I. KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
Menurut WHO, Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi cerebral, baik
fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau
berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler.
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah
ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan
radang..
2. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
3. Iskemia
pembuluh darah.
C. Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak
tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala tersebut
antara lain :
1. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
3. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control
volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang
muncul biasanya adalah paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam
4. Dysphagia
5. Kehilangan komunikasi
6. Gangguan persepsi
D. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan
adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan
lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor
penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah
dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau
terjadi turbulensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan
yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum
E. Faktor Resiko
sebagai berikut :
a) Hipertensi
d) Kolesterol tinggi
e) Infeksi
f) Obesitas
h) Diabetes
estrogen tinggi
k) Konsumsi alkohol
b) keturunan / genetic
F. Penatalaksanaan
1. Phase Akut :
sirkulasi.
dexamethason.
d) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
b) Program fisiotherapi
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi serebral.
2. Lumbal.
3. CT scan
5. USG Doppler
6. EEG
7. Pemeriksaan Laboratorium
A. Pengkajian
1. Identitas Klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
2. Keluhan utama: Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan
diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral
hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
7. Pemeriksaan Fisik:
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg).
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
pemenuhan nutrisi.
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
dan keterjagaan. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan
pemberian asuhan.
9. Pengkajian Fungsi Serebral: Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, padasatu sisi
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
Menurut Doenges (2012) data dasar pengkajian pada pasien NHS yaitu:
1. Aktivitas/ istirahat
Tanda: gangguan tonus otot, hemiplagia, dan terjadi kelemahan umum, gangguan
perubahan EKG
3. Integritas ego
Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
4. Eliminasi
5. Makanan/ cairan
Gejala: nafsu makan hilang, mual selama fase akut (peningkatan TIK), kehilangan
sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan tenggorok, disfagia, ada riwayat diabetes,
6. Neurosensori
Gejala : sinkope/ pusing, sakit kepala, kelemahan/ kesemutan/ kebas, sisi yang
Tanda: status mental/ kesadaran; biasanya terjadi koma pada tahap awal
haemorhagic, pada wajah terjadi paralisis atau parese (ipsilateral), afasia, kehilangan
7. Nyeri/ kenyamanan
8. Pernapasan
Gejala: merokok
9. Kemanan
terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan), kesulitan untuk melihat objek dari
sisi kiri (pada stroke kanan), kesulitan menelan, tidak mampu memenuhi kebutuhan
B. Diagnosa
adalah :
kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan otot dan daya tahan, koordinasi otot,
kerusakan kognitif, nyeri dan depresi ditandai dengan: kerusakan kemampuan AKS.
neuromuskular.
C. Intervensi
Kriteria hasil:
motorik/ sensori
peningkatan TIK
Intervensi:
TIK.
peningkatan TIK dan mengetahui luas, dan kemajuan / resolusi kerusakan SSP.
c. Pantau tanda- tanda vital, seperti catat: adanya hipertensi, frekuensi irama
jantung, catat irama dan pola pernapasan, evaluasi pupil, reaksinya terhadap
Rasional: adanya variasi mungkin terjadi, namun tanda- tanda vital harus
gangguan serebral.
e. Letakkan kepala dalam posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis.
sirkulasi.
g. Kolaborasi:
vasodilatasi perifer)
Kriteria hasil:
a. Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tak adanya
kontraktur
Intervensi:
a. Kaji kemampuan secara fungsional/ luasnya kerusakan awal dan dengan cara
yang teratur
mengenai pemulihan.
b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang , miring) dan jika memungkinkan
bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu
sensasi.
c. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
mencegah kontraktur.
d. Gunakan penyangga lengan ketika pasien dalam posisi tegak, sesuai indikasi.
terbentuknya edema.
ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong daerah tubuh yang mengalami
kelemahan.
Rasional: dapat berespons yang baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih
tubuhnya sendiri.
Kriteria hasil:
Intervensi:
a. Kaji tipe/ derajat disfungsi, seperti pasien tampak tidak memahami kata, atau
Rasional: membantu menentukan daerah dan kerusakan serebral yang terjadi dan
dengan pasien
kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan otot dan daya tahan, koordinasi otot,
kerusakan kognitif, nyeri dan depresi ditandai dengan: kerusakan kemampuan AKS.
Kriteria Hasil:
kebutuhan.
Intervensi:
hari
individual
Rasional: penting bagi pasien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri
c. Pertahankan dukungan, sikap yang tegas, beri pasien waktu yang cukup untuk
mengerjakan aktivitasnya.
neuromuskular.
Kriteria hasil:
tercegah.
Intervensi:
b. Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelan yang efektif dengan
mengontrol kepala, posisi tegak/ duduk setlama dan setelah makan, stimulasi
bibir untuk menutup dan membuka secara manual, meletakkan makanan pada
Kriteria hasil:
Intervensi:
kompleksitas instruksi.
Chang, Ester . 2010 . Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2014 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Price, SA dan Wilson, 2016. Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses penyakit ed. 6
Smeltzer, Suzanne C . 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth . Jakarta : E G C.
Sagung Seto.
Indeks.
Wilkinson, Judith . 2013 . Diagnosis NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC.
Jakarta: EGC .
LAPORAN PENDAHULUAN
NIM : PO714201171014
CI LAHAN CI INSTITUSI