Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan
kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti
sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena
kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit
demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan
untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang
perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri
tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi
yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).Perawat
berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme
koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima
kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan
dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur
Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan
yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang
serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam
lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien
dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat
memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga
mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena
perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan
pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan
keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
B. Rumusan masalah
1) Apa pengertian kehilangan dan berduka?
2) Apa tanda dan gejala kehilangan?
3) Apa saja faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan?
4) Apa saja tipe kehilangan?
5) Apa saja jenis-jenis kehilangan?
6) Bagaimana konsep ASKEP dan penyelesaian masalah pada kasus kehilangan dan
berduka?
C. Tujuan
Untuk lebih mengetahui dan memahami tentang :
1) Apa pengertian kehilangan dan berduka
2) Apa tanda dan gejala kehilangan
3) Apa saja faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan
4) Apa saja tipe kehilangan
5) Apa saja jenis-jenis kehilangan
6) Bagaimana konsep ASKEP dan penyelesaian masalah pada kasus kehilangan dan
berduka

BAB II
PEMBAHASAN
A.KONSEP TEORI
1. Pengertian Kehilangan dan berduka
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan.
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu
tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara
bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
(Lambert dan,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami
oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda.Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.

Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang


dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan
lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA
merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu
dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu
yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipeini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
2. Tanda dan gejala kehilangan
a. Ungkapan kehilangan
b. Menangis
c. Gangguan tidur
d. Kehilangan nafsu makan
e. Sulit berkonsentrasi
f. Karakteristik berduka yang berkepanjangan,yaitu:
Mengingkari kenyataan kehilngan terjadi dalam waktu yang lama
Sedih berkepanjangan
Adanya gejala fisik yang berat
Keinginan untuk bunuh diri

3. Faktor faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan:


a. Arti dari kehilangan
b. Sosial dan budaya
c. Kepercayaan spritual
d. Peran seks
e. Status sosial ekonomi
f. Kondisi fisik dan psikologi individu

4. Tipe kehilangan
Kehilangan dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain,misalnya amputasi
kematian orang yang sangat berarti/di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya;
seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan
kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
5. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang
berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe
kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena
keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian
pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa
dan tidak dapat ditutupi.

2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)


Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang
mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri,
kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari
aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek
lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia
muda, fungsi tubuh.

3. Kehilangan objek eksternal


Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau
bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan
seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda
tersebut.

4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal


Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat
dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau
bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki
tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.

5. Kehilangan kehidupan/ meninggal


Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan
respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang
sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.

6. Fase-fase kehilangan dan berduka


Fase berduka menurut kubler rose :
1. Fase penyangkalan(Denial)
Fase ini merupakan reaksi pertama individu terhadap kehilangan atau
individu tidak percaya.menolak atau tidak menerima kehilangan yang terjadi.pernyataan
yang sering diucapkan adalah itu tidak mungkin atau saya tidak percaya
.seseorang yang mengalami kehilangan karena kematian orang yang berarti
baginya,tetap merasa bahwa orang tersebut masih hidup.dia mungkin mengalami
halusinasi,melihat orang yang meninggal tersebut berada di tempat yang biasa
digunakan atau mendengar suaranya. Perubahan fisik: letih, pucat, mual ,diare
,gangguan pernafasan , lemah ,detak jantung cepat, menangis, gelisah .

2. Fase marah (anger)


Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan individu menunjukkan perasaan marah pada diri sendiri atau kepada orang
yang berada dilingkungan nya.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini antara lain,muka merah,nadi cepat,susah
tidur,tangan mengepal,mau memukul,agresif. Fase tawar menawar (bergaining)
Individu yang telah mampu mengekspresikan rasa marah akan kehilangan nya ,maka
orang tersebut akan maju ketahap tawar menawar dengan memohon kemuraha
TUHAN,individu ingin menunda kehilangan dengan berkataseandainya saya hati-hati
atau kalau saja kejadian ini bisa ditunda. Maka saya akan sering berdoa.

3. Fase depresi
Individu berada dalam suasana berkabung,karena kehilangan merupakan keadaan
yang nyata, individu sering menunjukkan sikap menarik diri,tidak mau berbicara atau
putus asa dan mungkin sering menangis.

