk meningkatkan sensitifitas dari cross-match atau memperpendek waktu inkubasi.
Dengan menurunkan kekuatan ion atau meningkatkan dielectric constant dari medium uji, larutan
ini akan meningkatkan antibody uptake dan kekuatan reaksi antigen-antibodi.12
B. Uji Anti Globulin (Coomb’s Test)
Tes ini diperkenalkan dalam dunia medis oleh Coomb’s pada tahun 1945. Test ini
merupakan tes yang sensitif untuk mendeteksi antibodi irregular. Antibodi irregular adalah
antibodi yang dapat mensensitisasi tetapi gagal untuk mengaglutinasi eritrosit dalam salin pada
suhu ruang, terutama IgG. Antibodi ini dapat diaglutinasi oleh Anti IgG yang terdapat dalam
serum antiglobulin melalui ikatannya dengan molekul IgG pada eritrosit yang saling
berdekatan, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.11
Uji ini digunakan mendeteksi adanya eritrosit yang telah disensitiasi (terlapisi) oleh
antibodi atau komplemen secara in vivo, seperti pada kasus HDN, Autoimmune
Haemolytic Anemia, dan anemia hemolitik yang diinduksi obat, dan reaksi tranfusi.
Prinsip: Eritrosit yang telah dicuci untuk membersihkan antibodi dalam plasma
ditambahkan AHG. Jika terdapat incomplete antibodi pada permukaan membrane
eritrosit maka akan terjadi aglutinasi.10,11
The Indirect Antiglobulin Test (IAT)
Prinsip
Antibodi dalam plasma apabila bereaksi dengan antigen pada eritrosit pada suhu dan waktu
tertentu dan penambahan anti immunoglobulin akan terjadi reaksi aglutinasi.
Cara pemeriksaan
Kocok isi tabung hingga homogen. Putar dengan 3000 rpm selama 15 detik
E. Fase 3. AHG
o cuci suspensi eri pada semua tabung dengan larutan saline sebanyak 3 - 4 kali
1. Mitra R, Mishra N, Rath GP. Blood groups sistems. In: Indian Journal of Anaesthesia. 2014.
p. 524–8.
3. Storry J., Olsson M. The ABO blood group sistem revisited: a review and update. In:
Immunohematology. The American National Red Cross; 2004. p. 48–59.
4. Emmanuel JC. Blood group serology. World Health Organization [Internet]. 2009;
Available from: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/0268949989900313
9. Mujahid A, Dickert FL. Blood group typing: From classical strategies to the application of
synthetic antibodies generated by molecular imprinting. In: Sensors (Switzerland). 2016.
10. Blaney KD, Howard PR. Basic & Applied Concepts of Blood Banking and Transfusion
practices. 3rd ed. Elsevier; 2015. 535 p.
12. Nix MP, Zundel WB. Pretransfusion Compatibility Testing. In: Harmening DM, editor.
Modern Blood Banking and Transfusion Practices. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis
Company; 2005.