Diajukan Kepada:
dr. Setiadi Sp.THT, M.Si Med
Disusun oleh:
Deviana Sariputri
1420221165
LEMBARPENGESAHAN
JOURNAL READING
APPROPRIATE ANTIBIOTIC FOR PERITONSILLAR ABSCESS
A 9 MONTHS COHORT
Disusun oleh :
Deviana Sariputri
1420221165
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
journal reading dengan judul Appropriate Antibiotic For Peritonsillar Abscess A
9 Months Cohort dengan baik. Jurnal reading ini merupakan salah satu syarat
dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di SMF
THT RSUD Ambarawa.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih
kepada dr. Setiadi Sp.THT, M.Si Med selaku pembimbing dan moderator journal
reading ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan journal reading ini banyak
terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis
mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga
journal reading ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak yang
berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran. Aamiin.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....
LEMBAR PENGESAHAN .. i
KATA PENGANTAR .. ii
DAFTAR ISI iii
ABSTRAK 1
TELAAH JURNAL... 2
LAMPIRAN JURNAL..
memiliki lama
TELAAH JURNAL
Pendahuluan
Abses Peritonsilar adalah infeksi dalam yang paling umum pada kepala dan
leher yang terjadi pada orang dewasa. Pilihan pengobatan pembedahan telah
dijelaskan dengan baik pada literatur. Penanganan lini pertama di rumah sakit
yaitu konservatif yang terdiri dari pemberian antibiotik intravena dan drainase
abses. Pengobatan dengan antibiotik yang tepat bagian penting dari terapi
definitif.
Selama bertahun-tahun Penisilin merupakan pengobatan antimikroba
andalan untuk abses peritonsillar, tetapi karena seringnya penggunaan antibiotik
yang berlebih di masyarakat dan munculnya organisme penghasil beta-laktamase,
menyebabkan kebutuhan dalam praktik ini untuk dikaji ulang.
Tujuan penelitian ini yaitu 1. Untuk menggambarkan demografi pasien dan
aspek mikrobiologi pada abses peritonsillar dikelola di departemen kami. 2. Untuk
menilai efektivitas antibiotik pada abses peritonsillar di departemen kami dan 3.
Untuk menentukan peran Metronidazole sebagai tambahan pada pengobatan lini
pertama untuk abses peritonsilar.
Metode dan Alat
Sebuah studi prospektif telah dirancang dan seluruh staf medis yang
berhubungan dengan penerimaan di unit gawat darurat departemen kami telah
diberitahu dan diminta berpartisipasi. Persetujuan etik telah diajukan dan tidak
dianggap perlu pada studi prospektif yang telah ditentukan dalam departemen.
Semua pasien yang dirujuk ke departemen THT lebih dari 9 bulan dengan dugaan
abses peritonsilar dimasukkan ke dalam kriteria inklusi. Diagnosis pasti pada
abses peritonsilar dikonfirmasi dengan hasil aspirasi yang positif, setelah itu,
pasien dengan hasil aspirasi negatif dieksklusikan
Hasil pemeriksaan darah pada 12 pasien dan hasil aspirasi kultur pada 4
pasien tidak dapat diperoleh dan mereka dikeluarkan dari analisis. Kuantitas
nanah yang diperoleh pada aspirasi berkisar antara 0.5ml sampai 15ml (rata-rata:
3.6 ml). Rata-rata hitung leukosit adalah 15.4x109 / L (kisaran : 8 - 25,2 x109 / L)
dengan dominan neutrofil (rata-rata : 11,9 x109 / L, kisaran: 4,4 - 21,9 x109 / L).
C-Reaktif Protein (CRP) juga diukur dan menunjukkan peningkatan variabel
mulai 18-361 mg/L (rata-rata: 135,1 mg/L). Tidak ada tes Monospot positif yang
didapatkan.
Gejala pada pasien laki-laki terjadi lebih awal, yaitu 5,1 hari dibandingkan
dengan pasien wanita yaitu 7,3 hari. Tidak ada perbedaan signifikan lainnya
antara kedua kelompok tersebut bedasarkan penemuan klinis. Demikian juga,
perbandingan antara pasien dengan abses di sisi kanan dan sisi kiri juga
menunjukkan kesamaan secara statistik.
Hasil analisis mikrobiologi menunjukkan sebanyak 60% (n=27) dari aspirasi
memberikan respon hanya pada satu organisme dan berespon sebanyak 27%
(n=11) dari aspirasi memberikan respon pada dua mikroorganisme. Sebanyak 13%
(n=6) tidak menghasilkan organisme apapun. Sebanyak 29% dari aspirasi (n=14)
hanya tumbuh Streptococcus, sebanyak 27% (n =13) hanya tumbuh bakteri
anaerob campuran dan sebanyak 23 % (n=11) tumbuh baik Streptococcus dan
bakteri anaerob campuran. Organisme seperti Haemophilus influenza, Bacillus
urealyticum dan flora mulut campuran bertanggung jawab untuk 8% sisanya
(n=4). Hasil aspirasi kultur menunjukkan 11 jenis bakteri yang berbeda.
