Anda di halaman 1dari 9

Infeksi pada Kehamilan: TORCH

Deviana Sariputri
Rumah Sakit Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto
Departemen Obstetri dan Ginekologi
Pendahuluan
Infeksi pada kehamilan merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu
dan bayi di seluruh dunia.1 Sirkulasi fetomaternal yang unik pada beberapa kasus
dapat melindungi janin dari agen infeksius, walaupun di sisi lain, dapat berperan
sebagai saluran transmisi infeksi ke janin. Status serologis ibu, usia kehamilan
saat menderita infeksi, jenis infeksi, status imunitasi ibu dan janin, ini menentukan
prognosis penyakit infeksi.1 Infeksi pada kehamilan dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur ataupun protozoa. Infeksi yang paling sering terjadi yaitu
TORCH (Toxoplasmosis, others (Sifilis, Varicella-Zooster, Parvovirus B19,
Hepatitis B) Cytomegalovirus, Rubella dan Herpes).2 Sebagian besar infeksi
TORCH mempunyai dampak yang serius terhadap janin (anomali dan kelainan
kongenital). Untuk itu penting untuk mengetahui agen penyebab, jenis infeksi,
tanda dan gejala serta tatalaksana pada infeksi dalam kehamilan. 2 Berikut ini akan
dijelaskan secara ringkas tentang beberapa infeksi pada ibu hamil.
1. Toxoplasmosis
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma
gondii. Kasus infeksi Toxoplasma banyak terjadi pada manusia, terutama bila
terdapat keadaan immunocompromaise.1
Anamnesis
Pada umumnya infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang
spesifik. Hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala ringan
mirip gejala influenza seperti rasa lelah, malaise, demam, mialgia. Selain itu juga
perlu ditanyakan riwayat kontak dengan hewan peliharaan, air dan tanah yang
terkontaminasi.2 Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat
terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi
menderita Toxoplasmosis bawaan. Pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat

muncul setelah dewasa, misalnya kelinan mata (korioretinitis) dan telinga


(gangguan fungsi pendengaran), retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis.3
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum, tanda vital, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda abortus.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi TORCH salah satunya
dengan memeriksa IgM dan IgG spesifik. Antibodi IgM dapat bertahan selama 3
bulan, menandakan infeksi akut. Antibodi IgG dapat bertahan panjang hidup,
memberikan imunitas dan mencegah atau mengurangi keparahan saat reinfeksi.
Organisme penyebab dapat diisolasi dari plasenta, serum dan cairan serebrospinal.
Uji serologis lainnya yang dapat dilakukan yaitu Polymerase Chain Reaction
(PCR), Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), kalsifikasi intrakranial,
mikrosefali, hidrosefalus, asites dan hepatosplenomegali dapat dideteksi dengan
Ultrasonografi (USG).3
Diagnosis Kerja
Infeksi Toxoplasmosis pada kehamilan.
Penatalaksanaan
Setelah

deteksi

dini

toksoplasmosis,

pengobatan

dimulai

dengan

memberikan spiramycin, untuk mencegah infeksi janin. Jika pada janin juga telah
terdeteksi mengalami infeksi akut toxoplasma, maka dibutuhkan kombinasi
pirimetamine dan sulfadiazine. Asam folat dapat diberikan untuk mencegah
supresi sum-sum tulang.2 Kombinasi yang umumnya digunakan yaitu pirimetamin
dengan dosis awal 5075 mg/ hari, ditambah sulfadiazin 46 g/hari dalam dosis
terbagi. Selain itu diberikan pula kalsium folinat 10-15 mg / hari selama 6
minggu. Jadi setelah menyelesaikan pengobatan awal penderita harus mendapat
tertapi supresif seumur hidup dengan pirimetamin (25-50 mg) dan sulfadiazin (2
4 g). Pemberian pirimetamin (50-75 mg /hari) mungkin sudah cukup untuk terapi
supresif yang lama.4 Neonatus yang terinfeksi secara kongenital dapat diobati
dengan pemberian pirimetamin oral (0,51 mg /kg BB) dan sulfadiazine (100
mg /kgBB). Di samping itu terapi dengan golongan spiramisin (100 mg/kgBB)

ditambah

prednisone

(1

mg

/kgBB) juga memberikan respon

yang baik untuk infeksi kongenital.4


2. Cytomegalovirus (CMV)
Cytomegalovirus merupakan virus DNA yang menginfeksi sebagian besar
manusia.1 Infeksi CMV merupakan infeksi perinatal yang paling sering pada
negara berkembang. Virus CMV ditransmisikan melalui seluruh cairan tubuh
(saliva, semen, darah, urine, sekret nasofaringeal dan serviks). Janin dapat
terinfeksi melalui plasenta, dan neonatus dapat terinfeksi saat proses kelahiran dan
menyusui.1,2
Anamnesis
Infeksi primer bersifat asimptomatik pada ibu dan menunjukkan gejala
seperti demam, rasa lelah, mialgia, hepatitis, limfadenopati, anoreksia dan
keputihan. Pada janin menunjukkan beberapa komplikasi yaitu atrofi optik,
mikrosefali, hipotonia dan kalsifikasi intracranial, penurunan fungsi pendengaran,
dan trombositopenia purpura. Jika ibu hamil mengalami infeksi primer saat hamil,
tingkat morbiditas fetus sangat tinggi.2,3
Pemeriksaan Fisik
Letargi, hiper/hipotoni, mikrosefali, chorioretinitis dan tuli
sensorineural.3
Pemeriksaan Penunjang
Pada 3 minggu pertama setelah kelahiran merupakan waktu yang penting untuk
deteksi virus. Infeksi ini dapat terdeteksi dengan pemeriksaan Polymerase Chain
Reaction (PCR).2 Pemeriksaan lain meliputi; SGOT meningkat >300
IU, bilirubin direk meningkat >30 mg/dl, trombositopenia minggu
pertama berkisar antara 2000-125.000/mm3. CT scan kepala:
atrofi kortikal, pembesaran ventrikel uniteral/ bilateral, efusi
subdural dan perdarahan otak. Adanya kalsifikasi intrakranial
biasanya disertai gangguan kognisi dan pendengaran.3
Diagnosis Kerja
Infeksi CMV pada kehamilan.

Penatalaksanaan

Tidak ada terapi khusus untuk CMV. Pasien dengan gangguan kekebalan
atau dengan gejala hepatitis diobati berdasarkan gejala yang timbul (simptomatik)
atau dengan terapi antivirus yaitu gancyclovir intravena dan valganciclovir.
Yang penting dan perlu diperhatikan bagi wanita hamil yang seronegatif
harus mencegah agar tidak terlalu sering kontak dengan anak-anak usia 2 4
tahun terutama yang diketahui menderita infeksi cytomegalovirus dan selalu
menjaga kebersihan diri dengan membiasakan selalu mencuci tangan setelah
kontak dengan produk cairan anak-anak seperti muntahan, popok dan lain-lain.
3. Rubella
Infeksi Rubella disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang anak-anak
dan dewasa muda.2 Infeksi ini ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan
pembesaran kelenjar getah bening. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama
kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi
tejadi trimester pertama maka risikonya menjadi 25%.1 Penyakit ini ditularkan
melalui kontak langsung ataupun droplet infeksi, kemudian masuk ke tubuh ibu
hamil dan menyebar melalui darah, plasenta, lalu menginfeksi janin.1,3
Anamnesis
Pada infeksi Rubella, gejala pada ibu dapat bervariasi, seperti demam,
malaise, gejala infeksi saluran kemih, limfadenopati dan konjungtivitis, ruam
makulapapular, artralgia, artritis, ensefalaopati dan perdarahan. Sedangkan pada
janin, gejala yang dapat timbul mikrosefali, anensefali, kalsifikasi hepar, stenosis
percabangan arteri pulmoner, defek septum ventrikel, koarkasio aorta, katarak,
glukoma, retinopati pigmentosa, mikrooftalmia, anemia, hepatitis, dan gambaran
khas yaitu blueberry muffin skin.1,2

Gambar 1 Blueberry Muffin Baby

(diambil dari: http://dermatologyoasis.net/blueberry-muffin-baby/ pada tanggal 29 Agustus


2016)

Pemeriksaan Penunjang
Virus Rubella dapat diisolasi dari urin, darah, masofaring dan cairan
serebrospinal sampai dengan 2 minggu setelah onset timbulnya ruam. 1,2 Diagnosis
dibuat dengan pemeriksaan serologi. IgM spesifik dapat terdeteksi dengan
pemeriksaan enzyme-linked immunoassay (ELISA) 4-5 hari setelah onset klinis
penyakit. Sedangkan untuk serum IgG mulai meningkat sejak 1-2 minggu setelah
onset munculnya ruam. Titer antibodi IgG mengindikasikan infeksi minimal pada
2 bulan terakhir.1
Diagnosis Kerja
Infeksi Rubella/Germany measles pada kehamilan.
Diagnosis Banding
Rubeola, Roseola infantum
Penatalaksanaan
Pengobatan infeksi akut Rubella pada ibu hamil bersifat suportif. Tidak ada
data yang mendukung bahwa penggunaan immunoglobulin akan efektif untuk
mengatasi infeksi akut dengan tujuan mengurangi efek terhadap janin. Ibu hamil
yang mengalami infeksi akut terutama pada usia kehamilan 16 minggu pertama
harus diberitahukan tentang risiko penularan secara vertikal ke janin dan
dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan.

Vaksinasi merupakan cara terbaik untuk mencegah infeksi pada wanita yaitu
28

hari

sebelum

konsepsi.

Bagaimanapun,

pemberian

vaksin

tidak

direkomendasikan untuk wanita hamil. Pada wanita menyusui mungkin masih


dapat divaksinasi. Efek samping yang ditimbulkan dari pemberian vaksin yaitu
artritis, arthralgia, ruam, adenopati dan demam, walaupun sangat jarang terjadi.
Kontraindikasi pemberian vaksinasi yaitu demam, immunodeficiency, riwayat
alergi terhadap neomycin dan kehamilan.5 Pada wanita yang tidak memiliki
imunitas terhadap rubella atau dengan keadaan immunocompromaise, sebaiknya
menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi rubella.2
4.Herpes

Herpes virus merupakan anggota dari herpesviridae yang termasuk virus DNA.
Terdapat dua jenis virus Herpes, yaitu HSV 1 dan HSV 2. HSV1 dapat
menyebabkan ginggivostomatitis, faringitis dan tidak menyebabkan infeksi
genital, sedangkan infeksi HSV2 yang menyebabkan infeksi pada genital.1,2
Anamnesis
Sebagian besar infeksi primer bersifat asimptomatik. Sekitar 20% infeksi
memiliki gejala seperti vulvovaginitis, dan servisitis. Sekitar 30% infeksi
menunjukkan gejala yang dikarakteristikan dengam lesi ulseratif dan vesikuler.
Bayi menunjukkan gejala lesi kulit (vesikel, vesikobulosa, ulcer, pustul,
eritematosa, dan jaringan parut), lesi Susunan Saraf Pusat (kalsifikasi, mikrosefali,
kejang,

perdarahan,

meningoensefalitis

dan

hipertoni),

kerusakan

mata

(keratokonjungtivitis, chorioretinitis, katarak, penempelan retina).1


Pemeriksaan fisik
Demam, efloresensi kulit didapatkan papul eritema yang diikuti oleh munculnya
vesikel berkelompok dengan dasar eritem. Vesikel ini dapat cepat menjadi keruh,
yang kemudian pecah, membasah, dan berkrusta. Kadang-kadang timbul erosi/
ulkus.2 Tempat predileksi HSV-1 adalah di daerah pinggang ke atas terutama
daerah mulut dan hidung. Tempat predileksi HSV-2 yaitu daerah pinggang ke
bawah terutama daerah genital. Untuk infeksi sekunder, lesi dapat timbul pada
tempat yang sama dengan lokasi sebelumnya.1,2

Gambar 2 Tipe lesi HSV 1 dan HSV 2


(diambil dari: https://microbewiki.kenyon.edu/ tanggal 29Agustus 2016)

Pemeriksaan Penunjang

Herpes Simplex virus (HSV) dapat diisolasi dari urin, darah, masofaring dan cairan
serebrospinal sampai dengan 2 minggu setelah onset timbulnya ruam. Diagnosis
dibuat dengan pemeriksaan serologi. IgM spesifik dapat terdeteksi dengan
pemeriksaam PCR.2,3
Diagnosis Kerja
Infeksi Herpes Simplex 2 pada kehamilan.
Diagnosis Banding
Infeksi menular seksual: gonorrhea, sifilis, trikomoniasis. impetigo bulosa, ulkus
durum dan ulkus mole.
Penatalaksanaan
Pengobatan oral berupa preparat asiklovir dengan dosis 5 x 200 mg sehari
selama 5 hari atau valasiklovir dengan dosis 2 x 500 mg/hari selama 7-10 hari.
Gejala prodromal diatasi sesuai dengan indikasi. Aspirin dihindari oleh karena
dapat menyebabkan Reyes syndrome. Pada herpes genitalis, edukasi tentang
pentingnya abstinensia Pasien harus tidak melakukan hubungan seksual ketika
masih ada lesi atau ada gejala prodromal. Hitung jenis leukosit perlu dievaluasi
selama pengobatan. Hidrasi adekuat dapat mengurangi resiko gangguan atau
komplikasi ginjal.2
Algoritma penanganan Infeksi pada Kehamilan: TORCH
ANAMNESIS : gejala spesifik
TORCH
Pemeriksaan fisik

-Gejala pada
ibu
-Usia
Kehamilan

Pemeriksaan penunjang:
-Serologi: IgM IgG Spesifik,
ELISA, PCR
-Radiologi: USG
Diagnosis
sementara
Diagnosis
sementara
Penatalaksanaan:
-Simptomatik
-Sesuai agen penyebab

Diagnosis Banding

Penutup
TORCH merupakan infeksi intrauterine yang dapat menyebabkan malformasi
kongenital seperti gangguan sistem saraf pusat, gangguan penglihatan dan
pendengaran, serta malformasi lain seperti penyakit jantung kongenital. Karena
banyaknya organisme penyebab infeksi pada kehamilan, maka diagnosis dan
penanganan penyakit sangat sulit. Untuk membantu diagnosis dan tatalaksana,
diharapkan akan lebih banyak vaksin dan pilihan pengobatan serta alat pembantu
diagnosis TORCH dan infeksi kehamilan lainnya. Dalam pengobatan infeksi pada
kehamilan, lebih diutamakan golongan obat yang aman pada kehamilan. Obat
yang bersifat teratogenik sebaiknya dihindari. Secara umum, pemberian vaksin
cukup aman selama kehamilan.

Daftar Pustaka
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et.al, William Obstetric 24th
Edition. New York: Mc Graw-Hill; 2014.
2. Yadav RK, Maity S, Saha S. A Review on TORCH: Groups of Congenital
Infection During Pregnancy. Journal of Scientific and Innovative
Research. 2014; 3(2): 258-264.
3. Pizzo JD. Focus on Diagnosis: Congenital Infection, Ped. in Review 2011;
32: 537-542.
4. Ernawati. Toxoplasmosis, Terapi dan Pencegahannya, Jakarta, 2013
5. Lorraine Dontigny L, Arsenault MY, Martel MJ, et.al. Rubella in
Pregnancy. J Obstet Gynaecol Can 2008; 30(2):152158

Anda mungkin juga menyukai