Anda di halaman 1dari 28

PENGEMBANGAN APLIKASI ELECTRONIC HEALTH CARE

(eASTHMACARE) PADA ANAK DENGAN ASMA

Disusun oleh:

NS. KADEK CAHYA UTAMI, M.KEP

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2017
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah

melimpahkan wara nugraha-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis

dengan judul “Pengembangan Aplikasi Electronic Health Care (easthmacare) pada

anak dengan asma”. Penulisan karya tulis ini dilakukan dalam rangka meningkatkan

pengetahuan mahasiswa terkait penerapan teknologi informasi kesehatan dalam

meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan.

Penyusunan karya tulis ini dapat terlaksana atas bantuan, bimbingan, dan kerjasama

antar staf dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana. Penulisan karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna sehingga

diharapkan adanya saran dan kritik yang membangun.

Akhir kata, saya berharap Ida Sang Hyang Widhi Wasa membalas kebaikan semua

pihak yang telah membantu. Semoga karya tulis ini membawa manfaat bagi

pengembangan ilmu keperawatan.

Denpasar, April 2017

Penulis
3

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... 1


Kata Pengantar ...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI......................................................................................................... 3
Abstrak .................................................................................................................. 4
Latar Belakang ..................................................................................................... 5

Kajian Literatur ..................................................................................................... 6

Pembahasan .......................................................................................................... 15

Simpulan ............................................................................................................... 22

Rekomendasi ......................................................................................................... 23

Daftar Pustaka
4

PENGEMBANGAN APLIKASI ELECTRONIC HEALTH CARE

(eASTHMACARE) PADA ANAK DENGAN ASMA

Abstrak

Asma merupakan gangguan inflamasi kronis saluran pernafasan yang bersifat

reversible dan fluktuatif, dapat menimbulkan eksaserbasi dengan gejala ringan

sampai berat bahkan menimbulkan kematian. Faktor yang berkontribusi terjadinya

eksaserbasi ini adalah kurangnya kemampuan pasien dan keluarga dalam melakukan

manajemen diri yang baik (self management). e-Healthcare merupakan teknologi

informasi kesehatan yang efektif untuk memfasilitasi manajemen diri pasien asma,

salah satunya melalui aplikasi online diary (eAsthmaCare). Aplikasi ini dapat

digunakan pada media PC, laptop, tablet, ataupun smartphone. Tujuan aplikasi ini

adalah keluarga dan pasien mampu mengkaji, memonitoring dan menginput data

terkait tanda dan gejala asma setiap harinya. Data yang telah diinput akan diberikan

umpan balik oleh tenaga kesehatan terkait pemberian medikasi dan edukasi. Dengan

demikian diharapkan keluarga termotivasi dalam mengelola masalah kesehatan yang

dihadapi anggota keluarga secara mandiri di rumah. Hal ini tentunya berdampak

pada penurunan kunjungan ke pelayanan kesehatan atau hospitalisasi pada anak.

Kata Kunci: Asma, self-management, eAsthmaCare


5

LATAR BELAKANG

Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) mendefinisikan asma sebagai gangguan

inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan episode mengi berulang, sesak

nafas, rasa dada tertekan dan batuk. Gejala umumnya bersifat reversible dan

fluktuatif (hilang timbul) dengan atau tanpa pengobatan (Ditjen PP & PL Depkes RI,

2009). Fluktuatif dalam hal ini mengandung pengertian bahwa dalam periode tertentu

dapat tenang tanpa gejala dan tidak mengganggu aktifitas, namun dalam kondisi

darurat yang tidak mendapat penanganan cepat dan tepat, dapat menimbulkan

eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan menimbulkan kematian.

Prevalensi asma di dunia berkisar antara 1-18% di berbagai negara yang berbeda

(GINA, 2012a). Data WHO menyebutkan terdapat sekitar 300 juta orang yang

menderita asma dan diperkirakan pada tahun 2025 meningkat mencapai angka 400

juta. Riskesdas 2013 menyampaikan prevalensi asma di Indonesia mencapai 4,5%,

terdapat peningkatan 1% dari Riskesdas tahun 2007. Pasien berusia rata-rata kurang

dari 45 tahun, dengan prevalensi anak-anak bervariasi mulai 3,8% sampai dengan 5,6

%, dimana sebagian besar adalah perempuan (Balitbangkes Depkes RI, 2013). Angka

kematian akibat asma juga cukup tinggi diperkirakan mencapai 250.000 orang per

tahun (GINA, 2012b).

