Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit kanker merupakan penyakit berbahaya yang terjadi akibat
pertumbuhan sel-sel yang tidak terkontrol yang dapat menyebar ke bagian lain di
tubuh. Kanker masih menjadi penyakit yang ditakuti karena karena susah
dicegah/diprediksi, diagnosis yang sulit untuk ditegakkan dan penyembuhan yang
belum menjanjikan. Oleh karena nya perlu suatu metode untuk menegakkan diagnosis
kanker dengan baik, salah satunya dengan pengecatan jaringan kanker menggunakan
prinsip imunohistokima.
Imunohistokimia dapat mengidentifikasi protein spesifik pada jaringan atau sel
dengan menggunakan antibodi. Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein
spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa
divisualisasi secara langsung atau dengan mengidentifikasi marker. Marker dapat
berupa senyawa berwarna, zat berfluoresensi, logam berat, label radioaktif atau enzim
(Anonim, 2012 ).
Proses pengecatan imunohistokimia salah satunya dapat memanfaatkan COX
(Cyclooxsigenase) sebagai antigen dalam jaringan. COX-2 adalah enzim kunci dalam
produksi prostaglandin. Enzim ini ditemukan meningkat pada bebagai keganasan,
seperti pada kolon, paru, payudara, kepala leher, dan dipengaruhi oleh berbagai
sitokin, hormon, dan promotor tumor. Prostaglandin dan isoenzim COX-2 dapat
membantu proses karsinogenesis dengan merubah proses sel normal seperti proliferasi
sel, angiogenesis, apoptosis, imunomodulasi dan metabolism karsinogen.
Sehingga sangat perlu untuk mempelajari mengenai Cyclooxsigenase pada
proses pembelajaran mahasiswa DIV analis Kesehatan sebagai salah satu kompetensi
mahasiswa dalam bidang imunohistokimia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan pengecatan imunohistokimia?
2. Apa yang dimaksud dengan COX (Cyclooxsigenase) ?
3. Bagaimanakahkah peranan COX dalam perkembangan karsinoma?
4. Bagaimanakah Proses pengecatan Imunohistokimia dengan COX pada karsinoma
Nasofaring?

1
C. Tujuan
1. Menjelaskan prinsip pengecatana Imunohistokimia secara umum
2. Memberikan informasi tentang COX (Cyclooxsigenase)
3. Memberikan pengetahuan tentang peranan COX dalam perkembangan karsinoma
4. Memberikan pengetahuan proses pengecatan Imunohistokimia dengan COX pada
karsinoma Nasofaring

D. Manfaat
1. Mengetahui prinsip pengecatana Imunohistokimia secara umum
2. Mengetahui informasi tentang COX (Cyclooxsigenase)
3. Mengetahui peranan COX dalam perkembangan karsinoma
5. Mengetahui proses pengecatan Imunohistokimia dengan COX pada karsinoma
Nasofaring

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Imunohistokimia
Imunohistokimia merupakan suatu proses mengidentifikasi protein spesifik
pada jaringan atau sel dengan menggunakan antibodi. Tempat pengikatan antara
antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya
dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau dengan
mengidentifikasi marker. Marker dapat berupa senyawa berwarna, zat berfluoresensi,
logam berat, label radioaktif atau enzim (Anonim, 2012 ).
Pemeriksaan imunohistokimia dapat memeberi informasi mengenai
kandungan berbagai unsur molekul didalam sel normal maupun sel neoplastik. Dasar
dari pemeriksaan ini adalah pengikatan antigen (yang terkandung dalam sel) dengan
antibodi spesifiknya yang diberi label kromogen. Teknik ini diawali dengan prosedur
histoteknik yatu prosedur pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk diamati di
bawah mikroskop. Irisan jaringan jaringan yang didapat kemudian memasuki
prosedur imunohistokimia.
Terdapat dua metode dasar identifikasi antigen dalam jaringan dengan
imunohistokimia, yaitu metode langsung (direct method) dan tidak langsung (indirect
method).
1. Metode langsung (direct method)
Metode langsung merupakan metode pengecatan satu langkah karena hanya
melibatkan satu jenis antibodi, yaitu antibodi yang terlabel. Merupakan metode
Imunohistokimia tertua. Memanfaatkan metode reaksi antara antibodi primer yang
telah diberi label enzim dengan antigen pada jaringan. Keunggulan metode ini
yaitu cepat karena hanya menggunakan satu antibodin dan reaksi nonspesifik
dapat diminimalisir. Kelemahannya karena hanya menggunakan satu label
antibodi, maka amplifikasi sinyal/pewarnaan kurang memadai dan mulai kurang
sensitif untuk diagnosa.

