Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap individu yang mengalami penyakit atau trauma mungkin juga
akan mengalami rasa kehilangan atau berduka. Seorang klien bisa merasakan
duka karena : kehilangan beberapa hal, antara lain kehilangan bagian atau
fungsi tubuh, kepercayaan diri, kepercayaan atau penghasilan. Penyakit dapat
mengubah atau mengancam identitas seseorang, dan pada waktunya setiap
orang akan meninggal. Perawat memiliki tugas utama untuk mencegah
penyakit dan trauma, serta membantu klien kembali menjadi sehat. Perawat
juga berperan penting dalam membantu klien dan keluarga untuk beradaptasi
dengan sesuatu yang tidak dapat diubah dan memfasilitasi suatu kematian
yang damai.
Beberapa penghalang muncul dalam upaya penyampaian perawatan
khusus pada akhir kehidupan. Sebelum berkembangnya teknologi medis,
kematian terjadi di rumah, dalam suatu tempat yang non-teknis dan dikenal
bersama keluarga dan teman yang merawatnya. Saat ini, kematian lebih
sering terjadi di institusi yang menyediakan intervensi bersifat teknis dan
efisien yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dan menghindari
kematian. Penyakit terminal akan mengingatkan teman dan anggota keluarga
pada kematian mereka sendiri, dimana dapat menyebabkan mereka secara
tidak sengaja menarik diri dari individu yang sedang sekarat.
Meskipun ada banyak penghalang dalam memberikan perawatan di
akhir kehidupan, tetapi perawat memiliki sejarah yang panjang dan
membanggakan dari tanggungjawab utama yang diterima untuk perawatan
berduka dan kematian secara langsung tersebut (Blum, 2006). Oleh karena itu
klien dan keluarga memerlukan asuhan keperawatan khusus mengenai
berduka dan kematian, bahkan mungkin lebih banyak dibandingkan
perawatan yang lainnya. Penyediaan pelayanan bagi klien pada akhir
kehidupan membutuhkan pengetahuan dan kepedulian untuk memberikan
rasa nyaman, bahkan ketika harapan pengobatan atau kelanjutan hidup sudah
tidak mungkin lagi (Virani dan Sofer, 2003).

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada mahasiswa/i
keperawatan mengenai psikososial pada pasien kehilangan kematian dan
berduka serta mampu menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien
tersebut.

D. Sistematika Penulisan
1. BAB I Pendahuluan
Latar belakang, rumusan masalah, tujuan penugasan, sistematika
penulisan
2. BAB II Tinjauan Teori
Kosep dasar kehilangan kematian dan berduka, teori berduka dan
berkabung, jenis-jenis kehilangan, dampak dari kehilangan, rentang
respon individu terhadap kehilangan, factor yang mempengaruhi
kehilangan dan berduka, asuhan keperawatan pasien kehilangan dan
berduka.
3. BAB III Kesimpulan
Kesimpulan dan saran.

BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Konsep Kehilangan dan Berduka
1. Definisi Kehilangan Menurut Beberapa Ahli
Kehilangan adalah suatau keadaan individu mengalami kehilangan
sesuatu yang sebelumnya ada dan dimiliki. Kehilangan merupakan
sesuatu yang sulit dihindari, seperti kehilangan harta, kesehatan, orang
yang dicintai, dan kesempatan. (Stuart, 2005)
Kehilangan adalah sesuatu keadaan berpisahnya individu dengan
sesuatu yang dimiliki atau ada. Kehilangan merupakan pengalaman yang
pernah dialami oleh setiap individu selama masa kehidupan dan cederung
akan berulang walaupun dalam bentuk yang berbeda, peristiwa
kehilangan dapat terjadi secara tiba- tiba atau bertahap, bersifat
sementara atau menetap (Ermawati Dalami dkk. 2009)
Kehilangan (bereavement) mencakup berduka dan berkabung
(mourning), yaitu perasaan di dalam dan reaksi keluar orang yang
ditinggalkan. (Aziz Alimul, 2014)
Kehilangan dapat didefinisikan sebagai situasi actual atau potensial
yang menyebabkan benda berharga, orang, bagian tubuh, atau emosi
yang sebelumnya ada menjadi hilang dan tidak lagi dapat dilihat,
dirasalan, didengar, diketahui, atau dialami. (Priscilla LeMone, 2015)

