Anda di halaman 1dari 17

Login / Signup


 LEADERSHIP
 TECHNOLOGY
 EDUCATION
 MARKETING
 DESIGN
 MORE TOPICS

 SEARCH

1. Home
2. Documents
3. Recovery Room

BAB I
PENDAHULUAN
Pasien yang mengalami operasi dengan anestesi membutuhkan perawatan setelah
tindakan. Jam pertama setelah anestesi merupakan saat yang paling berbahaya. Kondisi
berbahaya ini disebabkan oleh jalan nafas yang masih tertekan walaupun pasien tampak
sudah bangun. Depresi pernapasan dapat mengakibatkan kematian karena hipoksia. Dalam
hal ini, hipoksia merupakan salah satu komplikasi anestesi pasca operasi. Banyak
komplikasi yang dapat terjadi setelah tindakan operatif, baik efek dari anestesi maupun dari
tindakan operatif itu tersendiri.
1,2
Secara garis besar ada empat hal yang harus diperhatikan pada pasien pasca
anestesi, yaitu masalah pernapasan, kardiovaskuler, keseimbangan cairan, sistem
persarafan, perkemihan, dan gastrointestinal. Harus diperhatikan bahwa komplikasi anestesi
yang tidak segera ditangani akan berdampak kematian bagi pasien. Beberapa komplikasi
lain yang mungkin terjadi antara lain: pernapasan tidak adekuat, pneumotorakis, atelektasis,
hipotensi, gagal jantung, embolisme pulmonal, pemanjangan efek sedatif premedikasi,
trombosis jantung, cedera kepala, sianosis, konfulsi, mual muntah, embolisme lemak dan
keracunan barbiturat.
1,2
Komplikasi anestesi jarang terjadi, namun dapat mengancam jiwa. Laporan umum
mencatat kejadian kematian pada waktu atau segera setelah operasi di beberapa rumah sakit
di Amerika rata-rata 0,2% - 0,6% dari operasi dan kematian yang disebabkan oleh anestesi
0,03% - 0,1% dari seluruh anestesi yang diberikan. Campbell (1960) menambahkan bahwa
1
kematian yang terjadi pada waktu operasi atau segera setelah operasi dari laporan kejadian
karena anestesi sangat bervariasi dari 5% sampai 50%.
3,4
Pasien yang baru saja menjalani tindakan operasi harus dirawat sementara di PACU
(Post Anesthesia Care Unit) atau ruang pemulihan (recovery room) untuk perawatan post
anestesi sampai kondisi pasien stabil. Apabila pasien tidak mengalami komplikasi operasi
dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan, dalam hal ini peran dokter di
ruang pemulihan sangat dibutuhkan untuk memberikan tindakan pada pasien pasca operasi
dan yang mengalami operasi dengan anestesi.
4
Ruang pemulihan mempunyai angka cidera dan tuntutan pengadilan yang tinggi
di rumah sakit. Resiko ini berkurang jika perawatan pascaoperatif di ruang pemulihan
dilakukan secara optimal. Instalasi Bedah Sentral RSUD setiap hari rata – rata melayani
5-6 pasien operasi dengan anestesi umum. Langkah-langkah tindakan keamanan dan
tindakan keperawatan harus berlangsung terus menerus selama tahap pascaoperatif.
4,5
2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Definisi
Recovery room atau post-anesthesia care unit (PACU) adalah bagian vital dari
sebuah rumah sakit, pusat perawatan gawat darurat, dan fasilitas medis lain. RR atau PACU
merupakan tempat yang dirancang seperti kamar operasi dan bertujuan untuk menyediakan