Label

Antibodi

Antigen

3
2. Metode tidak langsung (indirect method).
Metode ini menggunakan dua macam antibodi, yaitu antibodi primer (tidak
berlabel) dan antibodi sekunder (berlabel). Antibodi primer bertugas mengenali
antigen yang diidentifikasi pada jaringan (first layer), sedangkan antibodi
sekunder akan berikatan dengan antibodi primer (second layer). Antibodi kedua
merupakan anti-antibodi primer. Pelabelan antibodi sekunder diikuti dengan
penambahan substrat berupa kromogen. Kromogen merupakan suatu gugus fungsi
senyawa kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan
senyawa tertentu.
Label

Antibodi sekunder

Antibodi primer

Antigen

Two step indirect

method adalah Three step indirect methode,


Lanjutan dari metode two step indirect
antibodi tersier yg dikonjugasi enzim ditempelkan pada antibodi sekunder.
Antibodi tersier ini harus spesifik terhadap antibodi sekunder. Kedua antibodi tsb
juga harus dikonjugasikan pd enzim yang sama. Penambahan lapisan ketiga ini
memperkuat hasil krn lbh banyak antibodi yg terikat, juga sangat membantu pada
pewarnaan pada epitop.
Label

Antibodi Tersier

Label

Antibodi sekunder

Antibodi primer

Antigen

Three step indirect

method4
Penggunaan kromogen fluorescent dye seperti FITC, rodhamin, dan Texas-red
disebut metode immunofluorescence, sedangkan penggunaan kromogen enzim
seperti peroksidase, alkali fosfatase, atau glukosa oksidase disebut metode
immunoenzyme (Anonim,2012).
3. Metode Avidin-Biotin
Avidin adalah glikoprotein yang diekstraksi dari putih telur dan memiliki
empat lokasi ikatan dengan afinitas tinggi terhadap biotin. Biotin membentuk
ikatan dengan avidin dan antibodi (biotinylated Ab) atau molekul lain (enzim,
fluorokrom, atau zat labeling lain Metode yang paling lazim dipakai adalah
metode ABC (avidin biotin complex). Metode lainnya adalah LAB (labeled
avidin-biotin) dan LSAB (labeled streptavidin-biotin)

B. Cyclooxygenase (COX)
Cyclooxygenase atau prostaglandin H2 synthase (PGHS) merupakan enzim yang
mengkatalisis dua langkah awal yaitu siklooksigenasi dan peroksidasi pada biosintesis
prostaglandin (PG) dari asam arakhidonat (AA) . Asam arakhidonat (20-carbon
polyunsaturated fatty acid) merupakan prekursor dari prostaglandin dan ditemukan
hampir sebagian besar pada membran fosfolipid dari sel (Sonawane et al., 2011).

5
Biosintesis prostaglandin terjadi melalui tiga langkah. Langkah pertama pada
sintesis prostaglandin adalah hidrolisis fosfolipid untuk menghasilkan arakhidonat
bebas dimana reaksi ini dikatalisasi oleh fosfolipase A. Langkah berikutnya
merupakan reaksi kunci yang dikatalisasi oleh COX dimana dua molekul oksigen
diinsersikan ke dalam asam arakhidonat untuk menghasilkan prostaglandin G2
(PGG2) intermediate yang tidak stabil dan kemudian secara cepat dikonversi menjadi
prostaglandin H2 (PGH2) oleh aktivitas peroksidase dari COX. Langkah ketiga terjadi
saat spesifik isomerase mengubah PGH2 menjadi berbagai prostaglandin lainnya
seperti PGE2, prostaglandin F2α (PGF2α), prostaglandin D2 (PGD2), prostasiklin
(PGI2) dan tromboksan (TXA2) ( Sonawane et al., 2011; Zarghi dan Arfaei, 2011).

