Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian
yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum
berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan
karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau
disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka
sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada
keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat
apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang
pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif.
Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah,
sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan
menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima
kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut.
Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami
kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan
sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan
asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga
yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan
dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan
pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan,
pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman
pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya
selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
B. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Jiwa dan diharapkan bagi
mahasiswa agar mampu memahami tentang gangguan atas kehilangan dan
2.

dapat membuatasuhan keperawatan pada pasien dengan kehilangan.


Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep dasar asuhan keperawatan
kehilangan.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan proses dari kehilangan.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian, analisa data, diagnosa
keperawatan, intervensi dan evaluasi dari asuhan keperawatan kehilangan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, Kehilangan adalah suatu
keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi
tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan.
2. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama
rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung
akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
3. Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah
dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
4. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan
suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang - orang yang
menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang
sebelumya ada menjadi tidak ada).
B. Faktor dan Presipitasi
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung :
a. Arti dari kehilangan
b. Sosial budaya
c. kepercayaan / spiritual
d. Peran seks
e. Status sosial ekonomi
f. kondisi fisik
g. Psikologi individu.
2. Faktor Presipitasi
a. Trauma
Masalah spesifik sehubungan dengan konsep diri adalah situasi yag membuat
individu sulit menyesuaikan diri/tidak dapat menerima khususnya trauma emosi
seperti penganiayaan fisik, seksual dan psikologis pada masa anak-anak atau
merasa terancam kehidupannya/menyaksikan kejadian berupa tindak kejahatan.
b. Ketegangan peran
Adalah perasaan prustasi ketika individu mersa tidak adekuat melakukan
peran/melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya/tidak merasa cocok
dalam melakukan perannya.
C. Proses Kehilangan
3

1. Stress internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individu memberi


makna positif melakukan kompensasi dengan kegiatan positif perbaikan
(beradaptasi dan merasa nyaman).
2. Stressor internal dan eksternal gangguan dan kehilangan individu memberi
makna merasa tidak berdaya marah dan berlaku agresi diekspresika kedalam
diri muncul gejala sakit fisik
3. Stressor internal dan eksternal gangguan dan kehilangan individu memberi
makna merasa tidak berdaya marah dan berlaku agresi diekspresikan keluar
diri kompensasi dengan perilaku konstruktif perbaikan (beradaptasi dan merasa
nyaman).
4. Stressor internal dan eksternal gangguan dan kehilangan individu memberi
makna merasa tak berdaya marah dan berlaku agresi diekspresikan ke luar
individu kompensasi dengan perilaku detruktif merasa bersalah
ketidakberdayaan.
5. Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah
pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan dan
ompensasi yang positif (konstruktif).
D. Fase - Fase kehilangan
Denial > Anger > Bergaining > Depresi > Acceptance

Menurut Kubler Ross (1969) terdapat 5 tahapan proses kehilangan, yaitu :


1. Denial (Mengingkari)
a. Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan
mengatakan Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi, itu tidak
mungkin.
b. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus
menerus mencari informasi tambahan.
c. Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat,
mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah,
tidak tahu harus berbuat apa.
2. Anger (Marah)
a. Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan.
b. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan
kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan
kepada dirinya sendiri.
4

c. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak


pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus.
d. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Bergaining (Tawar Menawar)
a. Fase ini merupakan fase tawar menawar dengan memohon kemurahan
Tuhan.
b. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata kalau saja kejadian itu bisa
ditunda maka saya akan sering berdoa.
c. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya
sebagai berikut sering dijumpai kalau yang sakit bukan anak saya.
d. Cenderung menyelesaikan urusan yang bersifat pribadi, membuat surat
warisan, mengunjungi keluarga.
4. Depression (Bersedih yang mendalam)
a.Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu tidak bias di
tolak.
b. Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri,
tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik
dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan
tidak berharga.
c.Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, susah tidur,
letih, dorongan libido menurun.
5. Acceptance (menerima)
a. Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
b. Menerima kenyataan kehilangan, berpartisipasi aktif, klien merasa damai dan
tenang, serta menyiapkan dirinya menerima kematian.
c. Klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu fokus pandang, kadang
klien ingin ditemani keluarga / perawat.
d. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti saya betulbetul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga,
atau Sekarang saya telah siap untuk pergi dengan tenang setelah saya tahu
semuanya baik.

