Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

Disusun oleh:
ANESTESI
Laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk Yoan Utami Putri 71180891090
melengkapi kepanitraan klinik senior dibagian Departemen Widya Paramita 71180891105
Anestesi RSUD dr. Pirngadi Medan Nur Chella Annisa Nst 71180891096

Pembimbing:
dr. Syamsul Bahri, Sp.An

DEPARTEMEN ANESTESI
RUMAH SAKIT UMUM DR. PIRNGADI
MEDAN
2020
Latar Belakang

Syok adalah suatu kondisi darurat yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi
yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Data epidemiologi menunjukkan bahwa syok
hipovolemik merupakan salah satu penyebab kematian dinegara-negara dengan mobilitas
penduduk tingggi. uat ke organ-organ vital tubuh. Menurut WHO, angka kematian pada
pasien trauma yang mengalami syok hiovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang
kurang memadai mencapai angka 36%.
Dewasa ini fraktur lebih sering terjadi dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas di
Indonesia. Anestesi pada semua pasien yang dilakukan operasi itu bertujuan untuk
memudahkan operator dalam melakukan operasi dan hasil akhirnya diharapkan tujuan
operasi tercapai. Adapun target anestesi itu sendiri yaitu yang lebih dikenal dengan trias
anestesia yang meliputi tiga target yaitu hipnotik, anelgesia, relaksasi. Tidak terkecuali pada
operasi fraktur, perlu dilakukan tindakan anestesi agar pelaksanaan operasi lebih mudah.
Definisi Syok Hipovolemik

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolic ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.
Klasifikasi syok :
 Syok kardiogenik
1. Syok sepsis
 Syok distributik 2. Syok neurogenic
 Syok obstruktik 3. Syok anafilaktik

 Syok hipovolemik

terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah dalam pembuluh darah yang
berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat perdarahan yang massif atau kehilangan plasma
darah.
Etiologi Syok Hipovolemik

Perdarahan Kehilangan cairan ekstraseluler


 Hematom subkapsular hati  Muntah
 Aneurisma aorta pecah  Dehidrasi
 Perdarahan gastrointestinal  Diare
 Perlukaan berganda  Terapi diuretic yang sangat agresif
 Diabetes insipidus
 Insufisiensi adrenal
Kehilangan Plasma
• Luka bakar luas
• Pankreatitis
• Deskuamasi kulit
• Sindrom dumping
Patofisiologi Syok

Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan


menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan
curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan
beberapa kejadian pada beberapa organ:

Mikrosirkulasi Neuroendokrin Kardiovaskular

Gastrointestinal Ginjal
Tahapan Syok

Keadaan syok akan melalui tiga tahapan


Tahap kompensasi (masih dapat ditangani oleh tubuh)
Tahap dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh)
Tahap ireversibel (tidak dapat pulih)
Manifestasi Klinis

Penggolongan derajat syok hipovolemik berdasarkan kodisi klinis :


Klasifikasi perdarahan berdasarkan persentase volume darah yang hilang:
Penegakan Diagnosis
Pendekatan Pada Syok: Diagnosis Awal dan
Evaluasi
Klinis (Diagnosis primer)
Takikarkadia, takipnea, sianosis, oliguria,
ensefalopati, (bingung), hipoperfusi perifer (mottled
anggota gerak), hipotensi (tekanan darah sistol < 90 Oksimetri vena
mmHg)
Kateter arteri pulmonalis
Laboratorium
Hemogloblin, Sel Darah Putih, Trombosit PT/PTT - Curah Jantung
Elektrolit, Analisa Gas Darah Arterial Ca, Mg BUN, - Tekanan oklusi arteri paru
Kreatinin Serum Laktat EKG - Saturasi oksigen darah vena/arteri campuran (Berkala atau berkelanjutan)
Pemantauan Oksimetri
Pantau napas dan EKG berkelanjutan
Ekokardiogram
Kateter tekanan arteri
Pencitraan
Monitor tekanan vena sentral
Rontgen dada, Rontgen abdomen, CT-Scan dada dan abdomen, Ekokardiogram ,
Pulmonary perfusion scan
Tatalaksana