Metabolisme Asam Arakidonat Melalui Kerja COX (Sonowane et al., 2011)

Cyclooxygenase merupakan bagian integral dari membran terutama membran


mikrosomal. Melalui pemeriksaan mikroskop fluorescence dan tehnik pewarnaan
histofluoresence menunjukkan bahwa Cyclooxygenase-1 (COX-1) dan COX-2
berlokasi pada retikulum endoplasma dan membran inti, COX-2 konsentrasinya lebih
tinggi pada membran inti (Stasinopoulos, 2008).
Saat ini diketahui ada 3 family enzim ini yaitu COX-1, COX-2, dan yang
terbaru diidentifikasi adalah Cyclooxygenase-3 (COX-3), yang memiliki kesamaan
aktivitas enzimatik tetapi memiliki fungsi dan pola ekspresi yang berbeda. COX-1 dan
COX-2 mempunyai perbedaan dalam kemampuannya untuk memakai sumber asam
arakhidonat endogen, baik pada sel fibroblast maupun pada sel immune.
COX-2 dapat memanfaatkan asam arakhidonat endogen dan Cox-1 tidak. Hal
yang paling penting membedakan antara COX-1 dan COX-2 adalah perbedaan

6
regulasi dari ekspresi dan distribusinya pada jaringan. COX-3 merupakan varian dari
COX-1, mRNA COX-3 pada manusia memiliki panjang 5,2 kb. COX-1, COX-2, dan
COX-3 memiliki persamaan yaitu responnya tergantung dari rangsangan hormon,
faktor pertumbuhan, pharbol ester, faktor inflamasi dan sitokin (Bertagnolli, 2008;
Zhao et al, 2008).

C. Peranan Cyclooxygenase Dalam Perkembangan Karsinoma


Family COX adalah enzim yang terdiri dari 2 anggota, COX-1 adalah enzim
yang terekspresi di banyak organ dan COX-2 hanya terekspresi pada jaringan tertentu
saja, termasuk plasenta, otak dan ginjal. Dimana COX-2 ekspresinya meningkat oleh
sejumlah rangsangan, termasuk sitokin, faktor pertumbuhan dan onkogen (Howe,
2007; Surowiak, 2010).
Kedua enzim COX ini mengkatalisis asam arakidonat menjadi PGG2 dan
sesudah itu menjadi PGH2, yang berperan sebagai substrat untuk isomerisasi multipel
yang secara sendirinya berespon untuk generasi untuk menghasilkan eikosanoid,
termasuk PGE2, PGI2 dan TXA2. Prostaglandin terutama PGE2 akan memodulasi
terbentuknya tumor. Misalnya PGE2 berikatan secara spesifik dengan reseptor protein
G-couple reseptor pada permukaan sel epitel, dan akan menstimulasi rangkaian sinyal
pertumbuhan dan motilitas. Didalam sel-sel epitel PGE2 akan menekan apoptosis
dengan meningkatkan ekspresi BCL2 dan juga meningkatkan ekspresi Mitogen-
Activated Protein Kinase (MAPK) yang dapat meningkatkan migrasi sel atau lebih
invasif dan mengaktivasi Epidermal Growth Factor Reseptor (EGFR). Selanjutnya,
PGE2 akan menginduksi angiogenesis, sehingga memiliki kemampuan untuk tumbuh
dan bermetastasis (Howe, 2007).