Menurut Teori Martocchio


Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup
yang tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor
yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari

kesedihan biasanya mulai reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam
mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.

Menurut Teori Rando


Menurut Rando (1993) mendefinisikan respon kehilangan menjadi 3 katagori, yaitu :
1. Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
2. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang -ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam
dan dirasakan paling akut.
3. AKOMODASI
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai
memasuki kembali secara emosional dimana klien belajar untuk menjalani hidup
dengan kehidupannya.

E. Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 4 tipe, yaitu :
1. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan
individu yang mengalami kehilangan. Contoh : kehilangan anggota badan, uang,
pekerjaan, anggota keluarga.
2. Perceived Loss (Psikologis)
Kehilangan sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun tidak
dapat dirasakan / dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilangan masa remaja,
lingkungan yang berharga.
3. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu memperlihatkan
perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan
berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit
terminal.
4. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya ;
seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan
kebebasannya menjadi menurun.
F. Jenis - Jenis Kehilangan
Terdapat 5 jenis jenis kehilangan, yaitu :
1. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai

Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang
berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipetipe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang. Kematian juga
membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena intensitas dan
ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami / istri
atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat
ditutupi.
2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang
mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri
sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya.
Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap. Beberapa aspek lain
yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, pengingatan,
usia muda, fungsi tubuh.
3. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri, perhiasan,
uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap
benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat
dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu
periode atau bergantian secara permanen. Misalnya, pindah kekota lain, maka
akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
5. Kehilangan kehidupan / meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon
pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya.
Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.

Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita
klien (kehilangan) yaitu apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan
melalui perilaku. Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar
mengetahui apa yang mereka pikir dan rasakan, adalah :
Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
Perilaku koping yang adekuat selama proses
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan, adalah :
a. Faktor Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
b. Kesehatan Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan
individu yang mengalami gangguan fisik
c. Kesehatan Mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat
depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh
masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi
kehilangan.
d. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kana-kanak akan
mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa
(Stuart-Sundeen, 1991).
e. Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa
percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
2. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Kehilangan
kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti : kehilangan sifat biopsiko-sosial, antara lain :
a.
b.
c.

Kehilangan kesehatan
Kehilangan fungsi seksualitas
Kehilangan peran dalam keluarga
8

d.
e.
f.

Kehilangan posisi di masyarakat


Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
Kehilangan kewarganegaraan

3. Mekanisme Koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial,
Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang digunakan
untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi
dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan
patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak
tepat.
4. Respon Spiritual
a.
b.
c.

Kecewa dan marah terhadap Tuhan


Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
Tidak memilki harapan (kehilangan makna)

5. Respon Fisiologis
a.
Sakit kepala, insomnia
b.
Gangguan nafsu makan
c.
Berat badan turun
d.
Tidak bertenaga
e.
Palpitasi, gangguan pencernaan
f.
Perubahan sistem imun dan endokrin
6. Respon Emosional
a.
Merasa sedih, cemas
b.
Kebencian
c.
Merasa bersalah
d.
Perasaan mati rasa
e.
Emosi yang berubah-ubah
f.
Penderitaan dan kesepian yang berat
g.
Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau benda
h.
i.

yang hilang
Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri

7. Respon Kognitif
a.
b.
c.
d.

Gangguan asumsi dan keyakinan


Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah
pembimbing.

8. Perilaku
a. Individu dalam proses berduka (kehilangan)sering menunjukkan perilaku
seperti menangis tidak terkontrol
9

b. Sangat gelisah
c. Iritabilitas dan sikap bermusuhan
d. Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang
yang telah meninggal.
e. Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin
membuangnya
f. Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
g. Upaya bunuh diri atau pembunuhan
h. Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi
B. Analisa Data
Data Subjektif
1. Merasa putus asa dan kesepian
2. Kesulitan mengekspresikan perasaan
3. Konsentrasi menurun
Data Objektif
1.
2.
3.
4.
5.

Menangis
Mengingkari kehilangan
Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul, yaitu :
1. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan koping
individu tidak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah atau kronis.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
D. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa 1 : Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan koping
individu tidak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
1. Tujuan :
a. Klien merasa harga dirinya naik.
b. Klien mengunakan koping yang adaptif.
c. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.
2. Intervensi :
1. Merespon kesadaran diri dengan cara :
a. Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
b. Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya.
c. Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.