Manajemen syok hipovolemik harus dilakukan simultan antara stabilisasi C-A-B dan
mengatasi sumber perdarahan (on-going bleeding), bila ada.
1. Pastikan jalan napas dan pernapasan pasien dalam kondisi baik (Pa02 >80 mmHg).
Jalan nafas sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika perlu.
2. Tempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi
3. Cairan yang diberikan ialah garam seimbang seperti Ringer's laktat (RL) dengan
jarum infus yang besar. Pemberian bolus 2-4 L dalam 20-30 menit diharapkan
dapat mengembalikan hemodinamik. Bolus awal 1-2 liter pada orang dewasa
(20ml/kg pada pasien anak) dan respon pasien dinilai. . Pada pasien syok derajat
IV, harus diberikan cairan kristaloid dan darah.
4. Nilai ketat hemodinamik dan amati tanda-tanda perbaikan syok: tanda vital,
kesadaran, perfusi perifer, urine output, pulse oximetry. dan analisis gas darah.
6. Atasi sumber perdarahan (ongoing bleeding).
7. Pada pasien dengan trauma, perdarahan luar harus diatasi dengan menekan sumber
perdarahan secara langsung. Hemostasis darurat secara operatif diperlukan apabila
terjadi perdarahan masif (~40%). Fraktur tulang panjang ditangani dengan traksi untuk
mengurangi kehilangan darah.
8. Tranfusi tidak direkomendasikan sampai hematokrit dibawah 24% atau hemoglobin di
atas 8gr/dL
9. Pada kondisi hipovolemia yang berat dan berkepanjangan, pertimbangkan dukungan
inotropik dengan dopamin, vasopresin, atau dobutamin untuk meningkatkan kekuatan
ventrikel setelah volume darah dicukupi terlebih dahulu.
Definisi Fraktur Femur

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang tulang femur yang bisa
terjadi akibat trauma langsung.
Etiologi

Penyebab fraktur adalah dapat dibagi menjadi tiga yaitu:


1. Fraktur Traumatik
2. Fraktur Patologik
3. Fraktur Spontan
Manifestasi Klinis

– Deformitas tulang.
– Krepitasi
– Bengkak
– Ekimosis
– Spasme otot dan spasme involunters dekat fraktur
– Nyeri Kehilangan sensasi yang dapat terjadi akibat rusaknya saraf
– Syok hipovolemik akibat dari kehilangan darah
– Pergerakan abnormal
– Gangguan fungsi
Tatalaksana

1. Rekognisi
2. Reduksi
3. Retensi
4. Rehabilitasi
Untuk mempertahankan imobilisasi dalam fraktur
a. Open Reduction and External Fixation (OREF)
b. Open Reduction and Internal Fixation (ORIF)
Manajemen Perioperatif pada Pasien Fraktur

Evaluasi Pra Anestesi


1. Persiapan mental dan fisik pasien
 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik
 Skor Mallampati
Klasifikasi status fisik
– ASA 1 merupakan pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain penyakit yang akan dioperasi.
– ASA 2 merupakan pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain penyakit yang akan
di operasi. Misalnya perokok aktif, peminum alkohol, pasien hamil, obesitas (30<BMI<40), DM dan hipertensi
terkontrol.
– ASA 3 merupakan pasien yang memiliki kelainan sistemik yang berat selain penyakit yang akan di operasi, tetapi
belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes melitus yang tak terkontrol dan hipertensi tak terkontrol, pasien ESRD
dengan dialisis reguler.
– ASA 4 merupakan pasien yang memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain penyakit yang akan
di operasi. Misalnya riwayat miokard infark, CAD kurang dari 3 bulan, sepsis, DIC, ESRD yang tidak reguler
dialisis.
– ASA 5 merupakan pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin saja dapat
menyelamatkan tapi resiko kematian tetap jauh lebih besar. Misalnya operasi pada pasien koma berat.
– ASA 6 merupakan pasien yang telah dinyatakan telah mati batang otaknya yang mana organnya akan diangkat
untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang membutuhkan.
– Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.
Perencanaan Anestesi
– Rencana anestesi meliputi hal-hal :
– Premedikasi
– Jenis anestesi : umum / anestesi lokal
– Perawatan selama anestesi : pemberian oksigen dan sedasi
– Pengaturan intra / durante operasi meliputi monitoring, keracunan, pengaturan
cairan, dan penggunaan teknik khusus
– Pengaturan pasca operasi meliputi pengendalian nyeri dan perawatan intensif.
Persiapan Pra Anestesi
Tindakan mencakup airway, breathing dan circulation. Oksigenisasi, terapi cairan,
vasopresor/inotropik dan transfusi bila diperlukan. Pemasangan infus bertujuan
untuk mengganti defisit cairan selama puasa dan mengkoreksi defisit cairan
prabedah, sebagai fasilitas vena terbuka untuk memasukan obat-obatan selama
operasi dan sebagai fasilitas transfusi darah, memberikan cairan pemeliharaan, serta
mengkoreksi defisit atau kehilangan cairan selama operasi.
Premedikasi
adalah tindakan pemberian obat – obatan pendahuluan dalam rangka pelaksanaan
anesthesia. Obat-obatan yang digunakan untuk premedikasi adalah obat
antikolinergik, obat sedatif, dan obat analgetik narkotik.
Manajemen intraoperatif