2. Definisi Berduka Menurut Beberapa Ahli


Berduka adalah reaksi terhadap kehilangan, yaitu respons emosional
terhadap rasa kehilangan, yang dimanifestasikan oleh individu dalam
cara yang khusus, berdasarkan pengalaman personal, harapan budaya,
dan keeprcayaan spiritual (Hooyman dan Karmer, 2006).
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap
kehilangan. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada
masing-masing orang dan didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspetasi
budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya. (Aziz Alimul, 2014)
Berkabung menggambarkan tindakan atau ekspresi orang yang
berkabung, termasuk symbol, pakaian, dan perayaan yang menunjukan
manisfestasi berduka. (Priscilla LeMone, 2015)

B. Teori Berduka dan Berkabung


Pengetahuan tentang teori berduka dan respons “normal” terhadap rasa
kehilangan dan kehilangan membantu pemahaman perawat tentang
pengalaman yang kompleks tersebut. Teori berduka secara konstan mengakui
respons berduka individu. Jangan menganggap bahwa individu yang berubah-
ubah dari respons berduka normal adalah abnormal. Namun sebagian besar
teori berduka menggambarkan bagaimana individu beradaptasi dengan
kematian, mereka juga dapat digunakan untuk memahami respons terhadap
rasa kehilangan orang terdekat.
Tahap-tahap Kematian. Teori perilaku klasik Kubler-Ross (1969)
menggambarkan lima tahap kematian. Namun tahap-tahap tersebut ditulis
dam suatu kondisi, individu yang berduka tidak akan mengalaminya dalam
kondisi-kondisi tertentu atau untuk waktu yang panjang dan sering berpindah
kembali dan seterusnya dari satu tahap ke tahap lainnya. Pada tahap
penyangkalan (denial), individu bertindak seperti tidak terjadi sesuatu dan
menolak menerima kenyataan adanya rasa kehilangan. Individu menunjukkan
seolah-olah tidak memahami apa yang telah terjadi.
Ketika mengalami tahap kemarahan (anger) terhadap rasa kehilangan,
individu mengungkapkan pertahanan dan terkadang merasakan kemarahan
yang hebat terhadap Tuhan, individu lain, atau situasi. Tawar-menawar
(bargaining) melindungi dan menunda kesadaran akan rasa kehilangan
dengan mencoba untuk mencegahnya untuk terjadi. individu yang berduka
atau sekarat membuat janji dengan dirinya sendiri, Tuhan, atau orang yang
dicintai bahwa mereka akan hidup atau mempercayai secara barbeda jika
mereka dapat dihindarkan dari kehilangan yang menakutkan itu.
Ketika seseorang menyadari secara keseluruhan akibat dari rasa
kehilangan. terjadilah depresi (Depression). Beberapa individu merasa sedih,
putus asa, dan kesendirian yang berlebihan. Karena mengalami hal yang
buruk, mareka terkadang menarik diri dari hubungan dan kehidupan. Dalam
tahap penerimaan (acceptance). individu memasukkan rasa kehilangan ke
dalam kehidupan dan menemukan cara untuk bergerak maju.
Teori tahap dan fase seperti Kubler-Ross telah dikritik karena kurang
terbukti secara empiris, tidak memperhatikan perbedaan budaya dan asumsi
bahwa ada batas akhir dalam berduka (Rothaups dan Becker, 2007).
Penelitian terbaru memvalidasi bahwa tahap-tahap, seperti emosi penerimaan,
ketidakpercayaan, kerinduan, kemarahan, dan depresi mengikuti kematian
alami dalam berduka yang normal, meskipun tidak dalam situasi yang
diharapkan atau diperkirakan oleh teori tahap berduka (Maciejewski et al.,
2007). Namun, teori tahap berduka (stage theory) tidak harus
dipertimbangkan sebagai resep berduka atau suatu indikasi yang setiap orang
dapat menuntut pengawasan terhadap proses kematian. Berduka memilih
bagian waktu yang berbeda dari pernyataan. Para janda mengatakan bahwa
mereka terus berpikir tentang suaminya yang telah meninggal sebanyak satu
atau dua kali dalam satu bulan, meskipun ketika rasa kehilangan telah terjadi
20 tahun yang lalu (Carnelly et al., 2006).