Tidak ada perbedaan yang signifikan berdasarkan usia, jenis kelamin, gejala
yang muncul, sisi munculnya abses atau hasil pemeriksaan darah antara pasien
dengan abses monomikroba dengan abses multimikroba. Tidak ada perbedaan
yang ditemukan saat membandingkan antara organisme pada masing-masing
individu.
Sebanyak 20 pasien diobati dengan regimen antibiotik intravena tunggal,
yang terdiri dari Augmentin, Benzylpenicillin, Clarithromycin, Erytromycin atau
Clindamycin. Sebanyak 30 pasien menerima kombinasi dua antibiotik intravena
yang berbeda, Metronidazole menjadi antibiotik kedua pilihan di setiap kasus.
Satu pasien dikelola dengan Penisilin oral saja.
4
uji
tonsilektomi panas karena respon yang buruk jika diterapi hanya dengan
aspirasi dan antibiotik. Sebuah penelitian kohort dari Jerman dengan 76 pasien
yang seluruhnya menjalani tonsilektomi dalam 24 jam sejak masuk rumah sakit
hal ini menunjukkan strategi penanganan pada abses peritonsilar bervariasi dan
kontroversial.
Tidak ada pasien dalam penelitian kami yang menunjukkan hasil positif
untuk infeksi virus Epstein-Bar, ataupun abses bilateral. Penelitian lain
6
signifikasi statistik yang tidak tercapai meskipun jumlah kasus dengan abses
peritonsilar yang lebih tinggi dari rata-rata nasional. Penelitian ini dirancang
sebagai bentuk pengamatan dan bias yang terjadi pada modalitas pengobatan tidak
dapat dieksklusikan.
Kesimpulan
Abses peritonsilar termasuk kasus darurat yang relatif umum di departemen
THT, oleh karena itu terutama ditangani oleh dokter junior. Variasi pada masingmasing keterampilan dokter dan pengetahuan inti bidang THT sangat diharapkan.
Bahkan dengan pengenalan "rumah sakit di malam hari", berarti bahwa akan lebih
sedikit dokter yang kompeten untuk melakukan aspirasi jarum di luar jam kerja,
pemberian antibiotik satu-satunya modalitas pengobatan yang mungkin pasien
dapatkan hingga 12 jam setelah masuk rumah sakit. Hal ini mungkin dapat
berakibat pengelolaan pasien yang kurang efektif dan lebih mahal. Oleh karena
itu departemen perlu memeriksa secara teratur dan memastikan efektivitas biaya
serta pelayanan pasien.
Meskipun dalam prakteknya hasil analisis mikrobiologi dari aspirasi tidak
tersedia pada saat memulai terapi, tetapi analisis mikrobiologi dapat memberikan
informasi penting secara akurat mengarahkan pengobatan pada kasus resisten atau
kasus yang rumit. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan penemuan organisme
anaerob sebagai satu-satunya atau kedua organisme pada abses peritonsillar yang
berperan penting dalam patogenesis. Bagaimanapun penggunaan kombinasi
Penicillin dan Metronidazole sebagai rutinitas praktek, pada semua pasien yang
dirawat di rumah sakit dengan abses peritonsillar tidak dapat direkomendasikan
8
oleh penelitian ini karena tidak ada perbedaan yang signifikan antara lama rawat
di rumah sakit dan gambaran klinis yang diamati.
Ringkasan
Yang dapat diketahui berdasarkan topik pembahasan:
Rata-rata departemen THT di Inggris akan mendiagnosis sekitar 30 kasus abses
peritonsilar per tahun.
Organisme anaerob adalah hasil yang umum ditemukan ketika dilakukan aspirasi
kultur dari abses peritonsillar.
Aspirasi jarum, insisi drainase, dan tonsilektomi panas semua telah dikerjakan
sebagai pengobatan invasif.
Penisilin adalah antibiotik yang paling umum digunakan untuk pengobatan
konservatif dan Metronidazole merupakan antibiotik kedua yang ditambahkan ke
dalam regimen.
Apa yang penelitian ini tambahkan ke dalam topik:
Anaerob baik tunggal atau bagian dari kelompok membentuk 50% dari semua
organisme yang ditemukan dalam aspirasi.
Penggunaan Penicillin dan Metronidazole harus mencakup hampir semua pasien
yang dirawat dengan abses peritonsillar.
Tidak ada faktor prediksi klinis untuk mengidentifikasi infeksi anaerob pada
penelitian ini.
Penambahan Metronidazole sebagai antibiotik kedua tidak mengurangi lama
rawat di rumah sakit kecuali menggunakan regimen yang tepat.
Penggunaan Metronidazole sebagai antibiotik kedua di semua kasus abses
peritonsillar tidak dapat direkomendasikan pada penelitian ini.
10