Anda di halaman 1dari 8

PEMBAHASAN

Crossmatch adalah reaksi silang invitro antara darah pasien dengan darah donor.
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dilakukannya transfusi darah. Uji silang atau crossmatch
diperlukan sebelum melakukan transfusi darah untuk melihat apakah darah pasien sudah sesuai
dengan donor, sehingga golongan darah pasien dan donor sebelumnya harus diketahui dan
diharapkan sama. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan bahwa transfusi
darah tidak menimbulkan reaksi apapun pada resipien serta sel-sel darah merah bisa mencapai
masa

hidup

maksimum

setelah

diberikan.

Uji

silang

serasi

dilakukan

untuk

memastikan bahwa tidak ada antibodi pada darah pasien yang akan bereaksi dengan darah donor
atau sebaliknya. Bahkan walaupun golongan darah ABO dan Rh pasien dan donor telah
diketahui, adalah hal mutlak untuk melakukan uji silang serasi.
Uji crossmatch ini penting bukan hanya pada transfusi tetapi juga ibu hamil yang
kemungkinan terkena penyakit hemolitik pada bayi baru lahir. Pentingnya pemeriksaan
crossmatch ini pada ibu hamil juga bertujuan supaya mencegah kemungkinan terjadinya
hemolitik pada bayi baru lahir akibat adanya perbedaaan golongan darah antara ibu dan bayi
yang dikandungnya.
Tujuan dilakukan periksaan uji silang adalah : (Ode Yani, 2013).
1. Untuk melihat apakah darah dari pendonor cocok dengan penerima (resipien).
2. Untuk konfirmasi golongan darah.
3. Untuk mencari tahu atau apakah darah donor yang akan ditranfusikan itu nantinya akan
dilawan oleh serum pasien didalam tubuhnya, atau adakah plasma donor yang turut
ditransfusikan akan melawan sel pasien didalam tubuhnya hingga akan memperberat
anemia, disamping kemungkinan adanya reaksi hemolitik transfusi yang biasanya
membahayakan pasien.
Prinsip crossmatch ada dua yaitu Mayor dan Minor, yang penjelasannya sebagai berikut :
a. Mayor crossmatch adalah serum penerima dicampur dengan sel donor. Maksudnya apakah
sel donor itu akan dihancurkan oleh antibodi dalam serum pasien.
b. Minor crossmatch adalah plasma donor dicampur dengan sel penerima. Yang dengan
maksud apakah sel pasien akan dihancurkan oleh plasma donor (Ode Yani, 2013).

Jika golongan darah ABO penerima dan donor sama, baik mayor maupun minor test tidak
bereaksi. Jika berlainan misalnya, donor golongan darah O dan penerima golongan darah A maka
pada test minor akan terjadi aglutinasi (Indah Kesuma Dewi, 2015).
Dalam praktikum ini, pemeriksaan uji silang serasi (crossmatch) dilakukan pada dua
donor dengan metode aglutinasi (konvensional). Sampel pendonor yang digunakan dalam
praktikum ini terdiri dari donor dengan kode 01 dan 02, dengan bahan yang disediakan berupa
plasma dan suspensi sel darah merah 5%. Sedangkan sampel resipien atau OS atas nama Ida
yang berasal dari RSUP Sanglah, disediakan bahan pemeriksaan berupa serum dan suspensi sel
darah merah 5%. Uji silang serasi ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu :
a. Tahap I : Fase suhu kamar di dalam saline medium
Pada tahap ini dilakukan pada suhu ruangan dimana disiapkan enam buah tabung
serologis yang dengan ukuran 12x75 mm dengan diberi label terlebih dahulu. Pada tabung
pertama digunakan sebagai pemeriksaan Mayor I dimana dilakukan penambahan 2 tetes
serum OS lalu ditambahkan 1 tetes sel darah 5% donor kode 01. Pada tabung kedua untuk
pemeriksaan Mayor II dilakukan penambahan 2 tetes serum OS lalu ditambahkan 1 tetes sel
darah 5% donor kode 02. Tabung ketiga sebagai Minor I dengan penambahan 2 tetes plasma
donor kode 01 lalu ditambahkan 1 tetes sel darah OS 5%. Tabung keempat sebagai Minor II
dengan penambahan 2 tetes plasma donor kode 02 lalu ditambahkan 1 tetes sel darah OS
5%. Tabung kelima digunakan sebagai Auto Control dengan penambahan 2 tetes serum OS
dan 1 tetes sel darah OS 5%, dan pada tabung keenam sebagai Auto Pool dilakukan dengan
penambahan 2 tetes pool plasma donor dan 1 tetes sel darah pool donor 5%.
Kemudian dilakukan homogenisasi dengan mengocoknya hingga tercampur,
kemudian disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 detik. Digunakannya
sentrifuge untuk mempercepat proses aglutinasi sehingga pada akhir sentrifuge yang semula
larutan bercampur maka akan terjadi pemisahan antara bagian bening dan sel darah yang
telah teraglutinasi. Setelah dilakukan sentrifugasi maka diperoleh bagian merah (sel darah)
yang teraglutinasi dari bagian bening, kemudian hasil dibaca secara makroskopis dengan
cara mengocok tabung secara perlahan. Setelah dikocok, sel darah tersebut kembali
bercampur dengan bagian yang bening, sehingga hasil tersebut dinyatakan negatif dan
pemeriksaan perlu dilakukan pada tahap selanjutnya yaitu tahap fase 2.