Tingginya angka kejadian, kekambuhan, dan angka kematian pasien anak dengan

asma disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan kemandirian pasien dan keluarga

dalam melakukan manajemen diri yang baik (self management). Manajemen diri

yang baik dapat meningkatkan kemampuan anak dalam menyampaikan gejala yang
6

muncul, mengingat jadwal pemakaian obat, apa yang dilakukan untuk menangani

gejala, serta kapan harus dibawa ke fasilitas kesehatan. Manajemen diri akan berjalan

efektif bila terdapat objek atau media yang dapat memandu dan mengingatkan

aktivitas tersebut. Ketersediaan media berupa internet dan media digital lainnya

merupakan salah satu upaya mendukung implementasi manajemen diri sehingga

dapat meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengelola pasien asma secara

mandiri (Morrison, Wyke, Agur, Cameron, Docking, Mackenzie, McConnachie,

Raghuvir, Thomson, & Mair, 2014).

eAsthmaCare merupakan salah satu aplikasi berbasis internet yang mengembangkan

program online diary yang berfokus pada pemantauan dan edukasi untuk

memfasilitasi manajemen mandiri pasien di rumah. Aplikasi ini membantu

komunikasi dua arah antara pemberi pelayanan kesehatan dengan pasien atau

keluarga tanpa harus bertatap muka. sehingga dapat menurunkan angka kunjungan ke

pelayanan kesehatan dan hospitalisasi pada anak (Lin, Chiang, Wen, Yeh, & Huang,

2014).

KAJIAN LITERATUR

Teknologi diartikan sebagai barang-barang, benda-benda, atau alat-alat yang sukses

dibikin oleh manusia untuk meringankan serta menggampangkan realisasi hidupnya

di dalam dunia. Teknologi menunjukkan tentang bentuk dari karya cipta serta karya

seni (Yunani Techne) manusia sebagai Homo Technicus. Dari sini muncullah arti

“teknologi”, yang bermakna pengetahuan yang pelajari tentang “techne” manusia.

Teknologi juga penerapan keilmuan yang pelajari serta mengembangkan kekuatan


7

dari satu rekayasa dengan langkah serta tehnik spesifik di dalam satu bidang.

Teknologi adalah aplikasi pengetahuan serta engineering untuk mengembangkan

mesin serta prosedur supaya memperluas serta melakukan perbaikan situasi manusia

atau sekurang-kurangnya melakukan perbaikan efisiensi manusia pada beberapa

aspek. Sedangkan informasi adalah data yang telah diklasifikasi atau diolah atau

diinterpretasikan untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Teknologi

Informasi lebih kepada teknologi yang dipakai untuk mendukung seluruh aktivitas

Sistem Informasi.

Sistem informasi manajemen, istilah yang umum dikenal orang sebagai sebuah

sistem manusia/mesin yang terpadu (integrated) untuk menyajikan informasi guna

mendukung fungsi operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan dalam sebuah

organisasi. Sistem ini menggunakan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak

(software) komputer, prosedur pedoman, model manajemen dan keputusan, dan

sebuah data base. Sistem Informasi Manajemen merupakan sistem informasi yang

menghasilkan hasil keluaran (output) dengan menggunakan masukan (input) dan

berbagai proses yang diperlukan untuk memenuhi tujuan tertentu dalam suatu

kegiatan manajemen.Supaya informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi dapat

berguna bagi manajamen, maka analisis sistem harus mengetahui kebutuhan-

kebutuhan informasi yang dibutuhkannya, yaitu dengan mengetahui kegiatan-

kegiatan untuk masing-masing tingkat (level) manajemen dan tipe keputusan yang

diambilnya. Berdasarkan pada pengertian-pengertian di atas, maka terlihat bahwa

tujuan dibentuknya Sistem Informasi Manajemen atau SIM adalah supaya organisasi

memiliki informasi yang bermanfaat dalam pembuatan keputusan manajemen, baik

yang meyangkut keputusan-keputusan rutin maupun keputusan-keputusan yang


8

strategis. Sehingga SIM adalah suatu sistem yang menyediakan kepada pengelola

organisasi data maupun informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas

organisasi.

Teknologi informasi tidak dapat dipisahkan dengan sistem komputer. Sistem

komputer merupakan gabungan dari berbagai perangkat keras (hardware), perangkat

lunak (software), dan perangkat otak (brainware). Perangkat keras meliputi peralatan

teknologi yang terdiri dari beragai alat dengan basis komputer, yaitu personal

computer (PC), monitor, keyboard. Selanjutnya perangkat lunak terdiri dari sistem

untuk mengoperasikan perangkat keras yang berupa program-program. Sedangkan

perangkat otak merupakan penghubung antara perangkat keras dan perangkat lunak

yang satu dengan perangkat keras dan perangkat lunak yang lain, yang dapat berupa

segala sumber daya terkait hubungan antara perengkat, termasuk pelaku dan

pengguna perangkat (Pangestu, 2007).

Beberapa manfaat atau fungsi teknologi informasi antara lain adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan aksesibilitas data yang tersaji secara tepat waktu dan akurat

bagi para pemakai, tanpa mengharuskan adanya prantara sistem informasi.

b. Menjamin tersedianya kualitas dan keterampilan dalam memanfaatkan sistem

informasi secara kritis.

c. Mengembangkan proses perencanaan yang efektif.

d. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan akan keterampilan pendukung sistem

informasi.

e. Menetapkan investasi yang akan diarahkan pada sistem informasi.

f. Mengantisipasi dan memahami konsekuensi-konsekuensi ekonomis dari

sistem informasi dan teknologi baru.


9

g. Memperbaiki produktivitas dalam aplikasi pengembangan dan pemeliharaan

sistem.

h. Organisasi menggunakan sistem informasi untuk mengolah transaksi-

transaksi, mengurangi biaya dan menghasilkan pendapatan sebagai salah satu

produk atau pelayanan mereka.