perawatan pasca anestesi, baik anestesi umum, anestesi regional, ataupun anestesi lokal.
1,2
Recovery Room (RR) adalah suatu ruangan yang terletak di dekat kamar bedah,
dekat dengan perawat bedah, ahli anesthesia dan ahli bedah sendiri, sehingga apabila
timbul keadaan gawat pasca-bedah, klien dapat segera diberi pertolongan.
2
2.2 Sejarah Recovery Room
Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran, menyebabkan perubahan indikasi
pembedahan. Saat ini pembedahan dilakukan dengan berbagai macam indikasi
diantaranya untuk diagnostik, kuratif, rekonstruktif bahkan untuk tujuan paliatif.
Pembedahan juga dilakukan sesuai dengan tingkat urgensinya seperti kedaruratan dan
elektif. Pembedahan adalah peristiwa kompleks yang menegangkan yang dilakukan
dikamar operasi dan memerlukan perawatan pascaoperatif di rumah sakit.
1,2
3
Kemajuan teknologi juga telah mengubah prosedur pembedahan menjadi lebih
kompleks dan perkembangan alat pemantauan hemodinamik menjadi sangat sensitif,
sehingga meminimalkan komplikasi, akan tetapi peran sentuhan manusia masih sangat
diperlukan dalam perawatan pascaoperatif.
3
2.3 Tujuan Recovery Room
Pasien yang menjalani tindakan baik operatif maupun diagnostik yang
membutujkan anestesi ataupun sedasi akan memasuki Recovery Room, dimana tanda-tanda
vital (seperti nadi, tekanan darah, suhum dan level oksigen) akan dipantau secara ketat
sampai efek anestesi dianggap hilang. Pasien dapat saja mengalami penurunan kesadaran,
sementara itu staf RR akan bekerja untuk memulihkan kesadaran pasien dan memastikan
kenyamanan fisik serta emosi si pasien.
2,3
Bagan 1. Manajemen Pasca Operasi
Staf RR akan memantau jalannya pernafasan pasca anestesi. Pulse oxymetry juga
terpasang untuk menilai level saturasi oksigen dalam darah, sebagai acuan kestabilan
pernafasan. Jika level saturasi oksigen sangat rendah, maka staf akan memberikan oksigen
4
tambahan melalui kanul nasal atau face mask. Pemberian cairan intravena juga
dimonitoring selama pasien berada di RR.
4
Oleh karena anestesia umum dapat menyebabkan suhu tubuh pasien akan menurun,
sehingga penting untuk diberikan pemanas tubuh yang akan mencegah hipotermia dan
memperbaiki sirkulasi tubuh. Pasien dapat diselimuti dengan selimut hangat ataupun
dengan sistem selimut udara hangat yang akan mengembalikan suhu tubuh normal. Dapat
juga dengan pemberian cairan intravena yang telah dihangatkan.
3,4
Waktu yang dibutuhkan seorang pasien untuk berada di RR tergantung pada
tindakan diagnostik maupun operatif dan juga jenis anestesia yang digunakan. Setelah
pasien pulih dari anestesia, kondisi pasca operatif akan dinilai oleh staf perawat RR.
2,3
2.4 Syarat Recovery Room
Ruang pemulihan hendaknya diatur agar selalu bersih, tenang, dan alat-alat yang
tidak berguna disingkirkan. Sebaliknya, semua alat yang diperlukan harus berada
di RR. Sirkulasi udara harus lancar dan suhu di dalam kamar harus sejuk. Bila
perlu dipasang AC.
2,3
5
Gambar 1. Ruang Pemulihan yang Memenuhi Syarat
Sumber: Kepustakaan No.3