Pada pemeriksaan uji silang serasi selain menggunakan pemeriksaan terhadap tabung
mayor dan minor, juga dilakukan pemeriksaan terhadap auto control dan auto pool. Tabung
auto control yang berisi campuran 2 tetes serum OS dan 1 tetes sel darah OS 5% bertujuan
untuk mendeteksi apakah terdapat kelainan atau reaksi hemolisis dan aglutinasi yang
mungkin terjadi pada darah resipien itu sendiri. Sementara itu, pada tabung auto pool diisi
dengan 2 tetes pool plasma donor dan 1 tetes sel darah pool donor 5%. Pool plasma donor
merupakan campuran antara 1 tetes plasma donor kode 01 dengan 1 tetes plasma donor kode
02. Begitu juga dengan pool sel darah donor 5%, yang merupakan campuran antara 1 tetes
sel darah donor kode 01 suspensi 5% dengan 1 tetes sel darah donor kode 02 suspensi 5%.
Tabung auto pool ini berfungsi untuk mendeteksi adanya kelainan atau reaksi hemolisis dan
aglutinasi yang mungkin terjadi antara kedua darah donor tersebut. Jika terdapat kelainan
pada darah resipien atau donor itu sendiri, maka uji silang serasi tentu tidak dapat
dilanjutkan.
Fase 1 ini dapat mendeteksi antibodi komplit yang bersifat IgM (Antibodi dingin),
misalnya : (Joe, 2011).
Ketidakcocokkan pada golongan darah ABO.
Adanya antibodi komplit, seperti: anti M, anti Lewis, anti-N, anti P-1, anti-A1, anti-H,
anti-I.
b. Tahap II : Fase inkubasi 370C di dalam medium bovine albumin 22%
Pada tahap ini dilakukan penambahan bovine albumin 22% sebanyak 2 tetes lalu
dihomogenkan dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37oC di dalam inkubator, namun
pada saat praktikum digunakan oven sebagai pengganti inkubator. Fungsi oven sebenarnya
hampir sama dengan inkubator dimana pada oven tetap diatur dengan suhu 370C. Inkubasi
ini bertujuan agar antibodi dapat melekat pada sel. Inkubasi tidak diperbolehkan lebih dari
15 menit karena akan menyebabkan terjadinya aglutinasi nonspesifik. Setelah diinkubasi,
selanjutnya tabung disentrifuge kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 detik.
Kemudian dilakukan pengamatan secara makroskopis ada tidaknya aglutinasi dengan cara
mengocok perlahan hasil sentrifugasi tadi. Apabila terjadi aglutinasi maka hasil positif,
sebaliknya, apabila tidak terjadi aglutinasi maka hasil tersebut dinyatakan negatif.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan saat praktikum diperoleh hasil negatif sehingga
dilanjutkan pada tahap selanjutnya yaitu tahap indirect comb test.

Fase 2 akan dapat mendeteksi beberapa antibodi sistem Rhesus, seperti: anti D, antiE, anti-c, dan antibodi lainnya seperti anti-Lewis. Pada fase ini antibodi inkomplit dapat
mengikat sel darah merah sehingga pada fase III dengan bantuan penambahan Coombs
serum terjadi reaksi positif. Antibodi inkomplit adalah anti-D, anti-E, anti-e, anti-C, anti-c,
anti-Duffy, anti-Kell, anti-Kidd, anti-S, dan lain-lain (Joe, 2011).
c. Tahap III : Indirect Combs Test
Pada tahap ini merupakan uji antiglobulin untuk mendeteksi IgG yang dapat
menimbulkan masalah dalam transfusi yang tidak dapat terdeteksi pada kedua fase
sebelumnya. Semua antibodi inkomplit yang terikat pada sel darah merah di fase II akan
beraglutinasi (positif) setelah penambahan Coombs serum. Pada tahap ini sel darah merah
atau hasil negatif dari fase II dicuci dengan larutan saline atau NaCl 0,9% sebanyak 3 kali
untuk mendapat sel eritrosit yang benar-benar bersih dan pekat. Pencucian dilakukan dengan
tujuan untuk menghilangkan zat sisa atau pengotor yang dapat mengganggu reaksi antara
coombs serum dengan sel darah. Kemudian ditambahkan 2 tetes coombs serum yang
mengandung serum hewan yang mengandung anti zat spesifik terhadap globulin manusia.
Kemudian dihomogenkan dan disentrifuge kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 15
detik dan hasil reaksi dibaca secara makroskopis. Apabila positif maka akan terjadi
aglutinasi yang menandakan adanya anti zat yang melapisi eritrosit, sedangkan apabila tidak
terjadi aglutinasi maka hasil dinyatakan negatif.
d. Uji Validitas
Validasi dilakukan untuk mengetahui apakah pemeriksaan yang dilakukan dari fase I
sampai fase III telah benar atau tidak. Uji validasi ini dilakukan dengan menambahkan 1
tetes CCC (Coombs Control Cell) terhadap hasil dari coombs test yang menunjukkan hasil
negatif, kemudian disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm 15 detik. Hasil positif akan
menunjukkan adanya aglutinasi sehingga reaksi silang dianggap valid, sedangkan apabila
hasil validasi negatif atau tidak terjadi aglutinasi maka dapat dikatakan reaksi silang tidak
valid atau harus dilakukan pengujian ulang pada pemeriksaan crossmatch ini.
Karena seluruh tabung menunjukkan hasil negatif, maka pada seluruh tabung dilakukan
uji validitas untuk mengetahui apakah uji silang yang telah dilakukan valid atau tidak. Tabung

mayor, minor, dan auto control seluruhnya menunjukkan hasil uji yang valid. Hasil ini
ditunjukkan dari adanya aglutinasi pada tabung, namun aglutinasinya lemah. Teknik pengocokan
tabung pada saat membaca hasil dari uji validitas berbeda dengan fase uji silang. Dimana
aglutinasi yang terjadi adalah aglutinasi lemah dan akan jelas terlihat apabila diamati dengan
mikroskop.
Pengamatan secara makroskopis pada saat praktikum dalam uji validitas menunjukkan
hasil positif yang ditandai dengan adanya aglutinasi pada setiap tabung. Dengan demikian maka
dapat dinyatakan bahwa reaksi silang (crossmatch) antara pendonor kode 01 dan 02 dengan
resipien (OS) atas nama Ida dinyatakan valid. Hal yang harus diperhatikan bahwa saat mengocok
tabung untuk menentukan hasil uji validitas harus dilakukan dengan perlahan karena aglutinasi
yang terbentuk merupakan aglutinasi lemah, dimana apabila dikocok terlalu kuat akan
menyebabkan hilangnya aglutinasi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan uji silang serasi (crossmatch) antara darah donor kode 01
dan 02 dengan darah resipien (OS) atas nama Ida, baik pada fase I sampai fase III menunjukkan
hasil negatif yang ditandai dengan tidak adanya aglutinasi dan tidak terjadi reaksi hemolisis pada
sampel saat pengujian. Hal ini mengindikasikan bahwa darah resipien (OS) atas nama Ida
tersebut cocok/kompatibel dengan darah pendonor kode 01 dan 02, sehingga darah kedua donor
tersebut dapat diberikan kepada resipien atas nama Ida tersebut. Pada uji validitas juga diperoleh
hasil positif yang ditandai dengan adanya aglutinasi, hal ini berarti bahwa hasil tes valid (benar)
sehingga hasil pemeriksaan boleh diberikan kepada pasien.
Uji silang serasi dapat memberikan hasil negatif palsu. Oleh sebab itu, dalam melakukan
pemeriksaan uji silang serasi perlu memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : (Joe, 2011).
1. NaCl 0,9% (saline) harus bersih, jernih, tidak berwarna dan tidak terkontaminasi dengan
2.
3.
4.
5.

serum.
Suhu inkubator harus 37C.
Waktu inkubasi harus tepat.
Pencucian sel darah merah harus bersih.
Hasil negatif harus dikontrol dengan menggunakan Coombs Control Cells.