10

Rasional : Kesadaran diri sangat diperlukan dalam membina hubungan


terapeutik perawat klien.
2. Menyelidiki diri dengan cara :
a. Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya
b. Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan
orang lain melalui keterbukaan.
c. Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah
ada pada klien.
Rasional : Klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan dalam
penerimaan terhadap dirinya sendiri.
3. Mengevaluasi diri dengan cara :
a. Membantu klien menerima perasaan dan pikiran.
b. Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap
masalahnya.
Rasional : Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian
masalah secara konstruktif.
4. Membuat perencanaan yang realistic
a.
Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
b.
Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik.
Rasional:

Klien

membutuhkan

bantuan

perawat

untuk

mengatasi

permasalahannya dengan cara menentukan perencanaan yang realistik.


5. Bertanggung jawab dalam bertindak
a. Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah
respon maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif.
Rasional : Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses
penyelesaian masalah klien.
6. Mengobservasi tingkat depresi.
a. Mengamati perilaku klien.
b. Bersama klien membahas perasaannya.
Rasional : Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan
selanjutnya disusun dengan tepat.
7. Membantu klien mengurangi rasa bersalah.
a. Menghargai perasaan klien.
b. Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap
kenyataan.
11

c. Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.


d. Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.
Rasional : Individu dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan
bersalahnya terhadap orang yang hilang.
Diagnosa 2 : Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah /
kronis.
1. Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2. Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling perbaya dengan perawat.
b. Klien dapat memahami penyebab dari harga diri : rendah.
c. Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
d. Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.
e. Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan
komunikasi dengan orang lain.
3. Intervensi :
1. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan pikiran dan perasaannya.
Rasional : Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
2. Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah.
Rasional : Dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat
beradaptasi dengan perasaannya.
3. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi.
Rasional : Empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan
klien, tetapi tidak terlibat secara emosi.
4. Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari
dirinya.
Rasional : Meningkatkan harga diri.
5. Beri dukungan, Support dan pujian setelah klien mampu melakukan
aktivitasnya.
Rasional : Pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi.
6. Ikut sertakan klien dengan aktifitas
Rasional : Mengikut sertakan klien dalam aktivitas sehari-hari yang dapat
meningkatkan harga diri klien.
Diagnosa 3 : Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
1.
2.

3.

Tujuan Umum : Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal.


Tujuan khusus :
a. Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan.
b. Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih.
c. Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih.
d. Klien dapat merawat kukunya sendiri.
Intervensi :
12

1. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan.


Rasional : Sosialisasi bagi klien sangat diperlukan dalam proses
menyembuhkannya.
2. Menganjurkan klien untuk mandi.
Rasional : Pengertian yang baik dapat membantu klien dapat mengerti dan
diharapkan dapat melakukan sendiri.
3. Menganjurkan pasien untuk mencuci baju.
Rasional : Diharapkan klien mandiri.
4. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri.
Rasional : Diharapkan klien mandiri.
5. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi.
Rasional : Diharapkan klien mandiri
Rasional : Terapi kelompok membantu klien agar dapat bersosialisasi
dengan klien yang lain
E. Evaluasi
Hasil pasien yang diharapkan, yaitu :
1. Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka
(kehilangan) yang normal dan perilaku.
2. Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka dan
mengekspresikan perasaannya yang berhubungan dengan konsep kehilangan secara
jujur.
3. Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi dan perilaku yang berlebihan
yang

berhubungan

dengan

disfungsi

berduka

(kehilangan)

dan

mampu

melaksanakan aktifitas hidup sehari - hari secara mandiri.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Peran perawat

13

adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh


berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kehilangan dibagi dalam 4 tipe yaitu : actual loss, perceived loss (psikologis),
anticipatory loss, dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu kehilangan
seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek
eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri / aspek diri, dan kehilangan
kehidupan / meninggal. Terdapat respon kehilangan dalam lima fase, yaitu pengikaran,
marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

B. Saran
Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikansebagaiberikut:
1.

Dalam perencanaan tindakan,

harus disesuaikan

dengan kebutuhan klien pada

saat itu.
2.

Dalam perumusan diagnosa keperawatan,

harus diprioritaskan

sesuai dengan

kebutuhan ataupun kegawatan dari masalah.


3.

Selalu mendokumentasikan semua tindakan keperawatan baik yang kritis maupun


yang tidak.

14

DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian
dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman
Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG

15

Anda mungkin juga menyukai