Memiliki akses informasi yang tepat waktu, lengkap, akurat, mudah dibaca, dan

relevan dengan perkembangan kekinian sangat penting untuk pelayanan kesehatan

baik itu bagi kepentingan administrasi pelayanan kesehatan , tenaga kesehatan dan

dan pasien yang mereka layani. Pada saat yang sama, permintaan untuk informasi

meningkat, kemajuan teknologi memiliki potensi untuk mengubah cara perawatan

kesehatan. Kegunaan teknologi informasi saat ini telah mencakup hampir di semua

bidang ilmu, tidak terkecuali di bidang ilmu keperawatan. Saat ini perkembangan

bidang teknologi sangat berkembang pesat terutama dalam dunia IT (Informatic

Technology). Perkembangan dunia IT berimbas juga pada perkembangan berbagai

macam aspek kehidupan manusia. Salah satu aspek yang terkena efek perkembangan

dunia IT adalah kesehatan. Dewasa ini dunia kesehatan modern telah memanfaatkan

perkembangan teknologi untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas dalam

pelaksanaannya. Diharapkan dengan berkembangnya teknologi di bidang kesehatan

terutama keperawatan, serta semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi

(ICT), maka diharapkan pelayanan yang diberikan akan semakin berkualitas dan

dapat dipertanggung jawabkan.

Teknologi Informasi Kesehatan/ Health Information Technology (HIT) didefinisikan

sebagai penerapan pengolahan informasi yang melibatkan baik hardware dan

software komputer yang berhubungan dengan penyimpanan, pencarian, berbagi, dan


10

penggunaan informasi kesehatan, data, dan pengetahuan untuk komunikasi dan

pengambilan keputusan . Sistem HIT mencakup catatan kesehatan elektronik (EHR),

penyedia order entry terkomputerisasi (CPOE), sistem pendukung keputusan klinik

(CDSS), hasil pelaporan elektronik, resep elektronik, informatika kesehatan

konsumen / mendukung keputusan pasien, komputasi mobile, telemedicine,

komunikasi administrasi kesehatan elektronik, pertukaran data jaringan, pengetahuan

pengambilan

Menurut Ball dan Dauglas (2011) manfaat penggunaan HIT adalah sebagai berikut:

a. Pengurangan masa rawat karena untuk pengambilan catatan cepat, penjadwalan,

dan koordinasi perawatan dan tim kesehatan lain efektif.

b. Peningkatan komunikasi status kesehatan pasien untuk perawatan klinis yang

lebih baik, terutama dalam bagian gawat darurat dan rawat inap.

c. Mengurangi kesalahan medis dan efek samping dalam resep dan obat-obatan

karena instruksi yang jelas.

d. Biaya administrasi menurun dampak dari masa rawat yang berkurang

e. Kualitas dokumentasi pelaporan lebih baik melalui catatan medis elektronik.

f. Pemberdayaan keputusan melalui transmisi elektronik suara, data, dan gambar.

g. Catatan kesehatan pribadi yang komprehensif.

h. Protokol keamanan dan privasi yang aman

Pemanfaatan teknologi informasi juga dibutuhkan khususnya dalam bidang

keperawatan. Teknologi informasi disini dapat membantu perawat dalam

merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien

yang dirawatnya. Efesiensi dan efektifitas waktu serta tenaga yang dapat dihemat
11

oleh penggunaan teknologi informasi menjadi sangat bermanfaat bagi perawat

sehingga perawat dapat lebih berkonsentrasi pada kualitas pelayanan yang diberikan.

Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional sesuai standar,

diawali dari pengkajian sampai dengan evaluasi yang mana disertai dengan sistem

pendokumentasian yang baik, maka perawat dapat dikatakan mempunyai peranan

besar dalam kontribusinya bagi pelayanan kesehatan dalam upaya peningkatan mutu

pelayanan kesehatan. Namun, kenyataannya dilapangan, dokumentasi asuhan

keperawatan yang dilaksanakan masih secara manual dan konvensional serta belum

disertai dengan sistem atau perangkat tehnologi yang memadai sehingga dalam

praktik keperawatan sering kali terjadi kelalaian. Hal ini dikarenakan, perkembangan

teknologi informasi di Indonesia belum secara luas dimanfaatkan dengan baik oleh

perawat khususnya di pelayanan rumah sakit, terutama pelayanan keperawatan.

Untuk itu, dengan adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini,

maka sangat memungkinkan perawat untuk memiliki sistem pendokumentasian

asuhan keperawatan yang lebih baik dengan menggunakan tegnologi informasi.

Menurut Sukihananto (2010), salah satu media penting dari komputer dalam sistem

informasi keperawatan adalah penggunaannya dalam pendokumentasian pelaksanaan

asuhan keperawatan oleh perawat.