Tabel 2.1 Teori Kehilangan, Berduka, dan Berkabung


Lima Tahap Teori kasih
Tugas berkabung Model proses R
Kematian sayang
(Woreden) (Rando)
(Kubler-Ross) (Bowbly)
 Penyangkala  Mati rasa  Menerima kenyataan  Mengakui dan
n  Kerinduan dan akan rasa kehilangan menerima
 Marah pencarian  Melewati rasa nyeri kenyataan akan rasa
 Tawar-  Kekacauan dan dalam proses kehilangan
menawar keputusasaan berduka  Bereaksi,
 Depresi  Reorganisasi  Menyesuaikan diri mengalami, dan
 Penerimaan dengan lingkungan mengungkapkan
tanpa orang yang rasa nyeri akibat
sudah meninggal perpisahan
 Merelokasi orang  Mengenang
yang sudah  Melepaskan diri
meninggal secara dari hubungan yang
emosional dan lama
melanjutkan  Menyesuaikan diri
kehidupan dan memulai
kembali

C. Jenis-jenis Kehilangan
Menurut Aziz Alimul (2014), kehilangan digolongkan menjadi beberapa
jenis yakni sebagai berikut:
1. Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran akibat
bencana).
2. Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah, dirawat
di rumah sakit, atau berpindah pekerjaan).
3. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya pekerjaan,
kepergian anggota keluarga atau teman dekat, perawat yang dipercaya,
atau binatang peliharaan).
4. Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi
psikologis atau fisik).
5. Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat,
atau diri sendiri).

D. Dampak Dari Kehilangan


1. Pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan atau
berkembang, kadang-kadang akan timbul regresi serta rasa takut untuk
ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.
2. Pada masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat menyebabkan
disintegrasi dalam keluarga.
3. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup,
dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat
hidup orang yang ditinggalkan.

E. Rentang Respon Individu Terhadap Kehilangan (Ermawati Dalami dkk.


2009)

Adaptif Mal adaptif

Penyangkalan Marah Tawar Menawar Depresi Penerimaan

(denial) (anger) (bargaining) (depression) (acceptance)

1. Fase penyangkalan (Denial)


Fase ini merupakan reaksi pertama individu terhadap
kehilangan/individu tidak percaya. Menolak atau tidak menerima
kehilangan yang terjadi. Pernyataan yang sering diucapkan adalah “itu
tidak mungkin” atau “saya tidak percaya”. Seseorang yang mengalami
kehilangan karena kematian orang yang berarti baginya, tetap merasa
bahwa orang tersebut masih hidup. Dia mungkin mengalami halusinasi,
melihat orang yang meninggal tersebut berada ditempat yang biasa
digunakan atau mendengar suaranya.
2. Fase Marah (Anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan.individu menunjukan persaan marah pada diri
sendiri atau kepada orang yang berada dilingkungannya. Reaksi fisik
yang terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, susah
tidur, tangan mengepal mau memukul, agresif.
3. Fase Tawar Menawar (Bergaining)
Individu yang telah mampu mengeksprsikan rasa marah akan
kehilangannya, maka orang tersebut akan maju ketahap tawar menawar
denga memohon kemurahan Tuhan, individu ingin menunda kehilangan
dena berkata “seandainya saya hati-hati” atau “kalau saja kejadian ini
bisa ditunda maka saya akan sering berdoa”.
4. Fase Depresi (Depression)
Individu berada dalam suasana berkabung, karena kehilangan
merupakan keadaan yang nyata, individu sering menunjukan sikap
menarik diri, tidak mau berbicara atau putus asa dan mungkin menangis.
5. Fase Penerimaan (Acceptance)
Pada fase ini individu menerima kenyataan kehilangan, misalnya:
“ya, akhirnya saya harus dioperasi, apa yang harus saya lakukan agar
saya cepat sembuh”, tanggung jawab mulai timbul dan usaha untuk
pemulihan dapat lebih optimal. Secara bertahap perhatiananya beralih
pada objek yang baru, dan pikiran yang selalu berpusat pada objek atau
orang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Jadi individu yang masuk
pada fase ini maka ia dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi
perasaan kehilanganya secara tuntas.