4. Fase penerimaan (acceptance)


Pada fase ini individu menerima kenyataan kehilangan,misalnya : ya,akhirnya
saya harus di operasi, apa yang harus saya lakukan agar saya cepat sembuh,tanggung
jawab mulai timbul dan usaha untuk pemulihan dapat lebih optimal.secara bertahap
perhatiannya beralih pada objek yang baru,dan pikiran yang selalu terpusat pada objek
atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.jadi, individu yang masuk
pada fase penerimaan atau damai, maka ia dapat mengakhiri proses berduka dan
mengatasi perasaan kehilangan nya secara tuntas.

Fase kehilangan menurut Engel:


1. Pada fase ini individu menyangkal realitas kehilangan dan mungkin menarik diri,
duduk tidak bergerak atau menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat berupa
pingsan, diare, keringat berlebih.

2. Pada fase kedua ini individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan
mungkin mengalami keputusasaan secara mendadak terjadi marah, bersalah, frustasi
dan depresi.

3. Fase realistis kehilangan. Individu sudah mulai mengenali hidup, marah dan
depresi, sudah mulai menghilang dan indivudu sudah mulai bergerak ke
berkembangnya keasadaran

Fase berduka menurut Rando


1. Penghindaran
pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan

2. Konfrontasi
pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang melawan kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling dalam.

3. Akomodasi
Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut dan
mulai memasuki kembali secara emosional dan social sehari-hari dimana klien belajar
hidup dengan kehidupan mereka.

4. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai
lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi
dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi
yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang
mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.

Rentang Respon Kehilangan


Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan (Kublier-rose,1969).

Fase Marah Fase Depresi

Fase Pengingkaran Fase Tawar-menawar Fase Menerima


Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya
atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan
mengatakan Tidak, saya tidak percaya itu terjadi atau itu tidak mungkin terjadi .
Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus
mencari informasi tambahan
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus
berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan
perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang
tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat,
gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia
akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon
ini sering dinyatakan dengan kata-kata kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya
akan sering berdoa . Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering
keluar adalah kalau saja yang sakit, bukan anak saya.
Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai
pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak
berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain :
menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.
Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu
berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.
Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau
orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih
kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan saya betul-betul
kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis atau apa yang dapat saya
lakukan agar cepat sembuh.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai,
maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya
dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi
kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.

B. Konsep Askep pada Klien dengan Kehilangan dan Berduka


1. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien: apa
yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku.
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui apa yang
mereka pikir dan rasakan adalah :
Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
Perilaku koping yang adekuat selama proses

a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:
1) Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam
menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
2) Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan
dengan individu yang mengalami gangguan fisik
3) Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai
riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi
oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi
kehilangan.
4) Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan dengan orang
yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi
perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).
5) Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa
percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.

b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapatmenimbulkan perasaan kehilangan. Kehilangan
kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-
sosial antara lain meliputi;
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi di masyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan

c. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara
lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang
digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan.
Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam
keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan
tidak tepat.

d. Respon Spiritual
1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3) Tidak memilki harapan; kehilangan makna
e. Respon Fisiologis
1) Sakit kepala, insomnia
2) Gangguan nafsu makan
3) Berat badan turun
4) Tidak bertenaga
5) Palpitasi, gangguan pencernaan
6) Perubahan sistem imune dan endokrin

f. Respon Emosional
1) Merasa sedih, cemas
2) Kebencian
3) Merasa bersalah
4) Perasaan mati rasa
5) Emosi yang berubah-ubah
6) Penderitaan dan kesepian yang berat
7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau benda yang
hilang
8) Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri

g. Respon Kognitif
1) Gangguan asumsi dan keyakinan
2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah
pembimbing.

h. Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
1) Menangis tidak terkontrol
2) Sangat gelisah; perilaku mencari
3) Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang yang
telah meninggal.
5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin membuangnya
6) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
7) Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan
8) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi

2. Analisa data

1) Merasa putus asa dan kesepian


2) Kesulitan mengekspresikan perasaan
3) Konsentrasi menurun
Data objektif:
1) Menangis
2) Mengingkari kehilangan
3) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
4) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
5) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas

3. Diagnosa keperawatan
Lynda Carpenito (1995), dalam Nursing Diagnostic Application to Clinicsl
Pratice, menjelaskan tiga diagnosis keperawatan untuk proses berduka yang
berdasarkan pada pada tipe kehilangan. NANDA 2011 diagnosa
keperawatan yang
berhibungan dengan asuhan keperawatan kehilangan dan berduka adalah :
a) Duka cita
b) Duka cita terganggu
c) Risiko duka cita terganggu
4. Intervensi
Intervensi untuk klien yang berduka :
a) Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya. Izinkan penyangkalan yang adaptif.
b) Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima dukungan.
c) Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan masa lalu saat ini.
d) Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan personal.
e) Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri.
f) Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk makan.
g) Gunakan komunikasi yang efektif.

1) Tawarkan kehadiran dan berikan pertanyaan terbuka


2) Dorong penjelasan
3) Ungkapkan hasil observasi
4) Gunakan refleksi
5) Cari validasi persepsi
6) Berikan informasi
7) Nyatakan keraguan
8) Gunakan teknik menfokuskan
9) Berupaya menerjemahkan dalam bentuk perasaan atau menyatakan hal yang tersirat
h. Bina hubungan dan pertahankan keterampilan interpersonal seperti :
1) Kehadiran yang penuh perhatian
2) Menghormati proses berduka klien yang unik
3) Menghormati keyakinan personal klien
4) Menunjukan sikap dapat dipercaya, jujur, dapat diandalkan, konsisten
5) Inventori diri secara periodik akan sikap dan masalah yang berhubungan dengan
kehilangan
i. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Pasien dengan Respon Kehilangan
1) Bina dan jalin hubungan saling percaya
2) Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan
dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya
3) Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka
4) Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka
5) Beri dukungan terhadap repon kehilangan pasien
6) Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga
7) Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therapy
8) Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut :
a) Fase Pengingkaran
Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
Dorong pasien untuk berbagi rasa, menunjukkan sikap menerima, ikhlas dan
memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan
dan kematian.

b) Fase marah
Beri dukungan pada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa
melawan dengan kemarahan.
c) Fase tawar menawar
Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya.
d) Fase depresi
Identifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.
Bantu pasien mengurangi rasa bersalah.
e) Fase penerimaan
Bantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dihindari.

j. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Anak dengan Respon Kehilangan


1) Beri dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta menjaga anak selama
masa berduka.
2) Gali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang salah.
3) Bantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku yang
diperhatikan oleh orang lain.
4) Ikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka.
k. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Orangtua dengan Respon
Kehilangan (Kematian Anak)
1) Bantu untuk diakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.
2) Menganjurkan pasien untuk memegang/ melihat jenasah anaknya.
3) Menyiapkan perangkat kenangan.
4) Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan.
5) Menjelaskan kepada pasien/ keluarga ciri-ciri respon yang patologis serta
Tempat mereka minta bantuan bila diperlukan.
5. Evaluasi
a. Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan
b. Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan
c. Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
d. Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat kehilangan
e. Klien mampu minum obat dengan cara yang benar

Tinjauan kasus
Di sebuah desa dikota A ada sepasang suami istri yang baru 1 bulan menikah,
sang suami bernama Arza dan sang istri bernama Ningrum. Mereka satu sama lain
sangat mencintai. Apabila Arza sakit sang istri pun ikut merasakan sakit, begitu pula
sebaliknya. Ketika itu Ningrum baru saja di ketahui positif hamil. Arza dan Ningrum pun
sangat senang dan berusaha semaksimal mungkin melindungi dan menjaga calon anak
mereka itu.pada suatu hari arzamengalami kecelakaan yang mengakibatkan arza
meninggal. Ibu ningrum mengatakan Hal ini membuat ningrum merasa sangat terpukul
dia terus menangis, tidak mau makan dan keluar kamar dia mengurung diri dan
memandang foto arza dia menjadi jarang berbicara dan terkadang sering teriak
memanggil nama arza. Dia sering berkata bahwa tidak percaya arza telah pergi selain
itu dia sering terbangun dan menangis keras memanggil arza. Saat pengkajian ningrum
tampak lemas,wajah tampak kusut. Klien tampak putus asa dan sedih, klien susah
berkosentrasi ketika perawat bertanya.tampak kantung mata tanda-tanda vital N:
75x/mnt , S: 370C , TD: 120/80 mmHg RR: 24x/mnt