Peranan COX-1/2 pada Perkembangan Karsinoma (Klimek et al., 2009)

7
Angiogenesis merupakan proses pembentukan pembuluh darah baru yang
terjadi secara normal dan sangat penting dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan jaringan pembuluh darah baru sangat penting untuk
proliferasai sel kanker, karena proliferasi bergantung pada suplai oksigen, zat
makanan dan pembuangan zat sisa yang adekuat. Angiogenesis juga berperan penting
dalam penyebaran sel kanker. Sel-sel kanker dapat menembus masuk ke dalam
pembuluh darah ataupun limfe, bersirkulasi melalui aliran vaskular, dan kemudian
berproliferasi pada tempat yang lain atau metastasis.
Tanpa lintasan angiogenesis, sebuah tumor hanya akan berkembang hingga
memiliki diameter sekitar 1–2 mm, dansetelah itu perkembangan tumor akan terhenti.
Sebaliknya, dengan angiogenesis, sebuah tumor akan berkembang hingga melampaui
ukuran diameter 2 milimeter. Oleh karena itu, sel tumor memiliki kemampuan untuk
mensekresi protein yang dapat mengaktivasi lintasan angiogenesis. Dari berbagai
protein yang dapat mengaktivasi lintasan angiogenesis seperti acidic fibroblast growth
factor, angiogenin epidermal growth factor, G-CSF, HGF, interleukin-8, placental
growth factor, platelet-derived endothelial growth factor, scatter factor, transforming
growth factor-alpha, TNF-α dan molekul kecil seperti adenosine 1-butyryl glycerol,
nikotinamida, prostaglandin E1 dan E2, terdapat dua protein yang sangat penting bagi
pertumbuhan tumor yaitu VEGF dan basic fibroblast growth factor (bFGF).
Angiogenesis diperlukan untuk menstabilkan koloni tumor yang baru
terbentuk dan untuk menyokong pertumbuhan massa tumor. COX-2 dan PG(misalnya
PGE2 dan PGI2) merupakan faktor potensial yang penting pada angiogenesis tumor.
Cyclooxygenase-2 secara konsisten terekspresi dalam pembentukan pembuluh darah
baru dalam tumor dan pembuluh darah di sekitar. Overekspresi COX-2 berkorelasi
dengan meningkatnya ekspresi VEGF pada angiogenesis karsinoma hepatoselular.
D. Ekspresi COX-2 Pada Karsinoma Nasofaring
Prostaglandin endoperoxidase sintesa-2 atau COX-2 adalah enzim kunci
dalam produksi prostaglandin. Enzim ini ditemukan meningkat pada bebagai
keganasan, seperti pada kolon, paru, payudara, kepala leher, dan dipengaruhi oleh
berbagai sitokin, hormon, dan promotor tumor. Prostaglandin dan isoenzim COX-2
dapat membantu proses karsinogenesis dengan merubah proses sel normal seperti
proliferasi sel, angiogenesis, apoptosis, imunomodulasi dan metabolism karsinogen.
Overproduksi dari PGE2 sebagai akibat peningkatan COX-2 juga dapat mengirimkan