F. Faktor-faktor yang Memengaruhi Rasa Kehilangan dan Berduka


Berbagai variable memengaruhi cara seseorang merasakan dan
merespons rasa kehilangan. Variable tersebut meliputi faktor-faktor
perkembangan, hubungan personal, sifat rasa kehilangan, strategi koping,
status sosial ekonomi, serta kepercayam clan pengaruh spiritual dan budaya
(Potter & Perry, 2010).
1. Perkembangan Manusia
Usia klien dan tahap perkembangan memengaruhi respons terhadap
berduka. Misalnya, anak-anak tidak dapat memahami rasa kehilangan
atau kematian, tetapi sering merasakan kecemasan akibat kehilangan
objek dan terpisah dari orang tua.
2. Hubungan Personal
Ketika rasa kehilangan melibatkan individu lain, kualitas dan arti
hubungan yang hilang akan memengaruhi respons terhadap berduka.
Ketika suatu hubungan antara dua individu telah menjadi sangat dekat
dan terjalin dengan baik, maka dapat dimengerti bahwa individu yang
hidup sulit untuk melanjutkan hidupnya.

3. Sifat dan Rasa Kehilangan


Mengenali arti suatu rasa kehilangan yang dimiliki klien dapat
membantu perawat memahami secara lebih bai dampak dari rasa
kehilangan pada perilaku, kesehatanm dan kesejahteraan klien. Rasa
kehilangan yang paling jelas biasanya menstimulasi respons pertolongan
dari individu lain.
4. Strategi Koping
Pengalaman hidup membentuk strategi koping yang digunakan
seseoarang untuk mengatasi tekanan karena rasa kehilangan. Kein
pertama-tama bergantung pada strategi koping yang mereka kenal ketika
mengalami tekanan akibat rasa kehilangan. Ketika strategi koping yang
biasanya tidak berhasil, individu memerlukan strategi koping yang baru.
Pengungkapan emosi (pelepasan, atau membicarakan tentang perasaan
seseorang) telah dipandang sebagai cara yang penting untuk beradaptasi
dengan rasa kehilangan. Di masa lalu, fokusnya adalah menolong
individu mengungkapkan kemarahan atau perasaan negative lainnya
berhubungan dengan rasa kehilangan. Namun, penelitian terbaru
menunjukkan bahwa fokus pada emosi yang positif dan perasaan optimis
mungkin lebih mnjadi indikasi penting dari adaptasi yang berhasil
terhadap kehilangan.
5. Status Sosial Ekonomi
Status social ekonomi mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
memasukkan dukungan dan sumber daya untuk beradaptasi dengan rasa
kehilangan dan respons fisik terhadap tekanan (Cohen, Doyle, dan Baum,
2006). Ketika inividu kekurangan sumber daya finansial, pendidikan, atau
pekerjaan, beban kehilangan menjadi berlipat.
6. Budaya dan Etik
Budaya seseorang dan struktur social lainnya (misalnya keluarga
atau keanggotaan keagamaan) memengaruhi interpretasi terhadap rasa
kehilangan, membangun pengungkapan berduka yng diterima, serta
menyelenggarakan stabilitas dan struktur di tengah kekacauan dan rasa
kehilangan.
7. Kepercayaan Spiritual dan Keagamaan
Penanganan penyakit secara serius pada klien biasanya melibatkan
intervensi medis untuk memulihkan atau menjaga kesehatan. Sebagai
rangkaian praktik kedua, strategi yang transformative, mengakui
keterbatasan hidup, dan membantu individu yang sekarat menemukan arti
dalam penderitaan sehingga mereka dapat melampaui atau melangkah
lebih ke depan, keberadaan diri mereka. Praktik yang transformative
dihubungkan dengan penyemburan, komunitas, dan kepercayaan spiritual
atau keagamaan.
8. Harapan
Harapan, suatu komponen spiritualitas multidimensi, mendorong dan
memberikan rasa nyaman bagi individu yang mengalami tantangan
personal. Pengharaoan memberikan individu kemampuan untuk melihat
kehidupan sebagai keabadian atau memiliki serta tujuan. Sebagai suatau
bentuk masa depan dan dorongan motivasi, harapan membantu klie
mempertahankan suatu harapan yang baik, suatu perbaikan dalam
lingkungan mereka, atau pengurangan terhadap sesuatu yag tidak
menyenangkan. Dengan harapan, seseorang klien berpindah dari perasaan
lemah dan rentang, menuju ke kehidupan yang penuh kemungkinan.