Bila pengaruh obat bius sudah tidak berbahaya lagi, tekanan darah stabil-bagus,
perafasan lancar-adekuat dan kesadaran sudah mencukupi (lihat Aldered Score),
barulah klien dipindahkan ke kamarnya semula (bangsal perawatan).
2,3
Syarat ruangan pemulihan antara lain sebagai berikut:
1. Tenang, bersih dan bebas dari peralatan yang tidak dibutuhkan
2. Warna ruangan lembut dan menyenangkan
3. Pencahayaan tidak langsung
4. Plafon kedap suara
5. Peralatan yang mengontrol atau menghilangkan suara (ex : karet pelindung
tempat tidur supaya tidak mengeluarkan suara saat terbentur)
6. Tersedia peralatan standart : alat bantu pernafasan; oksigen, laringoskop, set
trakeostomi, peralatan bronkial, kateter, ventilator mekanis dan perlatan suction)
6
7. Peralatan kebutuhan sirkulasi : aparatus tekanan darah, peralatan parenteral,
plasma ekspander, set intravena, defibrilator, kateter vena, dan tourniquet
8. Balutan bedah, narkotik dan medikasi kedaruratan
9. Set kateterisasi dan peralatan drainage
10. Tempat tidur pasien yang dapat diakses dengan mudah, aman dan dapat
digerakkan dengan mudah
11. Suhu ruangan berkisar antara 20 –22.2
o
C dengan ventilasi ruangan yang baik.
2,3