Uji silang dapat memberikan hasil positif (inkompatibel), karena: (Joe, 2011).
1. Antibodi inkomplit, diantaranya : anti-D, anti-E, anti-e, anti-C, anti-c, anti-Duffy, anti-

Kell, anti-Kidd, anti-S, dan lain-lain.


2. Autoantibodi dalam serum pasen
3. Antibodi yang tidak termasuk dalam sistem golongan darah
4. Tidak ditemukannya kelainan immunolodi dalam serum pasen.
Darah inkompatibel adalah darah resipien yang pada uji silang serasi memberikan hasil
ketidakcocokan dengan darah donor dengan demikian tidak bisa ditransfusikan. Hal ini perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari penyebab reaksi inkompatibel.
Metode silang serasi metode manual memiliki beberapa kekurangan, diantaranya : (Riesti
Ekasanti dkk, 2016).
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Perlu banyak orang / tenaga pelaksana.


Hasil subyektif tergantung pengalaman operator.
Hasil reaksi tidak stabil.
Pencucian kurang sempurna dapat menyebabkan hasil false (-).
Pengerjaan tidak sempurna, skor reaksi dapat turun / negatif.
Pembacaan reaksi memerlukan mikroskop.
Perlu menggunakan CCC (Control Coombs Cell) untuk cek reaksi negatif.
Hasil reaksi secara visual tidak dapat didokumentasikan, dokumentasi hanya berupa

laporan kerja.
i. Waktu pengerjaannya lama.
Metode uji silang serasi (crossmatch) lainnya yang lebih akurat untuk melihat kecocokan
antara darah donor dan resipien yaitu, uji silang serasi (crossmatch) metode gel yang memiliki
tahapan yang terstandarisasi, sederhana, cepat, serta memberikan hasil yang obyektif.

SIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Uji silang serasi merupakan pemeriksaan untuk memastikan bahwa transfusi darah tidak
menimbulkan reaksi apapun pada resipien serta sel-sel darah merah bisa mencapai masa
hidup maksimum setelah diberikan transfusi.
2. Uji silang serasi dilakukan dalam 3 fase yaitu fase I (fase suhu kamar di dalam saline
medium), fase 2 (fase inkubasi 37C di dalam medium bovine albumin 22%), dan fase 3

(Indirect Coombs Test), serta tahap validitas untuk mendeteksi reaksi silang valid/tidak
valid.
3. Berdasarkan praktikum mengenai uji silang serasi (crossmatching) antara darah resipien
atas nama Ida dengan darah dua donor kode 01 dan 02 ialah cocok / kompatibel dan
reaksi silang valid.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi,

Indah

Kesuma.

2015.

Pemeriksaan

Uji

Silang

Serasi.

[online].

Tersedia:

http://documents.tips/documents/pemeriksaan-uji-silang-serasi.html. [Diakses: 10 Oktober


2016. 20.28 WITA]
Joe.

2011.

Makalah

tentang

Pelayanan

Transfusi

Darah.

[online].

Tersedia:

http://joevha.blogspot.co.id/2011/06/makalah-tentang-perlayanan-tranfusi.html. [Diakses:
11 Oktober 2016. 19.30 WITA]
Riesti Ekasanti, Rachmawati M, Mansyur Arif. 2016. Uji Silang Serasi dengan Metode Gel.
[online].

Tersedia:

http://dokumen.tips/documents/uji-silang-serasi-dengan-metode-

gelpptx.html. [Diakses: 10 Oktober 2016. 19.23 WITA]


Yani,

Ode.

2013.

Crossmatch.

[online].

Tersedia:

http://odeyoni.blogspot.co.id/2013/04/crossmatch_23.html. [Diakses: 12 Oktober 2016.


19.44 WITA]

Anda mungkin juga menyukai