G. Asuhan Keperawatan Pada Klien Kehilangan dan Berduka


Pengkajian masalah ini adalah adanya faktor predisposisi yang
memengaruhi respons seseorang terhadap perasaan kehilangan yang dihadapi,
antara lain sebagai berikut.
1. Pengkajian
a. Faktor Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga dengan
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam
menghadapi suatu permasalahan, termasuk dalam menghadapi
perasaan kehilangan.

b. Kesehatan Fisik
Individu dengan fisik, mental, serta pola hidup yang teratur
cenderung mempunyai kemampuan dalam mengatasi stress yang
lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan
jasmani.
c. Kesehatan Mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa, terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak
berdaya dan pesimis, selau dibayangi masa depan peka dalam
menghadapi situasi kehilangan.
d. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang dicintai pada
masa kanak-kanak akan memengaruhi kemampuan individu dalam
mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa.
e. Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep diri yang negative dan perasaan rendah
diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah dan tidak
objektif terhadap stress yang dihadapi.
f. Adanya Stressor Perasaan Kehilangan
Stressor ini dapat berupa stressor yang nyata ataupun imajinasi
individu itu sendiri, seperti kehilangan biopsikososial yang meliputi
kehilangan harga diri, pekerjaan, seksualitas, posisi dalam
masyarakat, milik pribadi (kehilangan harta benda atau yang dicintai,
kehilangan kewarganegaraan, dan lain-lain). Mekanisme koping yang
sering dipakai oleh individu dengan respons kehilangan, antara lain
pengingkaran, regresi, intelektualisasi, disosiasi, supresi, dan
proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang
dirasakan sangat menyakitkan.
Dalam keadaan patologi, mekanisme koping sering dipakai secara
berlebihan atau tidak memadai. Pengkajian tanda klinis berupa
adanya distress somatis seperti gangguan lambung, rasa sesak, napas
pendek, sering mengeluh, dan merasakan lemah. Pengkajian terhadap
masalah psikologis adalah tidak ada atau kurangnya pengetahuan dan
pemahaman kondisi yang terjadi, penghindaran pembicaraan tentang
kondisi penyakit, serta kemampuan pemahaman sepenuhnya terhadap
prognosis dan usaha menghadapinya.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang kemungkinan terjadi pada masalah


kehilangan dan berduka, sebagaimana dalam NANDA-Internasional
2015-2017 tersaji pada table berikut:

Diagnosis Faktor Berhubungan Batasan Karakteristik (Data


Keperawatan (Etiologi/E) Subjektif/Objektif/Symtom/S)
(Problem/P)
Duka cita (00136) Kematian/kehilangan orang Subjektif :
yang terdekat. Marah, Menyalahkan, Merasa
Terpisah, Putus asa, mengalami
Antisipasi kehilangan orang peredaan, nyeri, pertumbuhan
terdekat personal, distress psikologis,
kepedihan.
Kehilangan objek yang berarti Objektif :
(mis. Harta benda, pekerjaan, Perubahan tingkat aktivitas,
status, rumah, bagian dari perubahan pola mimpi, perubahan
proses tubuh) pola imun, perubahan fungsi
neuroendokrin, perubahan pola tidur,
disorganisasi, mempertahankan
hubungan dengan almarhum,
memberi makna terhadap kehilangan,
perilaku panik.
Duka cita terganggu Kematian orang terdekat Subjektif :
(00135) Penurusan rasa kesejahteraan, depresi,
Emosi tidak stabil keletihan, merindukan yang telah
tiada, distress emosi yang persisten,
Kurang dukungan sosial terlalu focus memikirkan yang telah
tiada, merenung, mengungkapkan
secara verbal ansietas,
mengungkapkan secara verval
perasaan distress akibat kehilangan,
mengungkapkan secara verbal
perasaan linglung, mengungkapkan
secara verbal perasaan kosong,
mengungkapkan secara verbal
perasaan syok, mengungkapkan
secara verbal perasaan bingung,
mengungkapkan secara verbal
perasaan marah, mengungkapkan
secara verbal perasaan terpisah dari
orang lain, mengungkapkan secara
verbal perasaan tidak percaya,
mengungkapkan secara verbal
perasaan curiga, mengungkapkan
secara verbal kurang menerima
kematian, mengungkapkan secara
verbal memori yang menyedihkan
secara persisten, mengungkapkan
secara verbal menyalahkan diri
sendirri, berteriak.
Objektif :
Penurunan fungsi dalam peran
kehidupan, mengalami gejala somatic
kehilangan, menghindari dukacita,
tingkat keintiman rendah, mencari-
cari sosok almarhum, menyalahkan
diri sendiri, distress akibat perpisahan,
distress traumatik.
Risiko duka cita Kematian orang terdekat Adanya faktor risiko.
terganggu, risiko
(00172) Ketidakstabilan emosi

Kurang dukungan sosial

3. Rencana Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria evaluasi Intervensi
Duka Cita b.d Kematian a. Pasien berhasil mengatasi a. Pengkajian
Orang terdekat dukacita yang ditunjukkan 1. Kaji pengalaman masa lalu pasien/keluarga tentang kehilan
dengan keberhasilan adaptasi keberadaan sistem pendukung, dan penyelesaian duka cita
dengan ketunadayaan fisik, 2. Tentukan penyebab dan lamanya waktu sejak diagnosis kem
koping keluarga, penyelesaian fetus atau bayi
dukacita dan penyesuaian 3. Fasilitasi proses duka cita : mengidentifikasi kehilangan
psikososial, perubahan hidup. b. Penyuluhan untuk pasien/keluarga
b. Pasien menunjukkan koping 1. Ajarkan karakteristik proses berduka yang normal dan tida
yang dibuktikan oleh indicator normal
(sebutkan 1-5: tidak pernah, 2. Diskusikan perbedaan pola proses berduka indivindu (mis.
jarang, kadang-kadang, sering laki vs perempuan)
atau selalu) 3. Fasilitasi proses berduka (NIC): ajarkan fase-fase proses b
1. Mengidentifikasi pola 4. Bimbingan antisipasi (NIC) : beri informasi tentang harapa
koping yang efektif realistis yang berhub dengan perilaku pasien, sarankan buk
2. Menggunakan strategi literature untuk dibaca bila perlu
koping yang efektif c. Aktivitas kolaboratif
3. Mencari informasi tentang 1. Rujuk ke sumber-sumber yang diperlukan, seperti kelompo
penyakit dan pengobatannya dukungan, bantuan hokum, bantuan keuangan, layanan soc
4. Menggunakan dukungan pemuka agama, konselor dukacita, konselor genetic
social yang tersedia 2. Fasilitasi proses dukacita (NIC) : Identifikasi sumber-sumb
5. Melaporkan penurunan dukungan dalam komunitas
gejala fisik stress dan d. Aktivitas lain
perasaan negative 1. Bantu pasien dan keluarga unntuk menyatakan ketakutan
c. Pasien memperlihatkan kekhawatiran secara verbal terhadap potensial kehilangan
penyelesaian dukacita koping termasuk dampak pada unit keluarga
yang dibuktikan oleh 2. Bantu pasien dan keluarga untuk mengungkapkan ketakut
14indicator (sebuttkan 1-5: tidak kekhawatiran, dan harapan satu sama lain
pernah, jarang, kadang-kadang, 3. Fasilitasi proses dukacita (NIC)
sering atau selalu) a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi sifat kelekatan terh
1. Pulih dari perasaan benda atau orang yang hilang
kehilangan b) Anjurkan untuk mengespresikan perasaan tentang kehil
2. Mengungkapkan secara c) Libatkan orang terdekat dalam memutuskan
verbal relitas kehilangan d) Gunakan kata-kata yang jelas seperti,”sudah meninggal
3. Turut serta dalam “menjelang ajal”, bukan eufimisme
merencakan acara e) Anjurkan pasien untuk mengimplementasikan kebiasaan
pemakaman budaya, agama, dan social yang berhub dengan kehilang
4. Berbagi kehilangan dengan 4. Bimbingan Antisipasi (NIC)
orang terdekat a) Berikan pasien nomor telepon untuk meminta bantuan,
5. Kemajuan dalam melewati diperlukan
tahap dukacita b) Jadwalkan hub telepon tindak lanjut untuk mengevaluas
6. Mempertahankan kerapian keberhasilan atau kebutuhan terhadap penguatan
dan kebersihan diri c) Latih kembali tekhnik yang diperlukan untuk menghada
7. Melaporkan penurunan focus penanda perkembangan yang akan terjadi atau krisis
pikiran terhadap kehilangan situasioanl bersama pasien jika perlu
8. Melaporkan asupan nutrisi
yang adekuat
9. Melaporkan gairah seksual
yang normal

Duka Cita terganggu b. d a. Pasien/keluarga akan berhasil a. Pengkajian


kematian orang terdekat mengatasi dukacita terganggu 1. Kaji dan dokumentasikan keberadaan dan sumber duka
yang dibuktikan oleh pasien
keberhasilan koping. 2. Promosi integritas keluarga (NIC)
Penyelesaian dukacita dan Menentukan jenis hubungan keluarga untuk setiap kelu
performa peran Pantau hubungan keluarga saat ini
b. Lihat tujuan/kriteria evaluasi Identifikasikan jenis mekanisme koping keluarga
untuk dukacita indicator koping Identifikasikan prioritas yang bersebrangan diantara an
1. Secara umum, perencanaan dan implementasi keperawatan yang
dilakukan untuk menghadapi kedukaan adalah sebagai berikut.
a. Membina dan meningkatkan hubungan saling percaya dengan cara
sebagai berikut.
1) Mendengarkan pasien berbicara.
2) Memberi dorongan agar pasien mau mengungkapkan
perasaannya.
3) Menjawab pertanyaan pasien secara langsung menunjukkan
sikap menerima, dan empati.

b. Mengenali faktor-faktor yang mungkin menghambat dengan cara


sebagai berikut.
1) Bersama pasien mendiskusikan hubungan pasien dengan orang
atau objek yang pergi atau hilang.
2) Menggali pola hubungan pasien dengan orang yang berarti.

c. Mengurangi atau menghilangkan faktor penghambat dengan cara


sebagai berikut.
1) Bersama pasien mengingat kembali cara mengatasi perasaan
berduka di masa lalu.
2) Memperkuat dukungan serta kekuatan yang dimiliki pasien dan
keluarga.
3) Mengenali dan menghargai social budaya agama serta
kepercayaan yang dianut oleh pasien dan keluarga dalam
mengatasi perasaan kehilangan.

d. Memberi dukungan terhadap respons kehilangan pasien dengan cara


sebagai berikut.
1) Menjelaskan kepada pasien atau keluarga bahwa sikap
mengingkari, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima
adalah wajar dalam menghadapi kehilangan.
2) Memberi gambaran tentang cara mengungkapkan perasaan yang
bisa diterima.
3) Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti.
e. Meningkatkan rasa kebersamaan antaranggota keluarga dengan cara
sebagai berikut.
1) Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti.
2) Mendorong pasien untuk menggali perasaannya bersama anggota
keluarga lainnya, mengenali masing-masing anggota masyarakat.
3) Menjelaskan manfaat hubungan dengan orang lain.
4) Mendorong keluarga untuk mengevaluasi perasaan dan saling
mendukung satu sama lain.

f. Menentukan tahap keberadaan pasien dengan cara sebagai berikut.


1) Mengamati perilaku pasien.
2) Menggali pikiran perasaan pasien yang selalu timbul dalam
dirinya.

2. Secara khusus, tahap/rentang respons individual terhadap kedukaan


adalah sebagai berikut.
a. Tahap Pengingkaran
1) Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya dengan cara sebagai berikut.
a) Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan
berdukanya.
b) Meningkatkan kesabaran pasien secara bertahap tentang
kenyataan dan kehilangan, apabila sudah siap secara
emosional.
2) Menunjukkan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong
pasien untuk berbagi rasa dengan cara sebagai berikut.
a) Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat mengenai
hal yang dikatakan oleh pasien tanpa menghukum atau
menghakimi.
b) Menjelaskan kepada pasien bahwa sikap tersebut biasa
terjadi pada orang yang mengalami kehilangan.
3) Memberi jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang
sakit, pengobatan, dan kematian dengan cara sebagai berikut.
a) Menjawab pertanyaan pasien dengan bahasa yang mudah
dimengerti, jelas, dan tidak berbelit-belit.
b) Mengamati dengan cermat respons pasien selama berbicara.
c) Meningkatkan kesadaran secara bertahap.

b. Tahap Marah
Mengizinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa
marah secara verbal tanpa melawan kemarahan tersebut dengan cara
sebagai berikut.
1) Menjelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan pasien
sebenarnya tidak ditujukan kepada mereka.
2) Membiarkan pasien menangis.
3) Mendorong pasien untuk membicarakan kemarahannya.

c. Tahap Tawar-Menawar
Membantu pasien mengungkapkan rasa bersalah dan takut
dengan cara sebagai berikut.
1) Mendengarkan ungkapan dengan penuh perhatian.
2) Mendorong pasien untuk membicarakan rasa takut atau rasa
bersalahnya.
3) Bila pasien selalu mengatakan kata “kalau” atau
“seandainya…,” beritahu pasien bahwa perawat hanya dapat
melakukan sesuatu yang nyata.
4) Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah
atau rasa takutnya.
d. Tahap Depresi
1) Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut
dengan cara sebagai berikut.
a) Mengamati perilaku pasien dan bersama dengannya
membahas perasaannya.
b) Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri sesuai
derajat risikonya.
2) Membantu pasien mengurangi rasa bersalah dengan cara sebagai
berikut.
a) Meghargai perasaan pasien.
b) Membantu pasien menemukan dukungan yang positif
dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
c) Memberi kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan
perasaannya.
d) Bersama pasien membahas pikiran negative yang selalu
timbul.

e. Tahap Penerimaan
Membantu pasien menerima yang tidak bisa dielakkan dengan
cara sebagai berikut.
1) Membantu keluarga mengunjungi pasien secara teratur.
2) Membantu keluarga berbagi rasa, karena setiap anggota keluarga
tidak berada pada tahap yang sama pada saat yang bersamaan.
3) Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati.
4) Memberi informasi akurat tentang kebutuhan pasien dan
keluarga.
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah kehilangan dan berduka secara umum
dapat dinilai dari kemampuan untuk menghadapi atau memaknai arti
kehilangan, reaksi terhadap kehilangan, dan perubahan perilaku yang
menerima arti kehilangan.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Kasus Pemicu
Ny.X seorang wanita usia 34 tahun di bawa kerumah sakit jiwa 2 jam yang
lalu, keluarga mengatakan Ny.X telah di PHK dari pekerjaannya. Keluarga
mengatakan Ny.X sebelumnya sering berbicara bahwa tidak mungkin ia di
PHK sehingga Ny.X mengunjungi kantornya sendiri untuk memastikan bahwa
ia belum di PHK, setelah pulang dari kantornya itu Ny.X sering mengamuk,
melempar benda-benda disekitar dan berbicara dengan nada tinggi selama 2
hari. Saat dikaji lebih lanjut oleh perawat terdapat luka di tangan dan kaki
kanan, bicara dengan nada tinggi, TD : 140/90mmHg, nadi 98x/menit, RR
28x/menit.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Nama : Ny.X
Umur : 34 th
Jenis Kelamin :P
Alamat : Jl. Wargaramai
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status Perkawinan :
Agama :
Suku Bangsa :
Tanggal Masuk RS :
Tanggal Pengkajian :
Sumber Informasi :

b. Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama Saat Masuk RS
2) Riwayat Penyakit Sekarang
c. Riwayat Penyakit Dahulu
d. Diagnosa Medik Saat Masuk RS
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Hasil Satuan Nilai Rujukan


Pemeriksaan

2) Hasil Pemeriksaan Rontgen

f. Pengkajian Saat ini


g. Pemeriksaan Fisik
1) Keluhan Saat Ini
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. (2014). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku 1 Edisi 2.


Jakarta: Salemba Medika.

Carnelley, K. B., Pietromonaco, P. R., & Jaffe, K., (2006). “Depression,


working models of others, and relationship functioning”,Journal
of Persona-lity and Social Psychology.

Cohen, S., Doyle, W.J. & Baum, A. 2006. Socioeconomic Status is Associated
with Stress Hormones. Journal of Psychiatry in Medicine [serial on
internet].Availablefrom:http://www.psy.cmu.edu/~scohen/sesandstress
hormones.pdf.

Dalami, Ermawati, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah


Psikososial. Jakarta : TIM

Herdman, T. Heather. (2015). NANDA International Inc. Diagnosis


Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Ed.10. Jakarta :
EGC.

Hooyman, Nancy R & Kramer, Betty J. (2006). Living Through Loss –


Interventions Across The Life Span. New York: Columbia Univeristy

LeMone, Priscilla., Karen M, Burke., Gerene Bauldoff., (2015). Buku Ajar


Keperawatan Medikal Bedah, Ed.5. Jakarta : EGC.

Potter, A Patricia dan Anne G. Perry. (2010). Fundamental Keperwatan , Edisi 7Buku 2.
Singapore : Elsevier.
Stuart & Laraia. (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Jakarta:
EGC.

Wilkinson, M, Judith. (2016). Diagnosis Keperawatan Ed.10. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai