Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG

KEHILANGAN DAN BERDUKA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

1. AINUN JARYAH ( 019.01.3620 )


2. DENISYA SUCIYATI ( 019.01.3624 )
3. DIAN APRILLIYAH ( 019.01.3626 )
4. ELSA ANTIKA LESTARI ( 019.01.3628 )
5. I NYOMAN DEVA ARDITA W ( 019.01.3633 )
6. LALU ANDRIADI ( 019.01.3636 )
7. MELINDA FUTRI ( 019.01.3639 )
8. NURUL ZURIARI AZMI ( 019.013646 )
9. SULISTIA KARTIKA ( 019.01.3652 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM


TAHUN AKADEMIK 2020/2021

1
DAFTAR ISI

Daftar Isi..............................................................................................................................i
Kata Pengantar.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang4
1.2 Permasalahan.....................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Kehilangan...............................................................................................................6
2.2 Berduka ...................................................................................................................9
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian.........................................................................................................13
3.2 Diagnosa Keperawatan .....................................................................................13
3.3 Rencana Tindakan Keperawatan ......................................................................13
3.4 Hasil Pasien Yang Diharapkan/Kriteria Pulang................................................17
3.5 Evaluasi ............................................................................................................17
3.6 Dokumentasi .....................................................................................................17
BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan .......................................................................................................19
4.2 Saran .................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................20

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Alloh SWT yang telah memberikan rahmat serta
karuniaNya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Asuhan Keperawatan tentang Kehilangan dan Berduka”.
Makalah ini berisikan penjelasan mengenai ”Infeksi Maternal yang didalamnya terdapat
penjelasan mengenai infeksi traktus genitalis dan infeksi pasca partum”. Untuk memenuhi tugas
dari mata kuliah Keperawatan Jiwa.
Kami menyadari makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.

Mataram, 29 April 2021

Penulis
( Kelompok 4 )

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu
kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih
banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit
demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk
mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila
menghadapi kondisi yang demikian.  Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan
diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan
perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang
tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima
kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks
kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak
berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka
akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan
keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami
kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika
merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-
kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian.
Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat
mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).

4
1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional.

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:
1. Tujuan umum
a. Mengetahui konsep kehilangan dan berduka.
b. Mengetahui  asuhan keperawatan pada kehilangan dan berduka disfungsional
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui jenis-jenis kehilangan.
b. Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.
c. Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.

5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kehilangan
A. Definisi kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah
suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak
kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa
kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert
dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan
atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan
suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik
sebagian atau seluruhnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. Kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. Kondisi fisik dan psikologi individu.

6
B. Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya
amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang
yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya
menjadi menurun.
C. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1. Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti
adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe
kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena
keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian
pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar
biasa dan tidak dapat ditutupi.

2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)


Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental
seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri,
kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan
dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa
aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran,
ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama,
perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang
terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.

7
4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal
termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau
bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki
tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
5. Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada
kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya.
Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
D. Rentang Respon Kehilangan
Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance
1. Fase denial
Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung
cepat, menangis, gelisah.
2. Fase anger / marah
Mulai sadar akan kenyataan
Marah diproyeksikan pada orang lain
Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “
seandainya saya hati-hati “.
4. Fase depresi
Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase acceptance
Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya
saya harus operasi “

8
E. Tanda Dan Gejala
1) Gejala yang timbul pada pasien dengan kehilangan antara lain:
a. Adaptasi terhadap kehilangan yang tidak berhasil
b. Depresi, menyangkal yang berkepanjangan
c. Reaksi emosional yang lambat
d. Tidak mampu menerima pola kehidupan yang normal
2) Tanda yang mungkin dijumpai pada pasien kehilangan antara lain:
a. Isolasi sosial atau menarik diri
b. Gagal untuk mengembangkan hubungan/ minat-minat baru
c. Gagal untuk menyusun kembali kehidupan setelah kehilangan

2.2 Berduka
A. Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada
dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi
adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang
aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan.

B. Teori dari Proses Berduka


Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan
teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan
emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka
memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.

9
1. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
1) Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas,
atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare,
detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
2) Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami
putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba
terjadi.
3) Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena
kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang
bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
4) Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa
merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap
almarhum.
5) Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase
ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah
berkembang.

10
2. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada
perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
1) Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin
seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
2) Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang
dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih
sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping
individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya
menghadapi kehilangan.
3) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk
mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
4) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan
tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan
dan mulai memecahkan masalah.
5) Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan
sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya
menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
3. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang
tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada
faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari
kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut
sampai 3-5 tahun.

11
4. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
1) Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
2) Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang
melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling
akut.
3) Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki
kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk
menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA
ENGEL (1964) KUBLER- MARTOCCHIO (1985) RANDO (1991)
ROSS (1969)
Shock dan tidak percaya Menyangkal Shock and disbelief Penghindaran
Berkembangnya  kesadaran Marah Yearning and protest
Restitusi Tawar-menawar Anguish, disorganization and Konfrontasi
despair
Idealization Depresi Identification in bereavement
Reorganization / the out come Penerimaan Reorganization and restitution akomodasi

BAB III
ASKEP BERDUKA DISFUNGSIONAL

12
3.1 Pengkajian
Data yang dapat dikumpulkan adalah:
1. Perasaan sedih, menangis.
2. Perasaan putus asa, kesepian
3. Mengingkari kehilangan
4. Kesulitan mengekspresikan perasaan
5. Konsentrasi menurun
6. Kemarahan yang berlebihan
7. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
8. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
9. Reaksi emosional yang lambat
10. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis.
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan koping individu tak
efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.