Data Fokus
Data subyektif Data obyektif

Ibu klien mengatakan klien merasa sangat Klien tampak lemas
terpukul dia terus menangis, tidak mau wajah tampak kusut,
makan dan keluar kamar Klien tampak putus asa dan sedih,
Ibu klien mengatakan klien sering klien susah berkosentrasi ketika perawat
mengurung diri dan memandang foto arza bertanya.
Ibu klien mengatakan klien menjadi jarang tampak kantung mata
berbicara dan terkadang sering teriak tanda-tanda vital
memanggil nama arza. N: 75x/mnt
Klien mengatakan bahwa tidak percaya S: 370C
arza telah pergi. TD: 120/80 mmHg
Klien mengatakan sering terbangun dan RR: 24x/mnt
menangis keras memanggil arza

Analisa data
Data Masalah keperawatan
Data subyektif: Duka cita terganggu
Ibu klien mengatakan klien merasa sangat
terpukul dia terus menangis, tidak mau
makan dan keluar kamar
Ibu klien mengatakan klien sering
mengurung diri dan memandang foto arza
Ibu klien mengatakan klien menjadi jarang
berbicara dan terkadang sering teriak
memanggil nama arza.
Klien mengatakan bahwa tidak percaya
arza telah pergi.
Klien mengatakan sering terbangun dan
menangis keras memanggil arza

Data obyektif
wajah tampak kusut,
Klien tampak putus asa dan sedih,
klien susah berkosentrasi ketika perawat
bertanya.
tanda-tanda vital
N: 75x/mnt
S: 370C
TD: 120/80 mmHg
RR: 24x/mnt
Data Masalah keperawatan
Data subyektif Ketidak efektian koping
Ibu klien mengatakan klien merasa sangat
terpukul dia terus menangis, tidak mau
makan dan keluar kamar
Ibu klien mengatakan klien sering
mengurung diri dan memandang foto arza
Ibu klien mengatakan klien menjadi jarang
berbicara dan terkadang sering teriak
memanggil nama arza.
Klien mengatakan bahwa tidak percaya
arza telah pergi.
Klien mengatakan sering terbangun dan
menangis keras memanggil arza

Data obyektif
Klien tampak lemas
wajah tampak kusut,.
Klien tampak putus asa dan sedih,
klien susah berkosentrasi ketika perawat
bertanya.
tampak kantung mata
tanda-tanda vital
N: 75x/mnt
S: 370C
TD: 120/80 mmHg
RR: 24x/mnt
Data Masalah keperawatan
Data subyektif: Isolasi sosial
Ibu klien mengatakan klien merasa sangat
terpukul dia terus menangis, tidak mau
makan dan keluar kamar
Ibu klien mengatakan klien sering

Data obyektif
wajah tampak kusut,
Klien tampak putus asa dan sedih,
klien susah berkosentrasi ketika perawat
bertanya.
tanda-tanda vital
N: 75x/mnt
S: 370C
TD: 120/80 mmHg
RR: 24x/mnt

Pohon masalah

isolasi sosial
Duka cita terganggu

Ketidak efektifan koping individu

Kehilangan: orang yang di cintai

Intervensi
Tujuan umum:
Pasien berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas.
Tujuan khusus:
1. Mampu mengungkapkan perasaan berduka
2. Menjelaskan makna kehilangan
3. Klien dapat mengungkapkan kemarahan nya secara verbal
4. Klien dapat mengatasi kemarahan nya dengan koping yang adaptif
5. Klien dapat mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya
6. Klien dapat mengidentifikasi tingkat depresi
7. Klien dapat mengurangi rasa bersalah nya
8. Klien dapat menghindari tindakan yang dapat merusak diri
9. Klien dapat menerima kehilangan
10. Klien dapat bersosialisasi lagi dengan keluarga atau orang lain

TAHAP TINDAKAN KEPERAWATAN


a. Mengingkari
Jelaskan proses berduka
Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan nya
Mendengarkan dengan penuh perhatian
Secara verbal dukung pasien,tapi jangan dukung pengingkaran yang dilakukan
Jangan bantah pengingkaran pasien,tetapi sampaikan fakta
Teknik komunikasi diam dan sentuhan
Perhatikan kebutuhan dasar pasien
b. Marah
Dorong dan beri waktu kepada pasien untuk mengungkapkan kemarahan secara
verbal tanpa melawan dengan kemarahan
Bantu pasien atau keluarga untuk mengerti bahwa marah adalah respon yang normal
karena merasakan kehilangan dan ketidakberdayaan
Fasilitasi ungkapan kemarahan pasien dan keluarga
Hindari menarik diri dan dendam karena pasien /keluarga bukan marah pada perawat
Tangani kebutuhan pasien pada segala reaksi kemarahan nya.

c. Tawar-menawar
Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan rasa takutnya
Dengarkan dengan penuh perhatian
Ajak pasien bicara untuk mengurangi rasa bersalah dan ketakutan yang tidak rasional
Berikan dukungan spiritual

d. Depresi
Identifikasi tingkat depresi dan bantu mengurangi rasa bersalah
Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan kesedihannya
Beri dukungan non verbal dengan cara duduk disamping pasien dan memegang
tangan pasien
Hargai perasaan pasien
Bersama pasien bahas pikiran negatif yang sering timbul
Latih pasien dalam mengidentifikasi hal positif yang masih dimiliki

e. Penerimaan
Sediakan waktu untuk mengunjungi pasien secara teratur
Bantu klien untuk berbagi rasa ,karena biasaanya tiap anggota tidak berada ditahap
yang sama pada saat yang bersamaan.
Bantu pasien dalam mengidentifikasi rencana kegiatan yang akan dilakukan setelah
masa berkabung telah dilalui.
Jika keluarga mengikuti proses pemakaman,hal yang dapat dilakukan adalah ziarah
(menerima kenyataan),melihat foto-foto proses pemakaman

STRATEGI PELAKSANAAN

Masalah utama : kehilangan dan berduka


Pertemuan ke :1
(respon mengingkari terhadap kematian suami)
a.proses keperawatan
1.Kondisi : klien tampak menangis terus dan tampak lemah
2.Diagnosa : Duka cita terganggu
3.TUK :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien mampu mengungkapkan perasaan berduka

4.Tindakan keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya
b. Jelaskan proses berduka
c. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan nya
d. Mendengarkan dengan penuh perhatian
e. Secara verbal dukung pasien,tapi jangan dukung pengingkaran yang dilakukan
f. Teknik komunikasi diam dan sentuhan
g. Perhatikan kebutuhan dasar pasien

c. Strategi pelaksanaan
1. Fase pra interaksi
Perawat melihat data-data pasien meliputi identitas pasien , alamat , pekerjaan ,
pendidikan , agama , suku bangsa ,riwayat kesehatan (RKS,RKD.RKK).Perawat telah
siap melakukan tugas nya tanpa ada masalah pribadi yang terbawa-bawa.
2. Fase orientasi
selamat pagi, bu ningrum. bagaimana perasaan ibu sekarang? Perkenalkan buk Saya
perawat A . jadi buk hari ini saya akan membantu ibu untuk melewati masalah ibu.
Bagaimana ibu apa ibu punya waktu sekitar 10-15 menit. Saya akan menemani ibu
sampai kemakam sampai prosesi pemakaman nya selesai ya bu.
3. Fase kerja
apakah ibu mau menyampaikan sesuatu? Baiklah ibu saya paham dengan perasaan
ibu saat ini,ibu sedih dan kita semua disini juga sedih, tapi semua itu sudah kehendak
dari yang kuasa, kita sebagai manusia hanya bisa berserah diri dan menerima semua
ini, ibu mau minum? Saya ambilkan... ya. Bagaimana dengan makan?coba sedikit ya
bu,agar ibu tidak lemas,apakah ibu mau kemakam? Baiklah akan saya temani ya bu...
4. Fase terminasi
setelah kembali dari makam ,bagaimana perasaan ibu? Ibu masih tampak tampak
sedih .saya akan pulang dulu ya bu. Usahakan ibu makan,minum,dan istirahat
ya.nanti,dua hari lagi saya akan datang kesini lagi ya bu,dijam yang sama.kita.baiklah
bu,sampai jumpa.

Masalah utama : kehilangan dan berduka


Pertemuan ke : 2
(respon marah terhadap kematian suami)
a.proses keperawatan
1.Kondisi : klien masih tampak sedih dan menyendiri
2.Diagnosa : Duka cita terganggu
3.TUK :
3. Klien dapat mengungkapkan kemarahan nya secara verbal
4. Klien dapat mengatasi kemarahan nya dengan koping yang adaptif
4.Tindakan keperawatan
Dorong dan beri waktu kepada pasien untuk mengungkapkan kemarahan secara
verbal tanpa melawan dengan kemarahan
Bantu pasien atau keluarga untuk mengerti bahwa marah adalah respon yang normal
karena merasakan kehilangan dan ketidakberdayaan
Fasilitasi ungkapan kemarahan pasien dan keluarga
Hindari menarik diri dan dendam karena pasien /keluarga bukan marah pada perawat
Tangani kebutuhan pasien pada segala reaksi kemarahan nya.

b.strategi pelaksanaan
1. Fase pra interaksi
Perawat telah siap melakukan tindakan selanjutnya tanpa ada masalah pribadi yang
terbawa-bawa.
2. Fase orientasi
selamat pagi bu,masih ingat dengan saya? Saya perawat roma.yang kemarin kesini
bu,tampak nya ibu sedang kesal?ibu bisa ceritakan kenapa ibu tampak kesal,saya akan
menemani ibu selama 20 menit ya.kita ngobrol-ngobrol disini aja bu? Dihalaman depan
? Oww..baiklah kalau begitu.

3. Fase kerja
Apa yang membuat ibu kesal?apa yang ibu rasakan saat kesal dan apa yang telah ibu
lakukan untuk mengatasi kekesalan ibu?baiklah bu.saya mengerti,ada beberapa cara
untuk meredakan kekesalan ibu,yaitu tarik nafas dalam,istigfar,berwudhu ,shalat ,dan
bercakap- cakap dengan anggota keluarga ibu yang lain.
ibu punya hobi olah raga atau hobi yang lain nya? Oya...kalau begitu ibu bisa
melakukan hobi ibu untuk dapat mengatasi kekesalan ibu.
4. Fase terminasi
nah,kalau masih muncul rasa kesal ,coba lakukan cara yang kita bahas tadi ya bu?
mau coba cara yang mana ? mau dijadwalkan ?baiklah,dua hari lagi kita bertemu lagi
ya bu disini?
membahas tentang perasaan ibu lebih lanjut,bagaimana ibu? baiklah kalau begitu saya
mohon pamit dulu ya bu,sampai jumpa.

Naskah Role play Kehilangan dan Kematian Suami atau Istri


Menurut Teori Bawly dan Parks
Naskah role play tentang kehilangan dan kematian. Menurut Bawly dan Parks
tahap kesedihan karena kehilangan atau kematian sebagai berikut:
1. Syok dan hilang rasa
2. Mencari dan merindukan
3. Disorganisasi (tidak menerima kenyataan)
4. Reorganisasi (tahapan penerima kenyataan )

Berikut ini adalah Naskah Role play sesuai dengan tahapan kesedihan
dan kematian menurut Bawly dan Parks.
Di sebuah desa dikota A ada sepasang suami istri yang baru 1 bulan menikah,
sang suami bernama Arza dan sang istri bernama Ningrum. Mereka satu sama lain
sangat mencintai. Apabila Arza sakit sang istri pun ikut merasakan sakit, begitu pula
sebaliknya. Ketika itu Ningrum baru saja di ketahui positif hamil. Arza dan Ningrum pun
sangat senang dan berusaha semaksimal mungkin melindungi dan menjaga calon anak
mereka itu. Ningrum pun tidak boleh bekerja apa pun dirumah, pekerjaan rumah
sementara waktu dikerjakan oleh pembantu mereka. Setelah dua minggu mengambil
cuti Arza pun kembali bekerja, dia bekerja di sebuah perusahaan dan tempat kerja
dengan rumah barunya pun lumayan jauh. Suatu hari di teras rumah..
Arza : sayang abang berangkat kerja dulu ya.. sayang hati-hati dirumah, kalau ada apa-apa
segera telpon abang ya.. istirahat aja jangan capek-capek..
Ningrum : iya abang.. abang juga hati-hati ya.. cepat pulang loh.. (dengan nada manja)
Arza : iya sayang... (sambil mencubit hidung istrinya)..
Ningrum : daa abang...

Setelah itu pun Ningrum masuk kembali ke dalam rumah. Sementara itu Arza
yang sedang diperjalanan terus terbayang wajah sang istri.. ketika Arza samapi di
kantor..
eka : woii... sob.. apa kabar..
za : baik sobb..
eka : gimana honeymoon nya?
za : sukses donk.. tunggu aja pemberitahuan selanjutnya.. (sambil main mata)
eka : hahaha ok2.. selamat bekerja kembali yaa..
za : ok..

Setelah jam kerja usai, Arza bergegas siap-siap dan pulang, yang dipikirkan
sedang apa istrinya dirumah.. karena terlalu gembira dan ingin cepat sampai dirumah,
Arza kurang hati-hati dalam mengendarai mobilnya, dan dia mengalami kecelakaan
tabrakan dengan mobil.. dan oleh warga sekitar Arza dilarikan kerumah sakit terdekat.
Sementara itu dirumah..
Prannnggggg....... gelas yang dipegang Ningrum jatuh dan pecah.
Ningrum : duh ada apa ini, kok perasaan ku gak enak gini, ada apa yaa..
(dengan nada khawatir).
Tidak lama kemudian... kringgggggggg... telpon rumah berbunyi, dan Ningrum
pun bergegas mengangkat telpon itu..
Ningrum : halo.. dengan siapa ini?
RS : selamat malam ibu.. benar ini dengan ibu Ningrum, istri bapak Arza?
Ningrum : ya benar.. ada yang bisa saya bantu?
RS : begini bu Ningrum, suami ibu sekarang lagi dirawat dirumah sakit karena
kecelakaan.
Ningrum : masya allah... (sambil menangis).. di Rumah sakit mana ini??
RS : Rumah sakit Setia Budi.
Ningrum : ya.. ya. Saya akan segera kesana (masih sambil menangis dan gugup)
Kemudian Ningrum menghubungi mamanya..
Ningrum : halo ma...
Mama : halo Ningrum... kamu kenapa? Kenapa menangis?
Ningrum : bang Arza kecelakaan ma, sekarang lagi di rumah sakit Setia Budi..
Mama : masya allahh... Nigrum.. halo.. haloo.. nak... Ningrum kamu tunggu
disitu ya, mama segera kerumah kamu, nanti kita berangkat sama-sama, jangan kamu
pergi sendiri keadaan kamu tidak memungkinkan.. tunggu mama..
Ningrum : iya ma..
Kemudian telpon pun terputus.. sesaat kemudian, mama Ningrum sudah sampai dan
langsung masuk..
Mama : Ningrum.. Ningrum...
Ningrum : ya ma.. (dengan badan yang lemas)
Mama : ayo kita berangkat (sambil menuntun Ningrum yang tampak syok berat)

Ketika tiba dirumah sakit Setia Budi.. Mama Ningrum, dan Ningrum segera
menanyakan kepada petugas disitu diruang mana Arza dirawat.. ketika sampai didepan
kamar Arza, keluar seorang dokter. Kemudian dokter itu memanggil salah seorang
keluarganya untuk ikut keruangan dokter tersebut, dan yang ikut adalah mama
Ningrum. Sementara itu Ningrum menunggu didepan kamar suaminya. Sementara itu
diruangan dokter..
Mama : bagaimana dok keadaan menantu saya?
Dokter : keadaannya kritis bu.. pasien banyak kehilangan darah.. kemungkinan
untuk hidupnya sangat tipis..
Mama : dok tolong selamatkan menantu saya dok, apapun itu caranya.. tolong
dok..
Dokter : pasti bu.. kami pasti akan melakukan yang terbaik untuk menantu ibu.. ibu
bantu doa saja ya..
Mama : iya dok..
kemudian mama ningrum pun kembali ke tempat ningrum..
Ningrum : ma.. bagaimana keadaan bang Arza ma?
Mama : bang Arza baik-baik aja sayang, (sambil menahan air mata)

Ketika pagi hari mama ningrum terbangun karena ada suara langkah kaki masuk
kekamar Arza, dilihatnya putrinya tertidur di bahunya.. ketika dokter keluar..
Dokter : ibu maaf.. ibu mohon yang sabar ya.. bapak Arza sudah dipanggil yang
diatas.. kami sudah berusaha sebaik mungkin, tapi tetap yang di atas berkehendak
lain..
Mama : inalillahi wa inailaihirojiun... Ningrum... Ningrum bangun nak..
Ningrum : ya ma... ada apa ma.. bang Arza siuman?
Mama : sabar ya nak.. yang tabah..

Seketika Ningrum langsung tak sadarkan diri, dia syok berat mendapati sang
suami yang telah pergi meninggal dunia.. dan ketika Ningrum siuman , dia sudah
mendapati dirinya berada dikamarnya, namun seketika ingat akan suaminya dia
histeris..
Ningrum : bang Arzaaaaaaa..... (menangis histeris sambil berteriak-teriak)..
bang...
Kemudian mama dan papanya Ningrum pun masuk.
Mama : sabar nak... sabar.. tenangkan hatimu..
Ningrum : maa... bang Arza udah pulang kerja kan ma? Dimana dia ma? Mama...
Mama : (sambil menangis).. nak tabahkanlah hatimu.. Arza sudah pergi
meniggalkan kita sayang..
Ningrum : gak mungkin maa.. bang Arza tadi pagi pamitan berangkat kerja kok sama
ningrum...

Kemudian sang mama pun memapah Ningrum keruang tamu yang sudah ramai
oleh tetangga dan sanak keluarga yang bertakjiah. Namun seketika itu juga Ningrum
kembali pingsan. Setelah proses pemakaman selesai keluarga Ningrum dan Arza pun
berunding, bagaimana kalau sebaiknya Ningrum ini diboyong kerumah mamanya saja,
bagaimana pun Ningrum tengah hamil muda dan jiwanya sedang tergoncang. Seluruh
keluarga pun menyetujuinnya. Tiba-tiba Ningrum keluar dan mencari suaminya..
Ningrum : ma.. bang Arza dimana?

Seketika itu mamanya pun terisak-isak dan mengajak Ningrum duduk


bersama-sama dengan keluarga.
Mama : Ningrum sayang.. kamu harus kuat.. Didalam rahimmu sedang
tumbuh Arza kecil yang akan menemani hari-harimu.. jadi jagalah dia sayang.. kamu
tidak boleh seperti ini terus.. istighfar nak..
Ningrum : (sambil terisak) Astagfirullah halazim... Astagfirullah halazim..
Setelah beberapa saat terdiam..
Ningrum : maafkan Ningrum bang Arza, Ningrum akan selalu jaga anak kita ini,
Ningrum akan rawat dia sebaik mungkin, dia adalah hadiah terindah buat Ningrum..
Ningrum janji ga akan nagis lagi bang.. semoga abang tenang disana.. Ningrum tidak
akan melupakan abang karena abang selalu di hati Ningrum..
Sejak hari itu, Ningrum tinggal bersama keluarganya.. dan dia pun menjaga dan
merawat kehamilannya dengan baik.. dia sudah bisa menerima kehilangan Arza..

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA


merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional.Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.Berduka disfungsional adalah suatu
status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat
individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal,
atau kesalahan/kekacauan.Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran
tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan
seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal,
kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan
kehilangan kehidupan/meninggal.Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon
berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan
penerimaan.

B. Saran
Saran untukmemperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikan sebagaiberikut:
1. Dalam perencanaan tindakan, harus disesuaikan dengan kebutuhan klien pada saat itu.
2. Dalam perumusan diagnose keperawatan,
harus diprioritaskan sesuai dengan kebutuhanmaslow ataupun kegawatan dari masalah
.
3. Selalu mendokumentasikan semua tindakan keperawatan baik yang kritis maupun yang
tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Budi, Anna Keliat. 2009. Model PraktikKeperawatanProfesionalJiwa. Jakarta : EGC

Iyus, Yosep. 2007. KeperawatanJiwa. RefikaAditama : Bandung

NANDA.2011. Diagnosis Keperawatan : Defenisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.

Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan,


Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman


Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

Anda mungkin juga menyukai