Patient safety pada keperawatan merupakan upaya pencegahan injury yang

disebabkan langsung oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri. Perawat sebagai

tenaga kesehatan memiliki tanggung jawab kepada pasien selama berada di rumah

sakit. Salah satu cara untuk meningkatkan Patient safety adalah dengan

menggunakan teknologi informasi. Penggunaan teknologi informasi telah banyak

terbukti lebih efektif dalam meningkatkan keamanan pasien. Adapun penggunaan


12

teknologi informasi itu seperti pendokumentasian asuhan keperawatan dan

pemberian obat intravena secara terus menerus. Salah satu teknologi informasi yang

digunakan adalah PDA (personal digital assistance). PDA merupakan alat computer

genggam portable dan dapat dipegang tangan yang didesain sebagai organizer

individu. Perawat dapat bertukar informasi penting seperti perhitungan tetesan infus,

kalkulator konversi, kamus medis, interpretasi laboratorium, dosis obat, dan efek

samping adalah sebagian dari banyak aplikasi yang dapat diperoleh melalui port

inframerah pada perangkat genggam mereka (Anthony, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lin et al. (2014), sistem electronic

health care (e-HealthCare) merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan

manajemen diri pasien asma. Salah satu program yang dikembangkan dalam

penelitian ini adalah eAsthmaCare. eAsthmaCare merupakan perangkat yang

dikembangkan oleh JavaTM Servlet (JSP technology). Desain infrastruktur sistem ini

meliputi monitoring tier, communication tier, management tier, analysis tier, dan

database tire. Hubungan antara kelima unsur tersebut terlihat dalam skema berikut

ini:
13

Gambar 1. Skema Desain Infrastruktur eAsthmaCare (Lin et al., 2014)

Program ini berfokus pada upaya monitoring tanda dan gejala asma serta edukasi

melalui sistem pencatatan online harian (online diary) dengan tujuan meningkatkan
14

kemampuan keluarga dan pasien dalam melakukan manajemen diri yang baik (self-

management) terhadap penyakit kronis melalui 5 lingkup program, yaitu:

(1) Catatan harian asma (online asthma diary)

Keluarga melaporkan Arus Puncak Ekspirasi (APE) dan kondisi harian pasien

terkait tanda dan gejala asma sebanyak dua kali dalam sehari pada pagi dan

malam hari. Pelaporan dan pencatatan bisa dilakukan menggunakan smartphone,

laptop, tablet, atau PC yang terhubung pada jaringan internet. Apabila pasien atau

keluarga belum menyelesaikan laporan karena kendala tertentu seperti tidak

adanya sinyal internet, pasien atau keluarga dapat mengisi pada hari berikutnya

dengan menggunakan program data update.

(2) Pengkajian asma jarak jauh (remote asthma assessment)

Dalam melakukan pengkajian asma jarak jauh, program ini menggunakan

kuesioner yang diadaptasi dari Asthma Related Quality of Life (ARQL). Terdiri

atas 35 pertanyaan yang harus dijawab dan dicatat oleh pasien atau keluarga,

antara lain meliputi lima domain, yaitu (1) pengaruh gejala asma terhadap

keseharian anak, (2) pengaruh asma terhadap kehidupan anak, (3) pengaruh asma

terhadap interaksi sosial, (4) kemampuan manajemen mandiri asma, dan (5)

pengaruh emosi terhadap hubungan dengan orang tua. Semua pertanyaan dijawab

berdasarkan data selama empat minggu sebelumnya.

(3) Peringatan waspada asma (instantaneous asthma alert)

Berdasarkan data yang diinput terkait gejala asma harian dan kualitas hidup

pasien, sistem ini kemudian mengevaluasi risiko asma dengan menggunakan

“The Asthma Threshold” untuk menentukan derajat peringatan waspada asma,

seperti pada sistem triase yang menggunakan kategori tiga warna (merah, kuning,
15

dan hijau). Sistem ini juga menggunakan model “Chart Plotter” yang akan

memberikan tanda peringatan (high light) pada area risiko tinggi. Hal ini

berfungsi seperti short message service (SMS) yang akan menginformasikan

kepada tenaga kesehatan bila ada situasi gawat darurat yang membutuhkan

penanganan segera.

(4) Pendidikan kesehatan terkait asma (asthma health education)

Setelah klasifikasi peringatan waspada asma dilakukan, program selanjutnya

menyampaikan informasi pendidikan kesehatan terkait kondisi pasien. Informasi

diberikan dengan tetap memperhatikan tingkat pendidikan orang tua yang telah

diinput pada sistem. Pendidikan kesehatan dapat berupa pengenalan tanda dan

gejala sampai dengan medikasi yang bisa dilakukan mandiri di rumah.

(5) Diagrammatical clinical support

Semua data yang diinput oleh pasien atau keluarga akan ditampilkan dalam

bentuk diagram online yang bisa diakses oleh pasien dan tenaga kesehatan.

Sistem ini menjamin adanya interaksi secara kontinyu dan berkesinambungan

antara pasien, petugas kesehatan, dan petugas pengolah data.

PEMBAHASAN

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang

berperan, menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan

batuk. Gejala penyakit yang muncul terutama pada malam hari atau dini hari

umumnya bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan (Ditjen PP & PL Depkes

RI, 2009). Gejala asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dalam periode

tertentu dapat tenang tanpa gejala dan tidak mengganggu aktifitas, namun bila
16

penanganan tidak cepat dan tepat dapat menimbulkan eksaserbasi dengan gejala

ringan sampai berat bahkan menimbulkan kematian.

Pengelolaan asma secara mandiri oleh pasien (self-management) dapat menurunkan

morbiditas dan meningkatkan outcome perbaikan pasien. Strategi manajemen asma

yang baik membutuhkan komitmen dari pasien dan keluarga untuk terlibat aktif

dalam proses perawatan dengan melakukan pemantauan rutin. Pemantauan rutin

merupakan dasar manajemen asma yang tepat, dimana pemantauan rutin terhadap

gejala asma dapat memberikan informasi mengenai hal-hal yang bisa dilakukan

untuk mengimplementasikan manajemen mandiri, antara lain memodifikasi aktivitas,

gaya hidup, dan lingkungan, menggunakan obat sesuai aturan dan kebutuhan, serta

mencari pertolongan medis bila dibutuhkan. Hal ini diharapkan dapat menurunkan

frekuensi eksaserbasi dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Manajemen mandiri

yang tepat akan meningkatkan peran aktif dari pasien dan orang tua dalam

pemenuhan kebutuhan kesehatannya. Hal ini sejalan dengan prinsip keperawatan

anak, yaitu family centered care, dimana keluarga dilibatkan secara aktif dalam

perawatan pasien (Hockenberry & Wilson, 2007).

Salah satu upaya untuk memfasilitasi implementasi manajemen mandiri pasien dan

keluarga adalah melalui pemanfaatan teknologi informasi kesehatan, khususnya

untuk pengobatan atau pemantauan jarak jauh (telemedicine atau telemonitoring).

Telemedicine atau telemonitoring dapat berupa aplikasi berbasis internet murni (e-

Healthcare) atau dikombinasikan dengan menggunakan mobile device sebagai sarana

pendukungnya (mobile health (mHealth)). eAsthmaCare merupakan salah satu


17

aplikasi berbasis internet yang mengembangkan program online diary untuk

memfasilitasi manajemen mandiri pasien di rumah. Sistem ini mengkombinasikan

antara e-Healthcare dengan mobile health (mHealth) karena pada sistem perekaman

catatan dan laporan dari pasien atau keluarga dapat menggunakan mobile device,

seperti smartphone atau tablet computer yang terhubung dengan jaringan internet.

Implementasi manajemen mandiri melalui pemanfaatan teknologi informasi

kesehatan (e-Healthcare dan mHealth) memberikan manfaat yang efektif dalam

meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit kronis yang membutuhkan

pemantauan jangka panjang. Hal ini didukung dari hasil penelitian Sun, Wang, Guo,

dan Peng (2013), yang menyatakan bahwa teknologi mHealth dapat menurunkan

frekuensi hospitalisasi, meningkatnya keamanan pasien, menurunnya biaya

perawatan, meningkatkan self-management, meningkatkan kualitas hidup,

mengurangi kesalahan pemberian pelayanan, serta meningkatkan kualitas dan

kuantitas komunikasi antar tim kesehatan. Menurunnya kunjungan ke pelayanan

kesehatan dan frekuensi hospitalisasi juga dapat menurunkan peristiwa traumatik

pada anak (atraumatic care) (Hockenberry & Wilson, 2007). Penelitian lain yang

menyatakan keberhasilan teknologi informasi kesehatan dalam mengoptimalkan

manajemen diri pasien dan keluarga adalah penelitian pada pasien anak dengan

diabetes melitus tipe 1, dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa telemedicine

dapat membantu pasien mengontrol kadar glukosa darahnya secara mandiri (Guljas,

Ahmed, Chang, & Whitlock, 2014). Terkait dengan keselamatan pasien, penelitian

yang dilakukan oleh Sittig dan Singh (2012), menyatakan bahwa monitoring yang

dilakukan secara terus menerus melalui tablet atau smartphone menjamin tidak
18

terputusnya program pengobatan yang telah direncanakan, terutama untuk pasien

dengan penyakit kronis. Teknologi informasi juga dapat meningkatkan keselamatan

pasien melalui beberapa strategi antara lain meningkatkan komunikasi antar petugas

kesehatan, memberikan akses informasi, mengharuskan informasi yang dibuat dalam

kondisi lengkap, dan membantu dalam kalkulasi, monitoring, mendukung

pengambilan keputusan, serta memberikan respon yang cepat terhadap kondisi yang

tidak diinginkan (Harrington, 2012) .

eAsthmaCare merupakan aplikasi yang komprehensif karena monitoring tidak hanya

didasarkan pada tanda dan gejala fisik dari asma, namun sampai dengan pemantauan

kualitas hidup pasien asma terkait emosi (psikologis) dan interaksi sosial pasien

menggunakan ARQL. Hal ini sangat sesuai dengan prinsip perawatan anak dengan

penyakit kronis, yaitu tidak hanya berfokus pada pengobatan penyakit, namun

bagaimana suatu intervensi kesehatan yang diberikan dapat mengoptimalkan kualitas

hidup pasien (Bowden & Greenberg, 2010). Monitoring secara kontinyu dibutuhkan

untuk mencegah kekambuhan dan membantu pasien mengontrol asmanya. Menurut

GINA (2012a), ASMA terkontrol dapat dilihat dari karakteristik gejala harian,

pembatasan aktivitas, gejala nokturnal, kebutuhan akan reliever, fungsi paru yang

dapat diobservasi dengan APE (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009), dan frekuensi

eksaserbasi.

Monitoring APE juga merupakan salah satu data yang wajib diinput dalam sistem

eAsthmaCare sebanyak dua kali sehari pada pagi dan malam hari. Monitoring APE

bermanfaat untuk menilai beratnya asma, derajat variasi diurnal, respon pengobatan
19

saat serangan akut dan pengobatan jangka panjang, deteksi perburukan kondisi,

pedoman dalam pemberian terapi, serta mengidentifikasi faktor pencetus seperti

alergen. Pengukuran APE dianjurkan untuk pemantauan sehari-hari di rumah,

idealnya untuk penderita asma persisten berusia diatas 5 tahun, terutama bagi

penderita pasca perawatan di rumah sakit, penderita yang sulit atau tidak mengenal

perburukan melalui gejala, padahal memiliki risiko tinggi untuk mendapat serangan

yang mengancam jiwa. Pada pengelolaan asma secara mandiri, pengukuran APE

dapat digunakan untuk membantu kesepakatan dokter dan pasien dalam pengobatan

atau self medication, seperti mengetahui apa yang membuat asma memburuk,

memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan berjalan baik,

memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan penambahan atau penghentian

obat, dan memutuskan kapan penderita meminta bantuan medis (Ditjen PP & PL

Depkes RI, 2009).

Keunggulan lain dari eAsthmaCare adalah semua data yang diinput disajikan dalam

bentuk diagram yang memudahkan untuk membaca kondisi pasien, adanya

pengklasifikasian pasien berdasarkan berat ringannya gejala (merah, kuning, hijau),

serta adanya tanda peringatan yang diberikan pada situasi kegawatdaruratan sehingga

prioritas tindakan bisa dilakukan. Keberadaan program data update juga

memudahkan keluarga atau pasien mengisi kembali catatan harian pada hari

berikutnya, bila lupa atau berada di daerah yang tidak ada sinyal internet sehingga

data yang diinput tidak terputus. Rekaman data kesehatan yang terdapat pada

Asthma e-Healthcare Database juga dapat diakses dengan mudah untuk kepentingan

penelitian sehingga membuat data dalam sistem menjadi lebih bermakna. Selain itu,
20

data kesehatan yang terkomputerisasi dapat digunakan sebagai bahan ajar mahasiswa

keperawatan sebelum melaksanakan praktik klinik di rumah sakit. Data kesehatan

tersebut dapat disusun dalam bentuk studi kasus atau simulasi laboratorium yang

membantu mahasiswa memahami proses dan manajemen penyakit berdasarkan

kondisi nyata di lapangan (Kowitlawakul, Wang, & Chan, 2013).

Sistem eAsthmaCare memiliki kelemahan, yaitu edukasi yang diberikan sebagai

umpan balik dari data yang telah diinput, bisa diberikan oleh setiap petugas

kesehatan yang bertugas saat itu, sehingga terdapat kemungkinan petugas kesehatan

tersebut bukanlah petugas yang pernah merawat pasien sebelumnya. Hal ini

terkadang menyebabkan adanya pengulangan edukasi yang diberikan. Kelemahan

lain bila diaplikasikan di Indonesia selain keberadaan sinyal internet yang belum

menjangkau seluruh daerah di Indonesia, sistem ini juga mewajibkan pelaporan APE

dua kali sehari, dimana untuk melaporkan hal tersebut diperlukan alat spirometri

untuk semua pasien di rumah, dan di Indonesia hanya kalangan terbatas yang mampu

menyediakan alat spirometri di rumah secara mandiri.

Sistem ini akan menjadi lebih lengkap bila dikombinasikan dengan beberapa aplikasi

lain seperti ADAM (Automated Device for Asthma Monitoring) dan EMA

(Ecological momentary assessment). ADAM menggunakan perekam digital

(Olympus WS-331M), sebuah mikrofon eksternal kecil terpasang pada kerah kemeja

untuk merekam suara nafas pasien. Suara nafas akan diidentifikasi oleh tenaga

kesehatan apakah suara nafas yang terekam termasuk dalam gejala asma (batuk,

wheezing, atau yang lain) (Rhee, Miner, Sterling, Halterman, & Fairbanks, 2014).
21

EMA menggunakan sistem SMS untuk menilai gejala asma dan kepatuhan dalam

program pengobatan. SMS merupakan sistem yang bersifat interaktif, dimana pasien

dapat melakukan komunikasi langsung dan mendapatkan umpan balik dari petugas

kesehatan (Mulvaney, Ho, & Johnson, 2013). Dengan demikian petugas kesehatan,

khususnya perawat tetap dapat menjalankan peran sebagai care giver, health

educator, dan collaborator. Perawat harus mampu memberikan asuhan yang

menyertakan unsur caring meskipun tidak bertemu langsung dengan pasien

(Doswell, Braxter, DeVito Dabbs, Nilsen, & Klem, 2013). Intervensi via SMS juga

dinyatakan dapat mendukung pengelolaan asma secara mandiri. SMS dan telepon

masih menjadi pilihan utama untuk telemonitoring karena masih merupakan

teknologi yang paling luas jangkauannya tanpa terganggu keberadaan sinyal internet

atau spesifikasi mobile device (de Jongh, Gurol-Urganci, Vodopivec-Jamsek, Car, &