Pilihan anestesia-anelgesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya umur, jenis


kelamin, status fisik, jenis operasi, keterampilan dan fasilitas yang tersedia, serta
permintaan pasien.
Dalam praktek anestesi, ada 3 jenis anestesia-analgesia yang diberikan pada pasien
yang akan menjalani pembedahan, yaitu :
– Anestesia umum,
– Analgesia regional dan
– Analgesia lokal.
Menentukan teknik anestesi harus didasari oleh 4 hal, yaitu lokasi operasi, posisi
pasien saat operasi, manipulasi yang dilakukan, serta durasi. Anestesi umum paling
sering digunakan untuk operasi pada fraktur multipel.
Tatalaksana Pasca Anestesia

– Risiko Pasca Anestesia


– Ruang Pulih
Kriteria pengeluaran pasien dari ruang pulih mempergunakan Skor Aldrete
- Pengelolaan Nyeri Post Operasi
Ilustrasi Kasus

Seorang laki-laki umur 45 tahun mengalami kecelakaan di jalan raya tabrakan roda
dua, dibawa kerumah sakit terjadi pembengkakan/ pembesaran di paha sebelah
kanan dan luka terbuka, dan dilakukan photo rontgen. Gambaran foto terjadi terjadi
fraktur femur saat masuk IGD; keadaan sesak RR 34-40 x/menit, TD 80/40 mmHg,
akral dingin, gelisah, setelah dipasang kateter urine (-).
Bagaimana terapi/ penanganan pasien tersebut/
penanganan shock hemorrhagicnya?

Anamnesis :
– Kecelakaan
– Pembengkakan/ pembesaran femur dextra
– Sesak
– Akral dingin
– Gelisah
– Urine (-)
Vital Sign :
– Sens : Gelisah TD : 80/40 mmHg RR : 34-40 x/menit
Diagnosis :
– Berdasarkan manifestasi klinis pasien didiagnosis mengalami syok hipovolemik et causa hemoragik. Sok hipovolemik
yang diaami pasien masuk dalam kelas IV berdasarkan klinis pasien dimana persentase kehilangan darah > 40%/ > 2000
ml.
Terapi :
Manajemen syok hipovolemik harus dilakukan simultan antara stabilisasi C-A-B dan mengatasi
sumber perdarahan (on-going bleeding)
1. Pastikan jalan napas dan pernapasan pasien dalam kondisi baik (Pa02 >80 mmHg). Berikan
Oksigen 6 liter/menit.
2. Tempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih
baik dan mendorong aliran vena kembali kejantung. Lakukan resusitasi cairan segera
melalui akses intravena.
3. Cairan yang diberikan ialah garam seimbang seperti Ringer's laktat (RL) dengan jarum infus
yang besar. Pemberian bolus 2-4 L dalam 20-30 menit diharapkan dapat mengembalikan
hemodinamik. Bolus awal 1-2 liter pada orang dewasa (20ml/kg pada pasien anak) dan
respon pasien dinilai. Jika tanda vital sudah kembali normal pasien diawasi agar tetap stabil
dan darah pasien perlu dikirim untuk dicocokan. Jika tanda vital tidak ada perbaikan pada
pasien syok derajat IV harus diberikan cairan kristaloid dan darah.
4. Nilai ketat hemodinamik dan amati tanda-tanda perbaikan syok: tanda vital, kesadaran, perfusi
perifer, urine output, pulse oximetry. dan analisis gas darah.
5. Atasi sumber perdarahan (ongoing bleeding). Perdarahan luar harus diatasi dengan menekan
sumber perdarahan secara langsung. Hemostasis darurat secara operatif diperlukan apabila
terjadi perdarahan masif (~40%). Fraktur tulang panjang ditangani dengan traksi untuk
mengurangi kehilangan darah.
6. Kondisi hipovolemia yang berat dan berkepanjangan, pertimbangkan dukungan inotropik
dengan dopamin, vasopresin, atau dobutamin untuk meningkatkan kekuatan ventrikel setelah
volume darah dicukupi terlebih dahulu. Pemberian norepinefrin infus tidak banyak memberikan
manfaat pada hipovolemik. Pemberian nalokson bolus 30 mcg/kg dalam 3 -5 menit dilanjutkan
60 mcg/kg dalam 1 jam dalam dekstros 5% dapat membantu meningkatkan MAP.
Keberhasilan manajemen syok hipovolemik dilihat dari beberapa parameter berikut :
Hemodinamik
• MAP >60 sampai 65 mm Hg (lebih tinggi targetnya pada kasus penyakit jantung koroner)
• CVP = 8 sampai 12 mm Hg/PAOP = 12 sapai 15 mm Hg (lebih tinggi nilainya pada kasus syok kardiogenik
• CI > 2.1 L/min/m2
Optimasi Pengiriman Oksigen
• Hemoglobin > 9 g/dL; > 7 g/L pasca syok adalah cukup
• Saturasi arterial > 92%
• MVO2 > 60%, sCVO2 >70%
• Normalisasi serum laktat (hingga 0.5 mL/kg/jam
Reverse Organ System Dysfunction
• Reverse encelopathy
• Pertahanakn produksi urin > 0.5 mL/kg/jam
Untuk dilakukan tindakan anestesi termasuk ASA
berapa ?

Pasien tergolongan ASA 4E. Dimana ASA 4 merupakan pasien yang memiliki
kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain penyakit yang akan di operasi.
Kondisi syok hipovolemik kelas IV dapat mengakibatkan kegagalan sirkulasi ke
organ-organ vital tubuh dan dapat mengancam nyawa. Kasus ini merupakan kasus
emergency yang membutuhkan pembedahan segera
KESIMPULAN

Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah dalam
pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat perdarahan yang massif atau
kehilangan plasma darah. Gejala klasik syok yaitu tekanan darah menurun drastic dan tidak stabil
walau posisi berbaring, takikardia, oliguria, agitasi atau bingung, peningkatan kerja simpatis,
hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormone stress serta ekspansi besar guna
pengisian volume pembuluh darah, interstisial, interselular dan menurunkan produksi urin.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Manajemen perioperatif pada pasien fraktur meliputi
evaluasi pra anestesi (dapat berupa persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi dan
klasifikasi status fisik), Persiapan Pra Anestesi dan Premedikasi. Pada manajemen intraoperatif
pilihan anestesia-anelgesia yang akan diberikan kepada pasien yang akan menjalani pembedahan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya umur, jenis kelamin, status fisik, jenis operasi,
keterampilan dan fasilitas yang tersedia, serta permintaan pasien. Pasca anestesia dimulai setelah
pembedahan dan anestesia diakhiri sampai pasien pulih dari pengaruh anestesia.
Daftar Pustaka

1. Tanto, C. Kapita Selekta Kedokteran. 2014. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius.


2. Aru W, Sudoyo. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi VI. Jakarta: Interna Publishing
3. Sjamsuhidajat and Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed.; 2004:95-98.
4. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, Larson CP. Anesthesia. In : Clinical anesthesiology 5th ed. New York : Lange
Medical Books/McGraw-Hill Medical Publishing Four Edition, 2006
5. Gwinnutt M, Gwinnut C. 2017. Clinical Anaesthesia : Lecture Notes Fifth Edition. West Sussex : Wiley Blackwell
6. JL James. 2018. Mallampati Classification. Dikutip dari : https://emedicine.medscape.com/article/2172419-overview
7. ASA. 2014. ASA Physical Status Classification System: Last Approved by ASA House of Delegates on October, 2014.
Available from http://www.asahq.org>public>resource
8. dr. Muhardi Muhiman, dr. M. Roesli Thaib, dr. S. Sunatrio, dr. Ruswan Dahlan. 2004. Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI.
9. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai