Anda di halaman 1dari 19

Nama: Deviana Sariputri

FKUPN- 1420.2211.65
Pembimbing: dr. Aunun Rofiq Sp.An
LATAR BELAKANG

Kelainan kongenital a/ kelainan morfologik struktur bayi yg


timbul sjk kehidupan hasil konsepsi dlm kandungan.

Penyakit jantung kongenital a/ kelainan


kongenital yg sering ditemukan (30 %)

Pemilihan cara anestesi dipengaruhi oleh beberapa faktor


antara lain umur, status fisik, posisi pembedahan,
ketrampilan dan kebutuhan operator, keterampilan dan
pengalaman dokter anestesiologi, keinginan pasien.
Penyakit Jantung Kongenital/Bawaan (PJB)

• Penyakit jantung yg dibawa sejak lahir,


karena sudah terjadi ketika bayi masih
dalam kandungan.
definisi
• Terjadi pada awal kehamilan ( akhir
kehamilan minggu ke 7)
Anatomi jantung
Fisiologi Jantung

Sirkulasi Fetus Sirkulasi Setelah kelahiran


 Sirkulasi maternal (ibu)  Tidak lagi terjadi Sirkulasi
melalui placenta maternal
 Terdapat Foramen ovale  Foramen ovale menutup
 Terdapat ductus arteriosus  Ductus arteriosus
(menghubungkan antara menutup
A.Pulmonal dan Aorta)
Klasifikasi penyakit jantung bawaan

Sianotik
Manifestasi
klinik
Asianotik
PJB
Stenosis
anatomis
Defek
Klasifikasi PJB Menurut Manifestasi klinik
A. SIANOTIK
Kegagalan proses oksigenasi darah di paru sehingga darah dengan
kadar oksigen yang rendah (deoxygenated) akan beredar ke sirkulasi
arteri sistemik.

B. ASIANOTIK
Selama tahanan arteri pulmonalis masih tinggi, defek jantung yang
ada belum menimbulkan perubahan aliran darah dari sistemik ke
paru, setelah 4-12 minggu post natal baru terjadi penurunan
tahanan arteri pulmonalis dan defek
Menurut anatomi
A. Stenosis
 Stenosis katup pulmonal
 Stenosis katup aorta
 Atresia katup pulmonal
 Coarctatio aorta

B. Defek
 ASD
 VSD
 PDA
 Tetralogy Fallot
DIAGNOSIS
 Anamnesis:
 Adanya gagal jantung kongestif, toleransi latihan, episode sianotik akut, tingkat
aktivitas, pola makan dan pertumbuhan, gejala-gejala lain yang bersangkutan,
dan abnormalitas anatomis, RPK.
 Px. Fisik:
 warna kulit, tingkat pola aktivitas dan frekuensi nafas.
 BJ (ireguler, BJ 2 terdengar lebih keras atau hilang, bising jantung)
 Px. Penunjang:
 Ro Thorax
 EKG
 ECG
Anestesi Pada Penyakit Jantung Bawaan
 Dua akibat utama pada PJB adalah gagal jantung kongestif dan
sianosis.
 Gagal jantung kongestif harus dikontrol dengan digitalis, diuretik, dan
atau obat-obatan yang mengurangi afterload
 Sianosis merupakan ciri gangguan jantung dengan shunt kanan ke
kiri.
 Hipoksemia berat menyebabkan polisitemia, ↑ volume dan viskositas
darah, neovaskularisasi, hiperventilasi, dan koagulopati.
Evaluasi pre operatif
 Tujuan: mendapatkan gambaran yang menyeluruh dari anatomi dan semua
prosedur bedah yang pernah dijalani.

 Perlu diketahui derajat hipoksemia, riwayat episode hipersianotik dan faktor


pencetus hipoksemia.

 Px laboratorium preoperatif harus dimulai dgn hematokrit dan indeks


ukuran eritrosit, fungsi koagulasi

 Px ECG sangat penting untuk menentukan anatomi dan pola aliran darah.

 Besarnya pembedahan, fungsi ventrikel, teknik anestesi dan tingkat


keparahan penyakit yang mendasari merupakan faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan sebelum memasang kateter vena sentral (CVC)
Premedikasi dan Pemilihan Obat Anestesi

 Premedikasi dapat sgt berguna bila anak mempunyai riwayat hipoksemia


yang diperparah dengan eksitasi atau agitasi.

