Uvea merupakan lapisan vaskuler berpigmen dari dinding bola mata yang
terletak antara kornea,sklera dan neuroepitelium. Traktus uvealis terdiri atas iris,
corpus siliar, dan koroid. (Gambar 1). Bagian ini merupakan lapisan vaskuler
tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Struktur ini ikut mendarahi
retina.
Pada ganglion siliar hanya saraf parasimpatis yang melakukan sinaps. Iris
terdiri atas bagian pupil dan bagian tepi siliar, dan badan siliar terletak antara iris
dan koroid. Batas antara korneoklera dengan badan siliar belakang adalah 8mm
temporal dan 7mm nasal. Di dalam badan siliar terdapat 3 otot akomodasi yaitu
longitudinal, radiar, dan sirkuler.
1. Iris
Koroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera. Koroid
tersusun atass tiga lapis pembuluh darah koroid; besar, sedang, dan kecil. Semakin
dalam pembuluh terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam
pembuluh darah koroid dikenal sebagai koriokapilaris. Darah dari pembuluh
koroid di alirkan melalui empat vena vorticosa, satu di tiap kuadran posterior.
Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan di sebelah luar oleh
sklera. Koroid melekat erat ke posterior pada tepi-tepi nervus opticus. Di sebelah
anterior, koroid bergabung dengan corpus ciliare.
Kumpulan pembuluh darah koroid mendarahi bagian luar retina yang
menyongkongnya.
UVEITIS
Definisi
Suatu peradangan yang terjadi di traktus uveal (iris, Badan siliar dan Koroid)
banyak penyebab dari peradangan ini. Pada uveitis biasanya struktur yang terkena
letaknya bisa saling berdampingan maka jenis peradangan pada uveitis dapat di
klasifikasikan.1
Gambar 1. Uveitis
Uvea merupakan lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera.
Uvea ikut memasok darah ke retina. Oleh karena itu, bila terjadi peradangan pada
uvea atau uveitis, maka dapat menyebabkan peradangan pada jaringan lain yang
divaskularisasi oleh traktus uvea.
Epidemiologi
Insiden uveitis sekitar 15 dari 100.000 orang. 75% diantaranya masuk dalam
kategori Uveitis Anterior. 1
Klasifikasi 1,2
Secara Anatomis dapat diklasifikasikan sebagai :
a) Inflamasi pada iris, disertai peningkatan permeabilitas vascular, disebut
Iritis / Anterior uveitis.
b) Inflamasi pada badan siliar disebut cyclitis, dan pada pars plana disebut
intermediate uveitis.
c) Inflamsi pada bagian uvea posterior, interna-eksterna dari koroid disebut
posterior uveitis / choroiditis, bisa akibat dari peradangan pada vitrous gel.
Panuveitis terjadi ketika uveitis anterior dan posterior terjadi bersamaan.
Gambar letak anatomis uveitis
A. Uveitis Anterior
Uveitis anterior adalah suatu peradangan yang terjadi mengenai iris dan jaringan
badan siliar (iridosiklis) biasanya unilateral dengan onset akut. Penyebab dari iritis
tidak dapat diketahui dengan melihat gambaran kliniknya saja. Bisa juga dari
penyebaran suatu penyakit penyerta seperti bakteri/ virus. Pada uveitis anterior
terdapat sel darah putih yang bersirkulasi dalam humor akous bilik mata anterior
dapat dilihat dengan slitlamp. Protein yang juga bocor dari pembuluh darah terlihat
dengan sifat penyebaran cahaya pada sinar slitlamp disebut Flare.
Etiologi 2
Penyebab terjadinya uveitis anterior bervariasi, yaitu :
a) Autoimun
- Artritis idiopatik juvenile
- Spondylitis Ankilosa
- Kolitis ulserativa
- Uveitis terinduksi – lensa
- Sarkoidosis
- Penyakit Corhn
- Psoriasis
b) Infeksi
- Sifilis
- Tuberculosis
- Lepra (Morbus Hansen)
- Herpes zoster
- Herpes simpleks
- Onkosersiasis
- Leptospirosis
- Toksoplasmosis
c) Keganasan
- Sindrom Masqurade
- Retinoblastoma
- Leukimia
- Limfoma
- Melano maligna
d) Lain-lain
- Idiopatik
- Uveitis traumatika, termasuk trauma tembus
- Ablatio retina
- Iridosiklitis heterokromik fuchd
- Krisis glaukomatosikliyik (sindrom posner-schlossman)
Gejala Klinis1,2
- Nyeri Okuli.
