Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN HAMBATAN MOBILITAS FISIK PADA PASIEN

A. PENGERTIAN
B. ETIOLOGI
C. PATOFISIOLOGI
D. PATHWAY
E. MANISFESTASI KLINIS
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
G. PENATALAKSANAAN MEDIS / TERAPI
H. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Rencana tindakan
I. DAFTAR PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di satu
pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak. Stroke menginterupsi atau
mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan serius atau
nekrosis di jaringan otak (Nursing, 2011).
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh timbulnya defisit
neurologis fokal secara mendadak yang menetap setidaknya 24 jam disebabkan oleh
kelainan sikulasi otak (McPhee dan Ganong, 2010).
Stroke atau penyakit serebrovaskuler mengacu kepada setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak (Price dan Wilson, 2006).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan stroke adalah kelainan fungsi otak
yang timbul mendadak keadaan dikarenakan aliran darah ke otak tersumbat dan suplai
darah tidak bisa mengalir menuju otak sehingga dapat terjadi kelumpuhan, kehilangan
fungsi otak, bahkan kematian.

B. ETIOLOGI
Menurut Muttaqin (2008) penyebab stroke dapat di bedakan menjadi:
1. Trombosis serebral Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan odema
dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan trombosis otak:
aterosklerosis, hiperkoagulasi pada polisitemia, arteritis (radang pada arteri), emboli.
2. Hemoragi Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subaraknoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena aterosklerosis dan hipertensi.
3. Hipoksia Umum beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum
adalah hipertensi yang parah, henti jantung-paru, dan curah jantung turun akibat
aritmia.
4. Hipoksia setempat beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah spasme arteri serebral yang disertai perdarahan subaraknoid dan
vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migraine.
C. PATOFISIOLOGI
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor–faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat)
pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering
sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak
aterosklerotik, atau darah dapat beku pada area stenosis, tempat aliran darah
mengalami perlambatan atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area
edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang–kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah
yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskular, karena
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial
dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat
foramen magnum.
D. PATHWAY
Sumber ( Nuranif & Hardhi, 2015 )
E. MANISFESTASI KLINIS
Menurut Tarwanto, dkk (2007) pada stroke akut gejala klinis meliputi:
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) yang
timbul secara mendadak.
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
3. Penurunan kesadaran (konfusi, delirum, letargi, stupor atau koma).
4. Afasia (kesulitan dalam berbicara).
5. Disatria (bicara pelo).
6. Gangguan penglihatan, diplopia.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Misbach (2011), pemeriksaan penunjang stroke, terdiri dari:
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Pemeriksaan kimia darah lengkap, diantaranya gula darah sewaktu, ureum,
kreatinin, asam urat, fungsi hati (SGOT/SGPT/CPK), dan profil lipid (kolesterol total,
trigliserida, LDL, HDL)
c. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap) meliputi: waktu protrombin, APTT, kadar
fibrinogen, D-dimer, INR, dan viskositas plasma
d. Pemeriksaan tambahan yang di lakukan atas indikasi: Protein S, Protein C, ACA,
dan Homosisten.
2. Pemeriksaan Kardiologi Pada sebagian penderita stroke terdapat juga perubahan
elektrokardiografi (EKG). Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat
serangan infark jantung atau pada stroke dapat terjadi perubahan-perubahan EKG
sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu infark mikroid.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah:
a. Pemeriksaan foto thoraks: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan tanda hipertensi kronis. Selain itu dapat
mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi oksigenasi serebral dan
dapat memperburuk prognosis.
b. CT scan otak: segera memperlihatkan perdarahan intra serebral. Pemeriksaan ini
sangat penting karena perbedaan management perdarahan otak dan infark otak.
Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh karena itu perlu
dilakukan pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk memastikan
proses patologik di batang otak.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS / TERAPI


Menurut Batticaca (2011), penatalaksanaan penyakit stroke meliputi:
Penatalaksanaan Medis
a. Terapi stroke hemoragik pada serangan akut.
1) Saran operasi di ikuti dengan pemeriksaan
2) Masukan klien ke unit perawatan syaraf untuk di rawat di bagian bedah
syaraf
3) Penatalaksanaan umum di bagian saraf
4) Penatalaksanaan khusus pada kasus tertentu seperti parenchymatous
hemorrhage
5) Neurologis: pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya, kontrol adanya
edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
6) Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah
7) kontrol adanya yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
8) pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.
b. Perawatan umum klien dengan serangan stroke akut
1) Pengaturan suhu, atur suhu menjadi 8-20° C
2) Pemantauan (monitoring) keadaan umum klien
3) Pengukuran suhu tubuh tiap 2 jam.

H. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Misbach (2011), pengkajian pasien stroke di mulai dari riwayat
penyakit atau status kesehatan sebelum sakit, apakah pasien memiliki riwayat
hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, TIA (Transient Ischemic
Attack), dislipiemia, hiperagregasi trombosit, obesitas, atau penyakit lain
sebagai faktor resiko stroke. Pola atau kebiasaan atau gaya hidup sebelum
sakit: merokok, minum alkohol, stres, kurang aktifitas, kepribadian tipe A.
1. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu
b. Tingkat kesadaran
c. Fungsi saraf kranial I-XII
d. Pemeriksaan penunjang: CT Scan otak, MRI otak, photo Thorax, EKG,
EEG laboratorium.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan neuromuskular


b. Risiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun.
3. Rencana tindakan

1. Diagnosa Keperawatan
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan neuromuskular
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dukungan mobilisasi selama 3 kali
pertemuan diharapkan mobilitas fisik pasien meningkat dengan kriteria :
1. Pergerakkan ekstremitas meningkat
2. Kekuatan otot cukup meningkat
3. Rentang gerak ( ROM ) meningkat
Intervensi :
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan.

2. Diagnosa Keperawatan
Resiko jatuh berhubungan dengan otot menurun
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pencegahan jatuh selama 3 kali 24
jam diharapkan tingkat jatuh pasien menurun. Dengan kriteria hasil :
1. Jatuh dari tempat tidur menurun
2. Jatuh saat dipindahkan menurun.
Intervensi :
1. Identifikasi faktor resiko jatuh
2. Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh
3. Pastikan roda tempat selalu dalam keadaan terkunci
4. Atur posisi tempat tidur posisi rendah
5. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah.
DAFTAR PUSTAKA

McPhee, J. S. & Ganong, F.W. (2010). Pathophysiology of Disease: An Introduction to


Clinical Medicine. (Alih bahasa: Brahm U Pendit). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Price, S.A. dan Wilson, L. 2006. PATOFISIOLOGI : Konsep Klinis Proses - Proses
Penyakit. Edisi 6.Vol. II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta : Salemba Medika.

Bandung, 17 Februari 2022

Mengetahui, Mahasiswa
( Agustina Suryanah, MM. Kes ) ( Reza Vieri Samudra )

Anda mungkin juga menyukai