8
sinyal yang tidak sesuai pada sel, sehingga merangsang pertumbuhan sel atau
mengurangi apoptosis (Zhao et al., 2008; Sonowane et al., 2011)
Analisis imunohistokimia memperlihatkan COX-2 terekspresi kuat pada sel-
sel ganas karsinoma nasofaring dan tidak terekspresi atau terekspresi lemah pada
nasofaring normal (Xu et al., 2006). Penelitian lain juga menyebutkan COX-2 kuat
pada karsinoma tiroid dan kolorektal (Ji et al., 2012). Penelitian yang dilakukan pada
vulva, ternyata COX-2 terekspresi paling tinggi pada inflamasi dibandingkan dengan
lesi displasia maupun kanker yang invasif, dan tidak berhubungan dengan
peningkatan derajat diferensiasi tumor (Mozes et al., 2005; Ristimaki et al., 2012).
Sel yang mengekspresikan COX-2 akan tampak berwarna coklat pada
sitoplasma sel ganas. Penilaian ekspresi COX-2 dibuat berdasarkan analisis persentase
sel tumor yang positif dan intensitas pewarnaan. Berdasarkan persentase sel ganas
yang menunjukkan overekspresi COX-2 maka dibagi menjadi 3 (0-3) yaitu: 0 (tidak
terwarnai), 1 (<10% sel dari seluruh sel ganas terwarnai), 2 (10-50% sel dari seluruh
sel ganas terwarnai), 3 (> 50% sel dari seluruh sel ganas terwarnai). Berdasarkan
intensitas sel-sel ganas yang menunjukkan overeksprei COX-2 maka dibagi menjadi 3
skala (0-3) yaitu: 0 (negatif), 1 (lemah), 2 (sedang), 3 (kuat) (Tan dan Putti, 2005).
Skor persentase dari sel tumor, sesuai dengan penelitian sebelumnya
digunakan skor immunoreaktif, diperoleh dengan mengalikan skor % sel ganas yang
mengekspresikan COX-2 dengan skor intensitas. Skor imunoreaktif 4 atau lebih
dinilai sebagai ekspresi COX-2 positif, skor imunoreaktif kurang dari 4 dinyatakan
sebagai COX-2 negatif (Tan dan Putti, 2005).

Keterangan Gambar :

A. Lemah (intensitas 1 dari 3)


B. Sedang (intensitas 2 dari 3)
C. Kuat (intensitas 3 dari 3).
D. Tidak terpulas COX-2 pada
epitel nasofaring normal

9
BAB III
PROSEDUR KERJA

A. Prosedur Kerja Pembuatan Preparat


1. Persiapan Jaringan
Persiapkan jaringan yang akan di jadikan preparat. Potong jaringan sekitar 1cm x
1cm untuk memudahkan fiksasi, sehingga cairan fiksasi dapat menyerap sampai ke
seluruh jaringan.
a. Tahap Fiksasi/ Pengawetan
1. Rendam jaringan yang sudah dipersiapkan tadi ke dalam cairan Formalin
10% selama 24 jam
2. Hal yang harus diperhatikan dalam proses fiksasi jaringan histologi:
- Tebal irisan : jangan terlalu tebal (1cm x 1cm) supaya mempermudah
penyerapan cairan fiksatif merata ke seluruh jaringan
- Volume cairan fiksatif : harus sampai dapat merendam seluruh bagian
jaringan
- Jenis cairan fiksatif yang digunakan
b. Tahap Dehidrasi
1. Rendam Jaringan yang sudah difiksasi ke dalam larutan Alkohol secara
bertahap :
- Larutan Alkohol 70 % Larutan Alkohol 80% Larutan Alkohol 90%
masing-masing 1 hari
- Larutan Alkohol 95% 2 hari (2xganti)
- Larutan Alkohol 100% 2 hari (2xganti)
2. Dilakukan bertahap dari konsentarsi Alkohol yang rendah ke konsentrasi
Alkohol yang tinggi agar stroma tidak terlepas dari jaringan, dimana stroma
yang lepas dapat menjadi artefact pada saat kita mengamati preparat bila
telah jadi.
3. Efek minimal dehidrasi sudah mulai terjadi setelah 10 menit jaringan
terendam dalam Larutan Alkohol.
c. Tahap Pembeningan/ Clearing
1. Rendam Jaringan yang sudah melalui tahap dehidrasi ke dalam cairan Xylol
yang diletakkan dalam wadah kaca (karena wadah plastik bisa larut bila