- Fotofobia.
- Pengelihatan Kabur.
- Kemerahan sirkumkorneal dengan injeksi konjungtiva pada mata.
- Sel darah putih yang bersirkulasi dalam humor akous bilik mata
anterior dapat dilihat dengan slitlamp. Protein yang juga bocor dari
pembuluh darah terlihat dengan sifat penyebaran cahaya pada sinar
slitlamp disebut Flare.
- Penurunan sensasi kornea biasanya ditemukan pada infeksi herpes
simpleks/ herpes zoster/ lepra.
- Peningkatan tekanan intraocular (TIO) juga dapat ditemukan pada
infeksi herpes simpleks, herpes zoster, toksoplasmis, sifilis,
sarkoidosis, glaukomatosiklitik.
- Kelompok sel putih dan debris inflamatorik ( keratic precipitate)
biasanya tampak jelas pada endotel kornea dengan peradangan aktif.
Mungkin di temukan besar (granulomatosa) atau kecil (non-
granulomatosa).
a) Uveitis non-granulomatosa : infiltrasi dominan limfosit pada
koroid.
b) Uveitis granulomatosa : koroid dominan sel epiteloid dan sel-sel
raksasa multinukleus.
Non-Granulomatosa Granulomatosa
Onset Akut Kronik
Nyeri Nyata Tidak ada atau kurang
Fotofobia Nyata Ringan
Pengelihatan kabur Sedang Nyata
Merah sirkumkorneal Nyata Ringan
Keratik precipitate Putih Halus Kelabu Besar
Pupil Kecil tak teratur Kecil dan tak teratur
(bervariasi)
Sinekia posterior Kadang-kadang Kadang-kadang
Noduli iris Tidak ada Kadang-kadang
Lokasi Uvea anterior Uvea
anterior,posterior, atau
difus
Perjalanan penyakit Akut Kronik
Kekamubuhan Sering Kadang-kadang
Pemeriksaan Penunjang :
o Pemeriksaan laboratorium pada saat ini umumnya tidak diperlukan.
o Pemeriksaan harus dilakukan pada pasien uveitis yang tidak cepat dengan
pengobatan standar.
o Pemeriksaan pada sifilis : uji Venereal Disease Research Laboratory
(VDRL) / rapid plasma regain (RPR) ; antobodi anti-treponema yang
lebih spesifik, FTA-ABS/MHA-TP assays.
o Pemeriksaan TB dan sarkoides : px sinar –x dan uji kulit- purified protein
derivative (PPD).
o Pemeriksaan penunjang lainnya sesuaikan dengan keluhan yang didapat
saat anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosa Diferensial
Mata merah disertai penurunan tajam penglihatan memiliki
diagnosis diferensial yang sangat luas dan tidak dapat tercakup
dalam bahasan ini. Beberapa kelainan yang sering dikelirukan
dengan uveitis, antara lain adalah :
Konjungtivitis, dibedakan dengan adanya sekret dan
kemerahan pada konjungtiva palpebralis maupun bulbaris.
Komplikasi
Sinekia anterior maupun posterior. Sinekia anterior dapat
mengganggu aliran keluar aqueous humor di sudut bilik
mata dan menyebabkan glaukoma. Sinekia posterior jika
luas dapat menyebabkan glaukoma sekunder sudut tertutup
dengan terbentukmya secklusio pupil dan penonjolan iris
ke depan atau yang disebut dengan iris bombe. Penggunaan
kortikoseroid dan siklopegik yang agresif sejak dini dapat
memperkecil kemungkinan terjadinya komplikasi-
komplikasi ini.
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan, adalah :
1) Mengurangi nyeri dan peradangan di mata
2) Mencegah terjadi kerusakan pada struktur okuli, khususnya pada
macula, nercus optikus yang dapat mengakibatkan kehilangan
pengelihatan yang permanen.
Terapi Medikamentosa
Terapi utama uveitis adalah pemberian krotikosteroid dan agen
midriatik/sikoplegik. Selama pemberian yang harus diperhatikan;
kemungkinan defek epitel dan trauma tembus harus disingkirkan pada riwayat
trauma; harus diperiksa sensibilitas kornea dan TIO.
o Terapi maintenance steroid, pada uveitis anterior dengan obat tetes
mata. Terapi topical yang agresif dengan prednisolone acetate 1%, 1-2
tets pada mata yang terkena setiap 1-2jam saat terjaga, dapat
mengontrol peradangan anterior.
o Midritikum/sikloplegik. Tujuan pemberian midriatikum
adalah agar otot-otot iris dan badan silier relaks, sehingga
dapat mengurangi nyeri dan mempercepat panyembuhan.
Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk
mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia
yang telah ada. Midriatikum yang biasanya digunakan
adalah :
Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes.
Homatropin 2% sehari 3 kali tetes.
Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes.
o Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab
pasti dari uveitis anterior telah diketahui. Karena
penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang
sering diberikan berupa antibiotik.
Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang
dikombinasi dengan steroid. Subkonjungtiva
kadang juga dikombinasi dengan steroid. Per oral
dengan Chloramphenicol 3 kali sehari 2 kapsul.
Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4
kali. Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi
terapi non spesifik seperti disebutkan diatas harus
tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi
adalah sama tanpa memandang penyebabnya.
Terapi Non-medikamentosa
o Penggunaan kaca mata hitam. Kacamata hitam bertujuan
untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat pemberian
midriatikum.
o Kompres hangat. Dengan kompres hangat, diharapkan
rasa nyeri akan berkurang, sekaligus untuk meningkatkan
aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih
cepat.
Komplikasi Terapi
o Katarak dan glaukoma adalah komplikasi pemakaian
kortikosteroid yang tersering. Obat-obat diklopegik
melemahkan akomodasi dan dapat mengganggu pasien di
atas usia 45 tahun. Kortikosteroid oral atau obat
imunosupresif nonkortikosteroid dapat menyebabkan
banyak komplikasi sistemik maka pengaturan dosis dan
pemantauan efek obat hendaknya dilakukan bersama ahli
penyakit dalam, ahli rheumatologi, atau ahli onkologi.
Perjalanan Penyakit dan Prognosa
o Perjalanan penyakit dan prognosis tergantung pada
banyak hal, seperti derajat keparahan, lokasi, dan
penyebab peradangan. Secara umum, peradangan yang
berat perlu waktu lebih lama untuk sembuh serta lebih
sering menyebabkan kerusakan intraokuler dan
kehilangan penglihatan dibandingkan peradangan ringan
atau sedang. Selain itu uveitis anterior cenderung lebih
cepat merespon pengobatan dibandingkan uveitis
intermediet, posterior, atau difus. Keterlibatan retina,
koroid, atau nervus opticus cenderung memberi prognosis
yang lebih buruk.
B. Uveitis Intermediate
Uveitis Intermediet adalah peradangan pada uvea bagian tengah/
mengenai mata bagian tengah. Corpus siliar, khususnya pars plana,
retina perifer dan vitreus. Pada kebayakan kasus penyebabnya tidak
diketahui.
Epidemiologi
Sering terjadi pada dewasa muda, pria sama banyak dengan
wanita, terjadi bilateral pada 80% kasus.
Gejala Klinis
Keluhan utama yang dirasakan :
o Floaters (bintik seperti lalat yang beterbangan dalam
daerah pandangan anda) dan pengelihatan kabur.
o Nyeri
o Kemerahan
o Fotofobia, dapat menyertai cuma jarang ditemukan
Pemeriksan Fisik
o Pemeriksaan corpus siliar, pars plana, dan retina
perifernyang adekuat dengan oftalmoskopi indirek
dengan teknik penekanan sclera, yang sering
menunjukan kondesat vitreus berbentuk bola salju atau
gumpalan salju.
o Vaskulitis retina sering ditemukan.
o Peradangan pada bilik mata depan ditemukan ringan
o Sinekia posterior jarang terjadi
o Subscapular posterior
o Edema makula -> penurunan pengelihatan
o Berat -> pelepasan membrane siklitik dan ablation
retina.
Penatalaksanaan
o Kortikosteroid terutama digunakan untuk mengatasi
edem macula kistoid / neurovaskularisasi retina selama
3-4 minggu