Adapun pihak yang bertanggung jawab memberikan pengawasan pada pasien di


Recovery Room yakni koordinasi yang baik antara perawat, ahli anestesia dan ahli
bedah yang dipermudah pekerjaannya dengan adanya alat pemantau dan peralatan
khusus.
3,4
2.5 Peralatan di Recovery Room
Berdasarkan rekomendasi yang diterbitkan oleh Association of Anaesthetic of
Great Britain and Ireland untuk peralatan yang penting pada sebuah ruang pemulihan
disajikan pada tabel berikut ini.
3
7
Sumber: Kepustakaan 3
2.6 Penerimaan Pasien di Ruang Pemulihan
Perawatan diruang pemulihan tidak kalah penting dibanding dengan pengelolaan
anestesi dikamar operasi, karena hampir semua dari penyakit serta kematian dapat
terjadi pasca bedah. Hal-hal yang perlu dilakukan antara lain :
1. Posisi penderita disesuaikan dengan jenis operasi, misal : abduksi untuk post
injection Moore prothese, fleksi untuk post supracondilair humeri.
2. Pengawasan bagian yang telah dioperasi, meliputi tekanan gips,balutan,drainase,
sirkulasi dan perdarahan.
3. Observasi adanya perdarahan, dapat diketahui dari perembesan, produksi drain,
hematom,cek Hb bila turun usahakan tranfusi, Lab dan Ro foto.
4. Pengobatan luka atau medikasi, bisanya dikerjakan sehari setelah operasi kecuali ada
pesan khusus dari operator, misal pada operasi skin graft.
Menurut Brunner and Suddarth (2002) bahwa dalam serah terima pasien
pascaoperatif meliputi diagnosis medis dan jenis pembedahan, usia, kondisi umum,
8
tanda-tanda vital, kepatenan jalan nafas, obat-obat yang digunakan, masalah yang
terjadi selama pembedahan, cairan yang diberikan, jumlah perdarahan, informasi
tentang dokter bedah dan anestesi.
2,4
2.7 Kriteria Pemulihan Pasca Operasi
Tabel 2. Kriteria Aldrete
Sumber: Kepustakaan No. 6
Pasien dianggap sudah pulih dari anestesia dan dapat pindah dari ruang
pemulihan ke ruang perawatan apabila skor>8.
6
Tabel 3. Steward Score (Anak)
4
Pergerakan : gerak bertujuan 2
9

