Anda di halaman 1dari 16

Anatomi dan Fisiologi

Uvea merupakan lapisan vaskuler berpigmen dari dinding bola mata yang
terletak antara kornea,sklera dan neuroepitelium. Traktus uvealis terdiri atas iris,
corpus siliar, dan koroid. (Gambar 1). Bagian ini merupakan lapisan vaskuler
tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Struktur ini ikut mendarahi
retina.

Gambar 1. Anatomi Mata

Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2


buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan
nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang
terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus lateral.
Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri
sirkularis mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15-
20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat
masuk saraf optik.
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola
mata dengan otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optik, yang menerima 3
akar saraf di bagian posterior, yaitu :
1. Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar mengandung serabut sensoris
untuk kornea, iris, dan badan siliar.
2. Saraf simpatis membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf simpatis
yang melingkari arteri karotis, mempersarafi pembuluh darah uvea, dan untuk
dilatasi pupil.

3. Akar saraf motor akan memberikan saraf parasimpatis untuk mengecilkan


pupil.

Pada ganglion siliar hanya saraf parasimpatis yang melakukan sinaps. Iris
terdiri atas bagian pupil dan bagian tepi siliar, dan badan siliar terletak antara iris
dan koroid. Batas antara korneoklera dengan badan siliar belakang adalah 8mm
temporal dan 7mm nasal. Di dalam badan siliar terdapat 3 otot akomodasi yaitu
longitudinal, radiar, dan sirkuler.
1. Iris

Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa permukaan


pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah, pupil. Iris terletak
bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata depan
dari bilik mata belakang, yang masing-masing berisi aqueous humor. Di dalam
stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat
pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan epitel
pigmen retina ke arah anterior.
Pendarahan iris didapat dari circulus major iris. Kapiler-kapiler iris
mempunyai lapisan endotel yang tak berlubang (nonfenestrarted) sehingga
normalnya tidak membocorkan fluoresein yang disuntiikkan secara intravena.
Persarafan sensoris iris melalui serabut-serabut dalam nervi ciliares.
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata.
Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksis
akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan
dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis.
2. Badan Siliar

Corpuss ciliare, yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan


melintang, membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris
(sekitar 6 mm). Corpus ciliare terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak,
pars plicata (2 mm), dan zona posterior yang datar, pars plana (4 mm). Processus
ciliares berasal dari pars plicata. Processus ciliares ini terutama terbentuk dari
kapiler daan vena yang bermuara ke vena-vena vorticosa. Kapiler-kapilernya besar
dan berlubang-lubang sehingga membocorkan fluoresein yang dissuntikkan secara
intravena. Ada dua lapisan epitel siliaris: satu epitel tanpa pigmen di sebelah
dalam, yang merupakan perluasan neuroretinake anterior; dan satu lapisan
berpigmen di sebelah luar, yang merupakan perluasan lapisan epitel pigmen retina.
Processus ciliares dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk
aquueous humor.
Musculus ciliaris, dari gaabungan serat-serat longitudinal, sirkular, dan
radial. Fungsi serat-serat sirkular adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-
serat zonula, yang berorigo di lembah-lembah di antara processus ciliares. Otot ini
mengubah tegangan pada kapsul lensa sehingga dapat mempunyai berbaagai fokus
baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh lapangan pandang.
Serat-serat longitudinal musculus ciliaris menyisip ke dalam anyaman trabekula
untuk mempengaruhi besar prinyaa.
Pembuluh-pembuluh darah yang mendarahi corpus ciliare berasal dari
circulus major iris. Persarafan sensoris iris melalui saraf-saraf siliaris.
3. Koroid

Koroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera. Koroid
tersusun atass tiga lapis pembuluh darah koroid; besar, sedang, dan kecil. Semakin
dalam pembuluh terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam
pembuluh darah koroid dikenal sebagai koriokapilaris. Darah dari pembuluh
koroid di alirkan melalui empat vena vorticosa, satu di tiap kuadran posterior.
Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan di sebelah luar oleh
sklera. Koroid melekat erat ke posterior pada tepi-tepi nervus opticus. Di sebelah
anterior, koroid bergabung dengan corpus ciliare.
Kumpulan pembuluh darah koroid mendarahi bagian luar retina yang
menyongkongnya.
UVEITIS

 Definisi
Suatu peradangan yang terjadi di traktus uveal (iris, Badan siliar dan Koroid)
banyak penyebab dari peradangan ini. Pada uveitis biasanya struktur yang terkena
letaknya bisa saling berdampingan maka jenis peradangan pada uveitis dapat di
klasifikasikan.1

Gambar 1. Uveitis

Uvea merupakan lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera.
Uvea ikut memasok darah ke retina. Oleh karena itu, bila terjadi peradangan pada
uvea atau uveitis, maka dapat menyebabkan peradangan pada jaringan lain yang
divaskularisasi oleh traktus uvea.

 Epidemiologi
Insiden uveitis sekitar 15 dari 100.000 orang. 75% diantaranya masuk dalam
kategori Uveitis Anterior. 1

 Klasifikasi 1,2
Secara Anatomis dapat diklasifikasikan sebagai :
a) Inflamasi pada iris, disertai peningkatan permeabilitas vascular, disebut
Iritis / Anterior uveitis.
b) Inflamasi pada badan siliar disebut cyclitis, dan pada pars plana disebut
intermediate uveitis.
c) Inflamsi pada bagian uvea posterior, interna-eksterna dari koroid disebut
posterior uveitis / choroiditis, bisa akibat dari peradangan pada vitrous gel.
Panuveitis terjadi ketika uveitis anterior dan posterior terjadi bersamaan.
Gambar letak anatomis uveitis

A. Uveitis Anterior
Uveitis anterior adalah suatu peradangan yang terjadi mengenai iris dan jaringan
badan siliar (iridosiklis) biasanya unilateral dengan onset akut. Penyebab dari iritis
tidak dapat diketahui dengan melihat gambaran kliniknya saja. Bisa juga dari
penyebaran suatu penyakit penyerta seperti bakteri/ virus. Pada uveitis anterior
terdapat sel darah putih yang bersirkulasi dalam humor akous bilik mata anterior
dapat dilihat dengan slitlamp. Protein yang juga bocor dari pembuluh darah terlihat
dengan sifat penyebaran cahaya pada sinar slitlamp disebut Flare.

 Etiologi 2
Penyebab terjadinya uveitis anterior bervariasi, yaitu :
a) Autoimun
- Artritis idiopatik juvenile
- Spondylitis Ankilosa
- Kolitis ulserativa
- Uveitis terinduksi – lensa
- Sarkoidosis
- Penyakit Corhn
- Psoriasis
b) Infeksi
- Sifilis
- Tuberculosis
- Lepra (Morbus Hansen)
- Herpes zoster
- Herpes simpleks
- Onkosersiasis
- Leptospirosis
- Toksoplasmosis
c) Keganasan
- Sindrom Masqurade
- Retinoblastoma
- Leukimia
- Limfoma
- Melano maligna
d) Lain-lain
- Idiopatik
- Uveitis traumatika, termasuk trauma tembus
- Ablatio retina
- Iridosiklitis heterokromik fuchd
- Krisis glaukomatosikliyik (sindrom posner-schlossman)