Atun, 2012). Penelitian lain juga menyatakan bahwa telehealth melalui SMS dan

telepon yang dilakukan kepada 30 keluarga pasien dengan penyakit gagal jantung

pasca hospitalisasi selama 30 hari, dapat mengurangi beban pengasuhan keluarga,

meningkatkan kemampuan keluarga mengelola stress, dan meningkatkan fungsi

keluarga dalam proses perawatan (Chiang, Chen, Dai, & Ho, 2012). Sistem

eAsthmaCare juga akan semakin lengkap bila dilengkapi dengan sistem alarm yang

dapat mengingatkan pasien atau keluarga bila pengisian data kurang lengkap seperti

pada program aplikasi Wireless Pain Intervention Program (WPIP) untuk monitoring

nyeri jarak jauh (Jacob, Duran, Stinson, Lewis, & Zeltzer, 2013).

Berdasarkan manfaat, kelebihan, dan kekurangan dari implementasi eAsthmaCare,

tentunya memiliki implikasi besar bagi dunia keperawatan. Sebagian besar peran
22

perawat dapat diaplikasikan melalui sistem ini, antara lain perawat sebagai pendidik

dan konselor, dimana perawat dapat memberikan edukasi dan bimbingan untuk

melaksanakan manajemen mandiri pasien dan keluarga di rumah, sebagai advokat,

karena sistem ini dapat meningkatkan keselamatan pasien dengan menjamin

pemantauan dan pengobatan secara terus menerus. Implikasi dari program ini tidak

hanya pada praktik keperawatan di rumah sakit, namun juga berimplikasi pada

proses pendidikan dan penelitian, dimana seperti yang dijelaskan di atas, rekaman

data yang diinput dan disimpan dalam Asthma e-Healthcare Database bisa

digunakan sebagai sumber data penelitian dan bahan ajar berupa simulasi

laboratorium dan studi kasus yang bermanfaat untuk menciptakan calon-calon

perawat profesional yang mampu mengaplikasikan keilmuan yang dimiliki ke dalam

kondisi nyata di lahan praktik.

SIMPULAN

Teknologi informasi dalam bidang kesehatan mengalami perkembangan yang sangat

pesat, khususnya dalam upaya pengobatan dan pemantauan jarak jauh (telemedicine

atau telemonitoring). Teknologi informasi dapat berupa aplikasi berbasis internet

murni (e-Healthcare) atau dikombinasikan dengan menggunakan mobile device

sebagai sarana pendukungnya (mobile health (mHealth)). eAsthmaCare merupakan

salah satu aplikasi berbasis internet yang mengembangkan program online diary

untuk pemantauan dan edukasi dengan tujuan memfasilitasi manajemen mandiri

pasien di rumah melalui lima program, yaitu catatan harian penderita asma,

pengkajian asma jarak jauh, peringatan waspada terhadap tanda dan gejala yang

dialami, pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga, serta penyajian seluruh
23

data yang diinput dalam bentuk diagram sehingga lebih mudah di akses dan

dipahami oleh pengguna data. Untuk mendukung tercapainya kelima program

tersebut, aplikasi ini memiliki design infrastruktur yang terdiri dari monitoring tier,

communication tier, management tier, analysis tier, dan database tire yang saling

berkoordinasi satu sama lain melalui jaringan internet tanpa harus bertatap muka

sehingga menurunkan angka hospitalisasi dan kunjungan ke pelayanan kesehatan.

Selain itu pemanfaatan aplikasi ini efektif untuk meningkatkan kualitas hidup,

keselamatan pasien karena menjamin pemantauan dan pengobatan tidak terputus,

mengurangi kesalahan pemberian pelayanan serta meningkatkan kualitas dan

kuantitas komunikasi antar tim kesehatan.

REKOMENDASI

Untuk dapat mengaplikasikan program ini di Indonesia, tentunya diperlukan upaya

yang cukup besar untuk menyediakan aplikasi eAsthmaCare dalam Bahasa

Indonesia, terutama terkait kuisioner kualitas hidup yang diadaptasi melalui ARQL.

Selain itu, parameter yang wajib dilaporkan, seperti APE perlu dipertimbangkan

lagi, karena tidak semua pasien di Indonesia memiliki alat spirometri di rumahnya.

Data yang dilaporkan cukup pada gejala harian, pembatasan aktivitas, gejala

nokturnal, kebutuhan akan reliever. Untuk fungsi paru yang dinilai dari APE

mungkin dilaporkan berkala bila ada pemeriksaan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Faktor pendukung keberhasilan program ini bila diaplikasikan di Indonesia, tentunya

terkait dengan sumber daya manusia dan infrastruktur. Optimalisasi sumber daya

manusia dapat dilakukan melalui kegiatan sosialisasi, pelatihan, dan pembagian tugas

yang jelas terkait pengoperasian program ini. Terkait dengan pembangunan


24

infrastruktur, pemerintah perlu menyediakan jaringan internet yang merata di seluruh

daerah. Selain itu, adanya kelemahan aplikasi ini terkait pemberian umpan balik dari

petugas yang mungkin belum pernah merawat pasien sebelumnya, disarankan kepada

setiap petugas pelayanan kesehatan yang sedang bertugas mengoperasikan aplikasi

tersebut, wajib membaca riwayat harian pasien sebelumnya. Dalam hal ini mungkin

lebih baik disusun Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk menjalankan program

ini dengan aman, efektif, dan tepat sasaran.