gerak tak bertujuan 1


tidak bergerak 0
Pernafasan : batuk, menangis 2
Pertahankan jalan nafas 1
perlu bantuan 0
Kesadaran : menangis 2
bereaksi terhadap rangsangan 1
tidak bereaksi 0
Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan.
2.8 Monitoring Pasca Operasi
Monitoring setelah operasi perlu dilakukan setelah pasien menjalani operasi
pembedahan. Pada saat penderita berada diruang pemulihan perlu dicegah dan
ditanggulangi keadaan-keadaan yang ada sehubungan dengan tindakan anestesi, antara
lain :
1. Hipoksia
Disebabkan tersumbatnya jalan nafas.
Terapi dengan O2 3-4 L/menit, bebaskan jalan nafas, bila perlu pernafasan buatan.
2. Irama jantung dan nadi cepat, hipertensi
10
Sering disebabkan karena kesakitan, permulaan hipoksia atau memang penyakit
dasarnya.
Terapi dengan O2, analgetik, posisi fowler.
3. Hipotensi
Biasanya karena perdarahan, kurang cairan, spesial anestesi.
Terapi dengan posisi datar, infus RL dipercepat sampai tensi normal.
4. Gaduh gelisah
Biasanya karena kesakitan atau sehabis pembiusan dengan ketamin, pasien telah sadar
tapi masih terpasang ganjal lidah/airway. Terapi dengan O2, analgetik, ganjal dilepas,
atau kadang perlu bantal.
5. Muntah
Bahaya berupa aspirasi paru.
Terapi miringkan kepala dan badan sampai setengah tengkurap, posisi trendelenberg,
hisap muntah sampai bersih.
6. Menggigil
Karena kedinginan, kesakitan atau alergi.
Terapi dengan O2, selimuti, bila perlu beri analgetika.
7. Alergi sampai syok
Oleh karena kesalahan tranfusi atau obat-obatan.
Terapi dengan stop tranfusi, ganti Na Cl.
2.8.1 Monitoring Jalan Nafas
11
Monitoring klinis pasaca operasi dapat dibagi menjadi penilaian airway,
breathing, dan circulation. Airway dapat dinilai dengan memperhatikan tanda atau
gejala obstruksi jalan nafas seperti retraksi dinding dada atau retraksi supraklavikular
pada saat inspirasi serta terdengarnya bising saat pernafasan. Hal ini dapat dipebaiki
dengan memperbaiki posisi pasien menjadi berbaring ke lateral kiri yang akan
menghindarkan jatuhnya lidah menutup orofaring yang akan mempersulit pernafasan.
Kesulitan pernafasan berkaitan dengan tipe spesifik anesthesia. Pasien yang
menerima anesthesia lokal atau oksida nitrat biasanya akan sadar kembali dalam waktu
beberapa menit setelah meninggalkan ruang operasi. Namun, pasien yang mengalami
anesthesia general/lama biasanya tidak sadar, dengan semua otot-ototnya rileks.
Relaksasi ini meluas sampai ke otot-otot faring, oleh karenanya ketika pasien berbaring
terlentang, rahang bawah dan lidahnya jatuh ke belakang dan menyumbat jalan udara.
Tanda-tandanya:
 Tersedak
 Pernafasan bising dan tidak teratur
 Dalam beberapa menit kulit menjadi kebiruan.
Cara untuk mengetahui apakah pasien bernafas atau tidak adalah dengan
menempatkan telapak tangan di atas hidung dan mulut pasien untuk merasakan
hembusan nafas. Gerakan thoraks dan diafragma tidak selalu menandakan bahwa pasien
bernafas. Tindakan terhadap obstruksi hipofaringeus termasuk mendongakkan kepala
ke belakang dan mendorong ke depan pada sudut rahang bawah, seperti jika mendorong
12
gigi bawah di depan gigi atas. Manuver ini menarik lidah ke arah depan dan membuka
saluran udara.
2.8.2 Monitoring Pernafasan
Pernafasan dapat dipantau dengan memperhatikan pergerakan abdomen, dada
atau dengan mendekatkan tangan kita pada hidung atau mulut pasien. Oksigenasi
dapat juga dinilai dengan memperhatikan warna kulit pasien. Kebiruan yang
umum dijumpai di bibir atau lidah dapat menandai suatu hipoksia. Respirasi
harus dimonitor dengan teliti, mulai dengan cara-cara sederhana sampai monitor
yang menggunakan alat-alat. Pernafasan dinilai dari jenis nafasnya, apakah
thorakal atau abdominal, apakah ada nafas paradoksal retraksi intercostal atau
supraclavicula. Pemantauan terhadap tekanan jalan nafas, tekanan naik bila pipa
endotrakhea tertekuk, sekresi berlebihan, pneumothorak, bronkospasme, dan
obat-obat relaksan habis. Pemantauan terhadap Oxygen Delivery dan end tidal
CO2. End tidal CO2, korelasi antara Pa O2 dan Pa CO2 cukup baik pada pasien
dengan paru normal. Alat pemantaunya adalah kapnometer yang biasa digunakan
untuk memantau emboli udara pada paru, malignan hiperthermi, pasien manula,
operasi arteri karotis. Stetoskop esofagus, merupakan alat sederhana, murah, non
invasif, dan cukup aman. Dapat secara rutin digunakan untuk memantau suara
nafas dan bunyi jantung.
13