 Apapun kelainan jantung yang mendasari, penting u/ mempertahankan


oksigenasi jaringan yang adekuat.

 Strategi umum untuk menghindari hipoksemia saat induksi dan


pemeliharaan anestesi:
 memastikan hidrasi yang adekuat
 mempertahankan tekanan darah sistemik stabil
 meminimalkan resistensi aliran darah pulmonal,
 menghindari peningkatan kebutuhan oksigen sistemik
Post Operatif

 Pertimbangan post operatif yang penting adalah tumpulnya respon


kemoreseptor terhadap hipoksia.

 Hipoksia yang berat dapat terjadi tanpa menimbulkan respon normal


peningkatan ventilasi, terutama bila diberikan obat yang menekan
respirasi seperti narkotik.

 Respon ventilasi terhadap hipoksemia akan kembali normal setelah


pembedahan untuk mengoreksi hipoksemia.
Anestesi pada Penyakit Jantung Bawaan:
 Stenosis Mitral
 Stenosis Aorta
 ASD & VSD
Stenosis Mitral
Evaluasi Klinis • Penilaian GK: Dyspnea, orthopnea

• digitalis untuk memperlambat laju ventrikel pada atrial fibrillasi, diuretika dan
Premedikasi retriksi natrium.
• Pemberian antikoagulan 1-3 hari sebelum operasi.

• Takikardi memperberat hemodinamik


Monitoring • Kenaikan volume darah mendadak dpt mecetuskan edema, gagal jantung kanan,
atau atrial fibrillasi

• Epidural anestesi a/ teknik anestesi regional yang terpilih.


Manajemen anestesi • Hindari hidrasi yang cepat, pertahankan level anestesi yg pelan., hindari
penggunaan efedrin

• MS mempunyai resiko tjdnya edema paru dan gagal jantung kanan.


Pemulihan • Nyeri, hiperkarbia, asidosis respiratorik, dan hipoksia arteri a/ penyebab
meningkatnya denyut jantung
Stenosis Aorta
• Tanda kardinal dari AS adalah trias dispnoe, angina, dan sinkop.
Evaluasi klinis • ECG: menilai derajat beratnya AS.

• antibiotika profilaksis
Premedikasi • Pmilihan agen pghambat neuromuscular didsrkan pd denyut jantung istirahat.
• Obat yg menimbulkan depresi miokardium/ penurunan TD harus dihindari,

• EKG dan tekanan darah (irama sinus, denyut jantung, dan volume intravaskular
Monitoring yang normal)

Manajemen • Pasien dengan AS ringan- sedang umumnya anestesi spinal atau epidural
• pasien dengan AS yang berat, anestesi spinal dan epidural adalah KI.
anestesi
• Analgesia diberikan: menghindari disritmia, hiperkarbia, dan hipotermia
Pemulihan
VSD dan ASD

Evaluasi • Bising jantung, Ro thorax, EKG


Klinis

• EKG, TD, Oksimetri , kapnografi,CVP,


Monitoring suhu, produksi urin, pemeriksaan
lab: AGD dan elektrolit.
Teknik induksi pada ASD dan WSD
 Teknik induksi pada pasien dengan pintasan kiri-ke-kanan bukanlah hal yang
bersifat kritis dan dapat disesuaikan menurut keinginan pasien, tingkat
kooperativitas, atau ada-tidaknya jalur infus intravena pre-induksi.
 Pasien yang telah terpasang infus ataupun menginginkan induksi intravena
dapat dengan aman diinduksi dengan menggunakan thiopental 2-4 mg/kg
atau preparat induksi intravena lainnya, diikuti dengan pemberian
suksinilkolin atau pancuronium sebagai agen blokade neuromuscular
sebelum dilakukan intubasi.
 Pada pasien dengan penyakit yang lebih parah (hipertensi pulmoner dengan
gagal jantung kanan) dapat diberikan fentanyl 5-10 μg/kg atau ketamin 1-2
mg/kg untuk menggantikan thiopental sebagai agen induksi intravena.
Setelah dilakukan induksi, kemudian ditambahkan agen inhalasi sesuai
dengan kebutuhan situasi klinis.11

Anda mungkin juga menyukai