25

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. (2013).

Laporan hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) Indonesia tahun 2013.

Diperoleh dari:

depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf

Bowden, V.R., & Greenberg, C.S. (2010). Children and their families the continuum

of care (2nd ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Chiang, L. C., Chen, W. C., Dai, Y. T., & Ho, Y. L. (2012). The effectiveness of

telehealth care on caregiver burden, mastery of stress, and family function

among family caregivers of heart failure patients: A quasi-experimental

study. International Journal of Nursing Studies, 49(10), 1230–1242.

http://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2012.04.013

De Jongh, T., Gurol-Urganci, I., Vodopivec-Jamsek, V., Car, J., & Atun, R. (2012).

Mobile phone messaging for facilitating self-management of long-term

illnesses. Cochrane Database Syst Rev Database Syst Rev, (12),

CD007459.pub2. http://doi.org/10.1002/14651858.CD007459.pub2.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Direktorat

Pengendalian Penyakit Tidak Menular. (2009). Pedoman Pengendalian

Penyakit Asma. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I.

Doswell, W. M., Braxter, B., DeVito Dabbs, A., Nilsen, W., & Klem, M. Lou.

(2013). mHealth: Technology for nursing practice, education, and research.


26

Journal of Nursing Education and Practice, 3(10), p99.

http://doi.org/10.5430/jnep.v3n10p99

Global Initiative for Asthma. (2012a). Global strategy for asthma management and

prevention. Diperoleh dari http://www.ginasthma.org

Global Initiative for Asthma. (2012b). Pocket guide for asthma management and

prevention: for adults and children older than 5 years. Diperoleh dari

http://www.ginasthma.org

Guljas, R., Ahmed, A., Chang, K., & Whitlock, A. (2014). Impact of Telemedicine in

Managing Type 1 Diabetes Among School-age Children and Adolescents: An

Integrative Review. Journal of Pediatric Nursing, 29(3), 198–204.

http://doi.org/10.1016/j.pedn.2013.10.013

Harrington, L. (2012). Safety of Health Information Technology: New Report from

the Institute of Medicine. Nurse Leader, 10(2), 50–52.

http://doi.org/10.1016/j.mnl.2012.02.002

Hockenberry, M., & Wilson, D. (2007). Wong’s nursing care of infants and children.

Philadelphia: Mosby Elsevier.

Jacob, E., Duran, J., Stinson, J., Lewis, M. A., & Zeltzer, L. (2013). Remote

monitoring of pain and symptoms using wireless technology in children and

adolescents with sickle cell disease. Journal of the American Academy of

Nurse Practitioners, 25(1), 42–54. http://doi.org/10.1111/j.1745-

7599.2012.00754.x

Kowitlawakul, Y., Wang, L., & Chan, S. W. C. (2013). Development of the

electronic health records for nursing education (EHRNE) software program.


27

Nurse Education Today, 33(12), 1529–1535.

http://doi.org/10.1016/j.nedt.2012.12.001

Lin, H. C., Chiang, L. C., Wen, T. N., Yeh, K. W., & Huang, J. L. (2014).

Development of online diary and self-management system on e-Healthcare

for asthmatic children in Taiwan. Computer Methods and Programs in

Biomedicine, 116(3), 299–310. http://doi.org/10.1016/j.cmpb.2014.05.004

Morrison, D., Wyke, S., Agur, K., Cameron, E.J., Docking, R.I., Mackenzie, A.M.,

McConnachie, A., Raghuvir, V., Thomson, N.C., & Mair, F.S. (2014). Digital

asthma self-management interventions: A systematic review. Journal of

Medical Internet Research, 16(2), 51. doi: 10.2196/jmir.2814

Mulvaney, S.A., Ho, Y-X., & Johnson, K.B. (2013). Assessing adolescent asthma

symptoms and adherence using mobile phones. Journal of Medical Internet

Research, 15(7), 141. doi: 10.2196/jmir.2413

Rhee, H., Miner, S., Sterling M., Halterman, J.S., & Fairbanks, E. (2014). The

development of an automated device for asthma monitoring for adolescents:

methodologic approach and user acceptability. JMIR Mhealth Uhealth, 2(2),

27. doi: 10.2196/mhealth.3118

Sittig, D.F., & Singh, H. (2012). Electronic health record and national patient-safety

goals. The New England Journal of Medicine, 367(19), 1854-1860.

Sun, Y., Wang, N., Guo, X, Peng, Z. (2013). Understanding the acceptance of mobile

health services: a comparison and integration of alternative models. Journal

of Electronic Commerce Research, 14(2).


28

Anda mungkin juga menyukai