2.8.3 Monitoring Sirkulasi


Pemantauan cairan pascaopertif di ruang pemulihan sangat diperlukan karena
bila pasien bisa mengalami hipovolemia dan hipervolemia. Cairan intravena perlu
diatur, dan dicatat jumlah cairan yang masuk. Keluaran cairan ditentukan dengan
pemantauan melalui urin, drain, dan jumlah perdarahan. Hipovolemia terjadi karena
perdarahan dan penguapan tubuh bertambah karena pemberian gas anestesi yang kering
dan luka operasi yang lebar menambah penguapan tubuh meningkat sehingga
kehilangan cairan lebih banyak.Hipervolemia pada pasien pascaoperatif disebabkan
pemberian cairan intravena melebihi 30% dari yang seharusnya, kesalahan dalam
pemantauan hemodinamik.
2.8.4 Monitoring Suhu Pasien
Brunner and Suddarth (2002) berpendapat bahwa Pasien yang mengalami
anestesi mudah menggigil, selain itu pasien menjalani pemejanan lama terhadap dingin
dalam ruang operasi dan menerima cairan intravena yang cukup banyak sehingga harus
dipantau terhadap kejadian hipotermia 24 jam pertama pascaoperatif. Association of
Operating Room Nursing (2007) menyarankan ruangan dipertahankan pada suhu yang
nyaman, dan selimut disediakan untuk mencegah menggigil.
2.8.5. Penilaian Derajat Kesadaran
14
Level kesadaran dapat dinilai dengan melihat refleks kedip, menelan, dan
pengucapan kata-kata. Sementara jika pasien menjalani operasi dengan anestesia
regional seperti spinal atau epidural, harus dinilai ketinggian penurunan level blok
anestesi. Jangan mendudukkan pasien terlalu cepat karena akan menimbulkan hipotensi
postural.
2.8.6 Manajemen Nyeri Pasca Operasi
Tindakan pembedahan selalu menimbulkan trauma jaringan dan melepaskan
mediator inflamasi dan nyeri yang poten. Substansi yang dilepaskan dari jaringan yang
mengalami cedera memicu respon hormon stres selain aktivasi sitokin, molekul adhesi,
dan faktor-faktor koagulasi. Aktivasi ‘respon stres’ tersebut menimbulkan kenaikan
tingkat metabolisme, retensi air, dan memicu reaksi ‘fight or fight’ dengan gejala-gejala
otonom. Respon-respon tersebut menimbulkan nyeri dan morbiditas pembedahan antara
lain komplikasi kardiovaskuler dan pernapasan yang dapat timbul khususnya pada
pasien lanjut usia dan pasien-pasien dengan penyakit kardio-respiratorik sebelumnya.
2
Obat-obatan analgesik non-opioid yang paling umum digunakan diseluruh dunia
adalah aspirin, paracetamol, dan OAINS, yang merupakan obat-obatan utama untuk
nyeri ringan sampai sedang. Obat-obatan ini dapat dikombinasi untuk mencapai hasil
yang lebih sempurna. Karena kebutuhan masing-masing individu adalah berbeda-beda,
maka penggunaan Patient Controlled Analgesia dirasakan sebagai metode yang paling
efektif dan menguntungkan dalam menangani nyeri pascaoperasi meskipun dengan
tidak lupa mempertimbangkan faktor ketersediaan dan keadaan ekonomi pasien.
15
2.9 Komplikasi Pasca Operasi
2.9.1 Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan
ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk sampah metabolisme. Tanda-
tandanya:
a. Pucat
b. Kulit dingin dan terasa basah
c. Pernafasan cepat
d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
e. Nadi cepat, lemah dan bergetar
f. Penurunan tekanan nadi
g. Tekanan darah rendah dan urine pekat.
Pencegahan :
a. Terapi penggantian cairan
b. Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum
c. Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan dengan
menggunakan narkotik secara bijaksana
d. Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi)
e. Ruangan tenang untuk mencegah stres
f. Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi
g. Pemantauan tanda vital
Pengobatan :
a. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan
16
b. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan
c. Pemantauan status pernafasan dan CV
d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika
diindikasikan
e. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex : komponen
darah, albumin, plasma atau pengganti plasma)
f. Penggunaan beberapa jalur intravena
g. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik
(mengurangi retensi cairan dan edema)
2.9.2 Perdarahan
Jenis :
a. Hemorrhagi Primer : terjadi pada waktu pembedahan
b. Hemorrhagi Intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan
tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan
tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat
c. Hemorrhagi Sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip
karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau
mengalami erosi oleh selang drainage.
Tanda-tanda :
Gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat,
suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien
melemah.
17
Penatalaksanaan :
a. Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok
b. Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi
c. Inspeksi luka bedah
d. Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi
e. Transfusi darah atau produk darah lainnya
f. Observasi VS.
2.9.3 Trombosis Vena Profunda (TVP)
Merupakan trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial.
Manifestasi klinis :
a. Nyeri atau kram pada betis
b. Demam, menggigil dan perspirasi
c. Edema
d. Vena menonjol dan teraba lebih mudah
Pencegahan :
a. Latihan tungkai
b. Pemberian Heparin atau Warfarin dosis rendah
c. Menghindari penggunaan selimut yang digulung, bantal yang digulung atau
bentuk lain untuk meninggikan yang dapat menyumbat pembuluh di bawah lutut
d. Menghindari menjuntai kaki di sisi tempat tidur dalam waktu yang lama
Pengobatan :
a. Ligasi vena femoralis
b. Terapi antikoagulan
18
c. Pemeriksaan masa pembekuan
d. Stoking elatik tinggi
e. Ambulasi dini.
2.9.4 Embolisme Pummonal
Terjadi ketika embolus menjalar ke sebelah kanan jantung dan dengan sempurna
menyumbat arteri pulmonal. Pencegahan paling efektif adalah dengan ambulasi dini
pasca operatif.
2.9.5 Retensi urine
Paling sering terjadi setelah pembedahan pada rektum, anus dan vagina.
2.9.6 Delirium
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena toksik, traumatik atau putus alkohol.
2.10 Kriteria Pentransferan Pasien ke Bangsal Perawatan
Pasien pasca operasi yang telah dinilai cukup pulih setelah dirawat di RR
berdasarkan skor Aldrete ataupun Steward. Serah terima mempunyai legalitas, dan
harus sesuai dengan pedoman serah terima yang disarankan oleh Brunner and Suddarth
(2002) dan American Society of Post Anesthesia Nurses (2001).
Faktor keamanan harus dipertimbangkan dalam memindahkan pasien dari ruang
pemulihan. Sebelum dipindahkan, laporan yang perlu disampaikan meliputi prosedur
operasi yang dilakukan,kondisi umum pasien,kejadian pascaanestesi, informasi tentang
19
balutan, drain, alat pemantauan, obat yang diberikan, cairan yang masuk dan keluar dan
informasi lain yang ditentukan oleh protokol institusi, informasi kepada keluarga
tentang kondisi pasien.

Anda mungkin juga menyukai