10
terkena Xylol) Dilakukan 2 kali (Xylol I dan Xylol II) masing-masing
selama 15 menit.
2. Tujuan dilakukan clearing adalah untuk menarik sisa alkohol dari jaringan
sebagai persiapan jaringan memasuki tahap pembenaman. Xylol
menyebabkan sitoplasma menjadi kosong (menjadi jaringan murni)
d. Tahap Pembenaman/ Impregnation/Embedding
1. Agar jaringan mudah dipotong maka jaringan harus dipadatkan
menggunakan paraffin. Impregnasi adalah proses pengeluaran cairan
pembening (clearing agent) dari jaringan dan menggantikannya dengan
paraffin.
2. Dilakukan dengan menggunakan paraffin oven
3. Clearing agent yang tersisa dapat mengkristal dalam jaringan sehingga saat
dipotong dengan mikrotom jaringan akan robek.
4. Teknik Pembenaman
- Paraffin/ paraplast I selama 1jam;
- Paraffin/ paraplast II selama 1 jam;
- Paraffin/ paraplast III selama 1jam.
- Setelah pembenaman, proses dilanjutkan dengan pengecoran (blocking).
e. Tahap Blocking
1. Tuangkan sedikit paraffin cair di bagian pinggir agar tidak bocor
2. Letakkan jaringan sesuai dengan keinginan saat jaringan diiris (potongan
jaringan yang ingin diamati di bawah mikroskop diletakkan di dasar agar
permukaannya rata)
3. Tuangkan paraffin secukupnya agar menutupi jaringan seluruhnya
Hindarkan terbentuknya air bubble
4. Diamkan semalaman (12 jam).
f. Tahap Pemotongan Jaringan
- Persiapan:
1. Microtome knivevs Microtome blade(disposable)
2. Siapkan coated slides: Albumin (putih telur+ gliserin).
3. Waterbath berisi air hangat 55oC
4. Sengkelit
- Teknik Pemotongan
1. Letakkan pisau pada mikrotom dengan sudut tertentu.

11
2. Rekatkan blok paraffin yang akan dipotong pada holder dengan
menggunakan spatula atau scalpel blade yang panas.
3. Letakkan holder berikut blok preparat pada tempatnya di mikrotom.
4. Ketebalan irisan +- 5 –10 m(disesuaikan kebutuhan)
5. Atur jarak preparat yang dipegang oleh holderke arah pisau sedekat
mungkin
6. Gerakkan rotor (putaran) pada mikrotom secara ritmis
7. Buang pita pita paraffin awal yang tanpa jaringan
8. Setelah potongan mengenai jaringan, potong blok preparat secara hati-hati
9. Pindahkan secara hati-hati dengan sengkelit ke atas air di dalam waterbath
yang diatur pada suhu 55oC. Tujuannya agar lembaran/ pita paraffin
terkembang dengan baik
10. Setelah pita paraffin terkembang dengan baik, tempelkan paraffin ke kaca
objek yang telah terlebih dahulu diolesi dengan albumin, dengan cara
mencelupkan kaca objek tegak lurus ke dalam waterbath, perkirakan agar
potongan jaringan yang akan diamati menempel di tengah kaca objek.
11. Simpan kaca objek berisi potongan paraffin dan jaringan selama semalaman
(12 jam) agar benar-benar kering.

B. Teknik pewarnaan imunohistokimia COX-2


1 Lakukan deparafinasi, di rendam objek glass yang berisi jaringan kedalam xylol
1,2,3 masing –masing 5 menit
2 Kemudian direndam dalam alkohol 96%, 80%, 70%, 50 % masing –masing 3
menit.
3 Slide dicuci dengan menggunakan PBS pH 7,4satu kali selama 5 menit.
4 Bloking endogenous peroksidamenggunakan 3% H2O2 selama 20 menit.
5 Cucimenggunakan PBS pH 7,4 tiga kali, masing-masing selama 5 menit.
6 Bloking unspesifik protein menggunakan 5% FBSyang mengandung 0,25%
Triton X-100.
7 Cuci menggunakanPBS pH 7,4 tiga kali masing-masing selama 5 menit.
8 Inkubasi menggunakan antibodi primer, semalam pada suhu 4oC.
9 Cuci menggunakan PBS pH 7,4 tiga kali,masing-masing selama 5 menit.

12
10 Inkubasi menggunakananti rabbit biotin conjugated selama satu jam pada suhu
ruang.
11 Cuci menggunakan PBS pH 7,4 tiga kali, masingmasingselama 5 menit.
12 Inkubasi menggunakan SA-HRP(Strep-Avidin Horse Radis Peroxidase) selama
40 menit.
13 Cuci menggunakan PBS pH 7,4 tiga kali, masing-masingselama 5 menit.
14 Tetesi dengan DAB (Diamino Benzidine)dan inkubasi selama 10 menit.
15 Cuci menggunakan PBS pH 7,4 tiga kali, masing-masing selama 5 menit.
16 Counterstaining menggunakan Mayer Hematoxilen yangdiinkubasi selama 10
menit dan cuci menggunakan tapwater. Bilas menggunakan dH2O dan
dikeringanginkan.
17 Mounting menggunakan entellan dan tutup dengan coverglass. Kemudian
diamati di bawah mikroskop cahayadengan pembesaran 1000x, ekspresi enzim
COX-2ditunjukkan dengan warna coklat pada jaringan.

13
BAB IV
KESIMPULAN

1. Pemeriksaan imunohistokimia dapat memeberi informasi mengenai kandungan


berbagai unsur molekul didalam sel normal maupun sel neoplastik. Dengan
prinsip pengikatan antigen (yang terkandung dalam sel) dengan antibodi
spesifiknya yang diberi label kromogen.
2. Prostaglandin endoperoxidase sintesa-2 atau COX-2 adalah enzim kunci dalam
produksi prostaglandin. Enzim ini ditemukan meningkat pada bebagai
keganasan, seperti pada kolon, paru, payudara, kepala leher, dan dipengaruhi
oleh berbagai sitokin, hormon, dan promotor tumor. Prostaglandin dan
isoenzim COX-2 dapat membantu proses karsinogenesis dengan merubah
proses sel normal seperti proliferasi sel, angiogenesis, apoptosis,
imunomodulasi dan metabolism karsinogen.
3. Pada pengecatan imunohistokimia Sel yang mengekspresikan COX-2 akan
tampak berwarna coklat pada sitoplasma sel ganas. Penilaian ekspresi COX-2
dibuat berdasarkan analisis persentase sel tumor yang positif dan intensitas
pewarnaan.

14
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, M, 2007, Ekspresi Cyclooxygenase-2 (Cox-2) Pada Jaringan Testis Tikus (Rattus
Norvegicus) Akibat Paparan Ekstrak Biji Pinang (Areca Catechu), Jurnal
Kedokderan, Universitas Brawijaya, Malang . Available
at:htpp://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/download/297/284[Accessed April 03,
2018].

Digambiro, RA. 2015, Materi Imunohistokimia, Available


at:http://drdigambiro.blogspot.co.id.2015/06/imunohistokimia.htnl?m=1 [Accessed
April 04, 2018].

Hartayati, MD. 2015, Hubungan positif ekspresi cyclooxigenase-2 dengan microvessel


density pada undifferentiated carcinoma nasopharynx di RSUP Sanglah Denpasar,
Tesis, Universitas Udayana, Bali.Available at:http://erepo.unud.ac.id/ [Accessed April
03, 2018].

Iswara, A. 2018. Powerpoint Pengecatan Imunohistokimia, Universitas muhammadiyah


Semarang, Semarang.

15
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1


A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1
C. Tujuan ............................................................................................................................ 2
D. Manfaat .......................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 3
A. Pengertian Imunohistokimia ....................................................................................... 3
B. Cyclooxygenase (COX) ................................................................................................. 5
C. Peranan Cyclooxygenase Dalam Perkembangan Karsinoma.................................. 7
D. Ekspresi COX-2 Pada Karsinoma Nasofaring ........................................................... 8
BAB III PROSEDUR KERJA .............................................................................................. 10
A. Prosedur Kerja Pembuatan Preparat ....................................................................... 10
B. Teknik pewarnaan imunohistokimia COX-2 ........................................................... 12
BAB IV KESIMPULAN ........................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 15

16

Anda mungkin juga menyukai