3.3 Rencana Tindakan Keperawatan


 Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis
 Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
 Tujuan Khusus :
- Klien dapat membina hubungan saling perbaya dengan perawat.
- Klien dapat memahami penyebab dari harga diri : rendah.
- Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
- Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.
- Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan komunikasi
dengan orang lain.
 Intervensi

13
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien. R/ Rasa percaya merupakan dasar
dari hubungan terapeutikyang mendukung dalam mengatasi perasaannya.
2. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan fikiran dan perasaannya. R/ Motivasi
meningkatkan keterbukaan klien.
3. Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah. R/ Dengan mengetahui penyebab
diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perasaannya.
4. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi. R/
Empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan klien, tetapi tidak
terlibat secara emosi.
5. Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya. R/
Meningkatkan harga diri.
6. Beri dukungan, Support dan pujian setelah klien mampu melakukan aktivitasnya.
R/ Pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi.
7. Ikut sertakan klien dengan aktifitas yang R/ Mengikut sertakan klien dalam
aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan harga diri klien.
 Gangguan konsep diri; harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak
efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
 Tujuan :
- Klien merasa harga dirinya naik.
- Klien mengunakan koping yang adaptif.
- Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.
 Intervensi
1) Merespon kesadaran diri dengan cara :
a. Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
b. Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya.
1) Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik. R/ Kesadaran diri
sangat diperlukan dalam membina hubungan terapeutik perawat–klien.

2) Menyelidiki diri dengan cara :

14
a. Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
b. Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang
lain melalui keterbukaan.
c. Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada
pada klien. R/ klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan dalam
penerimaan terhadap dirinya sendiri.
3) Mengevaluasi diri dengan cara :
a. Membantu klien menerima perasaan dan pikiran.
b. Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
R/ Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah
secara konstruktif.
c. Membuat perencanaan yang realistik.
d. Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
e. Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik.
R/ Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya
dengan cara menentukan perencanaan yang realistik.
4) Bertanggung jawab dalam bertindak.
a. Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah
respon maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif.
R/ Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian
masalah klien.
b. Mengobservasi tingkat depresi.
c. Mengamati perilaku klien.
d. Bersama klien membahas perasaannya.
R/ Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan
selanjutnya disusun dengan tepat.

5) Membantu klien mengurangi rasa bersalah.

15
a. Menghargai perasaan klien.
b. Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap
kenyataan.
c. Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.
d. Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.
R/ Individu dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan
bersalahnya terhadap orang yang hilang.
 Defisit perawatan diri berhubungan dengan intolenransi aktivitas.
 Tujuan Umum : Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal.
 Tujuan khusus :
- Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan.
- Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih.
- Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih.
- Klien dapat merawat kukunya sendiri.
 Intervensi :
- Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan. R/ Sosialisasi bagi klien
sangat diperlukan dalam proses menyembuhkannya.
- Menganjurkan klien untuk mandi. R/ Pengertian yang baik dapat membantu klien
dapat mengerti dan diharapkan dapat melakukan sendiri.
- Menganjurkan pasien untuk mencuci baju. R/ Diharapkan klien mandiri.
- Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri. R/ Diharapkan klien
mandiri.
- Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi. R/ Diharapkan klien mandiri R/
Terapi kelompok membantu klien agar dapat bersosialisasi dengan klien yang
lain.

3.4 Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang

16
1. Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka yang
normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap tahap.
2. Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka dan
mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga konsep kehilangan
secara jujur.
3. Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-perilaku yang
berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan mampu melaksanakan
aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri.

3.5 Evaluasi
Keberhasilan tindakan keperawatan tampak dari kemampuan pasien untuk :
1. Mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat,

2. Mampu mengenali peristiwa kehilangan yang dialami Pasien,

3. Memahami dan menerima hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan
dirinya,

4. Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya,

5. Memanfaatkan faktor pendukung.

3.6 Dokumentasi
Dokumentasi asuhan keperawatan dilakukan pada setiap tahap proses keperawatan yang
meliputi dokumentasi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi
tindakan keperawatan, dan evaluasi.

17
CONTOH KASUS
Seorang ibu rumah tangga, Ny.N baru saja ditinggal pergi suaminya yang meninggal secara
tiba-tiba. setelah ditinggalkan, keluarga mengatakan klien mengalami gangguan dalam
menjalankan perannya sebagai ibu semenjak suaminya meninggal karena meminum racun
ditempat ia bekerja. menurut kesaksian ada seseorang yang melihat sosok Tn. B sudah tak
bernafas dan mulut berbusa ketika ditemukan ditempat kerja. keluarga mengatakan bahwa 1
minggu yll Ny.N minta cerai pada Tn.B klien mengungkapkan bahwa dirinya merasa hampa
dalam hidupnya dan mengatakan bahwa dirinya yang berdosa atas meninggalnya suami. ketika
diamati, pasien terlihat berbicara dengan nada marah, dan membentak, kadang-kadang terlihat
melamun walaupun bersama orang lain.

ANALISIS DATA
Ds :
Keluarga mengatakan klien mengalami gangguan dalam menjalankan perannya sebagai ibu.
Klien mengungkapkan bahwa dirinya merasa hampa dalam hidupnya dan mengatakan bahwa
dirinya yang berdosa atas meninggalnya suami.
Do :
Pasien terlihat berbicara dengan nada marah, dan membentak, kadang-kadang terlihat melamun
walaupun bersama orang lain.

18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan
atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan
suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik
sebagian atau seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA
merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek
atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas
normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan,
objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal,
atau kesalahan/kekacauan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka,
mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5
katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai, kehilangan
lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri
sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.
Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran,
marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
4.2 Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini akan
tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang

19
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi untuk
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.


Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan
Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk
Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

20

Anda mungkin juga menyukai