 Gejala Klinis1,2
- Nyeri Okuli.
- Fotofobia.
- Pengelihatan Kabur.
- Kemerahan sirkumkorneal dengan injeksi konjungtiva pada mata.
- Sel darah putih yang bersirkulasi dalam humor akous bilik mata
anterior dapat dilihat dengan slitlamp. Protein yang juga bocor dari
pembuluh darah terlihat dengan sifat penyebaran cahaya pada sinar
slitlamp disebut Flare.
- Penurunan sensasi kornea biasanya ditemukan pada infeksi herpes
simpleks/ herpes zoster/ lepra.
- Peningkatan tekanan intraocular (TIO) juga dapat ditemukan pada
infeksi herpes simpleks, herpes zoster, toksoplasmis, sifilis,
sarkoidosis, glaukomatosiklitik.
- Kelompok sel putih dan debris inflamatorik ( keratic precipitate)
biasanya tampak jelas pada endotel kornea dengan peradangan aktif.
Mungkin di temukan besar (granulomatosa) atau kecil (non-
granulomatosa).
a) Uveitis non-granulomatosa : infiltrasi dominan limfosit pada
koroid.
b) Uveitis granulomatosa : koroid dominan sel epiteloid dan sel-sel
raksasa multinukleus.

Non-Granulomatosa Granulomatosa
Onset Akut Kronik
Nyeri Nyata Tidak ada atau kurang
Fotofobia Nyata Ringan
Pengelihatan kabur Sedang Nyata
Merah sirkumkorneal Nyata Ringan
Keratik precipitate Putih Halus Kelabu Besar
Pupil Kecil tak teratur Kecil dan tak teratur
(bervariasi)
Sinekia posterior Kadang-kadang Kadang-kadang
Noduli iris Tidak ada Kadang-kadang
Lokasi Uvea anterior Uvea
anterior,posterior, atau
difus
Perjalanan penyakit Akut Kronik
Kekamubuhan Sering Kadang-kadang

Keratic precipitate granulomatosa atau non-granulomatosa biasanya


terdapat di sebelah inferior, di daerah berbentuk-baji yang dikenal
sebagai segitiga Arlt. Sebaliknya, keratic precipitate stelata biasanya
tersebar rata di seluruh endotel kornea dan dapat dilihat pada uveitis
akibat virus herpes simplex, herpes zoster, toksoplasmosis,
iridosiklitis heterokromik Fuch, dan sarkoidosis. Keratic precipitate
mungkin juga ditemukan terlokalisasi pada daerah-daerah keratitis
aktif atau prakeratitis, terutama akibat infeksi herpes virus.
- Nodul-nodul iris dapat terlihat pada tepi iris dapat terlihat pada tepi
iris (noduli Kouppe), di dalam stroma iris (noduli Busacca), atau pada
sudut bilik mata depan (noduli Berlin). Gambaran penyakit
granulomatosa, seperti mutton fat keratic precipitates atau noduli iris
pada uveitis, dapat mengindikasikan adanya penyebab infeksisus atau
salah satu dari sejumlah kecil penyebab noninfeksius, seperti
sarkoidosis, penyakit Vogt-Koyanagi-Harada, oftalmia simpatika, atau
uveitis terinduksi lensa.
- Hipopion, akibat dari penumpukan sel-sel radang di sudut inferior
akibat dari peradangan bilik mata yang sangat berat.

- Perhatikan iris ; cari tanda atrofi, transluminasi, membentuk pola


bercak (Patchy), sinekia anterior dan posterior yang dapat
menyebabkan predisposisi terhadap glaucoma.
- Penyakit sendi, spondylitis ankilosing dengan nyeri punggung dapat
berhubungan dengan uveitis anterior.
- Penyakit Infeksi lainnya. Sifilis dengan manifetasi yang bermacam-
macam dapat mengakibatkan uveitis (particulary posterior
choroiditis). Cytomegalovirus (CMV), AIDS dapat mengakibatkan
uveitis. Infeksi jamur dan metastatis infeksi dapat mengakibatkan
uveitis juga, biasanya pada pasien dengan imunocompromised.
 Pemeriksaan Fisik2:
o Tajam pengelihatan dapat menurun.
o Pada penyakit akut uveitis anterior terdapat peradangan pada mata,
biasanya disekitar limbus (injeksi siliar).
o Sel-sel radang dapat terlihat menggumpal di bagian endothelium kornea,
inferior particular (keratitic precipitates or KPs).
o Pemeriksaan slit-lamp dapat menilai sel aqueos dan dari flare sampai
protein eksudat. Pada peradangan yang berat biasanya ditemukan sel-sel
radang yang membenuk fluid level di bagian anterior (hypopion).
o Pembuluh iris berdilatasi
o Iris dapat menempel ke lensa dan melekat pada pupil disebut sinekia
posterior (PS). Iris dapat menempel ke arah trabekula meshwork / kornea
menutup sudut drainage disebut sinekia anterior (PAS).

o Tekanan intraocular (TIO) dapat meningkat pada PAS atau peningkatan


protein pada aqueos.
o Terdapat sel di vitreous.
o Terdapat peradangan di retina dan coroid mungkin ditemukan.
o Edema macula juga dapat terjadi.

 Pemeriksaan Penunjang :
o Pemeriksaan laboratorium pada saat ini umumnya tidak diperlukan.
o Pemeriksaan harus dilakukan pada pasien uveitis yang tidak cepat dengan
pengobatan standar.
o Pemeriksaan pada sifilis : uji Venereal Disease Research Laboratory
(VDRL) / rapid plasma regain (RPR) ; antobodi anti-treponema yang
lebih spesifik, FTA-ABS/MHA-TP assays.
o Pemeriksaan TB dan sarkoides : px sinar –x dan uji kulit- purified protein
derivative (PPD).
o Pemeriksaan penunjang lainnya sesuaikan dengan keluhan yang didapat
saat anamnesis dan pemeriksaan fisik.
 Diagnosa Diferensial
Mata merah disertai penurunan tajam penglihatan memiliki
diagnosis diferensial yang sangat luas dan tidak dapat tercakup
dalam bahasan ini. Beberapa kelainan yang sering dikelirukan
dengan uveitis, antara lain adalah :
 Konjungtivitis, dibedakan dengan adanya sekret dan
kemerahan pada konjungtiva palpebralis maupun bulbaris.

 Keratitis, dibedakan dengan pewarnaan atau defek pada


epitel atau adanya penebalan dan infiltrat pada stroma.

 Glaukoma akut sudut tertutup, ditandai dengan peningkatan


tekanan intraokuler, kekeruhan, dan edema kornea, dan
sudut bilik mata depan yang sempit, yang sering kali
terlihat pada mata yang sehat.

 Komplikasi
 Sinekia anterior maupun posterior. Sinekia anterior dapat
mengganggu aliran keluar aqueous humor di sudut bilik
mata dan menyebabkan glaukoma. Sinekia posterior jika
luas dapat menyebabkan glaukoma sekunder sudut tertutup
dengan terbentukmya secklusio pupil dan penonjolan iris
ke depan atau yang disebut dengan iris bombe. Penggunaan
kortikoseroid dan siklopegik yang agresif sejak dini dapat
memperkecil kemungkinan terjadinya komplikasi-
komplikasi ini.


Gambar 9. Synechiae posterior (pandangan anterior). Iris melekat pada lensa


pada beberapa tempat sebagai akibat ra-dang sebelumnya, yang berakibat pupil
terfiksasi tidak teratur.

Gambar. Sinekia posterior dan anterior

Gambar 11. Iris Bombe


 Peradangan di bilik mata depan maupun belakang akan
mencetuskan terjadinya penebalan dan opasifikasi lensa. Di
awal, hal ini hanya menimbulkan kelainan refraksi
minimal, biasanya ke arah miopia. Namun, dengan
berjalannya waktu, katarak akan berkembang dan sering
kali membatasi visus koreksi yang gterbaik.
Tatalaksananya adalah operasi katarak, yang hanya akan
boleh dilakukan setelah radang intraokuler teratasi, dimana
resiko terjadinya komplikasi intra dan pasca operasi
meningkat pada pasien uveitis aktif. Pasien-pasien tersebut
biasanya diberikan kortikosteroid lokal dan sistemik secara
agresif sebelum, selama, dan setelah operasi katarak.
 Edema makula kistoid adalah penyebab hilang penglihatan
yang paling sering ditemukan pada pasien uveitis dan
biasanya terlihat pada kasus-kasus berat uveitis anterior
atau uveitis intermediet. Edema makula berkepanjangan
atau rekuren dapat menyebabkan hilang penglihatan yang
permanen akibat adanya degenerasi kistoid. Angiografi
fluoresens maupun ocular cogerence tomography dapat
digunakan untuk mendiagnosa edema makula kistoid dan
untuk memantau respon terapinya.

Gambar. Edema Makula


 Ablatio retina bentuk traksional, regmatogenosa, dan
eksudatif jarang terjadi pada pasien uveitis posterior,
intermediet, atau difus. Ablatio retina eksudatif
mengesankan peradangan koroid yang nyata dan paling
sering pada sindrom Vogt-Koyanagi-Harada, oftalmia
simpatika, dan skleritis posterior, atau menyertai kondisi
renitis berat atau vaskulitis retina.
 Peradangan korpus vitreum dapa menyertai uveitis
posterior. Peradangan dalam vitreum berasal dari focus-
focus radang di segmen posterior mata. Peradangan dalam
vitreus tidak terjadi pada pasien koroiditis geografik tau
histoplsmosis. Sedikit sel radang dalam vitreus dapat
terlihat pada pasien sel sarcoma reticulum, infeksi
cytomegalo virus, dan rubella, dan beberapa kasus
toksoplasmosis dengan focus-fokus kecil pada retina.
Sebaliknya, peradangan berat dalam vitreus dengan banyak
sel dan eksudat terdapat pada tuberculosis, toksokariasis,
sifilis.
 Endoftalmitis dikaitkan dengan inflamasi bola mata yang
melibatkan vitreus dan segmen depan namun kenyataan
juga dapat melibatkan koroid dan retina. Pada prinsipnya
endoftalmitis dibagi 2 bentuk yaitu infeksi dan noninfeksi.
Bentuk endoftalmitis yang paling sering dijumpai adalah
endoftalmitis infeksi yang dapat terjadi secara eksogen
maupun endogen. Endoftalmitis infeksi disebut juga
endoftalmitis steril disebabkan oleh stimulus non- infeksi
misalnya sisa massa lensa pasca operasi katarak/atau bahan
toksik yang masuk ke dalam bola mata karena trauma.
Gejala klinik yang sering timbul adalah penurunan tajam
penglihatan, hipopion, vitritis. Penurunan tajam
penglihatan mendadak dapat berkisar mulai dari ringan
hingga berat, nyeri sering menyertai kasus endoftalmitis,
kadang didapat hiperemia maupun kemosis konjungtiva
dan terdapat odem pada kelopak mata dan kornea.

 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan, adalah :
1) Mengurangi nyeri dan peradangan di mata
2) Mencegah terjadi kerusakan pada struktur okuli, khususnya pada
macula, nercus optikus yang dapat mengakibatkan kehilangan
pengelihatan yang permanen.
 Terapi Medikamentosa
Terapi utama uveitis adalah pemberian krotikosteroid dan agen
midriatik/sikoplegik. Selama pemberian yang harus diperhatikan;
kemungkinan defek epitel dan trauma tembus harus disingkirkan pada riwayat
trauma; harus diperiksa sensibilitas kornea dan TIO.
o Terapi maintenance steroid, pada uveitis anterior dengan obat tetes
mata. Terapi topical yang agresif dengan prednisolone acetate 1%, 1-2
tets pada mata yang terkena setiap 1-2jam saat terjaga, dapat
mengontrol peradangan anterior.
o Midritikum/sikloplegik. Tujuan pemberian midriatikum
adalah agar otot-otot iris dan badan silier relaks, sehingga
dapat mengurangi nyeri dan mempercepat panyembuhan.
Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk
mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia
yang telah ada. Midriatikum yang biasanya digunakan
adalah :
 Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes.
 Homatropin 2% sehari 3 kali tetes.
 Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes.
o Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab
pasti dari uveitis anterior telah diketahui. Karena
penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang
sering diberikan berupa antibiotik.
 Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang
dikombinasi dengan steroid. Subkonjungtiva
kadang juga dikombinasi dengan steroid. Per oral
dengan Chloramphenicol 3 kali sehari 2 kapsul.
 Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4
kali. Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi
terapi non spesifik seperti disebutkan diatas harus
tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi
adalah sama tanpa memandang penyebabnya.
 Terapi Non-medikamentosa
o Penggunaan kaca mata hitam. Kacamata hitam bertujuan
untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat pemberian
midriatikum.
o Kompres hangat. Dengan kompres hangat, diharapkan
rasa nyeri akan berkurang, sekaligus untuk meningkatkan
aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih
cepat.
 Komplikasi Terapi
o Katarak dan glaukoma adalah komplikasi pemakaian
kortikosteroid yang tersering. Obat-obat diklopegik
melemahkan akomodasi dan dapat mengganggu pasien di
atas usia 45 tahun. Kortikosteroid oral atau obat
imunosupresif nonkortikosteroid dapat menyebabkan
banyak komplikasi sistemik maka pengaturan dosis dan
pemantauan efek obat hendaknya dilakukan bersama ahli
penyakit dalam, ahli rheumatologi, atau ahli onkologi.
 Perjalanan Penyakit dan Prognosa
o Perjalanan penyakit dan prognosis tergantung pada
banyak hal, seperti derajat keparahan, lokasi, dan
penyebab peradangan. Secara umum, peradangan yang
berat perlu waktu lebih lama untuk sembuh serta lebih
sering menyebabkan kerusakan intraokuler dan
kehilangan penglihatan dibandingkan peradangan ringan
atau sedang. Selain itu uveitis anterior cenderung lebih
cepat merespon pengobatan dibandingkan uveitis
intermediet, posterior, atau difus. Keterlibatan retina,
koroid, atau nervus opticus cenderung memberi prognosis
yang lebih buruk.
B. Uveitis Intermediate
Uveitis Intermediet adalah peradangan pada uvea bagian tengah/
mengenai mata bagian tengah. Corpus siliar, khususnya pars plana,
retina perifer dan vitreus. Pada kebayakan kasus penyebabnya tidak
diketahui.
 Epidemiologi
Sering terjadi pada dewasa muda, pria sama banyak dengan
wanita, terjadi bilateral pada 80% kasus.
 Gejala Klinis
Keluhan utama yang dirasakan :
o Floaters (bintik seperti lalat yang beterbangan dalam
daerah pandangan anda) dan pengelihatan kabur.
o Nyeri
o Kemerahan
o Fotofobia, dapat menyertai cuma jarang ditemukan
 Pemeriksan Fisik
o Pemeriksaan corpus siliar, pars plana, dan retina
perifernyang adekuat dengan oftalmoskopi indirek
dengan teknik penekanan sclera, yang sering
menunjukan kondesat vitreus berbentuk bola salju atau
gumpalan salju.
o Vaskulitis retina sering ditemukan.
o Peradangan pada bilik mata depan ditemukan ringan
o Sinekia posterior jarang terjadi
o Subscapular posterior
o Edema makula -> penurunan pengelihatan
o Berat -> pelepasan membrane siklitik dan ablation
retina.
 Penatalaksanaan
o Kortikosteroid terutama digunakan untuk mengatasi
edem macula kistoid / neurovaskularisasi retina selama
3-4 minggu

Anda mungkin juga menyukai